TUGAS TERSTRUKTUR DASAR TEKNOLOGI PENGOLAHAN EKSTRUSI Oleh : Bertha jaenetha (A1M010023) Fika Puspita (A1M012001) Fitri Wulandari (A1M012003) Tiffany Gumilang W (A1M012005)
TUGAS TERSTRUKTURDASAR TEKNOLOGI PENGOLAHAN
EKSTRUSI
Oleh :
Bertha jaenetha (A1M010023)
Fika Puspita (A1M012001)
Fitri Wulandari (A1M012003)
Tiffany Gumilang W (A1M012005)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIANJURUSAN TEKNOLOGI PERTANIANILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PURWOKERTO
2013I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu dan
teknologi pada bidang pengolahan makanan juga
sebagai jawaban dari tuntutan masyarakat luas akan
tersedianya produk makanan yang mudah disajikan,
aman, bergizi, memiliki karakteristik organoleptik
yang menarik serta terjangkau, maka teknologi
ekstrusi semakin berkembang dan diminati oleh
kalangan pengolah makanan. Teknologi ekstrusi
bukanlah teknologi yang baru tetapi telah lama
ditemukan dan terus berkembang hingga saat ini. Pada
awalnya prinsip ekstrusi ini banyak digunakan untuk
keperluan-keperluan yang berkaitan dengan industri
logam, polimer, plastik dan produk makanan pasta,
namun karena prinsipnya yang sama, maka dapat pula
diterapkan pada proses pengolahan produk-produk
makanan secara luas.
Berkembangnya teknologi ekstrusi pada bidang
pengolahan produk makanan juga ternyata dikarenakan
banyaknya keuntungan-keuntungan yang diperoleh
dengan menggunakan teknologi ini. Teknologi ekstrusi
memungkinkan kita untuk melakukan serangkaian proses
pengolahan seperti mencampur, menggiling, memasak,
mendinginkan, mengeringkan dan mencetak dalam satu
rangkaian proses saja. Belum lagi produk makanan
yang dihasilkan oleh teknologi ini sangat beragam.
Hingga saat ini perubahan-perubahan dasar yang
terjadi selama proses ekstrusi, hubungan antara
rancangan mesin, parameter-parameter proses dan
karakteristik produk dalam ekstrusi masih sedikit
dimengerti. Walaupun teknologinya berkembang pesat
namun masih sedikit penelitian-penelitian yang
dilakukan untuk mepelajari teknologi ekstrusi ini,
terutama penelitian tentang ekstrusi dengan
menggunakan ekstruder ulir ganda. Hal ini
diantaranya disebabkan oleh sulitnya prosedur-
prosedur pengujian dan dibutuhkan alat yang canggih
juga biaya yang besar untuk mengukur secara tepat
faktor-faktor seperti suhu, tekanan, viskositas dan
waktu yang dihabiskan bahan di beberapa bagian yang
berbeda pada ekstruder yang sedang digunakan. Tambah
lagi hanya beberapa laboratorium saja yang dapat
melakukan peneitian-penelitian atau pengukuran-
pengukuran tersebut (van Zuilichem, et. al. dalam
Jowitt 1982).
Mesin ekstrusi atau biasa disebut ekstruder
merupakan alat yang cukup sederhana namun memiliki
keunikan tersendiri. Prinsip dasar kerja alat ini
ialah memasukkan bahan-bahan mentah yang akan diolah
kemudian didorong keluar melalui suatu lubang
cetakan (die) dalam bentuk yang diinginkan. Bila
kita dahulu mengenal alat ekstrusi sistem ulir yang
disebut ekstruder berulir tunggal (Single Screw
Extruder/SSE) maka akhir-akhir ini telah dikembangkan
ekstruder dengan ulir ganda (Twin Screw Extruder/TSE)
yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan
pendahulunya.
Saat ini, banyak sekali jenis produk makanan
yang diolah dengan teknologi ekstrusi, contohnya
produk-produk pasta dan sejenisnya, sereal siap
makan, snack, makanan hewan, produk kembang gula,
pati yang dimodifikasi untuk produksi sup, makanan
bayi, makanan instan, minuman ringan dan TVP
(Texturized Vegetable Protein). Luasnya aplikasi teknologi
ekstrusi ini menantang kita untuk lebih memahami
prinsip kerja dan cara penggunaannya. Masyarakat
luas kini semakin membutuhkan produk-produk makanan
yang bergizi tinggi dan terjangkau. Selain dari
makanan utama, gizi juga dapat diperoleh dari
makanan penunjang atau makanan-makanan ringan yang
bersifat selingan. Kebanyakan makanan-makanan ringan
yang tersedia saat ini ialah makanan sintetik dengan
berbagai kandungan bahan kimia yang kadang-kadang
membahayakan karena digunakan secara tidak bijaksana
dan semata-mata hanya mengejar keuntungan.
Makanan ringan (snack), sereal, makanan bayi,
roti, bubuk minuman atau makanan siap saji merupakan
produk ekstrusi yang telah dikenal luas dan relatif
terjangkau. Produk-produk olahan tersebut dan
berbagai macam produk olahan lainnya yang dapat
dihasilkan oleh proses ekstrusi, merupakan produk
makanan yang sangat menjanjikan untuk memenuhi
kebutuhan protein masyarakat. Daerah-daerah dengan
permasalahan gizi, baik itu dikarenakan alasan
ekonomi atau langkanya bahan baku, sangat potensial
untuk distribusi makanan dengan teknologi ekstrusi
yang bergizi tinggi dan terjangkau. Fakta bahwa
supermarket, toko, hingga warung-warung kecil
menjual beragam produk ekstrusi dan perusahaan-
perusahaan mengeluarkan banyak uang untuk
mengiklankan produk jenis ini menyebabkan semakin
dibutuhkannya pengolahan makanan produk ekstrusi
dengan formulasi yang lebih seimbang dan kandungan
protein yang lebih tinggi. Produk ekstrusi
memungkinkan kita untuk memproduksi suatu produk
makanan dengan jumlah besar, terjangkau dan cukup
mudah untuk melakukan pengolahan lebih. Ekstruder
terkenal dengan prosesnya yang mampu meminimalkan
kerusakan pada zat-zat gizi termasuk menjaga
kualitas protein bahan (Ang et.al., 1984).
Mutu produk ekstrusi dipengaruhi oleh variable
bebas dan variable tidak bebas di dalam suatu proses
ekstrusi. Variable bebas merupakan parameter yang
secara langsung dapat dikontrol oleh operator mesin
ekstrusi, sedangkan variable tidak bebas merupakan
parameter yang dapat berubah mengikuti perubahan
variable bebas. Formula bahan baku, kadar air bahan
baku, kecepatan masuk bahan, kecepatan ulir
ekstruder, suhu barrel dan konfigurasi ekstruder
merupakan contoh dari variable bebas. Energy
mekanik, kadar air produk, suhu pada saat proses,
waktu tunggu dan tekanan di dalam ekstruder
merupakan contoh dari variable tidak bebas.
Pada proses ekstrusi kali ini diaplikasikan
pada pembuatan 'fura' dari millet mutiara dan
campuran tepung kedelai . Proses ekstrusi yang
dilakukan pada keduanya dapat mempengaruhi variable
yang terdapat pada pencampuran millet mutiara dan
tepung kedelai.
B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan teknologi proses
ekstrusi pada bahan pangan.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan tahap-tahap ekstrusi
3.Mahasiswa dapat mengetahui prinsip kerja ekstrusi
( ekstruder)
4.Mahasiswa dapat menjelaskan keuntungan apa saja
yang diperoleh dengan menggunakan teknologi
ekstrusi
II. TINJAUAN PUSTAKA
Teknologi ekstrusi merupakan teknologi yang
cukup tua. Pada tahun 1797 di Inggris, Joseph Bramah
menciptakan mesin untuk membuat pipa tanpa sambungan
yang diperkirakan sebagai mesin ekstrusi pertama.
Tidak lama kemudian produk-produk lain seperti
sabun, macaroni, dan bahan-bahan bangunan diproses
menggunakan mesin yang sama. Pada mesin ini untuk
menggiling dan mencampur bahan digunakan piston yang
dioperasikan oleh tangan. Karena keterbatasan proses
yang dilakukan ekstruder terdahulu maka ekstruder
yang menggunakan ulir (screw) diciptakan untuk
kebutuhan industri kabel. Konsep awal yang diketahui
mengenai ekstruder ulir tunggal ditemukan di tahun
1873 pada suatu gambar rancangan milik Phoenix
Gummiwerke A.G.
Sementara ekstruder ulir ganda yang pertama
dikembangkan pada tahun 1869 oleh Follows dan Bates
di Inggris untuk keperluan industri sosis. Sejak
saat itu penggunaan ekstruder bagi pengolahan
semakin meningkat (Janssen, 1978). Ekstruder
memiliki banyak jenis ukuran, bentuk dan metode
pengoperasian. Ada ekstruder yang dioperasikan
secara hidraulik dimana pada ekstruder ini piston
berperan untuk mendorong adonan melalui lubang
pencetak (die) yang terletak pada ujung ekstruder.
Terdapat pula ekstruder tipe roda, dimana bahan
didorong keluar atas hasil kerja dua roda yang
saling berputar. Kemudian yang telah banyak dikenal
saat ini ialah ekstruder tipe ulir (screw) dimana
putaran ulir akan memompa bahan keluar melalui die.
Ekstruder digunakan pada pengolahan bahan
makanan karena ekstruder mampu menghasilkan energi
mekanis yang digunakan untuk proses pemasakan bahan.
Ekstruder mendorong bahan/adonan dengan cara
memompanya melalui sebuah lubang dengan bentuk
tertentu. Ekstruder mampu melakukan proses
pencampuran dengan baik yang bertujuan agar bahan
homogen dan terdispersi dengan baik (Frame, 1994).
