vi UCAPAN TERIMA KASIH Om Swastyastu, Puji Syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) atas berkat anugerahnya disertasi dapat diselesaikan. Disertasi berjudul “Analisis Komodifikasi Seni Pertunjukan Pariwisata Bali Agung – The Legend Of Balinese Goddesses” merupakan tugas akhir penulis dalam menyelesaikan pendidikan Program Doktor (S3) Kajian Budaya, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana. Sejak menempuh studi hingga terwujudnya disertasi ini penulis mendapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Dukungan dari keluarga, sahabat, pengajar, dan Ida Sang Hyang Widi Wasa. Sejak proses studi hingga penulisan disertasi ini ibaratkan sebuah seni pertunjukan yang diwarnai dengan beragam emosi seperti perasaan sedih dan gembira. Dengan selesainya studi ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada semua pihak yang telah berjasa. Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada tim promotor dan kopromotor yang memberikan dukungan moral dan mental serta pengetahuan untuk menuntaskan disertasi ini, yaitu Promotor Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M. Litt., Kopromotor I Prof. Dr. Nengah Bawa Atmaja, M.A., dan Kopromotor II Dr. Putu Sukardja, M.Si. Rasa hormat dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Anak Agung Raka Sudewi, Sp.S(K)., Dekan Fakultas Sastra dan Budaya Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A., Ketua Program Studi Doktor (S3) Kajian Budaya, Fakultas Ilmu Budaya Prof. Dr. Phil. I Ketut Ardhana, M.A.. Ucapan terima kasih pula disampaikan kepada Ketua Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) Pusat Dr. Pudentia MPSS, M.Hum. dan Ketua ATL Bali Prof. Dr. I Made Suastika, S.U. Penulis juga mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada para penguji, yaitu Prof. Dr. A. A. Bagus Wirawan, S.U., Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A., Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U., dan Dr. I Gede Mudana, M.Si., atas masukan, kritik, serta sarannya yang konstruktif.
36
Embed
UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · negosiasi ide dan gagasan antara seniman Bali dan Barat. Kedua, proses distribusi ... techniques, interviews, and document studies. The problems
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Om Swastyastu,
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa
(Tuhan Yang Maha Esa) atas berkat anugerahnya disertasi dapat diselesaikan.
Disertasi berjudul “Analisis Komodifikasi Seni Pertunjukan Pariwisata Bali
Agung – The Legend Of Balinese Goddesses” merupakan tugas akhir penulis
dalam menyelesaikan pendidikan Program Doktor (S3) Kajian Budaya, Fakultas
Ilmu Budaya, Universitas Udayana.
Sejak menempuh studi hingga terwujudnya disertasi ini penulis
mendapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Dukungan dari keluarga,
sahabat, pengajar, dan Ida Sang Hyang Widi Wasa. Sejak proses studi hingga
penulisan disertasi ini ibaratkan sebuah seni pertunjukan yang diwarnai dengan
beragam emosi seperti perasaan sedih dan gembira.
Dengan selesainya studi ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih kepada semua pihak yang telah berjasa. Penulis menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih kepada tim promotor dan kopromotor yang memberikan
dukungan moral dan mental serta pengetahuan untuk menuntaskan disertasi ini,
yaitu Promotor Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M. Litt., Kopromotor I Prof. Dr.
Nengah Bawa Atmaja, M.A., dan Kopromotor II Dr. Putu Sukardja, M.Si.
Rasa hormat dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor
Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Anak Agung Raka Sudewi, Sp.S(K)., Dekan
Fakultas Sastra dan Budaya Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A., Ketua
Program Studi Doktor (S3) Kajian Budaya, Fakultas Ilmu Budaya Prof. Dr. Phil. I
Ketut Ardhana, M.A.. Ucapan terima kasih pula disampaikan kepada Ketua
Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) Pusat Dr. Pudentia MPSS, M.Hum. dan Ketua ATL
Bali Prof. Dr. I Made Suastika, S.U.
Penulis juga mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada para
penguji, yaitu Prof. Dr. A. A. Bagus Wirawan, S.U., Prof. Dr. I Wayan Ardika,
M.A., Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U., dan Dr. I Gede Mudana, M.Si., atas
masukan, kritik, serta sarannya yang konstruktif.
vii
Penulis mengucapkan terima kasih kepada mahaguru yang telah
membimbing penulis selama menempuh pendidikan Program Doktor (S3) Kajian
Budaya dan Kajian Tradisi Lisan, yaitu: Prof. Dr. Gede Semadi Astra, M.A., Prof.
