Top Banner
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ACTINOMYCETES PG 3 DARI RHIZOSFER Centella asiatica ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST OF SECONDARY METABOLIC ISOLATED ACTINOMYCETES PG 3 FROM RHIZOSPHERE Centella asiatica SUMI N111 14 033 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018
70

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

Nov 05, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ACTINOMYCETES PG 3 DARI

RHIZOSFER Centella asiatica

ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST OF SECONDARY METABOLIC ISOLATED ACTINOMYCETES PG 3

FROM RHIZOSPHERE Centella asiatica

SUMI

N111 14 033

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

Page 2: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ACTINOMYCETES PG 3 DARI RHIZOSFER Centella asiatica

ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST OF SECONDARY METABOLIC ISOLATED ACTINOMYCETES PG 3 FROM RHIZOSPHERE Centella

asiatica

SKRIPSI

Untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana

SUMI

N111 14 033

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2018

Page 3: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...
Page 4: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...
Page 5: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...
Page 6: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.,

yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis

mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Antibakteri

Metabolit Sekunder Isolat Actinomycetes PG 3 Dari Rhizosfer Centella

asiatica” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu di

Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. Ucapan salam serta shalawat juga

penulis ucapkan teruntuk Nabi besar Muhammad Shallallahualaihi Wa

Sallam., yang telah membawa umat muslim ke jalan yang benar.

Penulis menyadari banyak hambatan, kekurangan, serta kesulitan

dalam menyelesaikan penelitian ini, yang tentunya berkat bimbingan,

bantuan, dan motivasi dari beberapa pihak akhirnya penelitian ini dapat

terselesaikan. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih yang

setulus-tulusnya kepada Ibu Dr. Herlina Rante, S.Si., M.Si., Apt.. selaku

pembimbing utama dan Prof.Dr.M.Natsir Djide, MS., Apt. selaku pembimbing

pertama yang telah meluangkan banyak waktu, memberi petunjuk,

menyumbangkan pikiran dan tenaganya dalam membimbing mulai selesainya

skripsi ini, serta Ibu Dr. Sartini, M.Si., Apt. selaku ketua penguji, Bapak Muh.

Aswad, S.Si., M.Si., Ph.D., Apt. selaku sekretaris penguji, dan Bapak Drs.

Syaharuddin Kasim, M.Si., Apt. selaku anggota penguji yang telah

meluangkan waktu untuk membagi ilmu dan menyumbangkan pikiran dalam

membimbing penulis hingga selesainya skripsi ini.

Page 7: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

vii

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan terima kasih

kepada :

1. Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Farmasi, seluruh staf pengajar dan staf

pegawai dan laboran Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin yang

telah banyak membantu dalam proses menyelesaikan studi kami.

2. Bapak Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si., Apt. selaku penasehat akademik

yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan yang sangat

bermakna selama awal tahun penulis menginjakkan kaki di Fakultas

Farmasi Universitas Hasanuddin.

3. Kedua orang tua tercinta, Ayah Sude dan Ibu Kasma yang telah

mencurahkan segala kasih sayang, memberikan dukungan dari kecil

hingga sekarang, mengingatkan segala hal dan berkat mereka penulis

bisa menyelesaikan skripsi ini. Karena mereka adalah motivasi penulis

dari kecil hingga sekarang.

4. Kepada kak Ismail, S.Si., M.Si., Apt. atas ilmu dan bantuannya selama

penelitian.

5. Sahabat seperjuangan penelitian Hikma, Nute, Evi, Asmi, Koi, Lina, Dala,

Jiraya, yang telah mendukung, memberi semangat dan berbagi saran

selama penelitian.

6. Saudaraku Farmasi UNHAS angkatan 2014 (Hios14min) khususnya Eka,

Nul, Roha, Ammi, Esta, Ulling, Nuwa, Hae, Dianabulat atas segala

bantuannya selama ini. Serta warga KEMAFAR-UH yang selalu memberi

semangat dalam perjalanan penulis di Farmasi UNHAS.

Page 8: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

viii

7. Semua pihak yang terlibat, yang tidak sempat tersebut namanya.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini sangat jauh dari

kesempurnaan. Karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang

membangun demi terciptanya suatu karya yang lebih bermutu. Akhirnya,

semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan di masa yang akan datang.

Makassar, 4 Mei 2018

Penulis

Page 9: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

ix

ABSTRAK

SUMI. Uji Aktivitas Antibakteri Metabolit Sekunder Isolat Actinomycetes PG 3 Dari Rhizosfer Centella asiatica (dibimbing oleh Herlina rante, Natsir Djide)

Actinomycetes merupakan salah satu kelompok mikroorganisme

penghasil antibiotik paling banyak. Actinomycetes menjadi penting dalam

bidang kesehatan dan industri farmasi karena kemampuannya dalam

memproduksi metabolit sekunder untuk pengobatan, khususnya antibakteri.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas metabolit sekunder isolat

Actinomycetes PG 3 yang berasal dari Rhizosfer Centella asiatica yang dapat

menghasilkan senyawa antibakteri. Isolat Actinomycetes PG 3 yang diperoleh

difermentasi selama 17 hari yang kemudian diekstraksi menggunakan Etil

asetat (1/1) dan biomassa dimaserasi dengan metanol. Ekstrak Etil asetat,

Ekstrak Metanol dan Ekstrak Air yang diperoleh dilakukan uji aktivitas

antibakteri dengan metode difusi agar terhadap bakteri S.aureus dan E.coli.

Ekstrak Etil asetat yang memiliki aktivitas paling besar, selanjutnya di

Kromatografi lapis tipis dan bioautografi menggunakan Fase diam silika gel

GF254 dan Fase gerak Kloroform : Etil asetat (3:1). Identifikasi isolat

Actinomycetes PG 3 dilakukan secara mikroskopik. Berdasarkan hasil

penelitian diperoleh bahwa isolat PG 3 diduga sebagai Actinomycetes yang

termasuk dalam genus Streptomyces sp spora rantai panjang dengan tipe

spora spiral tertutup, yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri E.coli

dan S.aureus dengan aktivitas kuat. Hasil KLT bioautografi Ekstrak Etil asetat

terhadap S.aureus menunjukkan zona hambat masing-masing pada Rf 0,05;

0,62; 0,76 dan 0,95 yang diduga merupakan senyawa golongan Polifenol,

Flavanoid dan Terpenoid.

Kata Kunci: Actinomycetes, kromatografi lapis tipis, bioautografi, antibakteri.

Page 10: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

x

ABSTRACT

SUMI. Antibacterial Activity Test Of Secondary Metabolic isolated Actinomycetes PG 3 From Rhizosphere Centella asiatica (supervised by Herlina Rante, M. Natsir Djide) Actinomycetes is the richest microorganisms in the production of antibiotics. Actinomycetes plays an important role in medical and pharmaceutical industry because of its capability to produce secondary metabolite for therapeutics use, especially antibacaterial. The aim of this study was to know the potential of isolated Actinomycetes PG 3 From Rhizosfer Centella asiatica which known of antibacterial compound. Isolated Actinomycetes PG 3 were fermented for 17 consecutive days then extracted by ethyl acetate with 1:1 ratio and biomass were macerated by methanol. The antibacterial activity of ethyl acetate extract, methanol extract, and water extract were assessed by agar diffusion method againts S.aureus and E.coli. Ethyl acetate Extract shown to have the most antibacterial activity, then thin-layer chromatography and bioautography were performed by silica gel GF254 stationary phase and mobile phase chloroform : ethyl acetate (6:2). Isolate identification of Actinomycetes PG 3 was conducted based on microscopis characteristic. The results showed isolated PG 3 were predicted as Actinomycetes and in Classification of long chained spore with cyclic spore type of Streptomyces sp genus, that can potentially inhibit E.coli and S.aureus growth activities the most. Thin-layer chromatography and bioautography resulted ethyl acetate extract shown inhibition zone to S.aureus individually Rf 0,05 ; 0,62 ; 0,95 and were assumed as polyphenol, flavonoid and terpenoid compound. Keywords : Actinomycetes, thin-layer chromatography, bioautography,

antibacterial

Page 11: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

xi

DAFTAR ISI

Halaman

UCAPAN TERIMA KASIH vi

ABSTRAK ix

ABSTRACT x

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xvi

DAFTAR LAMPIRAN xviii

BAB I PENDAHULUAN 1

I.1 Latar Belakang 1

I.2 Rumusan Masalah 3

I.3 Tujuan Penelitian 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

II.1 Actinomycetes 4

II.1.1 Karakteristik dan Lingkungan Actinomycetes 4

II.1.2 Klasifikasi Actinomycetes 8

II.1.3 Metabolit Sekunder Actinomycetes 9

II.2 Rhizosfer 10

II.3 Antimikroba 11

II.4 Metabolit Mikroba 14

II.5 Pertumbuhan Mikroorganisme 16

Page 12: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

xii

II.6 Fermentasi 18

II.7 Metode Pengujian Antimikroba 20

II.7.1 Metode difusi 20

II.7.1 Metode dilusi 23

II.8 Uraian Mikroba 24

II.8.1 Escherichia coli 24

II.8.2 Staphylococcus aureus 24

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN 26

III.1 Penyiapan Alat dan Bahan 26

III.1.1 Alat 26

III.1.2 Bahan 26

III.2 Metode Kerja 27

III.2.1 Sterilisasi Alat 27

III.2.2 Pembuatan Medium 27

III.2.3 Penyiapan Isolat Actinomycetes 28

III.2.3.1 Peremajaan isolat 28

III.2.3.2 Fermentasi Isolat Actinomycetes 28

III.2.3.3 Ekstraksi 28

III.2.4 Penyiapan bakteri Uji 29

III.2.4.1 Peremajaan Bakteri 29

III.2.4.2 Pembuatan Suspensi Bakteri Uji 29

III.2.5 Pengamatan Morfologi Mikroba 29

III.2.6 Uji Aktivitas Antibakteri 30

Page 13: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

xiii

III.2.7 KLT- Bioautografi 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 32

IV.1 Hasil Peremajaan 32

IV.2 Fermentasi dan Ekstraksi 33

IV.3 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak 35

IV.4 KLT-Bioautografi 38

IV.5 Identifikasi Actinomycetes 42

BAB V PENUTUP 45

V.1 Kesimpulan 45

V.2 Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 46

LAMPIRAN 50

Page 14: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil Pengukuran rata-rata diameter zona hambat metabolit sekunder Actinomycetes terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli 35

2. Hasil Uji Skrinning Fitokimia 52

Page 15: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Penampakan Isolat Actinomycetes pada media agar 5

2. Koloni Actinomycetes tumbuh pada agar yang menunjukkan miselium substrat dan miselium udara 6

3. Isolat Actinomycetes PG 3 yang diinkubasi 10 hari 32

4. Kurva penentuan fase stasioner berdasarkan lama fermentasi (hari) terhadap Diameter zona hambatan (mm) 34

5. Hasil uji aktivitas antibakteri dari metabolit sekunder Actinomycetes terhadap bakteri uji pada kadar 2 mg 36

6. Hasil uji aktivitas antibakteri dari metabolit sekunder Actinomycetes terhadap bakteri uji pada kadar 4 mg 36

7. Hasil Uji KLT Bioautografi pada bakteri Staphylococcus aureus 39

8. Identifikasi Golongan senyawa 42

9. Hasil Uji Mikroskopis Isolat PG 3 dengan perbesaran 1000x 43

10. A. Jenis struktur spora pada Streptomyces, B. Produksi spora Rantai Panjang 43

11. Hasil Fermentasi selama 17 hari 53

12. A. Ekstrak Etil asetat; B. Ekstrak Air; C. Ekstrak Metanol 53

13. Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri A. Staphylococcus aureus B. Escherichia coli 53

Page 16: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Skema kerja 50

2. Komposisi Medium 51

3. Tabel 52

4. Dokumentasi gambar 53

Page 17: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi merupakan salah satu permasalahan dalam bidang

kesehatan yang dari waktu ke waktu terus berkembang (Rahayu, 2010).

Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka

kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) di negara berkembang

termasuk Indonesia (Darmadi, 2008). Berdasarkan data World Health

Organization (2015), penyebab kematian tertinggi didunia setelah penyakit

jantung koroner dan stroke adalah infeksi. Pengobatan yang sering

digunakan untuk mengobati infeksi tersebut adalah penggunaan antibiotik,

tetapi sekarang telah banyak mikroorganisme yang mengalami resistensi

terhadap antibiotik (Rahayu, 2010). Oleh karena itu diperlukan galur-galur

antibiotik untuk menemukan antibiotik baru dan lebih sensitif terhadap

mikroba patogen yang resisten (Sulistiani dan Narwanti, 2015).

Mikroba penghasil antibiotik meliputi golongan Bakteri, Actinomycetes,

Jamur dan beberapa mikroba lainnya (Kumalasari dkk, 2012; Adriani dan

Febriwanti, 2013). Salah satu sumber potensial molekul antibiotik baru adalah

Actinomycetes. Secara histori, Actinomycetes menghasilkan jumlah kelas

antibiotik terbanyak seperti tetrasiklin, aminoglikosida, sefalosporin dan

Page 18: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

2

makrolida. Sekitar 70% antibiotik dihasilkan oleh Actinomycetes, 20% Fungi

dan 10% oleh Bakteri (Kumalasari dkk, 2012; Adriani dan Febriwanti, 2013).

Actinomycetes adalah organisme prokariotik yang termasuk bakteri gram

positif, hidup bebas, saprofit, terdistribusi secara luas di tanah, air, dan

membentuk kolonisasi pada jaringan tanaman atau endofit, juga penghasil

berbagai senyawa aktif dari hasil metabolisme sekunder. Karakteristik

morfologi dari prokariot ini menyerupai fungi karena memiliki hifa atau filamen

namun tidak bersekat, namun mikroba ini termasuk dalam golongan bakteri

karena bersifat prokariot dan memiliki kandungan peptidoglikan pada dinding

selnya (Fatmawati dkk, 2014). Actinomycetes memiliki distribusi pertumbuhan

yang luas. Sumber actinomycetes dapat dijumpai dalam air, pertumbuhan

yang berupa filamen di dalam tanah, koloni di permukaan akar maupun di

Rhizosfer (Fatmawati dkk, 2014).

Rhizosfer merupakan bagian tanah disekitar akar. Pada tanah di

daerah Rhizosfer memiliki jumlah bakteri, jamur, dan actinomycetes yang

lebih banyak dibandingkan tanpa Rhizosfer (Mukamto, 2015). Akar Tanaman

mempunyai kemampuan mengeluarkan eksudat, seperti halnya pada

tumbuhan lainnya. Hasil eksudasi akar tersebut kemudian menyebar ke

tanah Rhizosfer rumput. Hasil eksudasi merupakan

sumber makanan atausumber kehidupan untuk mikroflora tanah, termasuk

mikroorganisme. Akibatnya disekitar perakaran rumput dapat ditemukan

banyak mikroorganisme. Sehingga populasi mikroorganisme pada Rhizosfer

Page 19: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

3

jauh lebih tinggi dibandingkan bagian tanah lainnya (Rahayu, 2006).

Beberapa penelitian telah berhasil mengisolasi Actinomycetes dari Rhizosfer

yang berpotensi sebagai penghasil antibiotik salah satunya Fatmawati,

(2014) telah melakukan penelitian mengenai aktivitas antibakteri

Actinomycetes dari Rhizosfer Tanaman Solanaceae yang mampu

menghambat pertumbuhan S.aureus, B.subtilis dan E.coli. Rante, dkk (2017)

telah melakukan isolasi Actinomycetes dari Rhizosfer Centella asiatica dan

salah satu isolat yang diperoleh diberi kode PG 3 yang belum diketahui

aktivitas antibakterinya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian ini.

I.2 Rumusan Masalah

Apakah metabolit sekunder isolat Actinomycetes PG 3 dari Rhizosfer

Centella asiatica memiliki aktivitas sebagai penghasil antibakteri?

I.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui aktivitas antibakteri metabolit sekunder isolat

Actinomycetes PG 3 dari Rhizosfer Centella asiatica.

Page 20: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Actinomycetes

II.1.1 Karakteristik dan Lingkungan Actinomycetes

Actinomycetes adalah kelompok bakteri gram positif dengan kadar

guanin dan sitosin tinggi dalam DNA-nya, yang terdapat di terestrial atau

perairan. Meskipun actinomycetes adalah uniseluler seperti bakteri, tidak

memiliki dinding sel yang berbeda, tetapi dapat menghasilkan miselium yang

nonseptate dan lebih ramping. Actinomycetes dapat dijumpai pada tanah, air

tawar dan laut. Actinomycetes mempunyai peran penting dalam penguraian

bahan organik, seperti selulosa dan kitin, melengkapi nutrisi dalam tanah,

dan merupakan bagian penting dari pembentukan humus. Koloni

actinomycetes menunjukkan konsistensi seperti tepung dan menempel kuat

pada permukaan agar (Dhanasekaran and Jiang, 2016).

Actinomycetes menghasilkan berbagai metabolit sekunder dengan

kepentingan farmakologis dan perdagangan yang tinggi. Dengan penemuan

actinomycin, sejumlah antibiotik telah ditemukan dari Actinomycetes,

terutama dari genus Streptomyces. Actinomycetes tersebar luas di tanah

dengan sensitivitas tinggi terhadap asam dan pH rendah. Actinomycetes

memiliki sejumlah fungsi penting, termasuk dalam degradasi

Page 21: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

5

/dekomposisi semua jenis zat organik seperti selulosa polisakarida, lemak

protein, asam organik, dan sebagainya, mendekomposisi humus di tanah,

memberi bau tanah yang baru dibajak, menghasilkan sejumlah antibiotik

seperti streptomisin, terramisin, aureomisin, dan sebagainya (Dhanasekaran

dan Jiang, 2016).

Actinomycetes terdiri dari sekelompok mikroorganisme uniseluler

bercabang, yang sebagian besar terdiri dari miselium pembentukan aerobik

yang lebih dikenal sebagai substrat dan udara. Actinomycetes bereproduksi

dengan pembelahan biner atau dengan menghasilkan spora atau konidia,

dan sporulasi Actinomycetes dilakukan melalui fragmentasi dan segmentasi

atau pembentukan konidia. Penampakan morfologi dari Actinomycetes

(Gambar 1) adalah kompak, sering kasar, penampakan yang berbentuk

kerucut dengan permukaan yang kering pada media kultur dan sering ditutupi

dengan miselium aerial (Dhanasekaran dan Jiang, 2016).

Gambar 1. Penampakan isolat Actinomycetes pada media agar. a, c Penampakan isolat Actinomycetes. b, d Morfologi koloni individu (Dhanasekaran dan

Jiang, 2016).

Page 22: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

6

Berdasarkan perbedaan morfologi dan fungsi, miselia dapat dibagi menjadi

miselium substrat dan miselium udara (Gambar 2)

Gambar 2. Koloni Actinomycetes tumbuh pada agar yang menunjukkan miselium

substrat dan miselium udara (Dhanasekaran dan Jiang, 2016)

Seperti yang diketahui sebagai miselium vegetatif atau miselium

primer, miselium substrat tumbuh ke medium atau di permukaan media

kultur. Fungsi utama miselium substrat adalah penyerapan nutrisi untuk

pertumbuhan actinomycetes. Miselium substrat memiliki variasi dalam

ukuran, bentuk, warna dan ketebalan. Di bawah mikroskop, miselium substrat

berbentuk tipis, transparan, dan lebih bercabang daripada hifa udara. Hifa

tunggal memiliki ketebalan sekitar 0,4 sampai 1,2 μm, biasanya tidak

membentuk sekat dan retak sehingga mampu mengembangkan cabang.

Warnanya berkisar dari putih atau hampir tidak berwarna hingga kuning, biru,

ungu , coklat, merah, pink, orange, hijau, hitam atau warna lainnya.

Beberapa hifa dapat menghasilkan pigmen yang larut dalam air atau larut

dalam lemak. Pigmen yang larut dalam air bisa meresap ke media kultur,

Page 23: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

7

yang membuat medium dengan warna yang sesuai. Pigmen yang tidak larut

dalam air (atau larut dalam lemak) membuat koloni dengan warna yang

sesuai (Dhanasekaran dan Jiang, 2016).

Miselium udara merupakan hifa miselium substrat berkembang ke tahap

tertentu, dan tumbuh ke udara. Terkadang, hifa udara dan miselium substrat

sulit dibedakan. Hal ini dapat dibedakan dengan preparasi pada Cover slip,

dilihat dengan mikroskop cahaya dengan hifa substrat ramping, transparan,

dan gelap sedangkan Hifa udara kasar, refraktif, dan terang. Hifa miselium

udara ditandai dengan selubung berserat, kecuali genus Pseudonocardia dan

Amycolata (Dhanasekaran dan Jiang, 2016).

Beberapa jenis Actinomycetes memiliki miselium aerial. Miselium aerial

merupakan bentuk dan struktur dari miselium vegetatif. Miselium aerial

muncul dari miselium substrat dan menutupi seluruh koloni, sehingga terlihat

seperti kapas atau tepung. Karakteristik miselium aerial lain dari

Streptomyces adalah pigmentasi yang dapat memiliki warna dari putih atau

abu-abu sampai ke kuning, orange, lavender, biru, dan hijau (Dhanasekaran

dan Jiang, 2016).