Prinsip ekstrusi dalam pengolahan makanan yang
menggabungkan proses pendorongan bahan, pencampuran
dan pembentukan bukanlah hal yang baru.
Prinsip ekstrusi telah diterapkan dalam
industri makanan sejak tahun 1930an untuk pembuatan
pasta. Pada tahun-tahun berikutnya diterapkan pada
industri kembang gula, industri roti dan kue,
terutama pada proses frosting kue. Pada tahun 1950,
kemudian digunakan juga untuk produksi sereal,
campuran minyak biji-bijian untuk industri pakan.
Proses-proses pengolahan tersebut merupakan
teknologi ekstrusi pada generasi pertama. Pada tahun
1960an teknologi ini digunakan untuk mengubah ikatan
silang dan mengikat biopolimer untuk membuat protein
nabati bertekstur. Terobosan ini menyediakan
pengetahuan dasar bagi ekstrusi HTST (High Temperature
Short Time) modern yang memungkinkan diciptakannya
produk-produk baru pada industri makanan.
Prinsip penerapannya pada industri makanan
umumnya berdasarkan pada gelatinisasi pati,
pembentukan kompleks lemak-pati, denaturasi dan
teksturisasi protein, pengikatan, reaksi kimia dan
biokimia, pengaruh tekanan/penggilingan dan
pengembangan (Linko, et. al. dalam Jowitt, 1982).
Dewasa ini ekstrusi telah berkembang penerapannya
untuk beragam produk yang perlu dimasak/dimatangkan.
Salah satu kunci dalam beranekaragamnya hasil produk
ekstrusi terletak pada bagian die-nya, dimana dari
sinilah bahan akan didorong keluar. Fungsi die dalam
pembuatan produksi pasta telah meningkatkan
keragaman penggunaannya dalam menghasilkan produk
dengan berbagai macam bentuk, kandungan air dan
konsistensi (Holmes, 2007).Gambar 2.1 Contoh Dua Tipe Die yang Digunakan Pada
Ekstruder
Gambar 2.2 Istilah-istilah Umum pada Die
Sumber : Holmes, 2007.
Formulasi bahan yang digunakan dapat menjadikan
produk akhir berbeda hasilnya. Beragam jenis biji-
bijian dan umbi-umbian seperti jagung dan kentang,
dapat digunakan sebagai bahan baku pada proses
ekstrusi. Bahan-bahan tersebut dapat menghasilkan
produk akhir yang ringan dan renyah. Dengan
tersedianya beranekaragam bahan, maka lahirlah produk
ekstrusi generasi kedua yang memiliki kemampuan untuk
mengembang dengan beragam bentuk. Produk generasi
ketiga dari proses ekstrusi dihasilkan dari campuran
berbagai macam formulasi bahan, yang pada umumnya
berbahan dasar pati. Untuk mendapatkan kandungan air
yang dikehendaki, maka produk dilewatkan pada suatu
alat pengering.
Setelah itu tersedia teknologi untuk melakukan
proses ko-ekstrusi (coextrusion). Proses ini
memungkinkan pembentukan produk yang memiliki selubung
luar dari suatu bahan dan mengisinya dengan bahan lain
yang dilakukan hanya dalam satu proses saja. Sebagai
hasilnya dapat diperoleh makanan ringan dengan lapisan
luar yang renyah dan lapisan dalam yang lembut. Teknik
ekstrusi dengan menggunakan ulir (screw) merupakan
teknik yang paling sering digunakan secara luas.
Tujuannya ialah untuk merubah polimer bahan mentah
dalam bentuk tepung atau pelet melalui serangkaian
kombinasi proses seperti pencampuran, penggilingan,
pembentukan dan proses pencetakan menjadi bahan jadi
atau bahan setengah jadi. Bentuk dan tekstur produk
yang dihasilkan hanya dapat diperoleh melalui proses
ekstrusi. Bentuk, ukuran, jenis dan jumlah bahan
mentah yang ditambahkan ke dalam ekstruder tergantung
dari 7 spesifikasi mesin ekstruder yang digunakan
(Nowjee,2004). Dewasa ini telah tersedia banyak jenis
ekstruder yang mampu mengolah bahan mentah dengan
bentuk yang masih kasar, berukuran cukup besar (flake,
irisan, potong, cincangan, dll.)dan mengandung kadar
air yang tinggi dalam jumlah yang besar.
Unsur-unsur Pengolahan Makanan dengan Ekstrusi
Bahan makanan yang diolah :
Ekstrusi dapat digunakan untuk proses pemasakan
tepung mentah menjadi tepung masak ataupun produk
setengah jadi yang siap menjadi bahan dasar untuk
industri pengolahan selanjutnya. Ekstruder yang
telah lama dikenal untuk melakukan proses ini ialah
ekstruder tipe Brady Cooker. Bahan yang digunakan
pada alat ekstrusi ini biasanya memiliki kandungan
air yang rendah dan produk akhir yang dihasilkan
dengan alat ini tidak selalu matang sempurna dan
seringkali harus digiling lebih lanjut untuk
mencapai keseragaman ukuran partikel yang
diinginkan.
Ekstruder ini banyak digunakan untuk pembuatan
konsentrat dan banyak membantu program perbaikan
gizi masyarakat. Bila produk akhir yang diinginkan
berbentuk produk yang mengembang maka digunakan
ekstruder yang dapat mengolah bahan pada kadar air
sedang.Produk akhir yang dihasilkan hampir selalu
mencapai tingkat matang sempurna. Produk ekstrusi
menjadi renyah karena terbentuknya rongga-rongga
berupa gelembung gas di dalamya sehingga
menghasilkan dinding-dinding gelembung yang tipis
dan rapuh. Kerenyahan akan hilang jika produk
menyerap air dan tekstur melembek. Dengan menyerap
air maka dinding gelembung tidak lagi kaku tetapi
lentur dan lembek serta mudah hancur (Hudaya, 1999).
Bahan-bahan yang digunakan pada proses ekstrusi
untuk pengolahan makanan pada umumnya sama saja
dengan bahan-bahan yang digunakan pada proses
pengolahan makanan lainnya, dalam arti bahan-bahan
tersebut memiliki kualitas yang baik sebagai bahan
makanan dan bila akan ditambahkan bahanbahan
tambahan lainnya maka harus digunakan bahan-bahan
yang diizinkan dan memenuhi kemurnian yang
dibutuhkan. Tetapi perlu diperhatikan juga, bahwa
semua jenis bahan yang akan ditambahkan dalam proses
pengolahan akan memiliki kecenderungan untuk ikut
memodifikasi proses dan mempengaruhi produk akhir
yang diolah. Proses ekstrusi menggunakan energi
mekanis dan energi panas yang besar dengan tekanan
yang tinggi, hal ini akan mengakibatkan bahan-bahan
yang berbentuk bubuk, butir dll., berubah menjadi
lebih cair. Oleh karena itu karakteristik-
karakteristik bahan seperti friksi permukaan,
kekerasan, kepadatan partikel menjadi penting untuk
diperhatikan.
Kunci dari keberhasilan pemilihan bahan untuk
ekstrusi ialah dengan mengetahui bagaimana tiap
bahan-bahan tersebut bereaksi di bawah parameter -
parameter pengolahan yang terjadi dalam proses
ekstrusi.
Salah satu faktor yang menentukan pada produk
ekstrusi yang mengembang (puffed) ialah kandungan
amilosa dari bahan dasar yang digunakan, semakin
tinggi kandungan amilosa maka akan menghasilkan
proses pengembangan produk yang lebih buruk.
Perubahan struktur pati pada proses ektrusi akan
mempengaruhi tekstur, flavor dan mouthfeel dari produk
akhir yang dihasilkan. Agar pati dapat
tergelatinisasi dengan baik maka ada baiknya sebelum
bahan diekstrusi dilakukan perlakuan pendahuluan
dulu pada pati yang akan digunakan. Pemberian air
dan pra kondisi merupakan dua metode yang akan
membuat pati menyerap air yang dibutuhkan untuk
melakukan gelatinisasi yang baik. Berbagai macam
bahan seperti agar-agar dan garam dapat mempengaruhi
proses gelatinisasi.
Faktor lain yang berpengaruh dalam penentuan
formulasi produk ekstrusi ialah flavor dan bahan
aditif yang dapat membantu memodifikasi formula.
Sementara itu untuk menghasilkan produk ekstrusi
yang baik dapat pula ditambahkan pati yang telah
dimodifikasi yang berfungsi untuk membantu proses
pengembangan produk pada produk ekstrusi yang
mengembang. Emulsifier sering digunakan untuk
memperbaiki karakteristik produk. Emulsifier akan
berikatan dengan molekul pati dan mempengaruhi
gelatinisasi, mengurangi viskositas dari adonan.
Selain itu, beberapa jenis enzim juga dapat
digunakan pada saat pra kondisi pati untuk
memperbaiki flavor dan warna dari produk (Prepared
Foods, 1993).
Ekstruder yang biasanya tersedia di pasaran
adalah dari jenis ekstruder ulir tunggal (single screw
extruder/SSE) dan ekstruder ulir ganda (twin screw
extruder/TSE) yang dapat digunakan secara luas pada
produksi bahan-bahan
makanan komersial. Ekstruder tipe ulir biasanya
dikelompokkan berdasarkan seberapa banyak energi
mekanis yang dapat dihasilkan. Sebagai contoh,
ekstruder dengan energi mekanis yang rendah
dirancang untuk mencegah proses pemasakan pada
adonan bahan. Ekstruder tipe ini biasanya digunakan
pada pembuatan pretzel, pasta dan beberapa jenis
makanan ringan dan sereal. Ekstruder dengan energi
mekanis tinggir dirancang untuk memberikan energi
yang besar agar dapat diubah menjadi panas untuk
mematangkan adonan bahan dan biasa digunakan dalam
produks makanan hewan, makanan ringan dengan bentuk
mengembang dan sereal (Frame,1994).
