U PEN MAYOR PROGR UJI COBA NGOPERA AR TEKNOLO RAM STUDI FAKULTA IN A TUTUPA ASIAN BU KEPUL RI NADO S OGI DAN M I PEMANF AS PERIKA NSTITUT P AN IJUK UBU TAM LAUAN SE SYAHRUR MANAJEM FAATAN SU ANAN DAN PERTANIA BOGOR 2011 DAN GO MBUN DI ERIBU RAMADAN MEN PERIK UMBERDA N ILMU KEL AN BOGOR ONI PADA PERAIRA N KANAN TAN AYA PERIK LAUTAN R A AN NGKAP KANAN
119
Embed
u pen uji coba ngopera a tutupa asian bu kepul an ijuk ubu tam ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
UPEN
MAYOR PROGR
UJI COBANGOPERA
AR
TEKNOLORAM STUDI
FAKULTAIN
A TUTUPAASIAN BU
KEPUL
RI NADO S
OGI DAN MI PEMANF
AS PERIKANSTITUT P
AN IJUK UBU TAM
LAUAN SE
SYAHRUR
MANAJEMFAATAN SUANAN DANPERTANIA
BOGOR 2011
DAN GOMBUN DI ERIBU
RAMADAN
MEN PERIKUMBERDA
N ILMU KELAN BOGOR
ONI PADAPERAIRA
N
KANAN TANAYA PERIK
LAUTAN R
A AN
NGKAP KANAN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Uji Coba Tutupan Ijuk
dan Karung Goni pada Pengoperasian Bubu Tambun di Perairan Kepulauan
Seribu” adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum
pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 17 Februari 2011
Ari Nado Syahrur Ramadan
ABSTRAK ARI NADO SYAHRUR RAMADAN. C44070033. Uji Coba Tutupan Ijuk dan Karung Goni pada Pengoperasian Bubu Tambun di Perairan Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh DINIAH dan ROZA YUSFIANDAYANI. Pengoperasian bubu tambun di Perairan Kepulauan Seribu menggunakan terumbu karang sebagai penutup dan kamuflase lingkungan terumbu karang dapat mengakibatkan rusaknya lingkungan terumbu karang. Hal ini dapat menggangu keseimbangan di lingkungan terumbu karang salah satunya ketersediaan sumberdaya ikan karang, sehingga perlu diupayakan solusinya. Penelitian ini bertujuan untuk mencari alternatif pengganti terumbu karang sebagai tutupan dalam pengoperasian alat tangkap bubu tambun, yaitu menggunakan media tutupan bahan alami ijuk dan goni, di Perairan Kepulauan Seribu. Metode yang digunakan adalah experimental fishing, yaitu mengoperasikan bubu tambun dengan jenis bahan tutupan berbeda. Bahan tutupan bubu tambun yang digunakan dikategorikan sebagai perlakuan, yaitu ijuk dan goni, serta karang sebagai kontrol. Uji coba dilakukan selama 10 trip penangkapan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu. Hasil tangkapan total dalam penelitian ini sebanyak 477 ekor dengan berat mencapai 39.225 g. Hasil tangkapan utama sebanyak 432 ekor dengan berat 33.525 g dan hasil tangkapan sampingan sebanyak 45 ekor dengan berat 5730 g. Komposisi hasil tangkapan total didominasi oleh Famili Pomacentridae sebanyak 159 ekor dengan berat 11,055 g. Hasil tangkapan bubu tambun menggunakan tutupan ijuk berjumlah 137 ekor dengan berat total sebesar 12.895 g. Famili Pomacentridae merupakan hasil tangkapan yang paling banyak pada bubu tambun menggunakan tutupan ijuk yaitu sebanyak 38 ekor. Hasil tangkapan bubu tambun menggunakan tutupan karung goni berjumlah 165 ekor dengan berat total sebesar 12.995 g. Famili Pomacentridae merupakan hasil tangkapan yang paling banyak pada bubu tambun menggunakan tutupan Goni yaitu sebanyak 61 ekor. Hasil tangkapan bubu tambun menggunakan tutupan karang berjumlah 175 ekor dengan berat total sebesar 13.365 g. Famili Pomacentridae merupakan hasil tangkapan yang paling banyak pada bubu tambun menggunakan tutupan karang yaitu sebanyak 60 ekor. Hasil tangkapan yang didapat oleh bubu Ijuk dan bubu goni tidak berbeda nyata dengan hasil bubu karang, sehingga bisa diterapkan dalam pengoperasian bubu tambun di Perairan Kepulauan Seribu. Kata kunci: bubu tambun, ijuk, goni, terumbu karang, Perairan Kepulauan Seribu.
