Uji Aktivitas Diuretik Infusa Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) Terhadap Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) Jantan Galur Sprague-Dawley Indra Prawira, Nova Anita, Setiorini Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail: [email protected]Abstrak Penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa kayu secang (Caesalpinia sappan L.) terhadap peningkatan volume urine tikus putih (Rattus norvegicus L.) jantan galur Sprague-Dawley. Sebanyak 25 ekor tikus dibagi dalam 5 kelompok, terdiri atas kelompok kontrol negatif yang diberi akuabides (KKN), kelompok kontrol positif yang diberi larutan furosemide dosis 3,6 mg/kg bb (KKP), dan tiga kelompok eksperimen yang diberi infusa kayu secang dosis 250 mg/kg bb (KE1), 500 mg/kg bb (KE2), dan 1.000 mg/kg bb (KE3). Penelitian menggunakan metode Lipschitz yang telah dimodifikasi. Tikus dipuasakan selama 18 jam sebelum pemberian bahan uji, kemudian urine ditampung selama 6 jam menggunakan kandang metabolisme individual. Rerata volume total urine yang diperoleh adalah sebagai berikut: KKN (1,17+0,15) ml; KKP (2,67+0,19) ml; KE1 (2,07+0,30) ml; KE2 (2,71+0,34) ml; dan KE3 (2,21+0,12) ml. Hasil uji analisis variansi (ANAVA) 1 faktor (P < 0,05) menunjukkan terdapat pengaruh pemberian infusa kayu secang terhadap peningkatan volume urine tikus putih. Hasil uji beda nyata terkecil (LSD) (P < 0,05) menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara KE2 dengan KKP. Hal tersebut membuktikan infusa kayu secang dosis 500 mg/kg bb memberikan peningkatan volume urine tertinggi dengan aktivitas diuretik kuat sebesar 122,22%. Kata kunci: Caesalpinia sappan L.; diuretik; furosemide; Rattus norvegicus L.; urine Diuretic Activity Test of Sappanwood (Caesalpinia sappan L.) Infusion in Male Sprague- Dawley Albino Rats (Rattus norvegicus L.) Abstract A study has been conducted to determine the effect of sappanwood (Caesalpinia sappan L.) infusion with the increment of urine volume in male Sprague-Dawley albino rats (Rattus norvegicus L.). A total of 25 rats were divided into 5 groups, consisting of a negative control group treated with aquabidest (KKN), a positive control group treated with a solution of furosemide at dose of 3,6 mg/kg bw (KKP), and three experimental group treated with sappanwood infusion at dose of 250 mg/kg bw (KE1), 500 mg/kg bw (KE2), and 1.000 mg/kg bw (KE3). Diuretic activity was evaluated using modified Lipschitz method. The rats were fasted for 18 hours prior to administration of the test substance, then the urine collected for 6 hours using individual metabolic cages. The mean of total urine volumes obtained, are as follows: KKN (1,17+0,15) ml; KKP (2,67+0,19) ml; KE1 (2,07+0,30) ml; KE2 (2,71+0,34) ml; and KE3 (2,21+2,21) ml. The result of the 1-factor analysis of variance (ANOVA) (P < 0,05) showed that there was an effect of sappanwood infusion along with the increased volume of rats urine. The result of the least significant difference (LSD) test (P < 0,05) showed no significant differences between KE2 to the KKP. Thus, the sappanwood infusion at dose of 500 mg/kg bw provides the highest increase in urine volume with high diuretic activity amounted to 122,22%. Keyword: Caesalpinia sappan L.; diuretic; furosemide; Rattus norvegicus L.; urine Uji aktivitas..., Indra Prawira, FMIPA UI, 2015