Dalam hal mekanisme penggerakkan bahan dalam
ekstruder, terdapat perbedaan yang nyata antara
ekstruder ulir tunggal dan ganda. Pada ekstruder
ulir tunggal daya untuk menggerakkan bahan berasal
dari pengaruh dua gesekan, yang pertama adalah
gesekan yang diperoleh dari ulir dan bahan sedangkan
yang kedua adalah gesekan antara dinding barrel
ekstruder dan bahan. Ekstruder ulir tunggal
membutuhkan dinding barrel ekstruder untuk
menghasilkan kemampuan menggerakkan yang baik, maka
dari itulah dinding selubung ekstruder pada
ekstruder ulir tunggal memainkan peran penting dalam
menentukan rancangan ekstruder (Linko, et. al. dalam
Jowitt, 1982).
Perbedaan Utama Antara Ekstruder Ulir Tunggal dan
Ulir Ganda
Perbedaan Ekstruder Ulir
Tunggal
Eekstruder
Ulir GandaMekanisme
penggerakan
bahan
Friksi antaralogam danbahan makanan
Penggerakkanbahan kearah positif
(die)Penyedia
energi utama
Panas gerakan
ulir
Panas yangdipindahkanpada barrel
Kapasitas(Throughputkg/hour)
Tergantung padakandungan air,lemak dantekanan
Tidak
tergantung
apapunPerkiraanenergi yangdigunakan
per kg
produk
900 – 1500 kJ
kg-1
400 – 600 kJ
kg-1
Distribusi
panasPerbedaantemperaturnyabesar
PerbedaantemperaturKecil
Biaya
keseluruhanRendah Tinggi
Kandungan
air minimum10% 8%
Kandunganairmaksimum
30% 95%
Sumber : van Zuilichem, et. al. dalam Jowitt 1982.
Secara umum, ulir pada ekstruder ulir ganda
dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu ulir
intermeshing dan non-intermeshing. Pada ulir ekstruder
tipe non-intermeshing, jarak antara poros ulir
setidaknya sama dengan diameter luar ulir. Sedangkan
pada ulir tipe intermeshing, jarak antar poros ulir
lebih kecil daripada diameter luar ulir, atau
permukaan ulir dimungkinkan dalam keadaan saling
bersentuhan.
Pada ulir tipe ini bahan yang tergelincir dari
dinding barrel menjadi tidak mungkin karena ulir
intermeshing yang satu akan mencegah bahan pada ulir
lain untuk berputar dengan bebas (Linko, et. al.
dalam Jowitt, 1982). Selain dua kategori utama
tersebut, terdapat juga beberapa jenis konfigurasi
ulir pada ekstruder ulir ganda berdasarkan arah
putarannya. Yang pertama ialah intermeshing/non-
intermeshing counter rotating, dimana pada tipe ini arah
putaran ulir saling berlawanan.
Kedua ialah tipe intermeshing/nonintermeshing co-
rotating, dimana arah putaran ulir sama. Selain itu ada
juga konfigurasi ulir self wiping dimana bentuk kedua
ulirnya berbeda dengan ulir tipe intermeshing. Semua
perbedaan jenis ulir dan arah putarannya tersebut
akan menghasilkan karakteristik aliran, mekanisme
gerak bahan dan pencampuran dengan pengaruh yang
berbeda-beda pada bahan karena tipe-tipe ulir
tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing.
Gambar 2.4. Contoh Kerapatan Ulir Intermeshing, Counter
Rotating
Sumber : van Zuilichem, et. al. dalam Jowitt 1982.
Tipe-tipe Ulira. counter rotating, intermeshingb. co-rotating, intermeshingc. counter rotating, non-intermeshingd. co-rotating, non-intermeshing
Sumber : Janssen, 1978
Dua Ulir Paralel Pada Ekstruder Ulir Ganda
Tahap-Tahap dalam Proses Ekstrusi
Pembagian tahap-tahap pengolahan ekstrusi dapat
dilihat dari berbagai segi. Ada yang
menggolongkannya berdasarkan pada kebutuhan
pengolah, spesifikasi mesin, jenis proses yang
terjadi, dll. Disini akan dijelaskan beberapa tahap
dengan berbagai dasar yang digunakan. Beberapa
pengolah membagi proses pengolahan ekstrusi menjadi
tiga tahap yaitu pra ekstrusi, ekstrusi dan tahap
setelah ekstrusi (post-extrusion), tetapi hal ini
sangat bergantung pada kebutuhan pengolah, jenis
produk yang akan dihasilkan dan proses pengolahan
apa saja yang akan dilakukan.
Tahap pra ekstrusi biasanya melibatkan dua langkah
utama yaitu :
- Pencampuran (Blending)
Pencampuran dari berbagai komponen bahan yang
akan diekstrusi sesuai dengan formulasi yang telah
ditentukan merupakan salah satu syarat penting dalam
proses ekstrusi. Selain harus memperhatikan ukuran
bahan yang akan dicampur, cara mencampur komponen
yang benar juga penting untuk diketahui.
- Penambahan air (Moisturizing)
Jumlah penambahan kandungan air pada tahap
pencampuran bahan ekstrusi ini biasanya berkisar
diantara 4% hingga 8%. Hal ini tentu saja bergantung
pada banyak faktor, seperti tingkat kelembaban bahan
saat pencampuran awal, tekstur produk akhir yang
diinginkan, dsb. Cara penambahan kandungan air ini
harus dapat menjamin penyebaran kelembaban yang
merata pada campuran adonan bahan mentah.
Ketidakseragaman penyebaran air bahan akan
mengakibatkan kondisi ekstrusi yang sukar
diprediksi, akibatnya produk ekstrusi yang
dihasilkan juga menjadi tidak konsisten.
Mesin yang umum digunakan pada tahap pra
ekstrusi terdiri dari mixer dan moisturiser. Mixer disini
berfungsi untuk proses pencampuran bahan awal
sebelum dimasukkan ke ekstruder. Pada umumnya
ekstruder yang diproduksi sekarang, terutama
ekstruder ulir ganda, telah dapat melakukan
pengaturan proses pencampuran dan penambahan kadar
air ini di dalam alat itu sendiri. Bahan mentah
hanya tinggal dimasukkan kedalam feeder (tempat bahan
masuk yang terletak pada bagian atas ekstruder),
lalu kandungan air dapat ditambahkan melalui suatu
lubang inject pada ekstruder sesuai dengan kebutuhan
kelembaban produk akhir yang dihasilkan (Schaaf
Technologie GmbH, 2007).
Tahap kedua yaitu proses ekstrusi, mesin yang
digunakan ialah berbagai jenis ekstruder dan beragam
aksesorisnya sesuai kebutuhan pengolah. Produk yang
keluar dari tahap ini disebut ekstrudat dan
tergantung dari kebutuhan kita atau jenis ekstruder
yang digunakan, ekstrudat ini dapat merupakan produk
akhir ekstrusi ataupun juga produk yang harus diolah
lagi lebih lanjut. Tahap terakhir adalah proses
setelah sektrusi (post extrusion). Mesin yang tersedia
untuk proses ini ialah mesin pengering, flavouring,
pemanggang, pelapis dan pendingin yang semuanya
disesuaikan dengan kebutuhan pengolah. Sebagai
akibat dari perkembangan teknologi di bidang
ekstrusi yang pesat akhir-akhir ini, maka selain
dapat berfungsi sendiri terpisah dari ekstruder,
mesin-mesin tersebut juga dapat dipasangkan pada
ekstruder.
Keuntungan yang diperoleh dalam menggunakan
teknologi ekstrusi :
1. Bagian pati dari bahan yang diolah tergelatinisasi
penuh yang menyebabkan produk makanan menjadi mudah
untuk dicerna.
2. Menjamin penyebaran yang merata bahan-bahan seperti
protein, vitamin, mineral dan bahan tambahan lainnya
bersama karbohidrat di seluruh campuran bahan.
3. Mengurangi jumlah kehilangan kandungan gizi bahan
dan meminimalkan kerusakan pada kualitas protein.
4. Tekstur dan bentuk bahan mentah yang tadinya keras,
tidak berbentuk, berpasir, tidak menarik, dsb.,
berubah menjadi produk akhir dengan tekstur dan
bentuk sesuai dengan yang kita inginkan.
5. Bahan baku utama yang mengandung pati tersedia
dengan luas.
6. Produk ekstrusi yang dikemas dengan benar mempunyai
daya simpan yang baik tanpa harus disimpan pada suhu
rendah.
7. Proses ekstrusi merupakan proses termodinamika yang
efisien, energy yang dibutuhkan untuk menghasilkan
per ton bahan lebih rendah dibandingkan dengan bahan
yang sama dan diolah dengan proses pemasakan dalam
bentuk lainnya.
8. Biaya operasionalnya rendah, membutuhkan lebih
sedikit tenaga kerja dan memerlukan luas lahan yang
kecil.
9. Jalur-jalur proses pada ekstruder mudah sekali untuk
dibongkar-pasang. Hal ini penting untuk keperluan
pembersihan dan mobilitas alat. Bila pengolahan yang
dilakukan memenuhi persyaratan sanitasi yang benar
maka produk yang dihasilkan relatif bebas dari
bakteri, serangga, larva dan patogen lainnya.
10. Proses ekstrusi bebas polusi dan bahan mentah
dimanfaatkan seluruhnya tanpa adanya limbah yang
tidak diinginkan atau zat-zat yang berbahaya bagi
lingkungan.
11. Serbaguna (mampu melakukan berbagai macam proses
pengolahan dalam satu alat saja dan mampu
menghasilkan jenis produk yang sangat beragam).
12. Produktivitas produk yang dihasilkan tinggi (mampu
melakukan pengolahan berkesinambungan).
13. Biaya operasional relatif murah.
14. Proses pengolahan dalam ekstruder memungkinkan
resiko mesin untuk overheat rendah.
