Top Banner

of 61

Tugas Teknik an Lingkungan

Jul 19, 2015

Download

Documents

Gesa Hayu
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

MENYULAP SAMPAH MENJADI RUPIAHBayangkanlah satu masa nan indah. Saat Jakarta (dan kota-kota besar lainnya) tak lagi butuh truk pengangkut sampah dan tempat khusus untuk menimbun limbah. Maklum, semua sampah habis disulap jadi rupiah, hasil berdagang pupuk, kertas, plastik, serta batako daur ulang. Ekonomi rakyat terangkat, bau tak sedap pun lenyap. Alangkah indahnya .... Sah-sah saja menyebut bayangan tadi sebagai angan-angan. La iya, mana mungkin sampah Jakarta bisa dibikin nihil, wong baunya ada di mana-mana kok. Tapi, buat para peneliti di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), impian tadi bukannya tak mungkin menjadi kenyataan. "Boleh dong, kita punya gambaran masa depan yang lebih menyenangkan," ujar Ir. Bambang Heruhadi dari Direktorat Teknologi Lingkungan, Teknologi Pengelolaan Sampah dan Limbah Padat BPPT. Bambang dan konco-konconya memang sedang bangga-bangganya pada pilot project mereka yang diberi nama sandi "Zero Waste Skala Kawasan" (ZWSK). Karena kalau sukses, mereka berpeluang membebaskan Jakarta dan kota-kota besar lainnya dari belenggu limbah. Konsepnya sudah dipraktikkan sejak awal tahun 2001 di daerah Rawasari, Jakarta Pusat. "Dan berjalan sangat baik, hingga banyak pemda kota yang melirik," ujar Bambang bernada girang. Pembuang sampah produktif Omong-omong, seberapa genting sih soal sampah ini, sampai-sampai BPPT bersusah payah bikin konsep zero waste alias nihil sampah? Apalagi selain BPPT, sebuah perusahaan nasional, PT Biotama Recovery Indonesia (BRI) juga mencanangkan pembuatan pabrik pengolahan pupuk dari sampah organik senilai Rp 100 miliar, Juli 2001 ini. Melihat besaran investasinya, pengolahan sampah satu ini pasti versi konglomerat. Kabarnya, pabrik yang berlokasi di Sunter, Jakarta Utara, itu rencananya bakal mengolah ribuan ton sampah organik Jakarta per hari. Cuma, beda dengan BPPT yang menyelipkan misi kerakyatan, BRI murni mengusung motif bisnis. "Kami mengincar pasar ekspor. Kalau dilihat, pasar pupuk organik dunia mengalami pertumbuhan antara 10 - 20% per tahun," tegas Ir. I.M. Eddy Sutrisno, Presdir BRI, saat berpresentasi di sebuah seminar pengolahan sampah, April 2001 lalu. Menanggapi rencana BRI, Bambang Heruhadi cuma tersenyum. Sambil tetap senyum, dia menyodorkan data statistik yang barangkali cukup membuat kening Anda berkerut, namun langsung memahami mengapa soal sampah ini jadi begitu menarik. Data itu menunjukkan betapa produktifnya warga kota besar di Indonesia dalam memproduksi limbah. Rata-rata per orang mencapai 2,5 - 3 l per hari. Paling ribet, tentu saja Jakarta, yang jumlah penduduknya selangit. Versi Kepala Sub-Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Ir. Chaerul Mukti, total sampah yang disumbang penduduk DKI Jakarta rata-rata 26.000-an m3 atau sekitar 6.500-an ton per hari. Dari jumlah itu, "Yang terangkut sarana transportasi hanya sekitar 21.000-an m3 atau 80% saja," tutur Chaerul. Sisanya, dikanibal masyarakat tempat sampah berasal. Sedangkan menurut jenisnya, barang buangan itu bisa diklasifikasi atas sampah organik (basah, sekitar 65%), semisal dedaunan. Selebihnya, sampah non-organik (kering, sekitar 35%), yang terdiri atas plastik, kaca, kayu. Tak tanggung-tanggung, untuk mengurusi barang terbuang ini,

Pemda DKI rela merogoh kocek hingga Rp 100 miliar per tahun, sementara pemasukannya nol besar. Makin banyak sampahnya, tentu saja, makin besar pasak dari tiang. Lama-lama, ya, bikin pusing juga. Ini bisa terjadi karena pemda belum serius memikirkan sistem penanganan sampah terpadu, terutama yang bermuara pada proses daur ulang. Selama ini, olah sampah versi pemda berhenti pada proses penampungan di tempat pembuangan sementara (TPS), kemudian menimbunnya di tempat pembuangan akhir (TPA). Padahal, lahan TPA di ibukota makin lama kian langka. TPA terbesar saat ini, di Bantar Gebang, Jakarta Timur, terasa makin sempit dengan bertambahnya volume limbah. Belum lagi protes penduduk sekitar yang merasa dicemari bau tak sedap. Dari warga, untuk warga Nah, kata Bambang Heruhadi, kalau konsep kuno seperti ini terus dipertahankan, di masa depan, Indonesia bakal diterpa banyak masalah. Pasalnya, penambahan sarana dan prasarana pengelolaan limbah tidak secepat pertambahan timbunan sampah yang harus ditangani. Tahun 1986 misalnya, sampah Jakarta "masih" 18.000 m3 per hari. Namun, seiring pertambahan penduduk, jumlahnya melonjak jadi 21.000 m3 per hari pada 1996. Saat ini, kabarnya sudah mentok 23.000 m3 per hari. Sebuah penambahan yang sangat signifikan. "Selain kesulitan mencari lahan murah, potensi pencemaran lingkungan mulai membahayakan. Polusi baunya itu, lo," terang Bambang. Untuk menebas hambatan-hambatan itulah, proyek percontohan zero waste diluncurkan. Paling terasa manfaatnya di sektor angkutan. Beda dengan cara konvensional yang harus memakai truk untuk membawa sampah ke TPA, ZWSK justru memfokuskan kegiatannya di lingkungan tempat kotoran dihasilkan. Istilah beken-nya, "Dari warga, untuk warga." Itu sebabnya, nama programnya diembel-embeli skala lingkungan. Alhasil, biaya transportasi terpangkas hingga 0%. Lumayan 'kan, bisa menghemat ratusan juta rupiah, baik untuk pembelian truk maupun maintenance-nya. Sebagai gantinya, limbah dibawa langsung ke lokasi ZWSK oleh para "kolektor", pakai gerobak. "Agar aman buat lingkungan, kotoran memang harus ditangani langsung di lokasi terdekat dengan sumbernya," tegas Bambang, yang pernah menimba ilmu di Jepang. Jadi, sampah produksi Pondok Indah (PI) misalnya, mesti didaur ulang di PI juga, bukan di Kebayoran Lama atau Cengkareng. Kalau skenario ini berjalan lancar, tentu saja pemda bisa mengucap good bye pada TPA. "Sedangkan TPS bisa dimanfaatkan sebagai calon lokasi ZWSK," imbuh Ir. Sri Bebassari, M.Si., juga peneliti BPPT. Memperalat cacing Selain irit ongkos mondar-mandir, cara ini juga memungkinkan berlangsungnya proses daur ulang terpadu alias satu atap. Kerjanya mirip samsat, karena beragam proses, seperti mengubah sampah organik jadi pupuk kompos maupun mendayagunakan kembali kertas dan plastik bekas, bisa dilakukan di tempat yang sama secara berbarengan. Seperti bisa dilihat dalam pilot project Rawasari, sampah yang dikumpulkan dari warga langsung dipilah-pilah berdasarkan bahan. Ada pos untuk menampung sampah organik, (terbanyak, bisa lebih dari 60%), kertas, plastik, logam, botol. Tahap ini disebut fase praproses atau persiapan. Kemudian dilanjutkan dengan fase pengolahan. Sampah organik diolah jadi pupuk (kompos) dengan memanfaatkan "reaktor cacing". Binatang kecil ini memang dikenal sebagai penyantap

sampah yang rakus, "Lewat proses vermikasi, cacing diperalat untuk menghasilkan kompos," ujar Bambang. Pada saat bersamaan, dilakukan pengolahan bahan-bahan lainnya menjadi produk daur ulang. Sampah yang tak bisa diolah kembali, seperti botol dan kaca, dikumpulkan untuk diolah sesuai keperluan. Sementara sisa limbah (yang tak mungkin lagi dijadikan komoditas dagang) bakal diberangus di fase terakhir, yakni pembakaran tuntas, tas, tasss .... Dari hasil penelitian BPPT, setiap 10 m3 (2 ton) sampah berpotensi menghasilkan pupuk kompos atau vermikompos sekitar 0,4 ton per hari atau sekitar 12 ton per bulan. Berikut bahan daur ulang sekitar 0,28 ton/hari atau 84 ton per bulan, yang terdiri atas kertas daur ulang, bijih plastik, logam, dan bahan konstruksi (bata, batako). Ada juga abu sampah sisa pembakaran, biasanya untuk campuran kompos. Kalau mau menghasilkan out put lebih besar, kapasitas pengolahan harus ditingkatkan, sekaligus butuh lahan lebih besar. Berdasarkan perhitungan, lahan seluas 400 m2 dapat memproses 10 hingga 20 m3 sampah per hari. Dengan beragam efisiensi, sebenarnya kapasitas bisa saja melampaui 20 m3. "Ini tantangan buat kita," tegas Bambang. Tak perlu teknologi canggih Yang menarik, aktivitas mengenolkan limbah ini tidak memerlukan teknologi canggih. BPPT sengaja memasyarakatkan alat-alat sederhana agar mudah dioperasikan awam. Untuk mengubah sampah organik menjadi kompos, misalnya, hanya diperlukan alat pencacah untuk memperkecil ukuran sampah, sejenis blender besar untuk mengolah sampah tertentu jadi makanan cacing, serta rak untuk proses vermikasi dan menyimpan sampah yang telah dikemas. Sedangkan untuk mendaur ulang kertas, plastik, dan bahan-bahan daur ulang lainnya, ada blender yang bertugas melumat sampah-sampah tadi jadi bubur. Baru kemudian "dicetak" menjadi kertas, bijih plastik, serta bahan konstruksi daur ulang. Oh ya, ada juga fasilitas pembakaran sisa-sisa sampah tak terolah. Prinsipnya, biar sederhana, yang penting lengkap. Menilik sistem kerja "samsat sampah" BPPT, maunya jelas, tak secuil pun limbah dibiarkan tersisa. Maunya juga kelak, di tempat pembuangan akhir maupun dalam skala lebih rendah, tak dikenal istilah penimbunan sampah. Karena begitu masuk penampungan, barang buangan langsung disulap jadi benda layak jual. Asyik, 'kan? Catatan dari proyek percontohan ZWSK di Rawasari (luasnya 400 m2) menunjukkan, sampah yang berhasil diolah mencapai 20 m3 per hari. Setelah direka-reka, jumlah itu ternyata sama dengan sumbangan sampah 1.000 - 2.000 kepala keluarga (tergantung tingkat kepadatan penduduknya), atau setara dengan 2 - 5 komunitas Rukun Warga (RW). Kalau dilakukan secara kontinyu, proyek ini berpotensi mengurangi timbunan sampah di TPA hingga 7.200 m3 per tahun. Otomatis, risiko penyebaran bau tak sedap makinberkurang. Udara Jakarta makin segar, karena dunia persampahan tak lagi menjijikkan. Sekali lagi, boleh 'kan berangan-angan?