2.5 Metode Pengoperasian Alat ..................................................................... 17 2.6 Daerah Penangkapan Ikan ....................................................................... 18 2.7 Hasil Tangkapan ...................................................................................... 18 2.8 Bahan Tutupan Bubu Uji Coba ............................................................... 19
3 METODE PENELITIAN ........................................................................... 22 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 22 3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................ 22
3.3 Metode Penelitian .................................................................................... 24 3.4 Batasan Penelitian ................................................................................... 30 3.5 Asumsi yang Digunakan .......................................................................... 30 3.6 Metode Analisis Data .............................................................................. 30
4 KEADAAN UMUM PENELITIAN .......................................................... 32
4.1 Kondisi Geografis dan Perairan ............................................................... 32 4.2 Keadaan Penduduk .................................................................................. 33 4.3 Kondisi Perikanan Tangkap ..................................................................... 33 4.3.1 Kapal perikanan .............................................................................. 34 4.3.2 Alat tangkap .................................................................................... 34 4.3.3 Nelayan ........................................................................................... 35
5 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 36 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Total .......................................................... 36 5.1.1 Komposisi hasil tangkapan bubu tambun menggunakan tutupan ijuk ..................................................................................... 39 5.1.2 Komposisi hasil tangkapan bubu tambun menggunakan tutupan goni .................................................................................... 42 5.1.3 Komposisi hasil tangkapan bubu tambun menggunakan tutupan karang ................................................................................ 44 5.2 Sebaran Panjang Hasil Tangkapan .......................................................... 46 5.3 Hasil Analisis Statistik ............................................................................ 48 5.4 Pengaruh Penggunaan Ijuk dan Goni dalam Operasional Bubu Tambun .......................................................................................... 50
1 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin ............................................... 33
2 Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Pulau Panggang ......... 34
3 Jumlah kapal perikanan menurut gross tonage (GT) ................................... 34
4 Jenis dan jumlah alat tangkap di Kelurahan Pulau Panggang ...................... 35
5 Jumlah nelayan dan volume jumlah produksi perikanan menurut jenis alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu ..... 35
6 Komposisi hasil tangkapan total berdasarkan jumlah hasil tangkapan ........ 36
7 Komposisi hasil tangkapan bubu tambun menggunakan tutupan Ijuk ......... 40
8 Komposisi hasil tangkapan bubu tambun menggunakan tutupan Goni ....... 42
9 Komposisi hasil tangkapan bubu tambun menggunakan tutupan Karang ... 44
10 Hasil uji Kruskal-Wallis data ketiga jenis bubu penelitian .......................... 49
11 Hasil uji Kruskal-Wallis data hasil tangkapan utama ketiga jenis bubu penelitian ...................................................................................................... 49
12 Hasil uji Kruskal-Wallis data hasil tangkapan sampingan ketiga jenis bubu penelitian ...................................................................................................... 49
11 Hasil tangkapan berdasarkan lama perendaman setelah perendaman awal . 50
4 Umpan bubu tambun bintang laut bantal (Culcita novaguineae) ................ 26
5 Batu pemberat yang dipasang pada bubu ..................................................... 26
6 Daerah penangkapan ikan perairan Pulau Panggang ................................... 27
7 Bubu tambun menggunakan karang di dalam perairan ................................ 28
8 Posisi pemasangan bubu .............................................................................. 28
9 Pengangkatan bubu tambun dalam penelitian .............................................. 29
10 Ukuran panjang total ikan ........................................................................... 29
11 Komposisi hasil tangkapan total berdasarkan famili ................................... 37
12 Komposisi hasil tangkapan total dalam persen ............................................ 38
13 Hasil tangkapan Famili Serranidae .............................................................. 39
14 Komposisi hasil tangkapan Famili Serranidae penelitian ............................ 39
15 Hasil tangkapan bubu tambun dengan tutupan ijuk ..................................... 41
16 Komposisi hasil tangkapan bubu tambun dengan tutupan ijuk dalam persen .......................................................................................................... 41
17 Hasil tangkapan bubu tambun dengan tutupan Goni ................................... 43
18 Komposisi hasil tangkapan Bubu Tambun dengan tutupan Goni dalam persen ........................................................................................................... 43
19 Hasil tangkapan bubu tambun dengan tutupan karang ................................ 45
20 Komposisi hasil tangkapan bubu tambun dengan tutupan karang dalam persen ................................................................................................ 45
21 Sebaran frekuensi panjang Betok Laut pada bubu Ijuk ............................... 46
22 Sebaran frekuensi panjang Betok Laut pada bubu Goni .............................. 47
23 Sebaran frekuensi panjang Betok Laut pada bubu Karang .......................... 47
24 Hasil uji kenormalan data hasil tangkapan ketiga jenis bubu penelitian ..... 48
25 Hasil tangkapan berdasarkan lama perendaman setelah perendaman awal .............................................................................................................. 51
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Proses pembuatan bubu tambun penelitian ................................................... 60
2 Peta Kepulauan Seribu .................................................................................. 62
3 Peta Pulau Panggang tempat penelitian ........................................................ 63
4 Foto ikan hasil tangkapan bubu .................................................................... 64
5 Data hasil tangkapan penelitian .................................................................... 68
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luas terumbu karang di Indonesia diperkirakan sekitar 50.000 km2 dan
mempunyai keanekaragaman jenis dan produktivitas primer yang tinggi. Terumbu
karang mempunyai keunikan, diantaranya asosiasi atau komunitas lautan yang
seluruhnya dibentuk oleh kegiatan biologis. Namun dibalik produktivitas yang
tinggi tersebut, aktivitas manusia dalam rangka pemanfaatan sumberdaya alam di
daerah pantai, baik secara langsung maupun tidak langsung sering merusak
terumbu karang (Suprihayono 2000 diacu dalam Dahuri 2003).
Pemanfaatan sumberdaya ikan karang di Perairan Kepulauan Seribu antara
lain menggunakan bubu. Penangkapan ikan dengan bubu bersifat sistemik yang
mencakup aspek lingkungan dan melibatkan suatu teknologi pemanfaatan yang
harus dikelola dengan baik, sehingga mencapai proses optimasi pemanfaatan
sumberdaya perikanan yang ada. Menurut Martasuganda (2008), penangkapan
ikan dengan bubu yang berwawasan lingkungan mempunyai aspek yang penting.