15. Kualitas produk makanan yang dihasilkan tinggi
(proses pengolahan HTST karena pemasakan ekstrusi
melibatkan suhu tinggi dalam waktu pendek sehingga
komponen bahan pangan yang peka tidak mengalami
kerusakan dan terjadinya degradasi yang minimal pada
kebanyakan bahan makanan).
16. Efisien dalam penggunaan energi. Tidak
menghasilkan limbah atau polutan.
17. Keberagaman produk dalam kisaran luas yg
kebanyakan tidak dengan mudah dihasilkan oleh metode
pengolahan lain, dapat dihasilkan dengan mengubah
bahan baku, kondisi pengoperasian, dan cetakan
III. BAHAN DAN METODE
1.Persiapan tepung dari millet
Metode tradisional persiapan tepung yang
digunakan dalam penelitian ini . Proses itu
terdiri dari pembersihan kering millet (sorghum )
dengan menggunakan sebuah aspirator . Kernel yang
kemudian ditumbuk setelah pembasahan ringan dari
gandum menggunakan penumbuk beras,India pada
Jimeta Main Market , Yola , Nigeria . Setelah
penumbukan , butir dicuci dan kemudian dikeringkan
dalam oven konveksi pada 50 ° C selama 24 jam
sampai 14 % kelembaban konten . Biji-bijian kering
digiling menggunakan roller mill dilengkapi dengan
layar 150 mm .
2.Persiapan tepung dari kacang kedelai
Benih kedelai direndam dalam air pada suhu 28 °
C selama periode dari 24 jam dalam mangkuk
plastik. Kernel yang kemudian ditumbuk menggunakan
alu tradisional dan mortir. Hasil tumbukan
disaring menggunakan aspirator. Tepung diayak
melewati ukuran layar 150 mm.
3.Persiapan Spice
Kimba (Negro lada) dan jahe yang diurutkan dan
dibersihkan secara manual sebelum disimpan dalam
oven konveksi pada suhu 60 ° C selama lima jam.
Benih kemudian ditumbuk menggunakan alu
tradisional dan mortir. Hasil tumbukan kemudian
diayak menggunakan ukuran layar 150 mm
4.Persiapan Blend dan penyesuaian kelembaban
Tepung millet (MF) dan tepung kedelai (SF)
dicampur dengan berbagai rasio berat, dan
kelembaban total campuran disesuaikan dengan
nilai-nilai yang diinginkan dengan mixer seperti
yang dijelaskan oleh Zasypkin dan Tung-Ching
(1998). Bobot komponen harus dicampur yaitu
dihitung dengan menggunakan rumus berikut Zasypkin
dan Tung-Ching Lee (1998):
CSF = [rSF × M × (100 - w)] / [100 × (100 - wSF)]
CMF = [rMF × M × (100 - w)] / [100 × (100 - wMF)]
Wx = M - CSF – CMF
Dimana CSF atau CMF adalah massa baik tepung
kedelai (SF) atau tepung millet (MF), masing-
masing RSF atau RMF adalah persentase masing-
masing dari tepung kedelai baik (SF) atau tepung
millet (MF) dalam campuran, db (RSF + RMF = 100%),
M adalah massa total campuran, w, kelembaban isi
campuran akhir, persentase berat basah dasar
(WWB); Wx adalah berat air ditambahkan, dan WSF
dan WMF adalah kelembaban isi SF dan MF, masing-
masing. Campuran dicampur dalam mangkuk plastik
dan dikemas dalam kantong polietilen dan disimpan
dikulkas semalam untuk memungkinkan equilibrium
kelembaban. Kemudian sampel itu, dibawa ke suhu
kamar sebelum proses ekstrusi.
5.Desain eksperimental
Desain eksperimen adalah suatu rancangan
percobaan dengan setiap langkah tindakan yang
terdefinisikan, sehingga informasi yang
berhubungan dengan atau diperlukan untuk persoalan
yang akan diteliti dapat dikumpulkan secara
faktual. Dengan kata lain, desain sebuah
eksperimen merupakan langka-langkah lengkap yang
perlu diambil jauh sebelum eksperimen dilakukan
agar data yang semestinya diperlukan dapat
diperoleh.
Respon Surface Methodology (RSM) adalah
diadopsi secara luas alat untuk kualitas proses
optimasi (Myers dan Montgomery, 1995). RSM,
origially dijelaskan oleh Kotak Wilson (1951)
berlaku efektif untuk respon yang mempengaruhi
banyak faktor dan interaksi. Desain eksperimental
(Box dan Hunter, 1957) telah diadopsi untuk
memprediksi tanggapan berdasarkan beberapa set
data eksperimen di mana semua faktor-faktor yang
bervariasi dalam kisaran yang dipilih. Ada tiga
faktor dan tiga tingkat desain eksperimental yang
diadopsi untuk pekerjaan ini. variabel independen
considerd adalah komposisi X1 (%),kadar air X2 (%)
dan sekrup X3 kecepatan (rpm). variabel independen
dan tingkat variasi mereka ditunjukkan pada Tabel
1.
Tingkat masing-masing variabel yang didirikan
sesuai dengan informasi literatur dan uji coba
awal. Garis besar tata letak eksperimen dengan
nilai-nilai kode dan alami disajikan pada Tabel 2.
Latihan Ekstrusi
Ekstrusi dilakukan dalam ekstruder ulir
tunggal, model (Brabender Duisburg DCE-330),
Jerman yang dilengkapi dengan variabel DC
kecepatan unit drive, dan strain gauge jenis torsi
meteran. Sekrup (screw) tersebut memiliki batang
linear meruncing dan 20 equidistantly diposisikan
penerbangan. Extruder ini diumpankan secara manual
melalui sekrup(screw) yang dioperasikan hopper
kerucut pada kecepatan 30 rpm yang menjamin
penerbangan dari screw diisi dan menghindari
akumulasi materi di hopper. Jenis ini menyediakan
adonan dekat dengan laju alir maksimal untuk
parameter proses yang dipilih (suhu konstan, die
konstan dan geometri sekrup tetapi dengan tiga
sekrup variabel kecepatan) dan tiga komposisi
umpan yang dirancang dan kelembaban adonan.
Sebuah saluran die yang bentuknya bulat dengan
pemanas tertutup terpisah telah digunakan. Die
yang digunakan adalah saluran berbentuk kerucut
dengan 45 derajat masuk sudut, pembukaan diameter
3 mm dan panjang 90 mm. perbandingan sekrup
(screw) adalah rasio kompresi 3:1. The inner barel
disediakan dengan permukaan berlekuk untuk
memastikan nol slip pada dinding. Barel dibagi
menjadi dua zona independen yang dipanaskan dengan
listrik (yaitu zona akhir adonan dan zona pusat).
Ada zona ketiga pada die barel,dipanaskan dengan
listrik tetapi udara tidak didinginkan. Wadah
ekstruder memiliki 20 mm diameter dengan panjang
terhadap diameter (L: D) 20:1. ekstruder terdiri
dari dua zona yang dipanaskan dengan listrik. Suhu
barel dipertahankan oleh air keran yang
dikendalikan oleh inbuilt thermostat dan unit
kontrol suhu.
Bahan baku diumpankan ke dalam gerbong dipasang
secara vertikal di atas ekstruder yang dilengkapi
dengan sekrup (screw) yang diputar dengan
kecepatan variabel. Sekrup (screw) berputar terus,
zona bahan baku terisi penuh untuk mencapai
kondisi 'tersedak makanan '. Sampel eksperimental
dikumpulkan saat steady state dicapai, yaitu
ketika torsi variasi plus atau minus 0,28 joule
(Nm) atau sekitar (0,5%) dari penuh skala (Likmani
et al., 1991).
Indeks penyerapan air (WAI) dan indeks kelarutan
air (WSI)
The WAI dan WSI ditentukan dengan menggunakan
metode yang dijelaskan oleh Qing-Bo et al. (2005).
Extrudate dihentikan di air pada suhu 30 ° C
selama 30 menit, kemudian diaduk perlahan selama
periode ini dan disentrifugasi pada 3000 xg selama
15 menit.WSI dianggap sebagai berat padatan kering
dalam supernatan yang dinyatakan sebagai
persentase dari berat asli sampel. WAI dianggap
sebagai berat gel yang diperoleh setelah
penghapusan supernatan melalui saringan (ukuran
pori = 500 pm) per unit berat padatan kering asli
(gH20/1g sampel). penentuan yang dibuat dalam
rangkap tiga dan rata-rata diambil.
Viskositas
Viskositas ditentukan dengan bantuan rotasi
Model viskometer (Rheotest 2 jenis) dibuat di
Hungaria, dilengkapi dengan konsentris silinder.
Sistem ini memiliki ketentuan untuk kapal temper,
yaitu, menghubungkan termostat sirkulasi cairan
dengan suhu yang dipastikan. Pengukuran viskositas
dilakukan pada 30 ° C. Penentuan dilakukan
rangkap tiga dan di rata-rata hasilnya
Analisis statistik
Varians Homogen atau homoscedasticity merupakan
prasyarat yang diperlukan untuk model regresi
(linear). Oleh karena itu, penurunan variabilitas
dalam respon obyektif (variabel dependen) adalah
dengan mengubah data dengan skor standar.......
dimana x = variabel dependen kepentingan; x = mean
dependen variabel bunga dan s = standar deviasi).