SAMPAH ? PASTI KALIAN TAHU KAN APA ITU SAMPAH ?Yapp , sampah itu merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatuproses. Sampah merupakan didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya, dalam prosesproses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung. Akan tetapi karena dalam kehidupan manusia didefinisikan konsep lingkungan maka Sampah dapat dibagi menurut jenis-jenisnya. Sampah Berdasarkan bentuknya : Sampah adalah bahan baik padat atau cairan yang tidak dipergunakan lagi dan dibuang. Menurut bentuknya sampah dapat dibagi sebagai: Sampah Padat

Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine dan sampah cair. Dapat berupa sampah rumah tangga: sampah dapur, sampah kebun, plastik, metal, gelas dan lain-lain. Menurut bahannya sampah ini dikelompokkan menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik Merupakan sampah yang berasal dari barang yang mengandung bahan-bahan organik, seperti sisa-sisa sayuran, hewan, kertas, potongan-potongan kayu dari peralatan rumah tangga, potongan-potongan ranting, rumput pada waktu pembersihan kebun dan sebagainya. Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam (biodegradability), maka dapat dibagi lagi menjadi: 1. Biodegradable: yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologi baik aerob atau anaerob, seperti: sampah dapur, sisa-sisa hewan, sampah pertanian dan perkebunan. 2. Non-biodegradable: yaitu sampah yang tidak bisa diuraikan oleh proses biologi. Dapat dibagi lagi menjadi:

Recyclable: sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena memiliki nilai secara ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan lain-lain. Non-recyclable: sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak dapat diolah atau diubah kembali seperti tetra packs, carbon paper, thermo coal dan lain-lain. Sampah Cair

Sampah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak diperlukan kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.

Limbah hitam: sampah cair yang dihasilkan dari toilet. Sampah ini mengandung patogen yang berbahaya. Limbah rumah tangga: sampah cair yang dihasilkan dari dapur, kamar mandi dan tempat cucian. Sampah ini mungkin mengandung patogen.

Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi. Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnyapertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi. untuk mencegah sampah cair adalah pabrik pabrik tidak membuang limbah sembarangan misalnya membuang ke selokan.

Sampah alam

Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi tanah. Di luar kehidupan liar, sampahsampah ini dapat menjadi masalah, misalnya daun-daun kering di lingkunganpemukiman.

Sampah manusia adalah istilah yang biasa digunakan terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses danurin. Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit yang disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan utama pada dialektika manusia adalah pengurangan penularan penyakit melalui sampah manusia dengan cara hidup yang higienis dan sanitasi. Termasuk didalamnya adalah perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing). Sampah manusia dapat dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui sistem urinoir tanpa air. Sampah Konsumsi

Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang, dengan kata lain adalah sampah-sampah yang dibuang ke tempat sampah. Ini adalah sampah yang umum dipikirkan manusia. Meskipun demikian, jumlah sampah kategori ini pun masih jauh lebih kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan industri.

Limbah radioaktif

Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan fisi nuklir yang menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidupdan juga manusia. Oleh karena itu sampah nuklir disimpan ditempat-tempat yang tidak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas tempat-tempat yang dituju biasanya bekas tambang garam atau dasar laut (walau jarang namun kadang masih dilakukan). Adapun dampak sampah yang dihasilkan bisa dalam bentuk negatif atau pun positiv , pertama saya akan membahas yang negatif dahulu . Sampah yang kita hasilkan ternyata berdampak negatif terhadap manusia Dampak sampah terhadap manusia dan lingkungan sebagai berikut :

1. Dampak terhadap Kesehatan Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah terjangkitnya penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum, penyakit demam berdarah dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai. 2. Dampak terhadap Keadaan Sosial dan Ekonomi Dampaknya akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat, bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimanamana. 3. Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain. 4. Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki. Sampah, merupakan hal yang tidak dapat terhindarkan dari kehidupan manusia. penanganan sampah yang tidak tepat justru dapat menimbulkan dampak negatif terhadap manusia, namun dibalik dampak negatif yang sudah melekat di sampah, ternyata sampah memiliki dampak positif juga seperti : 1. menjadi lapangan kerja untuk sebagian orang, seperti pemulung, pengepul barang bekas, supir truk sampah sampai ke dinas kebersihan kota. 2. pengelolaan sampah yang tepat dapat menghasilkan manfaat seperti untuk sampah organik dapat diolah menjadi pupuk kompos, bahkan menjadi bahan bakar gas. 3. sampah plastik dapat di olah menjadi bahan bakar. 4. dan manfaat lainnya. Marilah mulai sekarang Kawan, buanglah sampah pada tempatnya. Jangan jadikan bumi kita tercinta sebagai tong sampah yang paling besar.

Sampah di Indonesia

Sampah merupakan masalah yang umum terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Yogyakarta dan Semarang. Sampah diidentifikasi sebagai salah satu faktor penyebab timbulnya eksternalitas negatif terhadap kegiatan perkotaan. Pengelolaan sampah di Indonesia masih menggunakan paradigma lama: kumpulangkut-buang. Source reduction (reduksi mulai dari sumbernya) atau pemilahan sampah tidak pernah berjalan dengan baik. Meskipun telah ada upaya pengomposan dan daur ulang, tapi masih terbatas dan tidak sustainable. Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta mengatakan kondisi volume timbulan sampah di DKI mencapai 6.594,72 ton per hari per Januari 2009. Dengan rumusan, jumlah penduduk Jakarta 8,7 juta jiwa (malam hari) di tambah jumlah penduduk commuter 1,2 juta kali 2,97 liter per hari. PREDIKSI TIMBULAN SAMPAH DKI JAKARTA 2010 2020 Tahun 2010 2015 2020 Jumlah Penduduk (jiwa) Jumlah Timbulan Sampah (m3/hari) 10.931.207 29.624 11.603.010 12.316.101 31.676 33.869

Berkaitan dengan sistem pengelolaan persampahan, dasar pengelolaan mesti mengedepankan pada minimasi sampah dan pemanfaatan sampah sebagai sumber energi. Keberhasilan penanganan sampah tersebut juga harus didukung oleh tingkat kesadaran masyarakat yang tinggi mengingat perilaku masyarakat merupakan variable penting. Kebijaksanaan pengelolaan persampahan seyogyanya memiliki landasan kuat agar sampah yang dihasilkan dapat dikelola dengan baik. Kebijakan dapat dilakukan meliputi penurunan senyawa beracun yang terkandung dalam sampah sejak pada tingkat produksi, minimasi jumlah sampah, peningkatan daur ulang sampah, pembuangan sampah yang masih memiliki nilai energi dikurangi secara signifikan, dan pencemaran lingkungan dicegah sedini mungkin.

Berdasarkan landasan tersebut, kebijaksanaan pengelolaan sampah antara lain meliputi pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah secara mandiri, pengelolaan sampah dengan menggunakan sanitary landfill yang sesuai dengan ketentuan standar lingkungan, dan pengembangan teknologi tinggi pengolahan sampah untuk sumber energy.

Proses Pelaksanaan Pengelolaan Persampahan Sebagian besar sampah kota yang dihasilkan di Indonesia tergolong sampah hayati. Rata-rata sampah yang tergolong hayati ini adalah di atas 65 % dari total sampah. Melihat komposisi dari sumber asalnya maka sebagian besar adalah sisa-sisa makanan dari sampah dapur, maka jenis sampah ini akan cepat membusuk, atau terdegradasi oleh mikroorganisme yang berlimpah di alam ini, dan berpotensi pula sebagai sumberdaya penghasil kompos, metan dan energi. Dari sedikit gambaran sampah tersebut, kita dapat menelaah dan membuat suatu rangkaian proses bagaimana sampah yang dihasilkan dapat di kelola menjadi sampah yang lebih ramah lingkungan dan bahkan dimanfaatkan lagi untuk kegunaan yang lain. Berikut adalah poin-poin penting dalam pengelolaan sampah dan rangkaian pembuangan sampah yang ideal: Peningkatan Kapasitas Teknis 1. Pemilahan

Pemilahan dari sumber dihasilkannya sampah yang terdiri dari sampah organik dan anorgainik Pemilihan sampah yang masih memiliki sumber energi tinggi Pemanfaatan kembali sampah yang memiliki resources bernilai tinggi

2. Pewadahan

Pewadahan individual disediakan di tingkat rumah dengan menyediakan 2 unit penampungan sampah terdiri dari sampah organic dan anorganik Pewadahan komunal (container atau TPS) khusus untuk menampung berbagai jenis sampah baik organik maupun anorganik seperti untuk sampah plastik, gelas, kertas, pakaian/tekstil, logam, sampah besar (bulky waste), sampah B3 (batu baterai, lampu neon, dll) dan lainlain.

3. Pengumpulan

Waktu pengumpulan door to door setiap 1 sampai 2 hari Waktu pengumpulan sampah dari TPS 1 x seminggu

4. Pengangkutan

Pengumpulan sampah dengan compactor truck berbeda untuk setiap jenis sampah.

5. Daur Ulang Contoh kegiatan daur ulang adalah antara lain adalah :

Pemanfaatan kembali kertas bekas yang dapat digunakan terutama untuk keperluan eksternal Plastik bekas diolah kembali untuk dijadikan sebagai bijih plastik untuk dijadikan berbagai peralatan rumah tangga seperti ember dll Peralatan elektronik bekas dipisahkan setiap komponen pembangunnya (logam, plastik/kabel, baterai dll) dan dilakukan pemilahan untuk setiap komponen yang dapat digunakan kembali Gelas/botol kaca dipisahkan berdasarkan warna gelas (putih, hijau dan gelap) dan dihancurkan

6. Composting

Composting dilakukan secara manual atau semi mekanis baik untuk skala individual, komunal maupun skala besar (di lokasi landfill). Pembuatan lubang biopori yang berfungsi upaya composting juga dan sebagai lubang resapan air.

7. Biogas

Sampah organik sebagian diolah dengan alat digester sebagai energi (gas bio). Pemanfaatan gas bio antara lain untuk district heating, energi listrik, dan kompor untuk memasak.

8. Incinerator

Incinerator komunal dengan kapasitas minimal per unitnya 500 ton per hari. Energi panas dari incinerator digunakan untuk district heating (T 50 70 derajat Celcius) dan supplai listrik (20 40 % pasokan listrik berasal dari incinerator). Emisi gas dari Incinerator sesuai dengan ketentuan standar kualitas udara termasuk komponen dioxin.

9. Landfill

Landfill di fasilitasi oleh sarana utama dan saran penunjang yang lengkap Pemadatan sampah mencapai kepadatan 700 800 ton/m3 Penutupan tanah harian dengan geo textile Penutupan tanah intermediate memanfaatkan sisa konstruksi bangunan Penutupan tanah akhir dilakukan dengan sangat ketat dan mencapai ketebalan 2 10m Pengolahan gas dilengkapi dengan gas regulator, pompa pengisap gas, alat deteksi gas, turbin, boiler dan lain-lain.

Pengolahan lindi (leachate) dilakukan dengan aerator atau oxidation pond Efluennya harus dialirkan ke pipa sewerage yang menuju instalasi pengolahan air limbah (IPAL)

Peningkatan Kapasitas Peran Serta Masyarakat dan Swasta 1. Peran Masyarakat Diperlukan upaya peningkatan kesadaran masyarakat yang tinggi dalam pengelolaan sampah. Upaya yang dilakukan meliputi :

Masyarakat memiliki kesadaran untuk mengurangi jumlah sampah dari sumbernya Masyarakat memiliki kesadaran (willingness to pay) yang tinggi terhadap biaya pengelolaan sampah Masyarakat merasa bangga dapat menjaga lingkungan tetap bersih

2. Peran Swasta

Diperlukan peran serta swasta dalam pengelolaan sampah (pengumpulan/pengangkutan, incinerator, daur ulang, landfill, dll) yang dilakukan dengan professional, transparan dan accountable. Diperlukan perangkat kebijakan dalam pengelolaan sampah oleh swasta seperti kemudahan dalam memenuhi ketentuan dan adanya intensif yang menarik dari pemerintah terhadap swasta yang melakukan bisnis pengolahan sampah. Adanya kompetisi yang sehat dalam memenangkan tender dan kualitas pekerjaan yang sangat baik (tidak ada KKN).

