Page 1
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN DOSEN PEMULA
Pengaruh Waktu Kontak dan Berat Karbon Aktif Batubara dalam
Pengolahan Air Asam Tambang Skala Laboratorium.
Ketua Tim Peneliti : Edy Jamal Tuheteru (2685/0315108102)
Anggota Tim Peneliti : Dra. Suliestyah MSi (1437/0318036301)
Mahasiswa : Mohamad Wisnu Fajar (073001500063)
Program Studi Teknik Pertambangan
Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi
Juli, 2021
Uggulan: Fak/Prodi
Page 2
0
LEMBARAN PENGESAHAN
LAPORAN PENELITIAN
Tahun Akademik 2020/2021
AWAL *) TEKNIS *)
I. JUDUL PENELITIAN : Pengaruh Waktu Kontak dan Berat Karbon Aktif
Batubara dalam Pengolahan Air Asam Tambang Skala Laboratorium.
II. ROAD MAP
PENELITIAN (Terlampir)
:
4 Bidang Unggulan : I. Green Energi
II. Green Society
III.Green Urban
Environment IV.Green Healthy Life
Rumpun Penelitian A. Mitigasi
bencana Bangunan
& Lingkungan
B. Green Design
C. Green
Engineering
Technology
D. Livable
Space
E. Perilaku
Kesehatan
F.Diagnostik
G. Precision
Medicine
H. Obat, Suplemen &
Produk Biologi
III. KETUA PENELITI a. Nama Lengkap dan
Gelar : Edy Jamal Tuheteru, S.T., M.T.
b. Pangkat/Golongan dan NIK
: ASA/IIIB; 2685/USAKTI
c. NIDN : 0315108102 d. Jurusan/Fak./Univ. : Teknik Pertambangan /FTKE/Universitas Trisakti
IV. ANGGOTA TIM
PENELITI
: 1. Nama : Dra. Suliestyah, M.Si.
NIK : 1437
NIDN : 0318036301 2. Nama :
NIK : NIDN :
ANGGOTA MAHASISWA : 1. Nama : Mohamad Wisnu Fajar NIM : 073001500063 2. Nama :
NIM :
Page 4
2
IDENTITAS PENELITIAN
Judul Penelitian : Pengaruh Waktu Kontak dan Berat Karbon
Aktif Batubara dalam Pengolahan Air Asam
Tambang Skala Laboratorium.
Laboratorium yang digunakan : - Laboratorium Kualitas Batubara, Prodi
Teknik Pertambangan, USAKTI
- Laboratorium Lingkungan, Prodi Teknik
Lingkungan, Usakti
Nama Mitra : -
Alamat Mitra : -
Kontribusi Mitra : -
Topik PKM Terkait : -
Mata Kuliah Terkait : - Pengelolaan Lingkungan Pertambangan
- Kimia Fisik
Target Tingkat Kesiapterapan
Teknologi (TkT) :
Produk Inovasi :
LUARAN PENELITIAN
Jenis Luaran Status Judul Tautan (URL)
1. Karya ilmiah di
Jurnal Nasional
*)
2. Karya ilmiah di
Jurnal Internasional
*)
3. Karya ilmiah di
Prosiding
Internasional
Submitted Treatment of Acid
Mine Drainage
Using Coal
Activated Carbon on
a Laboratory Scale
Based on Weight and
Contact Time
Variation.
4. Hak Cipta
5. Desain Industri
6. Potensi Paten/Paten
Sederhana
7. Buku *)
*) status draft atau submitted atau reviewed atau accepted atau published
Page 5
3
RINGKASAN EKSEKUTIF
Air asam tambang merupakan air pada kegiatan penambangan atau penggalian yang
sifatnya asam dan menjadi salah satu limbah pada kegiatan pertambangan. Hadirnya air
asam tambang, disebakan oleh terekspos/terdedah mineral sulfida akibat kegiatan
penambangan yang kemudian beraksi dengan udara dan hadirnya air. AAT dapat
menyebabkan masalah pada lingkungan sekitarnya, seperti meningkatnya logam ke
badan air penerima, keracunan pada biota air jika terpapar langsung di badan air
penerima. Melihat dampak yang ditimbulkan oleh AAT, maka sangat penting untuk
dilakukan pengelolaan air asam tambang, sehingga dapat sesuai dengan baku mutu air
yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Pengelolaan air asam tambang dilakukan dengan metode aktif dan metode pasif.
Pengolahan aktif merupakan teknologi pengolahan yang memerlukan pengoperasian oleh
manusia sedangkan pengolahan secara pasif merupakan teknologi pengolahan yang tidak
memerlukan intervensi manusia secara regular dalam pengoperasian dan perawatannya.
Teknologi pengolahan AAT secara aktif menggunakan bahan kimia yang yang bersifat
alkalin untuk meningkatkan nilai pH, hanya metode ini dapat menjadi beban jangka
panjang sampai kegiatan pascatambang atau bahkan tidak akan pernah berakhir.
Alternatif metode pengolahan AAT adalah dengan cara pasif dengan menerapkan
beberap metode teknologi pengolahan, seperti Aerobic wetland, anaerobic wetlands,
anoxic limestone drain (ALD), Reducing and Alkalinity Producing System (RAPS),
Open Limestone Drain (OLD). Dengan beberapa teknologi yang telah diterapkan pada
pengolahan AAT memiliki kekuatan dan kelemahan pada setiap metodenya, sehingga
dilakukan metode lain dengan cara pengolahan pasif yakni menggunakan karbon aktif
yang terbuat dari batubara.
Karbon aktif yang digubakan dalam penelitian ini berasal dari perusahaan pertambangan
yang terletak di wilayah Sumatera Selatan. Setelah dilakukan uji terhadap batubara
diperoleh batubara tersebut merupakan batubara yang tergolong dalam batubara dengan
kalori sedang yang berada di kisaran 5100 – 6100 Kcal/Kg dan termasuk pada peringkat
batubara Sub-Bituminous. AAT yang akan diolah berasal dari perusahan pertambangan
batubara di wilayah Kalimantan Timur, yang diambil dari sump. Berdasarkan hasil
Page 6
4
pengujian pendahuluan yang dilakukan, AAT memiliki nilai pH sebesar 2,9, kadar Fe
sebesas 45,2, kadar Mn sebesar 7,22 dan nilai Total Suspended Solid sebesar 90 mg/L.
Nilai pH AAT yang terbentuk pada lokasi penambangan sangat rendah dan berada di
bawah nilai baku mutu yankni sebesar 6 – 9.
Penelitian ini menggunakan karbon aktif dengan komposisi batubara 60% dan 𝑍𝑛𝐶𝐿2
40% dengan ukuran 60 mesh. Pemilihan komposisi dan ukuran ini didasarkan atas hasil
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah mendapatkan variasi komposisi
karbon aktif dan ukurannya, kemudian penelitian ini dilanjutkan dengan melakukan
variasi berat karbon aktif yakni 0,6 gr, 1,2 gr, 1,8 gr, 2,4 gr dan 3 gr. Karbon aktif yang
telah dilakukan variasi berat dicampurkan dengan air asam tambang sejumlah 150 ml
dimasukan ke dalam shaker incobatur pada kecepatan 150 rpm selama 3 jam pada suhu
250C. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa karbon aktif dengan beart 3 gr merupakan
variasi terbaik untuk menyerap logam berat, menaikan nilai pH dari 2,19 menjadi 4,62,
menurunkan logam Fe dari 52,4 mg/L menjadi 0,1 mg/L dan juga menurunkan logam Mn
dari 7,22 mg/L menjadi 5,3 mg/L. Pada peneilitian ini menunjukan adanya pengaruh
karbon aktif dengan variasi berat dengan pengaruh yang signifikan terhadap penyerapan
logam Fe yang berada jauh dibawah standar baku mutu, sedangkan untun nilai pH da
logam Mn, masih belum memenuhi standar baku mutu air pada penambangan batubara.