Untuk setiap standar skor, analisis varians
(ANOVA) dilakukan untuk menentukan perbedaan yang
signifikan antara perlakuan kombinasi. Selain itu,
data dianalisis dengan menggunakan regresi
berganda prosedur (MATLAB 1984-2000,). Untuk
memperkirakan komposisi umpan, kelembaban adonan
dan efek kecepatan sekrup setiap respon obyektif,
skor standar yang dipasang ke polinomial kuadrat
model regresi dengan menggunakan teknik kuadrat
terkecil (Gacula dan Singh, 1984; Wanasundara dan
Shahidi, 1996). Model diusulkan untuk setiap
respon Y adalah:
Y = b + b X + b X + b X + b X +b X + b X + b X X + b X X + b X X
Dimana Y = respon, X1 = Komposisi bahan, X2 =
Kelembaban bahan, X3 = Screw Kecepatan, b0 =
penyadapan, b1, b2, b3 adalah linear, B11, B22,
b33, = adalah kuadrat dan b12, b13 dan B23 adalah
masing-masing interaksi koefisien regresi istilah.
Koefisien determinasi (R2) dihitung. Kecukupan
model diuji dengan memisahkan jumlah residu
kuadrat menjadi murni. Untuk setiap respon, respon
plot permukaan dihasilkan dari persamaan, dengan
memegang variabel dengan setidaknya efek pada
respon sama dengan nilai konstan, dan mengubah dua
variabel lainnya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengertian Ekstrusi
Ekstrusi adalah proses pembentukan bahan pangan
dengan menggunakan tekanan, bahan dipaksa mengalir
di bawah pengaruh satu atau lebih konsentrasi
operasi seperti pencampuran dan gesekan melalui
suatu cetakan yang dirancang untuk menghasilkan
hasil ekstrusi yang mengembang dan kering. Tujuan
ekstrusi adalah untuk meningkatkan keragaman jenis
produk pangan dalam berbagai bentuk, tekstur,
warna, dan cita rasa. Mesin yang digunakan untuk
ekstrusi disebut ekstruder. Saat ini hasil
teknologi ekstrusi yang ditujukan untuk membuat
produk makanan ringan dibagi menjadi 2 kelompok :
1. Produk yang menggunakan satu macam bahan
utama, misalnya gandum jagung,beras,serta sumber
pati lainnya.
2. Produk yang terbuat dari campuran berbagai
sumber pati seperti tepung ubi jalar atau yang
dicampur dengan kacang-kacangan yang mengandung
potein tinggi.
Pemasakan dengan menggunakan ekstrusi merupakan
proses yang menggunakan prinsip suhu tinggi dalam
waktu singkat (HTST/ High Temperature Short Time).
Meskipun saat ini proses ekstrusi juga dapat
dilakukan dalam keadaan suhu rendah, namun
memerlukan persyaratan lain seperti kondisi
pengisian. Terdapat dua macam ekstruder yang
berkembang saat ini yaitu ekstruder ulir tunggal
dan ulir ganda (Harper, 1981a).
Hal yang mendukung proses ekstrusi adalah
gelatinisasi pati, denaturasi protein serta
inaktivasi enzim yang terdapat dalam bahan mentah.
Perbandingan antara amilosa dan amilopektin dan
pati juga berpengaruh terhadap pemekaran produk,
untuk menghasilkan produk dengan tekstur baik
dianjurkan untuk menggunakan pati dengan kandungan
amilosa 5-25% dan kandungan amilopektin >50%.
Dalam jurnal “Influence of of extrusion variables on some
functional properties of extruded millet-soybean for the
manufacture of ‘fura’: A Nigerian traditional food”, Pada
proses ekstrusi kali ini diaplikasikan pada
pembuatan 'fura' dari millet mutiara ( sorghum)
dan campuran tepung kedelai dengan menggunakan
jenis ekstruder ulir tunggal (Single Screw
Ekstruder / SSE).
Pada umumnya zona operasi pada SSE (tergantung
spesifikasi mesin) terbagi menjadi tiga bagian
yaitu :
a. Solid transport zone yang terletak di bawah
hopper/feeder.
Pada zona ini bahan digerakkan dalam bentuk bubuk
atau granula. Berhubung output produk yang
dihasilkan harus sama dengan input bahan yang
dimasukkan maka perencanaan yang buruk pada zona
ini akan membatasi output yang dihasilkan.
b. Melting zone.
Pada zona ini bahan padat akan dipanaskan
c. Pump zone.
Pada bagian pertama zona ini, tinggi saluran
berkurang disebabkan oleh peningkatan diameter
dari ulir. Pada zona ini bahan mengalami tekanan
untuk mengurangi jumlah ruang-ruang kosong pada
bahan. Pada bagian kedua zona ini yang disebut
juga sebagai metering zone, bahan digerakkan dan
dihomogenisasi lebih lanjut. Pada beberapa
ekstruder peningkatan tekanan terjadi di zona ini.
Pearl millet (Pennisetum glaucum (L.) R.Br.)
ditanam luas di daerah kering dari barat dan
selatan India dan di sepanjang sub wilayah Afrika
Barat termasuk Nigeria, di mana ia digunakan
sebagai makanan bagi sekitar 400 juta orang
(Hoseney et al., 1992). Lebih dari 80% dari
produksi digunakan untuk konsumsi manusia,
khususnya di tropik daerah semi-kering Afrika dan
Asia. 'Fura' adalah salah satu dari beberapa
olahan makanan adat yang terbuat dari millet
mutiara di Afrika Barat khususnya di Nigeria. fura
adalah camilan yang diproduksi terutama dari
millet atau sorgum. Modus persiapan bervariasi
hanya sedikit di antara komunitas yang berbeda di
wilayah tersebut, tapi bahan dasar tetap (sama
yaitu, millet atau sorgum). Tergantung pada
masyarakat, secara tradisional dikonsumsi dengan
'nono' (makanan lokal yang diproduksi dari susu
sapi) atau tumbuk dalam air sebelum dikonsumsi
dalam bentuk bubur. Namun, metode produksi
memiliki spesifikasi proses yang mengatur fungsi,
komposisi, bahan, aditif dan umur simpan.
Pengolahan tetap kegiatan berbasis rumah atau
artisanal yang dilakukan dengan peralatan dasar
dan teknik, yang dicirikan oleh kualitas produk
yang tidak konsisten, kebersihan yang buruk, umur
simpan yang sangat pendek dan tidak dapat diterima
standar.
Fura memiliki kehidupan penyimpanan yang
terbatas dengan 3-4 hari pada penyimpanan
pendinginan (5oC), 1-2 hari pada ruang temperatur
(25oC) dan 18 jam pada suhu 35oC (Jideani et al.,
2002) ; menjadi produk berbasis sereal tunggal itu
membatasi dalam asam amino esensial lisin. Kedelai
dimasukan sebagai bahan dasar dalam memproduksi '
fura ' melalui ekstrusi dapat meningkatkan kadar
protein dan fungsionalitas . Dengan adanya
kesadaran konsumen akan manfaat kesehatan dari
bunga kedelai, terutama dengan bahan kedelai
terkait yang digunakan sebagai salah satu utama
sumber fortifikasi protein tinggi ( Amerika
Kedelai Dewan , 2006; Yeu et al , 2008 ) . .
Pemasakan ekstrusi memiliki beberapa fitur unik
dibandingkan dengan proses panas lainnya . Hal ini
mampu memecah ikatan kovalen di biopolimer dan
memfasilitasi reaksi jika tidak dibatasi oleh
difusi reaktan dan produk ( Iwe et al . , 2001) .
Ekstrusi mengubah sifat banyak konstituen makanan,
termasuk pati dan protein , dengan perubahan fisik
, kimia dan nutrisi . Suhu tinggi waktu singkat
( HTST ) teknologi ekstrusi memiliki aplikasi
terbatas dalam pengolahan produk berbasis sereal .
Pengolahan dengan Ekstrusi berarti mempersiapkan
makanan ringan dan siap untuk dimakan.
Ekstrudat (produk ekstrusi ) yang memiliki
sifat mikrobiologis aman, dapat disimpan untuk
jangka waktu lama karena kelembaban rendah tanpa
perlu untuk pendinginan dan memerlukan lebih
sedikit tenaga kerja untuk penanganan dan ruang
penyimpanan ( Filli dan Nkama , 2007) . Teknologi
ekstrusi dapat diterapkan untuk pengolahan' fura '
untuk tujuan meningkatkan umur simpan dan nilai
tambah pada produk dengan membuatnya menjadi
makanan item nyaman ( Nkama dan Filli , 2006;
Filli dan Nkama , 2007) .
Indeks penyerapan air ( WAI ) mengukur volume
yang ditempati oleh pati ekstrudat setelah
membengkak kelebihan air, yang mempertahankan
integritas dispersi pati berair ( Qing - Bo et
al . , 2005) . Indeks kelarutan air ( WSI )
menggambarkan tingkat dan sejauh mana komponen
bahan bubuk atau partikel larut dalam air . Hal
ini tergantung terutama pada komposisi kimia dari
bubuk dan juga komposisi fisiknya . WSI sering
digunakan sebagai indikator degradasi komponen
molekul ( Kirby dkk . , 1988 ) , mengukur tingkat
pati konversi selama ekstrusi yang merupakan
jumlah polisakarida larut yang dilepaskan dari
komponen pati setelah ekstrusi .
Binoy et al . ( 1996) melaporkan bahwa indeks
kelarutan air meningkat dengan keparahan sekrup
konfigurasi. Pelembe et al . ( 2002) melaporkan
meningkatkan indeks kelarutan nitrogen dalam
sorghum cowpea diekstrusi menjadi bubur . Di
antara sifat fungsional, kapasitas air memegang
peran penting karena adanya ikatan - ikatan
hidrogen yang dibentuk antara air dan residu kutub
molekul protein. Peningkatan input energi geser
selama ekstrusi dapat menyebabkan menyebarkan
polimerisasi dan degradasi komponen bahan . Geser
tinggi juga dapat menyebabkan fragmentasi produk
dari kedua pati dan protein ; produk degradasi
molekul kecil dan umumnya larut air . Air diserap
dan terikat pada pati molekul dengan hasil
perubahan struktur granula pati ( Binoy et al . ,
1996) .