24
Embed
Uji Aktivitas Diuretik Infusa Kayu Secang (Caesalpinia ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Uji Aktivitas Diuretik Infusa Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) Terhadap Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) Jantan Galur Sprague-Dawley
Indra Prawira, Nova Anita, Setiorini
Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
Penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa kayu secang (Caesalpinia sappan L.) terhadap peningkatan volume urine tikus putih (Rattus norvegicus L.) jantan galur Sprague-Dawley. Sebanyak 25 ekor tikus dibagi dalam 5 kelompok, terdiri atas kelompok kontrol negatif yang diberi akuabides (KKN), kelompok kontrol positif yang diberi larutan furosemide dosis 3,6 mg/kg bb (KKP), dan tiga kelompok eksperimen yang diberi infusa kayu secang dosis 250 mg/kg bb (KE1), 500 mg/kg bb (KE2), dan 1.000 mg/kg bb (KE3). Penelitian menggunakan metode Lipschitz yang telah dimodifikasi. Tikus dipuasakan selama 18 jam sebelum pemberian bahan uji, kemudian urine ditampung selama 6 jam menggunakan kandang metabolisme individual. Rerata volume total urine yang diperoleh adalah sebagai berikut: KKN (1,17+0,15) ml; KKP (2,67+0,19) ml; KE1 (2,07+0,30) ml; KE2 (2,71+0,34) ml; dan KE3 (2,21+0,12) ml. Hasil uji analisis variansi (ANAVA) 1 faktor (P < 0,05) menunjukkan terdapat pengaruh pemberian infusa kayu secang terhadap peningkatan volume urine tikus putih. Hasil uji beda nyata terkecil (LSD) (P < 0,05) menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara KE2 dengan KKP. Hal tersebut membuktikan infusa kayu secang dosis 500 mg/kg bb memberikan peningkatan volume urine tertinggi dengan aktivitas diuretik kuat sebesar 122,22%.
Diuretic Activity Test of Sappanwood (Caesalpinia sappan L.) Infusion in Male Sprague-Dawley Albino Rats (Rattus norvegicus L.)
Abstract
A study has been conducted to determine the effect of sappanwood (Caesalpinia sappan L.) infusion with the increment of urine volume in male Sprague-Dawley albino rats (Rattus norvegicus L.). A total of 25 rats were divided into 5 groups, consisting of a negative control group treated with aquabidest (KKN), a positive control group treated with a solution of furosemide at dose of 3,6 mg/kg bw (KKP), and three experimental group treated with sappanwood infusion at dose of 250 mg/kg bw (KE1), 500 mg/kg bw (KE2), and 1.000 mg/kg bw (KE3). Diuretic activity was evaluated using modified Lipschitz method. The rats were fasted for 18 hours prior to administration of the test substance, then the urine collected for 6 hours using individual metabolic cages. The mean of total urine volumes obtained, are as follows: KKN (1,17+0,15) ml; KKP (2,67+0,19) ml; KE1 (2,07+0,30) ml; KE2 (2,71+0,34) ml; and KE3 (2,21+2,21) ml. The result of the 1-factor analysis of variance (ANOVA) (P < 0,05) showed that there was an effect of sappanwood infusion along with the increased volume of rats urine. The result of the least significant difference (LSD) test (P < 0,05) showed no significant differences between KE2 to the KKP. Thus, the sappanwood infusion at dose of 500 mg/kg bw provides the highest increase in urine volume with high diuretic activity amounted to 122,22%.