Aspek pertama yaitu “lingkungan”, lingkungan adalah lingkungan hidup dalam
arti adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk
hidupnya, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lainnya. Aspek kedua adalah teknologi penangkapan ikan berwawasan lingkungan
dalam arti upaya sadar dan berencana dalam menggunakan alat tangkap untuk
mengelola sumberdaya ikan secara bijaksana dalam pembangunan yang
berkesinambungan. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan mutu hidup tanpa
mempengaruhi atau mengganggu kualitas dari lingkungan hidup.
Pemanfaatan sumberdaya ikan karang di perairan Kepulauan Seribu
menggunakan bubu tambun. Pengoperasian bubu ini seyogyanya mempunyai
keunggulan tersendiri, yaitu ikan hasil tangkapan bubu tertangkap dalam kondisi
hidup dan kualitasnya lebih terjamin, karena hanya sedikit mengalami luka. Selain
itu harga alat tangkap bubu ikan karang relatif lebih murah dibandingkan dengan
alat tangkap ikan karang lainnya.
2
Pengoperasian bubu tambun di Kepulauan Seribu pada kenyataannya
dapat dikatakan tidak ramah lingkungan, karena menggunakan bongkahan
terumbu karang, baik yang hidup maupun terumbu karang yang mati. Hal ini yang
mengakibatkan rusaknya terumbu karang yang seharusnya menjadi subtrat bagi
pertumbuhan biota karang lainnya. Rusaknya sistem kehidupan karang akan
menyebabkan populasi ikan dan hewan lain makin berkurang, karena dalam
ekosistem kehidupan karang semua komponen merupakan mata rantai makanan
yang tidak terputus dan terus berinteraksi. Bila keseimbangannya terganggu akan
mengakibatkan terganggunya daya dukung lingkungan di terumbu karang,
akhirnya akan mengancam ekosistem terumbu karang secara keseluruhan.
Salah satu solusi yang ingin dikembangkan adalah pengoperasian bubu
tambun menggunakan bahan alami lain sebagai tutupan, sehingga tidak lagi
menggunakan terumbu karang. Penelitian tentang tutupan alami pernah dilakukan
oleh R. Nugroho Bayu Santoso pada tahun 2009, yaitu menggunakan tutupan
goni. Hasil penelitian tersebut belum menggambarkan hasil yang lebih baik.
Santoso (2009) menggunakan bubu tambun dengan tutupan goni 100 %.
Sehubungan dengan hal tersebut penulis bermaksud melakukan penelitian yang
sama, namun selain goni penulis menggunakan ijuk sebagai media tutupan.
Persentase tutupan goni dan ijuk yang digunakan dalam penelitian ini sebesar
70%. Hal ini dimaksudkan untuk dapat berfungsi sebagai alat kamuflase dari
habitat ikan karang. Pemasangan tutupan goni pada bubu tambun dalam penelitian
Santoso (2009) adalah berupa lembaran goni dan ditutupkan pada bagian atas
bubu tambun. Pada penelitian ini penulis menggunakan cara penutupan yang
berbeda dengan yang dilakukan Santoso (2009), cara penutupan bahan ijuk dan
goni dibentuk sedemikian hingga menjadi seperti sayap kupu–kupu yang
diletakkan sebagai tutupan bubu tambun penelitian. Kemudian potongan tersebut
disusun di bagian atas dan samping bubu, hingga luas tutupan mencapai 70 %.
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk
dipakai nelayan dalam pengoperasian bubu tambun, sehingga dapat mengurangi
rusaknya ekosistem terumbu karang.
3
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari alternatif pengganti terumbu
karang sebagai tutupan dalam pengoperasian alat tangkap bubu tambun dengan
menggunakan media tutupan bahan alami ijuk dan goni di Perairan Kepulauan
Seribu.
1.3 Manfaat
Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah:
(1) Bagi penulis, hasil penelitian ini akan dimanfaatkan sebagai bahan penyusun
skripsi yang merupakan salah satu tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana
di Institut Pertanian Bogor.
(2) Bagi nelayan, memberikan informasi mengenai media alternatif pengganti
terumbu karang untuk tutupan bubu dalam kegiatan penangkapan ikan karang
di Perairan Kepulauan Seribu.
(3) Bagi lingkungan, dapat mengurangi tekanan kerusakan terumbu karang,
sehingga ekosistem terumbu karang tetap terjaga.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumberdaya Ikan Karang
Sumberdaya ikan karang meliputi ikan konsumsi dan ikan hias. Sebagian
ikan bertulang keras (teleostei) yang merupakan ordo perciformes. Menurut
Hutomo (1995), kelompok ikan karang yang erat kaitannya dengan lingkungan
terumbu karang adalah:
(1) Tiga famili dalam sub ordo Labridei, yaitu famili Labridae (cina-cina),
Scaridae (kakatua) dan Pomacentridae (betok laut). Ketiganya bersifat diurnal;
(2) Tiga famili dari sub ordo Acanthuridae, yaitu famili Acanthuridae (butana),
Siganidae (baronang) dan Zanclidae (bendera atau moorish idol). Ketiganya
bersifat herbivora;
(3) Dua famili dari sub ordo Chaetodontidae yang mempunyai warna yang cerah;
(4) Famili Blennidae dan Gobiidae yang bersifat demersal dan menetap;
(5) Famili Apogonidae (beseng) nokturnal, memangsa avertebrata terumbu dan
ikan kecil;
(6) Famili Ostraciidae, Tetraodontidae dan Balestidae (pakol) yang menyolok
dalam bentuk dan warnanya; dan
(7) Pemangsa dan pemakan ikan (piscivorous) yang besar jumlahnya dan bernilai
ekonomis tinggi, meliputi famili Serranidae (kerapu), Lutjanidae (kakap),
Lethrinidae (lecam), Holocentridae (swanggi).
