Page 1
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL 70% DAUN ZAITUN
(Olea europaea L.) SEBAGAI DIURETIK PADA TIKUS PUTIH
JANTAN GALUR SPRAGUE-DAWLEY
SKRIPSI
MUHAIMINUL MAULIDZA
NIM. 11141020000066
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
AGUSTUS 2018
Page 2
ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL 70% DAUN ZAITUN
(Olea europaea L.) SEBAGAI DIURETIK PADA TIKUS PUTIH
JANTAN GALUR SPRAGUE-DAWLEY
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
MUHAIMINUL MAULIDZA
NIM. 11141020000066
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
AGUSTUS 2018
Page 3
iii UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Page 4
iv UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Page 5
v UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Page 6
vi UIN SYARIF HIDAYATULLAH
ABSTRAK
Nama : Muhaiminul Maulidza
Program Studi : Strata-1-Farmasi
Judul : Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Zaitun (Olea
europaea L.) sebagai Diuretik pada Tikus Putih Jantan Galur
Sprague-Dawley
Daun zaitun (Olea europaea L.) merupakan salah satu tanaman yang
berkhasiat sebagai obat yang salah satunya adalah diuretik. Daun zaitun
mengandung beberapa golongan metabolit sekunder seperti flavonoid, triterpen,
sterol, dan saponin yang berpotensi sebagai diuretik. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui potensi ekstrak etanol 70% daun zaitun pada tikus putih jantan
galur Sprague-Dawley. Sebanyak 30 ekor tikus dengan bobot badan antara 150-
250 gram dibagi kedalam 6 kelompok perlakuan dengan masing-masing
kelompok berjumlah 5 ekor. Kelompok-kelompok tersebut adalah kelompok
furosemid, kelompok ekstrak etanol 70% daun zaitun dengan dosis 150mg/kgbb,
300mg/kgbb, dan 600mg/kgbb, serta kelompok Na CMC 0,5%, dan kelompok
urea. Metode Lipschitz digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan mencekokan
larutan NaCl 0,9% sebanyak 2 ml kemudian diberikan perlakuan sesuai dengan
kelompok perlakuan selama 7 hari. Seluruh perlakuan diberikan secara peroral.
Parameter yang diamati adalah volume urin, pH, kadar natrium, kalium, dan
klorida, kadar asam urat serta bersihan kreatinin. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ekstrak etanol 70% daun zaitun pada dosis 600mg/kgbb berpotensi sebagai
diuretik alami dengan indeks diuretik sebesar 0,9, menghasilkan efek
penghambatan karbonik anhidrase, menyebabkan alkalinisasi pada urin, serta
tidak mempengaruhi kadar asam urat dan bersihan kreatinin.
Kata Kunci : Ekstrak etanol 70% daun zaitun, aktivitas diuretik, natrium, kalium,
klorida, pH, asam urat, bersihan kreatinin
Page 7
vii UIN SYARIF HIDAYATULLAH
ABSTRACT
Name : Muhaiminul Maulidza
Major : Bachelor of Pharmacy
Title : Activity Test of 70% Ethanolic Extract of Olive Leaves
(Olea europaea L.) as Diuretic in Male Sprague-Dawley
Rats.
Olive leaves (Olea europaea L.) are one of the plants that can be used as a
medicine with diuretic property. Olive leaves contain secondary metabolite like
flavonoids, triterpenes, sterols, and saponins that can be potentially used as a
diuretic. This research aimed to identify the potency of 70% ethanol extract of
olive leaves on Sprague-Dawley Rats. 30 rats, each weight in between 150-250
gram, are divided into six groups with five rats each. Each groups are treated
differently. The group consists of furosemide group, 70% ethanolic extract of
olive leaf group at the doses of 150 mg/kgbw , 300 mg/kgbw, and 600 mg/kgbw,
also Na CMC 0.5% group, and urea group. Lipschitz method is used in this
research by taking 2 ml of NaCl 0.9% and then each group treated accordingly for
7 days. The treatments were administered by orally. Parameters that is being
observed are urine volume, pH, sodium, potassium, and chloride level, uric acid
level, and creatinine clearance. Results showed that 600mg/kgbw dose of 70%
ethanol extract of olive leaves have a potency as a natural diuretic with 0.9
diuretic index level that cause inhibition of carbonic anhydrase, cause
alkalinization in urine, and without affecting uric acid level and creatinine
clearance.
Keywords : 70% ethanolic extract of olive leaves, diuretic activity, sodium,
potassium, chloride, pH, uric acid, crratinine clearance.
Page 8
viii UIN SYARIF HIDAYATULLAH
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah
memberikan nikmat sehat, iman islam, rezeki, petunjuk, kekuatan, rahmat beserta
kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Uji
Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Zaitun (Olea europaea L.) sebagai Diuretik
pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague-Dawley. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan
umatnya hingga akhir zaman.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program
Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syartif Hidayatullah Jakarta. Penulis
menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, semua
perkuliahan sampai penulisan skripsi ini akan terasa sulit. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Kedua orang tua tercinta, Mamah Mulyani Muhasan dan Ayah Wawan
Sofwan yang telah melimpahkan kasih sayang, motivasi, pengorbanan, dan
doa yang tak terhenti.
2. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt dan Ibu Nurlaely Mida R, M.Biomed., DMS
selaku dosen pembimning skripsi penulis yang telah memberikan waktu,
motivasi, pikiran, dan bimbingan selama penelitian dan penyusunan skripsi.
3. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt dan Nelly Suryani, Ph.D., Apt selaku Kepala dan
Sekretaris Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Adik tercinta yakni Sri Latifah, Adam Djulfikar dan Niswah Hanifah yang
telah memotivasi, menghibur serta mendoakan penulis.
6. Fariz Agus Mahira atas dukungan, perhatian, semangat, motivasi, waktu, dan
kesediaannya menemani dan mendengarkan keluh kesah penulis selama ini.
7. Khilal Fadilah, Rifandi Aditya, dan Arjal Kusuma atas perhatian, dukungan,
dan motivasinya selama ini.
Page 9
ix UIN SYARIF HIDAYATULLAH
8. Dian, Marsha, Niswah, dan Yofan atas dukungan dan motivasinya.
9. Sahabat-sahabat yang telah memberi warna diperkuliahan Ramadhani, Dea,
Cut, Corry, Revy, Luluk, Puspita, Syifa, Divya, dan Hadi yang tiada hentinya
memberikan semangat dan hiburan semasa awal hingga akhir perkuliahan.
10. Teman-teman Animal House Khoi, Inez, Jida, Cut, Dea, Nida, Ridho, Ezi,
Maya dan Diana yang telah membantu proses penelitian.
11. Kakak laboran Farmasi Kak Eris, Kak Yaenap, Mba Rani, Kak Lisa, dan Kak
Walid yang telah membantu penulis selama penelitian.
12. Teman-teman angkatan 2014 untuk segala sesuatunya yang telah berlangsung
selama masa perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini banyak memiliki kekurangan dan
kelemahan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yng
membangun agar skripsi ini menjadi jauh lebih baik. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis, masyarakat, dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Ciputat, 3 Agustus 2018
Penulis
Page 10
x UIN SYARIF HIDAYATULLAH
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Muhaiminul Maulidza
NIM : 11141020000066
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya
dengan judul
Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Zaitun (Olea europaea L.) sebagai
Diuretik pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague-Dawley
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada Tanggal : 3 Agustus 2018
(Muhaiminul Maulidza)
Page 11
xi UIN SYARIF HIDAYATULLAH
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ....... Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .... Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PENGESAHAN .................................. Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.......................... x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 3
1.3 Hipotesa....................................................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3
1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4
2.1 Tanaman Zaitun .......................................................................................... 4
2.1.1 Taksonomi ....................................................................................... 4
2.1.2 Morfologi ........................................................................................ 4
2.1.3 Habitat dan Penyebaran................................................................... 5
2.1.4 Kandungan Kimia ........................................................................... 5
2.1.5 Khasiat............................................................................................. 6
2.2 Ginjal ........................................................................................................... 6
2.3 Diuretik ....................................................................................................... 8
2.3.1 Inhibitor Karbonat Anhidrase ......................................................... 9
2.3.2 Diuretik Osmotik ........................................................................... 10
2.3.3 Inhibitor Symport Na+-K
+-2Cl
- ..................................................... 11
Page 12
xii UIN SYARIF HIDAYATULLAH
2.3.4 Diuretik Tiazid .............................................................................. 11
2.3.5 Diuretik Hemat Kalium ................................................................. 12
2.3.6 Penghambat Hormon Antidiuretik (ADH Antagonists) ................ 13
2.4 Metode Uji Diuretik .................................................................................. 13
2.5 Pemeriksaan Fungsi Ginjal ....................................................................... 14
2.5.1 Pemeriksaan Kadar Kreatinin ....................................................... 14
2.5.2 Pemeriksaan Kadar Asam Urat ..................................................... 15
2.6 Tikus (Rattus novergicus) ......................................................................... 16
2.7 Furosemid .................................................................................................. 18
2.8 Urea ........................................................................................................... 19
2.9 Simplisia .................................................................................................... 19
2.10 Ekstrak dan Ekstraksi ................................................................................ 20
2.10.1 Ekstrak........................................................................................... 20
2.10.2 Ekstraksi ........................................................................................ 20
2.10.3 Metode Ekstraksi ........................................................................... 20
2.11 Parameter-parameter Standar Ekstrak ....................................................... 23
2.11.1 Parameter Spesifik Ekstrak ........................................................... 23
2.11.2 Parameter Non Spesifik Ekstrak (Depkes RI, 2000) ..................... 24
2.12 Spektrofotometer Serapan Atom ............................................................... 26
2.12.1 Prinsip Kerja Spektrofotometer Serapan Atom ............................ 26
2.12.2 Instrumen Spektrofotometri Serapan Atom .................................. 27
BAB III METODOLOGI ................................................................................... 29
3.1 Waktu dan Tempat .................................................................................... 29
3.1.1 Waktu ............................................................................................ 29
3.1.2 Tempat........................................................................................... 29
3.2 Alat dan Bahan .......................................................................................... 29
3.2.1 Alat ................................................................................................ 29
3.2.2 Bahan............................................................................................. 29
3.3 Hewan Uji ................................................................................................. 30
3.4 Rancangan Penelitian ................................................................................ 30
3.4.1 Besar Sampel ................................................................................. 30
3.4.2 Dosis dan Waktu Perlakuan .......................................................... 30
Page 13
xiii UIN SYARIF HIDAYATULLAH
3.5 Prosedur Kerja ........................................................................................... 31
3.5.1 Determinasi Tanaman ................................................................... 31
3.5.2 Pembuatan Ekstrak ........................................................................ 31
3.5.3 Penapisan Fitokimia ...................................................................... 31
3.5.3.1 Alkaloid ................................................................................ 31
3.5.3.2 Flavonoid ............................................................................. 31
3.5.3.3 Tanin .................................................................................... 32
3.5.3.4 Saponin ................................................................................. 32
3.5.3.5 Terpenoid ............................................................................. 32
3.5.3.6 Steroid .................................................................................. 32
3.5.4 Pengujian Parameter Spesifik ....................................................... 33
3.5.4.1 Identitas ................................................................................ 33
3.5.4.2 Organoleptik ......................................................................... 33
3.5.4.3 Senyawa Terlarut dalam Pelarut .......................................... 33
3.5.5 Pengujian Parameter Non Spesifik ............................................... 34
3.5.5.1 Kadar Abu ............................................................................ 34
3.5.5.2 Bobot Jenis ........................................................................... 35
3.5.5.3 Kadar Air .............................................................................. 36
3.5.5.4 Sisa Pelarut ........................................................................... 36
3.5.6 Penyiapan Ekstrak Uji ................................................................... 36
3.5.6.1 Pembuatan Suspensi Na-CMC 0,5% ................................... 36
3.5.6.2 Pembuatan Suspensi Ekstrak Daun Zaitun .......................... 37
3.5.6.3 Pembuatan Suspensi Furosemid ........................................... 37
3.5.6.4 Pembuatan Larutan Urea ...................................................... 37
3.5.7 Penyiapan Hewan Uji .................................................................... 37
3.5.8 Pemberian Perlakuan ..................................................................... 38
3.5.9 Uji Aktivitas Diuretik .................................................................... 38
3.5.10 Pengambilan Sampel Darah .......................................................... 38
3.5.11 Pengukuran Asam Urat dan Bersihan Kreatinin ........................... 39
3.5.12 Analisa Data .................................................................................. 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 40
4.1 Hasil .......................................................................................................... 40
Page 14
xiv UIN SYARIF HIDAYATULLAH
4.1.1 Determinasi Tanaman ................................................................... 40
4.1.2 Ekstraksi ........................................................................................ 40
4.1.3 Penapisan Fitokimia ...................................................................... 40
4.1.4 Pengujian Parameter Ekstrak ........................................................ 41
4.1.5 Pengukuran Volume Urin ............................................................. 41
4.1.6 Pengukuran pH .............................................................................. 42
4.1.7 Pengukuran Kadar Natrium, Kalium dan Klorida ........................ 43
4.1.8 Pengukuran Kadar Asam Urat ...................................................... 44
4.1.9 Pengukuran Bersihan Kreatinin .................................................... 44
4.2 Pembahasan ............................................................................................... 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 56
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 56
5.2 Saran .......................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 57
LAMPIRAN ......................................................................................................... 64
Page 15
xv UIN SYARIF HIDAYATULLAH
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Nilai rujukan kadar kreatinin ............................................................... 15
Tabel 2.2. Metode pemeriksaan kadar asam urat .................................................. 16
Tabel 2.3. Nilai rujukan kadar asam urat .............................................................. 16
Tabel 3.1. Rancangan Percobaan .......................................................................... 30
Tabel 4.1 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Daun Zaitun .............. 40
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Parameter Ekstrak Etanol 70% Daun Zaitun .............. 41
Tabel 4.3 Rerata Volume Urin Kumulatif............................................................. 41
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Indeks Diuretik ........................................................ 42
Tabel 4.5 Rerata pH Urin 24 jam .......................................................................... 43
Tabel 4.6 Konsentrasi Natrium, Kalium dan Klorida Urin 24 jam ....................... 43
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Indeks Saluretik, Natriuretik dan CAI Urin 24 jam 44
Tabel 4.8 Rerata Asam Urat .................................................................................. 44
Tabel 4.9 Rerata Kreatinin Urin ............................................................................ 44
Tabel 4.10 Rerata Kreatinin Plasma ..................................................................... 45
Tabel 4.11 Rerata Bersihan Kreatinin ................................................................... 45
Page 16
xvi UIN SYARIF HIDAYATULLAH
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Tanaman zaitun .................................................................................. 4
Gambar 2.2. Batang, bunga, daun, dan buah zaitun ................................................ 5
Gambar 2.3. Struktur nefron ................................................................................... 7
Gambar 2.4. Sistem transport tubulus dan tempat aksi diuretik ............................. 9
Gambar 2.5. Rattus novergicus ............................................................................. 17
Gambar 2.6. Struktur kimia furosemid ................................................................. 18
Gambar 2.7. Struktur Kimia Urea ......................................................................... 19
Gambar 2.8. Skema instrumentasi spektrofotmeter serapan atom ........................ 27
Gambar 4.1 Grafik Volume Urin Kumulatif ......................................................... 42
Page 17
xvii UIN SYARIF HIDAYATULLAH
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman ............................................................. 64
Lampiran 2. Skema Penelitian .............................................................................. 65
Lampiran 3. Skema Pembuatan Ekstrak ............................................................... 66
Lampiran 4. Skema Pengujian Aktivitas Diuretik dan Fungsi Ginjal ................... 67
Lampiran 5. Hasil Uji Etik Penggunaan Hewan ................................................... 68
Lampiran 6. Surat Keterangan Hewan Uji ............................................................ 69
Lampiran 7. Certificate of Analysis Furosemid .................................................... 70
Lampiran 8. Rumus Perhitungan Dosis Hewan .................................................... 72
Lampiran 9. Perhitungan Dosis Ekstrak................................................................ 73
Lampiran 10. Perhitungan Dosis Furosemid ........................................................ 74
Lampiran 11. Perhitungan Dosis Urea ................................................................. 75
Lampiran 12. Hasil Penapisan Fitokimia .............................................................. 76
Lampiran 13. Dokumentasi Kegiatan Penelitian .................................................. 80
Lampiran 14. Pengukuran Bobot Badan Tikus ..................................................... 84
Lampiran 15. Hasil dan Analisa Statistik Volume Urin Kumulatif ...................... 85
Lampiran 16. Hasil Pengukuran pH ..................................................................... 94
Lampiran 17. Hasil Pengukuran Asam Urat ....................................................... 102
Lampiran 18. Hasil Pengukuran Bersihan Kreatinin .......................................... 105
Lampiran 19. Hasil Pengukuran Kadar Natrium................................................. 115
Lampiran 20. Hasil Pengukuran Kadar Kalium .................................................. 123
Lampiran 21. Hasil Pengukuran Kadar Klorida .................................................. 128
Page 18
1 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diuretik adalah obat-obat yang meningkatkan laju aliran urin, namun
secara klinis diuretik juga bermanfaat untuk meningkatkan laju ekskresi Na+
(natriuresis) dan anion yang menyertainya, biasanya Cl- (Hardman, 2012).
Diuretik juga menurunkan absorpsi kembali elektrolit di tubulus renalis dengan
melibatkan proses pengangkutan aktif. Diuretik terutama digunakan untuk
mengurangi sembab (edema) yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah cairan
luar sel, pada keadaan yang berhubungan dengan kegagalan jantung kongestif,
kegagalan ginjal, oligourik, sirosis hepatik, keracunan kehamilan, glaukoma,
hiperkalasemi, diabetes insipidus, dan sembab yang disebabkan oleh penggunaan
jangka panjang kortikosteroid atau estrogen. Diuretik juga digunakan sebagai
penunjang pada pengobatan hipertensi (Siswandono & Bambang, 2008). Diuretik
dipercaya menjadi salah satu cara yang efektif untuk menangani penyakit
hipertensi dan merupakan salah satu rekomendasi antihipertensi dari JNC 8 (Eight
Joint National Committee) dan ASH (American Society of Hypertension). Diuretik
menyebabkan penurunan volume plasma yang akan menurunkan curah jantung
dan akhirnya menurunkan tekanan darah (Latuconsina dkk, 2014).
Pengobatan tradisional telah memainkan peran penting dalam memenuhi
tuntutan perawatan kesehatan primer di banyak negara berkembang, terutama di
Afrika dan Asia, sekitar 80% penduduk bergantung pada obat tradisional untuk
perawatan kesehatan primer (WHO, 2008). Penggunaan bahan alam dan produk
herbal dalam upaya kesehatan merupakan langkah yang umum diambil oleh
masyarakat dan juga menjadi alternatif pengobatan bagi masyarakat modern.
Sekitar 1 dari 5 orang di Amerika Serikat merupakan konsumen dari herbal
medicine (Barnes et al, 2004). Sementara itu, berdasarkan data hasil riset
kesehatan dasar 2010, hampir setengah (49,53%) penduduk Indonesia berusia 15
tahun ke atas mengonsumsi obat tradisional (jamu) (Kemenkes RI, 2011).
Salah satu tanaman yang banyak digunakan didunia adalah zaitun.
Tanaman zaitun telah digunakan sejak zaman dahulu kala sebagai pengobatan
Page 19
2
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
oleh Nabi (thibbun nabawi) dimana keistimewaan zaitun tertera dalam Al-Qur’an
pada surat Al-An’am ayat 99 dan 141, surat An-Nahl ayat 11, surat Abbasa ayat
29, surat Al-Mu’minun ayat 20, surat At-Tiin ayat 1, serta surat An-Nur ayat 35
zaitun disebut sebagai buah yang diberkahi (Niam et al, 2015).
Tanaman zaitun (Olea europaea L.) merupakan tanaman yang banyak
terdapat di daerah dengan iklim panas sampai iklim sedang. Seperti di kawasan
Mediterania, Asia Tengah, dan beberapa kawasan Afrika (Niam et al, 2015).
Tanaman zaitun banyak digunakan mulai dari bagian akar, batang, daun, dan
buah. Daun zaitun memiliki banyak manfaat sebagai obat tradisional yang dapat
mencegah dan mengobati berbagai penyakit (Dekanski et al, 2009). Dalam
pengobatan tradisional, zaitun digunakan sebagai diuretik, antidiabetik, laksatif,
diare, infeksi saluran pernapasan dan saluran kemih, terapi asma, antipiretik,
antiinflamasi, antibakteri, hemoroid, reumatik, dan vasodilator (Hashmi et al,
2015). Saat ini tanaman zaitun telah banyak dibudidayakan di Indonesia.
Tanaman zaitun (Olea europaea L.) antara lain mengandung oleuropein,
flavonoid, triterpen, sterol, dan secoiridoid. Flavonoid yang terkandung dalam
zaitun yakni apigenin-7-O-rutinosida, rutin, dan luteolin-7-O-glukosida yang
diisolasi dari daun zaitun (Hashmi et al, 2015). Flavonoid dan alkaloid
mempunyai efek diuretik yaitu dapat meningkatkan volume urin (Saravanan et al,
2010).
Pada penggunaan secara tradisional, daun zaitun yang diekstrak dengan air
panas dapat menghasilkan efek diuretik (Hashmi et al, 2015). Penelitian terdahulu
menyatakan bahwa ekstrak metanol dan petroleum eter daun zaitun (Olea
europaea L.) dengan dosis 500 mg/kgBB, 600 mg/kgBB, dan 750 mg/kgBB
berpotensi sebagai diuretik pada tikus putih jantan galur Sprague-Dawley (Al-
Okbi et al, 2016).
Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian ini akan dilakukan pengujian
aktivitas diuretik dari ekstrak etanol 70% daun zaitun (Olea europaea L.) pada
tikus putih jantan galur Sprague-Dawley dengan metode uji Lipschitz. Parameter
pengujian diuretik yang dilakukan meliputi volume urin, pH urin, konsentrasi Na+,
K+, dan Cl
- pada urin serta kadar asam urat dan bersihan kreatinin untuk
Page 20
3
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
mengetahui pengaruh ekstrak etanol 70% daun zaitun (Olea europaea L.) tersebut
terhadap fungsi ginjal secara in vivo.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apakah ekstrak etanol 70% daun zaitun (Olea europaea L.) memiliki
aktivitas diuretik pada tikus putih jantan galur Sprague-Dawley.
b. Apakah ekstrak etanol 70% daun zaitun (Olea europaea L.)
mempengaruhi kadar asam urat dan bersihan kreatinin pada tikus
putih jantan galur Sprague-Dawley.
1.3 Hipotesa
a. Ekstrak etanol 70% daun zaitun (Olea europaea L.) memiliki aktivitas
diuretik pada tikus putih jantan galur Sprague-Dawley.
b. Ekstrak etanol 70% daun zaitun (Olea europaea L.) mempengaruhi
kadar asam urat dan bersihan kreatinin pada tikus putih jantan galur
Sprague-Dawley.
1.4 Tujuan Penelitian
Menguji aktivitas ekstrak etanol 70% daun zaitun (Olea euorpaea L.)
sebagai diuretik pada tikus putih jantan galur Sprague-Dawley serta pengaruhnya
terhadap kadar asam urat dan bersihan kreatinin.
1.5 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan
informasi aktivitas diuretik ektrak etanol 70% daun zaitun (Olea europaea L.)
untuk dapat dikembangkan lebih lanjut.
Page 21
4 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Zaitun
2.1.1 Taksonomi
Tumbuhan zaitun dalam ilmu taksonomi diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionata
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Asteridae
Order : Srophulariales
Famili : Oleaceae
Genus : Olea L.
Spesies : Olea europaea L.
(Therios, 2009).
2.1.2 Morfologi
Zaitun merupakan tumbuhan dengan pohon yang tebal dan pendek,
umumnya memiliki panjang sekitar 10 meter. Batang zaitun memiliki diameter
yang lebar dan relatif bengkok juga sedikit terpelintir, serta memiliki banyak
cabang. Zaitun memiliki daun yang berbentuk lanset atau oval, berukuran kecil,
pendek, sempit dan tipis dengan tekstur kasar dan warna hijau pucat pada
permukaan atas serta keabuan pada permukaan bawah. Daun zaitun memiliki
ukuran panjang 4-10 cm dan lebar sekitar 1-3 cm. Bunga dari zaitun kecil dan
berwarna putih-krem dengan kelopak berjumlah 4 lobus. Buah zaitun berukuran
kecil, dengan kulit luar berwarna hitam keunguan dan biji yang keras. Kulit kayu
tanaman zaitun berwarna abu pucat (Hashmi et al, 2005).
Gambar 2.1. Tanaman zaitun
Sumber : www.tanobat.com
Page 22
5
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Gambar 2.2. Batang, bunga, daun, dan buah zaitun
Sumber : Hashmi et al, 2005
2.1.3 Habitat dan Penyebaran
Tanaman zaitun merupakan tanaman asli dari kawasan Mediterania yang
tersebar cukup luas hingga ke beberapa negara seperti Yunani, Italia, Spanyol,
Portugal, dan Prancis. Selain dikawasan Eropa, zaitun juga tersebar di daerah
menuju Asia dan Afrika (Ghanbari, 2012). Pada umumnya distribusi daun zaitun
ini meliputi negara-negara dengan iklim panas sampai iklim sedang (Braun et al,
2007).
Tanaman zaitun tumbuh pada daerah tropis dan subtropis dengan letak
geografis 300 sampai 45
0 dari garis ekuator (Chiappetta, 2012 dan Ghanbari,
2012). Zaitun merupakan tanaman yang tidak dapat tumbuh pada suhu di bawah
100C (Chiappetta, 2012). Oleh karena itu, tanaman zaitun dapat tumbuh di
Indonesia karena Indonesia merupakan negara tropis yang selalu mendapat
intensitas sinar matahari yang tinggi.
2.1.4 Kandungan Kimia
Tanaman zaitun (Olea europaea L.) memiliki kandungan kimia berupa
flavonoid, glikosida flavon, flavonon, iridoid, iridan glikosida, secoiridoid,
glikosida secoiridoid, triterpene, biofenol, turunan asam benzoat, xylitol, sterol,
isokroman, gula, dan beberapa tipe metabolit sekunder lain pada bagian yang
Page 23
6
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
berbeda. Senyawa fenolik, flavonoid, secoiridoid, dan glikosida secoiridoid
merupakan yang paling sering ditemukan pada bagian zaitun (Hashmi et al, 2015).
Buah dan biji zaitun mengandung sejumlah flavonoid, secoiridoid,
glikosida secoiridoid, dan fenolik seperti tirosol, hidroksitirosol dan turunannya.
Beberapa turunan hidrokortisol antara lain rhamnosida, hidroksitirosol glukosida,
metil malat-β-hidroksitirosol, tirosol glukosida salidrosida dan l-oleytirosol.