SD 0,15 0,19 0,30 0,34 0,12 Keterangan: KKN = kelompok kontrol negatif (akuabides) KKP = kelompok kontrol positif (larutan Furosemide 3,6 mg/kg bb) KE1 = kelompok perlakuan 1 (infusa kayu secang 250 mg/kg bb) KE2 = kelompok perlakuan 2 (infusa kayu secang 500 mg/kg bb) KE3 = kelompok perlakuan 3 (infusa kayu secang 1.000 mg/kg bb) ∑x = jumlah volume urine 𝑥 = rerata volume urine SD = standar deviasi
Uji aktivitas..., Indra Prawira, FMIPA UI, 2015
Keterangan: KKN = kelompok kontrol negatif (akuabides) KKP = kelompok kontrol positif (larutan Furosemide 3,6 mg/kg bb) KE1 = kelompok perlakuan 1 (infusa kayu secang 250 mg/kg bb) KE2 = kelompok perlakuan 2 (infusa kayu secang 500 mg/kg bb) KE3 = kelompok perlakuan 3 (infusa kayu secang 1.000 mg/kg bb) Huruf menunjukkan perbedaan nyata pasangan kelompok perlakuan Garis (bar) menunjukkan standar deviasi
Gambar 1. Diagram batang rerata volume urine (ml) tikus putih (Rattus norvegicus L.)
jantan galur Sprague-Dawley selama 6 jam setelah pencekokan
Hasil perhitungan rata-rata aktivitas diuretik infusa simplisia kayu secang pada KKN,
KKP, KE1, KE2, dan KE3 berturut-turut, yaitu: 54,87+5,91%; 125,53+11,14%;
94,74+9,77%; 122,22+5,25%; dan 101,32+5,35% (Tabel 2). Diagram batang rata-rata
aktivitas diuretik infusa simplisia kayu secang dapat dilihat pada Gambar 2.
Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk dan uji homogenitas Levene menunjukkan bahwa
data volume total urine tikus putih yang diperoleh berdistribusi normal dan bervariansi
homogen. Hasil uji parametrik analisis variansi (ANAVA) 1 faktor (P < 0,05) menunjukkan
adanya pengaruh pemberian infusa simplisia kayu secang terhadap peningkatan volume total
urine tikus. Hasil uji perbandingan berganda beda nyata terkecil (BNT) (α = 0,05)
menunjukkan perbedaan nyata antara KKN dengan KKP, KE1, KE2, dan KE3; serta KKP
dengan KE1 dan KE3. Perbedaan tidak nyata terdapat antara KKP dengan KE2.
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
1 2 3 4 5
Rer
ata
volu
me
urin
e (m
l)
Kelompok perlakuan
KKN KKP KE1 KE2 KE3
a
b
c
b
c
Uji aktivitas..., Indra Prawira, FMIPA UI, 2015
Tabel 1. Volume total urin (ml) tikus putih (Rattus norvegicus L.) jantan galur Sprague-Dawley
SD 0,15 0,19 0,30 0,34 0,12 Keterangan: KKN = kelompok kontrol negatif (akuabides) KKP = kelompok kontrol positif (larutan Furosemide 3,6 mg/kg bb) KE1 = kelompok perlakuan 1 (infusa kayu secang 250 mg/kg bb) KE2 = kelompok perlakuan 2 (infusa kayu secang 500 mg/kg bb) KE3 = kelompok perlakuan 3 (infusa kayu secang 1.000 mg/kg bb) ∑x = jumlah volume urine 𝑥 = rerata volume urine SD = standar deviasi
Keterangan: KKN = kelompok kontrol negatif (akuabides) KKP = kelompok kontrol positif (larutan Furosemide 3,6 mg/kg bb) KE1 = kelompok perlakuan 1 (infusa kayu secang 250 mg/kg bb) KE2 = kelompok perlakuan 2 (infusa kayu secang 500 mg/kg bb) KE3 = kelompok perlakuan 3 (infusa kayu secang 1.000 mg/kg bb) Huruf menunjukkan perbedaan nyata pasangan kelompok perlakuan Garis (bar) menunjukkan standar deviasi
Gambar 2. Diagram batang aktivitas diuretik (%) larutan uji pada tikus putih (Rattus norvegicus L.) jantan galur Sprague-Dawley selama 6 jam setelah pencekokan
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
140.00
160.00
1 2 3 4 5
Akt
ivita
s diu
retik
(%)
Kelompok perlakuan KKN KKP KE1 KE2 KE3
a
b
c
b
c
Uji aktivitas..., Indra Prawira, FMIPA UI, 2015
Pembahasan Uji analisis variansi (ANAVA) 1 faktor (P < 0,05) menunjukkan adanya perbedaan
rata-rata volume total urin antar kelompok perlakuan. Dengan demikian, hipotesis yang
menyatakan bahwa pemberian infusa kayu secang dosis 250 mg/kg bb; 500 mg/kg bb; dan
1.000 mg/kg bb berpengaruh terhadap peningkatan volume urine tikus putih jantan galur
Sprague-Dawley, dapat diterima. Hasil tersebut dapat dilihat pada rerata volume total urine
tikus putih kelompok eksperimen (KE1, KE2, dan KE3) yang dicekok dengan infusa kayu
secang lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (KKN) yang dicekok
dengan akuabides. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa infusa kayu secang yang
diberikan memiliki aktivitas diuretik. Hal tersebut sesuai dengan Suryawati dan Santoso yang
mengatakan suatu zat memiliki aktivitas diuretik apabila terjadi peningkatan volume urine
pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol (Suryawati & Santoso
1993: 167).