Menurut Susanto (2001) diacu dalam Dahuri (2003), beberapa
sumberdaya ikan yang hidup di karang mempunyai nilai ekonomis sebagai
berikut:
(1) Suku Chaetodontidae (Butterflyfish). Ikan yang termasuk suku ini
mempunyai bentuk tubuh yang pipih serta lebar, sehingga gerakannya
meliuk-liuk mirip karpet. Sampai sekarang diperkirakan terdapat sekitar 114
jenis ikan kepe-kepe yang tersebar di seluruh dunia, antara lain di Australia
50 jenis, Philipina 45 jenis, Indonesia 44 jenis, Taiwan 33 jenis dan Papua
Nugini 42 jenis. Ikan jenis ini hidup di perairan laut tropis pada kedalaman
perairan sampai 20 meter.
5
(2) Suku Pomancanthidae (Angelfishes). Bentuk ikan ini menarik dan dikenal
sebagai ikan bidadari atau enjel. Suku ini hidup di terumbu karang di
perairan tropis. Diperkirakan ada 74 jenis yang termasuk dalam suku
pomacanthidae. Ikan ini hidup pada kedalaman 1-50 meter, seperti marga
Centropype dan Genicanthus. Daerah penyebaran dan jumlah jenis ikan enjel
di perairan Indo-pasifik adalah Australia 23 jenis, Papua Nugini 22 jenis,
Indonesia 21 jenis, Taiwan 20 jenis dan Philipina 19 jenis. Jenis ikan ini
memiliki corak warna yang indah dan menarik.
(3) Suku Balistidae (Triggerfish). Ikan pelatuk atau ikan trigger banyak
ditemukan di perairan Indonesia. Di Perairan Kepulauan Seribu, jenis ikan
ini dikenal sebagai ikan pakol. Ikan pelatuk biasanya hidup soliter atau
menyendiri di habitat terumbu karang.
(4) Suku Labridae (Wrasses). Kelompok ikan ini di Indonesia disebut ikan
keling. Suku ini merupakan ikan diurnal yang aktif mencari makan di siang
hari dan sebagian besar merupakan ikan karnivor. Mangsanya berupa
moluska, cacing, krustase dan ikan kecil.
Widodo et al (1998) menjelaskan bahwa ada sepuluh famili utama dari
perairan Indonesia yang menyumbang produksi ikan karang konsumsi, yaitu
K = Jumlah kelas; n = Banyak data; i = Lebar kelas; N max = Nilai terbesar; dan N min = Nilai terkecil.
31
Data hasil tangkapan bubu dengan tutupan ijuk, goni dan karang terlebih
dahulu diuji kenormalannya menggunakan uji kenormalan Anderson Darling.
Selanjutnya dilakukan uji non parametrik Kruskal Wallis untuk mengambil
keputusan ada atau tidaknya perbedaan komposisi hasil tangkapan bubu dengan
tiga jenis tutupan. Model dasar Uji Kruskall Wallis adalah
121
3 1
Keterangan :
ri = Jumlah dari peringkat perlakuan ke-i; ni = Banyaknya data dari perlakuan ke- i; n = Banyaknya data dari seluruh perlakuan. Hipotesis Uji Kruskall Wallis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
(1) H0 : berarti tidak ada perbedaan hasil tangkapan bubu dengan jenis tutupan
berbeda.
(2) H1 : berarti ada perbedaan hasil tangkapan bubu dengan jenis tutupan berbeda.
Dasar pengambilan keputusan Uji Kruskall Wallis yaitu :
(1) Jika hi > χα2 maka tolak H0, berarti ada perbedaan komposisi hasil tangkapan
bubu dengan jenis tutupan yang berbeda.
(2) Jika hi > χα2 maka gagal tolak H0, berarti ada perbedaan komposisi hasil
tangkapan bubu dengan jenis tutupan yang berbeda.
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Kondisi Geografis dan Perairan
Wilayah Kepulauan Seribu secara geografis terletak pada 106°20’00’’ BT
– 106°57’00’’ dan 5°10’00’’ LS sebelah Utara. Di Sebelah Timur terletak pada
posisi 106°57’00’’ BT dan 5°10’00’’ LS, yang kemudian ditarik garis lurus ke
Selatan sampai Utara Pulau Jawa. Di sebelah Selatan terletak pada 106°57’00’’
BT dan 5°57’00’’ LS, di sebelah Barat terletak pada 106°57’00’’ BT dan
5°57’00’’ LS. Kepulauan Seribu merupakan bagian dari wilayah Jakarta Utara.
Secara administratif kecamatan Kepulauan Seribu menjadi empat wilayah
kelurahan, yaitu Kelurahan Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Kelapa, Kelurahan
Pulau Tidung dan Kelurahan Pulau Untung Jawa.
Kelurahan Pulau Panggang mempunyai daratan seluas 62,10 ha dan terdiri
atas 13 pulau. Dari 13 pulau yang ada, hanya dua pulau yang didiami oleh
penduduk, yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Panggang. Hampir seluruh pulau di
Kepulauan Seribu mempunyai topografi yang landai (0 – 5%) dengan ketinggian
rata-rata (0 – 2) m di atas permukaan laut. Suhu udara berkisar antara 27 – 320 C.