Dr. I Gde Widja, Prof. Dr. Srhi Eddy Ahimsa Putra, M.A., M.Lit., Prof. Dr. Irwan
Abdullah, Prof. DR. I Nyoman Weda Kusuma, M.S., Prof. Dr. I Wayan Rai S,
M.A., Prof. Dr. Agung Gde Putra Agung, S.U., Prof. Dr. Aron Meko Mbete, Prof.
Dr. I Gede Parimartha, M.A., Prof. Dr. I Ketut Nehen, S.E., M.Sc., Prof. Dr. I
Made Sukarsa, Prof. Dr. Ketut Mertha,M.Hum., Prof. Dr. Made Mertha, Dr.
Wayan Redig, Dr. I Gede Mudana, M.Si., Dr. Muklis Paeni, MA., Dr. Ni Wayan
Wiasti, M.Hum., dan Dr. I Nyoman Dhana, M.Si.
Terima kasih yang tulus dipersembahkan kepada staf administrasi Program
Doktor (S3) Kajian Budaya Universitas Udayana antara lain: Putu Sukaryawan,
ST., Ni Luh Witari, Ni Wayan Ariyati, SE., Cok Istri Murniati, SE., A.A Ayu
Indrawati, Ketut Budi Asra, atas bantuan dan fasilitasinya kepada penulis.
Terima kasih kepada para kolega di Komisioner Komisi Pemilihan Umum
(KPU) RI Periode 2012-2017 dan Periode 2017-2022, Komisioner KPU Provinsi
Bali periode 2013-2018, Komisioner KPU Kabupaten/Kota se-Bali Periode 2013-
2018, Komisioner KPU Kabupaten Buleleng Luh Putu Widyastini, ST., Nyoman
Gede Cakra Budaya, SP., drh. I Made Seriyasa, dan Gede Sutrawan, S.Sn serta
sekretaris dan seluruh staf atas dukungan dan kebersamaannya.
Terima kasih yang tulus juga disampaikan kepada teman-teman kuliah
seperjuangan Program Kajian Budaya Universitas Udayana Angkatan 2011, yaitu
Ni Nyoman Suci Murni, Linggua Sanjaya Usop, A.A Rai Sita Laksmi, I Nyoman
Sudipa, Nyoman Arba Wirawan, I Wayan Mudana, Salman Alfarisi (Mataram), I
Made Suastana, I Ketut Supir, I Ketut Wenten, I Wayan Kandia, A.A Raka, dan
teman-teman. Salam khusus juga disampaikan kepada teman-teman sekelas
Kajian Tradisi Lisan (KTL) angkatan 2011, yaitu: Syahrun, Abdul Alim,
Mustaman, La Batia, Grace Kerli Langi, Ervantia Restulita L. Siagi, Maria Sri
Rahayu, dan I Nyoman Wardi.
Terima kasih yang tulus disampaikan kepada keluarga atas doa, dukungan,
kasih, dan perhatian tulusnya. Kepada orangtua, yaitu mendiang Ayahnda Ketut
Noja dan Ibunda Ketut Muderanis terima kasih setulus-tulusnya atas doa dan
viii
restunya dalam menyelesaikan studi ini. Dukungan dan doa yang mengalir terus
dari istri tercinta Ni Putu Rahayu yang selalu setia memberikan dukungan serta
mendampingi selama menempuh studi. Ketiga anak terkasih Putu Eva Shanti,
Kadek Kirana Shanti, dan Komang Bintang Saraswati yang telah memberikan
kesempatan untuk berkonsentrasi menyelesaikan disertasi ini. Terima kasih juga
atas doa dari seluruh saudara, yaitu Luh Mudrasih, Luh Masni, Kadek Masmika,
Komang Sukrawan (almarhum), Ketut Widiasih, Putu Ayu Sukerti, Made
Sukrawati, Komang Sariani, serta seluruh keluarga.
Terima kasih penulis sampaikan kepada narasumber yang terlibat dalam
penggarapan pertunjukan Bali Agung – The Legend of Balinese Goddesses, yaitu
Made Sidia, Peter J Wilson, Wellah Hatta Patiori, Wayan Sira, Ni Wayan
Sumariasih, Made Ayu Desiari, Wayan Monalisa, Desi Kristiana, Ni Ketut
Suharti, dan semua pihak yang terlibat dalam penggarapan Bali Agung. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada semua atas segala bantuan yang telah
diberikan selama menyelesaikan studi ini.
