BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini diperkirakan sekitar 50 persen penduduk Indonesia atau lebih dari 100 juta jiwa mengalami beraneka masalah kekurangan gizi, yaitu gizi kurang dan gizi lebih. Masalah gizi kurang sering luput dari penglihatan atau pengamatan biasa dan seringkali tidak cepat ditanggulangi, padahal dapat memunculkan masalah besar. Selain gizi kurang, secara bersamaan Indonesia juga mulai menghadapi masalah gizi lebih dengan kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Dengan kata lain saat ini Indonesia tengah menghadapi masalah gizi ganda. Secara perlahan kekurangan gizi akan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, bayi, dan balita, serta rendahnya umur harapan hidup. Selain itu, dampak kekurangan gizi terlihat juga pada rendahnya partisipasi sekolah, rendahnya pendidikan, serta lambatnya pertumbuhan ekonomi. 2 Investasi di sektor sosial menjadi sangat penting dalam peningkatan SDM karena akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi negara. Investasi gizi juga berperan penting untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan dan kurang gizi sebagai upaya peningkatan SDM. 2 Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi dan kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak 13,0% berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini diperkirakan sekitar 50 persen penduduk Indonesia atau lebih dari 100 juta jiwa
mengalami beraneka masalah kekurangan gizi, yaitu gizi kurang dan gizi lebih. Masalah gizi
kurang sering luput dari penglihatan atau pengamatan biasa dan seringkali tidak cepat
ditanggulangi, padahal dapat memunculkan masalah besar. Selain gizi kurang, secara
bersamaan Indonesia juga mulai menghadapi masalah gizi lebih dengan kecenderungan yang
semakin meningkat dari waktu ke waktu. Dengan kata lain saat ini Indonesia tengah
menghadapi masalah gizi ganda. Secara perlahan kekurangan gizi akan berdampak pada
tingginya angka kematian ibu, bayi, dan balita, serta rendahnya umur harapan hidup. Selain
itu, dampak kekurangan gizi terlihat juga pada rendahnya partisipasi sekolah, rendahnya
pendidikan, serta lambatnya pertumbuhan ekonomi.2
Investasi di sektor sosial menjadi sangat penting dalam peningkatan SDM karena
akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi negara. Investasi gizi juga berperan penting
untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan dan kurang gizi sebagai upaya peningkatan
SDM.2
Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi dan
kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak
13,0% berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama
menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1% anak
memiliki kategori sangat pendek. 1
Keadaan ini berpengaruh kepada masih tingginya angka kematian bayi. Menurut
WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh
karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat.
Salah satu cara untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk adalah
dengan menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagai upaya menangani setiap kasus yang
ditemukan. Pada saat ini seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi tatalaksana gizi
buruk menunjukkan bahwa kasus ini dapat ditangani dengan dua pendekatan. Gizi buruk
dengan komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam tinggi
dan penurunan kesadaran) harus dirawat di rumah sakit, Puskesmas perawatan, Pusat
Pemulihan Gizi (PPG) atau Therapeutic Feeding Center (TFC), sedangkan gizi buruk tanpa
komplikasi dapat dilakukan secara rawat jalan.4
1
B. Pengertian dan Dasar Diagnosis KEP
Kurang Energi Protein atau Kurang Kalori Protein adalah keadaan kurang gizi pada
anak yang disebabkan oleh kurangnya asupan energi dan protein. Balita usia 6-59 bulan
merupaka golongan yang rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi, diantaranya adalah
masalah kurang energi protein (KEP) yang merupakan masalah gizi utama di Indonesia.4
Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energi dan protein, MEP diklasifikasikan