Penelitian ini masih perlu dilanjutkan lagi dengan melihat pengaruh waktu kontak dan
variasi berat yang lebih berat.
Page 7
5
KATA PENGANTAR
Air asam tambang menjadi masalah bagi perusahan pertambangan. Pengelolaan air asam
tambang menjadi sangat penting bagi perusahaan, agar tidak menjadi masalah di akhir
penutupan pertambangan. Beberapa metode yang telah dikembangan pada pengelolaan
air asam tambang baik yang dilakukan secara aktif maupun pasif. Pengelolaan aktif
banyak dilakukan di perusahaan, karena bahannya mudah untuk didapatkan. Pengelolaan
pasif di Indonesia baru dikembangkan dibeberapa perusahaan. Alternative pengolahan air
aam tambang terus dilakukan, salah satunya adalah penggunaan karbon aktif yang berasal
bersumber dai berbagai bahan organic yang tersedia di alam.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemanfaatan karbon aktif dari batubara
berperingkat rendah terhadap penyerapan logam berat yang ada pada air asam tambang.
Dengan adanya penyerapan logam berat pada air asam tambang, diharapkan terjadi
peningkatan nilai pH. Pemanfaatan karbon aktif ini bisa menjadi alternative bagi
pengelolaan air asamt tambang di perusahaan pertambangan yang bermasalah dengan air
asam tambang. Karbon aktif yang dikembangkan berasal dari batubara berperingkat
rendah dan masih banyak cadangannya di Indonesia. Potensi pemnafaatan untuk karbon
aktif dari batubara berperingkat rendah bisa dikembangkan untuk pengolahan air asam
tambang yang telah terbentuk.
Dengan adanya peneilitian ini, dapat menjadi alternatif untuk pengolahan air asam
tambang. Semakin banyak alternative yang bisa digunakan dapat membantu industry
pertambangan untuk dapat mengolah air asam tambang yang terbentuk di lingkungan
pertambangannya. Dengan demikian, air yang keluar dari lingkungan pertambangan ke
lingkungan umum telah memenuhi baku mutu lingkungan yang telah disyaratkan oleh
pemerintah. Hasil penelitian ini, masih memerlukan masukan dari berbagai pihak untuk
perbaikan ke depannya dan juga diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu proses pelaksanaan penelitian ini, sehingga dapat diselesaikan tepat waktu.
Terima kasih juga disampaikan kepada Universitas Trisakti yang telah memberikan
bantuan dana untuk terlaksananya penelitian ini.
Page 8
6
DAFTAR ISI
RINGKASAN EKSEKUTIF ............................................................................................ 3
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 5
DAFTAR ISI .................................................................................................................... 6
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ 8
DAFTAR TABEL ............................................................................................................ 9
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................................. 10
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 10
1.2. Perumusan Masalah ................................................................................ 11
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................... 11
1.4. Batasan Penelitian ................................................................................... 11
1.5. Manfaat Penelitian .................................................................................. 12
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 13
2.1. Pembentukan Air Asam Tambang ...............................................................13
2.2. Parameter Kualitas Air Asam Tambang ......................................................15
2.3. Karbon aktif ....................................................................................................15
2.4. Prinsip Umum Karbon Aktif. ........................................................................16
2.5. Proses Karbonisasi .........................................................................................17
2.6. Proses Aktivasi ...............................................................................................17
2.7. Adsorpsi Karbon Aktif ..................................................................................18
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 20
3.1. Roadmap Ketua Peneliti ................................................................................20
3.2. Metode Penelitian ...........................................................................................20
3.2.1. Sumber Data ............................................................................. 20
3.2.2. Tahapan Penelitian .................................................................... 21
3.3. Metode Analisis ..............................................................................................23
3.4. Indikator Capaian Penelitian .........................................................................23
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 24
4.1. Kualitas Air Asam Tambang.........................................................................24
4.2. Kualitas Batubara & Bilangan Iodin ............................................................24
4.3. Pengaruh Variasi Berat ..................................................................................26
4.4. Pengaruh Variasi Waktu Kontak ..................................................................28
Page 9
7
4.5. Karakterisasi Penyerapan Logam .................................................................30
4.5.1. Fourier Transform Infrared Spectroscopy ....................................... 30
4.5.2. Scanning electron microscope (SEM) ............................................. 31
4.5.3. Brunauer-Emmet-Teller (BET) .......................................................... 32
4.5.4. Grafik Eh-pH .......................................................................................... 32
BAB 5. KESIMPULAN ................................................................................................. 34
LAMPIRAN A ........................................................................................................... 36
LAMPIRAN B ........................................................................................................... 37
Page 10
8
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Reaksi pembentukan AAT 13
2.2. Sumber AAT 14
3.1. Roadmap Penelitian 19
3.2. Diagram alir penelitian 21
4.1. Pengambilan sampel AAT 24
4.2. Pengaruh Variasi ukuran terhadap nilai pH 27
4.3. Grafik Pengaruh variasi berat terhadap penyerapan logam Fe 28
4.4. Grafik Pengaruh variasi berat terhadap penyerapan logam Mn 28
4.5. Grafik Pengaruh variasi waktu kontak terhadap penyerapan logam Fe 29
4.6. Grafik Pengaruh variasi waktu kontak terhadap penyerapan logam Mn 29
4.7. Grafik pengaruh variasi waktu terhadap serapan logam Mn 30
4.7. Hasil Uji FTIR Batubara dan Karbon Aktif 31
4.8. Hasil uji SEM; a. Batubara dan b. Karbon aktif 31
4.9. Fe Eh-pH Diagram 32
4.10. Mn Eh - pH Diagram 33
Page 11
9
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Parameter Kualitas Air Limbah Cair Penambangan Batubara 15
4.1. Hasil Analisa Kualitas Batubara 25
4.2. Bilangan Iodin 25
4.3. Persyaratan Karbon Aktif (SNI) 26
Page 12
10
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air Asam Tambang (AAT) yang juga disebut sebagai air asam batuan merupakan
masalah besar di dunia pertambangan, terutama di wilayah pertambangan emas dan
batubara. Jika AAT sudah terbentuk, maka akan sulit untuk dilakukan pengendalian dan
biaya yang diperlukan untuk melakukan pengolahan AAT akan sangat mahal. AAT
dicirikan dengan pH yang rendah (pH < 5), kandungan sulfat (SO4) dan logam (seperti:
Fe, Mn, Zn, CU, Ni, As, Cd) yang tinggi. Kehadiran mineral sulfida dalam batuan yang
kemudian teroksidasi dan adanya kehadiran air menyebabkan terbentuknya AAT
[6][7][8]. Penambangan baik secara tambang terbuka maupun tambang bawah tanah,
penumpukan batuan penutup, tailing, kegiatan pengecilan ukuran dan pengolahan
batubara merupakan kegiatan yang menjadi sumber munculnyua AAT. Masalah AAT
dapat menyebabkan kerusakan berkepanjangan pada tanah, air, dan keanekaragaman
hayati.