Senyawa fenolik mayor yang terdapat pada buah zaitun yakni 3,4-
dihidroksifenolglikol (DHPG) (Hashmi et al, 2015).
Daun zaitun mengandung oleuropein dan golongan secoiridoid lainnya
seperti secolonganosida, oleosida, 6’-E-p-kumaril-secolonganosida, dan 6’-O-
[(2E)-2,6-dimetil-8-hidroksi-2-octenoyloxy]-secolonganosida. Flavonoid yakni
apigenin-7-O-rutinosida, rutin, dan luteolin-7-O-glukosida. Glikosida flavon
yakni luteolin-7,4’-O-diglukosida, diosmetin, dan apigenin-7-O-glukosida, lignin
yakni 4’-O-β-D-glucosyl-9-O-(6”-deoxysaccharosyl)olivil (Hashmi et al, 2015).
2.1.5 Khasiat
Kegunaan terapeutik dari zaitun diindikasikan pada pengobatan tradisional
yang diketahui dapat mengurangi gula darah, kolesterol, dan asam urat. Zaitun
juga digunakan untuk mengobati diabetes, hipertensi, inflamasi, diare, infeksi
pernapasan dan infeksi saluran kemih, gangguan perut dan gangguan usus, asma,
hemoroid, rheumatism, laksatif, pencuci mulut, vasodilator, batu ginjal,
antibakteri, infeksi mata, antipiretik, dan diuretik (Hashmi et al, 2015).
2.2 Ginjal
Ginjal merupakan salah satu organ yang penting bagi makhluk hidup yang
memiliki fungsi seperti pengaturan keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan
konsentrasi osmolalitas cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit, pengaturan
keseimbangan asam-basa, ekskresi sisa metabolisme dan bahan kimia asing,
pengatur tekanan arteri, sekresi hormon, dan glukoneogenesis. Ginjal dibagi
menjadi dua bagian utama yaitu korteks yang merupakan bagian luar ginjal dan
medulla yang merupakan bagian dalam ginjal. Unit terkecil dari ginjal adalah
nefron (Guyton, 2006).
Page 24
7
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Gambar 2.3. Struktur nefron
Sumber : Guyton, 2006
Ginjal memproduksi urin yang mengandung zat sisa metabolik dan
mengatur komposisi cairan tubuh melalui tiga proses utama: filtrasi glomerulus,
reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus. Filtrasi glomerulus merupakan
perpindahan cairan dan zat terlarut dari kapiler glomerular, dalam gradien tekanan
tertentu ke dalam kapsul Bowman. Tekanan hidrostatik (darah) glomerular
mendorong cairan dan zat terlarut keluar dari darah dan masuk ke ruang kapsul
Bowman. Filtrat dalam kapsul Bowman identik dengan filtrat plasma dalam hal
air dan zat terlarut dengan berat molekul rendah, seperti glukosa, klorida, natrium,
kalium, fosfat, urea, aam urat, dan kreatinin. Sejumlah kecil albumin plasma dapat
terfiltrasi, tetapi sebagian besar diabsorpsi kembali dan secara normal tidak
tampak pada urin. Pada proses ini, sel darah merah dan protein tidak difiltrasi.
Selanjutnya cairan yang telah melalui filtrasi glomerulus akan mengalami proses
reabsorpsi tubulus (Sloane, 2003).
Pada reabsorpsi tubulus sebagian besar filtrat (99%) secara selektif
direabsorpsi dalam tubulus ginjal melalui difusi pasif gradien kimia, transpor aktif
terhadap gradien, atau difusi terfasilitasi. Sekitar 85% natrium klorida dan air serta
semua glukosa dan asam amino pada filtrat glomerulus diabsorpsi dalam tubulus
Page 25
8
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
kontortus proksimal, walaupun reabsorpsi berlangsung pada semua bagian nefron.
Selanjutnya cairan mengalami sekresi tubular (Sloane, 2003).
Mekanisme sekresi tubular adalah proses aktif yang memindahkan zat
keluar dari darah dalam kapiler peritubular melewati sel-sel tubular menuju cairan
tubular untuk dikeluarkan dalam urin. Zat-zat seperti ion hidrogen, kalium, dan
ammonium, produk akhir metabolik kreatinin dan asam hipurat serta obat-obatan
tertentu (penisilin) secara aktif disekresikan ke dalam tubulus. Ion hidrogen dan
ammonium diganti dengan ion natrium dalam tubulus kontortus distal dan tubulus
pengumpul. Sekresi tubular yang selektif terhadap ion hidrogen dan ammonium
membantu dalam pengaturan pH plasma dan keseimbangan asam basa cairan
tubuh. Sekresi tubular merupakan suatu mekanisme yang penting untuk
mengeluarkan zat-zat kimia asing atau tidak diinginkan (Sloane, 2003).
2.3 Diuretik
Diuretik adalah obat-obat yang meningkatkan laju aliran urin, namun
secara klinis diuretik juga bermanfaat untuk meningkatkan laju ekskresi Na+
(natriuresis) dan anion yang menyertainya, biasanya Cl-. NaCl dalam tubuh
merupakan penentu utama volume cairan ekstraseluler dan sebagian besar aplikasi
klinis diuretik ditujukan untuk mengurangi volume cairan ekstraseluler dengan
mengurangi kandungan total NaCl di dalam tubuh (Hardman, 2012). Secara
klinis, diuretik bekerja dengan menurunkan laju reabsorpsi natrium dari tubulus
sehingga menyebabkan natriuresis dan kemudian menimbulkan efek diuresis
(Guyton 2006).
Diuretik terutama digunakan untuk mengurangi sembab (edema) yang
disebabkan oleh meningkatnya jumlah cairan luar sel, pada keadaan yang
berhubungan dengan kegagalan jantung kongestif, kegagalan ginjal, oligourik,
sirosis hepatik, keracunan kehamilan, glaukoma, hiperkalasemi, diabetes
insipidus, dan sembab yang disebabkan oleh penggunaan jangka panjang
kortikosteroid atau estrogen. Diuretik juga digunakan sebagai penunjang pada
pengobatan hipertensi (Siswandono & Bambang, 2008). Diuretik menyebabkan
penurunan volume plasma yang akan menurunkan curah jantung dan akhirnya
menurunkan tekanan darah (Latuconsina dkk, 2014).
Page 26
9
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Gambar 2.4. Sistem transport tubulus dan tempat aksi diuretik
Sumber: Katzung, 2006
2.3.1 Inhibitor Karbonat Anhidrase
Senyawa penghambat karbonik anhidrase digunakan secara luas untuk
pengobatan sembab yang ringan dan moderat, sebelum diketemukan diuretik
turunan tiazida. Senyawa ini bekerja di sel-sel epitelium tubulus proksimal yang
kaya akan karbonat anhidrase, yakni metalloenzim zink, yang ditemukan di
membran luminal dan membran basolateral (karbonat anhidrase tipe IV, suatu
enzim yang tertahan pada membran oleh sambungan glikosilfosfatidilinositol).
Peran utama karbonat anhidrase adalah dalam reabsorbsi NaHCO3 dan sekresi
asam (Hardman, 2012).
Diuretik penghambat karbonik anhidrase merupakan senyawa yang dapat
menghambat enzim karbonik anhidrase pada sel epitel tubulus proksimal dan
dapat menghambat penyerapan kembali ion-ion Na+, Cl
-, dan air. Enzim karbonik
anhidrase berfungsi mengkatalis pembentukan H+
dan HCO-. Dengan
berkurangnya ion H+, pertukaran ion Na
+ dengan H
+ akan terlambat sehingga
terjadi penumpukan Na+ di tubulus dan menyebabkan perbedaan tekanan osmosis
(Siswandono & Bambang, 2008).
Efek samping yang ditimbulkan golongan ini antara lain adalah gangguan
saluran cerna, menurunnya nafsu makan, paresthesia, asidosis sistemik, alkalinasi
Page 27
10
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
urin dan hipokalemi. Penggunaan diuretik penghambat karbonik anhidrase
terbatas karena cepat menurunkan toleransi. Sekarang, diuretik penghambat
karbonik anhidrase lebih banyak digunakan sebagai obat penunjang pada
pengobatan glaukoma, dikombinasi dengan miotik, seperti pilokarpin, karena
dapat menekan pembentukan aqueous humour dan menurunkan tekanan dalam
mata. Contoh diuretik penghambat karbonik anhidrase adalah asetazolamid,
metazolamid, dan etokzolamid (Siswandono & Bambang, 2008).
2.3.2 Diuretik Osmotik
Diuretik osmosis adalah senyawa yang mudah difiltrasi di glomerulus, dan
direabsorpsi terbatas dalam tubulus ginjal, dan secara farmakologi reltif inert.
Diuretik osmosis diberikan dalam dosis yang cukup besar untuk meningkatkan
osmolalitas cairan tubulus dan plasma secara signifikan (Hardman, 2012).
Diduga bahwa diuretik osmotik bekerja di tubulus proksimal (Wesson &
Anslow, 1948 dalam Hardman, 2012). Dengan bekerja sebagai zat terlarut yang
tidak dapat direabsorpsi, diuretik osmotik membatasi osmosis air ke ruang
interstisial, sehingga mengurangi konsentrasi Na+ luminal hingga ke titik
berhentinya reabsorpsi Na+ (Windhager et al, 1959 dalam Hardman, 2012).
Dengan mengekstraksi air dari kompartemen intraseluler, diuretik osmotik
meningkatkan volume cairan ekstraseluler, menurunkan viskositas darah, dan
menghambat pelepasan renin. Efek-efek ini meningkatkan renal blood flow (RBF)
dan meningkatnya aliran darah di medula ginjal akan memindahkan NaCl dan
urea dari medula ginjal, sehingga mengurangi tonisitas medula. Serta pada kondisi
tertentu, prostaglandin juga berkontribusi terhadap vasodilatasi ginjal dan
pengosongan medula yang diinduksi oleh diuretik osmotik (Johnston et al, 1981
dalam Hardman, 2012).
Efek samping yang ditimbulkan oleh diuretik osmotik berupa gangguan
keseimbangan elektrolit, dehidrasi, sakit kepala, dan takikardia. Contoh diuretik
osmosis adalah mannitol, glukosa, sukrosa, dan urea (Siswandono & Bambang,
2008).
Page 28
11
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
2.3.3 Inhibitor Symport Na+-K
+-2Cl
-
Inhibitor symport Na+-K
+-2Cl
- adalah golongan diuretik yang memiliki
kemampuan yang sama untuk memblok symporter Na+-K
+-2Cl
- di bagian naik
yang tebal pada ansa Henle; sehingga diuretik ini disebut juga sebagai diuretik
loop (Hardman, 2012). Turunan ini dapat memblok pengangkutan aktif NaCl pada
loop of Henle sehingga menurunkan aborpsi kembali NaCl dan meningkatkan
ekskresi NaCl lebih dari 25% (Siswandono & Bambang, 2008).
Didalam bagian naik yang tebal, aliran Na+, K
+, dan Cl
- dari lumen ke sel
epitelium diperantarai oleh symporter Na+-K
+-2Cl
-. Symporter anhidrase yang
lemah (misalnya furosemid). Obat-obatan tersebut yang mempunyai aktivitas
penghambatan karbonat anhidrase meningkatkan ekskresi HCO3- dan fosfat
dalam urin. Mekanisme peningkatan ekskresi fosfat karena penghambatan
karbonat anhidrase belum diketahui. Semua inhibitor symport Na+-K
+-2Cl
-
meningkatkan ekskresi K+ dan titrable acid dalam urin. Sebagian efek-efek ini
disebabkan oleh meningkatnya penghantaran Na+ ke tubulus distal. Secara akut,
diuretik loop meningkatkan ekskresi asam urat, sedangkan pemberian jangka
panjang obat-obatan ini dapat mengurangi ekskresi asam urat. Efek kronis diuretik
loop terhadap ekskresi asam urat mungkin disebabkan meningkatnya transport
dalam tubulus proksimal karena penurunan volume, sehingga meningkatkan
reabsorpsi asam urat, atau karena kompetisi antara diuretik dan asam urat terhadap
mekanisme sekresi asam organik dalam tubulus proksimal, yang menyebabkan
berkurangnya sekresi asam urat (Hardman, 2012).
Efek samping yang ditimbulkan berupa hiperurisemia, hiperglikemia,
hipotensi, hipokalemia, hipokloremik, kelainan hematologis, dan dehidrasi.
Contoh diuretik loop adalah asam etakrinat, furosemid, xipamid, dan klopamid
(Siswandono & Bambang, 2008).
2.3.4 Diuretik Tiazid
Diuretik tiazid menghambat transpor NaCl dalam DCT (Distal Convoluted
Tubule). Korteks ginjal mempunyai reseptor yang berafinitas tinggi terhadap
diuretik tiazid dan mengikat tiazid yang terdapat di DCT (Beaumont et al, 1988
Page 29
12
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
dalam Hardman, 2012). Tempat kerja utama diuretik tiazid adalah DCT,
sedangkan tubulus proksimal adalah tempat kerja sekundernya.
Transpor diperkuat oleh pompa Na+ dalam membran basolateral. Energi
bebas dalam gradien elektrokimia Na+ dimanfaatkan oleh symporter Na
+-Cl
- di
membran luminal, yang memindahkan Cl- ke dalam sel epitelium melawan
gradien elektrokimianya. Cl- kemudian secara pasif keluar dari membran
basolateral melalui saluran Cl-. Diuretik tiazid menghambat symporter Na
+-Cl
-,
kemungkinan dengan cara berkompetisi dengan Cl- pada tempat pengikatannya
(Beaumont et al, 1988 dalam Hardman, 2012).
Efek samping yang ditimbulkan berupa hipokalemia dan gangguan
keseimbangan elektrolit. Contoh diuretik tiazid adalah klorotiazid, flumetiazid,
politiazid, dan klortalidon (Siswandono & Bambang, 2008).
2.3.5 Diuretik Hemat Kalium
Diuretik hemat kalium adalah senyawa yang mempunyai aktivitas
natriuretik ringan dan dapat menurunkan sekresi ion H+ dan K
+. senyawa tersebut
bekerja pada tubulus distalis dengan cara memblok penukaran ion Na+ dengan ion
H+ dan K
+, menyebabkan retensi ion K
+ dan meningkatkan sekresi ion Na
+ dan
air. Aktivitas diuretiknya lemah, biasanya diberikan bersama-sama dengan
diuretik turunan tiazida. Kombinasi ini menguntungkan karena dapat mengurangi
sekresi ion K+ sehingga menurunkan terjadinya hipokalemi dan menimbulkan
efek aditif. Obat golongan ini menimbulkan efek samping hiperkalemi, dapat
memperberat penyakit diabetes dan pirai, serta menyebabkan gangguan pada
saluran cerna (Siswandono & Bambang, 2008).
Mekanisme kerja diuretik hemat kalium yakni diuretik tersebut bekerja
pada saluran pengumpul, dengan mengubah kekuatan pasif yang mengontrol
pergerakan ion-ion, memblok absorpsi kembali ion Na+ dan ekskresi ion K
+
sehingga meningkatkan ekskresi ion Na+ dan Cl
- dalam urin. Diuretik hemat
kalium dibagi menjadi dua kelompok, yaitu diuretik dengan efek langsung dan
antagonis aldosteron (Siswandono & Bambang, 2008).
Page 30
13
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Efek samping yang ditimbulkan berupa hiperkalemia dan gangguan
saluran pencernaan. Contoh diuretik hemat kalium adalah amilorid, triamteren,
dan spironolakton (Siswandono & Bambang, 2008).
2.3.6 Penghambat Hormon Antidiuretik (ADH Antagonists)
Penghambat hormon antidiuretik menghambat efek dari ADH pada tubulus
pengumpul. Conivaptan merupakan antagonis pada V1a dan V2. Litium dan
demeclocyclin menunjukkan penurunan formasi dari respon siklik adenosin
monofosfat (cAMP) terhadap ADH juga menggangu kerja cAMP pada sel tubulus
pengumpul, tetapi mekanisme dari efek ini tidak diketahui (Katzung, 2006).
Contoh penghambat hormon antidiuretik adalah conivaptan, litium, dan
demeclocyclin. Conivaptan dan demelocyclin memiliki waktu paruh 5-10 jam.
Lithium tidak pernah digunakan sebagai ADH antagonist (Katzung, 2006).
2.4 Metode Uji Diuretik
Metode yang digunakan untuk uji aktivitas diuretik dijelaskan dengan uji
Lipschitz et al (1943). Uji ini didasarkan pada ekskresi air dan natrium pada
hewan uji dan dibandingkan dengan tikus yang diberikan dosis tinggi urea. “Nilai
Lipschtitz” merupakan perbandingan antara ekskresi hewan uji dan ekskresi
dengan kontrol urea (T/U). Indeks 1,0 dan lebih dianggap memiliki efek positif
diuretik. Dengan diuretik kuat ditunjukkan dengan indeks 2,0 atau lebih.
Digunakan tikus jantan dengan berat 100-200 g yang dibagi kedalam
beberapa kelompok. Satu kelompok terdiri dari tiga tikus dimana tikus tersebut
ditempatkan pada kandang metabolik yang disediakan dengan dasar wire mesh
dan corong untuk mengumpulkan urin. Saringan stainless-steel ditempatkan di
corong untuk menahan feses dan membiarkan urin lewat. Tikus diberi pakan
standar dan minum ad libitum. Tikus tidak diberi makan dan minum 17 sampai 24
jam sebelum eksperimen. Tiga hewan ditempatkan dalam satu kandang metabolik.
Untuk uji skrinning, dua kelompok dari tiga hewan digunakan untuk satu dosis
dari senyawa uji. Senyawa uji diberikan secara oral pada dosis 50mg/kg dalam 5,0
ml air/kgBB. Dua kelompok dari tiga hewan menerima secara oral 1g/kg urea.
Sebagai tambahan, 5 ml larutan 0,9% NaCl per 100 gram berat badan diberikan
Page 31
14
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
secara gavage. Ekskresi urin ditampung setelah 5 dan 24 jam. Kandungan natrium
dalam urin diukur dengan spektrofotometri serapan atom (SSA). Senyawa aktif
diuji kembali dengan dosis yang lebih rendah.
2.5 Pemeriksaan Fungsi Ginjal
2.5.1 Pemeriksaan Kadar Kreatinin
Kreatinin merupakan hasil pemecahan kreatin fosfat otot diproduksi oleh
tubuh secara konstan tergantung massa otot. Kadar kreatinin berhubungan dengan
massa otot, menggambarkan perubahan kreatinin dan fungsi ginjal. Kadar
kreatinin relatif stabil karena tidak dipengaruhi oleh protein dari diet. Ekskresi
kreatinin dalam urin dapat diukur dengan menggunakan bahan urin yang
dikumpulkan selama 24 jam (Verdiansah, 2016).
The National Kidney Disease Education Program merekomendasikan
penggunaan serum kreatinin untuk mengukur kemampuan filtrasi glomerulus
(Miller et al, 2005), digunakan untuk memantau perjalanan penyakit ginjal
(Stevens et al, 2006). Diagnosis gagal ginjal dapat ditegakkan saat nilai kreatinin
serum meningkat di atas nilai rujukan normal. Pada keadaan gagal ginjal dan
uremia, ekskresi kreatinin oleh glomerulus dan tubulus ginjal menurun (Kara,
2012; Dine, 2012; Gaedeke, 2000).
Kadar kreatinin berada dalam keadaan relatif konstan, sehingga
menjadikannya sebagai penanda filtrasi ginjal yang baik. Kadar kreatinin yang
dipergunakan dalam persamaan perhitungan memberikan pengukuran fungsi
ginjal yang lebih baik, karena pengukuran klirens kreatinin memberikan informasi
mengenai GFR. Kreatinin merupakan zat yang ideal untuk mengukur fungsi ginjal
karena merupakan produk hasil metabolisme tubuh yang diproduksi secara
konstan, difiltrasi oleh ginjal, tidak direabsorpsi, dan disekresikan oleh tubulus
proksimal. Kreatinin serum laki-laki lebih tinggi daripada perempuan karena
massa otot yang lebih besar pada laki-laki (Edmund, 2010 & Frank, 2010).
Page 32
15
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Tabel 2.1. Nilai rujukan kadar kreatinin (Edmund, 2010)
Populasi Sampel Metode Jaffe Metode Enzimatik
Pria Dewasa Plasma/serum 0,9-1,3 mg/dL 0,6-1,1 mg/dL
Wanita Dewasa Plasma/serum 0,6-1,1 mg/dL 0,5-0,8 mg/dL
Anak Plasma/serum 0,3-0,7 mg/dL 0,0-0,6 mg/dL
Pria Dewasa Urin 24 jam 800-2.000 mg/hari
Wanita Dewasa Urin 24 jam 600-1.800 mg/hari
2.5.2 Pemeriksaan Kadar Asam Urat
Asam urat adalah produk katabolisme asam nukleat purin. Walaupun asam
urat difiltrasi oleh glomerulus dan disekresikan oleh tubulus distal ke dalam urin,
sebagian besar asam urat direabsorpsi di tubulus proksimal. Pada kadar yang
tinggi, asam urat akan disimpan pada persendian dan jaringan, sehingga
menyebabkan inflamasi (Frank, 2010; Weanen, 2002; Stain, 2010).
Protein yang berasal dari diet atau kerusakan jaringan dipecah menjadi
adenosin dan guanin untuk selanjutnya akan dikonversi menjadi asam urat di
dalam hati. Asam urat diangkut dalam plasma dari hati ke ginjal. Di dalam ginjal,
asam urat akan difiltrasi oleh glomerulus. Sekitar 98-100% asam urat direabsorpsi
di tubulus proksimal setelah melewati filtrasi glomerulus. Sebagian kecil asam
urat akan disekresikan oleh tubulus distalis ke dalam urin. Eliminasi asam urat
sekitar 70% dilakukan oleh ginjal, selebihnya akan didegradasi oleh bakteri di
dalam traktus gastrointestinal. Asam urat akan dioksidasi menjadi allantoin. Salah
satu metode pemeriksaan yang dipergunakan untuk memeriksa asam urat adalah
metode caraway. Metode ini menggunakan reaksi oksidasi asam urat yang
dilanjutkan reduksi asam fosfotungstat pada suasana alkali menjadi tungsten blue.
Metode yang menggunakan enzim uricase yang mengkatalisis oksidasi asam urat
menjadi allantoin. Perbedaan absorbansi sebelum dan sesudah inkubasi dengan
enzim uricase sebanding dengan kadar asam urat (Edmund, 2010 & Frank, 2010).
Metode coupled enzyme mengukur hidrogen peroksida yang dihasilkan
dari perubahan asam urat menjadi allantoin. Enzim peroksidase dan katalase
digunakan sebagai indikator katalisis reaksi kimia. Warna yang dihasilkan
sebanding dengan kadar asam urat pada bahan pemeriksaan (Edmund, 2010 &
Kara, 2012).
Page 33
16
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Tabel 2.2. Metode pemeriksaan kadar asam urat (Edmund, 2010)
Metode Kimia
Phosphotungtic acid Na2CO3OH-
Asam urat + H2PW12O40 + O2
allantoin + tungsten blue +
CO2
Nonspesifik;
memerlukan pengeluaran
protein
Metode Enzimatik
Tahapan pertama yang
sama
Uricase
Asam urat + O2 + 2H2O
allantoin + CO2 + H2O2
Sangat spesifik
Spektrofotometri Penurunan absorbans pada
293 nm yang diukur
Hemoglobin dan
xanthine berperan
Coupled enzymatic (I) Catalase
CH3OH + H2O2 H2CO +
2H2O
CH2O + 3C3H8O2 + NH3
senyawa berwarna + 3H2O
Secara otomatis;
mengurangi agen yang
mengganggu
Metode Lain
Spektrometri massa
pengenceran isotop
(IDMS)
Deteksi karakteristik fragmen
setelah ionisasi; kuantifikasi
menggunakan senyawa yang
dilabel isotop
Metode referensi yang
diajukan
Tabel 2.3. Nilai rujukan kadar asam urat (Edmund, 2010)
Populasi Sampel Metode Uricase
Pria dewasa Plasma atau serum 3,5-7,2 mg/dL
Wanita dewasa Plasma atau serum 2,6-6,0 mg/dL
Anak Plasma atau serum 2,0-5,5 mg/dL
Dewasa Urin 24 jam 250-270 mg/hari
2.6 Tikus (Rattus novergicus)
Pengujian dengan menggunakan hewan uji merupakan model pengujian
yang sangat diperlukan dalam penelitian biomedis. Model ini telah digunakan
pada awal penemuan ilmiah dan masih tetap berkontribusi besar hingga sekarang
dalam membantu pegembangan ilmu pengetahuan mengenai fungsi gen
individual, mekanisme penyakit yang berbeda, serta efektivitas dan toksisitas dari
berbagai obat-obatan dan bahan kimia (Johnson, 2012). Hewan percobaan yang
umum digunakan dalam penelitian ilmiah adalah tikus. Tikus atau Rattus
novergicus merupakan hewan percobaan yang ideal karena banyaknya literatur
yang berhubungan dengan hewan tersebut, mudah dalam penanganan, tingkat
Page 34
17
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
kesuburan tinggi, periode kehamilan pendek, pemeliharaan rendah dan dapat
dijadikan model untuk berbagai gangguan dan penyakit manusia (University
Animal Care Committee, 2009).
Tikus putih yang memiliki nama lain Norway rat, termasuk ke dalam
hewan mamalia yang memiliki ekor panjang. Ciri-ciri galur ini yaitu bertubuh
panjang dengan kepala lebih sempit. Telinga tikus ini tebal dan pendek dengan
rambut halus. Mata tikus putih berwarna merah. Ciri yang paling terlihat adalah
ekornya yang panjang. Tikus dewasa berusia 40-60 hari. Bobot badan tikus jantan
pada umur dua belas minggu mencapai 240 gram sedangkan betinanya mencapai
200 gram. Tikus memiliki lama hidup berkisar antara 4-5 tahun dengan berat
badan umum tikus jantan berkisar antara 267-500 gram dan betina 225-325 gram
(Sirois, 2015). Laju pernapasan 70-115 napas/menit, denyut jantung 260-400
denyut/menit, lebih aktif di malam hari (nokturnal), serta rasa ingin tahu tinggi,
pandangan rendah, pendengaran dan penciuman tajam, dan suhu tubuh 370C
(University Animal Care Committee, 2009).
Klasifikasi tikus putih (R. norvegicus) menurut Depkes, 2008:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus novergicus
Tikus putih galur Sprague-Dawley merupakan tikus hibrid albino putih
dengan kepala yang kecil dan ekor lebih panjang dari tubuhnya. Hewan uji galur
ini bersifat tenang dan mudah ditangani (Jhonson, 2012).