Rerata volume total urine paling besar dimiliki oleh kelompok eksperimen 2 (KE2)
yaitu 2,71+0,34 ml, dengan dosis infusa kayu secang sebesar 500 mg/kg berat badan tikus
putih. Hasil uji perbandingan berganda beda nyata terkecil (LSD) menunjukkan bahwa KE2
tidak berbeda nyata dengan KKP yang memiliki rerata volume total urine sebesar 2,67+0,19
ml. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan bahwa pemberian infusa kayu secang dosis
500 mg/kg bb sebagai dosis dengan aktivitas diuretik paling tinggi, dapat diterima.
Suatu bahan uji dikatakan memiliki aktivitas diuretik lemah apabila nilai
penghitungan berada dalam kisaran 50--80%, diuretik sedang 80--100%, dan diuretik kuat
lebih dari 100% (Suryawati & Santoso 1993: 60). Hasil yang diperoleh juga menunjukkan
rerata aktivitas diuretik dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Rerata aktivitas
diuretik paling tinggi dimiliki oleh kelompok kontrol positif (KKP) yaitu sebesar 125,53%
kemudian, disusul oleh kelompok eksperimen 2 (KE2) dengan besar 122,22% dan kelompok
eksperimen 3 (KE3) dengan besar 101,32%. Ketiga kelompok tersebut dikatakan memiliki
aktivitas diuretik kuat, sedangkan rerata aktivitas diuretik pada KKN (54,87%) dan KE1
(94,74%) menunjukkan aktivitas diuretik sedang.
Dearing dkk. (2001) mengatakan bahwa golongan senyawa metabolit sekunder
tumbuhan yang dapat berperan menimbulkan efek diuretik ialah terpen, fenol, dan alkaloid
(Dearing dkk. 2001: 894; Gupta & Arya 2011: 618). Secang memiliki ketiga senyawa
metabolit sekunder tersebut (Widowati 2011: 27). Berdasarkan penelitian yang telah
Uji aktivitas..., Indra Prawira, FMIPA UI, 2015
dilakukan, diduga secang memiliki kerja diuretik serupa dengan diuretik hemat kalium dan
diuretik lengkung.
Diuretik hemat kalium, seperti amiloride dan triamterene, bekerja sebagai penghalang
aliran ion Na+ melalui kanal ion pada lumen tubulus kontortus distal dan tubulus kolektivus
ginjal. Hal tersebut turut mengurangi aktivitas pompa Na+/K+-ATPase pada membran
basolateral sel tubulus, sehingga tidak terjadi reabsorpsi ion Na+ ke dalam tubuh. Sementara
itu, ion K+ tidak akan disekresikan ke dalam lumen tubulus (Guyton & Hall 2006: 404).