Pengolah AAT dapat dilakukan dengan dua cara, yakni dengan pengolahan aktif
maupun dengan pengolahan pasif, pengolahan aktif dilakukan dengan penambahan
material kimia seperti kapur, lime, soda lime dan beberapa material lainnya, yang
dilakukan secara terus menerus sedangkan untuk pengolahan sistem pengolahan pasif
telah dikembangkan yang tidak memerlukan input kimia secara terus menerus dan
memanfaatkan proses kimia dan biologi alami untuk mengolah AAT. Teknologi pasif
meliputi lahan basah (Wetland), saluran air kapur anoksik, saluran batu kapur terbuka,
dan tempat pelindian alkali.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk pengolahan AAT, diantaranya dengan
menggunakan material campuran semen dengan fly ash, pada penelitian tersebut dapat
menaikan pH dari 3 menjadi pH dengan kisaran 4,8 hingga 8,5. Sebuah studi pengolahan
AAT menggunakan abu hasil pembakaran kayu sebagai filter, yang dapat meningkatkan
pH dari 3,6 menjadi 8,3 dan mengurangi kandungan Fe hingga 100% dan Mn menjadi
56%. Penelitian penggunaan karbon aktif dari batubara dengan rank sub bituminous dan
antarasit untuk mereduksi logam berat pada AAT, telah dilakukan dengan hasil karbon
aktif dari batubara rank sub bituminous menghasilkan peningkatan pH dari 3,6 menjadi
5,9, dan penurunan kadar Fe sebesar 86,66%; Mn 44,90%; dan TSS 42,86%.
Page 13
11
Pada tahun 2018 telah dilakukan uji pengolahan AAT dengan menggunakan karbon
aktif tang berasal dari batubara rank lignit yang berasal dari PT. Bukit Asam, hasil yang
diperoleh adalah adanya adsorpsi maksimum 100% untuk Fe dan 56% untuk Mn,
dengan peningkatan pH maksimum dari 3 menjadi 6,2. Studi isotherm adsorpsi
dilakukan pada variasi waktu kontak dan didapatkan bahwa proses adsorpsi mengikuti
model isotermal Langmuir dengan kapasitas adsorpsi sebesar 2,54 mg/g dan kemudian
di tahun 2020 dilanjutkan penelitian dengan variasi berat dan waktu kontak karbon aktif
diperoleh adanya penyerapan logam Cu dan Fe yang signifikan.
Pada penelitian ini akan dilakukan uji pengolahan AAT yang bersumber dari lokasi yang
berbeda yakni di wilayah Kutai Timur, Kalimantan Timur dengan menggunakan karbon
aktif batubara dengan variasi berat Karbon aktif
1.2. Perumusan Masalah
Adapaun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Apakah variasi berat dan waktu kontak karbon aktif dapat berpengaruh terhadap
penyerapan logam berat?
b. Apakah dengan adanya penyerapan logam berat pada AAT dapat mempengaruhi
peningkatan parameter pH?
c. Bagaimana perilaku isotherm adsorpsi.?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
a. Mengetahui effektifitas efektifitas daya serap karbon aktif dengan menggunakan
variasi berat dan waktu kontak.
b. Mengetahui pengaruh daya penyerapan logam terhadap nilai pH.
c. Mengetahui model kinetika adsorpsi berdasarkan studi kinetika serapan
1.4. Batasan Penelitian
Batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Sampel yang digunakan berasal dari wilayah Kalimantan Timur.
b. Uji daya serap logam pada AAT dilakukan dalam skala laboratorium
Page 14
12
1.5. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai gembaran pemanfaatan
batubara kalori rendah hinga sedang yang begitu banyak di Indonesia menjadi karbon
aktif, yang kemudian dapat dijadikan sebagai salah satu alternative pengelolaan air asam
tambang yang terjadi akibat adanya kegiatan pertambangan.
Page 15
13
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pembentukan Air Asam Tambang
Sumber pembantukan AAT adalah mineral sulfide yang terkandung di dalam batuan.
Kegiatan penggalian dan penimbunan pada kegiatan penambangan dapat
memungkinkan mineral sulfide yang tadinya terkungkung dalam batuan dibawah
permukaan menjadi terdedah (exposed) di udara terbuka. Kontak antara oksigen dan
mineral sulfide serta adanya kehadiran air menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi yang
menghasilkan ion-ion ferro dan sulfat. Keberadaan air selain sebagai salah satu reaktan
juga akan melarutkan produk hasil oksidasi terutama asam sulfat sehingga
mengakibatkan peningkatan keasaman air dan menghasilkan AAT yang bersifar korosif
dan tidak mendukung berbagai kehidupan akuatik.
Proses pembentukan AAT teridiri dari atas beberapa tahapan reaksi. Reaksi pertama
adalah reaksi oksidasi mineral pirit dengan kehadiran air, yang menghasilkan dua mol
keasaman. Reaksi selanjutnya adalah oksidasi pirit oleh ion ferri, jumlah mol keasaman
lebih banyak per mol pirit, reaksi berlangsung selama ion ferri tersedia atau kondisi
asam. Ion ferri terbentuk sebagai hasil konversi ion ferro yang terbentuk pada reaksi (i)
dan mengkonsumsi satu mol keasaman seperti ditunjukan pada reaksi (iii). Reaksi (iv)
merupakan rekasi pelarutan pengendapan yang reversible dan berlangsung sampai pH
sama dengan 3 dan merupakan langkah penting dalam melepaskan asam ke lingkungan.
Berikut adalah reaksi kimia yang terjadi pada proses pembentukan Air Asam Tambang
dan juga terlihat seperti pada Gambar 2.1:
2 FeS2+7O2+2 H2O = >2Fe2++4SO42-+4H+ (i)
4Fe2++O2+4H+=>4Fe 3++2H2O (ii)
4 Fe3++12 H2O =>4F e(OH)3↓ +12 H+ (iii)
FeS2 + 14 Fe3+ + 8 H2O => 15 Fe2+ + 2 SO 2- + 16 H+ (iv)
Reaksi umum, gabungan dari raki (i) hingga (iv):
FeS2 + 15/4O2 + 7/2H20 Fe(OH)3 + 2SO4= + 4H+
Page 16
14
Gambar 2.1. Reaksi pembentukan AAT
Sumber AAT berasal dari lokasi penambangan dan daerah penimbunan (Gambar 2.2A),
pabrik pengolahan (Gambar 2.2B & C), tailing (Gambar 2.2D,E & F), Pengaruh air asam
tambang terhadap lingkungan hidup sangat berbahaya. Air asam tambang yang tidak
dilakukan treatment terlebih dahulu dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan. Adapun dampak negatif dari asam tambang tersebut antara lain bagi
masyarakat sekitar. biota perairan, kualitas air permukaan dan kualitas air tanah
Gambar 2.2. Sumber AAT
Page 17
15
2.2. Parameter Kualitas Air Asam Tambang
Seluruh kegiatan pertambangan harus memperhatikan baku mutu lingkungan,baik air,
udara, dan air laut. Berdasarkan Keputusan Mentri Lingkungan Hidup No 113 Tahun
2003, baku mutu air limbah bagi usaha dan atau kegiatan pertambangan batubara adalah
sesuai dengan tabel 2.1.
Tabel 2.1. Parameter Kualitas Air Limbah Cair Penambangan Batubara
Parameter Satuan Baku Mutu
pH 6 - 9
Total Suspended Solid mg/L 400
Besi mg/L 7
Mangan mg/L 4
Penanganan secara pasif yaitu dengan pengelolaan AAT menggunakan metode
wetland atau lahan basah, tanaman yang digunakan adalah tanaman Typha tifolia,
Kiambang (Salvinia molesta), Kiapu (Pistia stratiotes), dan Akar Wangi. Namun
proses ini memerlukan waktu lama dan biaya mahal. Penanganan secara aktif dapat
dilakukan dengan bahan kimia antara lain kapur pada aliran air asam tambang. Ada
beberapa jenis kapur yang bisa digunakan untuk menetralkan air asam tambang
diantaranya Kapur Tohor (CaO), Kapur tembok (Ca(OH)2), Dolomit (CaMg(Co3)2)
dan kapur silika (CaSiO3), dan Kapur pertanian. Selain itu juga menggunakan pH
adjuster (NaOH). Penaganan cara kimia ini menimbulkan masalah baru dengan
adanya lumpur endapan CaSO4 dan bahaya NaOH.