Gambar 2.5. Rattus novergicus
Sumber : janvier-labs.com
Page 35
18
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
2.7 Furosemid
Gambar 2.6. Struktur kimia furosemid
Sumber : Depkes RI, 2014
Furosemid (asam 4-kloro-N-furfuril-5-sulfamoilantranilat[54-31-9])
memiliki rumus kimia C12H11ClN2O5S dengan berat molekul 330,74. Furosemid
mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%
C12H11ClN2O5S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Furosemid
berbentuk serbuk hablur; putih sampai hampir kuning; tidak berbau. Praktis tidak
larut dalam air; mudah larut dalam aseton, dimetilformamida dan larutan alkali
hidroksida; larut dalam metanol; agak sukar larut dalam etanol; sukar larut dalam
eter; sangat sukar larut dalam kloroform (Depkes RI, 2014).
Furosemid adalah turunan sulfonamida berdaya diuretik saluretik yang
kuat dan bertitik kerja di ansa Henle. Furosemid efektif pada keadaan edema di
otak dan paru-paru dan digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki
peningkatan pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung (Tjay
& Rahardja, 2007).
Awal kerja obat terjadi dalam 0,5-1 jam setelah pemberian oral, dengan
masa kerja yang relatif pendek ± 6-8 jam. Absorpsi furosemid dalam saluran cerna
cepat, ketersediaanhayatinya 60-69% pada subyek normal, dan ± 91-99% obat
terikat oleh plasma protein. Kadar dalam darah dicapai 0,5-2 jam setelah
pemberian oral, dengan waktu paruh biologis ± 2 jam. Furosemid digunakan
untuk pengobatan hipertensi ringan dan moderat, karena dapat menurunkan
tekanan darah. Dosisnya 20-80 mg/hari (Siswandono & Bambang, 2008).
Page 36
19
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
2.8 Urea
Urea adalah senyawa nitrogen yang mengandung gugus karbonil yang
terikat pada dua kelompok amina dengan aktivitas diuretik osmotik. Urea
terbentuk di hati melalui siklus urea dari amonia dan merupakan produk akhir dari
metabolisme protein. Pemberian urea meningkatkan osmolalitas plasma darah,
yang mengakibatkan peningkatan aliran air dari jaringan, termasuk otak, cairan
serebrospinal dan mata, ke cairan interstisial dan plasma, sehingga mengurangi
tekanan pada jaringan tersebut dan meningkatkan aliran keluar urin (Pubchem,
2018).
Urea (Carbamide;57-13-6;Isourea;Carbonyldiamide) memiliki rumus
kimia CH4N2O dengan berat molekul 60,056g/mol dan memiliki titik leleh
132,70C-135
0C. Urea merupakan senyawa organik yang sangat mudah larut dalam
air dan larut dalam etanol. Berbentuk kristal putih atau serbuk, hampir tidak
berbau. Urea terbentuk dalam jalur siklik yang dikenal hanya sebagai siklus urea.
Dalam siklus ini, kelompok amino yang disumbangkan oleh amonia dan L-
aspartat diubah menjadi urea. Urea pada dasarnya adalah produk limbah; tidak
memiliki fungsi fisiologis. Hal ini dilarutkan dalam darah (pada manusia dalam
konsentrasi 2,5-7,5 mmol/liter) dan diekresikan oleh ginjal dalam urin. Selain itu,
sejumlah kecil urea diekresikan (bersama dengan natrium klorida dan air) dalam
keringat manusia. Urea ditemukan terkait dengan hipomagnesimia primer, yang
merupakan metabolisme bawaan (Pubchem, 2018).
Gambar 2.7. Struktur Kimia Urea
Sumber : www.pubchem.ncbi.nlm.nih.gov
2.9 Simplisia
Menurut Farmakope Herbal Indonesia, simplisia adalah bahan alam yang
telah dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami
Page 37
20
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
pengolahan, kecuali dinyatakan lain, suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari
600C (Depkes RI, 2009). Berdasarkan Materia Medika Indonesia menyebutkan
bahwa simplisia merupakan bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa
bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 2000).
2.10 Ekstrak dan Ekstraksi
2.10.1 Ekstrak
Farmakope Herbal Indonesia menyatakan bahwa ekstrak adalah sediaan
kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani
menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung (Depkes RI,
2009). Menurut Farmakope Indonesia V, ekstrak adalah sediaan pekat yang
diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia
hewani menggunakan pelaut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua
pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian
hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2014).
2.10.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian
tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif
terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula
ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam
mengekstraksinya. Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen
kimia yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip
perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai
terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut
(Harborne, 1987).
2.10.3 Metode Ekstraksi
Berbagai metode ekstraksi dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
(Depkes RI, 2000)
Page 38
21
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
A. Ekstraksi Cara Dingin
1) Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi,
maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian
konsentrasi pada keseimbangan. Remaserasi berarti dilakukan
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan
maserat pertama, dan seterusnya.
2) Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru
sampai penyarian sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya
dilakukan pada temperatur ruang. Proses terdiri dari tahapan
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi
sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus sampai
diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali dari bahan.
B. Ekstraksi Cara Panas
1) Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu
baru, dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi
kontinyu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik.
2) Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut
terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
3) Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur
900C selama 15 menit. Infusa adalah ekstraksi menggunakan
pelarut air pada temperatur penangas air dimana bejana infus
Page 39
22
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur yang digunakan
(96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit).
4) Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit)
dan temperatur sampai titik didih air.
5) Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu)
pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar),
yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-500C.
C. Destilasi Uap
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak
atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan
peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap
air dari ketel secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan
kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut
terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang
memisah sempurna atau memisah sebagian.
D. Cara Ekstraksi Lainnya
1) Ekstraksi Berkesinambungan
Proses ekstraksi yang dilakukan berulang kali dengan pelarut
yang berbeda atau resirkulasi cairan pelarut dan prosesnya tersusun
berurutan beberapa kali. Proses ini dilakukan untuk meningkatkan
efisiensi (jumlah pelarut) dan dirancang untuk beberapa bahan
dalam jumlah besar yang terbagi dalam beberapa bejana ekstraksi.
2) Superkritikal Karbondioksida
Penggunaan prinsip superkritik untuk ekstraksi serbuk
simplisia, dan umumnya digunakan gas karbondioksida. Dengan
variable tekanan dan temperatur akan diperoleh spesifikasi kondisi
polaritas tertentu yang sesuai untuk melarutkan golongan senyawa
kandungan tertentu. Penghilangan cairan pelarut dengan mudah
Page 40
23
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
dilakukan karena karbondioksida menguap dengan mudah,
sehingga hampir langsung diperoleh ekstrak.
3) Ekstraksi Ultrasonik
Getaran ultrasonik (>20.000 Hz) memberikan efek pada
proses ekstrak dengan prinsip meningkatkan permeabilitas dinding
sel, menimbulkan gelembung spontan (cavitation) sebagai stress
dinamik serta menimbulkan fraksi interfase. Hasil ekstraksi
tergantung pada frekuensi getaran, kapasitas alat dan lama proses
ultrasonikasi.
4) Ekstraksi Energi Listrik
Energi listrik digunakan dalam bentuk medan listrik, medan
magnet serta “electric-discharges” yang dapat mempercepat proses
dan meningkatkan hasil dengan prinsip menimbulkan gelombang
spontan dan menyebarkan gelombang tekanan berkecepatan
ultrasonik.
2.11 Parameter-parameter Standar Ekstrak
2.11.1 Parameter Spesifik Ekstrak
Penentuan parameter spesifik merupakan aspek kandungan kimia kulitatif
dan aspek kuantitatif kadar senyawa kimia yang bertanggung jawab langsung
terhadap aktivitas farmakologis tertentu. Menurut Depkes RI (2000), parameter
spesifik ekstrak meliputi :
1. Identitas (parameter identitas ekstrak) meliputi : deskripsi tata nama, nama
ekstrak (generik, dagang, paten), nama lain tumbuhan (sistematika botani),
bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, dsb) dan nama Indonesia
tumbuhan.
2. Organoleptis : Parameter organoleptik ekstrak meliputi penggunaan panca
indera mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa guna pengenalan awal yang
sederhana se-objektif mungkin.
3. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu : melarutkan ekstrak dengan pelarut
(alkohol/air) untuk ditentukan jumlah larutan yang identik dengan jumlah
senyawa kandungan secara gravimetrik. Dalam hal tertentu dapat diukur
Page 41
24
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
senyawa terlarut dalam pelarut lain misalnya heksana, diklorometan, metanol.
Tujuannya untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan.
4. Uji kandungan kimia ekstrak :
a. Pola kromatogram
Pola kromatogram dilakukan sebagai analisis krmatografi sehingga
memberikan pola kromatogram yang khas. Bertujuan untuk memberikan
gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram
(KLT, KCKT) (Depkes RI, 2000).
b. Kadar kandungan kimia tertentu
Suatu kandungan kimia yang berupa senyawa identitas atau senyawa
kimia utama ataupun kandungan kimia lainnya, maka secara kromatografi
instrumental dapat dilakukan penetapan kadar kandungan kimia tersebut.
Instrumen yang dapat digunakan adalah densitometri, kromatografi gas,
KCKT atau instrumen yang sesuai. Tujuannya yakni untuk memberikan
data kadar kandungan kimia tertentu sebagai senyawa identitas atau
senyawa yang diduga bertanggung jawab pada efek farmakologi (Depkes
RI, 2000).
2.11.2 Parameter Non Spesifik Ekstrak (Depkes RI, 2000)
Penentuan parameter non spesifik ekstrak yaitu penentuan aspek kimia,
mikrobiologi, dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan
stabilitas (Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011).
Parameter non spesifik ekstrak menurut Depkes RI (2000) yakni meliputi :
1. Bobot Jenis
Parameter bobot jenis adalah masa per satuan volume yang diukur pada
suhu kamar tertentu (250C) yang menggunakan alat khusus piknometer atau
alat lainnya. Tujuannya adalah memberikan batasan tentang besarnya masa
persatuan volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai
ekstrak pekat (kental) yang masih dapat dituang, bobot jenis juga terkait
dengan kemurnian dari ekstrak dan kontaminan (Depkes RI, 2000).
Page 42
25
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
2. Kadar Air
Parameter kadar air adalah pegukuran kandungan air yang berada
didalam bahan, yang bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau
rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan (Depkes RI, 2000).
3. Kadar Abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur dimana
senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap. Sehingga tinggal
unsur mineral dan anorganik, yang memberikan gambaran kandungan mineral
internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya
ekstrak. Parameter kadar abu ini terkait dengan kemurnian dan kontaminasi
suatu ekstrak (Depkes RI, 2000).
4. Sisa Pelarut
Parameter sisa pelarut adalah penentuan kandungan sisa pelarut tertentu
yang mungkin terdapat dalam ekstrak. Tujuannya adalah memberikan jaminan
bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa pelarut yang memang
seharusnya tidak boleh ada (Depkes RI, 2000).
5. Cemaran Mikroba
Parameter cemaran mikroba adalah penentuan adanya mikroba yang
patogen secara analisis mikrobiologis. Tujuannya adalah memberikan jaminan
bahwa ekstrak tidak boleh mengandung mikroba patogen dan tidak
mengandung mikroba non patogen melebihi batas yang ditetapkan karena
berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan berbahaya (toksik) bagi kesehatan
(Depkes RI, 2000).
6. Cemaran Aflatoksin
Aflatoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh jamur.
Aflatoksin sangat berbahaya karena dapat menyebabkan toksigenik
(menimbulkan keracunan), mutagenik (mutasi gen), teratogenik
(penghambatan pada pertumbuhan janin) dan karsinogenik (menimbulkan
kanker pada jaringan) (Rustian, 1993 dalam Arifin, H., Anggraini, Handayani,
& Rasyid, 2006). Jika ekstrak positif mengandung aflatoksin maka pada media
pertumbuhan akan menghasilkan koloni berwarna hijau kekuningan sangat
cerah (Saifudin, A., Rahayu, & Teruna, 2011).
Page 43
26
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
7. Cemaran Logam Berat
Parameter cemaran logam berat adalah penentuan kandungan logam
berat dalam suatu ekstrak, sehingga dapat memberikan jaminan bahwa ekstrak
tidak mengandung logam berat tertentu (Hg, Pb, Cd, dll) melebihi batas yang
telah ditetapkan karena berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2000).
2.12 Spektrofotometer Serapan Atom
Spektrofotometer secara khusus mengukur konsentrasi bahan kimia berupa
atom bukan senyawa yang disebut spektrofotometer nyala (flame
spectrofotometer) yang memakai obyek nyala api pembakar. Berdasarkan
metodenya (emisi atau absorpsi), dikenal dua jenis spektrofotometer nyala yaitu
spektrofotometer Emisi Nyala atau SEN (Flame Spectrophotometer, FES) dan
Spektrofotometer Serapan Atom atau SSA (Atomic Absorbtion
Spectrophotometry, AAS). Perkembangan FES dimulai sejak tahun 1990,
sedangkan AAS diperkenalkan sekitar tahun 1960. Kedua jenis spektrofotometer
nyala ini beroperasi pada suhu nyala berkisar antara 1700-32000C (Sari, 2010).
2.12.1 Prinsip Kerja Spektrofotometer Serapan Atom
Spektrofotometer serapan atom (SSA) adalah suatu metode analisis untuk
menentukan konsentrasi suatu unsur dalam suatu cuplikan yang didasarkan pada
proses penyerapan radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar
(ground state). Proses penyerapan energi terjadi pada panjang gelombang yang
spesifik dan karakteristik untuk tiap unsur. Proses penyerapan tersebut
menyebabkan atom penyerap tereksitasi, dimana elektron dari kulit atom meloncat
ke tingkat energi yang lebih tinggi. Banyaknya intensitas radiasi yang diserap
sebanding dengan jumlah atom yang berada pada tingkat energi dasar yang
menyerap energi radiasi tersebut. Dengan mengukur tingkat penyerapan radiasi
(absorbansi) atau mengukur radiasi yang diteruskan (transmitansi), maka
konsentrasi unsur di dalam cuplikan dapat ditentukan (Boybul & Iis Haryati,
2009).
Page 44
27
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Metode spektrofotometri serapan atom berdasarkan pada prinsip absorbsi
cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang
tertentu, tergantung pada sifat unsurnya (Gandjar & Rohman, 2007).
2.12.2 Instrumen Spektrofotometri Serapan Atom
Pada sistem instrumentasi spektrofotometer serapan atom dikenal dua jenis
sistem optik yaitu berkas tunggal dan berkas ganda, namun yang banyak
digunakan dalam spektrofotometer serapan atom modern adalah jenis berkas
ganda (Sari, 2010).
Gambar 2.8. Skema instrumentasi spektrofotmeter serapan atom
Sumber : www.gse.bookbinder.co
a. Sumber Sinar
Sumber sinar yang dipakai adalah lampu katoda berongga
(hollow cathoda lamp). Lampu katoda terdiri atas sebuah katoda
berongga berbentuk tabung dan berhadapan dengan anoda dari kawat
wolfram, keduanya terbungkus dengan bahan gelas. Lampu ini diisi
dengan gas mulia seperti argon, neon, helium, atau krypton sampai
tekanan maksimal 1 cmHg. Pada anoda dan katoda dipasang tegangan
sebesar kira-kira 300 V dan melalui katoda dialirkan arus sebesar 10
mA, karenanya katoda menjadi pijar dan mengakibatkan penguapan
atom logam yang elektron-elektronnya mengalami eksitasi dalam
rongga katoda. Lampu ini akan memancarkan emisi spektrum yang
khas untuk logam bahan penyusun katoda. Kelemahan dari lampu
katoda berongga ini adalah bahwa pada alat spektrofotometer serapan
atom harus dipergunakan lampu dengan katoda yang dibuat dari
Page 45
28
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
elemen atau unsur yang sejenis dengan unsur yang dianalisis (Sari,
2010).
b. Monokromator
Monokromator merupakan suatu alat yang diletakkan diantara
nyala dan detektor pada suatu rangkaian instrumentasi
spektrofotometer serapan atom. Ada dua jenis monokromator yang
dipakai yaitu monokromator celah dan kisi difraksi (Sari, 2010).
c. Gas dan Alat Pembakar
Gas dan alat pembakar pada spektrofotometer serapan atom
dikenal dua jenis gas yang bersifat oksidasi dan bahan bakar. Gas
pengoksidasi misalnya udara (O2) atau campuran O2 dan N2O,
sedangkan sebagai bahan bakar adalah gas alam, propana, butana,
asetilen dan H2. Gas pembakar dapat pula berupa campuran udara
dengan propana, udara dengan asetilen (terbanyak dipakai) dan N2O
dengan asetilen. Alat pembakar untuk mendapatkan nyala api juga
perlu diperhatikan. Baik teknik nyala api maupun teknik tanpa nyala
api diharapkan memperoleh uap atom netral suatu unsur dalam sampel.
Teknik dengan nyala api yang banyak terpakai, yang perlu
dikembangkan adalah panjang atau lebar nyala api sehingga dapat
memenuhi hukum Lambert-Beer (Sari, 2010).
d. Kuvet
Kuvet merupakan suatu tempat untuk nyala api dan atom-atom
yang ada didalamnya (Sari, 2010).
e. Detektor
Detektor berfungsi sebagai alat penguat dari spektrum cahaya
yang telah melewati sampel. Syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah
detektor adalah memiliki respon yang linear terhadap energi sinar
dalam kawasan spektrum yang bersangkutan. Pada spektrofotometer
serapan atom detektor yang lazim dipakai adalah Detektor Tabung
Pengadaan (Photon Multiplier Tube Detector, PMTD) (Sari, 2010).
Page 46
29 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
3.1.1 Waktu
Penelitian berlangsung dari bulan Januari sampai dengan Mei 2018.
3.1.2 Tempat
Pembuatan ekstrak dilakukan di Laboratorium Penelitian I dan
Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, pemeliharaan dan perlakuan hewan
uji di Animal House, uji pH urin di Laboratorium Penelitian II, analisa kadar
kreatinin dan asam urat di Laboratoritum Penelitian I Fakultas Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Analisa elektrolit Na+, K
+, dan Cl
- dilakukan di
Laboratorium Peternakan, IPB, Dramaga, Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: blender (Quantum),
timbangan analitik, timbangan hewan, alat-alat gelas, vacuum rotary evaporator
(EYELA), waterbath (EYELA), spektrofotometri serapan atom (SSA),
spektrofotometer uv, dehumidier, botol maserasi, cawan porselen, krus silikat,
oven, tanur, piknometer, pH indikator, tabung mikrohematokrit, sonde oral,
kandang tikus, kandang metabolit, wadah penampung urin, dan disposable
syringe.
3.2.2 Bahan
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun zaitun (Olea
europaea L.), furosemid (Indofarma), urea teknis, reagen kit kreatinin Dyasis,
reagen kit asam urat Dyasis, etanol 70% teknis, kloroform, etanol 96%, H2SO4
encer, NaCl 0,9%, eter, aquades, Na CMC, kertas saring, kapas, dan alumunium
foil.
Page 47
30
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
3.3 Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Sprague-
Dawley dengan berat 150-250 gram yang diperoleh dari Institut Pertanian Bogor.
3.4 Rancangan Penelitian
3.4.1 Besar Sampel
Penelitian ini bersifat eksperimental rancang acak lengkap (experimental
completely design) yang terbagi kedalam 6 kelompok perlakuan dimana masing-
masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus putih jantan galur Sprague-Dawley
(WHO, 2000). Hewan uji yang digunakan sebanyak 30 ekor tikus.
3.4.2 Dosis dan Waktu Perlakuan
Dosis yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari dosis rendah
(150mg/KgBB), dosis sedang (300mg/KgBB), dan dosis tinggi (600mg/KgBB).
Penggunaan dosis ini mengacu pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Al-
Okbi et al (2016) yang menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun zaitun (Olea
europaea L.) pada dosis 600mg/KgBB merupakan dosis yang paling efektif
sebagai diuretik.
Perlakuan diberikan kepada hewan uji selama tujuh hari merujuk pada
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ghibu et al (2015).
Tabel 3.1. Rancangan Percobaan
Kelompok Jumlah Perlakuan
Normal 5 ekor Diberikan suspensi Na-CMC 0,5 %
Kontrol Positif 5 ekor Diberikan suspensi furosemid dengan
dosis 4,111mg/KgBB
Uji I
(Dosis Rendah) 5 ekor
Diberikan suspensi ekstrak dengan
dosis 150mg/kgBB
Uji II
(Dosis Sedang) 5 ekor
Diberikan suspensi ekstrak dengan
dosis 300mg/kgBB
Uji III
(Dosis Tinggi) 5 ekor
Diberikan suspensi ekstrak dengan
dosis 600mg/kgBB
Page 48
31
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
3.5 Prosedur Kerja
3.5.1 Determinasi Tanaman
Daun zaitun (Olea europaea L.) dilakukan pemeriksaan atau determinasi
tanaman di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong,
Bogor, Jawa Barat.
3.5.2 Pembuatan Ekstrak
Daun zaitun (Olea europaea L.) sebanyak 1,5 kg dikumpulkan, kemudian
dicuci dengan air mengalir hingga bersih. Daun zaitun yang telah dicuci
selanjutnya dikeringkan dengan dehumidifier. Daun zaitun yang telah kering
dihaluskan menggunakan blender hingga menjadi serbuk sebanyak 0,5 kg. Serbuk
daun zaitun (Olea europaea L.) selanjutnya dimaserasi menggunakan etanol 70%
selama 72 jam dan sesekali dilakukan pengadukan. Hasil maserasi disaring
dengan kapas dan kertas saring. Selanjutnya, ampas yang didapat dimaserasi
kembali. Penyarian ini dilakukan sebanyak tiga kali. Maserat daun zaitun (Olea
europaea L.) yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan menggunakan rotary
evaporator pada suhu 400C–50
0C sampai diperoleh ekstrak kental lalu ditimbang.
Kemudian dihitung rendemen yang diperoleh.
% Rendemen = Berat ekstrak
Berat simplisia awal x 100%
3.5.3 Penapisan Fitokimia
3.5.3.1 Alkaloid
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 2 ml etanol
70% kemudian diaduk, ditambahkan 5 ml HCl 2 N, dipanaskan pada penangas air.
Setelah dingin, campuran disaring dan filtrat ditambahkan beberapa tetes reagen
Mayer. Sampel kemudian diamati hingga keruh atau ada endapan (Mojab,
Kamalinejad, Ghaderi, & Vahidipour, 2003).
3.5.3.2 Flavonoid
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dalam cawan ditambahkan 2 ml etanol 70%
kemudian diaduk, ditambahkan serbuk magnesium 0,5 g dan 3 tetes HCl pekat.
Terbentuknya warna jingga sampai merah menunjukkan adanya flavon, merah
Page 49
32
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
sampai merah padam menunjukkan flavanol, merah padam sampai merah
keunguan menunjukan flavanon (Mojab, Kamalinejad, Ghaderi, & Vahidipour,
2003).
3.5.3.3 Tanin
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dalam cawan ditambahkan 2 ml etanol 70%
kemudian diaduk dibagi menjadi 3 tabung reaksi, tabung pertama ditambahkan
FeCl3 sebanyak 3 tetes, jika menghasilkan biru karakteristik, biru-hitam, hijau
atau biru hijau dan endapan maka menunjukkan adanya senyawa tanin. Kedua,
ditambahkan pereaksi stiasny kemudian dipanaskan, positif tanin terkondensasi
berwarna merah jambu. Ketiga, ditambahkan natrium asetat dan FeCl3, positif
tanin terhidrolisis biru tinta (Mojab, Kamalinejad, Ghaderi, & Vahidipour, 2003).
3.5.3.4 Saponin
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 2 ml etanol
70% kemudian diaduk, ditambahkan dengan 20 ml aquabides dan dikocok
kemudian didiamkan selama 15-20 menit. Jika tidak ada busa = negatif; busa
lebih dari 1 cm = positif lemah; busa dengan tinggi 1,2 cm = positif; dan busa
lebih besar dari 2 cm= positif kuat (Mojab, Kamalinejad, Ghaderi, & Vahidipour,
2003).
3.5.3.5 Terpenoid
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 2 ml etanol
70% kemudian diaduk, ditambahkan 1 ml kloroform dan 1 ml asetat anhidrida
lalu didinginkan. Setelah dingin, ditambahkan H2SO4. Jika terjadi warna
kemerahan, menunjukkan adanya triterpenoid (Ghosal dan Mandal, 2012)
3.5.3.6 Steroid
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 2 ml etanol
70% kemudian diaduk, ditambahkan 2 ml kloroform, kemudian ditambahkan 2 ml
H2SO4 pekat dengan cara diteteskan pelan-pelan dari sisi dinding tabung reaksi.
Page 50
33
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Pembentukan cincin warna merah menunjukkan adanya steroid (Ghosal dan
Mandal, 2012).
3.5.4 Pengujian Parameter Spesifik
3.5.4.1 Identitas
Pendeskripsian tata nama, yaitu nama ekstrak, nama latin tumbuhan,
bagian tumbuhan yang digunakan, dan nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI,
2000).
3.5.4.2 Organoleptik
Penetapan organoleptik yaitu dengan pengenalan secara fisik dengan
menggunakan panca indera dalam mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa
(Depkes RI, 2000).
3.5.4.3 Senyawa Terlarut dalam Pelarut
Pengujian senyawa terlarut dalam pelarut tertentu dalam ekstrak terdiri
dari kadar senyawa yang terlarut dalam air dan kadar senyawa yang terlarut dalam
etanol (Depkes RI, 2000).
(i) Kadar Senyawa yang Larut dalam Air
Sejumlah 1 g ekstrak (W1) dimaserasi dengan 25 ml kloroform selama
24 jam menggunakan labu ukur sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam
pertama. Kemudian didiamkan selama 18 jam dan disaring. Filtrat
sebanyak 5 ml diuapkan dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah
ditara (W0) dengan cara didiamkan sampai pelarutnya menguap dan
tersisa residunya, kemudian dipanaskan residu pada suhu 1050C hingga
bobot tetap (W2) (Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011).
Kadar senyawa larut air = W2−W0
W1 x 100%
Keterangan :
W0 = bobot cawan kosong (gram)
W1 = bobot ekstrak awal (gram)
W2 = bobot cawan + residu yang dioven (gram)
Page 51
34
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
(ii) Kadar Senyawa yang Larut dalam Etanol
Sejumlah 1 g ekstrak (W1) dimaserasi dengan 25 ml etanol 96%
selama 24 jam dengan menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali
dikocok selama 6 jam pertama. Kemudian didiamkan selama 18 jam dan
disaring cepat untuk menghindarkan penguapan etanol. Filtrat sebanyak 5
ml diuapkan dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara (W0)
dengan cara didiamkan sampai pelarutnya menguap dan tersisa residunya,
panaskan residu pada sushu 1050C hingga bobot tetap (W2) (Saifudin,
Rahayu, & Teruna, 2011).