Luas daratan dapat berubah oleh pasang surut dengan ketinggian pasang berkisar
1 – 1,5 m. Arus permukaan pada Musim Barat dan Musim Timur berkecepatan
hampir sama dengan kecepatan maksimumnya 0,5 m/s. Arus pada Musim Barat
dominan ke arah timur sampai ke tenggara, sedangkan Musim Timur dominan ke
arah barat. Gelombang laut pada Musim Barat mempunyai ketinggian 0,5 – 1,175
m dan Musim Timur 0,5 – 1,0 m (Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan
Seribu, 2008).
Kawasan Perairan Kepulauan Seribu, terdiri atas lautan, pulau karang,
gugusan karang yang berupa reef flat dan coral reef serta gosong karang. Pada
umumnya terdiri atas batu-batu kapur atau karang, pasir dan sedimen yang berasal
dari daratan Pulau Jawa dan dari Laut Jawa. Secara umum kedalaman laut di
wilayah Kepulauan Seribu berbeda-beda, yaitu berkisar 0 – 40 m. Hanya dua
tempat yang mempunyai kedalaman lebih dari 40 meter, yaitu di sekitar Pulau
Payung dan Pulau Pari. Suhu air permukaan di Kepulauan Seribu pada Musim
33
Barat berkisar 28,5 – 30,0 0C. Salinitas permukaan berkisar 30-34 ppt, baik pada
Musim Barat maupun pada Musim Timur.
4.2 Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk di Pulau Panggang pada tahun 2002-2008 meningkat
setiap tahunnya. Berdasarkan jenis kelamin, pada tahun 2008 terdapat 2.832 jiwa
laki-laki dan 2.687 jiwa perempuan. Secara lebih rinci jumlah penduduk
berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah penduduk di Pulau Panggang berdasarkan jenis kelamin.
No Tahun Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah (jiwa) Laki-Laki Perempuan
Jumlah 268 108 12 32 4 424Sumber: Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kota Jakarta Utara (2006).
4.3.2 Alat tangkap
Pada tahun 2008 jenis alat tangkap yang paling banyak dioperasikan
adalah alat tangkap pancing, berjumlah 532 unit dengan jumlah pemilik 444
orang. Nelayan yang mengoperasikan bubu sebanyak 21 orang dengan jumlah alat
35
tangkap sebanyak 250 unit. Jenis dan jumlah alat tangkap selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Jenis dan jumlah alat tangkap di Kelurahan Pulau Panggang tahun 2008.
No Alat Tangkap Jumlah Pemilik (orang) Jumlah Alat Tangkap (unit) 1 Jaring Payang 11 222 Jaring Dasar 21 213 Jaring Gebur 5 754 Bubu Besar 16 2005 Bubu Kecil 5 506 Pancing 444 5327 Jaring Muroami 5 8
Jumlah 507 908Sumber: Pemerintah Kelurahan Pulau Panggang (2008).
4.3.3 Nelayan
Masyarakat di Kepulauan Administrasi Kepulauan Seribu sebagian besar
bermata pencaharian sebagai nelayan. Hal ini disebabkan oleh kondisi tanah yang
berpasir, sehingga menyulitkan untuk kegiatan pertanian. Pada tahun 2006 jumlah
nelayan di Kepulauan Seribu mencapai 3.456 orang dengan produksi ikan sebesar
2.735.125 kg. Jumlah alat tangkap dan produksi ikan tertinggi diperoleh dari alat
tangkap payang sebanyak 1.295 unit dengan produksi 1.058.400 kg. Jumlah
nelayan dan jumlah produksi perikanan di Kabupaten Administrasi Kepulauan
Seribu dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Jumlah nelayan dan volume produksi perikanan menurut jenis alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu tahun 2006
No Alat Tangkap Jumlah Nelayan (orang) Volume Produksi (kg)
Pada Gambar 25 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan yang diperoleh
berfluktuasi. Jumlah tangkapan yang paling sedikit terjadi pada hari kesembilan
untuk ketiga jenis tutupan. Hal ini dikarenakan keadaan cuaca pada saat penelitian
itu buruk, sehingga kurang mendukung proses mengoperasikan bubu tambun di
daerah penangkapan ikan yang telah ditentukan. Pengoperasian bubu saat itu
hanya dapat dilakukan di perairan yang lebih dekat ke daerah pantai.
51
Gambar 25 Jumlah hasil tangkapan berdasarkan lama perendaman setelah perendaman awal.
Penggunaan bahan alami ijuk dan goni mempunyai kelebihan pada
efisiensi waktu pada saat pengoperasian bubu tambun. Hal ini disebabkan
pengoperasian bubu tambun dengan tutupan karang, harus mencari terumbu
karang dulu sebelum operasi penangkapan ikan dimulai, sehingga memerlukan
waktu yang lebih lama. Bubu dengan tutupan ijuk dan tutupan goni dalam
pengoperasiannya, langsung diletakkan di daerah penangkapan ikan yang telah
ditentukan.
Pengoperasian bubu tambun dengan tutupan karang akan memberikan
suasana kamuflase yang menyerupai habitat hidup ikan karang. Hal inilah yang
membuat bagian dalam bubu menjadi gelap dan ikan karang akan masuk ke dalam
bubu. Sama tujuannya dengan penggunaan tutupan ijuk dan tutupan goni.