Semoga Ida Sang Hyang Widi Wasa selalu melimpahkan rahmat-Nya
kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian disertasi
ini. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari disertasi ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penelitian lanjutan yang lebih cermat
dan mendalam diharapkan dapat mengisi kekuarangan tersebut. Semoga karya
yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan masyarakat.
Semoga kebaikan datang dari segala penjuru.
Om Shanti, Shanti, Shanti, Om
Singaraja, Januari 2018
penulis
ix
ABSTRAK
Pariwisata Bali mengalami perkembangan dalam beberapa dekade
terakhir. Perkembangannya ditandai dengan meningkatnya jumlah kunjungan
wisatawan, bertambah dan beragamnya akomodasi wisata, daya tarik wisata, dan
atraksi wisata. Perkembangan pariwisata menyebabkan semakin banyak seni
pertunjukan yang bersifat komersial dan profit oriented. Salah satu pertunjukan
komersial adalah seni pertunjukan pariwisata bertajuk Bali Agung – The Legend
of Balinese Goddesses (Bali Agung – Legenda Dewa-Dewi Bali), kisah tentang
mitos pernikahan Jayapangus dan Kang Cing Wei.
Penelitian ini mengkaji komodifikasi seni pertunjukan pariwisata Bali
Agung yang memfokuskan pada tiga persoalan, yaitu: bagaimana proses produksi,
distribusi dan konsumsi, serta implikasinya terhadap pariwisata budaya Bali.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Data dikumpulkan dengan teknik
obervasi, wawancara, dan studi dokumen. Permasalahan dianalisis menggunakan
teori komodifikasi, teori semiotika, dan teori pariwisata budaya.
Hasil penelitian menunjukkan tiga hal sebagai berikut. Pertama,
komodifikasi seni pertunjukan pariwisata Bali Agung tampak pada proses
produksi, distribusi, dan konsumsi. Proses produksi diawali dengan pemilihan
mitos pernikahan Jayapangus dan Kang Cing Wei sebagai inti cerita pertunjukan
karena memiliki daya tarik bagi wisatawan. Dalam proses penggarapannya terjadi
negosiasi ide dan gagasan antara seniman Bali dan Barat. Kedua, proses distribusi
dengan melakukan promosi melalui penyebaran iklan pada media konvensional
dan media sosial. Iklan pada kedua media tersebut menayangkan bahasa, gambar,
dan video. Promosi bertujuan untuk menarik minat wisatawan menyaksikan seni
pertunjukan pariwisata Bali Agung. Ketiga, komodifikasi berimplikasi, yaitu
terciptanya seni pertunjukan pariwisata hybrid yang mengandung unsur budaya
Bali, Cina, dan Barat. Bali Agung kini menjadi ikon seni pertunjukan pariwisata
yang modern, canggih, kolosal, dan spektakuler. Terjadinya praktik seni pseudo-
tradisional di mana pertunjukan menampilkan seni tradisi yang nilai
kesakralannya telah dihilangkan atau semu. Terjadi desakralisasi mitos
pernikahan Jayapangus dan Kang Cing Wei dari yang bersifat sakral menjadi
profan. Desakralisasi terjadi pada unsur cerita, tokoh, dan pementasan.
kata kunci: mitos pernikahan Jayapangus dan Kang Cing Wei, komodifikasi,
hybrid, pariwisata budaya
x
ABSTRACT
Bali Tourism has developed since some decades ago. Its development is
marked by the increasing number of tourist visits, increased and varied tourist
accommodations, beautiful sceneries, and tourist attractions. The development of
tourism causes more and more performing arts which are commercial and profit
oriented. One of the commercial performances is the art of tourism performances
entitled Bali Agung - The Legend of Balinese Goddesses, the story of Jayapangus
and Kang Cing Wei’s marriage myth.
This study examined the commodification of the art of Bali Agung tourism
performances that focused on three issues, namely: the process of production,
distribution and consumption, and its implications to cultural tourism of Bali. This
study used a qualitative method. The data were collected through observation
techniques, interviews, and document studies. The problems were analyzed using
commodification theory, semiotic theory, and cultural tourism theory.