Actinomycetes merupakan mikroorganisme tanah yang umum dijumpai

pada berbagai jenis tanah. Populasinya berada pada urutan kedua setelah

bakteri bahkan kadang kadang hampir sama. Actinomycetes hidup sebagai

saprofit dan aktif mendekomposisi bahan organik sehingga dapat

meningkatkan kesuburan tanah . Pada umumnya Actinomycetes tidak toleran

terhadap asam dan jumlahnya menurun pada keadaan lingkungan dengan

Page 24: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

8

pH dibawah 5,0 . Rentang pH yang paling cocok untuk Actinomycetes adalah

antara 6,5-8,0. Temperatur yang cocok untuk pertumbuhan Actinomycetes

adalah 25-30 oC, tetapi pada suhu 55-65 oC Actinomycetes masih dapat

hidup dalam jumlah cukup besar khususnya genus Thermoactinomycetes

dan Streptomyces (Dhanasekaran dan Jiang, 2016).

Actinomycetes merupakan mikroba yang paling efektif dalam

menggunakan substrat. Sebagai organisme heterotrop, Actinomycetes

memerlukan bahan organik sebagai sumber karbon bagi kelangsungan

hidupnya dan beberapa jenis diantaranya mampu mendegradasi inulin dan

chitin. Media isolasi Actinomycetes adalah Starch nitrate Agar (SNA). Shahat

dkk, 2011 telah melakukan penelitian dengan membandingkan beberpa

medium isolasi Actinomycetes dalam menumbuhkan Streptomyces griseolus

dan ditemukan bahwa medium SNA adalah medium yang paling baik,

kemudian medium fish-meal extract, inorganik salts starch, oat meal extract,

dan medium glycerol aspargine.

II.1.2 Klasifikasi Actinomycetes

Actinomycetes termasuk ordo Actinomycetales. Yang terbagi menjadi

3 famili yaitu (Waluyo, 2005) :

a. Family Mycobakteriaceae

Sel-sel tidak membentuk miselium atau hanya miselium yang

rudimentar. Misalnya Mycobacterium dan Mycococcus

Page 25: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

9

b. Suku Actinomycetaceae

Membentuk miselium, spora terbentuk dalam fragmen-fragmen

miselium. Contoh : Actinomyces bovis, patogen penyebab penyakit

mulut pada ternak.

c. Suku Streptomycetaceae,

Membentuk miselium, miselium vegetative tidak terbagi-bagi. Contoh :

Streptomyces aureofaciens, menghasilkan aureomisin

Streptomyces griseus, menghasilkan streptomision

Streptomyces fradiae, menghasilkan neomisin dan fradisin

Streptomyces rimosus, menghasilkan teramisin

Streptomyces venezuelae, menghasilkan kloromisetin

II.1.3 Metabolit Sekunder Actinomycetes

Banyak metabolit sekunder mikroba yang menunjukkan aktivitas

sebagai antimiktoba. Dari semua produk microbial, hasil fermentasi

Streptomyces adalah sumber terbesar yang mengandung antibiotik.

Contohnya antimikroba yang mengandung betalaktam, aminoglikosida,

fenilpropanoid, dan sebagainya. Salah satunya adalah S. Clavugerus

memproduksi asam klavulanat yang merupakan inhibitor dari

betalaktamase (Solecka dkk, 2012). Selain itu, Senyawa yang diperoleh

dari actinomycetes bakau adalah Chalcomycin B yang diisolasi dari kultur

Streptomyces laut sp. B7064 yang dikumpulkan dari sedimen mangrove

Pohoiki, Hawaii, dimana makrolida ini menunjukkan aktivitas terhadap

Staphylococcus aureus (MIC = 0,39 μg / mL), Bacillus subtilis (MIC = 6,25

Page 26: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

10

μg / mL) ,Chlorella vulgaris, Chlorella sorokiniana dan Scenedesmus

subspicatus (MIC = 50 μg / mL) (Asolkar dkk, 2002).

Yuan dkk (2011), telah mengidentifikasi dua lakton makrosiklik baru

sebagai azalomisin F4a 2-etilpentil ester dan azalomisin F5a 2-etilpentil

ester. Kedua Laktone tersebut diisolasi dari kaldu mangrove St

reptomyces sp. 211726 yang diisolasi dari Rhizosfer mangrove Heritiera

globosa yang dikumpulkan di Wenchang, China. Senyawa F4a dan F5a

menunjukkan aktivitas terhadap Candida albicans ATCC 10231 pada MIC

2,34 dan 12,5 μg / mL dan sitotoksisitas terhadap sel HCT-116 dengan

nilai IC50 5,64 dan 2,58 μg / mL.

II. 2 Rhizosfer

Istilah Rhizosfer menunjukkan bagian tanah yang dipengaruhi perakaran

tanaman. Rhizosfer merupakan daerah sekitar perakaran yang sifat-sifatnya

baik kimia, fisik dan biologi dipengaruhi oleh aktivitas perakaran. Rhizosfer

dibagi menjadi dua, yaitu Rhizosfer bagian dalam (inner rhizosphere) yaitu

daerah di permukaan perakaran tanaman, dan Rhizosfer bagian luar (outer

rhizosphere) merupakan daerah di sekitar perakaran (Dewi, 2007).

Daerah Rhizosfer tersebut sering disebut sebagai Rhizoplanne.

Rhizoplanne merupakan daerah permukaan akar pada Rhizosfer. Jumlah

mikroorganisme pada Rhizosfer bagian dalam biasanya lebih besar dari pada

Rhizosfer bagian luar, karena lebih banyak interaksi biokimia antara akar dan

mikroba. Rhizosfer dicirikan oleh lebih banyaknya aktivitas mikrobiologis

dibandingkan di dalam tanah yang jauh dari perakaran tanaman. Intensitas

Page 27: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

11

aktivitas semacam ini tergantung dari panjangnya jarak tempuh yang dicapai

oleh eksudasi sistem perakaran. Pengaruh keseluruhan perakaran tanaman

terhadap mikroorganisme tanah disebut sebagai efek Rhizosfer. maka akan

lebih banyak jumal mikroorganisme pada tanah yang termasuk Rhizosfer.

Beberapa faktor seperti tipe tanah, kelembaban tanah, pH, temperatur, umur

dan kondisi tanaman mempengaruhi efek Rhizosfer. (Richards, 1974).

Laju kegiatan metabolik mikroorganisme Rhizosfer berbeda dengan

laju kegiatan metabolik mikroorganisme non-Rhizosfer. Pada umumnya

Rhizosfer dari kebanyakan tanaman mengandung bakteri gram-negatif , tidak

berspora, berbentuk batang, dan terdapat pada daerah Rhizosfer. Bakteri

yang membutuhkan asam amino lebih banyak terdapat di daerah Rhizosfer

dibandingkan tanah di luar Rhizosfer. Actinomycetes penghasil antibiotik lebih

banyak terdapat dalam Rhizosfer dibandingkan tanah tanpa Rhizosfer.karena

actinomycetes yang memiliki sifat antagonis dan kompetitif terhadap

mikroorganisme tanah lainnya. Rhizosfer dapat mengalami perubahan, di

antaranya diakibatkan oleh: (1) penambahan tanah; (2) pemberian nutrisi

melalui daun; dan (3) inokulasi artifisial biji atau tanah yang mengandung

sediaan mikroorganisme hidup, terutama bakteri (Richards, 1974).

II. 3 Antimikroba

Antimikroba adalah subtansi yang menghambat pertumbuhan atau

membunuh bakteri maupun mikroorganisme lainnya, tetapi toksisitasnya bagi

manusia relatif kecil. Suatu antibakteri harus bersifat toksisitas yang selektif

artinya obat atau zat tersebut harus bersifatssangat toksik pada

Page 28: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

12

mikroorganisme penyebab penyakit tetapi tidak toksik terhadap jasad inang

(Kee dan Hayes, 1996).

Berdasarkan sifat toksisitas selektif tersebut, antibakteri dapat dibagi

menjadi (Solecka dkk, 2012; Djide dan Sartini, 2008):

1. Bakteriostatika

Zat atau bahan yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme

(bakteri). Dalam keadaan ini jumlah mikroorganisme menjadi stasioner, tidak

dapat lagi multiplikasi dan berkembang biak. Sebagai contoh adalah

sulfonamide, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin dan sebagainya.

2. Bakteriosida

Zat atau bahan yang dapat membunuh mikroorganisme (bakteri) dalam

hal ini jumlah mikroorganisme akan berkurang atau bahkan habis, tidak dapat

lagi berkembanng biak. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah penisilin,

sefalosporin, neomisin. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat

pertumbuhan bakteri atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai

kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antibakteri

tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid

bila kadar anti bakterinya meningkat

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibakteri dibagi atas (Djide dan

Sartini, 2008; Ganiswara 1995)

1. Antibakteri yang menghambat metabolisme sel bakteri

Bakteri membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya.

Berbeda dengan mamalia yang mendapatkan asam folat dari luar,

Page 29: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

13

kuman patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari asam para

amino benzoate (PABA) untuk kebutuhan hidupnya. Antibakteri

bekerja memblok tahap metabolik spesifik bakteri, seperti sulfonamide,

trimethoprim, PAS dan sulfon.

2. Antibakteri yang menghambat sintesis dinding sel

Dinding sel bakteri teridiri dari polipeptidoglikan yaitu suatu kompleks

polimer mukopeptida. Antibakteri golongan ini dapat menghambat

sintesis atau menghambat aktivitas enzim yang berperan dalam

pembentukan dinding sel mikrooganisme. Antibakteri yang termasuk

dalam golongan ini adalah penisilin, sefalosforin, vankomisin dan

sikloserin.

3. Antibakteri yang menggangu keutuhan membran sel bakteri

Antibakteri secara langsung bekerja pada membran sel yang

mempengaruhi permeabilitas dan menyebabkan keluarnya senyawa

intraseluler yang berupa komponen penting dari dalam sel

mikroorganisme yaitu protein, asam nukleat dan nukleotida. Antibakteri

yang termasuk dalam kelompok ini adalah polimiksin, kolistin, dan

sebagainya.

4. Antibakteri yang menghambat sintesis protein sel bakteri

Dalam kelangsungan hidupnya, bakteri perlu mensintesis berbagai

protein, dimana sintesis protein berlangsung di ribosom dengan

bantuan mRNA dan tRNA. Antibakteri mempengaruhi fungsi ribosom

pada mikroorganisme yang menyebabkan sintesa protein terhambat.

Page 30: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

14

Pada bakteri, ribosom terdiri atas dua sub unit yang berdasarkan

konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S.