2.3. Karbon aktif
Karbon aktif merupakan padatan dengan bahan dasar karbon berpori yang memiliki
daya serap tinggi. Kegunaan karbon aktif sangat bervariasi mulai dari obat
penjerapracun, penjerap bau atau gas, untuk pengolahan air, sampai dengan
penyangga katalis. Karbon aktif juga banyak digunakan oleh perusahaan ataupun
pabrik, misalnya dalam treatment air minum, pemurnian gas, industri gula, serta
pengolahan limbah cair maupun gas.Dalam dunia industri, karbon aktif sangat
diperlukan karena dapat mengadsorbsi bau dan warna. Karbon aktif juga sangat
Page 18
16
penting dalam industri makanan, minuman, serta untuk penyerapan logam berharga
seperti dalam industri penambangan emas (Mc.Dougal, 1991).
Karbon aktif dapat dibuat dari berbagai bahan baku seperti arang tempurung kelapa,
ampas tebu, batubara, dan lain-lain. Penggunaan karbon aktif batubara di Indonesia
cukup beragam. Berbagai industri secara spesifik menggunakan karbon aktif
batubara, karena memiliki sifat adsorpsi yang tidak dimiliki oleh karbon aktif
tempurung kelapa(Puslitbang Tekmira). Bilangan Iodium (juga disebut nilai Iodine)
menunjukkan kuantitas daya serap karbon aktif terhadap partikulat pengotor dalam
fasa cair. Jika Karbon aktif mempunyai nilai Iodine makin tinggi, maka kualitasnya
makin baaik. Nilai Iodine yang dimiliki karbon aktif di pasaran berkisar antara 700-
1200 mg/g (Monika, dkk, 2013).
2.4. Prinsip Umum Karbon Aktif.
Karbon aktif adalah suatu bentuk umum untuk senyawa berbahan dasar karbon yang
diolah sehingga menghasilkan derajat pirolisis yang tinggi dan luas permukaan yang
besar. Dua sifat ini membuat bentuk karbon di atas sebagai suatu bentuk adsorben
yang efektif untuk berbagai macam senyawa organik pada pengolahan air ataupun
air limbah. Berbagai macam sifat permukaan dari karbon aktif juga dapat diproduksi
dalam rangka memenuhi persyaratan untuk penggunaan tertentu. Pasar terbesar dari
karbon aktif adalah pengolahan air dan kontrol polusi udara. Selain itu juga sedang
dikembangkan pasar untuk penyerapan gas dari larutan organic dan penghilang warna
(Marsch, 2006).
Karbon aktif dapat diproduksi dengan biaya yang cukup murah dari berbagai macam
bahan baku. Bahan baku utama karbon aktif adalah segala bahan organic yang
memiliki kandungan karbon yang tinggi seperti batubara, kayu, gambut, dan
tempurung kelapa. Daya serap dari batubara seabagai salah satu bahan baku karbon
aktif masih sangat rendah, oleh karena itu perlu dilakukan proses aktivasi termal
untuk meningkatkan mutu karbon dari batubara ataupun bahan baku yang lain. Proses
aktivasi termal ini terbagai atas dua tahap yaitu dekomposisi termal atau karbonisasi,
dan gasifikasi atau aktivasi (Marsch, 2006)
Page 19
17
2.5. Proses Karbonisasi
Reaksi pirolisis adalah reaksi pemecahan rantai dengan pemanasan tanpa oksigen.
Pirolisis batubara merupakan dekomposisi termal batubara menghasilkan padatan
berupa kokas atau arang batubara dan melepaskan bahan volatil berupa tar atau gas.
Istilah pirolisis biasanya diterapkan pada dekomposisi yang berlangsung dalam
suasana inert (dalam kondisi gas nitrogen), sedangkan dalam suasana reduktif (dalam
kondisi hidrogen) dekomposisi termal biasa disebut hidropirolisis. Jika dalam proses
dekomposisi termal batubara lebih mengutamakan produk padatan atau kokas maka
proses tersebut sering disebut sebagai karbonisasi (Hasanudin, 2002).
Pada proses karbonisasi, unsur-unsur seperti hydrogen dan oksigen dihilangkan dari
batubara sehingga menghasilkan rangka karbon yang memiliki struktur porositas
tertentu. Proses karbonisasi merupakan salah satu tahap penting dalam pembuatan
karbon aktif, pada umumnya dilakukan pada temperatur 400oC hingga 900oC. Pada
proses ini kandungan bahan yang mudah menguap hilang bersamaan dengan
terbentuknya struktur baru. Kecilnya daya adsorpsi arang hasil karbonisasi
disebabkan oleh adanya tar yang dihasilkan pada proses karbonisasi suhu rendah, dan
tar tersebut berada di dalam pori di antara kristal dan permukaannya sehingga
mengganggu proses adsorpsi.
Untuk meningkatkan daya adsorpsi, produk hasil karbonisasi dapat diaktivasi dengan
mengeluarkan produk tar melalui pemanasan yang disertai aliran gas inert, atau
melalui ekstraksi dengan menggunakan pelarit yang sesuai atau melalui suatu reaksi
kimia.
2.6. Proses Aktivasi
Proses aktivasi bertujuan untuk menambah atau mengembangkan volume pori dan
memperbesar diameter pori yang telah terbentuk pada proses karbonisasi serta untuk
menghasilkan beberapa porositas baru . Adanya interaksi antara zat pengaktivasi
dengan struktur atom-atom arang hasil karbonisasi adalh mekanisme dari proses
aktivasi (Ningrum, 2000).
Page 20
18
Secara umum proses aktivasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu aktivasi secara
fisik dan aktivasi secara kimiawi. Aktivasi fisik melibatkan proses gasifikasi yang
akan memperbesar volume porositas dan membersihkan rongga pori. Sedangkan
proses aktivasi kimiawi melibatkan proses reaksi kimia pada pengerjaan awalnya
yang dapat memperbesar volume porositas pada hasil karbonisasi (Marsch, 2006).
2.7. Adsorpsi Karbon Aktif
Adsorbsi adalah peristiwa terjadinya perubahan kepekatan dari molekul, ion, atau
atom antar muka dalam dua fase.Hal ini terjadi bila dua fase saling bertemu, sehingga
diantara kedua fase tersebut terbentuk daerah antar muka yang sifatnya berbeda
dengan fase ruah kedua fase tersebut (Marsch, 2006).
Adsorpsi didefinisikan sebagai penyerapan molekul oleh permukaan padatan atau
cairan. Adsorpsi terjadi karena adanya gaya tarik menarik antara atom dan molekul
yang terjadi di permukaan. Bila partikel diadsorpsi dari cairan ke dalam permukaan,
proses adsorpsi terjadi pada interfase padatan-cairan dan reaksi yang terjadi
ditentukan oleh laju penyerapannya. Molekul disisihkan dari cairan dan diserap oleh
adsorben. Sebagian besar molekul diadsorpsi pada permukaan dalam pori-porinya,
hanya sebagian kecil yang diadsorpsi pada permukaan luar (Marsch, 2006).
Adsorpsi dapat diekspresikan dengan berbagai isotherm, yang dapat bermanfaat
untuk menggambarkan perbedaan-perbedaan, kapasitas karbon aktif. Model isoterm
Langmuir dan Freundlich akan digunakan untuk menggambarkan kesetimbangan
adsorpsi yang terjadi (Atkins, 1999).