Kadar senyawa larut etanol = W2−W0
W1 x 100%
Keterangan :
W0 = bobot cawan kosong (gram)
W1 = bobot ekstrak awal (gram)
W2 = bobot cawan + residu yang dioven (gram)
3.5.5 Pengujian Parameter Non Spesifik
3.5.5.1 Kadar Abu
(i) Penetapan Kadar Abu Total
Sebanyak 1 gram ekstrak ditimbang seksama (W1) dimasukkan dalam
krus silikat yang sebelumnya telah dipijarkan dan ditimbang (W0). Setelah
itu ekstrak dipijar dengan menggunakan tanur secara perlahan-lahan
(dengan suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600±250C (Depkes RI,
1980 dalam Arifin, H., Anggraini, Handayani, & Rasyid, 2006) hingga
arang habis. Kemudian ditimbang hingga bobot tetap (W2)
%Kadar Abu Total = W2−W0
W1 x 100%
Keterangan :
W0 = bobot cawan kosong (gram)
W1 = bobot ekstrak awal (gram)
W2 = bobot cawan + ekstrak setelah diabukan (gram)
Page 52
35
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
(ii) Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu didihkan dengan 25 ml
asam sulfat encer selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut
asam. Kemudian disaring dengan kertas saring bebas abu dan residunya
dibilas dengan air panas. Abu yang tersaring dan kertas saringnya
dimasukkan kembali dalam krus silikat yang sama. Setelah itu ekstrak
dipijar dengan menggunakan tanur secara perlahan-lahan (dengan suhu
dinaikan secara bertahap hingga 600±250C (Depkes RI, 1980 dalam
Arifin, H., Anggraini, Handayani, & Rasyid, 2006) hingga arang habis.
Kemudian ditimbang hingga bobot tetap (W2)
%Kadar Abu Total = W2−(C x 0,0076)− W0
W1 x 100%
Keterangan :
W0 = bobot cawan kosong (gram)
C = bobot kertas saring (gram)
W1 = bobot ekstrak awal (gram)
W2 = bobot cawan + abu yang tidak larut asam (gram)
3.5.5.2 Bobot Jenis
Piknometer yang bersih, kering ditimbang. Kemudian dikalibrasi dengan
menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru didihkan pada suhu 250C
kemudian ditimbang (W1). Ekstrak cair diatur suhunya kurang lebih 200C lalu
dimasukkan ke dalam piknometer kosong, buang kelebihan ekstrak, atur suhu
piknometer yang telah diisi hingga suhu 250C kemudian ditimbang (W2) (Depkes
RI, 2000).
d = W2−W0
W1−W0
Keterangan :
d = bobot jenis
W0 = bobot piknometer kosong (gram)
W1 = bobot piknometer + air (gram)
W2 = bobot piknometer + ekstrak (gram)
Page 53
36
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
3.5.5.3 Kadar Air
Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 gram sampai 2 gram dan
dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah
dipanaskan pada suhu 1050C selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum
ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang dengan cara menggoyangkan
botol hingga menjadi lapisan setebal kurang lebih 5mm-10mm. Jika ekstrak yang
diuji berupa ekstrak kental, ratakan dengan bantuan pengaduk. Kemudian
dimasukkan ke dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu
1050C hingga bobot tetap (Depkes RI, 2000).
Kadar Air = W0−W1
W0 x 100%
Keterangan :
W0 = bobot ekstrak sebelum dioven (gram)
W1 = bobot ekstrak setelah dioven (gram)
3.5.5.4 Sisa Pelarut
Ekstrak mengandung etanol 30% atau kurang. Timbang sejumlah 2 gram
ekstrak kental kemudian dilarutkan dalam air sampai 25 ml, lalu dimasukkan
kedalam labu destilasi. Diatur suhu destilat pada 78,50C. Dicatat destilasi hingga
diperoleh destilat kurang lebih 2 ml lebih kecil dari volume cairan uji (destilasi
selama 2 jam atau tidak menetes lagi). Ditambahkan air sampai 25 ml. Ditetapkan
bobot jenis cairan pada suhu 250C seperti yang tertera pada penetapan bobot jenis.
Hitung persentase dalam volume dari etanol dalam cairan menggunakan Table
Bobot Jenis dan Kadar Etanol pada Farmakope Indonesia Edisi IV (Depkes RI,
2000).
3.5.6 Penyiapan Ekstrak Uji
3.5.6.1 Pembuatan Suspensi Na-CMC 0,5%
Sejumlah Na-CMC ditimbang lalu dikembangkan dengan aquades hangat
(600C) sejumlah 20 kalinya. Setelah mengembang Na-CMC digerus secara
konstan sambil dicukupkan hingga jumlah volume tertentu.
Page 54
37
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
3.5.6.2 Pembuatan Suspensi Ekstrak Daun Zaitun
Dibuat sediaan uji dengan 3 variasi dosis. Masing-masing dosis dibuat
sebanyak 10 ml:
a. Dosis 150 mg/KgBB
Suspensi dibuat dengan menimbang ekstrak etanol 70% daun zaitun
(Olea europaea L.) sebanyak 0,375 gram dan disuspensikan kedalam suspensi
Na-CMC 0,5 %.
b. Dosis 300 mg/KgBB
Suspensi dibuat dengan menimbang ekstrak etanol 70% daun zaitun
(Olea europaea L.) sebanyak 0,75 gram dan disuspensikan kedalam suspensi
Na-CMC 0,5 %.
c. Dosis 600 mg/KgBB
Suspensi dibuat dengan menimbang ekstrak etanol 70% daun zaitun
(Olea europaea L.) sebanyak 1,5 gram dan disuspensikan kedalam suspensi
Na-CMC 0,5 %.
3.5.6.3 Pembuatan Suspensi Furosemid
Dibuat sediaan suspensi furosemid dengan dosis yang telah dikonversi dari
dosis manusia, yaitu 4,111 mg/KgBB :
Suspensi dibuat dengan cara menimbang serbuk furosemid sebanyak 0,01028
gram lalu disuspensikan kedalam suspensi Na-CMC 0,5%. Sediaan ini dibuat
sebanyak 10 ml.
3.5.6.4 Pembuatan Larutan Urea
Dibuat sediaan larutan urea dengan dosis 1.000 mg/KgBB :
Larutan dibuat dengan cara menimbang serbuk urea sebanyak 2,5 gram lalu
dilarutkan kedalam aquadest. Sediaan ini dibuat sebanyak 10 ml.
3.5.7 Penyiapan Hewan Uji
Sebelum diberi perlakuan, tikus jantan galur Sprague-Dawley
diaklimatisasi di Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan selama
1 sampai 2 minggu agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru.
Page 55
38
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Selama proses aklimatisasi, tikus diberi makan dan minum ad libitum dan
dilakukan pengamatan kondisi umum tikus serta ditimbang berat badannya. Tikus
yang digunakan untuk penelitian adalah tikus yang sehat, yaitu tikus yang berat
badannya tidak mengalami perubahan lebih dari 10% selama proses aklimatisasi
dan secara visual memperlihatkan perilaku yang normal.
3.5.8 Pemberian Perlakuan
Penelitian ini dilakukan terhadap 30 ekor tikus putih jantan galur Sprague
Dawley yang dibagi menjadi 6 kelompok uji dengan perlakuan yang berbeda,
sesuai dengan jenis perlakuan yang tertera pada tabel rancangan percobaan. Selain
perlakuan tersebut, dilakukan juga pengukuran volume urin pada kelompok tikus
yang diberi urea dengan dosis 1g/KgBB. Perlakuan urea ini dilakukan untuk
mengitung nilai Lipschitz. Masing-masing hewan uji tiap kelompok diberikan 2
ml larutan NaCl 0,9%. Kemudian diberikan ekstrak etanol 70% daun zaitun (Olea
europaea L.) kepada hewan uji yang telah disuspensikan dalam Na-CMC 0,5%
dan diberikan secara oral menggunakan sonde. Pemberian perlakuan diberikan
selama 7 hari, satu hari sekali setiap pagi.
3.5.9 Uji Aktivitas Diuretik
Pengambilan urin tikus dilakukan di hari ke-7 perlakuan pada jam ke-1, 2,
3, 4, 5 dan 24 jam. Urin yang tertampung pada wadah penampungan urin diambil
dengan menggunakan disposable syringe dan kemudian dicatat volumenya selama
waktu pengamatan. pH total urin dari masing-masing hewan diukur dengan
menggunakan pH meter. Kadar Na+
dan K+
diukur dengan spektrofotometer
serapan atom (SAA) dan kadar Cl- diukur dengan metode kolorimeter.
3.5.10 Pengambilan Sampel Darah
Pengambilan darah dilakukan melalui sinus orbital mata tikus pada jam ke
24. Tikus diberikan anestesi umum secara inhalasi dengan eter. Pada mata tikus,
tabung mikrohematokrit dimasukkan ke dalam pangkal bola mata sambil diputar
halus ke arah belakang bola mata sehingga darah mengalir melalui tabung
mikrohematokrit tersebut.
Page 56
39
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Darah ditampung secara hati-hati ke dalam mikrotube, kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Serum yang diperoleh
kemudian dipisahkan dengan mikropipet lalu disimpan dalam lemari pendingin
pada suhu 2-80C hingga dilakukan pengukuran asam urat dan kreatinin.
3.5.11 Pengukuran Asam Urat dan Bersihan Kreatinin
Kadar asam urat diukur dari sampel serum darah. Kadar kreatinin diukur
dari sampel serum darah dan urin 24 jam. Pengukuran kadar kreatinin dan asam
urat dilakukan dengan metode kolorimeter (Al-Okbi, 2016 dengan perubahan).
3.5.12 Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisa menggunakan program pengolahan data
statistik SPSS 22. Apabila uji normalitas dan uji homogenitas memenuhi
persyaratan maka dilakukan uji one-way ANOVA yang dilanjutkan dengan uji
Least Significant Difference (LSD), sedangkan apabila uji normalitas dan uji
homogenitas tidak memenuhi persyaratan maka dilakukan uji non parametric
(Kruskal Wallis) yang dilanjutkan dengan uji Mann Whitney.
Page 57
40 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense. Hasil
determinasi tumbuhan menunjukkan bahwa tumbuhan uji adalah benar daun
zaitun (Olea europaea L.) yang merupakan famili Oleaceae. Surat pernyataan
hasil identifikasi/determinasi tanaman dapat dilihat pada lampiran 1.
4.1.2 Ekstraksi
Daun zaitun (Olea europaea L.) segar sebanyak 1,5 kg yang diperoleh dari
Jonggol Farm, Jonggol, Bogor terlebih dahulu dicuci dan di keringkan
menggunakan humudifier. Daun zaitun yang sudah kering kemudian dihaluskan
dengan blender sehingga diperoleh 500 gram serbuk daun zaitun (Olea europaea
L.). Serbuk selanjutnya dimaserasi berulang sebanyak 3 kali menggunakan pelarut
etanol 70% sebanyak 3,7 L sehingga dihasilkan maserat yang berwarna lebih
bening dibandingkan dengan maserat awal. Maserat selanjutnya dipekatkan
dengan vacuum rotary evaporator. Hasil pemekatan menghasilkan ekstrak kental
sebanyak 92,28 gram dengan rendemen sebesar 18,456%. Perhitungan rendemen
dapat dilihat pada lampiran 12.
4.1.3 Penapisan Fitokimia
Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 70% daun zaitun (Olea europaea
L.) menunjukkan terdapat beberapa golongan metabolit sekunder sebagai berikut:
Tabel 4.1 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Daun Zaitun
Golongan Senyawa Hasil Keterangan
Alkaloid + Dragendorf = Terdapat endapat jingga coklat
Mayer = Terdapat endapan putih
Flavonoid + Terbentuk warna jingga
Terpenoid + Terbentuk warna hijau
Steroid - Terbentuk warna hijau
Triterpenoid - Terbentuk warna hijau
Saponin + Terbentuk buih yang stabil
Glikosida + Terbentuk warna hijau
Tanin + Terbentuk warna hijau kecoklatan
Page 58
41
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
4.1.4 Pengujian Parameter Ekstrak
Hasil pengujian parameter spesifik dan non-spesifik ekstrak etanol 70%
daun zaitun dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Parameter Ekstrak Etanol 70% Daun Zaitun
Parameter Hasil
Parameter Spesifik
Identitas Ekstrak
Nama ekstrak Ekstrak etanol 70% daun zaitun (Olea
europaea L.)
Nama latin tumbuhan Olea europaea L.
Bagian tumbuhan yang digunakan Daun
Nama Indonesia tumbuhan Zaitun
Organoleptik
Bentuk Kental
Warna Coklat
Bau Khas
Rasa Pahit
Senyawa Terlarut dalam Pelarut
Kadar senyawa yang larut dalam air 0,361%
Kadar senyawa yang larut dalam etanol 15,075%
Parameter Nonspesifik
Kadar Abu
Kadar abu total 0,339%
Kadar abu yang tidak larut dalam asam 6,911%
Kadar Air 15,363%
Bobot Jenis 0,696 gram/ml
Sisa Pelarut 0%
4.1.5 Pengukuran Volume Urin
Hasil pengukuran volume urin kumulatif selama 24 jam dapat dilihat pada
tabel 4.3.
Tabel 4.3 Rerata Volume Urin Kumulatif
Jam
ke-
Volume Urin (ml) ± SD
Normal 150mg/kgbb 300mg/kgbb 600mg/kgbb Kontrol
Positif Urea
1 0.000±0.000 0.000±0.000 0.000±0.000 0.000±0.000 0.838±0.374 0.000±0.000
2 0.036±0.080 0.000±0.000 0.000±0.000 0.074±0.165 1.476±0.695 0.606±0.407
3 0.122±0.217 0.020±0.045 0.000±0.000 0.074±0.165 1.700±1.011 0.936±0.170
4 0.184±0.215 0.100±0.173 0.000±0.000 0.200±0.346 1.936±1.281 1.190±0.253
5 0.270±0.264 0.220±0.438 0.240±0.339 0.368±0.628 2.346±1.281 1.396±0.377
24 2.100±0.480 1.840±0.207 2.300±0.381 3.240±0.783 4.640±0.885 3.600±0.604
Keterangan : Pada jam ke 5 terdapat perbedaan yang bermakna pada semua kelompok
ekstrak uji dan kelompok normal terhadap kelompok kontrol positif (≤0,05). Pada jam ke
24 terdapat perbedaan yang bermakna pada kelompok ekstrak uji dosis 600mg/kgbb
terhadap kelompok normal (≤0,05) pada jam ke 24.
Page 59
42
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Hasil pengukuran volume urin kumulatif selama 24 jam menunjukkan
adanya peningkatan volume urin (Gambar 4.1)
Gambar 4.1 Grafik Volume Urin Kumulatif
Hasil perhitungan indeks diuretik dapat dilihat pada tabel 4.4. Pada indeks
diuretik tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% daun zaitun yang
beraktivitas sebagai diuretik yakni pada dosis 600mg/kgbb dengan mulai kerja
lama (24 jam).
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Indeks Diuretik
Kelompok Indeks Diuretik (T/U)
Jam ke-5 Jam ke-24
Normal 0.193 0.583
150mg/kgBB 0.158 0.511
300mg/kgBB 0.172 0.639
600mg/kgBB 0.264 0.900
Kontrol Positif 1.681 1.289
4.1.6 Pengukuran pH
Hasil pengukuran rerata pH urin 24 jam dapat dilihat pada tabel 4.5.Hal
tersebut menunjukkan bahwa pH urin pada seluruh kelompok ekstrak uji dan
kelompok kontrol positif mengalami peningkatan terhadap kelompok normal.
1 2 3 4 5 24
Normal 0 0.036 0.122 0.184 0.27 2.1
150mg/kgbb 0 0 0.02 0.1 0.22 1.84
300mg/kgbb 0 0 0 0 0.24 2.3
600mg/kgbb 0 0.074 0.074 0.2 0.368 3.24
Kontrol Positif 0.838 1.476 1.7 1.936 2.346 4.64
00.5
11.5
22.5
33.5
44.5
5
Vo
lum
e U
rin
(m
l)
Jam ke-
Grafik Volume Urin Kumulatif
Normal
150mg/kgbb
300mg/kgbb
600mg/kgbb
Kontrol Positif
Page 60
43
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Tabel 4.5 Rerata pH Urin 24 jam
Kelompok Rerata pH ± SD
Normal 7.000±0.000
150mg/kgBB 7.600±0.548
300mg/kgBB 7.600±0.548
600mg/kgBB 8.000±0.000
Kontrol Positif 8.000±0.000
Keterangan : Terdapat perbedaan yang bermakna pada seluruh kelompok ekstrak uji dan
kelompok kontrol positif terhadap kelompok normal (≤0,05).
4.1.7 Pengukuran Kadar Natrium, Kalium dan Klorida
Hasil pengukuran kadar natrium, kalium dan klorida dapat dilihat pada
tabel 4.6, dimana terjadi peningkatan kadar kalium dan klorida pada seluruh
kelompok ekstrak uji dan kelompok kontrol positif terhadap kelompok normal,
sedangkan pada kadar natrium terdapat penurunan pada kelompok ekstrak uji
dosis 600mg/kgbb terhadap kelompok normal.
Tabel 4.6 Rerata Konsentrasi Natrium, Kalium dan Klorida Urin 24 jam
Kelompok Kadar (ppm) ±SD
Natrium Kalium Klorida
Normal 1822.092±336.241 2321.054±613.229 12426.668±5371.159
150mg/kgBB 2747.594±489.782 3681.036±1025.502 26704.878±6661.364
300mg/kgBB 2149.424±232.488 3775.380±589.346 19138.496±3083.613
600mg/kgBB 1752.662±668.521 4180.006±864.934 15423.550±4638.269
Kontrol Positif 2818.674±1011.924 3721.1480±408.487 23915.700±4296.566
Keterangan : Pada konsentrasi natrium terdapat perbedaan yang bermakna antara
kelompok ekstrak uji dosis 150mg/kgbb dan kelompok kontrol positif terhadap
kelompok normal (≤0,05). Pada konsentrasi kalium terdapat perbedaan yang bermakna
pada seluruh kelompok ekstrak uji dan kelompok kontrol positif terhadap kelompok
normal (≤0,05). Pada konsentrasi klorida terdapat perbedaan yang bermakna antara
kelompok ekstrak uji dosis 150mg/kgbb, 300mg/kgbb, dan kelompok kontrol positif
terhadap kelompok normal (≤0,05).
Hasil perhitungan indeks saluretik, natriuretik dan CAI dapat dilihat pada
tabel 4.7. Indeks tersebut menunjukkan bahwa ekstrak uji dosis 600mg/kgbb
memiliki aktivitas diuretik dengan melakukan penghambatan terhadap karbonik
anhidrase (CAI).
Page 61
44
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Indeks Saluretik, Natriuretik dan CAI Urin 24 jam
Kelompok Indeks Saluretik Indeks Natriuretik Indeks CAI
Normal 1.000 1.000 1.000
150mg/kgbb 1.552 0.951 1.385
300mg/kgbb 1.430 0.725 1.077
600mg/kgbb 1.432 0.534 0.867
Kontrol Positif 1.578 0.965 1.219
4.1.8 Pengukuran Kadar Asam Urat
Hasil pengukuran rerata asam urat dapat dilihat pada tabel 4.8. Pada
seluruh kelompok ekstrak uji dan kelompok kontrol positif terdapat peningkatan
kadar asam urat terhadap kelompok normal.
Tabel 4.8 Rerata Kadar Asam Urat
Kelompok Rerata Kadar Asam Urat (mg/dl) ± SD
Normal 0.884±0.514
150mg/kgBB 1.314±0.570
300mg/kgBB 1.881±0.547
600mg/kgBB 1.192±0.927
Kontrol Positif 1.451±0.554
Keterangan : Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antar kelompok (>0,05).
4.1.9 Pengukuran Bersihan Kreatinin
Hasil pengukuran rerata kadar kreatinin urin dapat dilihat pada tabel 4.9.
Rerata kadar kreatinin urin mengalami penurunan pada seluruh kelompok ekstrak
uji dan kelompok kontrol positif terhadap kelompok normal.
Tabel 4.9 Rerata Kadar Kreatinin Urin
Kelompok Rerata Kadar Kreatinin Urin (mg/dl) ± SD
Normal 6.062±2.419
150mg/kgBB 4.031±1.860
300mg/kgBB 6.031±0.902
600mg/kgBB 4.985±2.094
Kontrol Positif 2.523±1.214
Hasil pengukuran rerata kadar kreatinin serum dapat dilihat pada tabel
4.10. Rerata kadar kreatinin serum mengalami peningkatan pada kelompok
ekstrak uji dosis 150mg/kgbb dan 300mg/kgbb dan penurunan pada kelompok
ekstrak uji dosis 600mg/kgbb dan kelompok kontrol positif terhadap kelompok
normal.
Page 62
45
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Tabel 4.10 Rerata Kadar Kreatinin Serum
Kelompok Rerata Kadar Kreatinin Plasma (mg/dl) ± SD
Normal 1.200±0.315
150mg/kgBB 1.508±0.296
300mg/kgBB 1.262±0.548
600mg/kgBB 1.138±0.416
Kontrol Positif 1.169±0.233
Hasil pengukuran rerata bersihan kreatinin dapat dilihat pada tabel 4.11.
Rerata bersihan kreatnin mengalami penurunan pada kelompok ekstrak uji dosis
150mg/kgbb dan kelompok kontrol positif dan peningkatan pada kelompok
ekstrak uji dosis 300mg/kgbb dan 600mg/kgbb terhadap kelompok normal.
Tabel 4.11 Rerata Bersihan Kreatinin
Kelompok Rerata Bersihan Kreatinin (ml/min) ± SD
Normal 0.008±0.006
150mg/kgBB 0.003±0.001
300mg/kgBB 0.010±0.007
600mg/kgBB 0.010±0.004
Kontrol Positif 0.007±0.003
Keterangan : Terdapat perbedaan yang bermakna pada kelompok ekstrak uji dosis
150mg/kgbb terhadap kelompok normal (≤0,05).
4.2 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas ekstrak etanol 70% daun
zaitun (Olea europaea L.) sebagai diuretik selama 7 hari pemberian ekstrak
terhadap parameter volume urin, pH urin, konsentrasi natrium, kalium klorida,
kadar asam urat serta bersihan kreatinin terhadap tikus putih jantan galur Sprague-
Dawley. Bahan tanaman uji yang digunakan dalam penelitian ini yakni daun
zaitun (Olea europaea L.). Daun zaitun telah diteliti memiliki banyak khasiat
diantaranya sebagai antidiabetes, antihipertensi, antimikroba, antikanker, dan
antioksidan. Tanaman zaitun dalam penelitian ini berjenis Black Mansion yang
diperoleh dari Jonggol Farm, Jonggol, Bogor. Tanaman zaitun yang diambil yaitu
bagian daun, baik daun tua maupun daun muda. Tanaman lalu dideterminasi di
Herbarium Bogoiense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi – Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong, Bogor. Tujuan dari determinasi ini
untuk memastikan bahwa tanaman uji yang akan digunakan adalah benar sesuai
dengan tanaman uji yang dimaksud yakni daun zaitun. Hasil determinasi tanaman
europaea L. yang merupakan famili Oleaceae.
Page 63
46
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Daun zaitun sebanyak 1,5 kg dibuat menjadi simplisia. Daun zaitun
disortasi basah untuk memisahkan kotoran dan bahan lain dari daun zaitun. Daun
zaitun kemudian dicuci dengan menggunakan air mengalir untuk membersihkan
kotoran yang masih menempel pada daun. Kemudian daun zaitun dikeringkan
dengan menggunakan humudifier. Daun zaitun kering kemudian disortasi kembali
sebelum dihaluskan untuk menghilangkan sisa kotoran yang ada. Penghalusan
daun zaitun dilakukan dengan menggunakan blender dan diperoleh serbuk daun
zaitun sebanyak 500 gram.
Sebanyak 500 gram serbuk daun zaitun dimaserasi dengan menggunakan
pelarut etanol 70%. Metode maserasi dipilih karena proses pengerjaan dan alat
yang digunakan cukup sederhana. Disamping itu, teknik maserasi merupakan
teknik yang baik untuk menarik senyawa-senyawa yang tidak tahan terhadap
pemanasan. Tujuan dari maserasi yakni untuk melarutkan zat aktif yang terdapat
di dalam sel tumbuhan, sehingga zat aktif akan terdesak keluar dari sel. Pemilihan
etanol sebagai pelarut berdasarkan metode yang distandarisasi BPOM (2005)
bahwa untuk ekstraksi suatu bahan yang akan digunakan sebagai obat harus
menggunakan etanol sebagai pelarutnya. Etanol memiliki sifat mudah menguap,
murah, mudah didapat dan cukup aman. Etanol juga merupakan pelarut yang
diperbolehkan dalam proses pembuatan ekstrak karena merupakan pelarut yang
memenuhi syarat kefarmasian atau pharmaceutical grade, sedangkan jenis pelarut
lain seperti metanol (alkohol turunannya), heksana (hidrokarbon alifatik), toluen
(hidrokarbon aromatik), kloroform (dan segolongannya), aseton, umumnya
digunakan sebagai pelarut untuk tahap separasi dan tahap pemurnian (fraksinasi).
Khusus metanol, dihindari penggunaannya (Depkes RI, 2000). Etanol sebesar
70% digunakan karena etanol 70% merupakan pelarut polar sehingga dapat
menarik senyawa dari polar hingga non polar (Sulastri, 2008). Selain itu, etanol
70% dapat menarik senyawa flavonoid (Harborne, 1987). Flavonoid merupakan
salah satu senyawa yang berperan terhadap aktivitas diuretik. Maserasi serbuk
daun zaitun dilakukan secara berulang dengan menggunakan etanol 70% sebanyak
3,7 L hingga maserat menjadi bening. Maserasi dilakukan selama 3 hari dengan
pengadukan tiap harinya. Pengadukan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh
dalam proses maserasi, hal ini dikarenakan pengadukan dapat memperbanyak
Page 64
47
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
kontak antara bahan dengan pelarut sehingga didapat derajat homogenitas yang
tinggi dan diperoleh hasil ekstraksi yang tinggi (Dewi K.H et al, 2014). Hasil
maserasi disaring dengan kapas dan kertas saring, kemudian maserat ditampung.
Maserat daun zaitun yang diperoleh selanjutnya dipekatkan dengan
vaccum rotary evaporator untuk menghilangkan pelarutnya yakni etanol 70%.