Kamuflase yang dihasilkan tutupan ijuk dan tutupan goni sama dengan tutupan
karang. Namun, pada saat berada di dalam perairan, kamuflase tutupan ijuk
terlihat seperti kumpulan bulu babi (Diadema setosum). Kamuflase yang
menyerupai bulu babi (Diadema setosum) dapat mengurangi pencurian bubu
tambun yang berada di dalam perairan.
Dalam pengoperasian bubu tambun dengan tutupan ijuk dan goni
menggunakan pemberat berupa karang mati. Karang mati dapat dijumpai di
sekitar ekosistem terumbu karang. Hal ini diharapkan dapat diteladani oleh
nelayan setempat, karena nelayan Kepulauan Seribu menggunakan karang yang
05
101520253035404550
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Bubu ijuk
Bubu goni
Bubu karang
Hari Ke
Jum
lah
Has
il T
angk
apan
(eko
r)
52
masih hidup untuk pemberat bubu tambun. Sebetulnya akan lebih baik jika
nelayan menggunakan bahan selain karang mati untuk pemberat, misalnya batu
kali atau timah hitam dan lainnya.
Pengoperasian bubu tambun, seringkali dilakukan di daerah yang
memiliki ekosistem terumbu karang yang padat. Terumbu karang ini nantinya
digunakan sebagai tutupan pada pengoperasian bubu tambun. Proses
pengoperasian bubu tambun dengan tutupan karang dapat merusak ekosistem
terumbu karang yang menjadi habitat ikan karang target penangkapan. Jika
dikaitkan dengan waktu yang digunakan untuk satu trip pengoperasian bubu
tambun dengan tutupan karang, yaitu satu hari, maka kerusakan ekosistem
terumbu karang akan terjadi pada setiap harinya. Apalagi cara ini dilakukan untuk
jangka waktu yang lama, maka kerusakaan yang terjadi pada terumbu karang akan
sangat tinggi.
Pada saat proses penimbunan bubu tambun seringkali menambah
pengrusakan pada karang. Hal ini disebabkan nelayan harus berada di perairan
tempat pengoperasian bubu tersebut. Nelayan berjalan di perairan agar dapat
mengatur posisi peletakan bubu. Saat berjalan nelayan seringkali menginjakkan
kakinya pada karang sebagai tempat untuk bertumpu. Karang yang terinjak
umumnya adalah karang yang hidup pada kedalaman yang rendah atau di perairan
dangkal. Injakan yang mengenai karang tersebut akan membuat karang patah atau
karang tersebut hancur. Hal ini harus segera dicarikan solusinya. Penggunaan ijuk
atau goni merupakan salah satu alternatif.
Pengoperasian bubu tambun dengan tutupan ijuk dan goni hanya
dilakukan di celah terumbu karang tanpa melakukan pengrusakan terumbu karang.
Suasana kamuflase telah terjadi tanpa penggunaan terumbu karang di perairan.
Saat pengoperasian bubu dengan tutupan ijuk dan goni juga tidak mengharuskan
nelayan berada di dalam perairan, karena posisi bubu dapat diatur dari atas kapal
dengan menggunakan pengait. Hal ini meyakinkan bahwa kerusakan terumbu
karang yang diakibatkan oleh pengoperaian bubu tambun dengan tutupan karang
dapat dikurangi, bahkan tidak dilakukan lagi.
Hal mendasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemanfaatan
sumberdaya khususnya sumberdaya ikan dengan penggunaan alat tangkap yang
53
ramah lingkungan. Penggunaan bahan alami sebagai tutupan dalam pengoperasian
bubu tambun merupakan salah satu bentuk dari solusi pemanfaatan sumberdaya
ikan yang ramah lingkungan. Bahan alami ijuk dan goni ini mempunyai prinsip
seperti atraktor rumpon berfungsi untuk membantu mengumpulkan ikan, dengan
alasan atraktor rumpon yang terbuat dari bahan alami membuat perifiton dan alga
menempel pada subtrat alami. Hal ini juga berlaku pada penggunaan bahan alami
ijuk dan goni sebagai tempat menempelnya subtrat dan perifiton sehingga
membuat ikan berkumpul di bubu yang dioperasikan.
Kerusakan karang yang terjadi akibat pengoperasian bubu tambun
memang tidak memberikan efek yang besar dibandingkan dengan kerusakan
akibat penangkapan yang menggunakan potasium atau bom. Namun, kerusakan
yang terjadi akan menjadi besar apabila dari tingkat intensitas frekuensi
penangkapan yang tinggi yang dilakukan oleh nelayan bubu tambun di Kepulauan
Seribu. Kekhawatiran yang baru adalah ketika nelayan yang ada di Kepulauan
Seribu memperluas daerah penangkapan ikan, sehingga akan memperluas wilayah
kerusakan terumbu karang apabila alat tangkap dan metode pengoperasiannya
tidak diubah menjadi lebih baik.
Upaya pemanfaatan sumberdaya ikan secara prinsip yang selalu
memperhatikan keramahan lingkungan harus terus diupayakan, khususnya di
perairan Kepulauan Seribu. Upaya demikian diharapkan sumberdaya ikan dan
lingkungannya akan tetap terjaga dan lestari. Memodifikasi alat tangkap dan yang
ramah lingkungan sehingga sumberdaya dapat dimanfaatkan secara optimal.