Viskositas fluida mencerminkan ketahanan
terhadap aliran dan mempengaruhi penerimaan
makanan cair. viskositas tergantung pada kelarutan
dan kemampuan menahan kapasitas air serta struktur
komponen dalam makanan. Profil viskositas dapat
dianggap sebagai refleksi dari perubahan granular
dalam granula pati yang terjadi selama
gelatinisasi, (Thomas dan Atwell, 1997). Ekstrusi
dapat menginduksi pati dextrinzation yang dapat
mengakibatkan pengurangan viskositas dalam gruels
dan seiring bertambahnya kalori dan nutrisi
density (Jansen et al., 1981).
Di Afrika, karena deforestasi oleh pemanfaatan
kayu untuk bahan bakar, ada kebutuhan besar untuk
makanan pre-cooked (sebelum dimasak). Suhu tinggi,
waktu singkat (HTST) pengolahan ekstrusi dapat
digunakan untuk menghasilkan seperti makanan
kualitas gizi yang tinggi dan siap untuk produk
makanan, (Pelembe et al., 2002). Meskipun
penggunaan dengan satuan-ased ekstrusi pengolahan,
ekstrusi masih merupakan proses yang rumit yang
belum dikuasai. Variasi kecil dalam contions
pengolahan mempengaruhi variabel proses-proses
serta kualitas produk (Qing-Bo et al., 2005).
Tujuan pekerjaan ini adalah untuk mempelajari
pengaruh komposisi umpan, kelembaban adonan dan
kecepatan sekrup pada penyerapan indeks air,
indeks kelarutan air dan viskositas , 'fura' dari
millet mutiara diekstrusi dan dicampuran dengan
tepung kedelai menggunakan metodologi respon
permukaan.
Indeks penyerapan air (WAI) dan indeks kelarutan
air (WSI)
Pengaruh variabel linear, kuadrat atau
koefisien interaksi yang rinci pada Tabel 3. Titik
desain 1 (komposisi umpan 10%, 20% kelembaban
adonan dan 150 rpm kecepatan sekrup) mencatat
maksimal Nilai WAI dari 5,62 gH2O / g sampel.
Nilai terendah adalah 4.26 gH2O / g, namun
direkam untuk desain titik 10 (Komposisi 36,8%
bahan, 25% kelembaban bahan dan 200 rpm kecepatan
sekrup). Model ini tidak menunjukkan hasil yang
signifikan (p = 0,0915) dengan R2 = 0,73, dan
probabilitas nilai F untuk model = 0,05 yang dapat
menjelaskan alasan untuk variasi. Mengukur nilai
R2 variasi total tentang respon rata-rata seperti
yang dijelaskan oleh regresi. Karena model orde
kedua yang dipasang cocok, maka digunakan untuk
mencari optimal tingkat komposisi umpan,
kelembaban bahan dan sekrup kecepatan. Pengaruh
variabel linear, kuadrat atau interaksi koefisien
pada Tabel 3. Koefisien korelasi r = 0,85
signifikan pada (p 0,05?), sehingga, model ini
dapat digunakan untuk menavigasi desain ruang.
Oleh karena itu, model orde kedua adalah
dinilai tidak cukup pada 0,05%. Kondisi pengaruh
ekstrusi di WAI dipengaruhi oleh linear dan
kuadrat istilah signifikan (p <0,05). Interaksi
Istilah tidak menunjukkan pengaruh signifikan (p>
0,05). Tinggi kapasitas penyerapan air yang
dibutuhkan untuk menghasilkan 'fura' dengan
fleksibilitas yang dapat diterima konsistensi.
Maksimum Nilai WSI dari 6,83% yang diamati untuk
desain titik 13 (Komposisi umpan 20%, 116% dan 25
kecepatan sekrup rpm), sedangkan nilai terendah
yang diamati dari 5,18% untuk sampel 12 mewakili
komposisi bahan 20%, 33,4% dan 200 rpm kecepatan
sekrup (Tabel 3).
WSI adalah sama dipengaruhi secara signifikan
oleh linear dan kuadrat istilah, (p <0,05), model
tidak menunjukkan signifikan dan merekam koefisien
penentu R2 = 0,76 WSI. WSI sering digunakan
sebagai indikator degradasi komponen molekul (Yang
et al., 2008). yang mengukur tingkat konversi pati
selama ekstrusi yang merupakan jumlah polisakarida
larut yang dilepaskan dari komponen pati setelah
proses ekstrusi. WAI umumnya telah dikaitkan
dengan dispersi pati dalam air berlebih, dan
dispersi meningkat dengan tingkat kerusakan pati
karena gelatinisasi dan ekstrusi diinduksi
fragmentasi, yaitu pengurangan berat molekul
amilosa dan molekul amilopektin (yagci dan Gogus,
2008).
Hubungan antara variabel independen
ditunjukkan dalam presentasi tiga dimensi, respon
menunjukkan bahwa, meningkatkan kelembaban bahan
secara signifikan ,menurunkan WAI dari ekstrudat;
meningkat tingkat tepung kedelai untuk cenderung
menurunkan WAI. Hal ini diperkirakan karena minyak
kedelai yang mengganggu penyerapan air. Singh et
al. (2007) mengamati penurunan WAI dengan
penambahan bubur jagung di ekstrusi dengan kacang
beras. Mereka menjelaskan bahwa penurunan WAI
adalah karena dilusi pati dalam campuran kacang
beras. WAI mengukur volume yang ditempati oleh
ekstrudat pati setelah bengkak karena kelebihan
air, yang mempertahankan integritas pati dispersi
berair (Qing-Bo et al., 2005). Mercier dan Feillet
(1975) mengamati bahwa tinggi amilosa menghasilkan
WAI tinggi. Colonna et al. (1989) menunjukkan
bahwa WAI menurun dengan timbulnya dextrinization.
Pelembe et al. (2002), dilaporkan meningkatnya WAI
sebagai persentase dari kacang tunggak meningkat
pada ekstrudat sorgum. Protein kacang tunggak
memiliki kadar air relatif lebih tinggi dari
kelarutan protein sorgum (Chavan dan Kadam 1989b).
3D plot untuk WSI menunjukkan bahwa peningkatan
kecepatan sekrup tampaknya meningkatkan WSI sambil
meningkatkan kelembaban umpan, serta penurunan WSI
secara signifikan.
Altan et al. (2008) melaporkan peningkatan WSI
dengan peningkatan di sekrup selama ekstrusi
campuran jelai-tomat. Peningkatan WSI dengan
meningkatkan kecepatan sekrup adalah konsisten
dengan hasil yang dilaporkan untuk tepung jagung
dan ekstrudat gandum (Jin et al, 1995;.. Mezreb et
al, 2003). Mezreb et al. (2003) melaporkan bahwa
peningkatan kecepatan sekrup memicu peningkatan
tajam spesifik energi mekanik, geser mekanik yang
tinggi , terdegradasi makro molekul, sehingga
berat molekul granula pati menurun dan karenanya
meningkatkan WSI. Dapat diharapkan bahwa WSI akan
berkurang karena ekstrudat konten kacang-kacangan
tinggi mengandung lebih banyak pati agregat atau
microgels yang akan ditangguhkan dalam air (Gomez
dan Aguilera, 1983). Hal ini menunjukkan bahwa
Indeks kelarutan air (WSI) tidak hanya karena
komponen pati tetapi juga karena komponen yang
larut dalam air, seperti protein yang ada dalam
kedelai.
Mercier dan Feillet (1975) melaporkan
peningkatan pati terlarut dengan meningkatnya suhu
ekstrusi dan mengurangi kelembaban bahan atau
adonan . WSI sering digunakan sebagai indikator
degradasi komponen molekul (Kirby dkk., 1988).
Gelatinisasi, konversi pati mentah untuk dimasak
dan dicerna oleh aplikasi air dan panas, merupakan
salah satu efek penting dalam pemasakan ekstrusi
pada makanan yang memiliki komponen pati (Qing-Bo
et al., 2005). Air diserap dan terikat dengan
molekul pati dengan hasil perubahan dalam struktur
granula pati. Telah ditetapkan (Pomeranz, 1991;
Serigala dan Conan, 1971) bahwa protein merupakan
komponen yang paling reaktan dalam makanan . Di
antara sifat fungsional, daya ikat air penting
karena ikatan hidrogen yang dibentuk antara air
dan residu kutub molekul proteinnya.
Viskositas
Viskositas pasta tergantung pada sebagian besar
pada derajat gelatinisasi dari granula pati dan
laju kerusakan molekul. Viskositas maksimum nilai
8,34 NSM-2 diamati untuk sampel 4 (10% komposisi
pakan / adonan, 30% kelembaban pakan/adonan dan
250 sekrup kecepatan), sedangkan yang paling
sedikit nilai 4,34 NSM-2 tercatat untuk titik
desain 7 mewakili komposisi umpan 30%, 20%
kelembaban bahan dan 250 rpm sekrup kecepatan .
Viskositas dipengaruhi oleh istilah linier secara
signifikan ( p <0,05 ) . Koefisien penentu
viskositas adalah R2 = 0,74 .
Peningkatan jumlah tepung kedelai dan
peningkatan kelembaban bahan menurunkan
viskositas ekstrudat . Tambahan dengan efek
ekstrusi , pengurangan viskositas mungkin
dikaitkan dengan tingkat tinggi minyak dari tepung
kedelai yang akibatnya menurunkan efek geser
sebagai hasil pelumasan di zona metering .
Kenaikan kelembaban di sisi lain , lebih lanjut
akan melumasi adonan yang mengarah ke efek geser
sedikit. Kelembaban rendah di bahan mungkin dapat
meningkatkan kerusakan gesekan , terutama ketika
waktu tinggi karena kecepatan sekrup rendah.
Viskositas umumnya tergantung pada kelarutan dan
air memegang kapasitas serta struktur komponen
dalam sistem pangan . Profil Viskositas dapat
dianggap sebagai refleksi dari perubahan granular
dalam granula pati yang terjadi selama
gelatinisasi ( Thomas dan Atwell , 1997) .