Antibakteri yang berinteraksi dengan ribosom 30S antara lain

aminoglikosida dan tetrasiklin, sedangkan yang berinteraksi dengan

ribosom 50S antara lain kloramfenikol, linkomisin, klindamisin dan

eritromisin.

5. Antibakteri yang menghambat sintesis asam nukleat sel bakteri

Dalam hal ini antibakteri mempengaruhi metabolisme asam nukleat.

Antibakteri kelompok ini bekerja dengan cara berikatan dengan enzim

polymerase-RNA sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh

enzim tersebut. Sebagai contoh, kuinolon menghambat DNA girase

dan rifampisin mengikat dan menghambat DNA-dependent RNA-

polymerase yang ada pada bakteri.

II.4. Metabolit Mikroba

Secara garis besar metabolit yang dihasilkan oleh mikroba dibagi

menjadi 2 golongan yaitu metabolit sekunder dan metabolit primer. Metabolit

primer dihasilkan oleh dalam proses biokimia yaitu proses anabolik dan

katabolik yang menghasilkan asimilasi, respirasi, transportasi, dan

diferensiasi. Metabolisme primer yang terjadi dalam semua sel hampir

semuanya memiliki kemiripan baik prosesnya maupun produk yang terjadi

maupun fungsi biologisnya. Sedangkan metabolit sekunder adalah senyawa

kimia yang dihasilkan mikroba, tumbuhan, atau hewan yang tidak secara

langsung terlibat dalam pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi.

Page 31: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

15

Metabolit sekunder merupakan produk spesifik dari setiap spesies (atau

hanya ditemukan dalam bagian kecil dari spesies dalam grup filogenik).

Tanpa senyawa ini maka organisme akan berakibat menderita karena kurang

dapat mempertahankan diri namun demikian tidak menyebabkan kematian

secara langsung, contohnya antifungi, antibakteri, antikolesterol, enzim

inhibitor, dan lain-lain. Fungsi utama dari metabolit sekunder dalam

organisme adalah sebagai fungsi ekologi yaitu sebagai alat pertahanan

melawan predator, parasit, dan kompetisi antar spesies (Prescot dkk. 2002;

Luckner, 1990; Bennett dan Bentley, 1989 ).

Metabolit sekunder pada mulanya diasumsikan sebagai hasil samping

atau limbah organisme sebagai akibat produksi metabolit primer yang

berlebih. Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, terbukti

bahwa metabolit sekunder diproduksi oleh organisme sebagai respon

terhadap lingkungan yang tidak sesuai. Metabolit sekunder dihasilkan melalui

jalur biosintesis metabolit primer. Jalur biosintesis metabolit sekunder lebih

spesifik untuk setiap famili atau genus mikroba dan berhubungan terhadap

mekanisme evolusi suatu spesies (Dewick, 1997; Torssell, 1997).

Berbeda dengan metabolit sekunder, metabolit primer merupakan

metabolit yang digunakan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup,

diantaranya adalah lemak, DNA, protein dan karbohidrat. Metabolisme primer

telah ditunjukkan pada proses sintesis asam karboksilat melalui siklus Krebs,

asam amino, karbohidrat, lemak, protein dan asam nukleat, yang semuanya

Page 32: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

16

merupakan kebutuhan dasar untuk tetap dapat hidup dan terjadi pada semua

mikroorganime (Ganiswara, 1995).

Semua mikroba yang memiliki sistem jalur metabolisme yang sama

akan menghasilkan senyawa metabolit primer yang sama pula. Berbeda

halnya dengan metabolit sekunder, metabolit ini bukan merupakan metabolit

dasar yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya tetapi mendukung

kelangsungan hidup suatu spesies untuk tetap hidup (Bennett dan Bentley,

1989).

Metabolit sekunder tidak memiliki peran dalam proses kehidupan dasar.

Metabolit sekunder disintesis dari substrat yang dihasilkan oleh metabolit

primer melalui lintasan metabolisme primer. Metabolit sekunder dalam

tumbuhan biasanya dapat divisualisasi dari warna, bau, dan rasa yang

dihasilkan dari senyawa kimia. Metabolit sekunder ini dapat dimanfaatkan

untuk pembuatan obat, insektisida, pewangi dan lain-lain. Ada beberapa

metabolit sekunder khususnya antibiotik yang dihasilkan dari jalur biosintesis

ini seperti antibiotik β-laktam (misalnya penisilin dan sefalosporin), antibiotik

aminoglikosid (streptomisin), steroid (gibberelin), makrolida (tetrasiklin),

aktinomisin, dan anthramisin (Torssell, 1997).

II.5 Pertumbuhan Mikroorganisme

Pertumbuhan secara umum dapat didefinisikan sebagai pertambahan

secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Pertumbuhan sel bakteri

biasanya mengikuti suatu pola pertumbuhan tertentu berupa kurva

pertumbuhan sigmoid.

Page 33: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

17

Apabila suatu mikroorganisme dimasukkan kedalam medium yang baru

pada umumnya tidak akan segera membelah diri, tetapi akan memerlukan

waktu untuk penyesuaian diri dalam medium tersebut. Pertumbuhan bankteri

dalam suatu medium memiliki beberapa fase pertumbuhan sebagai berikut

(Djide dan Sartini, 2008)

1. Fase permulaan

Pada fase ini mikroorganisme melakukan penyesuaian diri dengan

lingkungannya yang baru. Sel-sel pada fase ini mulai membesar, tetapi

belum melakukan pembelahan sel.

2. Fase pertumbuhan yang dipercepat

Pada fase ini mikroorganisme mulai melakukan pembelahan diri, tetapi

waktu generasinya masih panjang.

3. Fase pertumbuhan logaritma (eksponensial)

Pada fase pertumbuhan ini kecepatan pertumbuhan paling cepat,

waktu generasinya pendek dan konstan. Selama fase ini metabolisme

paling cepat dan pesat sehingga sintesa bahan sel sangat cepat dan

konstan. Keadaan tersebut berlangsung sampai salah satu atau

beberapa nutrient habis atau telah terjadi penimbunan hasil-hasil

metabolisme yang bersifat racun sehingga menyebabkan

pertumbuhan terhambat.

4. Fase pertumbuhan mulai terhambat

Pada fase ini pertumbuhan mulai terhambat karena adanya

pengurangan nutrient dan mulai terjadi penimbunan hasil-hasil

Page 34: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

18

metabolisme yang bersifat racun, juga terjadi perubahan lingkungan

seperti pH dan lain-lain. Pada fase ini pertumbuhan sel tidak stabil,

tetapi jumlah populasi masih naik. Hal ini karena jumlah sel yang

masih tumbuh lebih banyak daripada jumlah sel yang mati.

5. Fase Pertumbuhan tetap (Stasioner)

Pada fase ini jumlah sel tetap karena jumlah sel yang tumbuh sama

dengan jumlah sel yang mati. Ukuran sel pada fase ini lebih kecil

karena sel tetap membelah meskipun zat nutrisi sudah habis. Pada

fase ini sel-sel lebih tahan terhadap keadaan ekstrim seperti panas,

dingin, radiasi dan bahan kimia.

6. Fase kematian yang dipercepat dan kematian logaritma

Pada fase ini kecepatan kematian meningkat terus menerus

sedangkan kecepatan pembelahan menjadi nol.

II.6 Fermentasi

Fermentasi dalam dunia mikrobiologi industri digambarkan sebagai

proses untuk mengubah bahan dasar mnjadi produk yang dikehendaki dalam

kultur bakteri tertentu. Sistem fermentasi dapat dilakukan dengan 3 macam,

yaitu (Djide, 2012) :

1. Sistem batch

Sistem ini merupakan sistem yang paling sederhana dan sering

digunakan di laboratorium untuk mendapatkan produk sel atau

metabolitnya. Fermentasi sistem batch adalah sistem tertutup, artinya

semua nutrisi yang dibutuhkan bakteri selama pertumbuhan dan

Page 35: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

19

pembentukan produk berada di dalam 1 fermentor. Jadi tidak ada

penambahan bahan atau pengambilan hasil selama fermentasi

berlangsung.

2. Sistem fed-batch

Sistem ini tidak tertutup seperti sistem batch. Selama fermentasi,

substrat, nutrisi, atau induser dapat ditambahkan ke dalam fermentor.

Sistem fed-batch dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu sistem volume

tetap dan sistem volume berubah. Sistem volume tetap berarti setiap

ada penambahan medium baru ke dalam fermentor, ada medium

lama, produk, atau sel yang dikeluarkan sebanyak medium baru yang

dimasukkan fermentor, sedangkan sistem volume berubah berarti ke

dalam fermentor ditambahkan medium baru tetapi tidak ada medium

lama atau produk yang dikeluarkan dari dalam fermentor .

3. Sistem continuous

Sistem fermentasi ini biasanya digunakan dalam skala industri. Sistem

continuous adalah sistem batch yang fase eksponensialnya

diperpanjang, dengan tetap menjaga fluktuasi nutrisi dan jumah

sel/biomassa. Bakteri diberi nutrisi/medium segar, sementara itu

sejumlah sel atau medium dikeluarkan dari system batch dengan

kecepatan yang sama. Hal ini menjamin tingkat kestabilan dari faktor-

faktor seperti volume kultur, biomassa, konsentrasi produk dan

substrat, pH, suhu, dan oksigen terlarut.

Page 36: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

20

II. 7 Metode pengujian antimikroba

Pengujian antimikroba ada berbagai macam metode yang dapat

digunakan. Metode yang paling sering digunakan adalah difusi dan dilusi.

Berikut akan diuaikan beberapa metode yang digunakan dalam pengujian

animikroba, yaitu (Balouri dkk, 2016)

II.7.1 Metode difusi

a. Metode difusi agar

Metode ini telah dikembangkan sejak tahun 1940 dan merupakan

metode resmi yang banyak digunakan dalam laboratorium mikrobiologi

klinis dalam menguji kepekaan antimikroba. Alat yang dapat digunakan

pada metode ini yaitu pencadang atau disk. Prinsip metode ini yaitu agen

antimikroba yang terdapat pada pencadang/disk akan berdifusi ke dalam

media agar yang berisi mikroorganisme uji dan akan menghambat

pertumbuhan mikroba yang ditandai dengan adanya zona hambat

(bening).

Prosedur pengerjaan dalam metode ini yaitu dengan cara

menginokulasikan mikroorganisme uji pada media agar. Kemudian,

pencadang/disk (berdiameter kurang lebih 6 mm) yang mengandung

senyawa antimikroba pada konsentrasi tertentu dimasukkan ke dalam

media agar yang telah berisi mikroorganisme uji. Cawan petri tersebut

kemudian diinkubasi pada kondisi yang sesuai.

