1. Pendahuluan Butiran air yang dianggap berbentuk bola atau sferik di atmofir memiliki tiga gaya yang bekerja padanya, antara lain gaya apung dan gaya seret yang berlawanan dengan gerak butiran dan yang ketiga adalah gaya grafitasi yang searah dengan gerak butiran. Ketika partikel yang berbentuk bola ini jatuh bebas berarti partikel ini mempunyai nilai kecepatan dan percepatan. Saat percepatan bernilai nol, kecepatan butiran menjadi konstan. Gaya-gaya yang bekerja pada butiran tersebut akan mempengaruhi kecepatan butiran. Butiran akan jatuh dengan kecepatan konstan tersebut sampai diperoleh gaya grafitasi sama dengan gaya seret dengan mengabaikan gaya apung. Kecepatan konstan inilah yang dikenal dengan nama kecepatan terminal. Penelitian yang dilakukan oleh R. Cataneo dan R.G. Semonin (1969) adalah menghitung kecepatan terminal butiran dengan mengganggap kondisi atmosfir dalam keadaan tenang. Ukuran butiran yang diamati adalah dengan diameter < 1 mm. Mereka melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan parameter yang berkaitan dengan gerak Gaya Apung Gaya Seret (D) Gaya Grafitasi (G)
10
Embed
TUGAS · Web viewDimana ( = viskositas fluida r = jari-jari butiran v = kecepatan butiran CD = koefisien seret Re = bilangan Reynolds Bilangan Reynolds adalah Re = 2 ( r v/(Dimana
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1. Pendahuluan
Butiran air yang dianggap berbentuk bola atau sferik di atmofir memiliki tiga gaya
yang bekerja padanya, antara lain gaya apung dan gaya seret yang berlawanan dengan
gerak butiran dan yang ketiga adalah gaya grafitasi yang searah dengan gerak butiran.
Ketika partikel yang berbentuk bola ini jatuh bebas berarti partikel ini mempunyai
nilai kecepatan dan percepatan. Saat percepatan bernilai nol, kecepatan butiran
menjadi konstan. Gaya-gaya yang bekerja pada butiran tersebut akan mempengaruhi
kecepatan butiran. Butiran akan jatuh dengan kecepatan konstan tersebut sampai
diperoleh gaya grafitasi sama dengan gaya seret dengan mengabaikan gaya apung.
Kecepatan konstan inilah yang dikenal dengan nama kecepatan terminal.
Penelitian yang dilakukan oleh R. Cataneo dan R.G. Semonin (1969) adalah
menghitung kecepatan terminal butiran dengan mengganggap kondisi atmosfir dalam
keadaan tenang. Ukuran butiran yang diamati adalah dengan diameter < 1 mm.
Mereka melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan parameter yang
berkaitan dengan gerak vertikal butiran pada saat ketaksetimbangan ketika begerak
dengan kecepatan terminal.
2. Pendekatan Teoritis
Dua gaya yang bekerja pada butiran air saat jatuh dalam keadaan atmosfir tenang
adalah gaya seret D dan gaya grafitasi G. Dengan mengganggap densitas air ~1000
dan mengabaikan gaya apung butiran. Secara matematis gaya seret tersebut dapat
ditulis sebagai berikut:
D = 6 r v (CDRe/24) (1)
Dimana = viskositas fluida
r = jari-jari butiran
v = kecepatan butiran
Gaya Apung
Gaya Seret (D)
Gaya Grafitasi (G)
CD = koefisien seret
Re = bilangan Reynolds
Bilangan Reynolds adalah
Re = 2 r v/
Dimana adalah densitas medium
Gambar 1 adalah grafik yang menunjukkan kaitan antara koefisien seret (sumbu
vertikal) terhadap bilangan Reynolds (sumbu horizontal). Data koefisien seret dan
bilangan Reynolds tersebut diperoleh secara empiris dari berbagai hasil penelitian.
Gambar 1 merupakan hasil plot data penelitian Gunn & Kinzer dan Liebster. Gunn &
Kinzer menggunakan data yang berasal dari butiran air sementara Liebster
mempergunakan bola baja untuk memperoleh datanya. Kedua hasil penelitian mereka
dibandingkan dan hasilnya mempunyai kecocokan untuk bilangan Reynolds < 700
yang setara dengan diameter butiran ~1,8 mm. Mereka mendapatkan nilai 1,8 tersebut
dari perubahan bentuk butiran yang dapat mempengaruhi kecepatan terminalnya.
Untuk nilai Re < 1, harga CD = 24/Re, sehingga CDRe/24 = 1. Harga ini dimasukkan
kembali ke persamaan (1) akan menjadi D = 6 r v. Persamaan ini disebut dengan
persamaan Stokes.