Pemekatan dilakukan dengan kecepatan rotor 5-7 dan suhu penangas air 500C
tujuannya untuk mencegah hilangnya senyawa bioaktif yang tidak tahan panas
atau dapat terdegradasi akibat pemanasan (Handoko, 2007). Pemekatan dilakukan
hingga diperoleh ekstrak etanol 70% daun zaitun dengan konsistensi yang kental.
Hasil pemekatan maserat dengan vaccum rotary evaporator menghasilkan ekstrak
kental sebanyak 92,28 gram dari simplisia sebanyak 500 gram sehingga rendemen
yang dihasilkan sebesar 18,456%.
Ekstrak etanol 70% daun zaitun dilakukan penapisan fitokimia. Tujuan
penapisan fitokimia pada ekstrak yaitu sebagai tahap awal mengidentifikasi
kandungan kimia ekstrak tersebut. Pada penelitian ini dilakukan uji penapisan
fitokimia terhadap senyawa alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, triterpenoid,
saponin, glikosida, dan tanin. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% daun
zaitun positif mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin,
glikosida, serta tanin.
Selanjutnya dilakukan pengujian parameter standar ekstrak terhadap
ekstrak etanol 70% daun zaitun yang meliputi parameter spesifik dan non spesifik.
Parameter spesifik meliputi pemeriksaan identitas, pengamatan organoleptik, serta
kadar senyawa terlarut dalam pelarut. Pemeriksaan identitas bertujuan untuk
memberikan identitas obyektif dari nama dan spesifik dari senyawa identitas
(Depkes RI, 2000). Hasil dari pemeriksaan identitas terhadap ekstrak tersebut
berupa nama ekstrak yakni ekstrak etanol 70% daun zaitun (Olea europaea L.),
nama latin tumbuhan yakni Olea europaea L., bagian tumbuhan yang digunakan
yakni daun, serta nama Indonesia tumbuhan yakni zaitun. Kemudian dilakukan
pengamatan terhadap organoleptik ekstrak menggunakan pancaindera untuk
mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa yang bertujuan sebagai pengenalan
awal yang sederhana seobyektif mungkin (Depkes RI, 2000). Ekstrak yang
dihasilkan memiliki bentuk kental, berwarna coklat, berbau aromatik, serta
Page 65
48
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
memiliki rasa yang pahit. Selanjutnya dilakukan pengujian senyawa terlarut dalam
pelarut tertentu, yakni air dan etanol. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk
memberikan gambaran awal jumlah senyawa yang terkandung dalam ekstrak
(Depkes, 2000). Kadar senyawa terlarut dalam pelarut air yang dihasilkan
sebanyak 0,361% dan kadar senyawa terlarut dalam pelarut etanol yang dihasilkan
sebanyak 15,075%. Hal ini berarti ekstrak lebih banyak terlarut didalam etanol
daripada di dalam air. Kadar zat terlarut ini merupakan uji kemurnian ekstrak
untuk mengetahui jumlah terendah kandungan kimia ekstrak yang terlarut dalam
pelarut tertentu (Anam, 2013).
Pemeriksaan parameter non spesifik meliputi kadar abu, bobot jenis, kadar
air, dan sisa pelarut. Pemeriksaan kadar abu bertujuan untuk memberikan
gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal
sampai terbentuknya ekstrak (Depkes RI, 2000). Ekstrak dipanaskan pada suhu
tinggi hingga senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap hingga
tersisa unsur mineral dan unsur anorganik saja (Anam, 2013). Kadar abu yang
dihasilkan yakni kadar abu total sebanyak 0,339% dan kadar abu yang tidak larut
dalam asam sebanyak 6,911%. Kadar abu ekstrak daun zaitun yang diperoleh
telah memenuhi persyaratan yakni tidak boleh lebih dari 10,2% (Depkes RI,
2009). Pemeriksaan bobot jenis bertujuan untuk memberikan batasan tentang
besarnya masa per satuan volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair
sampai ekstrak pekat (kental) yang masih dapat dituang. Bobot jenis yang
dihasilkan sebesar 0,696 gram/ml. Bobot jenis juga berkaitan dengan kontaminasi
dan kemurnian ekstrak (Depkes RI, 2000). Pemeriksaan kadar air bertujuan untuk
memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di
dalam bahan (Depkes RI, 2000). Hal ini bertujuan untuk menghindari cepatnya
pertumbuhan jamur dalam ekstrak (Saifuddin et al, 2011).Persyaratan kadar air
suatu ekstrak menurut BPOM RI tahun 2014 adalah ≤10%. Hasil pengujian kadar
air ekstrak etanol 70% daun zaitun yakni sebesar 15,363%.Hasil ini lebih besar
dari persyaratan yang ditentukan. Kadar air yang besar berpengaruh pada stabilitas
ekstrak, ekstrak dengan kadar air yang tinggi dapat dengan mudah ditumbuhi
jamur. Pada penelitian ini ekstrak tidak menunjukkan perubahan selama 5 bulan
penyimpanan di dalam lemari pendingin dengan suhu 40C, walaupun hasil kadar
Page 66
49
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
air yang diperoleh melebihi persyaratan yang ditentukan. Ekstrak etanol 70% daun
zaitun berdasarkan kadar air yang dikandungnya termasuk ke dalam jenis ekstrak
kental yakni masuk ke dalam rentang 5-30% (Voigt, 1994). Pemeriksaan sisa
pelarut bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa selama proses tidak
meninggalkan sisa pelarut yang memang seharusnya tidak boleh ada. Sedangkan
untuk ekstrak cair menunjukkan jumlah pelarut (alkohol) sesuai dengan yang
ditetapkan (Depkes RI, 2000). Sisa pelarut yang tersisa pada ekstrak etanol 70%
daun zaitun yakni 0%. Hal ini menyatakan bahwa tidak terdapat sisa pelarut di
dalam ekstrak tersebut. Dengan demikian maka ekstrak etanol 70% daun zaitun
(Olea europaea L.) telah memenuhi persyaratan standarisasi yang meliputi
parameter spesifik dan non spesifik sebagai bahan baku obat.
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus jantan galur
Sprague-Dawley usia 2-3 bulan dengan bobot 150-350 gram sebanyak 30 ekor.
Pemilihan tikus galur Sprague-Dawley didasari oleh sifat tikus yang tenang dan
mudah dalam penanganannya. Hewan uji kemudian dibagi secara acak menjadi 6
kelompok uji diantaranya kelompok normal, kelompok kontrol positif, kelompok
dosis 150mg/kgbb, kelompok dosis 300mg/kgbb, kelompok dosis 600mg/kgbb,
serta kelompok urea. Pengelompokkan dilakukan dengan jumlah tikus tiap
kelompok yaitu 5 ekor, hal ini sesuai dengan pedoman WHO tahun 2000 dalam
Research Guidelines for Evaluation The Safety and Efficacy of Herbal Medicine,
dimana untuk penelitian menggunakan hewan pengerat maka masing-masing
kelompok perlakuan harus terdiri dari sekurang-kurangnya 5 ekor hewan. Hewan
uji diaklimatisasi selama 2 minggu sebelum dilakukan pengujian. Hal ini
menyesuaikan dengan periode aklimatisasi yang dipersyaratkan oleh USDA
dalam Guideline Stabilization/Acclimation Times for Research Animals (IACUC,
2011), yaitu minimal selama 7 hari. Aklimatisasi hewan uji bertujuan untuk
menyesuaikan kondisi hewan uji dengan kondisi lingkungan uji yang memenuhi
syarat dalam penelitian. Bobot badan tikus ditimbang dan dicatat 2-3 hari sekali
serta diamati perilakunya selama masa aklimatisasi. Seluruh hewan uji yang
digunakan dalam penelitian ini dinyatakan sehat dan lolos dalam periode
aklimatisasi karena penurunan bobot tidak melebihi 10% dan tidak menunjukkan
kelainan tingkah laku.
Page 67
50
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Pengujian aktivitas diuretik dilakukan dengan pemberian NaCl 0,9%
terlebih dahulu sebanyak 2 ml secara oral pada seluruh kelompok hewan uji.
Pemberian NaCl 0,9% tersebut dilakukan untuk menyeragamkan cairan serta
sebagai loading dose (Kateel, 2014). Pada kelompok uji yang terdiri dari ekstrak
etanol 70% daun zaitun diberikan dengan tiga dosis yang berbeda diantaranya
dosis 150, 300, dan 600mg/kgbb. Dosis ini dipilih berdasarkan dosis 600mg/kgbb
dari penelitian yang dilakukan oleh Al-Okbi et al (2016) yang kemudian
dilakukan penurunan dosis sebesar dua kalinya. Pemberian ekstrak etanol 70%
daun zaitun kepada hewan uji dilakukan secara oral dengan menggunakan sonde
oral. Pemberian ekstrak dilakukan selama 7 hari berdasarkan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Ghibu et al (2015). Ekstrak etanol 70% daun
zaitun diberikan dalam bentuk suspensi dalam Na CMC 0,5%. Pemilihan Na
CMC 0,5% sebagai pensuspensi dikarenakan Na CMC dengan konsentrasi 0,1-1%
dapat dengan baik digunakan sebagai suspending agent pada sediaan oral (Allen,
2009), Selain itu, Na CMC bersifat non toksik (FDA, 1973). Pada kelompok
normal, hewan uji diberikan Na CMC 0,5%.
Pemberian urea pada kelompok urea dilakuakan untuk menghitung
aktivitas diuretik yang diperoleh dengan membagi hasil rerata volume urin pada
kelompok uji dengan hasi rerata volume urin pada kelompok urea. Kerja diuretik
kelompok urea digunakan sebagai pembanding dikarenakan kerja diuretik urea
memiliki aktivitas diuretik sebesar 1 (Lipshitz, 1943). Hal ini dikarenakan urea
merupakan zat yang mudah larut dalam air dan dapat meningkatkan tekanan
osmotik, sehingga jumlah air dan elektrolit yang diekskresikan akan bertambah
besar (Ganiswarna et al, 1995). Pemilihan furosemid sebagai kontrol positif
dikarenakan memiliki awal mula kerja cepat dengan durasi agak pendek.
Mekanisme kerja furosemid ialah menghambat reabsorbsi natrium dan klorida di
tubulus proksimal pada bagian naik yang tebal pada lengkung henle (Neal, 2006).
Bagian ini memiliki kapasitas reabsorbsi NaCl tinggi sehingga furosemid
memiliki efek diuresis yang lebih besar dibandingkan diuretik lainnya (Mutschler,
1998).
Setelah diberi perlakuan, hewan uji dimasukkan ke dalam kandang
metabolit selama 24 jam dengan pengukuran urin yang dilakukan pada jam ke 1,
Page 68
51
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
2, 3, 4, 5 dan 24. Urin yang ditampung akan diukur menggunakan disposable
syringe dan gelas ukur. Urin 24 jam yang didapat kemudian dilakukan pengujian
pH, kadar kreatinin, beserta kadar elektrolit didalam urin (natrium, kalium, dan
klorida). Kemudian setelah 24 jam hewan uji akan dianastesi menggunakan eter
untuk pengambilan sampel darah melalui sinus orbital mata untuk pengujian kadar
asam urat dan kreatinin.
Berdasarkan pengukuran volume urin 5 jam dan 24 jam, diperoleh hasil
yang menunjukkan peningkatan volume urin kumulatif rata-rata selama waktu
pengamatan. Pengukuran volume urin kumulatif dimaksudkan untuk melihat ada
tidaknya perbedaan volume urin kumulatif kontrol dengan pembanding. Pada
kelompok suspensi furosemid dengan dosis 4,111 mg/kgbb didapatkan volume
urin selama 5 jam pengamatan sebanyak 2,346 ml, kelompok dosis 150mg/kgbb
sebanyak 0,220 ml, kelompok dosis 300mg/kgbb sebanyak 0,240 ml, kelompok
600mg/kgbb sebanyak 0,368 ml, dan kelompok NaCMC 0,5% sebanyak 0,270 ml,
sedangkan pada volume urin kumulatif selama 24 jam didapatkan volume urin
pada kelompok suspensi furosemid sebanyak 4,460 ml, kelompok dosis
150mg/kgbb sebanyak 1,840 ml, kelompok dosis 300mg/kgbb sebanyak 2,300 ml,
kelompok 600mg/kgbb sebanyak 3,240 ml, dan kelompok NaCMC 0,5%
sebanyak 2,100 ml. Hal tersebut menujukkan bahwa semakin besar dosis ekstrak
yang diberikan maka semakin besar volume urin yang dihasilkan. Pada hasil uji
data statistik dengan SPSS 22 menunjukkan bahwa pada jam ke 5 pada kelompok
dosis 150mg/kgbb, kelompok dosis 300mg/kgbb, kelompok dosis 600mg/kgbb
dan kelompok normal terdapat perbedaan yang bermakna pada rerata volume urin
terhadap kelompok kontrol positif (p≤0,05). Pada jam ke 24 pada kelompok dosis
150mg/kgbb, kelompok dosis 300mg/kgbb dan kelompok normal terdapat
perbedaan yang bermakna pada rerata volume urin terhadap kelompok kontrol
positif (p≤0,05), sedangkan pada kelompok dosis 600mg/kgbb tidak terdapat
perbedaan yang bermakna terhadap kontrol positif (p>0,05). Hal ini menunjukkan
bahwa pemberian ekstrak etanol 70% daun zaitun selama 7 hari pada dosis
600mg/kgbb memiliki aktivitas diuretik.
Indeks diuretik diperoleh dengan membagi rerata volume urin pada
kelompok uji dengan rerata volume urin pada kelompok urea. Pada skala Gujral
Page 69
52
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
et al (1955), indeks diuretik dengan nilai kurang dari 0,72 dinyatakan tidak
memiliki aktivitas diuretik, nilai 0,73 sampai 1,0 adalah diuretik dengan aktivitas
lemah, nilai 1,1 sampai dengan 1,5 merupakan diuretik dengan aktivitas sedang,
dan jika lebih dari nilai 1,5 adalah diuretik dengan aktivitas kuat. Hasil indeks
diuretik pada jam ke 5 menunjukan bahwa pada kelompok dosis 150mg/kgbb,
kelompok dosis 300mg/kgbb, kelompok dosis 600mg/kgbb dan kelompok normal
tidak memiliki aktivitas diuretik, namun pada kelompok kontrol positif
menunjukkan aktivitas diuretik kuat dengan indeks diuretik sebesar 1,681. Pada
jam ke 24 indeks diuretik pada kelompok dosis 150mg/kgbb, kelompok dosis
300mg/kgbb dan kelompok normal menunjukkan bahwa kelompok tersebut tidak
memiliki aktivitas diuretik, namun pada kelompok dosis 600mg/kgbb
menunjukkan diuretik dengan aktivitas lemah dengan indeks diuretik sebesar 0,9
serta pada kelompok kontrol positif menunjukkan diuretik dengan aktivitas
sedang dengan indeks diuretik sebesar 1,289. Hal tersebut menunjukkan bahwa
ekstrak dengan dosis 600mg/kgbb memiliki aktivitas diuretik lemah dengan
jangka waktu yang lambat (uji 24 jam), sedangkan furosemid memiliki aktivitas
diuretik kuat dengan jangka waktu cepat (uji 5 jam) dan aktivitas tersebut
menurun pada jam ke 24. Hal ini dikarenakan furosemid merupakan agen diuretik
yang memiliki awal kerja obat dalam 0,5-1 jam setelah pemberian oral, dengan
masa kerja yang relatif pendek yakni 6-8 jam (Siswandono & Bambang, 2008).
Hasil pengukuran elektrolit menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
natrium, kalium, dan klorida terhadap kelompok normal. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh adanya penghambatan kerja ko-transpor natrium dan kalium
sehingga menurunkan reabsorpsi ion natrium dan kalium di tubulus. Selain itu,
pada semua perlakuan ekstrak etanol 70% daun zaitun terjadi peningkatan kalium
yang lebih tinggi. Keadaan ini serupa dengan efek mekanisme diuretik golongan
penghambat karbonik anhidrase yang bekerja dengan menghambat enzim
karbonik anhidrase sehingga kadar H+ dan HCO3
- menjadi sedikit. Berkurangnya
ion H+ menyebabkan pertukaran ion H
+ dengan ion natrium terhambat sehingga
reabsorpsi ion natrium menurun. Untuk menutupi hal tersebut, ginjal
memaksimalkan kerja ko-transpor Na-K di tubulus proksimal. Hasil kompensasi
Page 70
53
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
yang dilakukan oleh ginjal menyebabkan peningkatan kadar kalium di dalam urin
(Hitner, 1999).
Hasil statistik menunjukkan bahwa pada konsentrasi natrium terdapat
perbedaan yang bermakna antara kelompok ekstrak uji dosis 150mg/kgbb dan
kelompok kontrol positif terhadap kelompok normal (≤0,05), sedangkan pada
kelompok ekstrak uji dosis 300mg/kgbb dan 600mg/kgbb tidak memiliki
perbedaan yang bermakna terhadap kontrol positif (>0,05). Pada konsentrasi
kalium terdapat perbedaan yang bermakna pada seluruh kelompok ekstrak uji dan
kelompok kontrol positif terhadap kelompok normal (≤0,05). Pada konsentrasi
klorida terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok ekstrak uji dosis
150mg/kgbb, 300mg/kgbb, dan kelompok kontrol positif terhadap kelompok
normal (≤0,05), sedangkan pada kelompok ekstrak uji dosis 600mg/kgbb tidak
terdapat perbedaan yang bermakna terhadap kelompok normal (>0,05). Kemudian
dilakukan perhitungan terhadap indeks saluretik, natriuretik dan CAI (Carbonic
Anhydrase Inhibitor). Indeks natriuretik dengan nilai >2 mengindikasikan adanya
aktivitas diuretik (Ntchapda et al, 2014). Indek CAI dengan nilai <0,8
mengindikasikan aktivitas diuretik . Semakin rendah nilainya maka semakin kuat
aktivitasnya (Al-Okbi et al, 2016). Pada seluruh kelompok ekstrak uji
menunjukkan indeks natriuretik dibawah 2, sedangkan pada indeks CAI hanya
kelompok ekstrak uji dosis 600mg/kgbb yang memiliki nilai 0,867 dimana nilai
tersebut menunjukkan aktivitas yang lemah. Furosemid merupakan diuretik
saluretik yang kuat. Namun hasil pada indeks saluretik kelompok kontrol positif
tidak menunjukkan hal tersebut, hal ini dapat dimungkinkan kualitas furosemid
yang digunakan pada percobaan kurang baik, sensitifitas hewan coba yang rendah
terhadap furosemid atau adanya faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi
mekanisme furosemid (Poniman, 2011). Berdasarkkan hal tersebut maka ekstrak
etanol 70% daun zaitun termasuk ke dalam diuretik golongn penghambat karbonik
anhidrase. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Al-Okbi et al
(2016) yang menyatakan bahwa ekstrak metanol daun zaitun termasuk ke dalam
kelompok mekanisme kerja sebagai penghambat karbonik anhidrase.
Efek diuretik yang dihasilkan disebabkan oleh kandungan flavonoid dan
saponin didalam daun zaitun. Flavonoid diketahui mempunyai khasiat sebagai
Page 71
54
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
diuretik (Latuconsina, 2014). Mekanisme kerja flavonoid sebagai diuretik yaitu
dengan menghambat reabsorpsi Na+, K
+ dan Cl
- sehingga terjadi peningkatan
elektrolit di tubulus sehingga terjadilah diuresis (Latuconsina, 2014). Saponin
merupakan senyawa hasil metabolime sekunder pada beberapa tanaman yang
bersifat menurunkan tegangan permukaan, merangsang ginjal untuk bekerja lebih
aktif, dan meningkatkan absorpsi diuretik (terutama dalam bentuk garam pada
urin) (Nurihardiyanti, 2015). Dengan demikian, kandungan flavonoid dan saponin
yang terkandung didalam ekstrak etanol 70% daun zaitun diduga bekerja sinergis
menimbulkan efek diuretik.
Pada pengukuran pH urin, didapatkan bahwa pH urin pada kelompok
kontrol negatif memiliki pH netral yakni 7, sedangkan pada kelompok kontrol
positif, kelompok dosis 150mg/kgbb, kelompok dosis 300mg/kgbb dan kelompok
dosis 600mg/kgbb memiliki pH yang cenderung basa. Hal ini disebabkan ion
HCO3-
difiltrasi secara terus-menerus ke dalam tubulus ginjal dan diekskresikan
ke dalam urin sehingga urin bersifat basa (Guyton 2006). Nilai pH urin tikus
normal berkisar 7,3 sampai 8 (Nor et al, 2009), hal tersebut menunjukkan bahwa
pH urin pada kelompok kontrol positif, kelompok dosis 150mg/kgbb, kelompok
dosis 300mg/kgbb dan kelompok dosis 600mg/kgbb memiliki pH normal. Hasil
statistika menyatakan bahwa nilai pH pada kelompok dosis 150mg/kgbb,
300mg/kgbb, 600mg/kgbb, dan kontrol positif berbeda secara bermakna dengan
kelompok normal (≤0,05).
Obat-obat diuretik seperti furosemid dapat menimbulkan efek samping
hiperurisemia, sehingga pada penelitian ini dilakukan pengukuran kadar asam
urat. Hasil pengukuran kadar asam urat menunjukkan tidak ada perbedaan yang
bermakna (p≥0,05). Pada kelompok kontrol positif rerata kadar asam urat sebesar
1,451 mg/dl dimana kadar ini lebih besar dibandingkan dengan kelompok dosis
600mg/kgbb yang memiliki rerata kadar asam urat sebesar 1.192 mg/dl. Nilai
asam urat pada tikus normal Sprague-Dawley berkisar 0,5-1,4 mg/dl (Nakagawa,
2006). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas diuretik ekstrak etanol 70% daun
zaitun pada dosis tersebut tidak menimbulkan efek hiperurisemia dengan
pemberian selama 7 hari.
Page 72
55
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Pengukuran bersihan kreatinin dilakukan untuk mengetahui fungsi ginjal
pada tikus selama 7 hari pemberian ekstrak etanol 70% daun zaitun. Berdasarkan
hasil statistika dari pengukuran tersebut menunjukkan bahwa pada kelompok
dosis 150mg/kgbb, kelompok dosis 300mg/kgbb, kelompok dosis 600mg/kgbb
dan kelompok kontrol negatif tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada
bersihan kreatinin terhadap kelompok kontrol positif (p≥0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol 70% daun zaitun selama 7 hari
tidak mempengaruhi fungsi ginjal.
Page 73
56 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Ekstrak etanol 70% daun zaitun (Olea europaea L.) pada dosis uji
600mg/kgbb dapat meningkatkan volume urin pada tikus jantan galur
Sprague-Dawley secara bermakna pada jam ke 24 terhadap kelompok
normal (≤0,05) dan memiliki aktivitas diuretik dengan indeks diuretik
sebesar 0,9 (kategori diuretik lemah).
2. Pemberian ekstrak etanol 70% daun zaitun (Olea eurpaea L.) pada tikus
putih jantan galur Sprague-Dawley selama 7 hari tidak mempengaruhi
kadar asam urat dan bersihan kreatinin.
5.2 Saran
Perlu dilakukan uji aktivitas diuretik dengan menggunakan bahan
pembanding golongan penghambat karbonik anhidrase.
Page 74
57 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
DAFTAR PUSTAKA
Allen, L. V. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition, Rowe
R. C., Sheskey, P. J., Queen, M., E (Editor). London: Pharmaceutical Press and
American Pharmacists Assosiation, pp 118-119.
Al-Okbi, Sahar. Y., Zenab, A. Hassan., Mohey, M. El-Mazar. 2016. Potential
Diuretic Activity of Olive Leaf Extracts. International Journal of
Pharmtech Research, 9(9):519-533.
Anam, Syariful., et al. 2013. Standarisasi Ekstrak Etil Asetat Kayu Sanrego
(Lunasia amara Blanco). Online Jurnal of Natural Science, Vol.2(3): 1-8.
Arifin, H., Anggraeni, N., Handayani, D., Rasyid, R. 2006. Standarisasi Ekstrak
Etanol Daun Eugenia cumini Merr., J. Sains Tek. Far, 11(2).
Barnes, P. M., Powell-Griner, E., McFann, K., & Nahin, R. L. 2004.
Complementary and alternative medicine use among adults: United States,
2002. Advance Data Journal, 343:1-19.
Beaumont, K., Vaughn, D.A., and Fanestil, D.D. 1988. Thiazide Diuretic Drug
Receptors in Rat Kidney: Identification with [3H] Metolazone. Proc. Natl.
Acad. Sci.U.S.A, 85(7):2311-2314.
Boybul., Iis Haryat. 2009. Analisis Unsur Pengotor Fe, Cr, dan Ni dalam Larutan
Uranil Nitrat Menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom. Jurnal
Teknologi Bahan Nuklir, 3(1).
BPOM RI. 2005. Gerakan Nasional Minum Temulawak. Jakarta: BPOM RI
BPOM RI. 2014. Persyaratan Mutu Obat Tradisional. Indonesia: Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, pp 9-11.
Braun L., Cohen M. 2007. Herbs & Natural Supplements. 4nd
Ed. Sydney:
Elsivier, 2(4).
Chiappetta A., Muzzalupo I. 2012. Botanical Description. In: Olive Germplasm –
The Olive Cultivation, Table Olive and Olive Oil Industry in Italy.
London: InTech.
Dekanski D, S., Hudomal SJ., Tadi’s V., Markovi’c G., Ari’c I., Mitrovi’c DM.
2009. Phytochemical Analysis and Gastroprotective Activity of An Olea
europaea L. Molecular Nutrition and Food Research, 57(2): 339-46.
Page 75
58 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Pengendalian Tikus.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Departemen Kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Keputusan Mentri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor: 261/MENKES/SK/IV/2009 tentang Farmakope
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia, Edisi V.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dewi K.H et al. 2010. Ekstraksi Teripang Pasir (Holothuria scabra) sebagai
Sumber Testosteron pada Berbagai Kecepatan dan Lama Pengadukan.
Yogyakarta: Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”.
ISSN 1693-4393, pp 4-6.
Dine, A. 2012. Renal physiology anatomy and physiology. USA: Addison
Weisley. p. 78-90.
Edmund, L. 2010. Kidney function tests. Clinical chemistry and molecular
diagnosis, 4th
Ed.America: Elsevier.
FDA. 1973. Evaluation of The Health Aspects of Cellulose and Certain Cellulose
Derivatives as Food Ingridients. Washington DC: FDA.
Frank, C. 2010. Biomarkers of impaired renal function. Wolters Kluwer Health.
Gandjar, G.H., Rohman A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Ganiswarna SG., Setiabudy R., Suyatna FD., Purwantyastuti., Nefrialdi. 1995.