Kelemahan metode ini yaitu tidak dapat membedakan efek bakterisida

dan bakteriostatik serta tidak sesuai untuk mennetukan konsentrasi

Page 37: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

21

hambat minimum karena, tidak diketahui secara pasti jumlah agen

antimikroba yang berdifusi kedalam medium agar. Meskipun demikian,

metode ini memiliki kelebihan seperti sederhana, murah dan mudah untuk

mengintrepretasikan hasil yang diperoleh.

b. Metode gradient antimikroba (E-test)

Metode ini menggabungkan prinsip metode dilusi dan difusi dalam

menentukan nilai konsentrasi hambat minimal (KHM). Hal ini didasarkan

pada kemungkinan terbentuknya gradient konsentrasi zat antimikroba

yang diuji pada media agar. Adapun prosedur kerja metode ini yaitu strip

yang mengandung zat antimikroba dengan gradient konsentrasi

meningkat dari satu ujung ke ujung lainnya dimasukkan ke dalam media

agar yang telah berisi mikroba uji. Kemudian diinkubasi pada kondisi yang

sesuai. Nilai KHM ditentukan pada bagian antar strip yang memiliki zona

hambat paling kecil.

Metode ini dapat digunakan untuk penentuan nilai KHM antibiotik,

antijamur, dan antibakteri. Selain itu, metode ini dapat mengetahui

interaksi antara dua zat antimikroba seperti antibiotic. Sinergitas dari

kombinasi terdeteksi oleh penurunan KHM setelah pengkombinasian zat

antimikroba tersebut.

c. Metode kromatografi lapis tipis-Bioautografi

Metode ini menggabungkan Kromatografi Lapis tipis dengan deteksi

biologis dan kimia. Beberapa penelitian telah menggunakan metode ini

Page 38: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

22

untuk menentukan aktivitas antibakteri dan antifungi. Ada tiga metode

bioautografi yang dapat digunakan yaitu sebagai berikut :

1. Metode kontak

Metode ini merupakan metode yang paling sering digunakan.

Prinsip dari metode ini sama dengan difusi agar yaitu zat antimikroba

dari kromatogram berdifusi ke dalam media agar yang telah

diinokulasikan dengan mikroorganisme uji. Setelah beberapa menit

atau jam untuk memungkinkan difusi, kromatogram yang dimasukkan

kedalam media agar kemudian dikeluarkan lalu diinkubasi. Zona

hambat muncul pada tempat senyawa antimikroba kontak dengan

media agar.

2. Metode bioautografi langsung

Metode ini juga banyak digunakan dalam pengujian antimikroba.

Prosedur pengerjaan metode ini yaitu dengan cara mencelupkan atau

menyemprotkan kromatogram dengan suspense mikroba. Kemudian

bioautogram diinkubasi pada suhu 25 0C selama 48 jam. Pertumbuhan

mikroba dapat ditentukan dengan melihatnya secara visual. Visualisasi

pertumbuhan mikroba dapat dilihat pada indikator yaitu gram

tetrazolium. Indikator ini disemprotkan ke bioautogram kemudian

bioautgram diinkubasi lagi pada suhu 25 0C selama 24 jam atau pada

suhu 37 0C selama 3-4 jam.

Page 39: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

23

3. Metode bioautografi pencelupan

Metode pencelupan merupakan gabungan dari dua metode

sebelumnya. Lempeng kromatogram ditutupi dengan media agar cair

yang telah terdapat mikroorganisme uji. Kemudian ditempatkan pada

suhu rendah selama beberapa jam sebelum inkubasi. Setelah inkubasi

dengan kondisi yang sesuai, pewarnaan dapat dilakukan dengan

menggunakan indikator tetrazolium untuk mendeteksi pertumbuhan

mikroba.

d. Metode difusi lainnya

Metode difusi lainnya lebih umum digunakan dalam menentukan

aktivitas antimikroba dari ektrak, hasil fraksinasi, dan zat murni. Metode

yang dimkasud yaiyu difusi agar sumuran, Agar Plug Diffusion method

and Cross Streak Method yang digunakan untuk menunjukkan

antagonism yang tinggi antara mikroorganisme, serta Poisined Food

Method yang digunakan untuk mengevaluasi efek antifungi terhadap

pertumbuhan fungi.

II.7.2 Metode Dilusi

Metode dilusi merupakan metode yang paling tepat untuk penentuan

konsentrasi hambat minimal (KHM) karena, konsentrasi zat antimikroba yang

terdapat pada media padat (dilusi padat) dan cair (mikro dan makrodilusi)

dapat diketahui. Dilusi cair dan dilusi padat dapat digunakan secara kuantitatif

untuk mengukur aktivitas antimikroba. Nilai KHM yang didapatkan

didefinisikan sebagai konsentrasi terendaah dari zat antimikroba yang

Page 40: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

24

menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan biasanya dinyatakan dalam

mg/L atau mg/mL.

II.8 Uraian Mikroba

II.8.1 Escherichia coli

Divisi : Protophyta

Kelas : Schyzomycetes

Bangsa : Eubacteriales

Famili : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

Spesies : Escherichia coli

Escherichia coli termasuk dalam bakteri gram negaiif, berbentuk batang

yang pendek dengan diameter 0,4-0,7 μm x 1,4 μm, mempunyai flagella

peritrik yang digunakan sebagai alat unuk bergerak dan ada juga yang tidak

nergerak. Bakteri ini bersifat anaerobik fakultatif dapat memfermentasi lakosa

dan menghasilkan gas. Bakteri ini biasa ditemukan disaluran pencernaan

manusia maupun hewan vertebrata. Di alam bebas biasa terdapat dalam air,

tanah, dan bahan organik. Suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah

suhu 37 0C (Shabrina dan Bani, 2012).

II.8.2 Staphylococcus aureus

Divisi : Protophyta (schizophyta)

Kelas : Schyzomycetes

Page 41: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

25

Bangsa : Eubacteriales

Famili : Micrococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakeri gram positif yang berbentuk

bola dengan diameter 0,5 - 1,5 µm tidak mempunyai alat gerak dan tidak

tahan asam. Bakteri Staphylococcus aureus dapat tumbuh pada suhu 37

0C. pada tubuh biasanya terdapat pada kulit, saluran pernafasan bagian

atas, saluran air kemih, mulut, hidung, luka yang erinfeksi, selaput lendir

dan tempat-tempat lainnya (Shabrina dan Bani, 2012).

Page 42: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

26

BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN

III.1 Penyiapan Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan adalah Alat-alat gelas, Autoclav (All

American model 25X-2®), Cawan petri (OneMed®), Freeze dryer (Scanvac®),

Jangka sorong (Tricle Brand®), Inkubator (Memmert®), Laminar air flow

(Envirco®), Lemari pendingin (Pannasonic®), Mikro pipet (FisherBrand®),

Mikroskop Cahaya (Olympus CX 22LED®), Oven (Memmert®), Seperangkat

alat KLT, Shaker (Gemmy Orbit Model : VRN-480®), Timbangan analitik

(ACIS Model AD 6001®), Vortex .

III.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan Air steril, Cover glass, Etil asetat, Kertas

Cakram, Metanol, media SNA (Starch nitrate agar), media SNB (Starch

nitrate broth), media NA (Nutrient Agar), Isolat Actinomycetes, Biakan bakteri

Eschercia coli dan Staphylococcus aureus, NaCl 0,9%, Silica gel GF254.

Page 43: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

27

III.2 Metode Kerja

III.2.1 Sterilisasi Alat

Alat-alat yang digunakan dicuci dengan deterjen, kemudian dibilas

dengan air dan dikeringkan. Alat-alat gelas disterilkan menggunakan oven

pada suhu 180 0C selama 2 jam. Untuk alat-alat logam disterilkan dengan

cara dipijarkan dengan menggunakan bunsen dan alat-alat yang terbuat dari

karet dan plastik serta alat-alat ukur disterilkan dengan autoklaf pada suhu

121 0C selama 15 menit

III.2.2 Pembuatan medium

1. Medium NA

Ditimbang medium NA sebanyak 2,3 gram masukkan ke dalam

erlenmeyer, kemudian dilarutkan dengan air steril 100 mL, diaduk,

diatur pH sampai 7,0 selanjutnya didihkan dan disterilkan dengan

autoklaf pada suhu 121 0C selama 1 jam dengan tekanan 2 atm.

2. Medium SNA

Ditimbang agar 20 g, Starch 20 g, KNO3 1 g, MgSO4 0,5 g, K2HPO4

0,5 g, NaCl 0,5 g, FeSO4 0,01 g kemudian masukkan ke dalam

erlenmeyer, dilarutkan dengan air steril 1000 mL, diaduk, diatur pH

sampai 7,0 selanjutnya didihkan dan disterilkan dengan autoklaf pada

suhu 121 0C selama 1 jam dengan tekanan 2 atm.

Page 44: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

28

3. Medium SNB

Ditimbang agar 20 g, Starch 20 g, KNO3 1 g, MgSO4 0,5 g, K2HPO4

0,5 g, NaCl 0,5 g, FeSO4 0,01 g kemudian masukkan ke dalam

erlenmeyer, dilarutkan dengan air steril 1000 mL, diaduk, diatur pH

sampai 7,0 selanjutnya didihkan dan disterilkan dengan autoklaf pada

suhu 121 0C selama 1 jam dengan tekanan 2 atm.

III.2.3 Penyiapan Isolat Actinomycetes

III.2.3.1 Peremajaan isolat

Isolat yang diperoleh dari penelitian sebelumnya diremajakan dengan

cara diinokulasikan ke dalam medium SNA (Starch Nitrate Agar) dan

diinkubasi 10 x 24 jam pada 37 0C.

III.2.3.2 Fermentasi Isolat Actinomycetes

Isolat yang telah diremajakan dimasukkan ke dalam medium SNB

dalam erlenmeyer 500 mL yang berisi 200 mL media fermentasi dan

diinkubasi pada suhu kamar selama 17 hari dengan penggojogkan.

III.2.4.3 Ekstraksi

Setelah fermentasi selama 17 hari, media pertumbuhan mikroba

disaring untuk memisahkan biomassa dan cairan fermentasi. Biomassa di

ekstraksi pelarut metanol dengan metode maserasi sedangkan cairan

fermentasi diekstraksi dengan pelarut etil asetat dalam corong pisah selama

Page 45: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

29

20 menit. Ekstrak yang diperoleh diuapkan lalu disimpan pada deksikator

untuk digunakan pada uji selanjutnya.

III.2.4 Penyiapan bakteri Uji

III.2.4.1 Peremajaan bakteri

Inokulasikan biakan segar (Staphylococcus aureus dan Eschercia coli)

ke dalam 10 mL medium NA dalam tabung reaksi dengan cara digores pada

agar miring, sebarkan secara merata dan diinkubasikan selama 1 x 24 jam

pada suhu 37 0C.