Peningkatan Kapasitas Kebijakan Kebijakan penanganan sampah diperlukan scenario, jangka waktu dan target yang jelas. Seperti Swedia berencana pengurangan sampah sebesar 70 % pada tahun 2015. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan energi sampah semaksimal mungkin. Berbeda dengan konsep kebijakan persampahan di Indonesia yang tidak memiliki skenario, jangka waktu dan target yang jelas. Peningkatan kapasitas Kelembagaan

Diperlukan adanya pemisahan peran stakeholder antara pembuat kebijakan dan operator. Diperlukan peran Pemerintah (Pusat maupun kota) yang lebih dominan sebagai pembuat kebijakan dan fasilitator. Kemampuan SDM yang handal dan profesional dalam sistem pengelolaan sampah merupakan modal yang kuat dalam menentukan keberhasilan program kebersihan di swedia, untuk itu diperlukan upaya serius dalam meningkatkan kualitas SDM.

Peningkatan Kapasitas Keuangan

Retribusi yang dibebankan kepada masyarakat dibayarkan per tahun dengan nilai yang sesuai dengan jumlah sampah yang dihasilkan Insentif diberikan kepada mereka yang secara signifikan dapat mengurangi jumlah sampah (untuk kompos maupun daur ulang). Pendapatan dari retribusi 100 % dikembalikan untuk biaya pengelolaan sampah melalui kontrak dengan pihak swasta.

Peningkatan Kapasitas Peraturan Peraturan yang dibuat oleh Pemerintah yang berkaitan dengan ketentuan pengelolaan sampah harus realistis, sistematis dan menjadi acuan dalam pelaksanaan penanganan sampah di lapangan baik oleh pihak pengelola maupun masyarakat.

Pembangkit Listrik Tenaga SampahSelama ini kita mengenal sampah sebagai suatu yang menjijikan dapat kita manfaatkan tetapi minim,selama ini kita mengelola sampah hanya sebatas menjadikannya sebagai kompos/pupuk alami dan dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan, tetapi sampah diubah menjadi tenaga listrik,rasanya baru kali ini terdengar bayangkan jika ada PLTS (pembangkit Listrik tenaga samapah) kesannya sangat lucu. Tetapi jangan kuatir Mimpi mengubah sampah dan limbah menjadi aliran listrik kian mendekati kenyataan, terlebih ketika para peneliti dari Universitas Minnesota Amerika Serikat menemukan kunci konversi sampah ke listrik(waw.). Baru-baru ini hasil penelitian tim Universitas Minnesota mendapati bahwa organisme bakteri yang mampu menghasilkan listrik bisa ditingkatkan produksi energinya dengan pasokan riboflavin- yang lazimnya dikenal dengan vitamin B-2. Bakteri penghasil listrik itu bernama Shewanella, seringnya didapati di air dan tanah. Bakteri ini bisa mengubah asam susu (lactic acid) menjadi listrik, kata Daniel Bond dan Jeffrey Gralnick dari Jurusan Mikrobiologi Institut Bio-Teknologi Universitas Minnesota yang memimpin penelitian. Ini sangat membahagiakan buat kami, karena menuntaskan teka-teki biologi yang sangat fundamental, kata Bond. Ia menjelaskan, Para pakar selama sudah bertahun-tahun mengetahui bahwa Shewanella bisa menghasilkan listrik. Dan sekarang kami tahu bagaimana bakteri ini melakukannya.Penemuan ini juga berarti bakteri Shewanellabisa memproduksi energi lebih banyak lagi bisa riboflavinditingkatkan jumlahnya. Selain itu penelitian tim Universitas Minnesota ini juga membuka peluang bagi berbagai inovasi di bidang energi terbarukan dan pembersihan lingkungan. Hasil penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Proceedings of the National Academy of Sciencesedisi 3 Maret 2008. Tim penelitian yang lintas-disiplin ilmu ini menunjukkan bahwa bakteri tumbuh di elektroda yang secara alamiah menghasilkan riboflavin. Karena riboflavinsanggup membawa elektron dari sel-sel hidup ke elektroda, maka angka produksi listrik pun bisa ditingkatkan menjadi 370 persen saat riboflavinditambah jumlahnya. Penambahan bahan bakar mikroba ini menggunakan bakteri serupa yang bisa menghasilkan listrik untuk membersihkan limbah air. Bakteri bisa membantu kita menurunkan biaya pabrik pengelolaan limbah air, kata Bond. Tapi untuk aplikasi yang lebih ambisius seperti listrik untuk transportasi rumah atau bisnis, masih kata Bond, dibutuhkan temuan ilmu biologi yang lebih mutahir dan pasokan bahan bakar sel yang lebih murah. Lalu timbul pertanyaan, Bagaimana bakteri ini bisa menghasilkan listrik? Secara alamiah, bakteri seperti Shewanella butuh mendapatkan dan melarutkan benda-benda logam seperti besi. Dengan kemampuan mengarahkan secara langsung elektron ke logam, membuat bakteri ini bisa mengubah kadar kimia dan tingkat ketersediaannya. Bakteri sudah sejak miliar tahun lalu mengubah kadar kimia di lingkungan hidup kita, kata Gralnick. Kemampuan mereka membuat besi menjadi zat yang terlarutkan adalah kunci dari proses siklus logam di lingkungan dan memainkan peran yang sangat penting buat kehidupan di Bumi,

tambahnya. Proses ini bisa berlaku terbalik untuk menghindari logam terkena kerosi, teruma buat logam-logam di kapal laut.

Membuat Kompos Dari Sampah Rumah TanggaSampah Rumah Tangga terdiri dari sampah organik dan anorganik.

Sampah organik dibagi dua yaitu : 1. Sampah Organik Hijau (sisa sayur mayur dari dapur) Contohnya : tangkai/daun singkong, papaya, kangkung, bayam, kulit terong, wortel, labuh siam, ubi, singkong, kulit buah-buahan, nanas, pisang, nangka, daun pisang, semangka, ampas kelapa, sisa sayur / lauk pauk, dan sampah dari kebum (rumput, daun-daun kering/basah) . 2. Sampah Organik Hewan yang dimakan seperti ikan, udang, ayam, daging, telur dan sejenisnya. Sampah anorganik yaitu berupa bahan-bahan seperti kertas, karton, besek, kaleng, bermacammacam jenis plastik, styrofoam, dll. Sampah organik hijau dipisahkan dari sampah organik hewan agar kedua bahan ini bisa diproses tersendiri untuk dijadikan kompos. Sedangkan sampah anorganik berupa plastik dikurangi pemakaiannya, memakai ulang barang-barang yang diperlukan, didaur ulang, yang masih bersih dikumpulkan dan diberikan kepada pemulung. Sampah anorganik yang dapat didaur ulang misalnya : - kemasan-kemasan plastik untuk dijadikan tas. - Botol plastik bekas dapat dibuat menjadi tutup gelas. - Gelas plastik bekas dapat dibuat pot-pot tanaman Sampah yang bersih dapat dijual/diberikan pada pemulung. Misalnya karton, kardus, styrofoam, besek, botol, plastik-plastik kemasan makanan, kantong-kantong plastik, koran, majalah, kertaskertas, dan sebagainya. Jenis-jenis yang bersih ini pisahkan dalam satu kantong, langsung saja diberikan pada pemulung tanpa dibuang ke bak sampah terlebih dahulu. Sampah yang benar-benar kotor dan kita tidak bisa mendaur ulang, tidak layak diberikan pada pemulung. Inilah yang dibuang dalam bak sampah. Dengan demikian kita dapat membantu mengurangi volume sampah yang dibuang di TPA (Tempat Pembuangan Akhir).

Mendaur Ulang Sampah Dapur Rumah Tangga Alternatif 1 :

Siapkan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kardus Bantalan yang dibuat dari sabut kelapa yang dibungkus dengan kasa nyamuk plastik 5-6 kg kompos yang dibuat dari tumbuh-tumbuhan Sampah yang telah dipotong-potong ukuran 2 - -4 cm Alat pengaduk Karung plastik yang berpori-pori (untuk membungkus kardus) atau keranjang tempat cucian baju kotor (takakura).

Cara membuat : 1. Letakkan bantalan sabut kelapa diatas adukan kompos + sampah 2. Lakukan lapis demi lapis sampai kardus penuh. Kardus disimpan di dalam keranjang (takakura) atau bungkus dengan karung plastik yang berpori. Letakkan ditempat yang tidak terkena hujan dan terik matahari. Setiap 3-4 hari dibuka dan diaduk-aduk, lakukan terus sampai seluruh sampah menjadi hitam, hancur. 3. Sampah telah berubah menjadi kompos siap pakai/dijual. (untuk dijual, diayak terlebih dahulu). Jika kardus pertama penuh, buatlah kardus kedua, dst. Alternatif 2 : 1. 2. 3. 4. Wadah drum, ember plastik atau gentong Wadah diberi lubang didasarnya untuk pertukaran udara Bahan sampah yang dipotong 2 4 cm Mikroorganisma pengurai sebagai aktivator. Contohnya EM-4, Starbio, Temban. Bahanbahan ini bisa diganti dengan kompos dari tumbuh-tumbuhan. 5. Air 6. Alat pengaduk. Cara membuat : 1. Bahan sampah dimasukkan didalam wadah selapis, kemudian ditambahkan kompos atau mikroorganisma pengurai 2. Lakukan terus menerus selapis demi selapis sampai wadah penuh 3. Disiram dengan air secara merata 4. Pada hari ke 5 -7, media dapat diaduk-aduk. Pengadukan diulang setiap lima hari dan dihentikan sampai sampah menjadi hitam dan hancur. 5. Sampah telah berubah menjadi kompos.

Catatan : Pengaturan suhu merupakan faktor penting dalam pengomposan. Salah satu faktor yang sangat menentukan suhu adalah tingginya tumpukan. Tumpukan lahan yang terlalu rendah akan berakibat

cepatnya kehilangan panas. Ini disebabkan tidak adanya cukup material untuk menahan panas yang dilepaskan sehingga mikroorganisma tidak akan berkembang secara wajar. Sebaliknya bila timbunan terlalu tinggi, akan terjadi kepadatan bahan organic yang diakibatkan oleh berat bahan sehingga suhu menjadi sangat tinggi dan tidak ada udara di dalam timbunan. Tinggi timbunan yang memenuhi syarat adalah 1,2 2,0 meter dan suhu ideal selama proses pengomposan adalah 40 derajat-50 derajat C. Untuk mempercepat terjadinya proses pengomposan, maka pH timbunan harus diusahakan tidak terlalu rendah. Namun, pH timbunan yang rendah dapat dicegah dengan pemberian kapur, abu dapur atau abu kayu. Bahan mentah yang baik untuk penguraian atau perombakan berkadar air 50 70 %. Bahan dari hijauan biasanya tidak memerlukan tambahan air, sedangkan cabang tanaman yang kering atau rumput-rumputan harus diberi air saat dilakukan penimbunan. Kelembaban timbunan secara menyeluruh diusahakan sekitar 40 60 %. Pada saat pengomposan akan timbul asap dari panas yang dikeluarkan. Hal ini akan mengakibatkan timbunan bahan menjadi kering. Agar hal ini dapat diketahui sedini mungkin, ke dalam timbunan perlu ditancapkan bambu panjang.