Farmakologi dan Terapi. Ed ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Ghanbari R., Anwar F., Alkharfy KM, Gilani A. 2012. Valuable Nutrients and
Functional Bioactivities in Different Parts of Olive (Olea europaea L.) – A
Review. Int J Mol Sci, 13(3):3291-340.
Page 76
59 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Ghibu, Steliana., Claudiu Morgovan., Oliviu Vostinaru., Neli Olah., Cristina,
Mogosan., Adriana, Muresan. 2015. Diuretic, Antihypertensive, and
Antioxidant Effect of Olea europaea Leaves Extract, in Rats. Archives of
Cardiovascular Disease Supplements. Elsevier Masson SAS, 7(2):183-184.
Ghosal, M. & Mandal, P. 2012. Phytochemical screening and antioxidant
activities of two selected ‘Bihi’ fruits used as vegetables in Darjeeling
Himalaya. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences. ISSN: 0975-1491. 4(2).
Gujral ML., Saxena PN., Mishra SS. 1955. An experimental study of the
comparative activity of indigenous diuretics. J of Indian Med Assoc 25:49-
51.
Guyton AC., Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology, 11th
. Philadelphia:
Elsevier inc.
Handoko, Doko. 2007. Pengaruh Tekanan dan Suhu pada Kondisi Evaporasi
Ekstrak Daun Teh Hijau. Bogor: Departemen Kimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, pp 5-7.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung. Institut Teknologi Bandung.
Hardman, Joel G., Limbird, Lee E., Gilman, Alfred Goodman. Goodman &
Gilman Dasar Farmakologi Terapi, Ed. 10, Vol.2. Diterjemahkan oleh
Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran, EGC.
Hashmi MA., Khan A., Hanif M., Farooq U., Perveen S. 2015. Traditional Uses,
Phytochemistry, and Pharmacology of Olea europaea (Olive). Evidence-
Based Complement Altern Med. Hindawi Journals, 541591:1-29.
Herbal Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Hitner H. 1999. Basic Pharmacology. New York: Mc Graw Hill.
IACUC. 2011. Guideline: Stabilization/Acclimation Times for Research Animals.
The University of Toledo: Department of Laboratory Animal Resources.
James PA., Oparil S., Carter BL. 2014. Evidence-Based Guideline for The
Management of High Blood Pressure in Adults. Report from the Panel
Members Appointed to the Eight Joint National Committee (JNC 8). The
Page 77
60 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Journal of American Medical Association (JAMA), 311(5):507-20. doi:
10.1001/jamma.2013.284427.
Johnson, Mary. 2012. Laboratory Mice and Rats. Mater Methods, 2: 113.
Johnston, P.A., Bernard., D.B., Perrin, N.S., Payne, N.A., Murphy, R.C., and
Gerber, J.G. 1981. Prostaglandins Mediate The Vasodilatory Effect of
Manitol in The Hypoperfused Rat Kidney. J. Clin. Invest., 68:127-133.
Kara, A. 2012. Renal function. Clinical chemistry, 6th
Ed. Philadephia: Wolters
Kluwer.
Kateel, R., Rai M.S., Kumar J.A. 2014. Evaluation of Diuretic Activity of Gallic
Acid in Normal Rats. Journal of Scientific and Innovative Research
(JSIR), 3(2), 217-220.
Katzung, BG. 2006. Basic and Clinical Pharmacology 10th
Edition. San
Francisco: Mc Graw Hill.
Kemenkes RI. 2011. Integrasi Pengobatan Tradisional dalam Sistem Kesehatan
Nasional. Diakses pada 1 Januari 2018 pukul 20.38 WIB di
http://www.depkes.go.id
Latuconsina, Novita H., Fatimawali., Gayatri Citraningtyas. 2014. Uji Efektivitas
Diuretik Ekstrak Etanol Biji Salak (Salacca zalacca varietas zalacca
(gaert.) Voss) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus).
Pharmacon: Jurnal Ilmiah Farmasi, 3(3)2302-2493.
Lipschitz WL., Zareh H., Andrew K. 1943. Bioassay of Diuretics. J of Pharmacol
and Exp Ther 2(97):97-110.
Miller, G., Myers, GL., Ashwood, ER., Killeen, AA., Wang, E., Thienpont, LM.,
et al. 2005. Creatinine measurement. Arch Pathol Lab Med. 129:297-304.
Mojab F, Kamalinejad M, Ghaderi N, dan Vahidipour HR. 2003. Phytochemical
Screening of Some Species of Iranian Plants. Iranian Journal of
Pharmaceutical Research, 77-82.
Mutschler, Ernst. 1998. Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi. Edisi 5.
Bandung: ITB Press.
Nakagawa T et al. 2006. Unearthing uric acid: An ancient factor with recently
found significance in renal and cardiovascular disease. Kidney
International, 69: 1722-1725.
Page 78
61 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Neal, J. Michael. 2006. At a Glance: Farmakologi Medis. Penerjemah: Juwalita
Surapsari Edisi V. Jakarta: Erlangga.
Niam, Lutfiatun., Tintrim Rahayu., Ari Hayati. 2015. Perlakuan Asam Amino
dalam Partikulat Asap dan Hormon terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk
Zaitun (Olea europaea). E-Jurnal Ilmiah BIOSAINTROPIS (Bioscience-
Tropic), 1(1):54-60
Nor NM., Yatim AM., Said M. 2009. Diuretic activity of a herbal product UNEX.
Int J of Green Pharm:224-226.
Ntchapda, Fidele., et al. 2014. Diuretic Activity of the Aqueous Extract Leaves of
Ficus glumosa Del. (Moraceae) in Rats. Hindawi The Scientific World
Journal, vol 2014, 693803.
Nurihardiyanti., Yuliet., Ihwan. 2015. Aktivitas Diuretik Kombinasi Ekstrak Biji
Pepaya (Carica papaya L.) dan Biji Salak (Salacca zalacca varietas
zalacca (Gaert.)Voss) pada Tikus Jantan Galur Wistar (Rattus novergicus
L.). GALENIKA Journal of Pharmacy. Vol. 1(2): 105-112.
Poniman, 2011. Potensi Kerja Ekstrak Etanol Buah Belimping Wuluh (Averrhoa
belimbi) sebagai Diuretik Alami melalui Pendekatan Aktivitas Diuretik,
pH, Kadar Natrium, dan Kalium. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Pubchem. 2018. Substance and Compound Database: Urea. Diakses pada 7
Februari 2018 pukul 10.21 WIB di
http://www.pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/urea#section=Top
Reagan-Shaw, S., Nihal M., Ahmad N. 2008. Dose Translation from Animal to
Human Studies Revisited. Federation of American Societies for
Experimental Biology Journal (FASEB), 22(3):659-61.
Saifuddin, Aziz., Rahayu, Viesa., Teruna., Hilwan Yuda. 2011. Standarisasi
Bahan Obat Alam. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Saifudin, A., Rahayu, & Teruna. 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Saravanan, C., Shanta, K.S., Anandan, R., Narayanaswamy, V.B., Varunraj, S.
2010. Anti-Inflamatory and Diuretic Effect of Plant Extract of
Pseudarthtria viscida (L) Weight & Arn. International Journal of
Research in Ayurveda and Pharmacy (IJRAP), 1(2)506-509
Page 79
62 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Sari, Ni Ketut. 2010. Analisa Instrumen, Edisi Pertama. Klaten: Yayasan
Humaniora
Sirois, M. 2015. Laboratory Animal and Exotic Pet Medicine: Principles and
Procedures. Elsevier Health Sciences.
Siswandono., Bambang Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga
University Press.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Alih Bahasa: James
Veldman. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Stain, M. 2010. Renal disease. Canada: Citizenship and Immigration. p. 1-76
Stevens, LA., Coresh, J., Greene, T., Levey, AS. 2006. Assessing kidney
function-measured and estimated glomerular filtration rate. N Engl J Med.
354: 2473-83.
Sulastri. 2008. Efek Diuretik Ekstrak Etanol 70% Daun Tapak Liman
(Elephantopus scaber L.) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar. Skripsi.
Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Therios L. 2009. Olives. UK: Biddles
Tjay, Tan Hoan., dan Kirana, Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting, Khasiat
Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya, Edisi Keenam. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo.
Toussaint, N. 2012. Screening for early chronic kidney disease. The CARI
guidelines. Australia: Saunder. p.30-55.
University Animal Care Comnittee. 2009. The Laboratory Rat Handling and
Restraint. Diakses pada 4 Februari 2018 pukul 14.10 WIB di
https://www.neurocndm.mcgill.ca/uploads/file/Handout%20Rat%20Modu
le%201.pdf
Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Terjemahan: S. Noerono.
Indonesia: Gadjah Mada University Press.
Weanen. 2002. New marker for kidney disease. Clinical Chemistry, 3rd
Ed. USA:
Elsevier. p. 1375-89.
Weber MA., Schiffrin EL., White WB. 2014. Clinical Practice Guidelines for The
Management of Hypertension in the Community: A Statement by the
Ameican Society of Hypertension (ASH) and the International Society of
Page 80
63 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Hypertension. J Clin Hypertens (Greenwich), 16(1):14-26. doi:
10.111/jch.12237
Wesson, L.G Jr.,Anslow, W.P Jr. 1948. Excretion of Sodium and Water during
Osmotic Diuresis in The Dog. Am. J. Physiol., 153:465-474.
Windhager, E.E., Bourland, W.A., and Marchand, G.R. 1959. Inhibition of
Ethacrynic Acid Induced Increase in Renal Blood Flow by Indometachin.
Prostaglandins., 8:297-301.
World Health Organization (WHO). 2008. Traditional Medicine. Diakses pada
17 November 2017 pukul 20.45 WIB di http://www.who.int/
mediacentre/factsheet/fs134/en/.
World Health Organization (WHO). 2000. General Guidelines for Methodologies
on Research an Evaluation of Traditional Medicine. Geneva: World
Health Organization, pp. 28.
Page 81
64 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman
Page 82
65 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 2. Skema Penelitian
Pembuatan ekstrak etanol 70% daun zaitun (Olea europaea L.)
Pengujian aktivitas diuretik ekstrak etanol 70% daun zaitun
(Olea europaea L.)
Penyiapan perlakuan
Kelompok kontrol positif
(Suspensi Furosemid)
Kelompok normal (Suspensi Na-CMC
0,5%)
Kelompok uji ekstrak etanol 70% daun
zaitun (Olea europaea L.)
Variasi dosis
150mg/KgBB 300mg/KgBB
Uji diuretik Uji As. urat & CrCl
Analisa data
600mg/KgBB
Kelompok urea
Diukur volume urin
Uji parameter spesifik dan non spesifik ekstrak
Page 83
66 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 3. Skema Pembuatan Ekstrak
Determinasi daun zaitun (Olea europaea L.)
Daun zaitun dikumpulkan
sebanyak 1,5 kg
Sortasi basah
Daun zaitun dicuci
Daun zaitun dikeringkan dengan
dehumidifier
Daun zaitun kering dihaluskan dengan
blender
Serbuk daun kelor sebanyak 500 gram dimaserasi dengan etanol
70% selama 72 jam
Maserat disaring dengan kapas dan
kertas saring
Maserat
Dipekatkan dengan rotary evaporator
Ekstrak kental
Diuji parameter spesifik dan non spesifik ekstrak
Dihitung % rendemen
Dibuat suspensi
Ampas
Diremaserasi
Page 84
67 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 4. Skema Pengujian Aktivitas Diuretik dan Fungsi Ginjal
Diukur volume urin
30 ekor tikus dibagi menjadi 6 kelompok (masing-masing kelompok berisi 5 tikus)
Berat badan tikus ditimbang
Diberi perlakuan tiap kelompok secara oral selama 7 hari
Tiap kelompok diberi 2 ml NaCl 0,9%/100kgBB
Kontrol Positif
(Suspensi Furosemid)
Normal
(Suspensi Na-CMC
0,5%)
Kelompok Uji I
(Suspensi ekstrak dengan
dosis150mg/kgBB)
Dimasukkan kedalam kandang metabolik
Diambil urin pada jam ke 1, 2, 3, 4, 5 dan 24
Uji Diuretik
Diukur volume, pH, konsentrasi Na+ , K+ dan
Cl- pada urin
Uji Fungsi Ginjal
Diukur konsentrasi bersihan kreatinin dan asam urat pada
darah dan urin 24 jam
Kelompok Uji II
(Suspensi ekstrak dengan dosis
300mg/ kgBB)
Kelompok Uji III
(Suspensi ekstrak dengan dosis
600mg/ kgBB)
Kelompok Urea
Page 85
68 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 5. Hasil Uji Etik Penggunaan Hewan
Page 86
69 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 6. Surat Keterangan Hewan Uji
Page 87
70 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 7. Certificate of Analysis Furosemid
Page 88
71 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Page 89
72 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 8. Rumus Perhitungan Dosis Hewan
(Reagan-Shaw S et al, 2008)
Formula for Dose Translation Based on BSA
HED (mg/kg) = Animal dose (mg/kg) multiplied by 𝐀𝐧𝐢𝐦𝐚𝐥 𝐊𝐦
𝐇𝐮𝐦𝐚𝐧 𝐊𝐦
Conversion of animal doses to HED based on BSA
Spesies Weight (Kg) BSA (m²) Km Factor
Human
Adult 60 1,6 37
Child 20 0,8 25
Baboon 12 0,6 20
Dog 10 0,5 20
Monkey 3 0,24 12
Rabbit 1,8 0,15 12
Guinea pig 0,4 0,05 8
Rat 0,15 0,025 6
Hamster 0,08 0,02 5
Mouse 0,02 0,007 3
Page 90
73 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 9. Perhitungan Dosis Ekstrak
A. Dosis pemberian 150 mg/KgBB
VAO = BB (kg) x dosis (
mg
kg)
Konsentrasi (mg
ml)
Konsentrasi = 0,25 𝑘𝑔 𝑥 150
𝑚𝑔
𝑘𝑔
1 𝑚𝑙 = 37,5 mg/ml
Senyawa uji dibuat dalam bentuk sediaan suspensi sebanyak 10 ml,
sehingga ekstrak uji yang ditimbang sebanyak 375 mg.
Prosedur: ditimbang senyawa sebanyak 375 mg, kemudian didispersikan
kedalam 10 ml Na-CMC 0,5 %, digerus dalam lumpang hingga homogen.
B. Dosis pemberian 300 mg/KgBB
VAO = BB (kg) x dosis (
mg
kg)
Konsentrasi (mg
ml)
Konsentrasi = 0,25 𝑘𝑔 𝑥 300 𝑚𝑔/𝑘𝑔
1 𝑚𝑙 = 75 mg/ml
Senyawa uji dibuat dalam bentuk sediaan suspensi sebanyak 10 ml,
sehingga ekstrak uji yang ditimbang sebanyak 750 mg.
Prosedur: ditimbang senyawa sebanyak 750 mg, kemudian didispersikan
kedalam 10 ml Na-CMC 0,5 %, digerus dalam lumpang hingga homogen.
C. Dosis pemberian 600 mg/KgBB
VAO = BB (kg) x dosis (
mg
kg)
Konsentrasi (mg
ml)
Konsentrasi = 0,25 𝑘𝑔 𝑥 600 𝑚𝑔/𝑘𝑔
1 𝑚𝑙 = 150 mg/ml
Senyawa uji dibuat dalam bentuk sediaan suspensi sebanyak 10 ml,
sehingga ekstrak uji yang ditimbang sebanyak 1500 mg.
Prosedur: ditimbang senyawa sebanyak 1500 mg, kemudian didispersikan
kedalam 10 ml Na-CMC 0,5 %, digerus dalam lumpang hingga homogen.
Page 91
74 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 10. Perhitungan Dosis Furosemid
Dosis Furosemid yaitu 20-80 mg/hari (Siswandono & Bambang, 2008). Sehingga
dosis yang dapat diberikan pada tikus dengan bobot 250 gram adalah:
HED (mg/kg) = Dosis Hewan (mg/kg) x km Hewan
km Manusia
40mg/60 Kg = Dosis Hewan (mg/kg) x 6
37
Dosis Hewan = 4,111 mg/KgBB
VAO = BB (kg) x dosis (
mg
kg)
Konsentrasi (mg
ml)
Konsentrasi = 0,25 𝑘𝑔 𝑥 4,111 𝑚𝑔/𝑘𝑔
1 𝑚𝑙 = 1,028 mg/ml
Senyawa uji dibuat dalam bentuk sediaan suspensi sebanyak 10 ml,
sehingga senyawa uji yang ditimbang sebanyak 10,28 mg.
Prosedur: ditimbang senyawa sebanyak 10,28 mg, kemudian
didispersikan kedalam 10 ml Na-CMC 0,5 %, digerus dalam lumpang
hingga homogen.
Page 92
75 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 11. Perhitungan Dosis Urea
Dosis urea yang diberikan 1.000 mg/kgBB (Al-Okbi, 2016). Sehingga dosis yang
dapat diberikan pada tikus dengan bobot 250 gram adalah:
VAO = BB (kg) x dosis (
mg
kg)
Konsentrasi (mg
ml)
Konsentrasi = 0,25 𝑘𝑔 𝑥 1.000 𝑚𝑔/𝑘𝑔
1 𝑚𝑙 = 250 mg/ml
Senyawa uji dibuat dalam bentuk sediaan larutan sebanyak 10 ml,
sehingga senyawa uji yang ditimbang sebanyak 2500 mg.
Prosedur: ditimbang senyawa sebanyak 2500 mg, kemudian dilarutkan
kedalam 10 ml aquadest lalu diaduk hingga homogen.
Page 93
76 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 12. Hasil Perhitungan Rendemen, Parameter Spesifik dan Nonspesifik
1. Perhitungan Rendemen
Berat serbuk simplisia yang diekstraksi = 500 gram
Berat ekstrak kental yang diperoleh = 92,28 gram
%Rendemen = Berat ekstrak kental yang diperoleh
Berat serbuk simplisia yang diekstraksix100%
= 92,28 gram
500 gramx100% = 18,456%
2. Senyawa Terlarut dalam Pelarut
a. Kadar Senyawa yang Larut dalam Air
Bobot cawan kosong (W0) = 36,011 gram
Bobot ekstrak awal (W1) = 1,035 gram
Bobot cawan + residu yang dioven (W2) = 36,016 gram
Kadar senyawa yang larut air = w2−w0
W1x100%
=36,016 gram −36,011 gram
1,035 gramx100%= 0,483%
b. Kadar Senyawa yang Larut dalam Etanol
Bobot cawan kosong (W0) = 34,326 gram
Bobot ekstrak awal (W1) = 1,035 gram
Bobot cawan + residu yang dioven (W2) = 34,483 gram
Kadar senyawa yang larut etanol = w2−w0
W1x100%
=34,483 gram−34,326 gram
1,035 gramx100%= 15,169%
3. Kadar Abu
a. Kadar Abu Total
Bobot cawan kosong (W0) = 22,0 gram
Bobot ekstrak awal (W1) = 22,1631 gram
Bobot cawan + residu yang dioven (W2) = 22,0753 gram
Kadar abu total = w2−w0
W1x100%
=22,0753 gram−22,0 gram
22,1631 gramx100% = 0,339%
Page 94
77 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
b. Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam
Bobot cawan kosong (W0) = 22,0 gram
Bobot ekstrak awal (W1) = 1,00 gram
Bobot cawan + abu yang tidak larut asam (W2) = 22,0753 gram
Bobot kertas saring (C) = 0,8149 gram
Kadar senyawa yang larut air = w2−(Cx0,0076)−w0
W1x100%
= 22,0753 gram−(0,8149 gram x 0,0076)−22,0 gram
1 gramx100% = 6,911%
4. Kadar Air
Bobot ekstrak sebelum dioven (W0) = 1,0323 gram
Bobot ekstrak setelah dioven (W1) = 24,9421 – 24,0684 = 0,8737 gram
Kadar senyawa yang larut air = w0−w1
W0x100%
=1,0323gram−0,8737 gram
1,0323 gramx100% = 15,363%
5. Bobot Jenis
Bobot piknometer kosong (W0) = 25,0250 gram
Bobot piknometer + air (W1) = 19,8277 gram
Bobot piknometer + ekstrak (W2) = 27,2858 gram
d = w2−w0
w1−w0
= 25,0250gram −19,8277 gram
27,2858 gram−19,8277 gram=
5,1973 gram
7,4581 gram= 0,696 gram/ml
6. Sisa Pelarut
Bobot piknometer kosong (W0) = 19,8227 gram
Bobot piknometer + air (W1) = 29,8018 gram
Bobot piknometer + destilat (W2) = 29,8699 gram
d = w2−w0
w1−w0
= 29,8699 gram−19,8277 gram
29,8018 gram−19,8277 gram= 1,006 gram/ml
Berdasarkan tabel alkoholmetri di FI IV kadar etanol yang tersisa 0%.
Page 95
78 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 13. Hasil Penapisan Fitokimia
No.
Identifikasi
Gologan
Senyawa
Hasil Penapisan
Fitokimia Keterangan Gambar
1 Alkaloid
Gambar A sebagai kontrol
Gambar B terdapat endapa
jingga setelah penambahan
reagen dragendorf (+)
Gambar C terdapat
endapan putih setelah
penambahan reagen mayer
(+)
2 Flavonoid
Tedapat warna jingga (+)
3 Terpenoid
Terbentuk warna hijau (+)
4 Steroid dan
Triterpenoid
Tidak terbentuk warna
hijau (-)
5 Saponin
Terbentuk buih yang stabil
(+)
A B C
Page 96
79 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
6 Glikosida
Terbentuk warna hijau (+)
7 Tanin
Terbentuk warna hijau
kecoklatan (+)
Page 97
80 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 14. Dokumentasi Kegiatan Penelitian
Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak Etanol 70% Daun Zaitun
(Olea europaea L.)
Gambar 1. Daun zaitun segar Gambar 2. Pengeringan
daun zaitun
Gambar 3. Penghalusan
daun zaitun
Gambar 4. Serbuk daun zaitun Gambar 5. Serbuk daun
zaitun ditimbang
Gambar 6. Maserat daun
zaitun disaring
Gambar 7. Hasil maserasi daun
zaitun
Gambar 8. Pemekatan
maserat daun zaitun
dengan rotatory evaporator
Gambar 9. Ekstrak
kental daun zaitun
Gambar 10. Penimbangan
ekstrak kental daun zaitun
Page 98
81 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Pengujian Parameter Standar Ekstrak
Gambar 11. Pengerjaan
senyawa larut etanol
Gambar 12. Hasil sisa
residu senyawa larut etanol
Gambar 13. Pengerjaan
senyawa larut air
Gambar 14. Hasil sisa residu
senyawa larut air
Gambar 15. Ekstrak yang
akan diuji
Gambar 16. Proses
pemanasan
menggunakan oven
Perlakuan terhadap Hewan Uji
Gambar 17. Aklimatisasi
hewan uji
Gambar 18. Penimbangan
bobot hewan uji
Gambar 19. Penyondean
hewan uji
Gambar 20. Hewan uji
dimasukkan ke dalam kandang
metabolit
Gambar 21. Anastesi
hewan uji
Gambar 22.
Pengambilan sampel
darah
Page 99
82 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Pengukuran Parameter Aktivitas Diuretik
Gambar 23. Pengukuran
volume urin
Gambar 24. Pengukuran
pH
Gambar 25. Pengukuran
kadar asam urat dan
kreatinin
Alat dan Bahan Penelitian
Gambar 26. Kandang
Metabolit
Gambar 27. Furosemida Gambar 28. NaCMC
Gambar 29. Urea Gambar 30. Suspensi
Furosemida
Gambar 31. Suspensi
NaCMC
Page 100
83 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Gambar 32. Suspensi ekstrak
dosis 150mg/kgbb
Gambar 33. Suspensi
ekstrak dosis 300mg/kgbb
Gambar 34. Suspensi
ekstrak dosis
600mg/kgbb
Gambar 35. Larutan Urea Gambar 36. Reagen Kit
Asam Urat
Gambar 37. Reagen Kit
Kreatinin
Gambar 38. Larutan NaCl
0,9%
Gambar 39.
Spektrofotometer UV-Vis
Gambar. Serum darah
Page 101
84 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 15. Pengukuran Bobot Badan Tikus
Kelompok Tanggal
23/4/2018 25/4/2018 27/4/2018 30/4/2018 2/5/2018 4/5/2018
Normal
KN1 132 150 153 154 162 170
KN2 104 110 122 116 138 154
KN3 153 133 117 158 177 180
KN4 115 127 147 136 147 160
KN5 110 110 96 127 143 159
Dosis 150mg/kgbb
DsA1 106 120 128 121 144 158
DsA2 155 132 143 154 172 173
DsA3 144 145 147 156 174 176
DsA4 114 120 132 119 149 161
DsA5 132 135 141 149 162 165
Dosis 300mg/kgbb
DsB1 139 146 158 173 173 182
DsB2 131 133 140 163 166 189
DsB3 96 98 115 121 143 165
DsB4 142 137 154 160 139 167
DsB5 152 116 140 137 145 170
Dosis 600mg/kgbb
DsC1 170 169 177 190 203 198
DsC2 140 141 154 160 166 164
DsC3 125 137 153 144 173 186
DsC4 131 133 140 163 166 189
DsC5 130 114 130 150 154 173
Kontrol Positif
KP1 104 114 123 137 148 156
KP2 141 159 145 163 180 183
KP3 171 166 160 160 197 194
KP4 111 133 145 147 151 177
KP5 111 114 125 135 145 162
Urea
U1 149 156 135 150 175 188
U2 104 112 99 137 142 164
U3 146 147 146 167 174 179
U4 107 114 122 129 144 159
U5 86 107 129 135 155 165
Page 102
85 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 16. Hasil dan Analisa Statistik Volume Urin Kumulatif
Kelompok 1 2 3 4 5 24
Normal
KN1 0 0 0 0 0 2.4
KN2 0 0 0.5 0.5 0.5 2.5
KN3 0 0 0 0.3 0.3 2.4
KN4 0 0.18 0.11 0.12 0.55 1.8
KN5 0 0 0 0 0 1.4
Rata-rata 0.000 0.036 0.122 0.184 0.270 2.100
SD 0 0.080 0.217 0.215 0.264 0.480
150mg/kgbb
DsA1 0 0 0 0.4 1 1.5
DsA2 0 0 0 0 0 1.9
DsA3 0 0 0 0 0 2
DsA4 0 0 0 0 0 1.8
DsA5 0 0 0.1 0.1 0.1 2
Rata-rata 0.000 0.000 0.020 0.100 0.220 1.840
SD 0.000 0.000 0.045 0.173 0.438 0.207
300mg/kgbb
DsB1 0 0 0 0 0.72 2.9
DsB2 0 0 0 0 0 1.9
DsB3 0 0 0 0 0 2.2
DsB4 0 0 0 0 0 2.4
DsB5 0 0 0 0 0.48 2.1
Rata-rata 0.000 0.000 0.000 0.000 0.240 2.300
SD 0.000 0.000 0.000 0.000 0.339 0.381
600mg/kgbb
DsC1 0 0.37 0.37 0.8 1.45 4.6
DsC2 0 0 0 0 0 3.2
DsC3 0 0 0 0 0 2.7
DsC4 0 0 0 0.2 0.39 2.9
DsC5 0 0 0 0 0 2.8
Rata-rata 0 0.074 0.074 0.200 0.368 3.240
SD 0.000 0.165 0.165 0.346 0.628 0.783
Furosemida
KP1 1.2 2.2 3.1 3.3 4.1 4.5
KP2 1.2 2.1 2.3 3 3 6.2
KP3 0.32 0.65 0.65 0.65 1 4.1
KP4 0.67 0.9 0.9 0.73 1.23 4.2
KP5 0.8 1.53 1.55 2 2.4 4.2
Page 103
86 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Rata-rata 0.838 1.476 1.700 1.936 2.346 4.640
SD 0.374 0.695 1.011 1.235 1.281 0.885
Urea
U1 0 0 0.85 0.93 1.96 4.5
U2 0 0.39 0.86 1.6 1.6 3.8
U3 0 0.8 0.75 1.2 1.2 3.1
U4 0 1 1.05 1.05 1.05 3.6
U5 0 0.84 1.17 1.17 1.17 3
Rata-rata 0.000 0.606 0.936 1.190 1.396 3.600
SD 0.000 0.407 0.170 0.253 0.377 0.604
1. Rata-Rata dan Standar Deviasi
Descriptives
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval for Mean Min. Max.