III.2.4.2 Pembuatan suspensi Bakteri Uji

Bakteri uji yang telah diremajakan disuspensikan dengan larutan NaCl

fisiologis 0,9% steril sebanyak 10 mL. Dengan kekeruhan standar Mc Farland

0,5 sebagai perbandingan visual dari kepadatan bakteri. Standar Mc Farland

0,5 dengan suspensi bakteri yang mengandung 1 X 10˄8 CFU/mL

III.2.5 Pengamatan Morfologi Mikroba

Uji secara morfologi dengan pengamatan menggunakan metode

culture slide yaitu koloni dari kultur stok digores pada media SNA dan cover

glass slip diletakkan pada media, kemudian diinkubasi pasa suhu 37 0C

selama 1 minggu, pengamatan terhadap struktur, warna dan bentuk spora

dengan menggunakan mikroskop perbesaran 1000 x (objektif 100x dan

okuler 10x).

Page 46: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

30

III.2.6 Uji Aktivitas Antibakteri

Medium Nutient Agar (NA) sebanyak 20 mL dituang ke dalam cawan

petri dan disuspensikan 0,1 mL biakan bakteri uji, setelah medium setengah

padat dimasukkan kertas cakram yang mengandung Amoxicillin sebagai

kontrol positif, Etil asetat sebagai kontrol negatif, Esktrak etil asetat, Ekstrak

air dan Ekstrak metanol di atas media inokulum. Semua cawan petri

diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C, diamati adanya aktivitas

antibakteri yang ditandai oleh adanya zona hambatan pertumbuhan bakteri

disekitar kertas cakram dan dilakukan pengukuran garis tengah daerah

hambatan dengan menggunakan mistar garis (milli poor).

II.2.7 KLT dan Bioautografi

Ekstrak yang aktif ditotolkan pada beberapa plat KLT yang

dikembangkan dengan campuran fase gerak Kloroform : Etil asetat (3:1).

Pembacaan kromatogram dilakukan dibawah sinar UV (254 nm dan 366 nm).

Kromatogram diletakkan dalam cawan petri yang telah berisi biakan bakteri

S. Aureus dan E.coli. Bercak-bercak pada kromatogram ditempel kecawan

petri yang berisi medium Nutrient Agar (NA), plat kromatogram kemudian

dibiarkan menempel pada medium agar selama 30 menit di lemari pendingin.

Setelah 30 menit, plat kromatogram diangkat dengan hati-hati. Kemudian

diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam. Setelah diinkubasi, dilakukan

Page 47: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

31

pengamatan dengan melihat zona hambat yang terbentuk sebagai daerah

yang terang dan tidak ditumbuhi bakteri.

Selanjutnya beberapa plat KLT yang lain diidentifikasi senyawa kimia

dengan cara kromatogram disemprot dengan beberapa pereaksi semprot

untuk menentukan jenis senyawa yang menghambat pertumbuhan bakteri uji.

Page 48: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Peremajaan

Pada Penelitian ini dilakukan dengan meremajakan hasil isolat PG 3 dari

Rhizosfer Centella asiatica yang telah diperoleh menggunakan medium SNA

baru yang digores pada cawan petri dan diinkubasi pada suhu 37 0C. Hasil

peremajaan menunjukkan penampakan koloni yang sama dengan koloni

asalnya.

Gambar 3. Isolat Actinomycetes PG 3 yang ditumbuhkan pada medium SNA dan

diinkubasi 10 hari. A, Tampak depan; B, Tampak belakang

Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa isolat PG 3 memiliki

pertumbuhan yang sangat lebat pada hari ke-10 dengan warna miselium

aerial/udara putih dan warna miselium substrat coklat kehitaman. Hal ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dhanasekaran dan Jiang

(2016), yang menyatakan bahwa miselium substrat dari Actinomycetes dapat

memberikan Warna seperti putih atau hampir tidak berwarna hingga kuning,

biru, ungu , coklat, merah, pink, oranye, hijau, hitam atau warna lainnya.

A

B

Page 49: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

33

Sedangkan Locci dan sharples (1984) mengatakan bahwa karakteristik

miselium aerial lain dari Streptomyces adalah pigmentasi yang dapat memiliki

warna dari putih atau abu-abu sampai ke kuning, orange, lavender, biru, dan

hijau, sehingga sering disebut sebagai ”colour wheel”.

IV.2 Fermentasi dan Ekstraksi

Isolat yang telah diremajakan kemudian dilakukan fermentasi untuk

memperoleh senyawa metabolit sekundernya. Fermentasi dilakukan dengan

menggunakan isolat murni yang telah diremajakan selama 10 hari. Dalam

penelitian ini, fermentasi dilakukan dengan menggunakan media

pertumbuhan Starch Nitrate Broth (SNB). Media pertumbuhan yang baik

merupakan media yang mampu menyediakan sumber karbon dan mineral-

mineral lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan maupun aktivitasnya (Todar

K, 2009). Penelitian ini menggunakan media SNB karena mempunyai

kandungan karbon dan mineral. Sumber karbon media SNB berasal dari

soluble starch yang mengandung sejumlah C yang beragam dari pati dan

gliserol. Sumber nitrogen anorganik berasal dari KNO3, mineral-mineral yang

berasal dari magnesium, natrium, besi, kalium yang merupakan komposisi

dari media SNB (Ali A, 2009). Lama fermentasi didasarkan pada aktivitas dari

cairan Fermentasi terhadap bakteri uji. Hasil peneletian cairan fermentasi

menunjukkan pada hari ke 17 aktivitas yang besar terhadap bakteri uji

sehingga dianggap telah mencapai fase stasioner. Fase stasioner merupakan

Page 50: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

34

fase dimana jumlah sel tetap karena jumlah sel yang tumbuh sama dengan

jumlah sel yang mati (Djide dan Sartini, 2008). Aktivitas pertumbuhan pada

hari ke 17 dapat dilihat pada kurva penentuan fase stasioner (Gambar 4).

Gambar 4. Kurva penentuan fase stasioner berdasarkan lama fermentasi (hari)

terhadap diameter zona hambatan (mm).

Selanjutnya hasil fermentasi hari ke 17 disaring, sehingga terpisah

antara biomasssa dan supernatan. Biomassa yang diperoleh diekstraksi

menggunakan metanol dengan metode maserasi sedangkan supernatant

diekstraksi menggunakan etil asetat (1:1) yang diulang sebanyak 2 kali. Etil

asetat digunakan karena merupakan pelarut yang semi polar, memiliki

toksisitas rendah dan tidak bercampur dengan air. Selain itu, etil asetat sering

digunakan sebagai pelarut karena etil asetat dapat menyari lebih banyak

senyawa-senyawa metabolit sekunder yang dapat memberikan aktivitas

antibakteri (Sulistyani dan Akbar, 2014). Pada tahap ekstraksi, cairan

fermentasi : Etil asetat akan digojog, sehingga terbentuk 2 lapisan yaitu

lapisan etil asetat dan lapisan air. Kemudian ekstrak yang diperoleh diuapkan

0

2

4

6

8

10

12

14

0 5 10 15 20 25

Dia

mete

r Z

on

a H

am

ba

tan

(m

m)

Lama Fermentasi (Hari)

Page 51: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

35

dan ditimbang. Dari hasil medium produksi diperoleh bobot ekstrak etil asetat

sebanya 76 mg, ekstrak air sebanyak 3450 mg sedangkan ekstrak metanol

sebanyak 133 mg dari 1000 mL medium fermentasi. Ekstrak yang diperoleh

tergolong sedikit dikarenakan tidak dilakukannya optimasi media yang

digunakan untuk medium fermentasi. Optimasi medium fermentasi dilakukan

dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh media sebagai sumber nutrisi

untuk pertumbuhan isolat.

IV.3 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak

Ekstrak yang diperoleh kemudian dilakukan uji aktivitas antibakteri

dengan metode difusi agar dengan menggunakan paper disk berbentuk bulat

dengan diameter 6 mm dan memiliki ketebalan 0,5 mm. Metode difusi agar

memiliki beberapa kelebihan yaitu sederhana untuk dilakukan dan dapat

digunakan untuk melihat sensitivitas berbagai jenis mikroba terhadap

antibakteri pada konsentrasi tertentu (Zainuddin, 2006). Hasil pengujian

dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1. Hasil Pengukuran rata-rata diameter zona hambat metabolit sekunder Actinomycetes terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli

Kadar Ekstrak dalam paper

disk

Ekstrak Daya hambat (mm)

E.coli S.aureus

2 mg Etil asetat 8.36 8.81

Metanol 9.13 8.71

Air 7.6 7.63

4 mg Etil asetat 10.8 12.01

Page 52: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

36

Metanol 9.7 9.03

Air 7.75 7.89

Kontrol positif Amoxicillin 22.6 20.3

Gambar 5. Hasil uji aktivitas antibakteri dari metabolit sekunder Actinomycetes

terhadap bakteri uji Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dengan kadar 2 mg

0

5

10

15

20

25

Etil asetat Metanol Air Amoxicillin

Zon

a h

amab

at (

mm

)

Kadar 2 mg

E.coli

S.aureus

0

5

10

15

20

25

Etil asetat Metanol Air Amoxicillin

Zon

a h

amb

at (

mm

)

Kadar 4 mg

E.coli

S.aureus

Page 53: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

37

Gambar 6. Hasil uji aktivitas antibakteri dari metabolit sekunder Actinomycetes

terhadap bakteri uji Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dengan kadar 4 mg

Aktivitas antibakteri dari Ekstrak til asetat, Ekstrak metanol dan Ekstrak

air menunjukkan adanya diameter hambatan terhadap bakteri uji

Staphylococcus aureus (gram positif) dan Escherichia coli (gram negatif)

pada kadar 2 mg dan 4 mg yang dapat di kategorikan sebagai antibakteri

spektrum luas karena mampu menghambat bakteri gram positif maupun

bakteri gram negatif.

Menurut Davis dan Stout (1971), kriteria kekuatan daya antibakteri

sebagai berikut: diameter zona hambat 5 mm atau kurang dikategorikan

lemah, zona hambat 5-10 mm dikategorikan sedang, zona hambat 10-20

mm dikategorikan kuat dan zona hambat 20 mm atau lebih dikategorikan

sangat kuat (Sulistyani, 2006). Berdasarkan kriteria tersebut, pada kadar 2

mg Ekstrak etil asetat, Ekstrak metanol dan Ekstrak air memiliki aktivitas

antibakteri sedang (5-10 mm) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan

Escherichia coli sedangkan pada kadar 4 mg ekstrak etil asetat memiliki

aktivitas antibakteri yang kuat (10-20 mm) terhadap bakteri Staphylococcus

dan Escherichia coli, Ekstrak methanol dan Ekstrak air memiliki aktivitas

antibakteri yang sedang terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan

Escherichia coli.