PEMANFAATAN SAMPAH SEBAGAI UPAYA MENGURANGI PEMANASAN GLOBAL

Istilah sampah pasti sudah tidak asing lagi ditelinga. Jika mendengar istilah sampah, pasti yang terlintas dalam benak adalah setumpuk limbah yang menimbulkan aroma bau busuk yang sangat menyengat. Sampah diartikan sebagai material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah adalah zat kimia, energi atau makhluk hidup yang tidak mempunyai nilai guna dan cenderung merusak. Sampah merupakan konsep buatan manusia, dalam proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada hanya produk-produk yang tak bergerak (wikipedia). Sampah dapat berada pada setiap fase materi yitu fase padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua fase yaitu cair dan gas, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi. Bila sampah masuk ke dalam lingkungan (ke air, ke udara dan ke tanah) maka kualitas lingkungan akan menurun. Peristiwa masuknya sampah ke lingkungan inilah yang dikenal sebagai peristiwa pencemaran lingkungan (Pasymi). Berdasarkan sumbernya sampah terbagi menjadi sampah alam, sampah manusia, sampah konsumsi, sampah nuklir, sampah industri, dan sampah pertambangan. Sedangkan berdasarkan sifatnya sampah dibagi menjadi dua yaitu 1) sampah organik atau sampah yang dapat diurai (degradable) contohnya daun-daunan, sayuran, sampah dapur dll, 2) sampah anorganik atau sampah yang tidak terurai (undegradable) contohnya plastik, botol, kaleng dll. Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri, misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi. Laju pengurangan sampah lebih kecil dari pada laju produksinya. Hal ini lah yang menyebabkan sampah semakin menumpuk di setiap penjuru kota. Besarnya timbunan sampah yang tidak dapat ditangani tersebut akan menyebabkan berbagai permasalahan baik langsung maupun tidak langsung bagi penduduk kota apalagi daerah di sekitar tempat penumumpukan. Dampak langsung dari penanganan sampah yang kurang bijaksana diantaranya adalah berbagai penyakit menular maupun penyakit kulit serta gangguan pernafasan, sedangkan dampak tidak langsungnya diantaranya adalah bahaya banjir yang disebabkan oleh terhambatnya arus air di sungai karena terhalang timbunan sampah yang dibuang ke sungai.

Selain penumpukan di tempat pembuangan sementra (TPS), sampah pun akan semakin meningkat jumlah nya di tempat pembuangan akhir (TPA). Dengan semakin bertumpuknya sampah di TPATPA, akan lebih berpeluang menimbulkan bencana seperti yang terjadi di salah satu TPA yang ada di Bandung beberapa tahun lalu. Bencana longsong yang terjadi di TPA tersebut terjadi karena adanya akumulasi panas dalam tumpukan sampah yang pada akhirnya menimbulkan ledakan yang sangat hebat. Karena ledakan inilah maka sampah-sampah tersebut longsor dan menimbun puluhan rumah serta pemiliknya. Tak kurang dari 100 orang meninggal karena peristiwa ini. Dari kejadian tersebut kita harus berfikir keras bagaimana agar bencana serupa tidak trjadi di TPA-TPA yang lainnya. Selain dampak yang telah disebutkan tadi, secara tidak langsung sampah yang menumpuk akan berpengaruh pada perubahan iklim akibat adanya kenaikan temperatur bumi atau yang lebih dikenal dengan istilah pemanasan global. Seperti yang telah kita ketahui bahwa pemanasan global terjadi akibat adanya peningkatan gas-gas rumah kaca seperti uap air, karbondioksida (CO2), metana (CH4), dan dinitrooksida (N2O). Dari tumpukan sampah ini akan dihasilkan ber ton-ton gas karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas metana (CH4) dapat dirubah menjadi sumber energi yang akhirnya bisa bermanfaat bagi manusia. Sedangkan untuk gas karbondioksida (CO2), sampai saat ini belum ada pemanfaatan yang signifikan. Akan tetapi proses perubahan gas metana (CH4) menjadi energi tetap saja menghadapi kendala diantaranya adalah kurangnya prospek dari segi ekonomi, yang akhirnya membuat perkembangannya masih tetap jalan ditempat dan entah kapan akan maju. Akibatnya gas metana (CH4) yang dihasilkan dari tumpukan sampah hanya dapat dibiarkan saja mengapung keudara tanpa bisa dimanfaatkan. Gas karbondioksida (CO2) yang dihasilkan di TPA-TPA pun tidak hanya berasal dari penumpukan sampah-sampah saja. Tetapi berasala juga dari pembakaran-pembakaran sampah plastik yang di lakukan oleh pemulung. Para pemulung ini membakar sampah plastik untuk lebih memudahkan dalam memilih sampah-sampah yang tidak bisa dibakar seperti besi. Padahal dengan pembakaran ini akan sangat merugikan terutama bagi kesehatan masyarakat disekitar tempat pembakaran. Besarnya gas karbondioksida (CO2) yang dihasilkan dari pembakaran tentu saja akan

semakin meningkatkan temperatur di permukaan bumi ini. selain itu abu dari sisa pembakaran sampah akan menimbulkan gangguan pernafasan pada masyarakat sekitar. Menurut Sumaiku selain menghasilkan gas karbondioksida (CO2) dalam jumlah besar, pembakaran sampah akan menghasilkan senyawa yang disebut dioksin. Dioksin adalah istilah yang umum dipakai untuk salah satu keluarga bahan kimia beracun yang mempunyai struktur kimia yang mirip serta mekanisma peracunan yang sama. Keluarga bahan kimia beracun ini termasuk (a) Tujuh Polychlorinated Dibenzo Dioxins (PCDD); (b) Duabelas Polychlorinated Dibenzo Furans (PCDF); dan (c) Duabelas Polychlorinated Biphenyls (PCB). Racun udara dioksin akan berbahaya pada gangguan fungsi daya tahan tubuh, kanker, perubahan hormon, dan pertumbuhan yang abnormal. Dengan demikian pengurangan sampah dengan pembakaran lebih baik dihindari Ada beberapa cara pengurangan sampah yang lebih baik dari pembakaran yaitu seperti yang diterangkan dalam web wahli. Ada empat prinsip yang dapat digunakan dalam menangani maslah sampah ini. Ke empat prinsip tersebut lebih dikenal dengan nama 4R yang meliputi:1. Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang kita

pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan. 2. Reuse (Memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah. 3. Recycle (Mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain. 4. Replace (Mengganti); teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang barang yang hanya bisa dipakai sekalai dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, misalnya, ganti kantong keresek kita dengan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami. Sedangkan menurut Syahputra pola yang dapat dipakai dalam penanggulangan sampah meliputi Reduce, Reuse, dan Recycle, dan Composting (3RC) yang merupakan dasar dari penanganan sampah secara terpadu. Reduce (mengurangi sampah) atau disebut juga precycling merupakan langkah pertama untuk mencegah penimbunan sampah. Reuse (menggunakan kembali) berarti menghemat dan mengurangi sampah dengan cara menggunakan kembali barang-barang yang telah dipakai. Apa saja barang yang masih bisa

digunakan, seperti kertas-kertas berwarna-warni dari majalah bekas dapat dimanfaatkan untuk bungkus kado yang menarik. Menggunakan kembali barang bekas adalah wujud cinta lingkungan, bukan berarti menghina. Recycle (mendaur ulang) juga sering disebut mendapatkan kembali sumberdaya (resource recovery), khususnya untuk sumberdaya alami. Mendaur ulang diartikan mengubah sampah menjadi produk baru, khususnya untuk barang-barang yang tidak dapat digunakan dalam waktu yang cukup lama, misalnya kertas, alumunium, gelas dan plastik. Langkah utama dari mendaur ulang ialah memisahkar sampah yang sejenis dalam satu kelompok. Composting merupakan proses pembusukan secara alami dari materi organik, misalnya daun, limbah pertanian (sisa panen), sisa makanan dan lain-lain. Pembusukan itu menghasilkan materi yang kaya unsur hara, antara lain nitrogen, fosfor dan kalium yang disebut kompos atau humus yang baik untuk pupuk tanaman. Di Jakarta, pembuatan kompos dilakukan dengan menggunakan sampah organik Tentunya cari ini akan lebih baik digunakan dari pada dengan cara pembakaran. Karena selain mengurangi efek pemanasan global dengan mengurangi volume gas karbondioksida (CO2 ) yang dihasilkan, cara ini tidak mempunyai efek samping baik bagi masyarakat ataupun lingkungan. Seperti kata pepatah pencegahan penyakit akan lebih baik dari pada mengobatinya. Kata bijak ini juga bisa digunakan dalam strategi penanganan sampah yakni mencegah terbentuknya sampah lebih baik dari pada mengolah/memusnakan sampah. Karena bagaimanapun mengolah/ memusnahkan sampah pasti akan menghasilkan jenis sampah baru yang mungkin saja lebih berbahaya dari sampah yang dimusnakan. Jadi mari mulai sekarang kita bebenah diri untuk mengurangi hal-hal yang bisa membentuk sampah.

Pemanfaatan Sampah Di Negara MajuPengelolaan Sampah Di Negara-Negara Maju Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang (material) yang kita gunakan sehari-hari. Jenis sampah pun sangat tergantung dari jenis material yang kita konsumsi.

Secara umum, jenis sampah dapat dibagi 2 yaitu sampah organik biasa juga kita sebut sampah basah dan sampah anorganik kita sebut sampah kering. Sampah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur, dll. Sampah kering, seperti kertas, plastik, kaleng, botol, besi dll. Sampah organik dapat terdegradasi membusuk dan hancur secara alami. Sedangkan sampah anorganik, sampah jenis ini tidak dapat terdegradasi secara alami serta memerlukan proses berpuluh tahun agar hancur. Semua negara di dunia mengalami masalah sampah ini, mari kita tengok bagaimana pengelolaan sampah di negara-negara maju? Pertama di Asia, contohnya: negara Jepang yang kita kenal dengan budaya tachiyomi (membaca sambil berdiri di toko buku tanpa membeli). Selain itu, Jepang sangat disiplin dalam mengelola sampah sangat jauh berbeda dengan negara kita (Indonesia). Mereka (Jepang) telah membuat peraturan tentang pengelolaan sampah ini, yang diatur oleh pemerintah kota. Mereka telah menyiapkan dua buah kantong plastik besar dengan warna berbeda, hijau dan merah. Namun selain itu ada beberapa kategori lainnya, yaitu: botol PET, botol beling, kaleng, batu betere, barang pecah belah, sampah besar dan elektronik yang masing-masing memiliki cara pengelolaan dan jadwal pembuangan berbeda. Sebagai ilustrasi, cara membuang botol minuman plastik adalah botol PET dibuang di keranjang kuning punya pemerintah kota. Setelah sebelumnya label plastik yang menempel di botol itu kita copot dan penutup botol kita lepas, label dan penutup botol plastik harus masuk ke kantong sampah berwarna merah dan dibuang setiap hari kamis. Apabila dalam label itu ada label harga yang terbuat dari kertas, pisahkan label kertas tersebut dan masukkan ke kantong sampah berwarna hijau dan buang setiap hari Selasa. Selain pengelolaan sampah di rumah, departemen store, convenient store, dan supermarket juga menyediakan kotak-kotak sampah untuk tujuan recycle (daur ulang). Kotak-kotak tersebut disusun berderet berderet di dekat pintu masuk, kotak untuk botol beling, kaleng, botol PET. Bahkan di beberapa supermarket tersedia untuk kemasan susu dan jus (yang terbuat dari kertas). Uniknya lagi, dalam kotak kemasan susu atau jus (biasanya terpisah), terdapat ilustrasi tentang cara menggunting dan melipat kemasan sedemikian rupa sebelum dimasukkan ke dalam kotak. Proses daur ulang itu pun sebagian besar dikelola perusahaan produk yang bersangkutan, dan perusahaan lain atau semacam yayasan untuk menghasilkan produk baru. Hebatnya lagi, informasi tentang siapa yang akan mengelola proses recycle juga tertulis dalam setiap kotak sampah. Sementara, pengelolaan sampah di stasiun kereta bawah tanah, shinkansen, pada saat para penumpang turun dari kereta adapetugas yang berdiri di depan pintu keluar dengan membawa kantong plastik sampah besar siap untuk menampung kotak bento dan botol kopi penumpang sambil tak lupa untuk membungkuk dan mengucapkan "otsukaresama deshita!." Sebelum isu meningkatnya gerakan anti-terorisme (setidaknya mereka menyebut demikian), pada awalnya, di tempat umum juga menyediakan menyediakan kotak-kotak sampah, biasanya untuk kategori kaleng, beling, dan sampah biasa (ordinary).