menjadi MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan MEP derajat berat (gizi buruk). Gizi
kurang belum menunjukkan gejala klinis yang khas, hanya dijumpai gangguan pertumbuhan
dan anak tampak kurus. Pada gizi buruk, di samping gejala klinis, didapatkan juga kelainan
biokimia sesuai dengan bentuk klinis. Pada gizi buruk didapatkan 3 bentuk klinis yaitu
kwarshiorkor, marasmus, dan marasmus-kwarshiorkor, walaupun demikian,
penatalaksanaannya tetap sama.3
Klasifikasi KEP
1. KEP ringan / gizi kurang adalah bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda
sebagai berikut: BB/TB < -2 s/d -3 SD, LiLA 11,5 s/d 12,5 cm, tidak ada edema,
nafsu makan baik, tidak ada komplikasi medis, maka anak dikategorikan gizi kurang
dan perlu diberikan PMT Pemulihan.4
Pada pemeriksaan fisik KEP ringan biasanya ditemukan gangguan pertumbuhan,
anemia ringan, dan berkurangnya aktivitas dan konsentrasi.3
2. KEP berat / gizi buruk tanpa komplikasi adalah bila dalam pemeriksaan pada anak
didapatkan satu atau lebih tanda berikut: tampak sangat kurus, edema minimal pada
kedua punggung kaki atau tanpa edema, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5
cm (untuk anak usia 6-59 bulan), nafsu makan baik, maka anak dikategorikan gizi
buruk tanpa komplikasi dan perlu diberikan penanganan secara rawat jalan.3
3. KEP berat / gizi buruk dengan komplikasi adalah bila hasil pemeriksaan anak
ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: tampak sangat kurus, edema pada seluruh
tubuh, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan) dan
disertai dari salah satu atau lebih tanda komplikasi medis sebagai berikut: anoreksia,
pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan
kesadaran, maka anak dikategorikan gizi buruk dengan komplikasi sehingga perlu
penanganan secara rawat inap.3
Gejala klinis KEP berat/Gizi buruk yang dapat ditemukan: 3
a. Kwashiorkor
2
- Perubahan mental sampai apatis
- Anemia
- Edema simetris, terutama pada kedua punggung kaki (dorsum pedis), dapat
sampai seluruh tubuh
- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa
rasa sakit, rontok
- Pembesaran hati
- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau
duduk
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
- Gangguan sistem gastrointestinal
b. Marasmus:
- Wajah seperti orang tua
- Perubahan mental, cengeng, rewel
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada
daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/”baggy pants”)
- Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas
- Kadang-kadang disertai bradikardi
c. Marasmik-Kwashiorkor:
- Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klnik Kwashiorkor
dan Marasmus
- terlihat sangat kurus
- Edema nutrisional, simetris
- BB/TB < -3 SD
- Lingkar lengan atas < 11,5 cm
Patofisiologi 5
1. Respon Metabolik Terhadap Pemasukan Energi Inadekuat
KEP merupakan hasil dari tidak tercukupinya kebutuhan energi dan nutrisi dalam waktu
yang lama. Manifestasinya tergantung dari beberapa faktor, misalnya umur, infeksi, status
nutrisi awal dan kebiasaan mengurangi makan.
Pada keadaan puasa terjadi pengurangan lemak dan perubahan endokrin yang mempunyai
tujuan untuk menjaga fungsi vital dan bertahan hidup sampai didapatkan lagi energi dari
3
makanan. Akibatnya akan terjadi perubahan-perubahan yaitu berkurangnya aktivitas,
pertumbuhan yang lambat dan perubahan komposisi badan. Selain itu akan terjadi
penurunan laju metabolisme dan peningkatan total cairan tubuh terutama di ekstaselular.
Hormon cortisol akan meningkat pada keadaan kelaparan dan stress. Sekresi insulin akan
menurun dan akan terjadi resistensi insulin di perifer. Aktivitas insulin-growth faktor 1
serta efektor metabolik pertumbuhan yang mempengaruhi hormon pertumbuhan juga
berkurang. Efek keseluruhan dari perubahan hormon ini adalah mobilisasi lemak,
degradasi protein otot, dan penurunan basal metabolic rate. Peningkatan aldosterone yang
berperan dalam kehilangan potassium sudah diikuti oleh pengurangan energi dan
penurunan sintesis adenosin trifosfat dalam sodium pump.