Aktivitas penghambatan ekstrak etil asetat lebih besar dibandingkan

dengan Ekstrak metanol dan Ekstrak air, hal ini terlihat jelas pada kadar 4 mg

Page 54: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

38

(Tabel 1) yang ditandai dengan terbentuknya diameter zona hambat ekstrak

etil asetat yang lebih besar dibandingkan ekstrak methanol dan ekstrak Air.

Perbedaan zona hambat yang terjadi mungkin disebabkan oleh perbedaan

struktur dinding sel antara bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.

IV.4 Uji KLT-Bioautografi

Ekstrak aktif yang diperoleh dari uji aktivitas antibakteri kemudian di

KLT-bioautografi. Pada pengujian KLT-bioautografi dilakukan metode

bioautografi kontak karena lebih mudah, sederhana dan paling umum

digunakan. Selain itu, dengan bioautografi kontak diperoleh proses

perpindahan senyawa aktif ke dalam medium agar yang dapat menghasilkan

zona hambatan lebih besar. Dibandingkan dengan metode bioautografi

langsung dimana penyebaran bakteri pada lempeng sering tidak merata dan

kemungkinan terjadinya kontaminasi lebih besar, begitu pula dengan

bioautografi pencelupan dimana zona hambatnya agar sukar diamati (Djide

dan Sartini, 2009).

Hasil pengujian KLT-Bioautografi menunjukkan bahwa spot dengan

nilai Rf 0,05; 0,62; 0,76 dan 0,95 (Gambar 7) memiliki aktivitas antibakteri.

Zona bening pada spot tersebut terbentuk karena pertumbuhan bakteri oleh

noda aktif yang merupakan komponen kimia yang bersifat antibakteri, yang

telah berdifusi dari kromatografi ke medium agar.

Page 55: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

39

Gambar 7. Hasil uji KLT bioautografi pada bakteri Staphylococcus aureus

Analisis golongan senyawa dalam ekstrak etil asetat menggunakan

KLT dengan melihat warna bercak yang timbul setelah diberi pereaksi

semprot. Pereaksi semprot yang digunakan yaitu AlCl3, Vanilin-H2SO4,

Anisaldehid-H2SO4 dan FeCl3. Deteksi senyawa flavonoid dengan

menggunakan pereaksi AlCl3. Menurut Markham (1988) adanya flavonoid

dapat ditunjukkan dengan adanya pemadaman bercak di bawah sinar UV

254 nm dan dengan pereaksi semprot AlCl3 akan terbentuk warna kuning.

Hal ini menunjukkan adanya senyawa yang mengandung paling sedikit 2

ikatan rangkap terkonjugasi atau adanya cincin aromatik (Kumalasari, 2011).

Ekstrak etil asetat memiliki kandungan senyawa flavonoid setelah diberi

pereaksi AlCl3 kemudian diamati di bawah UV 366 nm menunjukan

fluoresensi warna kuning pada Rf 0,05 dan 0,28 (Tabel 2 dan Gambar 8 E).

Rf = 0,76 (Polifenol)

Rf = 0,62 (Terpenoid)

Rf = 0,05 (Flavanoid)

Rf = 0,95 (Terpenoid)

Page 56: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

40

Pereaksi semprot Anisaldehid asam sulfat digunakan untuk

mendeteksi senyawa golongan Terpenoid. Menurut Stahl (1985) deteksi

Terpenoid dilakukan dengan sinar UV 254 nm dan pereaksi semprot yaitu

anisaldehid-asam sulfat. Bila terdapat senyawa terpen maka nampak bercak

berwarna violet, biru, merah, abu-abu atu hijau. Perubahan tersebut

disebabkan anisaldehid sulfat dapat mengubah ikatan C-C pada terpenoid

menjadi ikatan rangkap C=C sehingga ikatan rangkap terkonjugasi menjadi

lebih panjang (Maryati, 2004). Setelah KLT disemprot pereaksi dan diamati

dibawah sinar tampak menunjukan adanya bercak warna Hijau, Ungu dan

Abu-abu pada Rf 0,31; 0,34; 0,47; 0,62; 0,8 dan 0,9 (Tabel 2 dan Gambar 8

D). Ekstrak Etil asetat positif mengandung senyawa terpenoid. Pereaksi

vanilin-H2SO4 digunakan untuk mendeteksi senyawa golongan saponin.

Setelah plat KLT disemprot vanillin-H2SO4 dan diamati di sinar tampak,

tampak bercak berwarna kuning coklat pada Rf 0,71 (Tabel 2 dan Gambar 8

G) sedangkan Menurut wagner (1996) Deteksi senyawa saponin

menunjukkan bercak warna biru dan biru-ungu pada sinar tampak setelah

diberi pereaksi semprot vanillin-H2SO4 sehingga pada ekstrak etil asetat tidak

mengandung saponin (Kumalasari, 2011). Pereaksi FeCl3 dapat

mengidentifikasi adanya senyawa polifenol/tannin. Menurut Robinson (1995)

Bercak yang muncul setelah disemprot dengan menggunakan FeCl3

menunjukkan warna biru kehijauan, ungu, coklat atau hitam yang kuat

dengan berlatar belakang kuning pada sinar tampak. Ini terjadi akibat reaksi

Page 57: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

41

pembentukan kompleks antara gugus OH dari fenol dengan Fe pada

pereaksi semprot FeCl3 (Kumalasari, 2011). Dari hasil identifikasi polifenol

menggunakan KLT, terdapat bercak dengan nilai Rf pada 0,76 menunjukkan

warna ungu (Tabel 2 dan Gambar 8 F).

Berdasarkan hasil skrining fitokimia dengan Analisis KLT, dapat

disimpulkan bahwa ekstrak etil asetat memiliki kandungan kimia golongan

Polifenol, flavonoid, dan terpenoid. Senyawa - senyawa ini diduga

memberikan kontribusi dalam aktivitas antimikroba. Hal ini bisa dijelaskan

bahwa secara umum flavonoid merupakan senyawa polifenol. Polifenol

sebagai agen antibakteri berfungsi sebagai toksin dalam protoplasma,

menembus dan merusak dinding sel serta mengendapkan protein sel bakteri.

Polifenol dapat menyebabkan kerusakan pada sel bakteri, menginaktifkan

enzim, denaturasi protein, dan menyebabkan kebocoran sel (Kumalasari,

2011). Selain flavonoid dan polifenol, kandungan terpenoid Ekstrak Etil

Asetat juga memberikan kontribusi sebagai antibakteri diduga melibatkan

kerusakan membrane oleh senyawa lipofilik. Terpenoid dapat bereaksi

dengan porin pada membran luar dinding sel bakteri, membentuk ikatan

polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya porin, mengurangi

permeabilitas dinding sel bakteri sehingga sel bakteri kekurangan nutrisi yang

menyebabkan pertumbuhan bakteri terhambat atau mati (Bobbarala,2012)

Page 58: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

42

Gambar 8. Identifikasi golongan senyawa A. Deteksi UV 254 nm; B. Deteksi UV 366 nm; C. Deteksi dengan H2SO4; D.; E. Deteksi dengan reagen Anisaldehid (+); E. Deteksi

dengan Reagen AlCl3(+); F. Deteksi dengan reagen FeCl3 (+) ; G. Deteksi dengan reagen Vanilin Asam sulfat (-)

IV.5 Identifikasi Actinomycetes

Identifikasi Actinomycetes PG 3 dilakukan secara mikroskopik.

Pengamatan mikroskopik dilakukan dengan metode slide culture. Metode ini

dilakukan karena sederhana dan tidak merusak miselia dari Actinomycetes.

Dalam pengamatan digunakan perbesaran mikroskop 1000x (okuler 10x dan

objektif 100x).

A

B

C

D

E

G

F

D

G

F

E

Page 59: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

43

Gambar 9. Hasil uji mikroskopis isolat PG 3 dengan perbesaran 1000x

Gambar 10. A. Jenis Struktur spora pada Streptomyces (Dhanasekaran dan Jiang, 2016)

B. Produksi spora rantai panjang. Streptomyces: (A) tipe Rectiflexibiles, (B) tipe Retinaculiaperti, (C) Tipe Spira, (D) Tipe

Verticillati. Nocardiopsis: (E) fragmenting bercabang hifa aerial (Dhanasekaran and Jiang, 2016).

Menurut Rante (2010), actinomycetes yang memiliki miselium

bercabang yang membawa spora berbentuk spiral dikelompokkan dalam

genus Streptomyces sp. Dari hasil pengamatan mikroskop dapat diketahui

A

B

Page 60: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

44

bahwa isolat PG 3 termasuk dalam genus Streptomyces sp spora rantai

panjang dengan tipe spora spiral tertutup (Gambar 9).

Page 61: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

45

BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa :

1) Ekstrak etil asetat, metanol dan air menunjukkan aktivitas antibakteri

terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

2) Hasil KLT bioautografi menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat memiliki

aktivitas antibakteri pada nilai Rf 0,05; 0,61; 0,76 ; 0,95 dengan fase

diam Silica Gel GF254 dan fase gerak Kloroform : Etil asetat (3:1) yang

diduga merupakan golongan senyawa Polifenol, Flavanoid dan

Terpenoid.

V.2. Saran

Sebaiknya uji lanjutan untuk mengidentifikasi senyawa antibakteri

ekstrak Etil asetat yang memiliki aktivitas antibakteri.

Page 62: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

46

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, Febriwanti Y. 2013. Isolasi dan karakterisasi Actinomycetes sebagai

penghasil antibiotik dari sampel tanah peternakan sapi di

Kecamatan galesong Kabupaten Takalar. Jurusan Pendidikan

Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, STKIP-

PI. Jurnal ilmiah biologi. 1 (2) : 97-100

Ali A. 2009. Skrining dan Karakterisasi Parsial Senyawa Antifungi dari

Actinomycetes Asal Limbah Padat Sagu Terdekomposisi, Berk Penel Hayati, (14) : 219–225.

Asolkar, R.N., Maskey, R.P., Helmke, E., Laatsch, H. 2002. Chalcomycin B,

a new macrolide antibiotik from the marine isolate Streptomyces sp. B7064. J. Antibiot., (55) : 893–898.

Balouri, M., Sadiki, M., dan ibnsouda. 2016. Methods for in Vitro Evaluating

Antimicrobial Activity: A Review. Journal of Pharmaceutical Analysis, ELSEVIER. (6): 71-79

Bobarrala, V. 2012. Antimicrobial agents. Intech, Croatia Bennett, J.W., Bentley, R. 1989. What's in a name? Microbial secondary

metabolism. Adv Appl Microbiol. (34) : 1-28 Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya 5,

Jakarta, Salemba Medika. Dewi, I.A. 2007. Rhizobacteria pendukung pertumbuhan tanaman . jatinagor.