Model Langmuir memiliki bentuk
..……………… 1)
sedangkan model Freundlich (Freundlich, 1906 dalam [19]):
……………………………… 2)
)(1
)).().((
e
ee
Cb
Cbaq
n
ee CKq /1)(
Page 21
19
dimana :
qe = jumlah ion logam yang diadsorbsi tiap gr karbon aktif
Ce = konsentrasi ion logam
a,b = konstanta model Langmuir
K, n = konstanta model Freundlich.
Page 22
20
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Roadmap Ketua Peneliti
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan utamanya adalah penyerapan logam berat pada air
asam tambang. Beberapa daerah penambangan baik penambangan batubara maupun
mineral berpotensi membantuk air asam tambang, dimana salah satu ciri air asam
tambang adalah adanya logam berat yang kadarnya tidak memenuhi baku mutu air pada
industry pertambangan. Penerapan karbon aktif pada penelitian ini akan dilakukan secara
bertahap yakni diterapkan pada tambang batubara pada cekungan yang berebeda yakni di
wilayah Sumatera dan Kalimantan, sedangkan untuk air asam tambang yang berasal dari
kegiatan penambangan mineral akan dilakukan pada penambangan tembaga dan emas di
wilayah Sumbawa dan Papua. Variasi dari karbon aktif yang diterapkan pada
penambangan batubara dan mineral dilakukan dalam rangka untuk memperoleh produk
karbon aktif yang berdaya serap tinggi (Gambar 3.1).
Gambar 3.1. Roadmap Penelitian
3.2. Metode Penelitian
3.2.1. Sumber Data
Data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder,
dengan rincian sebagai berikut:
- Data Primer
Data primer merupakan data yang merupakan data pengambilan ataupun
pengukuran langsung di lapangan, berupa data pengukuran kualitas air dan data
peninjauan lapangan.
KA + AAT di Wilayah
Sumatera (Batubara)
KA + AAT di wilayah
Kalimantan (Batubara)
KA + AAT di Wilayah NTB
(Mineral)
KA + AAT wilayah Papua (mineral)
Karbon Aktif Berdaya serap
tinggi
Page 23
21
- Data Sekunder
Data sekunder terkait dengan lokasi daerah penelitian data geologi.
3.2.2. Tahapan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen laboratorium. Sampel AAT yang akan
digunakan berasal dari salah satu perusahan tambang yang berlokasi di wilayah
kabuoaten kutai timur. Treatmen AAT dilakukan dengan menggunakan karbon aktif
yang dibuat dari batubara yang termasuk pada golongan kalori sedang (lignit hingga
sub-bituminus). Karakterisasi karbon aktif menggunakan pengujian bilangan iodin, luas
permukaan, volume pori dan perubahan gugus fungsi pada permukaan karbon aktif
sebelum dan sesudah treatment AAT (Gambar 3.2).
1 Studi Pustaka
Kegiatan studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan informasi dan pengayaan
pengetahuan terkait dengan topik penelitian, studi pustaka dilakukan sepanjang
kegiatan penelitian.
2 Pengambilan Sampel
Kegiatan pengambilan sampel dilakukan dengan melakukan kegiatan kunjungan
lapangan, untuk mendapatkan sampel AAT yang bersumber dari pit sump
penambangan dengan nilai pH yang rendah.
3 Pengujian Laboratorium
Adapun kegiatan laboratorium yang akan digunakan adalah:
- Uji Proksimat
Uji proksimat untuk mendapatkan nilai Kandungan air, kandungan abu,
kandungan zat terbang dan jumlah karbon tertambat.
- Uji kualitas air sebelum pengolahan
Uji logam dilakukan untuk memperoleh kandungan logam yang terkandung
di dalam AAT terutama untuk kandungan Fe, Mn dan juga kandungan
sulfat.
- Uji Adsorpsi Logam
Page 24
22
Pengujian dilakukan untuk memperoleh seberapa besar daya serap logam
dengan menggunakan karbon aktif sesuai dengan variasi berat dan waktu
kontak.
- Uji kualitas air setelah pengolahan
Uji ini dilakukan untuk memperoleh kandung logam dan nilai pH yang
terkandung di dalam air setelah pengolahan.
4 Analisis Data
Berdasarkan hasil data yang diperoleh pada proses kegiatan laboratorium, maka
dilakukan kegiatan lanjutan yakni analisis data dan pembahasan terhadap daya
serap (isotherm adsorpsi) berdasarkan variasi berat.
5 Kesimpulan dan Rekomendasi
Setelah mendapatkan gambaran hasil sesuai dengan analisis dan pembahasan
maka kegiatan selanjutnya adalah penarikan kesimpulan dan rekomendasi
lanjutan terhadap kegiatan selanjutnya.
Gambar 3.2. Diagram alir penelitian
Page 25
23
3.3. Metode Analisis
Analisis yang dilakukan pada peneilitian ini adalah melihat perbandingan nilai AAT
sebelum dan sesuah diolah dengan menggunakan karbon aktif, dengan demikian
diperoleh tingkan keberhasilan penyerapan logam pada AAT.
3.4. Indikator Capaian Penelitian
Diperoleh data perubahan kadar Fe, Mn, TSS dan perubahan pH pada AAT, diperoleh
data kinetika serapan dan kapasitas adsorpsi karbon aktif.
Page 26
24
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kualitas Air Asam Tambang
Air asam tambang diambil dari perusahaan pertambangan batubara yang berada di
wilayah Kalimantan Timur. Pengambilan sampel di lokasi tambang ini, disebabkan
karena salah satu pit penambanganya terdapat air asam tambang yang ada di sump
(Gambar 4.1). Berdasarkan ketetapan pemerintah bahwa air yang dikeluarkan dari
tambang harus memenuhi baku mutu air, dimana parameter yang telah ditetapkan adalah
pH, kadar Fe, kadar Mn dan TSS. Setelah dilakukan pengujian awal diperoleh nilai pH
sebesar 2,19 (baku mutu 6 – 9), kadar Fe sebesar 45,2 mg/L (baku mutu 7 mg/L) dan
kadar Mn sebesar 7,22 mg/L (baku mutu 4 mg/L). Sesuai dengan hasil yang telah
diperoleh, terlihat bahwa nilai yang diperoleh menunjukkan bahwa belum memenuhi
baku mutu lingkungan.
Gambar 4.1. Pengambilan sampel AAT
4.2. Kualitas Batubara & Bilangan Iodin
Batubara yang diambil dari wilayah Sumatera Selatan dilakukan pengujian kualitas
batubara untuk mengetahui kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, nilai kalor dan kadar
sulfur. Hasil yang diperoleh digunakan untuk mengetahui karakteriasi dari batubara
tersebut. Salah satu parameter yang digunakan adalah nilai kalor batubara, yang akan
digolongkan dalam batubara berkalori rendah, sedang dan tinggi sesuai dengan kriteria
yang ditetapkan oleh Pusat Sumber Daya Mineral dan Panas Bumi. Pengujian kualitas
batubara di lakukan di laboratorium TekMira Bandung, uji yang dilakukan ada uji
Page 27
25
proksimat, uji kadar sulfur dan uji nilai kalor. Hasil yang diperoleh dari uji yang telah
dilakukan adalah untuk Kadar Air: 16,20% (adb); kadar Abu: 2,45% (adb), kadar zat
terbang: 41,27% (adb), Karbon tertambat: 40,08%; Total Sulfur: 0,24% dan Nilai
Kalori: 5927 Kal/gr (Tabel 4.1). Berdasarkan nilai kalori yang diperoleh batubara yang
akan dijadikan sebagai karbon aktif digolongkan sebagai batubara kalori sedang,
sedangkan berdasarkan pemeringkatan batubara, tergolong sebagai batubara sub-
bituminous.