Ekstrusi dapat menginduksi pati dextrinization
mengakibatkan pengurangan viskositas dalam gruels
dan bersamaan dengan peningkatan kepadatan kalori
dan nutrisi ( Jansen et al . , 1981) . Arambular
et al . ( 1998) melaporkan penurunan viskositas
jelas tepung jagung instan diekstrusi saat suhu
meningkat . Davidson et al . ( 1984) melaporkan
viskositas bahwa selama pemanasan dan siklus
pendinginan telah digunakan untuk
mengkarakterisasi perubahan produk yang diekstrusi
dalam berbagai penelitian . Karakteristik ini
dipengaruhi oleh modifikasi fisik struktur granula
serta perubahan struktur dari pati polimer .
Mereka lebih lanjut melaporkan bahwa ,
karakteristik dari kurva viskositas pasta secara
signifikan diubah oleh proses ekstrusi dengan
ekstrudat menunjukkan nilai rendah . Pelembe et al
. ( 2002) melaporkan bahwa , penurunan viskositas
protein - sorgum - ekstrudat kacang tunggak bisa
bermanfaat untuk menyusui bayi .
Kepadatan nutrisi rendah pada sereal adalah
penyebab utama kekurangan gizi pada bayi di
Afrika , karena terbatasnya asupan gizi ( Da et al
. , 1982) . Hagenimana et al . ( 2006) ,
melaporkan bahwa viskositas nilai tepung beras
diekstrusi jauh kurang dibandingkan tepung beras
yang diproses , sesuai mereka tersebar di Micro
Visco Amylo Grafik ( MVAG ), menunjukkan bahwa
pati mereka sebagian telah pregelitinized dengan
proses ekstrusi . Mereka melaporkan bahwa
viskositas puncak ditunjukkan korelasi positif
tinggi dengan viskositas pasta panas dan
viskositas pasta dingin dengan r > 0,70 ( p < 0,01
) . Galatasaray dan Jackson (2005 ) melaporkan
bahwa selama ekstrusi pati jagung , pati
diekstrusi memiliki penyerapan air dan indeks
kelarutan air yang lebih tinggi, dan mereka
memiliki menurunkan profil viskositas
viscoamylograph cepat ketika dibandingkan dengan
pati mentah.
Hal ini dapat dikaitkan dengan fakta bahwa
degradasi pati terjadi selama ekstrusi . Hal ini
menunjukkan bahwa degradasi pati dalam produk
diekstrusi adalah kemungkinan faktor penting
terkait profil viskositas rendah. Campuran pati
mentah dan diekstrusi memiliki potensi aplikasi di
industri untuk sifat fungsional . Arambular et
al . ( 1998) melaporkan penurunan jelas viskositas
tepung jagung instan diekstrusi saat suhu
meningkat , meskipun suhu yang digunakan dalam
penelitian ini tidak bervariasi , namun dalam
rezim tinggi. Likimani et al . ( 1991) menunjukkan
bahwa degradasi ikatan molekul pati selama
ekstrusi dipengaruhi karakteristik dari produk
ekstrusi dan digunakan untuk mengkarakterisasi
parameter sasaran ( kelarutan dan viskositas ).
Sebagian tinggi ( kepadatan nutrisi rendah)
pada sereal penyapihan bubur merupakan penyebab
utama kekurangan gizi pada bayi di Afrika , karena
membatasi asupan gizi ( Da et al . , 1982) .
Peningkatan kecepatan sekrup (screw) menghasilkan
peningkatan energi input yang menyebabkan
peregangan fraktur matriks protein - protein ,
sehingga membuat produk kurang kental ketika
dilarutkan , kecepatan sekrup dari penelitian ini
dipengaruhi viskositas . Linkimani et al . ( 1991)
melaporkan bahwa ekstrusi diinduksi pati
dextrinization yang mengakibatkan pengurangan
viskositas dalam gruels dan bersamaan dengan
peningkatan kepadatan kalori dan nutrisi .
Adeyemi dan Beckley ( 1986) , melaporkan bahwa
tingkat tinggi kerusakan pati akan mengurangi
viskositas maksimal tepung atau ' Ogi ' . pati
dextrinization selama ekstrusi , namun terjadi
terutama di bawah kondisi pengolahan suhu tinggi
dan kelembaban rendah ( Gomez dan Aguilera ,
1983 ) di mana efek geser yang signifikan. Umumnya
peningkatan penyerapan air ekstrudat sorgum adalah
dilaporkan oleh Gomez et al . ( 1988) .
Tanggapan fotografi ekstrudat
Pengaruh variabel ekstrusi (komposisi umpan,
umpan kelembaban dan kecepatan sekrup) dapat
dilihat seperti yang ditunjukkan pada Pelat 1-15.
Pengaruh variabel bebas terhadap rasio ekspansi
ekstrudat jelas. Hasil ditampilkan dalam foto-foto
menggambarkan perubahan terjadi selama ekstrusi
yang dipengaruhi oleh ekstrusi variabel.
Variabel dependen dan model prediksi mereka
Nilai eksperimental diperoleh bagi individu
tanggapan y untuk poin desain. Regresi koefisien
yang diperoleh dengan menggunakan sebuah kuadrat
teknik untuk memprediksi model polinomial kuadrat
untuk tanggapan Y. Model regresi kuadrat untuk
variabel dipengaruhi disajikan dalam persamaan, di
mana X1, X2, dan X3 adalah nilai-nilai kode untuk
komposisi umpan, kelembaban bahan dan tingkat
kecepatan sekrup, masing-masing. koefisien dengan
satu faktor merupakan efek dari faktor tertentu,
sedangkan koefisien dengan dua faktor dan mereka
dengan istilah urutan kedua mewakili masing-masing
interaksi antara dua faktor dan efek kuadrat,.
Tanda positif di depan istilah menunjukkan efek
sinergis, sedangkan tanda negatif menunjukkan efek
antagonis.
Kondisi optimum
Kombinasi yang optimal dari komposisi umpan
(17,7%), kelembaban umpan (27,3%) dan kecepatan
sekrup (161 rpm) mengakibatkan WAI optimal 4,6
gWater per g Sample. Semua variabel ekstrusi
berada dalam kisaran nilai-nilai eksperimental
dari variabel independen, maka persamaan respon
dipasang cukup untuk menggambarkan tanggapan dekat
titik stasioner. Kombinasi yang optimal antara
komposisi bahan (14,77% kedelai, kelembaban bahan
(15,23%) dan kecepatan sekrup (220 rpm)
mengakibatkan WSI optimal 6,15%. Kombinasi yang
optimal antara Komposisi bahan (46,97%),
kelembaban bahan (29,34%) dan rendahnya kecepatan
sekrup (174,52) menghasilkan viskositas optimal
4,58 Nsm-2.
V. KESIMPULAN
1.Extruded 'fura' dihasilkan dari millet mutiara dan
campuran kedelai menggunakan ekstruder ulir
tunggal melalui eksperimen dirancang menggunakan
RSM. Keputusan untuk menambahkan tepung kedelai
pada adonan dan mengadopsi pengolahan ekstrusi
termotivasi oleh kebutuhan untuk meningkatkan
kandungan protein dan kualitas, keadaan fisik,
fungsi, keamanan, kehidupan rak- produk akhir. The
(RSM) adalah efektif dalam menjelaskan pengaruh
variabel proses (komposisi umpan, kelembaban umpan
dan kecepatan sekrup) selama optimalisasi
penyerapan air, indeks kelarutan air dan
viskositas 'fura' dari millet / kedelai campuran
terigu selama ekstrusi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel yang signifikan pada
parameter sasaran. Pentingnya variabel proses pada
parameter sasaran dapat peringkat dalam urutan
sebagai berikut: Komposisi bahan (X1)> Moisture
bahan (X2)> Screw Kecepatan (X3). variabel respon
diprediksi dengan persamaan model dalam kondisi
optimum berada dalam perjanjian umum dengan data
eksperimen.
2. Hasil dari penelitian ini dapat diproyeksikan
untuk mengeksplorasi kemungkinan oleh prosesor
tertarik untuk prediksi efektif dari kondisi
proses yang dikenal untuk tujuan mencapai kualitas
produk yang diinginkan. Ekstrusi 'fura' merupakan
perbaikan besar pada produk tradisional yang
biasanya pada kadar air tinggi antara 60 - 75% dan
mudah memburuk pada penyimpanan pada suhu kamar.
Ekstrudat yang diperoleh dalam penelitian ini
memiliki kadar air kurang dari 7 g/100g dan tidak
akan membutuhkan Refigeration untuk penyimpanan.
3.Ekstrusi merupakan suatu proses dimana bahan
dipaksakan oleh sistem ulir untuk mengalir dalam
suatu ruangan yang sempit sehingga akan mengalami
pencampuran dan pemasakan sekaligus.
4.Keuntungan menggunakan teknologi ekstrusi yaitu
produktivitas produk yang dihasilkan tinggi, biaya
operasional relatif murah, kualitas produk makanan
yang dihasilkan tinggi, efisien dalam penggunaan
energi, tidak menghasilkan limbah atau polutan.
5.Ekstruder adalah alat untuk melakukan proses
ekstrusi. Ekstruder dapat digolongkan berdasarkan
jumlah ulirnya menjadi dua kelompok, yaitu
ektruder berulir tunggal dan ekstruder berulir
ganda.