*** Sementara itu di Eropa dalam mengatasi masalah sampah ini, Komisi Eropa telah membuat panduan dasar pengelolaan sampah yang diperuntukkan untuk negara-negara anggotanya, seperti Belanda, Swedia dan Jerman. Dalam penyusunan panduan itu melibatkan pemerintah, pengusaha, dan rakyat masing-masing negara. Lalu, Kebijaksanaan Eropa itu kemudian diterjemahkan oleh parlemen negara masing-masing ke dalam perundang-undangan domestik, yang berlaku buat pemerintah pusat hingga daerah. Sampai dengan abad ke-17 penduduk Belanda melempar sampah di mana saja sesuka hati. Di abad berikutnya sampah mulai menimbulkan penyakit, sehingga pemerintah menyediakan tempattempat pembuangan sampah. Di abad ke-19, sampah masih tetap dikumpulkan di tempat tertentu, tapi bukan lagi penduduk yang membuangnya, melainkan petugas pemerintah daerah yang datang mengambilnya dari rumah-rumah penduduk. Di abad ke-20 sampah yang terkumpul tidak lagi dibiarkan tertimbun sampai membusuk, melainkan dibakar. Kondisi pengelolaan sampah di Negeri Kincir Angin (Belanda) saat itu kira-kira sama seperti di Indonesia saat ini. Kini di abad ke-21 teknologi pembakaran sampah yang modern mulai diterapkan. Teknologi itu memungkinkan pembakaran tidak menimbulkan efek sampingan yang merugikan kesehatan. Agar tujuan itu tercapai, sebelum dibakar sampah mesti dipilah-pilah, bahkan sejak dari rumah. Hanya yang tidak membahayakan kesehatan yang boleh dibakar. Sampah yang memproduksi gas beracun ketika dibakar harus diamankan dan tidak boleh dibakar. Yang lebih menggembirakan, selain bisa memusnahkan sampah, ternyata pembakaran itu juga membangkitkan listrik. Sementara, pengelolaan sampah di Swedia selalu mengedepankan bahwa sampah merupakan salah satu resources yang dapat digunakan sebagai sumber energi. dasar pengelolaan sampah diletakkan pada minimasi sampah dan pemanfaatan sampah sebagai sumber energi. Keberhasilan penanganan sampah itu didukung oleh tingkat kesadaran masyarakat yang sudah sangat tinggi. Landasan kebijakan Swedia, senyawa beracun yang terkandung dalam sampah harus dikurangi sejak pada tingkat produksi. Minimasi jumlah sampah dan daur ulang ditingkatkan. Pembuangan sampah yang masih memiliki nilai energi dikurangi secara signifikan. Sehingga, kebijaksanaan pengelolaan sampah swedia antara lain meliputi: Pengurangan volume sampah yang dibuang ke TPA harus berkurang sampai dengan 70 % pada tahun 2015. Sampah yang dapat dibakar (combustible waste) tidak boleh dibuang ke TPA sejak tahun 2002. Sampah organik tidak boleh dibuang ke TPA lagi pada tahun 2005. Tahun 2008 pengelolaan lokasi landfill harus harus sesuai dengan ketentuan standar lingkungan. Pengembangan teknologi tinggi pengolahan sampah untuk sumber energi ditingkatkan. Sedangkan di Jerman terdapat perusahaan yang menangani kemasan bekas (plastik, kertas, botol, metal dsb) di seluruh negeri, yaitu DSD/AG (Dual System Germany Co). DSD dibiayai oleh perusahaan-perusahaan yang produknya menggunakan kemasan. DSD bertanggung jawab untuk memungut, memilah dan mendaur ulang kemasan bekas. Berbeda dengan kondisi Jerman 30 tahun silam, terdapat 50.000 tempat sampah yang tidak

terkontrol, tapi kini hanya 400 TPA (Tempat Pembuangan Akhir). 10-30 % dari sampah awal berupa ? slag?yang kemudian dibakar di insinerator dan setelah ionnya dikonversikan, dapat digunakan untuk bahan konstruksi jalan. Cerita menarik proses daur ulang ini datangnya dari Passau Hellersberg adalah sampah organik yang dijadikan energi. Produksi kompos dan biogas ini memulai operasinya tahun 1996. Sekitar 40.000 ton sampah organik pertahun selain menghasilkan pupuk kompos melalui fermentasi, gas yang tercipta digunakan untuk pasokan listrik bagi 2.000 ?3.000 rumah. Sejak 1972 pemerintah Jerman melarang sistem ? sanitary landfill?karena terbukti selalu merusak tanah dan air tanah. Bagaimanapun sampah merupakan campuran segala macam barang (tidak terpakai) dan hasil reaksi campurannya seringkali tidak pernah bisa diduga akibatnya. Pada beberapa TPA atau instalasi daur ulang selalu terdapat pemeriksaan dan pemilahan secara ? manual? Hal ini untuk menghindari bahan berbahaya tercampur dalam proses, seperti misalnya . baterei dan kaleng bekas oli yang dapat mencemari air tanah. Sampah berbahaya ini harus dibuang dan dimusnahkan dengan cara khusus.

Makanan Sehat yang Ternyata SAMPAHSemua makanan instan itu adalah junk food alias makanan sampah. Itulah yang terpatri di benak kebanyakan orang. Akibat kampanye kesehatan yang dicerna agak miring, otomatis publik menganggap semua makanan instan adalah sampah. Terlebih lagi jika makanan itu berasal dari budaya barat. Iklan memang kadang memberi efek berlebihan pada kehidupan kita. Padahal ada sejumlah makanan yang selintas kita anggap sampah justru memiliki kandungan gizi yang masih layak dikonsumsi andai diolah secara baik. Berikut daftar beberapa makanan yang awalnya adalah makanan sehat, tapi setelah terlalu dikomersilkan justru menjadi sampah.

1. Pizza Bukan hanya kita di Indonesia, bahkan orang Amerika pun menganggap pizza masuk kategoru junk food. Bisa jadi akibat bingung dengan iklan di televisi. Padahal di negara asalnya, Italia, ada hukum yang mengatur bagaimana komposisi pizza idealnya dibuat. Ditentukan mulai dari jenis tepungnya, tomat, mozarela, sampai ke minyak zaitunnya. Makanan ini jika diolah sesuai ketentuan merupakan makanan praktis lagi kaya gizi. Sayangnya, mulai banyak pizza yang diolah terlalu komersil sehingga mengandung terlalu banyak lemak, kalori, sodium, namun rendah gizi. 2.Sayuran Organik Komersil. Awalnya ini adalah ide yang baik. Sejumlah petani memulai gerakan tanaman organik, menghindari pestisida dan pupuk kimia. Mereka menanam dengan cara alamiah.Namun setelah 30 tahun berlalu, produk tanaman organik menjadi kasus. Sejumlah waralaba besar menginginkan profit berlebih. Akibatnya diproduksi makanan sampah organik seperti susu organik, sayuran organik, yang semuanya berlabel. 3. Sereal. Di Indonesia kini sarapan pagi yang biasa bermenu nasi uduk atau lontong sayur mulai digeser dengan sereal. Aslinya, sereal yang ideal terbuat atas gandum, oat atau beras. Intinya adalah bahan pangan untuk manusia. Kandungannya adalah protein, lemak sehat dan vitamin. sayang, mulai marak produsen makanan yang menambah bahan gula, sirup jagung, garam, makanan yang dikeringkan dan sejenisnya. Bahan-bahan inilah yang membuat sereal menjadi sampah di tubuh kita. 4. Roti Tawar. Roti tawar yang berbahaya bagi kesehatan adalah yang mengandung bahan tak sehat. Dan ini justru yang banyak beredar di negara maju seperti AS. Yakni mengandung tepung dengan gula, siruo jagunng, bahkan sejumlah bahan tambahan tak berguna. Kandungannya membuat orang berisiko menderita obesitas dan diabetes sebab sekali dimakan akan langsung dikonversi menjadi gula darah bernama glokosa. Glukosa ini membuat pankreas bekerja keras dan merusak organ sekitar. Roti tawar yang sehat adalah yang terbuat dari tepung dan air dengan sedikit garam dan yeast. 5. Teh Hijau Dipercaya berkhasiat mencegah kanker, teh hijau banyak dikonsumsi di Asia termasuk Indonesia. Teh ini mengandung antioksidan dan komponen lain yang katanya mengurangi risiko kanker, serangan jantung, bahkan membuat awet muda. Kini teh hijau banyak dijual dalam kemasan botol, ditambah beragam rasa agar menarik. Zat seperti gula, bahan penambah rasa dan pengawet justru membuat teh hijau bukan lagi minuman sehat. Kini pilihan ada di tangan kita sendiri. Mau makanan sehat tapi agak repot, atau praktis namun sudah menjadi sampah?

Penanggulangan SampahSampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang/material yang kita gunakan sehari-hari. Demikian juga dengan jenis sampah, sangat tergantung dari jenis material yang kita konsumsi. Oleh karena itu pegelolaan sampah tidak bisa lepas juga dari pengelolaan gaya hidup masyrakat. Peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup sangat berpengaruh pada volume sampah. Misalnya saja, kota Jakarta pada tahun 1985 menghasilkan sampah sejumlah 18.500 m3 per hari dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 25.700 m3 per hari. Jika dihitung dalam setahun, maka volume sampah tahun 2000 mencapai 170 kali besar Candi Borobudur (volume Candi Borobudur = 55.000 m3). [Bapedalda, 2000]. Selain Jakarta, jumlah sampah yang cukup besar terjadi di Medan dan

Bandung. Kota metropolitan lebih banyak menghasilkan sampah dibandingkan dengan kota sedang atau kecil. Jenis Sampah Secara umum, jenis sampah dapat dibagi 2 yaitu sampah organik (biasa disebut sebagai sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sapah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur, dll. Sampah jenis ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami. Sebaliknya dengan sampah kering, seperti kertas, plastik, kaleng, dll. Sampah jenis ini tidak dapat terdegradasi secara alami. Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia merupakan sampah basah, yaitu mencakup 60-70% dari total volume sampah. Oleh karena itu pengelolaan sampah yang terdesentralisisasi sangat membantu dalam meminimasi sampah yang harus dibuang ke tempat pembuangan akhir. Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya. Selama ini pengleolaan persampahan, terutama di perkotaan, tidak berjalan dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sapah bersifat terpusat. Misanya saja, seluruh sampah dari kota Jakarta harus dibuag di Tempat Pembuangan Akhir di daerah Bantar Gebang Bekasi. Dapat dibayangkan berapa ongkos yang harus dikeluarkan untuk ini. Belum lagi, sampah yang dibuang masih tercampur antara sampah basah dan sampah kering. Padahal, dengan mengelola sampah besar di tingkat lingkungan terkecil, seperti RT atau RW, dengan membuatnya menjadi kompos maka paling tidak volume sampah dapat diturunkan/dikurangi. Alternatif Pengelolaan Sampah Untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan alternatif-alternatif pengelolaan. Landfill bukan merupakan alternatif yang sesuai, karena landfill tidak berkelanjutan dan menimbulkan masalah lingkungan. Malahan alternatif-alternatif tersebut harus bisa menangani semua permasalahan pembuangan sampah dengan cara mendaur-ulang semua limbah yang dibuang kembali ke ekonomi masyarakat atau ke alam, sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap sumberdaya alam. Untuk mencapai hal tersebut, ada tiga asumsi dalam pengelolaan sampah yang harus diganti dengan tiga prinsipprinsip baru. Daripada mengasumsikan bahwa masyarakat akan menghasilkan jumlah sampah yang terus meningkat, minimisasi sampah harus dijadikan prioritas utama. Sampah yang dibuang harus dipilah, sehingga tiap bagian dapat dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal, daripada dibuang ke sistem pembuangan limbah yang tercampur seperti yang ada saat ini. Dan industri-industri harus mendesain ulang produk-produk mereka untuk memudahkan proses daur-ulang produk tersebut. Prinsip ini berlaku untuk semua jenis dan alur sampah. Pembuangan sampah yang tercampur merusak dan mengurangi nilai dari material yang mungkin