Tabel 4 .1 . Hasil Analisa Kualitas Batubara
Parameter Analisis Hasil Analisa Unit Basis Metode
Kadar Air 16,20 % adb ASTM D. 3173
Kadar Abu 2,45 % adb ASTM D. 3174
Zat Terbang 41,27 % adb ASTM D. 3175
Fix Carbon 40,08 % adb ASTM D. 3172
Total Sulfur 0,24 % adb ASTM D. 4239
Nilai Kalor 5.927 Kal/g adb ASTM D. 5865
Ket: adb: air dry basis
Bilangan iodin digunakan untuk mengetahui banyaknya logam yang diserap oleh karbon
aktif. Data ini merupakan seberapa besar bilangan iodin yang berasal dari ukuran butir
dan komposisi 𝑍𝑛𝐶𝑙2. Pada penelitian ini digunakan karbon aktif dengan ukuran 60
mesh dengan komposisi batubara 60% & 𝑍𝑛𝐶𝑙2 40%, pemilihan ini dilakukan sesuai
dengan hasil penelitian sebelumnya (Wibowo, 2017), dimana bilangan iodin yang
menyerap logam dengan daya serap tinggi adalah bilangan iodin sebesar 1092,5 mg/g.
(Tabel 4.2).
Tabel 4.2. Bilangan Iodin
Ukuran
(Mesh)
Komposisi BB 60% & 𝑍𝑛𝐶𝑙2 40%
(mg/g)
20 1332.5
28 1393.7
35 1296.7
48 1240.6
60 1092.5
Standar Nasional Indonesia (SNI) telah mengeluarkan persyaratan batubara untuk
dijadikan sebagai karbon aktif. Persyaratan yang digunakan adalah hasil pengujian
Page 28
26
batubara dan bilangan iodin. Berdasarkan hasil analisis abu batubara dan bilangan iodin
yang telah diperoleh menunjukan bahwa adanya beberapa parameter yang memenuhi
untuk dijadikan sebagai karbon aktif, parameter tersebut adalah kadar air dan kadar zat
terbang. Beberapa parameter yang memenuhi sayarat adalah kadar abu, karbon terikat
dan bilangan iodin (Tabel 4.3). Bilangan iodin yang memenuhi syarat tersebut,
kemudian akan dimanfaatkan sebagai karbon aktif untuk digunakan dalam menyerapan
logam berat pada AAT.
Tabel 4.3. Persyaratan Karbon Aktif (SNI)
Parameter Analisis Hasil Analisa Persyaratan
Karbon Aktif Metode
Kadar Air 16,20 % 15 %, Max -
Kadar Abu 2,45 % 10 %, Max Terpenuhi
Zat Terbang 41,27 % 25 %, Max -
Fix Carbon 40,08 % 65 %, Max Terpenuhi
Bilangan Iodin 1092 mg/g 750 mg/g, Min Terpenuhi
Daya Serap
terhadap Benzene 25 %, Min
4.3. Pengaruh Variasi Berat
Pengujian penyerapan karbon aktif ini dilakukan dengan variasi berat karbon aktif adalah
0,5 gr, 1,2 gr, 1,8 gr, 2,4 gr dan 3 gr. Setiap variasi berat ditambahkan air asam tambang
dengan nilai pH 2,9 sebanyak 150 ml. Karbon aktif dan Air asam tambang yang telah
dicampur dimasukan ke dalam shaker incubator dan didiamkan selama 3 jam. Hasil akhir
yang diperoleh dari pengujian ini diperoleh nilai pH untuk masing-masing variasi berat
karbon aktif yakni: 0,5 gr dengan nilai pH 2,9; 1,2 gr dengan nilai pH 3,72, 1,8 gr dengan
nilai pH 4,26; 2,4 gr dengan nilai pH 4,44; dan 3 gr dengan nilai pH sebesar 4,62.
Perubahan nilai pH seiring dengan dengan kenaikan berat karbon aktif, sehingga untuk
mengelolah air asam tambang diperlukan adanya jumlah karbon aktif yang lebih banyak.
Page 29
27
Gambar 4.2. Pengaruh Variasi ukuran terhadap nilai pH
Dari data hasil pengukuran pH air asam tambang yang sudah dipisahkan dari karbon
aktif di uji penyerapannya menggunakan metode AAS (Atomic Absorption
Spectrophotometry). Gambar 4.3 menunjukkan bahwa hasil penyerapan logam Fe sesuai
dengan variasi berat sangat signifikan. Jumlah logam Fe pada air setelah pengolahan.
Terlihat bahwa dengan bertambahnya berat karbon aktif berpengaruh juga terhadap
jumlah logam Fe yang terserap. Nilai Fe yang awalanya adalah 45,2 menjadi 0,1 mg/L
pada variasi berat sebesar 3 gr.
Gambar 4.3. Grafik variasi berat terhadap penyerapan logam Fe
2,19 2,19 2,19 2,19 2,19
2,9
3,72
4,264,44
4,62
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
4,50
5,00
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50
pH
Variasi Berat (gr)
Sebelum Sesudah
45,2 45,2 45,2 45,2 45,2
21,2
5,9
1,3 0,6 0,1
0
10
20
30
40
50
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5
Kad
ar
Fe
(mg/l
)
Variasi Berat (gr)
Sebelum Sesudah
Page 30
28
Logam lain yang menjadi perhatian adalah logam Mn, karena menjadi salah satu jenis
logam yang termasuk dalam standar baku mutu air pada penambangan batubara. Hasil
penyerapan logam Mn yang terlihat pada Gambar 4.4 menunjukkan ada tkecenderungan
penurunan kadar Mn seiring dengan baertambahnya jumlah karbon aktif yang
digunakan. Pada awal berat 0,6 gr, nilai Mn adalah sebesar 7,32 mg/L kemudian menjadi
5,3 mg/L pada variasi berat 3 gr. Kadar logam Mn yang diperoleh masih di atas standar
baku mutu yang telah ditentukan, hal ini disebabkan karena nilai pH nilai pH juga masih
rendah yakni sekitar 4,62.
Gambar 4.4. Grafik variasi berat terhadap penyerapan logam Mn
4.4. Pengaruh Variasi Waktu Kontak
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada variasi berat, maka dipilih variasi 3 gr yang
menghasilkan peningkatan nilai pH dan adanya penyerapan logam Fe dan Mn. Hasil
tersebut dijadikan sebagai acuan untuk dilanjutkan dengan variasi waktu kontak. Waktu
kontak yang digunakan pada penelitian ini adalah
1 jam, 3 jam, 5 jam, 7 jam dan 9 jam. Pengaruh variasi waktu kontak terhadap nilai pH
terlihat pada Gambar 7, terlihat bahwa pada 1 jam pertama terjadi kenaikan nilai pH
menjadi 4,6; pada jam ke-3 terjadi kenaikan nilai pH menjadi 4,68; pada jam ke-5
meningkat menjadi 4,86; pada jam ke-7 tidak terjadi perubahan, masih berada pada nilai
yang sama yakni 4,86; dan kemudian pada jam ke-9 terjadi peningkatan nilai pH menjadi
4,88. Pengaruh waktu kontak terhadap nilai pH menjukkan tidak terjadi perubahan yang
7,22 7,22 7,22 7,22 7,227,3
6,9
6,3
5,9
5,3
5,00
5,50
6,00
6,50
7,00
7,50
8,00
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50
Nilai
Mn (
mg/L
)
Variasi Berat (gr)
Sebelum Sesudah
Page 31
29
signifikan karena terjadi peningkatan hanya sebesar 0,28 semenjak peningkatan pada jam
pertama.