Penghambatan reabsorpsi ion Na+ dan sekresi ion K+ akan menyebabkan penumpukan ion
Na+ pada lumen tubulus. Hal tersebut meningkatkan tekanan osmotik dan laju masuknya air
pada lumen tubulus, sehingga terjadi peningkatan volume air. Peningkatan volume air akan
turut meningkatkan volume urine dan disebut sebagai diuresis (Du 2006: 11--12; Zeggwagh
dkk. 2007: 144). Mekanisme kerja diuretik hemat kalium dapat dilihat pada gambar 4.2(1).
Salah satu senyawa aktif pada tanaman secang yang merupakan senyawa fenol adalah
Brazilin (Nirmal dkk. 2014: 196). Brazilin merupakan senyawa aktif terbesar yang terdapat
pada tanaman secang. Dalam golongan fenol, brazilin termasuk sebagai senyawa
homoisoflavonoid, yang merupakan subgrup dari flavonoid (Sinsawasdi 2012: 73).
Batchelder (1995) mengatakan bahwa flavonoid merupakan salah satu senyawa yang dapat
menyebabkan diuresis (Batchelder 1995: 4). Vanamala dkk. (2012) juga mencatat beberapa
jenis tanaman yang memiliki aktivitas diuretik dengan senyawa aktif terbesar berupa
flavonoid (Vanamala dkk. 2012: 29--30). Gasparotto dkk., pada tahun 2011, meneliti
aktivitas diuretik isoquercetin, salah satu senyawa golongan flavonoid dari tanaman
Tropaeolum majus, yang diberikan pada tikus putih. Hasil penelitian menunjukkan adanya
peningkatan volume urine serta kadar natrium dalam urine, namun dengan kadar kalium yang
lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol dengan pemberian hidroklorotiazid. Hal
tersebut menunjukkan isoquercetin bekerja dengan menghambat reabsorpsi ion Na+ dari
lumen, yang diikuti oleh penghambatan sekresi ion K+ ke dalam lumen. Dengan demikian,
Gasparotto dkk. menyimpulkan isoquercetin memiliki mekanisme kerja diuresis yang sama
dengan diuretik hemat kalium (Gasparotto dkk. 2011: 214). Berdasarkan hal-hal tersebut,
brazilin dari tanaman secang diduga bekerja sebagai penghalang aliran ion Na+ melalui kanal
ion pada lumen tubulus kontortus distal dan tubulus kolektivus ginjal.
Senyawa metabolit sekunder pada kayu secang yang juga diduga memiliki aktivitas
diuretik serupa dengan brazilin ialah alkaloid. Alkaloid banyak terkandung pada kayu secang
(Jansen & Cardon 2005: 51). Salah satu tanaman dari suku Leguminoceae yang memiliki
aktivitas diuretik karena senyawa alkaloidnya dan telah digunakan sebagai obat diuretik, ialah
Uji aktivitas..., Indra Prawira, FMIPA UI, 2015
Cystisus scoparius. Sparteine merupakan senyawa alkaloid terbesar pada tanaman tersebut.
Mekanisme kerja sparteine sama dengan obat diuretik hemat kalium, yaitu dengan
menghambat aliran ion Na+ melalui kanal ion, sehingga ion Na+ tidak dapat melintasi
membran untuk direabsorpsi ke dalam tubuh. Hal tersebut meningkatkan tekanan osmotik
dan laju masuknya air pada lumen tubulus, sehingga terjadi peningkatan volume air dan urine
(Roberts & Wink 1998: 453). Dengan demikian, alkaloid pada kayu secang juga diduga
bekerja dengan mekanisme yang sama.
Furosemide merupakan salah satu jenis obat diuretik dari golongan diuretik lengkung
(loop diuretic). Obat tersebut digunakan sebagai kontrol positif karena telah umum
digunakan dalam pengobatan dengan gejala edema akibat gagal jantung kongestif, sirosis hati,
dan sindrom nefrotis (Ellison 2013: 1368). Selain itu, furosemide dikenal sebagai high
ceiling diuretic, yaitu obat dengan aktivitas diuretik kuat (Dearing dkk. 2001: 891).