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Hasil tangkapan total dalam penelitian ini berjumlah 477 ekor dengan
berat 39.225 g. Hasil tangkapan utama berjumlah 432 ekor (90,57%) dengan berat
33.525 g (85,40%), terdiri atas ikan konsumsi sebanyak 37 ekor (79,04%) dengan
berat 32.550 g (82,92%) dan ikan hias sebanyak 55 ekor (11,53%) dengan berat
975 g (2,48%). Hasil tangkapan sampingan berjumlah 45 ekor (9,43%) dengan
berat 5730 g (14,60%). Hasil tangkapan yang didapat dari bubu tambun dengan
tiga jenis tutupan – ijuk, goni dan terumbu karang – secara significant tidak
berbeda nyata dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dalam rangka menekan laju
kerusakan ekosistem terumbu karang, sebaiknya nelayan Kepulauan Seribu tidak
lagi menggunakan terumbu karang dalam pengoperasian bubu tambun, melainkan
menggantinya dengan tutupan goni atau ijuk. Selanjutnya, untuk bisa
mendapatkan hasil yang lebih baik, lagi perlu dilakukan penelitian lanjutan
dengan tetap menggunakan materi dan metode yang sama, tetapi melakukan
analisis terhadap sifat material, ketahanan material pada saat pengoperasian bubu
tambun dan kepraktisan dari material bahan alami penutup bubu tambun serta
jumlah trip yang lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Adrim M. 1993. Pengantar Studi Ekologi Komunitas Ikan Karang dan Metode Pengkajiannya. Makalah Kursus Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan Kondisi Terumbu Karang. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi, Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia. 34 Hal
Allen G, R Steene, P Humann and N DeLoach.. 2002. Reef Fish Identification :
Tropical Pacific. Jacksonville, Florida USA : New World Publications, Inc. 248 hal.
Arami H. 2006. Seleksi Tekonologi Penangkapan Ikan Karang Dalam Rangka
Pengembangan Perikanan Tangkap Berwawasan Lingkungan di Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara. [Tesis] (tidak dipublikasikan). Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hal 10-14.
Baskoro MS. 2005. Tingkah Laku Ikan Hubungannya dengan Metode
Pengoperasian Alat Tangkap Ikan. Diktat kuliah (tidak dipublikasikan) Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 131 hal.
Bessa E, JF Dias and AM de Souza. 2007. Rare Data on A Rocky Shore Fish
Reproductive Biology: Sex Ratio, Length of First Maturation and Spawning Period of Abudefduf saxatilis (Linnaeus, 1758) with Notes on Stegastes variabilis Spawning Period (Perciformes: Pomacentridae) in Sao Paulo, Brazil. Brazilian Journal Oceanography Volume 55 no.3. Instituto Oceanográfico da Universidade de Sao Paulo
Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pengembangan
Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Hal 17.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005. Kategori Alat Tangkap.
(http:www.pipp.dkp.go.id/pipp2/kapalapi_index.html). 09 Mei 2010 Furevik DM. 1994. Behaviour of Fish Relation to Pots : Marine Fish Behaviour in
Capture and Abundance Estimation. London: Fishing News Books. Hal 28-44.
Gunarso W. 1985. Tingkah Laku Ikan Dalam Hubungannya Dengan Alat,
Metoda, dan Teknik Penangkapan Ikan. Diktat kuliah (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 149 hal.
56
High WL and Beardsley. 1970. Fish Behaviour Studies from Undersea Habitat. Community Fisheries Rev. Dikutip dari Furevik, DM. 1994. Behaviour of Fish Relation to Pots : Marine Fish Behaviour in Capture and Abundance Estimation. London: Fishing News Books. Hal 28-44.
Hutomo. 1995. Pengantar Studi Ekologis Komunitas Ikan Karang dan Metode
Pengkajiannya. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi, Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia. 54 Hal.
Isnaini. 2008. Pola Rezim Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Ekor
Kuning di Kepulauan Seribu. [Tesis] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 142 hal.
Klust G. 1983. Bahan Jaring untuk Alat Penangkapan Ikan. Edisi ke-2.
Diterjemahkan oleh Team BPPI Semarang 1998, Netting Materials for Fishing Gear. Semarang: Balai Pengembangan Penangkapan Ikan Semarang. 187 hal.
Komarudin D. 2009. Penggunaan Celah Pelolosan Pada Bubu Tambun Terhadap
Hasil Tangkapan Kerapu Koko di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 104 hal.
Martasuganda S. 2008. Bubu (Traps). Bogor: Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 68 hal.
Monintja DR dan S Martasuganda. 1990. Teknologi Pemanfaatan Hayati Laut II.
Diktat kuliah (Tidak dipublikasikan). Bogor: Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor. 90 hal.
Nugraha A. 2008. Efektivitas Penangkapan Ikan Karang Konsumsi Menggunakan
Bubu dengan Umpan yang Berbeda di Kepulauan Seribu. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 95 hal.
Nybakken JW. 1982. Biologi laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan
oleh Eidman M, Koesoebiono, DG Bengen, Hutomo dan Sukardjo, 1992, Marine Biology An Ecological Approach. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal 355-395.
Pambudi W. 2005. Pengaruh Penambahan Serat Ijuk dan Pengurangan Pasir
Terhadap Beban Lentur dan Berat Jenis Genteng Beton. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Semarang: Fakultas Teknik, Universitas Negeri Malang. 78 hal.
57
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu. 2006. Data Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Jakarta: Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu.