Gambar 4.5. Grafik pengaruh variasi waktu kontak terhadap nilai pH
Penyerapan logam Fe sangat signifikan, terlihat pada Gambar 8. Berdasarkan hasil
pengolahan dengan basis waktu kontak, nilai Fe berkurang sangat signifikan pada jam 1
menjadi 1,4 mg/l, di jam ke-3 menjadi 0,24 mg/l dan kemudian setelah itu pada jam ke-
5, jam ke-7 dan jam ke-9 tidak lagi ada kandungan Fe pada sampel yang diolah. Terlihat
bahwa penyerapan logam Fe pada sampel sangat signifikan dan ada pengaruh yang besar
antara waktu kontak dengan penyerapan logam Fe.
Gambar 4.6. Grafik pengaruh variasi waktu kontak terhadap penyerapan logam Fe
Penyerapan logam Mn terlihat pada Gambar 9. Berdasarkan hasil pengolahan dengan
basis waktu kontak, nilai Mn berkurang pada jam 1, nilai Mn awal adalah 7,22 berkurang
2,19 2,19 2,19 2,19 2,19
4,6 4,684,86 4,86 4,88
1,50
2,50
3,50
4,50
5,50
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
pH
Variation of Contact Time (hour)
Before After
45,2 45,2 45,2 45,2 45,2
1,4 0,24 0 0 0
0
10
20
30
40
50
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Fe
(mg/l
)
Variation of Contact Time (hour)
Before After
Page 32
30
menjadi 6,26 mg/l; pada jam ke-3 nilai Mn berkurang menjadi 5,98 mg/l; pada jam ke-5
nilai Mn menunjukkan ada penurunan menjadi 4,84 mg/l, di jam ke-7 perubahan tidak
terlalu signifikan yang menjadi 4,83 mg/l dan kemudian pada jam ke-9 nilai Mn menurun
menjadi 4,71 mg/l. Pengaruh waktu kontak terhadap penyerapan nilai Mn tidak terlalu
signifikan dibandingkan dengan penyerapan nilai Fe.
Gambar 4.7. Grafik pengaruh variasi waktu terhadap serapan logam Mn
4.5. Karakterisasi Penyerapan Logam
4.5.1. Fourier Transform Infrared Spectroscopy
Uji FTIR dilakukan untuk melihat besaran atau jumlah serapan logam berat oleh karbon
aktif. Pada Gambar 4.5 yang membandingkan batubar dengan karbon aktif. Pada
panjang gelombang ± 3564.60 dapat dilihat adanya serapan pada kedua gelombang
tersebut. Hal ini terjadi karena terbentuknya penyerapan pada permukaan karbon aktif
oleh gugus Hidroksi OH sehingga mengikat ion H+ sehingga menyebabkan kenaikan pH
serta pada penelitian ini dapat menarik logam Fe dan Mn. Pada panjang gelombang ±
2870.20 terbentuk gugus fungsi metil dimana adanya peningkatan serapan terhadap
ikatan C-H. Pada panjang gelombang ± 1600 adanya peningkatan serapan terhadap
ikatan C=C karena adanya gugus olefin (Alkena). Pada panjang gelombang ± 1251.85
adanya peningkatan serapan akibat adanya gugus fenol sedangkan pada panjang
gelombang 822.67 adanya peningkatan terhadap ikatan CH karena adanya serapan oleh
gugus cincin aromatik.
7,22 7,22 7,22 7,22 7,22
6,265,98
4,84 4,83 4,71
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Mn (
mg/L
)
Variation of Contact Time (hour)
Before After
Page 33
31
Gambar 4.8. Hasil Uji FTIR Batubara dan Karbon Aktif
4.5.2. Scanning electron microscope (SEM)
Dapat dilihat permukaan batubara terlihat hanya sedikit memiliki rongga dengan ukuran
yang cukup besar serta permukaanya masih padat dan sedikit memiliki retakan. Dapat
dilihat permukaan karbon aktif sesuai dengan hasil luas pemukaan pengujian BET
sebesar 526,580 m2/g memiliki porositas yang cukup luas akibat adanya aktivasi
menggunakan ZnCl2 (Gambar 4.6).
Gambar 4.9. Hasil uji SEM; a. Batubara dan b. Karbon aktif
a. b.
Page 34
32
4.5.3. Brunauer-Emmet-Teller (BET)
Metode BET (Brunauer-Emmet-Teller) digunakan untuk menentukan luas permukaan.
Diketahui memiliki luas permukaan 526,580 m2/g pada ukuran butir 60 mesh, dimana
dalam 1 gram ada ribuan atau jutaan butir karbon aktif jadi dari jutaan atau ribuan karbon
aktif itu dijumlahkan luasanya sebesar 526,580 m2.
4.5.4. Grafik Eh-pH
Diagram Eh-pH menunjukkan reaksi produk pada kesetimbangan elektrokimia yang
sering disebut sebagai Pourbaix Diagram. Diagram ini memetakan fasa-fasa stabil logam
dan senyawanya dalam larutan dengan pelarut air, yang berada dalam kesetimbangan
termodinamika, sebagai fungsi dari potensial elektroda dan pH larutan. Sumbu vertikal
dari diagam ini menunjukkan potensial bahan sedangkan sumbu horizontal menunjukkan
pH. Diagram ini akan menunjukkan logam apa saja yang akan mengendap dan tidak
mengendap sesuai dengan tingkat keasaman pada larutan. Pada penentuannya tidak
menggunakan alat namun menggunakan nilai pH awal dan akhir. Berdasarkan gambar
diagram diatas dapat dilihat terdapat kandungan Fe pada pH 2.19 terdapat ion Fe3+ & Fe2+
& pada pH 4.62 terdapat kandungan senyawa dan unsur FeOH2+, Fe2+, O2 dan Fe(OH)3
Solid. Dimana pada pH 2.19 Fe yang terkandung 45.2 karena masih berbentuk ion jadi
belum terendapkan sedangkan pada pH 4.62 kandungan Fe tersisa 0.1 karena sudah
menjadi senyawa dan unsur sehingga Fe terendapkan (Gambar 4.7).
Gambar 4.10. Fe Eh-pH Diagram
Page 35
33
Berdasarkan gambar diagram diatas dapat dilihat terdapat kandungan Mn pada pH 2.19
terdapat ion H, H2O, O2, Mn2+ & pada pH 4.62 terdapat kandungan senyawa dan unsur
H2O, Mn2+, MnO2, O2. Pada pH 2.19 kandungan Mn 7.22 masih berbentuk ion namun
pada Ph 4.62 kandungan Mn 5.3 sudah menjadi senyawa dan unsur sehingga
kandungannya terendapkan (Gambar 4.8).