Furosemide meningkatkan ekskresi ion Na+, K+, dan Cl-, dengan menghambat sistem
kotranspor Na+/K+/2Cl- pada lengkung Henle. Mekanisme tersebut menyebabkan ion-ion
yang berada di dalam lumen tubulus tidak dapat direabsorpsi kembali ke tubuh. Hal tersebut
kemudian diikuti dengan peningkatan ekskresi air, karena tekanan osmotik tubulus yang
meningkat (Guyton & Hall 2006: 510). Furosemide juga bekerja dengan menghambat kerja
pompa ion Na+/K+-ATPase pada membran basolateral sel tubulus, sehingga ion Na+ tidak
dapat direabsorpsi oleh tubuh (Proverbio dkk. 1990: 279). Penggunaan furosemide yang
terus-menerus dapat menimbulkan alergi kulit, radang ginjal, dan ototoksisitas. Bahaya
utama dari furosemide ialah terganggunya keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh (Brater
1998: 393). Mekanisme kerja furosemide dapat dilihat pada Gambar 4.2(2).
Salah satu senyawa terpen yang terdapat pada kayu secang ialah saponin (Safitri 2002:
18; Sarumathy dkk. 2011: 36). Penelitian yang telah dilakukan pada beberapa tanaman obat
oleh Lacaille-Dubois & Wagener (1996), Bruneton (1999), dan Haloui dkk. (2000)
menunjukkan bahwa saponin memiliki aktivitas diuretik (lihat Diniz dkk. 2009: 278). De
Souza dkk. (2004) melakukan penelitian terhadap penghambatan pompa ion Na+/K+ dengan
induksi oleh saponin steroid yang diisolasi dari akar tanaman pacing (Costus spicatus). Hasil
yang didapatkan menunjukkan bahwa saponin yang mampu untuk menghambat peran enzim
Na+/K+-ATPase dalam melakukan transpor aktif ion Na+ pada membran basolateral sel
tubulus ginjal. Hal tersebut mengakibatkan ion Na+ tidak dapat direabsorpsi, sehingga terjadi
peningkatan tekanan osmotik pada lumen tubulus, yang mengakibatkan peningkatan volume
urine (De Souza dkk. 2004: 435). Mekanisme saponin dalam menghambat pompa ion
Na+/K+-ATPase belum diketahui secara jelas, namun Mahmmoud (2005) pernah meneliti
Uji aktivitas..., Indra Prawira, FMIPA UI, 2015
mekanisme penghambatan pompa ion Na+/K+-ATPase yang dilakukan oleh kurkumin, suatu
senyawa fenol yang menghasilkan diuresis (Mahmmoud 2005: 244).
Pompa natrium kalium adenosin trifosfatase (Na+/K+-ATPase) merupakan pompa
yang terletak pada membran basolateral epitel sepanjang tubulus ginjal. Pompa tersebut
berfungsi untuk menjaga homeostasis elektrolit agar kadar natrium dalam sel tetap rendah
(Rhoades & Tanner 1995: 435). Kerja dari pompa tersebut akan menimbulkan suatu gradien
konsentrasi yang menyebabkan masuknya ion Na+ dari lumen tubulus ke dalam sel epitel
tubulus dan sekresi ion K+ menuju lumen ginjal (Fox 2003: 532).
Transpor ion Na+ dan K+ berlangsung melalui suatu proses yang melibatkan dua
konformasi enzim yaitu E1 yang memiliki afinitas tinggi terhadap ion Na+ dan E2 yang
memiliki afinitas tinggi terhadap ion K+. Proses transpor ion Na+ dari dalam sel menuju
cairan ekstraseluler dimulai dengan pengikatan ion Na+ pada situs aktif enzim E1. Satu gugus
fosfat (P) yang dihasilkan dari hidrolisis ATP (adenosin trifosfat) menjadi ADP (adenosin
difosfat) akan berfosforilasi dengan E1 menjadi fosfoenzim E1P. Fosfoenzim E1P kemudian
akan mengubah konformasinya menjadi E2P yang memiliki afinitas tinggi terhadap ion K+.