masih bisa dimanfaatkan lagi. Bahan-bahan organik dapat mengkontaminasi/ mencemari bahanbahan yang mungkin masih bisa di daur-ulang dan racun dapat menghancurkan kegunaan dari keduanya. Sebagai tambahan, suatu porsi peningkatan alur limbah yang berasal dari produk-produk sintetis dan produk-produk yang tidak dirancang untuk mudah didaur-ulang; perlu dirancang ulang agar sesuai dengan sistem daur-ulang atau tahapan penghapusan penggunaan. Program-program sampah kota harus disesuaikan dengan kondisi setempat agar berhasil, dan tidak mungkin dibuat sama dengan kota lainnya. Terutama program-program di negara-negara berkembang seharusnya tidak begitu saja mengikuti pola program yang telah berhasil dilakukan di negara-negara maju, mengingat perbedaan kondisi-kondisi fisik, ekonomi, hukum dan budaya. Khususnya sektor informal (tukang sampah atau pemulung) merupakan suatu komponen penting dalam sistem penanganan sampah yang ada saat ini, dan peningkatan kinerja mereka harus menjadi komponen utama dalam sistem penanganan sampah di negara berkembang. Salah satu contoh sukses adalah zabbaleen di Kairo, yang telah berhasil membuat suatu sistem pengumpulan dan daur-ulang sampah yang mampu mengubah/memanfaatkan 85 persen sampah yang terkumpul dan mempekerjakan 40,000 orang. Secara umum, di negara Utara atau di negara Selatan, sistem untuk penanganan sampah organik merupakan komponen-komponen terpenting dari suatu sistem penanganan sampah kota. Sampahsampah organik seharusnya dijadikan kompos, vermi-kompos (pengomposan dengan cacing) atau dijadikan makanan ternak untuk mengembalikan nutirisi-nutrisi yang ada ke tanah. Hal ini menjamin bahwa bahan-bahan yang masih bisa didaur-ulang tidak terkontaminasi, yang juga merupakan kunci ekonomis dari suatu alternatif pemanfaatan sampah. Daur-ulang sampah menciptakan lebih banyak pekerjaan per ton sampah dibandingkan dengan kegiatan lain, dan menghasilkan suatu aliran material yang dapat mensuplai industri. Tangguang Jawab Produsen dalam Pengelolaan Sampah Hambatan terbesar daur-ulang, bagaimanapun, adalah kebanyakan produk tidak dirancang untuk dapat didaur-ulang jika sudah tidak terpakai lagi. Hal ini karena selama ini para pengusaha hanya tidak mendapat insentif ekonomi yang menarik untuk melakukannya. Perluasan Tanggungjawab Produsen (Extended Producer Responsibility - EPR) adalah suatu pendekatan kebijakan yang meminta produsen menggunakan kembali produk-produk dan kemasannya. Kebijakan ini memberikan insentif kepada mereka untuk mendisain ulang produk mereka agar memungkinkan untuk didaur-ulang, tanpa material-material yang berbahaya dan beracun. Namun demikian EPR tidak selalu dapat dilaksanakan atau dipraktekkan, mungkin baru sesuai untuk kasus pelarangan terhadap material-material yang berbahaya dan beracun dan material serta produk yang bermasalah. Di satu sisi, penerapan larangan penggunaan produk dan EPR untuk memaksa industri merancang ulang ulang, dan pemilahan di sumber, komposting, dan daur-ulang di sisi lain, merupakan sistem-

sistem alternatif yang mampu menggantikan fungsi-fungsi landfill atau insinerator. Banyak komunitas yang telah mampu mengurangi 50% penggunaan landfill atau insinerator dan bahkan lebih, dan malah beberapa sudah mulai mengubah pandangan mereka untuk menerapkan Zero Waste atau Bebas Sampah. Sampah Bahan Berbahaya Beracun (B3) Sampah atau limbah dari alat-alat pemeliharaan kesehatan merupakan suatu faktor penting dari sejumlah sampah yang dihasilkan, beberapa diantaranya mahal biaya penanganannya. Namun demikian tidak semua sampah medis berpotensi menular dan berbahaya. Sejumlah sampah yang dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas medis hampir serupa dengan sampah domestik atau sampah kota pada umumnya. Pemilahan sampah di sumber merupakan hal yang paling tepat dilakukan agar potensi penularan penyakit dan berbahaya dari sampah yang umum. Sampah yang secara potensial menularkan penyakit memerlukan penanganan dan pembuangan, dan beberapa teknologi non-insinerator mampu mendisinfeksi sampah medis ini. Teknologiteknologi ini biasanya lebih murah, secara teknis tidak rumit dan rendah pencemarannya bila dibandingkan dengan insinerator. Banyak jenis sampah yang secara kimia berbahaya, termasuk obat-obatan, yang dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas kesehatan. Sampah-sampah tersebut tidak sesuai diinsinerasi. Beberapa, seperti merkuri, harus dihilangkan dengan cara merubah pembelian bahan-bahan; bahan lainnya dapat didaur-ulang; selebihnya harus dikumpulkan dengan hati-hati dan dikembalikan ke pabriknya. Studi kasus menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip ini dapat diterapkan secara luas di berbagai tempat, seperti di sebuah klinik bersalin kecil di India dan rumah sakit umum besar di Amerika. Sampah hasil proses industri biasanya tidak terlalu banyak variasinya seperti sampah domestik atau medis, tetapi kebanyakan merupakan sampah yang berbahaya secara kimia. Produksi Bersih dan Prinsip 4R Produksi Bersih (Clean Production) merupakan salah satu pendekatan untuk merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari cara-cara pengurangan produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara keseluruhan, dan menciptakan produk-produk dan limbahlimbahnya yang aman dalam kerangka siklus ekologis. Prinsip-prinsip Produksi Bersih adalah: Prinsip-prinsip yang juga bisa diterapkan dalam keseharian misalnya dengan menerapkan Prinsip 4R yaitu: * Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang

dihasilkan. * Reuse (Memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah. * Recycle (Mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri nonformal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain. * Replace ( Mengganti); teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang barang yang hanya bisa dipakai sekalai dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, Misalnya, ganti kantong keresek kita dnegan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidka bisa didegradasi secara alami.

Penanganan Sampah untuk Menuju Kota Bersih dan SehatOleh: Urip Santoso Sampah merupakan konsekuwensi dari adanya aktivitas manusia. Sejalan dengan peningkatan penduduk dan gaya hidup sangat berpengaruh pada volume sampah. Misalnya saja, kota Jakarta pada tahun 1985 menghasilkan sampah sejumlah 18.500 m3 per hari dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 25.700 m3 per hari. Jika dihitung dalam setahun, maka volume sampah tahun 2000 mencapai 170 kali besar Candi Borobudur (Bapedalda, 2000). Selain Jakarta, jumlah sampah yang cukup besar terjadi di Medan dan Bandung. Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia (di TPA) merupakan sampah organik sebesar 60-70% yang mudah terurai. Sampah organic akan terdekomposisi dan dengan adanya limpasan air hujan terbentuk lindi (air sampah) yang akan mencemari sumber daya air baik air tanah maupun permukaan sehingga mungkin saja sumur-sumur penduduk di sekitarnya ikut tercemar. Lindi yang terbentuk dapat mengandung bibit penyakit pathogen seperti tipus, hepatitis dan lain-lain. Selain itu ada kemungkinan lindi mengandung logam berat, suatu salah

satu bahan beracun. Jika sampah-sampah tersebut tidak diolah, maka selain menghasilkan tingkat pencemaran yang tinggi juga memerlukan areal TPA yang luas. Untuk mengatasi hal tersebut, sangat membantu jika pengolahan sampah dilakukan terdesentralisasi. Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya. Selama ini pengelolaan persampahan terutama di perkotaan tidak berjalan dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sampah terpusat. Pengolahan sampah terdesentralisasi dapat dilakukan di setiap RT atau RW, dengan cara mengubah sampah menjadi kompos. Dengan cara ini volume sampah yang diangkut ke TPA dapat dikurangi.

Akibat Sampah yang Bertumpuk Sampah perkotaan adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan organic dan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan, yang timbul di kota. 1. Lingkungan menjadi terlihat kumuh, kotor dan jorok yang menjadi tempat berkembangnya organisme patogen yang berbahaya bagi kesehatan manusia, merupakan sarang lalat, tikus dan hewan liar lainnya. Dengan demikian sampah berpotensi sebagai sumber penyebaran penyakit. 2. Sampah yang membusuk menimbulkan bau yang tidak sedap dan berbahaya bagi kesehatan. Air yang dikeluarkan (lindi) juga dapat menimbulkan pencemaran sumur, sungai maupun air tanah. 3. Sampah yang tercecer tidak pada tempatnya dapat menyumbat saluran drainase sehingga dapat menimbulkan bahaya banjir. 4. Pengumpulan sampah dalam jumlah besar memerlukan tempat yang luas, tertutup dan jauh dari pemukiman. Berdasarkan uraian tersebut pengelolaan sampah tidak cukup hanya dilakukan dengan manajemen 3P (Pengumpulan, Pengangkutan dan Penimbunan di TPA). Sampah dikumpulkan dari sumbernya kemudian diangkut ke TPS dan terakhir ditimbun di TPA, tetapi reduksi sampah dengan mengolah sampah untuk dimanfaatlkan menjadi produk yang berguna perlu dipikirkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi system pengelolan sampah perkotaan, antara lain: 1) 2) 3) 4) 5) 6) Kepadatan dan penyebaran penduduk. Karakteristik fisik lingkungan dan sosial ekonomi. Karakteristik sampah. Budaya sikap dan perilaku masyarakat. Jarak dari sumber sampah ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA). Rencana tata ruang dan pengembangan kota.

7) 8) 9)

Sarana pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan TPA. Biaya yang tersedia. Peraturan daerah setempat.

Paradigma Penanganan Sampah Penumpukkan sampah di TPA adalah akibat hampir semua pemerintah daerah di Indonesia masih menganut paradigma lama penanganan sampah kota, yang menitikberatkan hanya pada pengangkutan dan pembuangan akhir. TPA dengan system lahan urug saniter yang ramah lingkungan ternyata tidak ramah dalam aspek pembiayaan, karena pembutuhkan biaya tinggi untuk investasi, konstruksi, operasi dan pemeliharaan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sudah saatnya pemerintah daerah mengubah pola pikir yang lebih bernuansa lingkungan. Konsep pengelolaan sampah yang terpadu sudah saatnya diterapkan, yaitu dengan meminimisasi sampah serta maksimasi daur ulang dan pengomposan disertai TPA yang ramah lingkungan. Paradigma baru penanganan sampah lebih merupakan satu siklus yang sejalan dengan konsep ekologi. Energi baru yang dihasilkan dari hasil penguraian sampah maupun proses daur ulang dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu tersebut setidaknya mengkombinasikan pendekatan pengurangan sumber sampah, daur ulang & guna ulang, pengkomposan, insinerasi dan pembuangan akhir. pengurangan sumber sampah untuk industri berarti perlunya teknologi proses yang nirlimbah serta packing produk yang ringkas/ minim serta ramah lingkungan. Sedangkan bagi rumah tangga berarti menanamkan kebiasaan untuk tidak boros dalam penggunaan barang-barang keseharian. Untuk pendekatan daur ulang dan guna ulang diterapkan khususnya pada sampah non organik seperti kertas, plastik, alumunium, gelas, logam dan lain-lain. Sementara untuk sampah organik diolah, salah satunya dengan pengkomposan.