The results showed three things as follows. First, the commodification of
the art of Bali Agung tourism performances appeared in the process of production,
distribution and consumption. The production process began with the selection of
Jayapangus and Kang Cing Wei marriage myths as the core of the show's story as
it has a fascination for tourists. In the process of its arrangement, there was a
negotiation of ideas between Balinese and Western artists. Second, there was a
distribution process by promoting through the dissemination of advertisement on
conventional and social media. Advertisements on both media displayed
language, images, and videos. The promotion aimed to attract tourists to see the
art of Bali Agung tourism performances. Third, the commodification had
implications, namely the creation of hybrid tourism show art that contains
elements of Balinese, Chinese and Western cultures. Bali Agung is now an icon of
modern, sophisticated, colossal, and spectacular tourism performing arts. The
occurrence of pseudo-traditional art practice in which the show displayed a
tradition art whose sacred value had been eliminated or artificial. There was
profanity of Jayapangus and Kang Cing Wei's marriage myths. Profanity occurs in
the elements of story, characters, and staging.
Keywords: Jayapangus and Kang Cing Wei wedding myth, commodification,
hybrid, cultural tourism
xi
RINGKASAN
Pariwisata Bali mulai mengalami perkembangan pada tahun 1920-an.
Selanjutnya pariwisata massal masuk ke Bali pada tahun 1970-an. Perkembangan
industri pariwisata makin pesat sejak tahun 1990-an. Perkembangannya ditandai
dengan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara setiap tahunnya,
yaitu sebanyak 4,9 juta orang di tahun 2016. Kunjungan wisatawan domestik pada
tahun 2016 sebanyak 7,1 juta orang. Bertambahnya akomodasi wisata, daya tarik,
dan atraksi wisata yang semakin beragam. Perkembangan pariwisata
menyebabkan semakin banyak seni pertunjukan yang bersifat komersil dan profit
oriented. Perkembangan pariwisata tersebut mengakibatkan pergeseran seni dan
tradisi budaya Bali yang sebelumnya dimanfaatkan untuk kepentingan upacara
adat dan agama kemudian menjadi seni pertunjukan pariwisata yang memberikan
keuntungan ekonomi.
Pertumbuhan pariwisata Bali memberikan pengaruh terhadap
perkembangan seni dan tradisi budaya Bali. Dalam perkembangannya, Bali tradisi
dan budaya dikelompokkan secara artifisial, yaitu sakral (wali), tontotan pada
upacara (bebali), dan tontonan untuk pariwisata (balih-balihan). Perkembangan
pariwisata yang semakin modern menyebabkan seni dan tradisi budaya Bali
menjadi komoditas pariwisata. Seni dan tradisi budaya Bali otentik yang bersifat
sakral (wali) di mana pementasannya dilakukan di ruang-ruang ritual seperti pura
atau tempat suci lainnya, juga juga banyak dilangsungkan di jalan-jalan (street
culture). Contohnya prosesi melasti, pawai ogoh-ogoh, ngaben, dan ngelawang.
Seni sakral tersebut kemudian dikelola oleh industri pariwisata menjadi seni
pertunjukan pariwisata (staged culture). Seni, adat, dan tradisi budaya Bali
dijadikan sebuah layanan estetik (kesenian Bali) untuk diberikan kepada
wisatawan.
Bali Safari and Marine Park memanfaatkan seni dan tradisi budaya Bali
sebagai komoditas untuk memenuhi hasrat pariwisata. Seni dan tradisi budaya
Bali yang dijadikan komoditas adalah mitos pernikahan Jayapangus dan Kang
Cing Wei. Mitos ini dijadikan sebagai inti cerita dalam seni pertunjukan
xii
pariwisata yang bertajuk Bali Agung – The Legend of Balinese Goddesses.
Pertunjukan ini menceritakan tentang pernikahan Jayapangus dan Kang Cing Wei.
Penelitian ini mengkaji tentang analisis komodifikasi seni pertunjukan
pariwisata Bali Agung – The Legend of Balinese Goddesses, yaitu: bagaimana
proses produksi, distribusi dan konsumsi, serta implikasinya terhadap pariwisata
budaya Bali.
Tujuannya untuk mengetahui dan mengkaji secara kritis proses
komodifikasi seni pertunjukan pariwisata Bali Agung di Bali Safari and Marine
Park. Manfaat dari penelitian, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat
teoritis memberikan manfaat dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan seni dan tradisi budaya Bali. Bermanfaat sebagai pengembangan
kajian budaya dan tradisi lisan tentang mitos yang berkembang di Bali. Manfaat
praktis ada tiga hal sebagai berikut. Pertama, bagi masyarakat Bali, hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan proses produksi, distribusi dan
konsumsi, serta implikasi seni pertunjukan pariwisata Bali Agung - The Legend of
Balinese Goddesses terhadap pariwisata budaya Bali. Kedua, bagi pemerintah
hasil penelitian diharapkan dapat menentukan kebijakan yang tepat dalam
pelestarian budaya Bali dalam perkembangan pariwisata. Ketiga, bagi peneliti
diharapkan melakukan penelitian yang mengkaji tentang praktik komodifikasi
budaya Bali lainnya yang dijadikan komoditas pariwisata.