Persamaan gaya untuk bola bergerak vertikal melalui fluida tenang (tanpa
gangguan) dengan asumsi mengabaikan gaya apung adalah:
m (dv/dt) = mg - 6 r v (CDRe/24) (2)
dimana m adalah massa bola dan g adalah percepatan grafitasi. Dari persamaan (2) ini
kita dapat menghitung beberapa parameter yaitu v, (dv/dt) dan Z. Nilai kecepatan
butiran (v), bervariasi berdasarkan ukuran butiran (Tjasyono, Bayong., 2007) sebagai
berikut:
Untuk butiran dengan jari-jari ~40 m, v dihitung dengan persamaan:
(3)
Dimana k1 1,19 x 106 cm-1 s-1
Untuk butiran dengan 0,6 mm < r < 2 mm, v dihitung dengan persamaan:
(4)
Dimana
= densitas udara
0 = densitas udara referensi = 1,2 x 10-3 gr/cm3 sesuai dengan udara kering
dengan tekanan 1013 mb dan suhu 20°C.
Untuk butiran dengan 40 m < r < 0,6 mm, v dihitung dengan persamaan:
(5)
Dimana k3 = 8 x 103 s-1
Hasil perhitungan ketiga parameter tersebut dapat dilihat pada tabel I berikut, dimana
asumsi yang dipakai untuk semua perhitungan adalah suhu pada 20°C dan tekanan
standar paras laut.
Tabel I memperlihatkan profil jarak jatuh, kecepatan dan percepatan. Semakin
besar jarak jatuh butiran, maka kecepatan dan percepatannya makin mengecil.
Gambar 2 adalah plot kecepatan terhadap ketinggian jatuh secara teoritis. Beberapa
butiran dengan diameter yang berbeda-beda dihasilkan dari jarah jatuh yang bervariasi
dari ukuran butiran paling kecil sampai diameter terbesar. Diameter butiran yang
paling besar mempunyai kecepatan terminal yang lebih besar dibandingkan kecepatan
awalnya dan jarak ketinggian jatuhnya paling jauh. Selanjutnya ukuran diameter
mengecil, kecepatan terminalnya lebih kecil daripada kecepatan awalnya dan jarak
ketinggian jatuhnya dekat. Kecepatan awal yang digunakan disini juga bervariasi.
Variasi ini dipilih dengan menentukan kecepatan minimum yang dibutuhkan oleh
suatu butiran untuk membentuk jet (pancaran) air dari pipa kapiler yang memberikan
ukuran diameter jet.
Gambar 3 adalah plot kecepatan terhadap waktu secara teoritis. Mirip dengan
gambar 2 yang memakai kecepatan awal butiran yang bervariasi berdasarkan
kecepatan minimumnya. Ukuran butiran yang paling besar mempunyai kecepatan
terminal yang lebih besar dibandingkan kecepatan awalnya dan memiliki waktu yang
lebih lama. Selanjutnya ukuran butiran mengecil, kecepatan terminalnya lebih kecil
dari kecepatan awal dan memiliki waktu yang singkat. Gambar 2 dan 3 adalah profil
untuk memperoleh diameter tetes.
Pada diameter ~420 m, kecepatan minimum yang diperlukan untuk membentuk
jet air diperoleh sama dengan kecepatan terminalnya, yang berarti percepatan butiran
tersebut bernilai nol. Tentunya butiran yang lebih kecil dari 420 m ini akan keluar
dari ujung kapiler pada kecepatan yang lebih besar terhadap kecepatan terminalnya
dan akan mengalami perlambatan sampai kecepatan terminalnya dicapai (gambar 4).
Menarik untuk dicatat bahwa butiran dengan diameter 50 m akan keluar dari pipa
kapiler dengan kecepatan 1000 cm/detik sampai mencapai kecepatan terminal 7,57
cm/detik selama 0,09 detik setelah jatuh sejauh sedikit lebih besar dari 4,5 cm.
Tabel II memperlihatkan jarak dan waktu tempuh butiran sampai mencapai
kecepatan terminal sebagai fungsi dari ukuran butiran tersebut. Kecepatan terminal
yang diperoleh secara teoritis hampir mendekati besar kecepatan terminal yang
diperoleh oleh penelitian Gunn & Kinzer.
Gambar 5 menunjukkan perbandingan antara data penelitian Law dengan data
teoritis yang diperoleh dengan hasil perhitungan yang diperoleh dari berbagai ukuran
diameter tetes. Perbandingan tersebut memperlihatkan kecocokan yang cukup bagus.
3. Kesimpulan
Nilai kecepatan jatuh butiran yang diperoleh secara teoritis memperlihatkan hasil
yang mirip dengan nilai kecepatan yang diperoleh oleh Gunn & Kinzer dan Law.
Profil kecepatan dan jarak untuk kecepatan awal yang berbeda dapat menentukan
berbagai ukuran butiran.
Daftar Pustaka
R. Cataneo., R.G. Semonin., 1969. Fall Velocities of Small Water Droplets in Still Air.
Journal de Recherches Atmospheriques.
Tjasyono, Bayong., 2007. Mikrofisika Awan dan Hujan. BMKG. Jakarta.