Lower Bound Upper Bound
Jam1 Kontrol Positif 5 .8380 .37419 .16734 .3734 1.3026 .32 1.20
Dosis 150mg/kgBB 5 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
Dosis 300mg/kgBB 5 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
Dosis 600mg/kgBB 5 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
Normal 5 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
Total 25 .1676 .37467 .07493 .0129 .3223 .00 1.20
Jam2 Kontrol Positif 5 1.4760 .69472 .31069 .6134 2.3386 .65 2.20
Dosis 150mg/kgBB 5 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
Dosis 300mg/kgBB 5 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
Dosis 600mg/kgBB 5 .0740 .16547 .07400 -.1315 .2795 .00 .37
Normal 5 .0360 .08050 .03600 -.0640 .1360 .00 .18
Total 25 .3172 .66072 .13214 .0445 .5899 .00 2.20
Jam3 Kontrol Positif 5 1.7000 1.01057 .45194 .4452 2.9548 .65 3.10
Dosis 150mg/kgBB 5 .0200 .04472 .02000 -.0355 .0755 .00 .10
Dosis 300mg/kgBB 5 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
Dosis 600mg/kgBB 5 .0740 .16547 .07400 -.1315 .2795 .00 .37
Normal 5 .1220 .21661 .09687 -.1470 .3910 .00 .50
Total 25 .3832 .79773 .15955 .0539 .7125 .00 3.10
Jam4 Kontrol Positif 5 1.9360 1.23541 .55249 .4020 3.4700 .65 3.30
Dosis 150mg/kgBB 5 .1000 .17321 .07746 -.1151 .3151 .00 .40
Dosis 300mg/kgBB 5 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
Dosis 600mg/kgBB 5 .2000 .34641 .15492 -.2301 .6301 .00 .80
Normal 5 .1840 .21513 .09621 -.0831 .4511 .00 .50
Page 104
87 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Total 25 .4840 .91727 .18345 .1054 .8626 .00 3.30
Jam5 Kontrol Positif 5 2.3460 1.28105 .57290 .7554 3.9366 1.00 4.10
Dosis 150mg/kgBB 5 .2200 .43818 .19596 -.3241 .7641 .00 1.00
Dosis 300mg/kgBB 5 .2400 .33941 .15179 -.1814 .6614 .00 .72
Dosis 600mg/kgBB 5 .3680 .62799 .28085 -.4118 1.1478 .00 1.45
Normal 5 .2700 .26363 .11790 -.0573 .5973 .00 .55
Total 25 .6888 1.05825 .21165 .2520 1.1256 .00 4.10
Jam24 Kontrol Positif 5 4.6400 .88487 .39573 3.5413 5.7387 4.10 6.20
Dosis 150mg/kgBB 5 1.8400 .20736 .09274 1.5825 2.0975 1.50 2.00
Dosis 300mg/kgBB 5 2.3000 .38079 .17029 1.8272 2.7728 1.90 2.90
Dosis 600mg/kgBB 5 3.2400 .78294 .35014 2.2678 4.2122 2.70 4.60
Normal 5 2.1000 .47958 .21448 1.5045 2.6955 1.40 2.50
Total 25 2.8240 1.18049 .23610 2.3367 3.3113 1.40 6.20
2. Normalitas
Tujuan : Untuk melihat distribusi data volume urin
Hipotesis :
a. Ho : Data volume urin terdistribusi normal
b. Ha : Data volume urin tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan:
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Hasil uji normalitas volume urin
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5 Jam24
N 25 25 25 25 25 25
Normal Parametersa,b
Mean .1676 .3172 .3832 .4840 .6888 2.8240
Std. Deviation .37467 .66072 .79773 .91727 1.05825 1.18049
Most Extreme Differences Absolute .473 .404 .354 .299 .258 .194
Positive .473 .404 .354 .262 .232 .194
Negative -.327 -.316 -.315 -.299 -.258 -.114
Test Statistic .473 .404 .354 .299 .258 .194
Asymp. Sig. (2-tailed) .000c .000
c .000
c .000
c .000
c .016
c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
Page 105
88 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Keputusan :
Data volume urin jam ke 1 sampai dengan jam ke 24 pada seluruh kelompok uji
tidak terdistribusi normal (p≤0,05).
3. Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data volume urin homogen atau tidak
Hipotesis :
a. Ho : Data volume urin bervariasi homogen
b. Ha : Data volume urin tidak bervariasi homogen
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi .0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Hasil uji homogenitas Levene
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Jam1 11.918 4 20 .000
Jam2 13.721 4 20 .000
Jam3 10.873 4 20 .000
Jam4 11.105 4 20 .000
Jam5 3.589 4 20 .023
Jam24 1.455 4 20 .253
Keputusan :
Data volume urin pada jam ke 1 sampai ke 5 tidak bervariasi homogen (p≤0,05),
sedangkan volume urin pada jam ke 24 bervariasi homogen (p>0,05).
4. Kruskal Wallis
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data volume urin
Hipotesis :
a. Ho : Data volume urin tidak berbeda secara bermakna
b. Ha : Data volume urin berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Page 106
89 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Hasil uji Kruskal Wallis data volume urin
Test Statisticsa,b
Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5 Jam24
Chi-Square 23.641 18.985 16.743 14.529 11.551 18.402
df 4 4 4 4 4 4
Asymp. Sig. .000 .001 .002 .006 .021 .001
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Perlakuan
Keputusan :
Data volume urin berbeda secara bermakna (p≤0,05)
5. Mann Whitney
Tujuan : Untuk menentukan data volume urin mana yang memberikan nilai yang
berbeda secara bermakna dengan data volume urin lainnya.
Hipotesis :
a. Ho : Data volume urin tidak berbeda secara bermakna
b. Ha : Data volume urin berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Hasil uji Mann Whitney data volume urin
a. Kontrol positif dengan dosis 150mg/kgBB
Test Statisticsa
Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5 Jam24
Mann-Whitney U .000 .000 .000 .000 .500 .000
Wilcoxon W 15.000 15.000 15.000 15.000 15.500 15.000
Z -2.795 -2.785 -2.694 -2.643 -2.546 -2.627
Asymp. Sig. (2-tailed) .005 .005 .007 .008 .011 .009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008b .008
b .008
b .008
b .008
b .008
b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
Page 107
90 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
b. Kontrol positif dengan dosis 300mg/kgBB
Test Statisticsa
Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5 Jam24
Mann-Whitney U .000 .000 .000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000
Z -2.795 -2.785 -2.785 -2.785 -2.643 -2.619
Asymp. Sig. (2-tailed) .005 .005 .005 .005 .008 .009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008b .008
b .008
b .008
b .008
b .008
b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
c. Kontrol positif dengan dosis 600mg/kgBB
Test Statisticsa
Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5 Jam24
Mann-Whitney U .000 .000 .000 2.000 2.000 4.000
Wilcoxon W 15.000 15.000 15.000 17.000 17.000 19.000
Z -2.795 -2.694 -2.694 -2.220 -2.220 -1.781
Asymp. Sig. (2-tailed) .005 .007 .007 .026 .026 .075
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008b .008
b .008
b .032
b .032
b .095
b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
d. Kontrol positif dengan normal
Test Statisticsa
Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5 Jam24
Mann-Whitney U .000 .000 .000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000
Z -2.795 -2.694 -2.643 -2.619 -2.619 -2.627
Asymp. Sig. (2-tailed) .005 .007 .008 .009 .009 .009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008b .008
b .008
b .008
b .008
b .008
b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
Kesimpulan :
1. Data volume urin jam ke 1 sampai dengan jam ke 24 kelompok kontrol positif
dengan kelompok dosis 150mg/kgBB berbeda secara bermakna (p≤0,05).
2. Data volume urin jam ke 1 sampai dengan jam ke 24 kelompok kontrol positif
dengan kelompok dosis 300mg/kgBB berbeda secara bermakna (p≤0,05).
Page 108
91 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
3. Data volume urin jam ke 1 sampai dengan jam ke 5 kelompok kontrol positif
dengan kelompok dosis 600mg/kgBB berbeda secara bermakna (p≤0,05),
sedangkan pada jam ke 24 tidak berbeda secara bermakna (p>0,05).
4. Data volume urin jam ke 1 sampai dengan jam ke 24 kelompok kontrol positif
dengan kelompok normal berbeda secara bermakna (p≤0,05).
e. Dosis 150mg/kgBB dengan dosis 300mg/kgBB
Test Statisticsa
Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5 Jam24
Mann-Whitney U 12.500 12.500 10.000 7.500 12.500 2.500
Wilcoxon W 27.500 27.500 25.000 22.500 27.500 17.500
Z .000 .000 -1.000 -1.491 .000 -2.102
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000 1.000 .317 .136 1.000 .036
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b 1.000
b .690
b .310
b 1.000
b .032
b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
f. Dosis 150mg/kgBB dengan dosis 600mg/kgBB
Test Statisticsa
Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5 Jam24
Mann-Whitney U 12.500 10.000 12.000 11.500 11.500 .000
Wilcoxon W 27.500 25.000 27.000 26.500 26.500 15.000
Z .000 -1.000 -.149 -.235 -.235 -2.619
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000 .317 .881 .814 .814 .009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b .690
b 1.000
b .841
b .841
b .008
b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
g. Dosis 150mg/kgBB dengan normal
Test Statisticsa
Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5 Jam24
Mann-Whitney U 12.500 10.000 9.000 9.000 10.000 8.500
Wilcoxon W 27.500 25.000 24.000 24.000 25.000 23.500
Z .000 -1.000 -.900 -.780 -.557 -.843
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000 .317 .368 .435 .577 .399
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b .690
b .548
b .548
b .690
b .421
b
a. Grouping Variable: Perlakuan
Page 109
92 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
b. Not corrected for ties.
Kesimpulan :
1. Data volume urin jam ke 1 sampai dengan jam ke 5 kelompok dosis
150mg/kgBB dengan kelompok dosis 300mg/kgBB tidak berbeda secara
bermakna (p>0,05), sedangkan volume urin pada jam ke 24 berbeda secara
bermakna (p≤0,05).
2. Data volume urin jam ke 1 sampai dengan jam ke 5 kelompok dosis
150mg/kgBB dengan kelompok dosis 600mg/kgBB tidak berbeda secara
bermakna (p>0,05), sedangkan volume urin pada jam ke 24 berbeda secara
bermakna (p≤0,05).
3. Data volume urin jam ke 1 sampai dengan jam ke 24 kelompok dosis
150mg/kgBB dengan kelompok normal tidak berbeda secara bermakna
(p>0,05).
h. Dosis 300mg/kgBB dengan dosis 600mg/kgBB
Test Statisticsa
Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5 Jam24
Mann-Whitney U 12.500 10.000 10.000 7.500 12.500 2.500
Wilcoxon W 27.500 25.000 25.000 22.500 27.500 17.500
Z .000 -1.000 -1.000 -1.491 .000 -2.095
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000 .317 .317 .136 1.000 .036
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b .690
b .690
b .310
b 1.000
b .032
b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
i. Dosis 300mg/kgBB dengan normal
Test Statisticsa
Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5 Jam24
Mann-Whitney U 12.500 10.000 7.500 5.000 11.000 11.000
Wilcoxon W 27.500 25.000 22.500 20.000 26.000 26.000
Z .000 -1.000 -1.491 -1.928 -.334 -.317
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000 .317 .136 .054 .738 .751
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b .690
b .310
b .151
b .841
b .841
b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
Page 110
93 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Kesimpulan :
1. Data volume urin jam ke 1 sampai dengan jam ke 5 kelompok dosis
300mg/kgBB dengan kelompok dosis 600mg/kgBB tidak berbeda secara
bermakna (p>0,05), sedangkan volume urin pada jam ke 24 berbeda secara
bermakna (p≤0,05).
2. Data volume urin jam ke 1 sampai dengan jam ke 24 kelompok dosis
300mg/kgBB dengan kelompok normal tidak berbeda secara bermakna
(p>0,05).
j. Dosis 600mg/kgBB dengan normal
Test Statisticsa
Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5 Jam24
Mann-Whitney U 12.500 12.000 10.000 11.000 11.000 .000
Wilcoxon W 27.500 27.000 25.000 26.000 26.000 15.000
Z .000 -.149 -.643 -.334 -.334 -2.619
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000 .881 .521 .738 .738 .009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b 1.000
b .690
b .841
b .841
b .008
b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
Kesimpulan :
1. Data volume urin jam ke 1 sampai dengan jam ke 5 pada kelompok dosis
600mg/kgBB dengan kelompok normal tidak berbeda secara bermakna
(p>0,05), sedangkan volume urin jam 24 berbeda secara bermakna (p≤0,05).
Page 111
94 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 17. Hasil Pengukuran pH
Kelompok Sampel pH
NaCMC
KN1 7
KN2 7
KN3 7
KN4 7
KN5 7
Rata-rata 8
SD 0
150mg/kg
DsA1 7
DsA2 8
DsA3 7
DsA4 8
DsA5 8
Rata-rata 7.6
SD 0.490
300mg/kg
DsB1 8
DsB2 8
DsB3 7
DsB4 7
DsB5 8
Rata-rata 7.6
SD 0.490
600mg/kg
DsC1 8
DsC2 8
DsC3 8
DsC4 8
DsC5 8
Rata-rata 8
SD 0
Furosemid
KP1 8
KP2 8
KP3 8
KP4 8
KP5 8
Rata-rata 8
SD 0
Page 112
95 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
1. Rata-Rata dan Standar Deviasi
Descriptives
pH
N Mean Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
Normal 5 7.0000 .00000 .00000 7.0000 7.0000 7.00 7.00
Dosis 150mg/kgBB 5 7.6000 .54772 .24495 6.9199 8.2801 7.00 8.00
Dosis 300mg/kgBB 5 7.6000 .54772 .24495 6.9199 8.2801 7.00 8.00
Dosis 600mg/kgBB 5 8.0000 .00000 .00000 8.0000 8.0000 8.00 8.00
Kontrol Positif 5 8.0000 .00000 .00000 8.0000 8.0000 8.00 8.00
Total 25 7.6400 .48990 .09798 7.4378 7.8422 7.00 8.00
2. Normalitas
Tujuan : Untuk melihat distribusi data pH
Hipotesis :
a. Ho : Data pH terdistribusi normal
b. Ha : Data pH tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan:
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Hasil uji normalitas pH
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
pH
N 25
Normal Parametersa,b
Mean 7.6400
Std. Deviation .48990
Most Extreme Differences Absolute .409
Positive .264
Negative -.409
Test Statistic .409
Asymp. Sig. (2-tailed) .000c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
Keputusan : Data pH seluruh kelompok uji tidak terdistribusi normal (p≤0,05).
Page 113
96 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
3. Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data pH homogen atau tidak
Hipotesis :
a. Ho : Data pH bervariasi homogen
b. Ha : Data pH tidak bervariasi homogen
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Hasil uji homogenitas Levene
Test of Homogeneity of Variances
pH
Levene Statistic df1 df2 Sig.
72.000 4 20 .000
Keputusan :
Data pH tidak bervariasi homogen (p≤0,05) sehingga dilanjutkan dengan uji
Kruskal Wallis
4. Kruskal Wallis
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data pH
Hipotesis :
a. Ho : Data pH tidak berbeda secara bermakna
b. Ha : Data pH berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Hasil uji Kruskal Wallis data pH
Test Statisticsa,b
pH
Chi-Square 14.000
Df 4
Asymp. Sig. .007
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
Perlakuan
Page 114
97 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Keputusan :
Data pH berbeda secara bermakna (p≤0,05)
5. Mann Whitney
Tujuan : Untuk menentukan data pH mana yang memberikan nilai yang berbeda
secara bermakna dengan data pH lainnya.
Hipotesis :
a. Ho : Data pH tidak berbeda secara bermakna
b. Ha : Data pH berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Hasil uji Mann Whitney data pH
a. Kontrol positif dengan dosis 150mg/kgBB
Test Statisticsa
pH
Mann-Whitney U 7.500
Wilcoxon W 22.500
Z -1.500
Asymp. Sig. (2-tailed) .134
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .310b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
b. Kontrol positif dengan dosis 300mg/kgBB
Test Statisticsa
pH
Mann-Whitney U 7.500
Wilcoxon W 22.500
Z -1.500
Asymp. Sig. (2-tailed) .134
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .310b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
Page 115
98 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
c. Kontrol positif dengan dosis 600mg/kgBB
Test Statisticsa
pH
Mann-Whitney U 12.500
Wilcoxon W 27.500
Z .000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
d. Kontrol positif dengan normal
Test Statisticsa
pH
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -3.000
Asymp. Sig. (2-tailed) .003
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
Kesimpulan :
1. Data pH kelompok kontrol positif dengan kelompok dosis 150mg/kgBB tidak
berbeda secara bermakna (p>0,05).
2. Data pH kelompok kontrol positif dengan kelompok dosis 300mg/kgBB tidak
berbeda secara bermakna (p>0,05).
3. Data pH kelompok kontrol positif dengan kelompok dosis 600mg/kgBB tidak
berbeda secara bermakna (p>0,05).
4. Data pH kelompok kontrol positif dengan kelompok normal berbeda secara
bermakna (p≤0,05).
Page 116
99 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
e. Dosis 150mg/kgBB dengan dosis 300mg/kgBB
Test Statisticsa
pH
Mann-Whitney U 12.500
Wilcoxon W 27.500
Z .000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
f. Dosis 150mg/kgBB dengan dosis 600mg/kgBB
Test Statisticsa
pH
Mann-Whitney U 7.500
Wilcoxon W 22.500
Z -1.500
Asymp. Sig. (2-tailed) .134
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .310b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
g. Dosis 150mg/kgBB dengan kontrol normal
Test Statisticsa
pH
Mann-Whitney U 5.000
Wilcoxon W 20.000
Z -1.964
Asymp. Sig. (2-tailed) .050
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .151b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
Kesimpulan :
1. Data pH kelompok dosis 150mg/kgBB dengan kelompok dosis 300mg/kgBB
tidak berbeda secara bermakna (p>0,05).
2. Data pH kelompok dosis 150mg/kgBB dengan kelompok dosis 600mg/kgBB
tidak berbeda secara bermakna (p>0,05).
Page 117
100 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
3. Data pH kelompok dosis 150mg/kgBB dengan kelompok normal berbeda
secara bermakna (p≤0,05).
h. Dosis 300mg/kgBB dengan dosis 600mg/kgBB
Test Statisticsa
pH
Mann-Whitney U 7.500
Wilcoxon W 22.500
Z -1.500
Asymp. Sig. (2-tailed) .134
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .310b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
i. Dosis 300mg/kgBB dengan kontrol negatif
Test Statisticsa
pH
Mann-Whitney U 5.000
Wilcoxon W 20.000
Z -1.964
Asymp. Sig. (2-tailed) .050
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .151b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
Kesimpulan :
1. Data pH kelompok dosis 300mg/kgBB dengan kelompok dosis 600mg/kgBB
tidak berbeda secara bermakna (p>0,05).
2. Data pH kelompok dosis 300mg/kgBB dengan kelompok normal tidak
berbeda secara bermakna (p>0,05).
Page 118
101 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
j. Dosis 600mg/kgBB dengan normal
Test Statisticsa
pH
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -3.000
Asymp. Sig. (2-tailed) .003
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
Kesimpulan :
1. Data pH kelompok dosis 600mg/kgBB dengan kelompok normal berbeda
secara bermakna (p≤0,05).
Page 119
102 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 18. Hasil Pengukuran Asam Urat
Kelompok Sampel Kadar
(mg/dL)
Rata-Rata
(mg/dL)
NaCMC
KN1 0.608
0.884
KN2 0.649
KN3 0.405
KN4 1.054
KN5 1.703
150mg/kg
DsA1 0.568
1.314
DsA2 1.054
DsA3 1.824
DsA4 1.176
DsA5 1.946
300mg/kg
DsB1 1.297
1.881
DsB2 1.703
DsB3 1.986
DsB4 2.757
DsB5 1.662
600mg/kg
DsC1 1.054
1.192
DsC2 1.662
DsC3 2.514
DsC4 0.162
DsC5 0.568
Furosemid
KP1 1.946
1.451
KP2 1.946
KP3 1.014
KP4 0.730
KP5 1.622
Page 120
103 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
1. Rata-Rata dan Standar Deviasi
Descriptives
AsamUrat
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval for Mean Min. Max
Lower Bound Upper Bound
Normal 5 .8838 .51490 .23027 .2445 1.5231 .41 1.70
Dosis 150mg/kgBB 5 1.3136 .57068 .25521 .6050 2.0222 .57 1.95
Dosis 300mg/kgBB 5 1.8810 .54752 .24486 1.2012 2.5608 1.30 2.76
Dosis 600mg/kgBB 5 1.1920 .92708 .41460 .0409 2.3431 .16 2.51
Kontrol Positif 5 1.4516 .55455 .24800 .7630 2.1402 .73 1.95
Total 25 1.3444 .67420 .13484 1.0661 1.6227 .16 2.76
2. Normalitas
Tujuan : Untuk melihat distribusi data kadar asam urat
Hipotesis :
a. Ho : Data kadar asam urat terdistribusi normal
b. Ha : Data kadar asam urat tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan:
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Hasil uji normalitas kadar asam urat
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
AsamUrat
N 25
Normal Parametersa,b
Mean 1.3444
Std. Deviation .67420
Most Extreme Differences Absolute .140
Positive .107
Negative -.140
Test Statistic .140
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
Keputusan :
Data kadar asam urat seluruh kelompok uji terdistribusi normal (p>0,05).
Page 121
104 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
3. Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data kadar asam urat homogen atau tidak
Hipotesis :
a. Ho : Data kadar asam urat bervariasi homogen
b. Ha : Data kadar asam urat tidak bervariasi homogen
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Hasil uji homogenitas Levene
Test of Homogeneity of Variances
AsamUrat
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.899 4 20 .483
Keputusan :
Data kadar asam urat bervariasi homogen (p>0,05) sehingga dilanjutkan dengan
uji ANOVA
4. ANOVA
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data kadar asam urat
Hipotesis :
a. Ho : Data kadar asam urat tidak berbeda secara bermakna
b. Ha : Data kadar asam urat berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Hasil uji ANOVA data kadar asam urat
ANOVA
AsamUrat
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2.679 4 .670 1.627 .206
Within Groups 8.230 20 .412
Total 10.909 24
Keputusan :
Data kadar asam urat tidak berbeda secara bermakna (p>0,05)
Page 122
105 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 19. Hasil Pengukuran Bersihan Kreatinin
Hasil pengukuran kadar kreatinin pada sampel urin 24 jam
Kelompok Sampel Kadar
(mg/dl)
Rata-Rata
(mg/dl)
NaCMC
KN1 10.000
6.062
KN2 3.692
KN3 4.769
KN4 5.385
KN5 6.462
150mg/kg
DsA1 0.923
4.031
DsA2 5.538
DsA3 5.385
DsA4 4.000
DsA5 4.308
300mg/kg
DsB1 6.769
6.031
DsB2 5.538
DsB3 6.769
DsB4 6.154
DsB5 4.923
600mg/kg
DsC1 1.846
4.985
DsC2 4.769
DsC3 5.538
DsC4 5.077
DsC5 7.692
Furosemid
KP1 1.231
2.523
KP2 2.154
KP3 2.000
KP4 2.769
KP5 4.462
Page 123
106 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Hasil pengukuran kadar kreatinin pada sampel serum darah
Kelompok Sampel Kadar
(mg/dl)
Rata-Rata
(mg/dl)
NaCMC
KN1 0.923
1.200
KN2 1.692
KN3 1.231
KN4 1.231
KN5 0.923
150mg/kg
DsA1 1.077
1.508
DsA2 1.846
DsA3 1.385
DsA4 1.692
DsA5 1.538
300mg/kg
DsB1 1.692
1.262
DsB2 1.692
DsB3 0.462
DsB4 0.923
DsB5 1.538
600mg/kg
DsC1 0.769
1.138
DsC2 1.385
DsC3 0.615
DsC4 1.538
DsC5 1.385
Furosemid
KP1 1.231
1.169
KP2 0.923
KP3 1.077
KP4 1.077
KP5 1.538
Page 124
107 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Hasil pengukuran bersihan kreatinin
Kelompok Sampel CrCl (mL/min) Rata-Rata
NaCMC
KN1 0.018
0.008
KN2 0.004
KN3 0.006
KN4 0.005
KN5 0.007
150mg/kg
DsA1 0.001
0.003
DsA2 0.004
DsA3 0.005
DsA4 0.003
DsA5 0.004
300mg/kg
DsB1 0.008
0.010
DsB2 0.004
DsB3 0.022
DsB4 0.011
DsB5 0.005
600mg/kg
DsC1 0.008
0.010
DsC2 0.008
DsC3 0.017
DsC4 0.007
DsC5 0.011
Furosemid
KP1 0.003
0.007
KP2 0.010
KP3 0.005
KP4 0.008
KP5 0.008
1. Rata-Rata dan Standar Deviasi
Descriptives
CrCl
N Mean Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
Normal 5 .0080 .00570 .00255 .0009 .0151 .00 .02
Dosis 150mg/kgBB 5 .0034 .00152 .00068 .0015 .0053 .00 .01
Dosis 300mg/kgBB 5 .0100 .00725 .00324 .0010 .0190 .00 .02
Dosis 600mg/kgBB 5 .0102 .00409 .00183 .0051 .0153 .01 .02
Kontrol Positif 5 .0068 .00277 .00124 .0034 .0102 .00 .01
Total 25 .0077 .00501 .00100 .0056 .0097 .00 .02
Page 125
108 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
2. Normalitas
Tujuan : Untuk melihat distribusi data bersihan kreatinin
Hipotesis :
a. Ho : Data bersihan kreatinin terdistribusi normal
b. Ha : Data bersihan kreatinin tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan:
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Hasil uji normalitas bersihan kreatinin
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
CrCl
N 25
Normal Parametersa,b
Mean .0077
Std. Deviation .00501
Most Extreme Differences Absolute .235
Positive .235
Negative -.135
Test Statistic .235
Asymp. Sig. (2-tailed) .001c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
Keputusan :
Data bersihan kreatinin seluruh kelompok uji tidak terdistribusi normal (p≤0,05).
3. Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data bersihan kreatinin homogen atau tidak
Hipotesis :
a. Ho : Data bersihan kreatinin bervariasi homogen
b. Ha : Data bersihan kreatinin tidak bervariasi homogen
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Page 126
109 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Hasil uji homogenitas Levene
Test of Homogeneity of Variances
CrCl
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.604 4 20 .212
Keputusan :
Data bersihan kreatinin bervariasi homogen (p>0,05) sehingga dilanjutkan dengan
uji Kruskal Wallis
4. Kruskal Wallis
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data bersihan kreatinin
Hipotesis :
a. Ho : Data bersihan kreatinin tidak berbeda secara bermakna
b. Ha : Data bersihan kreatinin berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Hasil uji Kruskal Wallis data bersihan kreatinin
Test Statisticsa,b
CrCl
Chi-Square 9.737
df 4
Asymp. Sig. .045
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
Perlakuan
Keputusan :
Data bersihan kreatinin berbeda secara bermakna (p≤0,05)
5. Mann Whitney
Tujuan : Untuk menentukan data bersihan kreatinin mana yang memberikan nilai
yang berbeda secara bermakna dengan data bersihan kreatinin lainnya.
Hipotesis :
a. Ho : Data bersihan kreatinin tidak berbeda secara bermakna
Page 127
110 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
b. Ha : Data bersihan kreatinin berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Hasil uji Mann Whitney data bersihan kreatinin
a. Kontrol positif dengan dosis 150mg/kgBB
Test Statisticsa
CrCl
Mann-Whitney U 4.000
Wilcoxon W 19.000
Z -1.798
Asymp. Sig. (2-tailed) .072
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .095b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
b. Kontrol positif dengan dosis 300mg/kgBB
Test Statisticsa
CrCl
Mann-Whitney U 9.500
Wilcoxon W 24.500
Z -.636
Asymp. Sig. (2-tailed) .525
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .548b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
c. Kontrol positif dengan dosis 600mg/kgBB
Test Statisticsa
CrCl
Mann-Whitney U 7.000
Wilcoxon W 22.000
Z -1.185
Asymp. Sig. (2-tailed) .236
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .310b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
Page 128
111 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
d. Kontrol positif dengan normal
Test Statisticsa
CrCl
Mann-Whitney U 11.500
Wilcoxon W 26.500
Z -.210
Asymp. Sig. (2-tailed) .834
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .841b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
Kesimpulan :
1. Data bersihan kreatinin kelompok kontrol positif dengan kelompok dosis
150mg/kgBB tidak berbeda secara bermakna (p>0,05).
2. Data bersihan kreatinin kelompok kontrol positif dengan kelompok dosis
300mg/kgBB tidak berbeda secara bermakna (p>0,05).
3. Data bersihan kreatinin kelompok kontrol positif dengan kelompok dosis
600mg/kgBB tidak berbeda secara bermakna (p>0,05).
4. Data bersihan kreatinin kelompok kontrol positif dengan kelompok normal
tidak berbeda secara bermakna (p>0,05).
e. Dosis 150mg/kgBB dengan dosis 300mg/kgBB
Test Statisticsa
CrCl
Mann-Whitney U 2.500
Wilcoxon W 17.500
Z -2.121
Asymp. Sig. (2-tailed) .034
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .032b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
Page 129
112 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
f. Dosis 150mg/kgBB dengan dosis 600mg/kgBB
Test Statisticsa
CrCl
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.627
Asymp. Sig. (2-tailed) .009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
g. Dosis 150mg/kgBB dengan normal
Test Statisticsa
CrCl
Mann-Whitney U 2.500
Wilcoxon W 17.500
Z -2.121
Asymp. Sig. (2-tailed) .034
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .032b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
Kesimpulan :
1. Data bersihan kreatinin kelompok dosis 150mg/kgBB dengan kelompok dosis
300mg/kgBB berbeda secara bermakna (p≤0,05).
2. Data bersihan kreatinin kelompok dosis 150mg/kgBB dengan kelompok dosis
600mg/kgBB berbeda secara bermakna (p≤0,05).
3. Data bersihan kreatinin kelompok dosis 150mg/kgBB dengan kelompok
normal berbeda secara bermakna (p≤0,05).
Page 130
113 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
h. Dosis 300mg/kgBB dengan dosis 600mg/kgBB
Test Statisticsa
CrCl
Mann-Whitney U 10.500
Wilcoxon W 25.500
Z -.424
Asymp. Sig. (2-tailed) .671
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .690b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
i. Dosis 300mg/kgBB dengan normal
Test Statisticsa
CrCl
Mann-Whitney U 10.000
Wilcoxon W 25.000
Z -.525
Asymp. Sig. (2-tailed) .599
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .690b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
Kesimpulan :
1. Data bersihan kreatinin kelompok dosis 300mg/kgBB dengan kelompok dosis
600mg/kgBB tidak berbeda secara bermakna (p>0,05).
2. Data bersihan kreatinin kelompok dosis 300mg/kgBB dengan kelompok
normal tidak berbeda secara bermakna (p>0,05).
j. Dosis 600mg/kgBB dengan normal
Test Statisticsa
CrCl
Mann-Whitney U 5.500
Wilcoxon W 20.500
Z -1.471
Asymp. Sig. (2-tailed) .141
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .151b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
Page 131
114 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Kesimpulan :
1. Data bersihan kreatinin kelompok dosis 600mg/kgBB dengan kelompok
kontrol negatif tidak berbeda secara bermakna (p>0,05).
Page 132
115 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 20. Hasil Pengukuran Kadar Natrium
Kelompok Sampel Kadar Natrium
(ppm) Rata-Rata
NaCMC
KN1 2159,86
1822,092±336,241
KN2 1508,42
KN3 1734,98
KN4 1514,35
KN5 2192,85
150mg/kg
DsA1 3006,95
2747,5940±489,781
DsA2 2173,63
DsA3 3407,80
DsA4 2391,42
DsA5 2758,17
300mg/kg
DsB1 2470,86
2149,424±232,487
DsB2 1903,25
DsB3 2291,85
DsB4 2105,00
DsB5 1976,16
600mg/kg
DsC1 1206,18
1752,662±668,521
DsC2 2452,00
DsC3 1386,57
DsC4 1209.97
DsC5 2508.59
Furosemid
KP1 3878.86
2818,089±723,641
KP2 3810.49
KP3 1557.50
KP4 2217.10
KP5 2629,42
Page 133
116 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
1. Rata-Rata dan Standar Deviasi
Descriptives
Natrium
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
Normal 5 1822.0920 336.24116 150.37162 1404.5935 2239.5905 1508.42 2192.85
Dosis 150mg/kgbb 5 2747.5940 489.78157 219.03698 2139.4499 3355.7381 2173.63 3407.80
Dosis 300mg/kgbb 5 2149.4240 232.48753 103.97159 1860.7526 2438.0954 1903.25 2470.86
Dosis 600mg/kgbb 5 1752.6620 668.52100 298.97168 922.5835 2582.7405 1206.18 2508.59
Kontrol Positif 5 2818.6740 1011.92410 452.54622 1562.2043 4075.1437 1557.50 3878.86
Total 25 2258.0892 723.64137 144.72827 1959.3847 2556.7937 1206.18 3878.86
2. Normalitas
Tujuan : Untuk melihat distribusi data konsentrasi Natrium
Hipotesis :
a. Ho : Data konsentrasi Natrium terdistribusi normal
b. Ha : Data konsentrasi Natrium tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan:
a. Jika nilai signifikasi ≥0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Hasil uji normalitas konsentrasi Natrium One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Na
N 25
Normal Parametersa,b
Mean 2258.0892
Std. Deviation 723.64137
Most Extreme Differences Absolute .125
Positive .125
Negative -.073
Test Statistic .125
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
Keputusan :
Data konsentrasi Natrium pada seluruh kelompok uji terdistribusi normal
(p>0,05).
Page 134
117 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
3. Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data konsentrasi Natrium homogen atau tidak
Hipotesis :
a. Ho : Data konsentrasi Natrium bervariasi homogen
b. Ha : Data konsentrasi Natrium tidak bervariasi homogen
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Hasil uji homogenitas Levene Test of Homogeneity of Variances
Na
Levene Statistic df1 df2 Sig.
5.467 4 20 .004
Keputusan :
Data konsentrasi Natrium tidak bervariasi homogen (p≤0,05).
4. Kruskal Wallis
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data konsentrasi Natrium
Hipotesis :
a. Ho : Data konsentrasi Natrium tidak berbeda secara bermakna
b. Ha : Data konsentrasi Natrium berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Hasil uji Kruskal Wallis data konsentrasi Natrium Test Statistics
a,b
Na
Chi-Square 9.585
Df 4
Asymp. Sig. .048
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
Kelompok
Keputusan :
Data konsentrasi Natrium berbeda secara bermakna (p≤0,05).
Page 135
118 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
5. Mann Whitney
Tujuan : Untuk menentukan data konsentrasi Natrium mana yang memberikan
nilai yang berbeda secara bermakna dengan data konsentrasi Natrium lainnya.
Hipotesis :
a. Ho : Data konsentrasi Natrium tidak berbeda secara bermakna
b. Ha : Data konsentrasi Natrium berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Hasil uji Mann Whitney data konsentrasi Natrium
a. Normal dengan dosis 150mg/kgBB
Test Statisticsa
Na
Mann-Whitney U 1.000
Wilcoxon W 16.000
Z -2.402
Asymp. Sig. (2-tailed) .016
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .016b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
b. Normal dengan dosis 300mg/kgBB
Test Statisticsa
Na
Mann-Whitney U 6.000
Wilcoxon W 21.000
Z -1.358
Asymp. Sig. (2-tailed) .175
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .222b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
Page 136
119 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
c. Normal dengan dosis 600mg/kgBB
Test Statisticsa
Na
Mann-Whitney U 10.000
Wilcoxon W 25.000
Z -.522
Asymp. Sig. (2-tailed) .602
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .690b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
d. Normal dengan kontrol positif
Test Statisticsa
Na
Mann-Whitney U 3.000
Wilcoxon W 18.000
Z -1.984
Asymp. Sig. (2-tailed) .047
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .056b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
Kesimpulan :
1. Data konsentrasi Natrium pada kelompok normal dengan kelompok dosis
150mg/kgBB berbeda secara bermakna (p≤0,05).
2. Data konsentrasi Natrium pada kelompok normal dengan kelompok dosis
300mg/kgBB tidak berbeda secara bermakna (p>0,05).
3. Data konsentrasi Natrium pada kelompok normal dengan kelompok dosis
600mg/kgBB tidak berbeda secara bermakna (p>0,05).
4. Data konsentrasi Natrium pada kelompok normal dengan kelompok kontrol
negatif berbeda secara bermakna (p≤0,05).
Page 137
120 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
e. Dosis 150mg/kgBB dengan dosis 300mg/kgBB
Test Statisticsa
Na
Mann-Whitney U 3.000
Wilcoxon W 18.000
Z -1.984
Asymp. Sig. (2-tailed) .047
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .056b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
f. Dosis 150mg/kgBB dengan dosis 600mg/kgBB
Test Statisticsa
Na
Mann-Whitney U 4.000
Wilcoxon W 19.000
Z -1.776
Asymp. Sig. (2-tailed) .076
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .095b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
g. Dosis 150mg/kgBB dengan kontrol positif
Test Statisticsa
Na
Mann-Whitney U 12.000
Wilcoxon W 27.000
Z -.104
Asymp. Sig. (2-tailed) .917
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
Kesimpulan :
1. Data konsentrasi Natrium pada kelompok dosis 150mg/kgBB dengan
kelompok dosis 300mg/kgBB berbeda secara bermakna (p≤0,05).
2. Data konsentrasi Natrium pada kelompok dosis 150mg/kgBB dengan
kelompok dosis 600mg/kgBB tidak berbeda secara bermakna (p>0,05).
Page 138
121 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
3. Data konsentrasi Natrium pada kelompok dosis 150mg/kgBB dengan
kelompok kontrol positif tidak berbeda secara bermakna (p>0,05).
h. Dosis 300mg/kgBB dengan dosis 600mg/kgBB
Test Statisticsa
Na
Mann-Whitney U 9.000
Wilcoxon W 24.000
Z -.731
Asymp. Sig. (2-tailed) .465
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .548b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
i. Dosis 300mg/kgBB dengan kontrol positif
Test Statisticsa
Na
Mann-Whitney U 7.000
Wilcoxon W 22.000
Z -1.149
Asymp. Sig. (2-tailed) .251
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .310b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
Kesimpulan :
1. Data konsentrasi Natrium pada kelompok dosis 300mg/kgBB dengan
kelompok dosis 600mg/kgBB tidak berbeda secara bermakna (p>0,05).
2. Data konsentrasi Natrium pada kelompok dosis 300mg/kgBB dengan
kelompok kontrol positif tidak berbeda secara bermakna (p>0,05).
Page 139
122 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
j. Dosis 600mg/kgBB dengan kontrol positif
Test Statisticsa
Na
Mann-Whitney U 4.000
Wilcoxon W 19.000
Z -1.776
Asymp. Sig. (2-tailed) .076
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .095b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
Kesimpulan :
1. Data konsentrasi Natrium pada kelompok dosis 600mg/kgBB dengan
kelompok kontrol positif tidak berbeda secara bermakna (p>0,05).
Page 140
123 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 21. Hasil Pengukuran Kadar Kalium
Kelompok Sampel Kadar Kalium
(ppm) Rata-Rata
NaCMC
KN1 2102,348
2321,054±613,228
KN2 2875,176
KN3 1741,992
KN4 1816,651
KN5 3069,1
150mg/kg
DsA1 2252,671
3681,036±1025,502
DsA2 3743,625
DsA3 3752,801
DsA4 3515,589
DsA5 5140,473
300mg/kg
DsB1 3873,096
3775,380±589,346
DsB2 4476,932
DsB3 3288,072
DsB4 3071,007
DsB5 4167,793
600mg/kg
DsC1 3441,877
4180,006±864,486
DsC2 3409,546
DsC3 4081,879
DsC4 4457,229
DsC5 5509,487
Furosemid
KP1 3483,452
3721,148±408,486
KP2 3796,925
KP3 3202,513
KP4 4290,159
KP5 3832,695
Page 141
124 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
1. Rata-Rata dan Standar Deviasi
Descriptives
Kalium
N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Mean
Min. Max. Lower Bound Upper Bound
Normal 5 2321.0540 613.22883 274.24427 1559.6298 3082.4782 1741.99 3069.10
Dosis 150mg/kgbb 5 3681.0360 1025.50232 458.61858 2407.7067 4954.3653 2252.67 5140.47
Dosis 300mg/kgbb 5 3775.3800 589.34611 263.56359 3043.6102 4507.1498 3071.01 4476.93
Dosis 600mg/kgbb 5 4180.0060 864.93381 386.81016 3106.0488 5253.9632 3409.55 5509.49
Kontrol Positif 5 3721.1480 408.48651 182.68072 3213.9450 4228.3510 3202.51 4290.16
Total 25 3535.7248 930.44112 186.08822 3151.6576 3919.7920 1741.99 5509.49
2. Normalitas
Tujuan : Untuk melihat distribusi data kadar konsentrasi kalium
Hipotesis :
a. Ho : Data kadar konsentrasi kalium terdistribusi normal
b. Ha : Data kadar konsentrasi kalium tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan:
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Hasil uji normalitas kadar konsentrasi kalium
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
K
N 25
Normal Parametersa,b
Mean 3535.7248
Std. Deviation 930.44112
Most Extreme Differences Absolute .108
Positive .078
Negative -.108
Test Statistic .108
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
Page 142
125 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Keputusan :
Data kadar konsentrasi kalium seluruh kelompok uji terdistribusi normal
(p>0,05).
3. Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data kadar konsentrasi kalium homogen atau tidak
Hipotesis :
a. Ho : Data kadar konsentrasi kalium bervariasi homogen
b. Ha : Data kadar konsentrasi kalium tidak bervariasi homogen
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Hasil uji homogenitas Levene
Test of Homogeneity of Variances
K
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.525 4 20 .719
Keputusan :
Data kadar konsentrasi kalium bervariasi homogen (p>0,05) sehingga dilanjutkan
dengan uji ANOVA
4. ANOVA
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data kadar konsentrasi
kalium
Hipotesis :
a. Ho : Data kadar konsentrasi kalium tidak berbeda secara bermakna
b. Ha : Data kadar konsentrasi kalium berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Page 143
126 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Hasil uji ANOVA data kadar konsentrasi kalium
ANOVA
K
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 10017275.699 4 2504318.925 4.655 .008
Within Groups 10760020.633 20 538001.032
Total 20777296.332 24
Keputusan :
Data kadar konsentrasi kalium berbeda secara bermakna (p≤0,05)
5. LSD
Tujuan : Untuk menentukan data kadar konsentrasi kalium mana yang
memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data kadar konsentrasi
kalium lainnya.
Hipotesis :
a. Ho : Data kadar konsentrasi kalium tidak berbeda secara bermakna
b. Ha : Data kadar konsentrasi kalium berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Page 144
127 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Hasil uji LSD data kadar konsentrasi kalium
Multiple Comparisons
Dependent Variable: K
LSD
(I) Kelompok (J) Kelompok
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Normal Dosis 150mg/kgbb -1359.98200* 463.89698 .008 -2327.6542 -392.3098
Dosis 300mg/kgbb -1454.32600* 463.89698 .005 -2421.9982 -486.6538
Dosis 600mg/kgbb -1858.95200* 463.89698 .001 -2826.6242 -891.2798
Kontrol Positif -1400.09400* 463.89698 .007 -2367.7662 -432.4218
Dosis 150mg/kgbb Normal 1359.98200* 463.89698 .008 392.3098 2327.6542
Dosis 300mg/kgbb -94.34400 463.89698 .841 -1062.0162 873.3282
Dosis 600mg/kgbb -498.97000 463.89698 .295 -1466.6422 468.7022
Kontrol Positif -40.11200 463.89698 .932 -1007.7842 927.5602
Dosis 300mg/kgbb Normal 1454.32600* 463.89698 .005 486.6538 2421.9982
Dosis 150mg/kgbb 94.34400 463.89698 .841 -873.3282 1062.0162
Dosis 600mg/kgbb -404.62600 463.89698 .393 -1372.2982 563.0462
Kontrol Positif 54.23200 463.89698 .908 -913.4402 1021.9042
Dosis 600mg/kgbb Normal 1858.95200* 463.89698 .001 891.2798 2826.6242
Dosis 150mg/kgbb 498.97000 463.89698 .295 -468.7022 1466.6422
Dosis 300mg/kgbb 404.62600 463.89698 .393 -563.0462 1372.2982
Kontrol Positif 458.85800 463.89698 .334 -508.8142 1426.5302
Kontrol Positif Normal 1400.09400* 463.89698 .007 432.4218 2367.7662
Dosis 150mg/kgbb 40.11200 463.89698 .932 -927.5602 1007.7842
Dosis 300mg/kgbb -54.23200 463.89698 .908 -1021.9042 913.4402
Dosis 600mg/kgbb -458.85800 463.89698 .334 -1426.5302 508.8142
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keputusan :
Data kadar konsentrasi kalium pada kelompok dosis 150mg/kgbb, 300mg/kgbb,
dan 600mg/kgbb dan kontrol positif berbeda secara bermakna dengan kelompok
normal (p≤0,05).
Page 145
128 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 22. Hasil Pengukuran Kadar Klorida
Kelompok Sampel Kadar Klorida
(ppm) Rata-Rata
NaCMC
KN1 9969,82
12426,668±5371,155
KN2 7299,33
KN3 10681,95
KN4 21363,90
KN5 12818,34
150mg/kg
DsA2 19583,58
26704,877±6661,364 DsA3 24924,55
DsA4 26704,88
DsA5 35606,50
300mg/kg
DsB1 16913,09
19138,496±3083,613
DsB2 23144,23
DsB3 21808,98
DsB4 16913,09
DsB5 16913,09
600mg/kg
DsC1 9613,76
15423,550±4638,269
DsC2 16913,09
DsC3 12017,19
DsC4 17209,81
DsC5 21363,90
Furosemid
KP1 24479,47
239155,700±6864,007
KP2 17209,81
KP3 22699,14
KP4 27595,04
KP5 27595,04
1. Rata-Rata dan Standar Deviasi
Descriptives
Cl
N Mean Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Min. Max.
Lower Bound Upper Bound
Kontrol Positif 5 12426.6680 5371.15585 2402.05392 5757.4972 19095.8388 7299.33 21363.90
Dosis 150mg/kgbb 4 26704.8775 6661.36441 3330.68220 16105.1602 37304.5948 19583.58 35606.50
Dosis 300mg/kgbb 5 19138.4960 3083.61335 1379.03382 15309.6843 22967.3077 16913.09 23144.23
Dosis 600mg/kgbb 5 15423.5500 4638.26909 2074.29700 9664.3783 21182.7217 9613.76 21363.90
Kontrol Negatif 5 23915.7000 4296.56552 1921.48252 18580.8093 29250.5907 17209.81 27595.04
Total 24 19222.5658 6864.00792 1401.10975 16324.1495 22120.9822 7299.33 35606.50
Page 146
129 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
2. Normalitas
Tujuan : Untuk melihat distribusi data kadar konsentrasi klorida
Hipotesis :
a. Ho : Data kadar konsentrasi klorida terdistribusi normal
b. Ha : Data kadar konsentrasi klorida tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan:
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Hasil uji normalitas kadar konsentrasi klorida One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Cl
N 24
Normal Parametersa,b
Mean 19222.5658
Std. Deviation 6864.00792
Most Extreme Differences Absolute .118
Positive .115
Negative -.118
Test Statistic .118
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
Keputusan :
Data kadar konsentrasi klorida seluruh kelompok uji terdistribusi normal
(p>0,05).
3. Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data kadar konsentrasi klorida homogen atau tidak
Hipotesis :
a. Ho : Data kadar konsentrasi klorida bervariasi homogen
b. Ha : Data kadar konsentrasi klorida tidak bervariasi homogen
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Page 147
130 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Hasil uji homogenitas Levene Test of Homogeneity of Variances
Cl
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.266 4 19 .896
Keputusan :
Data kadar konsentrasi klorida bervariasi homogen (p>0,05) sehingga dilanjutkan
dengan uji ANOVA
4. ANOVA
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data kadar konsentrasi
klorida
Hipotesis :
a. Ho : Data kadar konsentrasi klorida tidak berbeda secara bermakna
b. Ha : Data kadar konsentrasi klorida berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Hasil uji ANOVA data kadar konsentrasi klorida ANOVA
Cl
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 637186575.040 4 159296643.760 6.779 .001
Within Groups 446449335.054 19 23497333.424
Total 1083635910.09
4 23
Keputusan :
Data kadar konsentrasi klorida berbeda secara bermakna (p≤0,05)
5. LSD
Tujuan : Untuk menentukan data kadar konsentrasi klorida mana yang
memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data kadar konsentrasi
klorida lainnya.
Hipotesis :
Page 148
131 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
a. Ho : Data kadar konsentrasi klorida tidak berbeda secara bermakna
b. Ha : Data kadar konsentrasi klorida berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi >0,05 maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05 maka Ho ditolak
Hasil uji LSD data kadar konsentrasi klorida Multiple Comparisons
Dependent Variable: Cl
LSD
(I) Kelompok (J) Kelompok
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Normal Dosis 150mg/kgbb -14278.20950* 3251.73800 .000 -21084.1754 -7472.2436
Dosis 300mg/kgbb -6711.82800* 3065.76799 .041 -13128.5541 -295.1019
Dosis 600mg/kgbb -2996.88200 3065.76799 .341 -9413.6081 3419.8441
Kontrol Positif -11489.03200* 3065.76799 .001 -17905.7581 -5072.3059
Dosis 150mg/kgbb Normal 14278.20950* 3251.73800 .000 7472.2436 21084.1754
Dosis 300mg/kgbb 7566.38150* 3251.73800 .031 760.4156 14372.3474
Dosis 600mg/kgbb 11281.32750* 3251.73800 .003 4475.3616 18087.2934
Kontrol Positif 2789.17750 3251.73800 .402 -4016.7884 9595.1434
Dosis 300mg/kgbb Normal 6711.82800* 3065.76799 .041 295.1019 13128.5541
Dosis 150mg/kgbb -7566.38150* 3251.73800 .031 -14372.3474 -760.4156
Dosis 600mg/kgbb 3714.94600 3065.76799 .240 -2701.7801 10131.6721
Kontrol Positif -4777.20400 3065.76799 .136 -11193.9301 1639.5221
Dosis 600mg/kgbb Normal 2996.88200 3065.76799 .341 -3419.8441 9413.6081
Dosis 150mg/kgbb -11281.32750* 3251.73800 .003 -18087.2934 -4475.3616
Dosis 300mg/kgbb -3714.94600 3065.76799 .240 -10131.6721 2701.7801
Kontrol Positif -8492.15000* 3065.76799 .012 -14908.8761 -2075.4239
Kontrol Positif Normal 11489.03200* 3065.76799 .001 5072.3059 17905.7581
Dosis 150mg/kgbb -2789.17750 3251.73800 .402 -9595.1434 4016.7884
Dosis 300mg/kgbb 4777.20400 3065.76799 .136 -1639.5221 11193.9301
Dosis 600mg/kgbb 8492.15000* 3065.76799 .012 2075.4239 14908.8761
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keputusan :
Data kadar konsentrasi klorida pada kelompok dosis 150mg/kgbb dan
300mg/kgbb tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif
(p>0,05)., sedangkan pada kelompok normal dan dosis 600mg/kgbb dan
kelompok normal berbeda secara bermakna dengan kontrol positif (p≤0,05).