Manfaat Sampah Sampah yang tampak tidak berguna sebesarnya masih banyak manfaatnya seperti dapat dibuat biogas, briket, pakan ternak, kompos, pupuk, dan dapat didaur-ulang bagi sampah anorganik. Dalam sampah dan kotoran sungai ditemukan bakteri yang dapat menghasilkan vitamin B12 yang samajenisnya dengan vitamin B12 yang dihasilkan oleh hewan. Yang paling aktif dapat memfermentasikan sampah dan kotoran sungai sehingga dihasilkan vitamin B12 adalah bakteribakteri yang termasuk Streptomyces. Kadar vitamin B12 dalam sampah dan kotoran sungai berkisar 4,2 8,2 g untuk setiap satu gram berat kering. Diperkirakan dari 26.000 ton sampah dan kotoran sungai akan dihasilkan 465 vitamin B12. Pemberian sampah dan kotoran sungai sebesar 2% pada ternak, ternyata mampu meningkatkan berat badan ternak. Sampah dan kotoran sungai

mengandung senyawa organic 40-85%, mineral 15-70%, nitrogen 1-10%, fosfat 1-4,5% dan kalium 0,1-4,5%. Sampah rumah tangga, sampah restoran, kertas, kotoran ternak, limbah pertanian dan industri yang bersifat sampah organic semuanya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Dengan pengolahan sampah menjadi bahan-bahan yang berguna akan memberikan keuntungan selain meningkatkan efisiensi produksi dan keuntungan ekonomi bagi pengolah sampah, juga dapat mengurangi biaya pengangkutkan ke pembungan akhir (TPA) dan mengurangi biaya pembuangan akhir, menghemat sumber daya alam, menghemat energi, mengurangi uang belanja, menghemat lahan TPA dan lingkungan asri (bersih, sehat, nyaman).

Penanganan Sampah 3-R, 4-R dan 5-R Pemikiran konsep zero waste adalah pendekatan serta penerapan sistem dan teknologi pengolahan sampah perkotaan skala kawasan secara terpadu dengan sasaran untuk melakukan penanganan sampah perkotaan skala kawasan sehingga dapat mengurangi volume sampah sesedikit mungkin, serta terciptanya industri kecil daur ulang yang dikelola oleh masyarakat atau pemerintah daerah setempat. Konsep zero waste yaitu penerapan rinsip 3R (Reduce, Reuse, dan recycle), serta prinsip pengolahan sedekat mungkin dengan sumber sampah dengan maksud untuk mengurangi beban pengangkutan (transport cost). Orientasi penanganan sampah dengan konsep zero waste diantaranya meliputi : 1. Sistem pengolahan sampah secara terpadu 2. Teknologi pengomposan 3. Daur ulang sampah plastik dan kertas 4. Teknologi pembakaran sampah dan insenator 5. Teknologi pengolahan sampah organik menjadi pakan ternak 6. Teknologi tempat pembuangan akhir (TPA) sampah 7. Peran serta masyarakat dalam penanganan sampah 8. Pengolahan sampah kota metropolitan 9. Peluang dan tantangan usaha daur ulang. Pengertian Zero Waste adalah bahwa mulai dari produksi sampai berakhirnya suatu proses

produksi dapat dihindari terjadi produksi sampah atau diminimalisir terjadinya sampah. Konsep Zero Waste ini salah satunya dengan menerapkan prinsip 3 R (Reduce, Reuse, Recycle). Produksi bersih merupakan salah satu pendekatan untuk merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari cara-cara pengurangan produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara keseluruhan, dan menciptakan produk-produk dan limbah-limbahnya yang aman dalam kerangka siklus ekologi. Prinsip ini juga dapat diterapkan pada berbagai aktivitas termasuk juga kegiatan skala rumah tangga. Prinsip-prinsip yang dapat diterapkan dalam penangan sampah misalnya dengan menerapkan prinsip 3-R, 4-R atau 5-R. Penanganan sampah 3-R adalah konsep penanganan sampah dengan cara reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (mendaur-ulang sampah), sedangkan 4-R ditambah replace (mengganti) mulai dari sumbernya. Prinsip 5-R selain 4 prinsip tersebut di atas ditambah lagi dengan replant (menanam kembali). Penanganan sampah 4R sangat penting untuk dilaksanakan dalam rangka pengelolaan sampah padat perkotaan yang efisien dan efektif, sehingga diharapkan dapat mengrangi biaya pengelolaan sampah. Prinsip reduce dilakukan dengan cara sebisa mungkin lakukan minimisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan. Prinsip reuse dilakukan dengan cara sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang sekali pakai. Hal ini dapat memeperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah. Prinsip recycle dilakukan dengan cara sebisa mungkin, barang-barang yang sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain. Prinsip replace dilakukan dengan cara teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Juga teliti agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan. Misalnya, ganti kantong keresek kita dengan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan Styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa diurai secara alami. Prinsip replant dapat dilakukan dengan cara membuat hijau lingkungan sekitar baik lingkungan rumah, perkantoran, pertokoan, lahan kosong dan lain-lain. Penanaman kembali ini sebagian menggunakan barang atau bahan yang diolah dari sampah.

Tabel 1. Upaya 5-R di Daerah Perumahan dan Fasilitas Sosial Penanganan 5-R Reduce Reuse Cara Pengerjaannya Hindari pemakaian dan pembelian produk yang menghasilkan sampah dalam jumlah besar. Gunakan produk yang dapat diisi ulang. Kurangi penggunaan bahan sekali pakai Jual atau berikan sampah yang telah terpisah kepada pihak yang memerlukan. Gunakan kembali wadah/kemasan untuk fungsi yang sama atau fungsi lainnya. Gunakan wadah/kantong yang dapat digunakan berulangulang.

Recycle -

Gunakan baterai yang dapat diisi kembali. Kembangkan manfaat lain dari sampah. Pilih produk dan kemasan yang dapat didaur-ulang dan mudah terurai. Lakukan penangan untuk sampah organic menjadi kompos dengan berbagai cara yang telah ada atau manfaatkan sesuai dengan kreatifitas masing-masing. Lakukan penanganan sampah anorganik menjadi barang yang bermanfaat. Ganti barang-barang yang kurang ramah lingkungan dengan yang ramah lingkungan. Ganti pembungkus plastik dengan pembungkus yang lebih bersahabat dengan lingkungan. Gantilah barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama.

Replace Replant

- Buat hijau dan teduh lingkungan anda, dan gunakan bahan/barang yang dibuat dari sampah.

Tabel 2. Upaya 5-R di Daerah Fasilitas Umum Penanganan 5-R Reduce Cara Pengerjaannya Gunakan kedua sisi kertas untuk penulisan dan fotokopi. Gunakan alat tulis yang dapat diisi kembali. Sediakan jaringan informasi dengan computer. Maksimumkan penggunaan alat-alat penyimpan elektronik yang dapat dihapus dan ditulis kembali. Khusus untuk rumah sakit, gunakan incinerator untuk sampah medis. Gunakan produk yang dapat diisi ulang. Kurangi penggunaan bahan sekali pakai.

Reuse

-

Gunakan alat kantor yang dapat digunakan berulang-ulang. Gunakan peralatan penyimpan elektronik yang dapat dihapus dan ditulis kembali. Olah sampah kertas menjadi kertas kembali. Olah sampah organic menjadi kompos. Gantilah barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama.

Recycle

-

Replace

-

Replant

- Buat hijau dan teduh lingkungan anda, dan gunakan bahan/barang yang dibuat dari sampah.

Tabel 3. Upaya 5-R di Daerah Komersial (Pasar, Pertkoan, Restoran, Hotel) Penanganan 5-R Reduce Cara Pengerjaannya Berikan insentif oleh produsen bagi pembeli mengembalikan kemasan yang dapat digunakan kembali. yang

Berikan tambahan biaya bagi pembeli yang meminta kemasan/bungkusan untuk produk yang dibelinya. Memberikan kemasan/bungkusan hanya pada produk yang benar-benar memerlukan. Sediakan produk yang kemasannya tidak menghasilkan sampah dalam jumlah besar. Kenakan biaya tambahan untuk permintaan kantong plastic belanjaan. Jual atau berikan sampah yang telah terpilah kepada yang

memerlukannya. Reuse Gunakan kembali sampah yang masih dapat dimanfaatkan untuk produk lain, seperti pakan ternak. Berikan insentif bagi konsumen yang membawa wadah sendiri, atau wadah belanjaan yang diproduksi oleh swalayan yang bersangkutan sebagai bukti pelanggan setia. Sediakan perlengkapan untuk pengisian kembali produk umum isi ulang. Jual produk-produk hasil daur ulang sampah dengan lebih menarik. Berilah insentif kepada masyarakat yang membeli barang hasil daur ulang sampah. Oleh kembali buangan dari proses yang dilakukan sehingga bermanfaat bagi proses lainnya. Lakukan penanganan sampah organic menjadi kompos atau memanfaatkannya sesuai dengan kebutuhan. Lakukan penanganan sampah anorganik. Ganti barang-barang yang kurang ramah lingkungan dengan yang ramah lingkungan. Ganti pembungkus plastik dengan pembungkus yang lebih bersahabat dengan lingkungan.

Recycle Replace Replant

- Buat hijau dan teduh lingkungan anda, dan gunakan bahan/barang yang dibuat dari sampah.

Pemilahan Sampah Berdasarkan uraian tentang 3-R, 4-R atau 5-R tersebut, maka pemilahan sampah menjadi sangat penting artinya. Adalah tidak efisien jika pemilahan dilakukan di TPA, karena ini akan memerlukan sarana dan prasarana yang mahal. Oleh sebab itu, pemilahan harus dilakukan di sumber sampah seperti perumahan, sekolah, kantor, puskesmas, rumah sakit, pasar, terminal dan tempat-tempat dimana manusia beraktivitas. Mengapa perlu pemilahan? Sesungguhnya kunci keberhasilan program daur ulang adalah justru di pemilahan awal. Pemilahan berarti upaya untuk memisahkan sekumpulan dari sesuatu yang sifatnya heterogen menurut jenis atau kelompoknya

sehingga menjadi beberapa golongan yang sifatnya homogen. Manajemen Pemilahan Sampah dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan penanganan sampah sejak dari sumbernya dengan memanfaatkan penggunaan sumber daya secara efektif yang diawali dari pewadahan, pengumpulanan, pengangkutan, pengolahan, hingga pembuangan, melalui pengendalian pengelolaan organisasi yang berwawasan lingkungan, sehingga dapat mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan yaitu.lingkungan bebas sampah. Pada setiap tempat aktivitas dapat disediakan empat buah tempat sampah yang diberi kode, yaitu satu tempat sampah untuk sampah yang bisa diurai oleh mikrobia (sampah organik), satu tempat sampah untuk sampah plastik atau yang sejenis, satu tempat sampah untuk kaleng, dan satu tempat sampah untuk botol. Malah bisa jadi menjadi lima tempat sampah, jika kertas dipisah tersendiri. Untuk sampah-sampah B3 tentunya memerlukan penanganan tersendiri. Sampah jenis ini tidak boleh sampai ke TPA. Sementara sampah-sampah elektronik (seperti kulkas, radio, TV), keramik, furniture dll. ditangani secara tersendiri pula. Jadwal pengangkutan sampah jenis ini perlu diatur, misalnya pembuangan sampah-sampah tersebut ditentukan setiap 3 bulan sekali. Di Australia, misalnya, sistem pengelolaan sampah juga menerapkan model pemilahan antara sampah organik dan sampah anorganik. Setiap rumah tangga memiliki tiga keranjang sampah untuk tiga jenis sampah yang berbeda. Satu untuk sampah kering (an-organik), satu untuk bekas makanan, dan satu lagi untuk sisa-sisa tanaman/rumput. Ketiga jenis sampah itu akan diangkut oleh tiga truk berbeda yang memiliki jadwal berbeda pula. Setiap truk hanya akan mengambil jenis sampah yang menjadi tugasnya. Sehingga pemilahan sampah tidak berhenti pada level rumah tangga saja, tapi terus berlanjut pada rantai berikutnya, bahkan sampai pada TPA. Nah, sampah-sampah yang telah dipilah inilah yang kemudian dapat didaur ulang menjadi barang-barang yang berguna. Jika pada setiap tempat aktivitas melakukan pemilahan, maka pengangkutan sampah menjadi lebih teratur. Dinas kebersihan tinggal mengangkutnya setiap hari dan tidak lagi kesulitan untuk memilahnya. Pemerintah Daerah bekerjasama dengan swasta dapat memproses sampah-sampah tersebut menjadi barang yang berguna. Dengan cara ini, maka volume sampah yang sampai ke TPA dapat dikurangi sebanyak mungkin.