Gambar 4.11. Mn Eh - pH Diagram
Page 36
34
BAB 5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan penelitian ini dapat diambil kesimpulan
sementara pada tahapan pendahuluan ini adalah sebagai berikut :
1. Variasi berat karbon aktif berpengaruh terhadap nilai pH dan logam yang
terkandung dalam air asam tambang, dari penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa karbon aktif dengan berat 3 gr merupakan berat yang terbaik
yang sangat berpengaruh dimana dapat menaikan nilai pH dari 2,19 menjadi 4,62;
menurunkan logam Fe dari 45,2 mg/l menjadi 0,1 mg/l dan logam Mn dari 7,22 mg/l
menjadi 5,3 mg/l. Variasi berat terbaik didapatkan 3g dengan pH 4.62 kandungan
sisa serapan Fe 0 mg/l dengan persen serapan (99.78%) dan Mn 5.3 mg/l dengan
persen serapan (26.59%)
2. Variasi waktu kontak karbon aktif tidak berpengaruh terhadap kenaikan pH, pada
variasi waktu kontak karbon aktif 5 jam dan 7 jam mendapatkan nilai pH yang sama
4.86 sedangkan pada waktu 9 jam pH hanya naik yaitu, 4.88. Penyerapan logam Fe
dan Mn titik maksimalnya pada waktu 9 jam dengan nilai Fe habis dan Mn 4.71
mg/l sehingga sudah memenuhi syarat baku mutu air limbah pertambangan. variasi
waktu kontak terbaik pada 9 jam dengan pH 4.88 serta nilai Fe 0 mg/l dengan persen
serapan (100%) dan Mn 4.71 mg/l dengan persen serapan (34.76%)
3. Hasil yang telah diperoleh, terdapat dua parameter yang belum memenuhi baku
mutu lingkungan yakni nilai pH dan kadar logam Mn.
Page 37
35
Daftar Pustaka
[1] R. S. Gautama, Pembentukan, Pengendalian dan Pengelolaan Air Asam Tambang. Bandung,
Indonesia: Penerbit ITB, 2014.
[2] G. S. Simate and S. Ndlovu, “Acid mine drainage: Challenges and opportunities,” J. Environ.
Chem. Eng., vol. 2, no. 3, pp. 1785–1803, 2014.
[3] K. K. Kefeni, T. A. M. Msagati, and B. B. Mamba, “Acid mine drainage: Prevention,
treatment options, and resource recovery: A review,” J. Clean. Prod., vol. 151, pp. 475–493,
2017.
[4] A. O. Aguiar, L. H. Andrade, B. C. Ricci, W. L. Pires, G. A. Miranda, and M. C. S. Amaral,
“Gold acid mine drainage treatment by membrane separation processes: An evaluation of the
main operational conditions,” Sep. Purif. Technol., vol. 170, pp. 360–369, 2016.
[5] N. Kuyucak, “Acid mine drainage prevention and control options,” in Mine, Water &
Environment, 1999, pp. 599–606.
[6] J. G. Skousen, P. F. Ziemkiewicz, and L. M. McDonald, “Acid mine drainage formation,
control and treatment: Approaches and strategies,” Extr. Ind. Soc., vol. 6, no. 1, pp. 241–249,
2019.
[7] K. A. Morin and N. M. Hutt, “Prediction of water chemistry in mine lakes: The minewall
technique,” Ecol. Eng., vol. 17, no. 2–3, pp. 125–132, 2001.
[8] B. G. Lottermoser, Mine Wastes: Characterization, Treatment, Enviromentals Impacts,
Second Edi. New York, 2007.
[9] D. B. Johnson and K. B. Hallberg, “Acid mine drainage remediation options: A review,” Sci.
Total Environ., vol. 338, no. 1-2 SPEC. ISS., pp. 3–14, 2005.
[10] V. Masindi, “Recovery of drinking water and valuable minerals from acid mine drainage
using an integration of magnesite, lime, soda ash, CO2 and reverse osmosis treatment
processes,” J. Environ. Chem. Eng., vol. 5, no. 4, pp. 3136–3142, 2017.
[11] V. Masindi, “A novel technology for neutralizing acidity and attenuating toxic chemical
species from acid mine drainage using cryptocrystalline magnesite tailings,” J. Water
Process Eng., vol. 10, pp. 67–77, 2016.
[12] H. L. Yadav and A. Jamal, “Treatment of Acid Mine Drainage: A General Review,” Int. Adv.
Res. J. Sci. Eng. Technol. ISO, vol. 3297, no. 11, pp. 116–122, 2007.
[13] M. G. Sephton, J. A. Webb, and S. McKnight, “Applications of Portland cement blended
with fly ash and acid mine drainage treatment sludge to control acid mine drainage generation
from waste rocks,” Appl. Geochemistry, vol. 103, no. February 2018, pp. 1–14, 2019.
[14] S. Heviánková, I. Bestová, and M. Kyncl, “The application of wood ash as a reagent in acid
mine drainage treatment,” Miner. Eng., vol. 56, pp. 109–111, 2014.
[15] S. Hardianti, S. Arita Rachman, and H. E.H., “Characterization of Activated Carbon from
Coal and Its Application as Adsorbent on Mine Acid Water Treatment,” Indones. J. Fundam.
Appl. Chem., vol. 2, no. 2, pp. 34–38, 2017.
[16] S. Suliestyah, E. J. Tuheteru, and P. N. Hartami, “Pengaruh ukuran butir batubara dan
komposisi batubara-ZnCl2 pada daya serap karbon aktif terhadap logam Fe, Cu dan Zn dalam
limbah cair,” J. Teknol. Miner. dan Batubara, vol. 14, no. 3, pp. 201–212, Sep. 2018.
[17] Suliestyah, P. N. Hartami, and E. J. Tuheteru, “Effect of weight and contact time adsorption
of activated carbon from coal as adsorbent of Cu(II) and Fe(II) in liquid solutions,” 2020, p.
070025.
[18] B. Dold, “Evolution of acid mine drainage formation in sulphidic mine tailings,” Minerals,
vol. 4, no. 3, pp. 621–641, 2014.
[19] B. Li, Y. Yang, H. Wu, C. Zhang, W. Zheng, and D. Sun, “Adsorptive removal and
mechanism of monocyclic aromatics by activated carbons from water: Effects of structure
and surface chemistry,” Colloids Surfaces A Physicochem. Eng. Asp., vol. 605, no. July, p.
125346, 2020.
Page 38
36
LAMPIRAN A
Hasil Uji Test Report AAS Variasi Berat Karbon Aktif Batubara
Page 39
37
LAMPIRAN B
Hasil Uji Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) Karbon Aktif
Batubara Sebelum Treatment
Page 40
38
B.1. Personalia tenaga pelaksana beserta kualifikasinya
No. Personil Jabatan Bidang Keahlian Tugas
1. Edy Jamal Tuheteru, ST, MT Ketua • Lingkungan
Tambang
• Reklamasi dan
pascatambang
- Bertanggunjawab atas
kegiatan penelitian.
- Koordinasi dengan
perusahaan untuk
pengambilan sampel.
- Pengambilan sampel di
lapangan
- Pengarahan dan
koordinasi dengan tim
peneliti
- Penyusunan laporan
- Menyusun publikasi
untuk bukti luaran
2. Dra. Suliestyah, M.Si Anggota • Kimia Fisik
• Kualitas
Batubara
- Koordinasi untuk
pengujian di
laboratorium
- Perizinan ke
laboratorium di luar
prodi
- Penyusunan laporan
- Pengarahan dan
koordinasi dengan tim
peneliti
3. M Wisnu Fajar Mahasiswa Teknik
Pertambangan
- Pelaksana pengujian di
lab
- membantu preparasi
sampel di lab
B.2. Roadmap FTKE
Page 41
39
B.3. Roadmap tim Peneliti
- Ketua Peneliti (Edy Jamal Tuheteru, ST, MT)
- Anggota Peneliti (Dra. Suliestyah, M.Si)
B.3. Luaran
Penelitian ini telah disampaikan dan dipaparkan pada The 1st International Seminar on
Mineral and Coal Technology (ISMCT) 2021 (Terlampir LOA dari kegiatan tersebut).
KA + AAT di Wilayah Sumatera
(Batubara)
KA + AAT di wilayah
Kalimantan (Batubara)
KA + AAT di Wilayah NTB
(Mineral)
KA + AAT wilayah Papua (mineral)
Karbon Aktif Berdaya serap
tinggi