Teori relevan yang digunakan untuk mengkaji masalah penelitian secara
kritis sebagai berikut. Teori komodifikasi digunakan untuk mengkaji dan
menganalisis proses produksi, distribusi, dan konsumsi seni pertunjukan
pariwisata Bali Agung. Teori semiotika yang digunakan untuk mengkaji dan
menganalisis promosi Bali Agung melalui penyebaran iklan pada media
konvensional dan media sosial. Teori pariwisata budaya digunakan untuk
mengkaji dan menganalisis implikasi komodifikasi seni pertunjukan pariwisata
Bali Agung terhadap pariwisata budaya Bali.
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan teknik obervasi,
wawancara, dan studi dokumen. Penulis melakukan obervasi sebanyak 33 kali
sejak tahun 2014 hingga 2017. Observasi dilakukan dengan cara diantaranya
menonton secara penuh dari kursi penonton sebanyak 16 kali, menonton dari
xiii
ruangan stage manager sebanyak lima kali, menyaksikan proses pertunjukan dari
belakang panggung sebanyak satu kali, melakukan observasi ke Pura Dalem
Balingkang, Desa Pinggan, Kecamatan Kintamani sebanyak empat kali,
mendokumentasikan foto-foto yang terpajang di lokasi pertunjukan, dan
wawancara. Obervasi sebanyak 33 kali dilakukan penulis agar dapat mencatat
secara detail pertunjukan Bali Agung karena terkendala jika hanya mencatat
dengan detail hanya dalam satu kali menonton pertunjukan serta tidak dapat
menyaksikan pertunjukan tersebut melalui media lain. Hal ini disebabkan
pertunjukan Bali Agung tidak direkam serta tidak boleh direkam oleh penonton
dalam bentuk gambar atau video.
Peneliti melakukan wawancara di lokasi pertunjukan dengan para pemain
utama. Wawancara juga dilakukan di rumah Made Sidia. Sementara wawancara
dengan seniman Peter J Wilson dilakukan melalui surat elektronik (email), serta
wawancara menggunakan sarana komunikasi media sosial Whatsapp dengan
beberapa narasumber lainnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seni pertunjukan pariwisata Bali
Agung – The Legend of Balinese Goddesses mengalami komodifikasi melalui
tahap produksi, distribusi, dan konsumsi. Ketiga tahapan tersebut berimplikasi
pada pariwisata budaya Bali.
Tahapan komodifikasi dijelaskan sebagai berikut. Pertama, tahap produksi
diawali dengan pemilihan mitos pernikahan Jayapangus dan Kang Cing Wei
sebagai inti cerita pertunjukan. Mitos ini dijadikan sebagai inti cerita pertunjukan
karena memiliki daya tarik, yaitu mengisahkan tentang keagungan raja yang
pernah berkuasa di Bali, mengisahkan akulturasi budaya Bali dan Cina,
pernikahan yang berujung tragis di mana Jayapangus dan Kang Cing Wei dibunuh
oleh Dewi Danu. Setelah meninggal Jayapangus dan Kang Cing Wei dipercaya
sebagai perwujudan Barong Landung. Produksi seni pertunjukan ini
menggunakan teknologi yang modern, canggih, dan kolosal agar memiliki nilai
estetika untuk dijual kepada wisatawan.
Seni pertunjukan pariwisata Bali Agung diproduksi melalui kolaborasi
antara seniman Bali I Made Sidia dan seniman asal Australia Peter J Wilson.
Dalam proses produksinya terjadi negosiasi ide dan gagasan antara Sidia dengan
xiv
Peter J Wilson. Mereka bernegosiasi tentang ide dan gagasan dalam menentukan
karakter tokoh utama, yaitu Jayapangus, Kang Cing Wei, dan Dewi Danu.
Negosiasi tersebut menghasilkan tokoh Jayapangus dan Kang Cing Wei
dimodifikasi dari tokoh sakral menjadi profan yang ditampilkan dalam
berkarakter modern. Tokoh Dewi Danu dimodifikasi dari tokoh sakral yang
merupakan simbol dewi kesuburan menjadi profan yang ditampilkan agak
seksual. Negosiasi ide dan gagasan dari kedua seniman juga terjadi dalam