Universitas padjajaran. Dewick, P.M.1997. Medicinal natural products, a biosynthetic approach. Third

avenue, New York, USA. pp. 153-173. Dhanasekaran, D., Jiang, Y. 2016. Actinobacteria - Basics and

Biotechnological Applications. InTech Djide, M.N. 2012. Dasar-Dasar Bioteknologi Farmasi . Laboratorium

Mikrobiologi-Bioteknologi Farmasi. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Djide M.N., Sartini. 2009. Analisis Mikrobiologi Farmasi. Laboratorium

Mikrobiologi Farmasi Universtas Hasanuddin. Makassar. Djide M.N., Sartini. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi Farmasi. Lembaga

Penerbitan Universtas Hasanuddin. Makassar. 206-210

Page 63: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

47

Fatmawati, U., Santosa, S., Rinanto, Y. 2014 . Antibacterial Activity of

Actinomycetes Isolated from SolanaceaePlants Rhizosphere. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret. Jurnal Farmasi Indonesia. 11. (1) : 54-68

Ganiswara, G.S. 1995. Farmakologi Dan Terapi Edisi 4. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta. Harmita. 2008. Buku Ajar Analisis Hayati ed.3 EGC : Jakarta. Hal.1-4 Kee. J.L., Hayes, E.R.1996. Farmakologi, Proses Pendekatan Keperawatan.

EGC. Jakarta. Hal 324 Kumalasari, A., Faturrahman, N., Nur, M. 2012. Potensi actinomycetes

sebagai sumber senyawabioaktif antibiotik dari kawasan karstbantimurung, sulawesi selatan. Fakultas MIPA UNY. 2 (1)

Kumalasari, E., Sulistyani, N. 2011. Antifungal Activity Of Ethanol Extract Of

Binahong Stem (Anredera Cordifolia (Tenore) Steen) Against Candida Albicans And The Phytochemical Screening. Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Kefarmasian. 1 (2) : 51-62

Luckner, M. 1990. Secondary Metabolism In Plants And Animals. Third

edition. Berling: Springer Verlag. Locci, R., Sharples, G.P. 1983. Morphology. di dalam: Goodfellow M.,

Mordarski M, Williams ST. 1984. The biology of the actinomycetes. London: Academic Press.

Maryati, Erindah W. 2004. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Tamarindus Indica L.

Dengan Metode Brine Shrimps Lethality Test. Fakultas Farmasi UMS Surakarta. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi. 5(1): 125-130

Mukamto. 2015. Isolation and Characterization of Phosphate Solubizing

Bacteria Bacillus sp.from the Rhizosphere of Leguminosae Plants. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Surabaya. 3 (2) : 62-67

Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi farmasi. Erlangga Medical series. Jakara. Hal

188-191 Prescott, Harley, Klein. 2002. Microbiology. Fifth Edition. New York: The

McGraw−Hill Companies.

Page 64: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

48

Rahayu, T. 2010. Potential of antibiotiks isolates rare actinomycetesof the mount merapi volcanic material eruption in 2010. Seminar nasional X Pendidikan Biologi FKIP UNS, Prodi Pendidikan Biologi FKIP UMS, Surakarta.

Rahayu, T. 2006. The Potency Of Isolate Antibiotik Of Rhizosfer Bacteria

Toward Escherichia Coli Multiresisten Bacteria. Jurusan Pendidikan Biologi, FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi. 7. (2) : 81 – 91

Rante, H., Wahyono., Murti, B.Y., Alam, G. 2010. Purifikasi dan karakterisasi

senyawa antibakteri dari actinomycetes asosiasi spons terhadap

bakteri patogen resisten. Fakultas Farmasi, Universitas

Hasanuddin. Makassar. Majalah Farmasi Indonesia. 21. (3) : 158 –

165.

Rante, H., Yuianty, R., Usmar. 2017. Laporan Akhir Penelitian Unggulan

Perguruan Tinggi: Determinasi Fungsi Metabolit Sekunder

Actinomycetes Rizosfer Tanaman Obat Sebagai Kandidat

Senyawa Antimultidrug Resistances Bacteria Serta Karakterisasi

Molekular Gen Penciri Spesies Terseleksi. Fakultas Farmasi,

Universitas Hasanuddin. Makassar.

Richards, B.N. 1974. Introduction to the Soil Ecosystem. Longman Inc. New York.

Shabrina, Bani, A. 2012. Pengenalan Mikroba: Pengamatan Bakteri, Jamur, dan

Yeast. Shahat, A.S., Abouwarda, A., El-wafa, W.M.A. 2011. Production of anti-

candida Albicans by Egyptian Streptomyces Isoltes in international journal of microbiological research.

Sulistyani, N., Narwanti, I. 2015. TLC-Bioautography Profile of Ethyl Acetate

Extract of 5 Bacteria Isolated from Ficus carica L Rhizosphere. Faculty of Pharmacy, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, Indonesia. International Journal of Public Health Science. 4. (2) : 81-87

Sulistyani, N., Akbar, N.A. 2014. Aktivitas Isolat Actinomycetes dari Rumput

Laut (Eucheuma cottonii) sebagai Penghasil Antibiotik terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 12 (1) : 1-9

Page 65: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

49

Sulistiyani, Tri R., 2006, Isolasi dan Karakterisasi Antibiotik dari Isolat Aktinomisetes Tanah Pulau Timor Bagian Barat (NTT), Skripsi, Faculty of Math and Sains, Bogor Farming Institute, Bogor.

Solecka, J., Zejko, J., Postek, M. 2012. A Biologically active secondary

metabolites from actinomycees .Central European journal pf biology.

Todar, K. 2009. Nutrition and growth of bacteria in Todar’s online Textbook of

bacteriology, Wisconsin: University Wincosin-Madison Deartement of bacteriology.

Torssell, K.B.G. 1997. Natural Product Chemistry; A mechanistic, biosynthetic

and ecological approach. Swedish: Apotekarsocieteten-Swedish Pharmaceutical Press.

Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Lingkungan. Universitas Muhammadiyah Malang press. Malang. Hal 298

World Health Organization. 2015. Top 10 cause of death worldwide [online].

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/, diakses 9 oktober 2017

Yuan, G., Lin, H., Wang, C., Hong, K., Liu, Y., Li, J. 2011. 1H and 13C

assignments of two new macrocyclic lactones isolated from Streptomyces sp. 211726 and revised assignments of azalomycins F3a, F4a and F5a. Magn. Reson. Chem. MRC. (49) : 30–37

Zainuddin, E.n. 2006. Chemical and Biological Investigations of Selected

Cyanobacteria (Blue-green Algae). PhD Thesis. University Greifswald

Page 66: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

50

LAMPIRAN I

SKEMA KERJA

Dilakukan peremajaaan Isolat ActInomycetes PG 3

Dilakukan Fermentasi Isolat

dari hasil peremajaaan

Cairan fermentasi diekstraksi

dengan pelarut etil asetat

selama 20 menit (corong

pisah) dan biomassa di

ekstraksi dengan pelarut

methanol

Dikeringkan

Uji aktivitas antibakteri

Ditotol pada beberapa plat kromatogram yang kemudian dikembangkan dengan campuran Fase gerak kloroform : etil asetat (3:1)

Ekstrak

Ekstrak aktif

Zona hambat

Plat kromatogram

Cawan petri

Golongan senyawa

Bercak pada Kromatogram ditempel pada media

yang berisi medium dan suspensi bakteri uji

dibiarkan menempel selama 30’ dilemari pendingin

kemudian diangkat

Diinkubasi pada suhu

37°Cselama 24 jam

Plat kromatogram

Nilai Rf

Disemprot dengan

beberapa pereaksi Diamati pada sinar UV

254 nm dan 366 nm

Pembahasan dan penarikan kesimpulan

Isolat Actinomycetes PG 3

Isolat Hasil peremajaan

Isolat Hasil peremajaan

Dilakukan pengamatan secara mikroskopis

Morfologi sel Isolat PG 3

Page 67: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

51

LAMPIRAN II

KOMPOSISI MEDIUM

1. Kompisis Medium NA (Nutrient Agar)

Komposisi NA untuk 1 liter :

- Beef Extract : 3 g

- Peptone : 5 g

- Agar : 15 g

- pH : 7,0

2. Kompisis Medium SNB (Starch Nutrient Broth)

Kompisisi medium SNB untuk 1 liter :

- KNO3 : 1 g

- MgSO4 : 0.5 g

- K2HPO4 : 0.5 g

- NaCl : 0.5 g

- Soluber Starch : 20 g

- FeSO4 : 0.01 g

- pH : 7,0

3. Komposisi Medium SNA (Starch Nutrient Agar)

Kompisisi medium SNA untuk 1 liter :

- KNO3 : 1 g

- MgSO4 : 0.5 g

- K2HPO4 : 0.5 g

- NaCl : 0.5 g

- Soluber Starch : 20 g

- Agar : 20 g

- FeSO4 : 0.01 g

- pH : 7,0

Page 68: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

52

LAMPIRAN III

TABEL

Tabel 2. Hasil Uji Skrinning Fitokimia

Keterangan : C= Coklat K= Kuning B= Biru CH= Coklat Hitam P= Pemadaman KC= Kuning coklat U= Ungu H= Hijau HJ= Hijau Kuning A= Abu-abu HK= Hijau Kuning

Warna Bercak

Nilai

Rf

Sinar

Tampak

Sinar UV Vanilin

H2SO4

FeCl3 Anisaldehid

H2SO4

Sitroborat Perkiraan

senyawa

254

nm

366

nm

Sinar

Tampak

Sinar

tampak

Sinar

Tampak

UV 366

nm

0,05 C P B HK - CH K

(+)Flavanoid

0,28 - - - - - - K (+)Flavanoid

0,31 K P K - - H - (+)Terpenoid

0,34 - - - - - A - (+)Terpenoid

0,39 - P - - - - - -

0,47 K - - - - U - (+)Terpenoid

0,62 KC P K H - U - (+)Terpenoid

0,71 - - - KC - - - (-) Saponin

0,76 - - - - U - - (+) Polifenol

0,8 K - - - - U - (+)

Terpenoid

0,95 KC P B HK - H - (+)

Terpenoid

Page 69: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

53

LAMPIRAN IV

DOKUMENTASI GAMBAR

Gambar 11. Hasil fermentasi selama 17 hari

Gambar 12. A. Ekstrak etil asetat; B. Ekstrak air; C. Ekstrak metanol

A B C

Page 70: UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT ...

54

Gambar 13. Hasil uji aktivitas ekstrak terhadap bakteri A. Staphylococcus aureus; B. Escherichia coli

B A