2. Adaptasi Terhadap Penurunan Pemasukan Protein
Selama kehilangan protein, otot skelet yang hilang akan diganti untuk menjaga enzim
yang penting dan memberikan energi untuk proses metabolisme, sehingga terjadi proses
pembentukan protein otot dan peningkatan pemecahan yang akan memberikan asam
amino essensial untuk sintesis protein dan glukoneogenesis. Di dalam hepar, terdapat
pertukaran laju sintesis dari protein yang berbeda : sintesis albumin, transferrin dan
apolipoprotein B akan menurun sedangkan sintesis protein lain akan dijaga.
3. Perubahan Elektrolit
Pada marasmus dan kwashiorkor akan terjadi retensi sodium sehingga akan terjadi
peningkatan total sodium dalam tubuh, meskipun kadar serumnya rendah sedangkan total
potasium dalam tubuh akan menurun. Selain sodium dan potasium, elektrolit lain juga
akan berubah seperti fosfat , magnesium dan kalsium.
Hipofosfatemia ditemukan dalam anak-anak yang malnutrisi dan berhubungan dengan
tingginya angka mortalitas. Kadar fosfat yang rendah berhubungan dengan diare dan
dehidrasi. Selain hipofosfatemia, hipokalemia juga bisa menyebabkan hipotonus dan
kematian mendadak (sudden death).
4. Interaksi dengan Infeksi
Infeksi dan nutrisi saling berhubungan. Kondisi dimana pemasukan energi dan protein
yang tidak cukup berhubungan dengan kondisi peningkatan bakteri dan mikroba lain.
Produk makanan yang berasal dari daging seperti daging merah, daging unggas, ikan,
susu dan telur merupakan sumber nutrisi yang penting untuk melawan infeksi. Lemak
dibutuhkan untuk memfasilitasi penyerapan dari vitamin seperti E, D dan A serta untuk
menjaga infeksi.
4
Selama infeksi, terdapat perubahan metabolik yang akan meningkatkan produksi protein
fase akut. Produksi protein fase akut dan perubahan metabolik pada infeksi diperantarai
oleh sitokin, lipid-derived factor termasuk prostaglandin, leukotrien, dan platelet
aktivating factor. Perubahan endokrin juga berperan; hormon-hormon katabolik juga
meningkat seperti glukokortikoid, glukagon, dan epinefrin. Sebagai tambahan bahwa
perubahan efek metabolisme terhadap infeksi sesuai dengan status nutrisinya.
5. Sitokin
Sintesin sitokin dipercepat oleh infeksi, trauma, iskemi dan keadaan lain. Sitokin berperan
dalam metabolisme protein dan otot, puasa, dan cachexia pada kanker.
Pada anak yang malnutrisi berat didapatkan penurunan reaksi inflamasi dan
menumpulnya respon febrile.
6. Protein Fase Akut
Sitokin memodulasi pembentukan protein fase akut. Pembentukan protein tersebut adalah
di dalam hati dan meningkat bila ada stress seperti infeksi. Pada anak malnutrisi berat
akan terjadi penurunan protein fase akut negatif seperti albumin, prealbumin, fibronektin
dan retinol binding protein. Hal tersebut akan mengakibatkan meningkatnya sistesis
protein dalam hepar.
7. Kwashiorkor
Kwashiorkor berhubungan dengan kurangnya diet protein dan edema yang terjadi adalah
akibat dari rendahnya albumin, namun ada pendapat yang mengatakan bahwa
kwashiorkor tergantung dari intake energi bukan protein dan edema tidak tergantung dari
albumin.