Pemanfaatan sampah Teknik-teknik pemrosesan dan pengolahan sampah yang secara luas diterapkan di lapangan, khususnya di negara industri antara lain adalah: - Pemilahan jenisnya sampah, baik secara manual maupun secara mekanis berdasarkan

- Pemadatan sampah (baling)

- Pemotongan sampah - Pengomposan rekayasa sampah baik dengan cara konvensional maupun dengan

- Pemrosesan sampah sebagai sumber gas-bio - Pembakaran dalam Insenerator, dengan pilihan pemanfaatan enersi panas Sampah basah dapat dibuat kompos, pupuk dan pakan ternak, sampah kering dapat dipakai kembali dan didaur ulang, dan sampah kertas didaur ulang dan pakan ternak. Daur ulang Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk bekas pakai. Material yang dapat didaur ulang antara lain botol bekas wadah kecap, saos, sirup, creamer dll., kertas, aluminium bekas wadah minuman ringan, bekas kemasan kue dll., besi bekas, plastic bekas wadah shampoo, air mineral, jerigen, ember dll., sampah basah dapat diolah menjadi kompos. Daur ulang bisa menggunakan prinsip 2 R yaitu reuse dan recycle. Menggunakan kembali: barang-barang yang dianggap sampah karena sifat dan karakteristiknya dapat dimanfaatkan kembali tanpa melalui proses produksi. Sementara mendaur-ulang sampah didaur ulang untuk dijadikan bahan baku industri dalam proses produksi. Dalam proses ini, sampah sudah mengalami perubahan baik bentuk maupun fungsinya. Sampah organik dapat didaur ulang menjadi produk-produk berguna seperti kompos, pupuk kandang, briket dan biogas.

Tabel 4. Beberapa sampah yang dapat dijual No. Jenis barang 1 2 3 4 Gelas aqua Kaleng oli Ember biasa Kaset, botol yakult, botol kecap Harga/kg 1600 1500 1100 150

5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

Ember hitam (anti pecah) Botol aqua Putian (botol bayclin, infuse) Kardus Kertas putih Majalah Koran Duplek (kardus tipis) Pembungkus semen Besi beton Besi super Besi pipa Tembaga super Tembaga baker Aluinium tebal Aluminium tipis Botol air besar Botol bir kecil, sprite, fanta.

800 700 1600 500 700 350 500 150 400 700 450 250 8000 7000 6000 4000 400 200

Proses Pembuatan Kompos Dengan Aktivator EM-4 Kompos merupakan hasil fermentasi dari bahan-bahan organik sehingga berubah bentuk, berwarna kehitam-hitaman dan tidak berbau. Pengomposan merupakan proses penguraian bahan-bahan organik dalam suhu yang tinggi sehingga mikroorganisme dapat aktif menguraikan bahan-bahan organik sehingga dapat dihasilkan bahan yang dapat digunakan tanah tanpa merugikan lingkungan. Proses pembuatan kompos adalah dengan menggunakan aktivator EM-4, yaitu proses pengkomposan dengan menggunakan bahan tambahan berupa mikroorganisme dalam media cair yang berfungsi untuk mempercepat pengkomposan dan memperkaya mikroba. Bahan-bahan yang

digunakan adalah : Bahan Baku Utama berupa sampah organik, Kotoran Ternak, EM4, Molase dan Air. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah : Sekop, Cakar, Gembor, Keranjang, Termometer, Alat pencacah, Mesin giling kompos dan Ayakan. Tahapan pembuatan kompos dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pemilahan Sampah Sampah yang dikumpulkan di TPA pada umumnya bercampur antara bahan-bahan organik maupun non organik sehingga pemilahan perlu dilakukan secara teliti untuk mendapatkan bahan organik yang dapat dikomposkan seperti dauan-daunan, sisa makanan, sayuran dan buah-buahan. 2. Pencacahan Sampah organik yang telah terkumpul dicacah dengan ukuran 3-4 cm. Pencacahan dilakukan untuk mempercepat proses pembusukan karena pencampuran dengan bahan baku yang lain seperti kotoran ternak dan EM-4 menjadi rata sehingga mikroorganisme akan bekerja serana efektif dalam proses fermentasi. 3. Pencampuran Bahan Baku Sampah yang sudah dicacah dideder di tempat yang telah disediakan kemudian dicampur dengan kotoran ternak. Pencampuran/pengadukan dilakukan secara merata kemudian dicampurkan pula campuran EM-4, molase dan air di atas campuran sampah dan kotoran ternak. Pencampuran dilakukan sekali lagi agar seluruh bahan bercampur secara merata. Komposisi bahan-bahan ini adalah sampah cacahan (1,3 m-3), EM-4 (375 ml), kotoran ternak kering (1/5 dari sampah cacahan). 4. Penumpukan Bahan Baku Setelah dilakukan pencampuran secara merata kemudian dilakukan penumpukan dengan ketentuan tinggi 1,5 m, lebar 1,75 m dan panjang 2 m. Penumpukan dapat dilakukan dengan model trapesium, gunungan maupu pesesgi panjang. Dalam tumpukan inilah terjadi proses fermentasi sampah organik menjadi kompos. 5. Pemantauan Dalam masa penumpukan akan terjadi peningkatan suhu sebagai akibat proses fermentasi. Untuk hari pertama sampai kelima suhu biasanya mencapai 65 C atau lebih. Hal ini berguna untuk membunuh bakteri yang tidak dibutuhkan dan melunakkan bahan. Pada hari keenam dan seterusnya suhu dijaga antara 40-50 C dengan kelembaban lebih kurang 50 %. Suhu dan kelembaban dapat dipertahankan dengan perlakuan antara lain penyiraman dan pembalikan tumpukan. 6. Pematangan

Pengkomposan berjalan dengan baik dengan suhu rata-rata dalam bahan menurun dan bahan telah lapuk dan berubah warna menjadi coklat kehitaman. Tujuan pematangan untuk menjamin kompos benar-benar aman bagi konsumen. 7. Pengeringan Setelah usia tumpukan mencapai usia 21 hari/3 minggu, maka sampah organi sudah menjadi kompos. Selanjutnya dilakukan pembongkaran untuk dikeringkan/dijemur. Pengeringan dapat dilakukan selama lebih kurang 1 minggu sampai kadar air kira-kira mencapai 20-25%. 8. Penggilingan dan Pengayakan Proses selanjutnya adalah dilakukan penggilingan terhadap kompos yang sudah kering. Untuk mendapatkan butiran-butiran kompos yang siap untuk dikemas dilakukan pengayakan sesuai dengan kebutuhan. Produksi Kompos Adapun Komposisi/kandungan produksi kompos UPTD Komposting berdasarkan hasil uji laboratorium Universitas Airlangga Surabaya adalah sebagai berikut : Kadar Air : 30,48%, PH : 9,17, N : 0,84 %, P : 0,56 %, C : 15,64 % dan C/N Ratio : 18,62.

Pengomposan skala rumah tangga Bahan: sampah organic, dedak, sekam, EM4, molase dan air. Cara pembuatan: a. buat larutan fermentasi EM4 yaitu dengan perbandingan 1:1:1000 ml, aduk rata dan diamkan selama semalam untuk diaktifkan. b. Buat bokashi starter yang terdiri dari dedak dan sekam dengan perbandingan 9:1. c. Siramkan larutan fermentasi EM4 yang telah didiamkan selama semalam ke dalam sekam, aduk hingga tercampur merata, tambahkan dedak dan aduk kembali hingga merata. Masukkan ke dalam karung dan tutup rapat, fermentasi selama 2-3 hari. d. Sampah organic yang akan digunakan, terlebih dahulu dipisahkan dari anorganiknya. Setelah itu dicacah hingga lebih kecil ukurannya. Bila sampah basah lebih baik dianginanginkan dahulu. e. Setelah itu sampah tersebut dicampurkan dengan bokashi starter dan aduk hingga rata, hingga kelembaban mencapai 30%. f. Sampah kemudian ditumpuk atau digundukan di atas lantai yang kering dengan ketinggian 20-25 cm, kemudian ditutup dengan karung goni selama 4-5 hari. g. Pertahankan suhu gundukan adonan 40-50 oC. Cara penggunaan

a. 3-4 genggam bokashi setiap meter persegi disebar merata di atas permukaan tanah, pada tanah yang kurang subur dapat diberikan lebih. b. Untuk hasil yang lebih baik, siramkan atau semprotkan 2 cc EM4/liter air ke dalam tanah. c. Biarkan tanah yang telah diberi bokashi selama 1 minggu, kemudian bibit siap ditanam. d. Untuk tanaman buah-buahan atau pot, bokashi disebar merata di permukaan tanah atau perakaran tanaman dan siramkan 2 cc EM4/liter air selama 2 minggu sekali.

Pengomposan secara sederhana Bahan: drum atau tong plastic yang mempunyai tutup pipa paralon berdiameter 4 inci kas plastic untuk menutup lubang pipa bagian luar, dan batu kerikil.

Cara pembuatan bagian atas tong plastic diberi 4 lubang diameter 4 inci untuk memasang pipa. Bagian bawah juga dilubangi dengan diameter yang sama, sebanyak 4-5 lubang, lalu ditutup kasa plastic untuk jalan air. Ujung pipa bagian luar ditutup kasa plastic untuk sirkulasi udara. Pipa dilubangi dengan bor sebesar 5 mm setiap jarak 5 cm. Tong juga dilubangi 5 mm dengan jarak 10 cm untuk udara. Pasang pipa pada empat sudut tong, lalu tanam di tanah. Tempatkan pada bagian yang tidak kena hujan secara langsung. Tepi tong ditutup batu kerikil setebal 15 cm. Demikian juga sekeliling pipa ditutup kerikil, baru ditutup tanah. Tempat sampah biasanya berbau karena sampah organic cepat membusuk sehingga diperlukan kerikil untuk meredam bau tersebut. Tong tersebut diisi dengan sampah rumah tangga, tentunya sampah organic, tetapi jangan diikutkan kulit telur dan kulit kacang sebab sukar menjadi kompos. Setelah penuh, tong ditutup dan dibiarkan selama 3-4 bulan. Selam itu akan terjadi proses pengomposan. Sampah yang sudah jadi kompos berwarna hitam dan gembur seperti tanah.

-

-

-

Ambil kompos tersebut dari komposter, lalu diangin-anginkan sekitar seminggu. Nah, kompos itu siap sudah siap dipakai untuk pupuk tanaman.

M