Pemerintah Kelurahan Pulau Panggang. 2008. Laporan Bulanan Februari 2008
Jakarta: Pemerintahan Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Sainsbury. 1982. Commercial Fishing Methods: An Introduction To Vessels and
Gears. London: Fishing News Books. 119 p Santoso BN. (2008). Pengaruh Perbedaan Konstruksi Bubu Terhadap Hasil
Tangkapan Ikan Karang di Perairan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 58 hal.
Simbolon D. 2006. Daerah Penangkapan Ikan Sebagai Salah Satu Faktor Penentu
Keberhasilan Operasi Penangkapan Ikan. Dalam Kumpulan Pemikiran Tentang Teknologi Perikanan Tangkap Yang Bertanggung Jawab, Nomor 07 Tahun 2006/2007. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 67-69.
Subani W dan HR. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di
Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut, Edisi Khusus Nomor 50 Tahun 1988/1989. Jakarta : Balai Penelitian Perikanan Laut, Departemen Pertanian. 245 hal.
Sudiro DR. 2004. Rami Tanaman Asli Indonesia Untuk Meningkatkan
Kemandirian Kebutuhan Alat pertahanan. Buletin Litbang Pertahanan Indonesia Volume VII Nomor 13 Tahun 2004. [Terhubung Tidak Berkala]. www.dephan.go.id. [18 Maret 2010]
Sugiyono. 2007. Pengantar Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta. 390
hal. Supriharyono. 2000. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah
Pesisir dan Laut Tropis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal 96-97. Dikutip dari Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pengembangan Berkelanjutan . Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Susanti Y. 2005. Pengoperasian Bubu Tambun dan Kerusakan Terumbu Karang
yang Diakibatkannya di Pulau Harapan, Kepulauan Seribu. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 88 hal.
Susanto H. 2001. Ikan Hias Air Laut. Depok: Penerbit Swadaya. 84 hal. Dikutip
dari Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pengembangan Berkelanjutan . Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
58
Von Brand A. 2005. Fish Catching Methods of the Word 4th Edition. O Gabriel, K Lange, E Dahm and T Wendt, Editors. England: Blackwell Publishing. 523 hal.
Wallace C. 1994. New spesies and A new Species Group of the coral genus
hal. Widodo J, Aziz K, Priyono B, Tampubolon GH, Naamin N, Djamali A.1998.
Potensi dan Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut Di Perairan Indonesia. Jakarta: Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Hal 184 – 199.
Wudianto C, Nasution dan HR Barus. 1988. Uji Coba Bubu Plastik di Perairan
Jawa Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Laut, Volume No.46 Tahun 1988. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut, Departemen Pertanian. Hal 45-53
LAMPIRAN
60
Lampiran 1 Tahapan proses pembuatan bubu tambun penelitian.
No Tahapan Proses Pembuatan Bubu Tambun Penelitian
Gambar
1 Persiapan bahan bambu sebagai bahan utama dari pembuatan bubu tambun
2 Bambu di potong kecil yang nantinya akan dirangkai menjadi bubu tambun
Sumber identifikasi : Allen G et al. 2002. Reef Fish Identification : Tropical Pacific. New World Publications, Inc. Jacksonville, Florida USA. 248 hal. Famili Labridae Nori merah/ Banded maori wrasse Nori hijau/Checkerboard wrasse (Cheilinus fasciatus) (Halichoeres hortulanus) Jarang gigi/ White-belly tuskfish (Choerodon anchorago) Famili Lutjanidae
Lencam/ Mangrove jack Tanda-tanda/ Russell’s snapper
Hari ke 1 Tanggal 7/8/2010 Waktu 09.15‐12.45 Kondisi Lapangan Mendung Kedalaman 3 meter (Tubir) Keadaan Dasar Berkarang Bentuk Bulan Setengah Arus Sedang
Catatan Bubu ijuk 3 buah = A Bubu Goni 3 buah = B Bubu karang 3 buah = C
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A1 Nori 600 23.4 Kupas‐kupas 400 22.3 Nori 600 24
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A2 Nori 210 15.8 Nori 200 12.5 Nori 190 14.5
69
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
Hari ke 2 Tanggal 8/8/2010 Waktu 09.15‐12.45 Kondisi Lapangan Cerah berawan Kedalaman 4‐5 meter Keadaan Dasar Berkarang Bentuk Bulan Setengah Arus besar
Catatan Bubu ijuk 3 buah = A Bubu Goni 3 buah = B Bubu karang 3 buah = C
72
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A2
kerapu merah 160 22.2 betok hitam 100 16.5 marmut 25 10.5 marmut 50 11.5 nori 210 24 nori 70 17 strip delapan 10 6.9
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A3 Nori 130 22.4
betok hitam 90 16
73
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B1
marmut 50 12.1 masuk layang 10 13.1 pogek batu 60 13.1 nori 100 18.4 betok hitam 60 14.2 Sersan mayor 30 13 kea‐kea 20 10.5 Sersan mayor 40 14.7 Sersan mayor 40 12.9 strip delapan 5 7.2 pogek 40 14.7
74
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B2
kerpu merah 90 19.2 swanggi 90 16 kerapu merah 90 18.8 tikus‐tikusaan 160 21 marmut 20 9.6 Sersan mayor 30 13 Sersan mayor 60 12.1 Sersan mayor 50 13.3 Sersan mayor 60 12 Sersan mayor 70 13.3 Sersan mayor 30 12.3 Sersan mayor 30 12
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B3
Buntel blimbing 90 14.2 pogek batu 40 12.1 lape 70 17.2 kupas‐kupas 200 19.5 nori 90 17 serak 120 18.5
75
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C1 Lencam 110 20
Betok Hitam 60 14.5 Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)