8. Perubahan Organ dan Sistem
PEMERIKSAAN PENUNJANG 3, 4, 5
Darah : Hb, Leukosit, Eritrosit, Nilai Absolut Eritrosit, Hematokrit, Apus Darah Tepi,
Albumin, Protein Total, Ureum, Kreatinin, Kolesterol, HDL, Trigliserida, Fe, TIBC,
Transthyretin Serum, Elektrolit, Glukosa, Bilirubin, Indeks Protrombin dan Biakan
Urin : Kultur, Urea N, Hidroksiprolin
Apus Rektal
Tes mantoux
Radiologi (dada, AP, Lateral)
EKG
Ciri-ciri biokimia dan histopatologis dari KEP berat
5
Penemuan biokimia umum sebagai berikut :
1. Konsentrasi total protein serum dan terutama albumin secara nyata berkurang pada KEP
edematus, dan normal atau rendah pada marasmus.
2. Hemoglobin dan hematokrit biasanya rendah, terlebih pada kwashiorkor daripada
marasmus.
3. Rasio asam amino nonesensial dan esensial plasma meningkat pada kwashiorkor dan
biasanya normal pada marasmus.
4. Level Free Fatty Acid (FFA) serum meningkat, terutama pada kwashiorkor.
5. Level glukosa darah normal atau rendah setelah puasa 6 atau lebih.
6. Eksresi urin kreatinin, hidroksiprolin, 3-metil histidin, dan urea nitrogen rendah.
Banyak perubahan biokimia lain yang sudah diterangkan pada KEP berat, meskipun
mempunyai sedikit pengaruh pada diagnosis penyakit.
Penelitian histopatologis menunjukkan atrofi nonspesifik, terutama pada jaringan
dengan angka turnover sel yang besar seperti mukosa usus, sumsum tulang merah, dan epitel
testikular, sedangkan pada vili usus dan enterosit kehilangan penampakan columnarnya.
Perubahan kulit terdiri atas atrofi dermal, ekimosis, ulserasi, dan deskuamasi hiperkeratosis,
terlihat pada daerah yang iritasi. Hepar pada kwashiorkor besar dengan infiltrasi lemak;
lemak periportal terlihat pertama dan berlanjut sejalan dengan meningkatnya kehebatan
penyakit.
ALUR PEMERIKSAAN DAN PENEMUAN KASUS
Berikut penjelasan alur pemeriksaan yang dapat di gunakan untuk menentukan
langkah-langkah yang dilakukan dalam menangani penemuan kasus anak gizi buruk
berdasarkan kategori yang telah ditentukan :
1. Penemuan Anak Gizi Buruk, dapat menggunakan data rutin hasil penimbangan anak
di posyandu, menggunakan hasil pemeriksaan di fasilitas kesehatan (Puskesmas dan
jaringannya, Rumah Sakit dan dokter/bidan praktek swasta), hasil laporan masyarakat,
media massa, LSM dan organisasi kemasyarakatan lainnya) dan skrining aktif
(operasi timbang anak).
2. Penapisan Anak Gizi Buruk, anak yang dibawa oleh orangtuanya atau anak yang
berdasarkan hasil penapisan Lila < 12,5 cm, atau semua anak yang dirujuk dari
posyandu (2T dan BGM) maka dilakukan pemeriksaan antropometri dan tanda klinis,
semua anak diperiksa tanda-tanda komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia
6
berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan kesadaran), semua anak
diperiksa nafsu makan dengan cara tanyakan kepada orang tua apakah anak mau
makan/tidak mau makan minimal dalam 3 hari terakhir berturut-turut.
3. Bila dalam pemeriksaan pada anak didapatkan satu atau lebih tanda berikut: tampak
sangat kurus, edema minimal pada kedua punggung kaki atau tanpa edema, BB/PB
atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan), nafsu makan
baik, maka anak dikategorikan gizi buruk tanpa komplikasi dan perlu diberikan
penanganan secara rawat jalan.
4. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: tampak sangat
kurus, edema pada seluruh tubuh, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm
(untuk anak usia 6-59 bulan) dan disertai dari salah satu atau lebih tanda komplikasi
medis sebagai berikut: anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat,
demam sangat tinggi, penurunan kesadaran, maka anak dikategorikan gizi buruk
dengan komplikasi sehingga perlu penanganan secara rawat inap.
5. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: BB/TB < -2 s/d -
3 SD, LiLA 11,5 s/d 12,5 cm, tidak ada edema, nafsu makan baik, tidak ada
komplikasi medis, maka anak dikategorikan gizi kurang dan perlu diberikan PMT
Pemulihan.
6. Bila kondisi anak rawat inap sudah membaik dan tidak lagi ditemukan tanda
komplikasi medis, tanda klinis membaik (edema kedua punggung tangan atau kaki),
dan nafsu makan membaik maka penanganan anak tersebut dilakukan melalui rawat
jalan.
7. Bila kondisi anak rawat inap sudah tidak lagi ditemukan tandatanda komplikasi
medis, tanda klinis baik dan status gizi kurang, nafsu makan baik maka penanganan
anak dengan pemberian PMT pemulihan.
8. Anak gizi buruk yang telah mendapatkan penanganan melalui rawat jalan dan PMT
pemulihan, jika kondisinya memburuk dengan ditemukannya salah satu tanda
komplikasi medis, atau penyakit yang mendasari sampai kunjungan ke tiga berat
badan tidak naik (kecuali anak dengan edema), timbulnya edema baru, tidak ada nafsu
makan maka anak perlu penanganan secara rawat inap.
Untuk lebih jelasnya alur pemeriksaan atau penemuan kasus dapat dilihat pada bagan
berikut :
7
LANGKAH PELAKSANAAN
A. PRINSIP DASAR PELAYANAN RUTIN KEP BERAT/GIZI BURUK
Pelayanan rutin yang dilakukan di puskesmas berupa 10 langkah penting yaitu:
1. Atasi/cegah hipoglikemia
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Obati/cegah infeksi
6. Mulai pemberian makanan
7. Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth)
8. Koreksi defisiensi nutrien mikro
9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.
8
Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase stabilisasi, fase
transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana
yang sesuai untuk setiap fase. Tata laksana ini digunakan pada pasien Kwashiorkor,
Marasmus maupun Marasmik-Kwashiorkor.
Bagan dan jadwal pengobatan sebagai berikut:
No FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI
Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7
1 Hipoglikemia
2 Hipotermia
3 Dehidrasi
4 Elektrolit
5 Infeksi
6 MulaiPemberian
makanan
7 Tumbuh kejar
(Meningkatkan
Pemberian Makanan)
8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe
9 Stimulasi
10 Tindak lanjut
B. SEPULUH LANGKAH UTAMA PADA TATA LAKSANA KEP BERAT/GIZI
BURUK
1. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia (kadar gula dalam darah rendah)
Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak dengan KEP
berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah. Jika
anak sadar dan dapat menerima makanan usahakan memberikan makanan saring/cair
2-3 jam sekali. Jika anak tidak dapat makan (tetapi masih dapat minum) berikan air
9
gula dengan sendok. Jika anak mengalami gangguan kesadaran, berikan infus cairan
glukosa dan segera rujuk ke RSU kabupaten.
2. Pengobatan dan pencegahan hipotermia (suhu tubuh rendah)
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada keadaan ini
anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa
lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga
agar anak tetap dapat bernafas.
Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan meletakkan
lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu dekat apalagi sampai
menyentuh anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan pengukuran suhu anak
pada dubur (bukan ketiak) setiap setengah jam sekali. Jika suhu anak sudah normal
dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau pakaian rangkap agar anak tidak jatuh
kembali pada keadaan hipothermia.
Tidak dibenarkan
penghangatan anak dengan menggunakan
botol berisi air panas
3. Pengobatan dan Pencegahan kekurangan cairan
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi buruk dengan
dehidrasi adalah :
Ada riwayat diare sebelumnya
Anak sangat kehausan
Mata cekung
Nadi lemah
Tangan dan kaki teraba dingin
Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah :
10
Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam sekali
tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral
dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit dengan
sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP disebut ReSoMal (lampiran 4).
Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat
menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum,
lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 % dan