Akibat peristiwa tersebut, E2P akan melepaskan ion Na+ ke luar sel dan mengikat ion K+.
Terkumpulnya ion K+ pada E2P akan menyebabkan enzim terdefosforilasi menjadi E2.
Enzim E2 akan mengalami perubahan konformasi kembali membentuk E1 yang memiliki
afinitas rendah terhadap ion K+, sehingga terjadi pelepasan ion K+ ke dalam sel. Enzim E1
selanjutnya akan kembali digunakan untuk siklus berikutnya (Alberts 2002: 625). Mekanisme
pompa ion Na+/K+-ATPase dapat dilihat pada gambar 4.2(3).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mahmmoud (2005: 242--244), kurkumin
bekerja dengan cara menghalangi masuknya ion K+ pada situs pengumpulnya di E2P. Hal
tersebut menyebabkan keseimbangan enzim bergeser menuju ke arah pembentukan E1P yang
memiliki afinitas tinggi terhadap ion Na+, sehingga ion Na+ tidak dapat ditranspor keluar sel
dan terjadi penumpukan ion Na+ di dalam sel. Penumpukan tersebut mengakibatkan
penurunan laju reabsorpsi ion Na+ dari lumen tubulus menuju sel epitel tubulus, sehingga
terjadi pula penumpukan ion Na+ di lumen tubulus. Peristiwa tersebut meningkatkan tekanan
osmotik dan laju masuknya air ke dalam lumen tubulus, sehingga terjadi peningkatan volume
air dan urine (Guyton & Hall 2006: 509). Berdasarkan hal-hal tersebut, diduga saponin pada
secang memiliki mekanisme diuretik yang serupa.
Mekanisme aktivitas diuretik fenol, alkaloid, dan terpen pada secang masih berupa
dugaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, untuk mengetahui pengaruh
masing-masing senyawa tersebut terhadap peningkatan volume urine. Selain itu perlu
Uji aktivitas..., Indra Prawira, FMIPA UI, 2015
dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme kerja masing-masing senyawa
tersebut pada sistem tubulus ginjal.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk menguji aktivitas diuretik infusa
kayu secang (Caesalpinia sappan L.) terhadap tikus putih (Rattus norvegicus L.) jantan galur
Sprague-Dawley diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemberian infusa kayu secang (Caesalpinia sappan L.) secara oral dengan dosis 250;
500; dan 1.000 mg/kg berat badan, meningkatkan volume urine tikus putih (Rattus
norvegicus L.) jantan galur Sprague-Dawley.
2. Pemberian infusa kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dosis 250 mg/kg berat badan
memiliki aktivitas diuretik sedang (94,74%), serta dosis 500 dan 1000 mg/kg berat
badan memiliki aktivitas diuretik kuat (122,22% dan 101,32%), dengan aktivitas
diuretik tertinggi pada dosis 500 mg/kg berat badan (122,22%).
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kandungan kayu secang
(Caesalpinia sappan L.) yang memiliki aktivitas diuretik.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme kerja kandungan
kayu secang (Caesalpinia sappan L.) yang memiliki aktivitas diuretik.
Daftar Referensi Alberts, B., A. Johnson, J. Lewis, M. Raff, K. Roberts & P. Walter. 2002. Molecular biology
of the cell. 4th ed. Garland Science, New York: xxxiv + 1463 hlm.
Alhusin, S. 2002. Aplikasi statistik praktek dengan menggunakan SPSS 10 for windows. J & J
Learning, Yogyakarta: xii + 383 hlm.
Badami, S., S. Moorkoth & B. Suresh. 2004. Caesalpinia sappan: a medicinal and dye