6.Ekstruder terdiri dari suatu ulir (sejenis ulir
bertekanan) yang menekan bahan baku sehingga
berubah menjadi bahan semi padat. Bahan tersebut
ditekan keluar melalui suatu lubang terbatas
(cetakan/die) pada ujung ulir. Jika bahan baku
tersebut mengalami pemanasan, maka proses ini
disebut pemasakan ekstrusi (ekstrusi panas)
7.Tahap – tahap ekstrusi yaitu tahap pra ekstrusi
terdiri dari blending ( pencampuran ), penambahan
air dan mixer, tahap kedua yaitu proses ekstrusi ,
dan tahap yang terakhir post ekstrusi
DAFTAR PUSTAKA
Ang, H.G., W. L. Kwik, C.Y. Theng, K.K. Lim. 1984. HighProtein Extruded
Snackfood. Asean Protein Project Occasional PaperNo. 1. Singapore.
Badan Standardisasi Nasional. 2000. Makanan RinganEkstrudat. Standar
Nasional Indonesia 01-2886-2000 , Jakarta.Chang, Y.K., F. Martinez Bustos, H. Lara. 1998. Effect ofSome Extrusion
Variables on Rheological Properties and Physicochemical ChangesofCornmeal Extruded by Twin Screw Extruder. BrazilianJournal ofChemical Engineering, Volume 15, December 1998diambil dari
www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0104 66321998000400006,diakses pada hari Jumat 18 oktober 2013
Clextral. 2007. Twin Screw Extrusion. Clextral FAQ diambildari www.clextral.com/tools_FAQ.htm, diakses padahari Jumat 18 Oktober 2013
Frame, N.D. 1994. The Technology of Extrusion Cooking.Springer
Publisher,diambil darihttp://books.google.com/books?hl=en&lr=&id=w6SrO7EI0gMC&oi=fnd&pg=PA1&dq=Frame+N.D,+extrusion&ots=FtvBJ2bZ6g&sig=mtLojB_XzwYgO1gzyDJp, diakses padahari Kamis 17 Oktober 2013
Holmes, Zoe Ann. 2007. Extrusion. Food Resource OregonState University
Website. U.S diambil darifood.oregonstate.edu/g/extrusion.html, diaksespada hari Kamis 17 Oktober 2013
Hudaya, Saripah. 1999. Modul Perkuliahan Teknologi PengolahanPangan.
Program Studi Teknologi Pangan, FakultasPertanian, UniversitasPadjadjaran. Jatinangor.
Hulya, Akdogan. 1999. High Moisture Food Extrusion.International Journal of
Food Science & Technology, Volume 34, June 1999,Blackwell Publishing diambil darihttp://www.ingentaconnect.com/content/bsc/ijfst /1999 /00000034/00000003/art00001, diaksespada hari Jumat 18 Oktober 2013
Janssen, Leon, P.B.M. 1978. Twin Screw Extrusion. ElsevierScientific Publishing
Company, Amsterdam.Linko, P., Y.Y.Linko, J. Olkku. 1982. Extrusion Cooking andBioconversions
dalam Ronald Jowitt (edt.). Extrusion CookingTechnology. ElsevierApplied Science Publishers , London.
Muchtadi, Tien R., Deddy Muchtadi, Dede R. A. 1993.Pengembangan Produk
Olahan Ikan Cucut Dari Bahan Dasar Hasil Pemasakan Ekstrusi.Penelitian LPPM IPB. Program Studi TeknologiPangan dan Gizi,FATETA, Institut Pertanian Bogor .
Nowjee, C. Nitin. 2004. Extrusion of Starch. Article onPersonal Website,
Department of Chemical Engineering, University ofCambridge. U.K.diambil dariwww.cheng.cam.ac.uk/research/groups/polymer/RMP/nitin/Extrusion.html, diakses pada hari Rabu 16 Oktober2013
Prepared Foods. 1993. A Formulation Guide to Extrusion.Magazine, June 1993
diambil darihttp://findarticles.com/p/articles/mi_m3289/is_n7_v162/ai_14172669, diakses pada hari Rabu 16 Oktober2013
Schaaf Technologie GmbH. 2007. Machine/Systems, Pre-ExtrusionSystems,
Extrusion Systems, Post Extrusion Systems, Special Accesories andMachines, Drying/Roasting Systems, Flavouring Systems diambildarihttp://www.schaaf-technologie.de/machines.html,diakses pada hari Minggu 6 Oktober 2013
Schlosburg, Joel. 2005. Twin-Screw Food Extrusion: Control CaseStudy. HowardP. Isermann Department of Chemicaland Biological Engineering,Rensselaer Polytechnic Institute, Troy, New York .
van Zuilichem, D.J., W. Stolp, L.P.B.M Janssen. 1982.Engineering Aspects of
Single- and Twin-screw Extrusion-cooking of Biopolymers dalamRonaldJowitt (edt.). Extrusion Cooking Technology. ElsevierApplied SciencePublishers, London.
Yacu, Wakeed A. 2007. Food Extrusion Technology. CourseRegistration, dalam
www.cfpa.com/pdf/2007/0689,C6-233,0709-303.pdf,diakses pada tanggalhari Sabtu 5 Oktober 2013
Hoseney RC, Faubion JM, Reddy VP .1992. Orgnolepticimplications of milled pearl millet pages 27-32 inutilization of sorghum and millets (Gumez MI,House LR, Rooney LW, Dendy DAV. (eds). Patancheru,A.P. 502 324, India: International Crops ResearchInstitute for the Semi-Arid Tropics.
Yeu K, Lee Y, Lee SY (2008). Consumer Acceptance of anExtruded Soy-Based High-Protein Breakfast Cereal.J. Food Sci., 73(1): S20- S25.
Iwe MO, Van Zauilichem DJ, Ngoody PO, Ariahu CC(2001). Residence Time Distribution in a Single-Screw Extruder Processing Soy- Sweet PotatoMixtures. Lwt., 34 (7).
Filli KB, Nkama I (2007). Hydration properties ofextruded fura from millet and legumes. Br. FoodJ., 109(1): 68-80.
Qing –Bo D, Ainsworth P, Tuker G, Marson H (2005). Theeffect of extrusion conditions on thephysicochemical properties and sensorycharacteristics of rice – based expanded snacks. J.Food Eng. 66: 284-289.
Kirby AR, Ollet AL, Parker R, Smith, AC (1988). Anexperimental study of screw configuration effectsin the twin-screw extrusion-cooking for maizegrits. J. Food Eng., 8: 247-272.
Binoy KG, Aaron JO, Gour SC (1996). Reverse screwElement(s) and Feed Composition effects duringTwin-Screw Extrusion of ice Flour and Fish MuscleBlends. J. Food Sci., 61(3): 590-595.
Pelembe LAM, Erasmus C, Taylor JRN (2002). Developmentof aProtein – rich Composite Sorghum – CowpeaInstant Porridge by Extrusion Cooking Process.Lebensm – Wiss. U. – Technol., 35: 120- 127.
Thomas DJ, Atwell WA (1997). Starches. Eagan PressHandbookSeries. Eagan Press, Minnesota, U. S. A.
Jansen GR, O’Deen L, Tribelhorn RE, Harper JM (1981).The Caloriedensities of gruels made from extrudedcorn-soy blends. Food Nutr. Bull., 3(I): 39
Yang S, Peng J, Lui W, Lin Jenshinn (2008). Effects ofadlay species and rice flour ratio on thephysicochemical properties and texturecharacteristic of adlay-based extrudates. J. FoodEng., (84): 489-494.
Yagci S, Gogus F (2008). Response Surface Methodologyfor Evaluation of Physical and FunctionalProperties of Exruded Snack Foods Developed fromFood – by – Products. J. Food Eng., (86) 122–132.
Singh B, Sekhon KS, Singh N (2007). Effects ofmoisture, temperature and level of pea grits onextrusion behavior and product characteristics ofrice. Food Chem., 110: 198-202
Mercier C, Feillet P (1975). Modification ofcarbohydrate components by extrusion-cooking ofcereal products. Cereal Chem., 52: 283-297.
Colonna P, Tayer J, Mercier C (1989). Extrusioncooking of starch and starchy products. In:Mercier C, Linco P, Harper JM (Eds) ExtrusionCooking. St Paul, MN:American Association ofCereal Chemists. pp. 247-319.
Chavan JK, Kadam SS (1989). Nutritional improvement ofCereals fermentation. Crit. Rev. Food Sci. Nutr.,28(5): 349-400.
Altan A, McCarthy KL, Maskan M (2008). Evaluation ossnack foods from barley – tomatopomace blends byextrusion processing. J. Food Eng., (84): 231–242.
Mezreb K, Goullieux A, Ralainirina R, Queneudec M(2003). Application of image analysis to measurescrew speed influence on physical properties ofcorn and wheat extrudates. J. Food Eng., 57: 145 -152.
Gomez MH, Aguilera, JM (1983). Changes in the starchfraction during extrusion-cooking of corn. J. FoodSci., 48: 378-831
Pomeranz Y (1991). Functional Properties of FoodComponents, 2nd Edition. Academic Press, Inc., NY.
Gonzalez-Hernandez J (1998). Milling and processingparameters for Corn Tortillas from Extrudedinstant Dry Masa flour. J. Food Sci., 63 (2): 338-341
Davidson VJ, Paton D, Diosady LL, Larocque G (1984).Degradation of wheat Starch in a single-screwextruder: Characteristics of extruded starchpolymers. J. Food Sci., 49: 453-458.
Adeyemi IA, Beckley O (1986). Effect of period of maizefermentation and souring on Chemical propertiesand amylograph pasting viscosity of Ogi. J. CerealSci., 4: 353.
Altan A, McCarthy KL, Maskan M (2008). Evaluation ossnack foods from barley – tomatopomace blends byextrusion processing. J. Food Eng., (84): 231–242.
Hagenimana A, Xiaolin-Ding, Tao-Fang (2006).Evaluation of rice flour modified by extrusioncooking. J. Cereal Sci., 43(1): 38-46
Likimani TA, Sofos JN, Maga JA, Harper JM (1991).Extrusion cooking of corn/soy bean mix is presenceof thermostable a-amylase. J. Food Sci., (56)1:99-105.