Top Banner
TUGAS PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA PERTEMUAN KE 13 NAMA : Jihan Zaelani NIM :1824090023 HARI KULIAH : Selasa, 16.10 - 18.40 NAMA DOSEN : TATIYANI, Dra, MSi. FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA
20

TUGAS PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA PERTEMUAN KE 13 ...

Apr 28, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: TUGAS PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA PERTEMUAN KE 13 ...

TUGAS PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA

PERTEMUAN KE 13

NAMA : Jihan Zaelani

NIM :1824090023

HARI KULIAH : Selasa, 16.10 - 18.40

NAMA DOSEN : TATIYANI, Dra, MSi.

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA

Page 2: TUGAS PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA PERTEMUAN KE 13 ...

Tugas :

1. Jelaskan keterkaitan antara budaya dan organisasi

2. Jelaskan keterkaitan antara budaya dan perilaku abnormal

3. Jelaskan keterkaitan antara budaya dan konseling

Jawaban

1) Pengertian budaya organisasi

Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi menurut beberapa

ahli :

a. Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391),

budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan

oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu

sendiri.

b. Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263),

budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi

berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada

bagian-bagian organisasi.

c. Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi

bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.

d. Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yan

diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah,

membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan

mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada

anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam

mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.

e. Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan

sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan

cara para karyawan berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan budaya organisasi dalam penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang

Page 3: TUGAS PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA PERTEMUAN KE 13 ...

dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara

bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi.

f. Menurut Mangkunegara, (2005:113), budaya organisasi adalah seperangkat

asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam

organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya

untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.

Dari beberapa pengertian dari ahli diatas maka dapat dikatakan bahawa

budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh

para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi

lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang

dijunjung tinggi oleh organisasi.

Budaya organisasi juga berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami

karakteristik budaya suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah

karyawan menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu

sikap deskriptif, bukan seperti kepuasan kerja yang lebih bersifat evaluatif.

2. Pentingnya budaya organisasi

Pemahaman budaya organisasi sebagai kesepakatan bersama

mengenai nilai-nilai yang mengikat semua individu dalam sebuah

organisasi seharusnya Menentukan batas-batas normatif perilaku

angoota organisasi. Secara spesifik, peranan budaya organisasi adalah

membantu menciptakan rasa memiliki terhadap organisasi, menciptakan

jatidiri anggota organisasi, menciptakan keterikatan emosional antara

organisasi dan karyawan yang terlibat di dalamnya, membantu

menciptakan stabilitas organisasi sebagai sistem sosial dan menemukan

pola pedoman perilaku sebagai hasil dari norma-norma kebiasaan yang

terbentuk dalam keseharian. Dengan demikian budaya organisasi

berpengaruh kuat terhadap perilaku para anggotanya.

Sembilan karakteristik yang menggambarkan esensi budaya organisasi,

menurut Dharma, 2004 :

Page 4: TUGAS PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA PERTEMUAN KE 13 ...

Identitas anggota, dimana karyawan lebih mengidentifikasi

organisasi secara menyeluruh.

Penekanaan kelompok, dimana aktivitas tugas lebih diorganisir

untuk seluruh kelompok dari pada individu.

Fokus orang, dimana keputusan manajemen memperhatikan

dampak luaran yang dihasilkan oleh karyawan dalam organisasi.

Penyatuan unit, dimana unit-unit dalam organisasi didorong agar

berfungsi dengan cara yang terkoordinasi atau bebas.

Pengendalian, dimana peraturan, regulasi dan pengendalian

langsung digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan

karyawan.

Toleransi resiko, dimana pekerja didorong untuk agresif, kreatif,

inovatif dan mau mengambil resiko.

Kriteria ganjaran, dimana ganjaran seperti peringatan,

pembayaran dan promosi lebih dialokasikan menurut kinerja

karyawan dari pada senioritas, favoritisme atau faktor non-kinerja

lainnya;

Toleransi konflik, dimana karyawan didorong dan diarahkan untuk

menunjukkan konflik dan kritik secara terbuka.

Orientasi sarana tujuan, dimana manajemen lebih terfokus pada

hasil atau luaran dari pada teknik dan proses yang digunakan

untuk mencapai luaran tersebut.

Fokus pada sistem terbuka, dimana organisasi memonitor dan

merespons perubahan dalam lingkungan eksternal.

Karateristik diatas memberikan gambaran mengenai budaya yang

dianut. hal ini menjadi landasan untuk menyamakan pemahaman bahwa

anggota organisasi merasa memiliki organisasinya dan mendorong

anggota organisasi agar berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan norma

yang dianut organisasi dan hal tersebut tentu saja dapat memberikan

Page 5: TUGAS PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA PERTEMUAN KE 13 ...

manfaat bagi organisasi.

Selain memberikan manfaat bagi organisasi, pentingnya budaya

organisasi juga terlihat dari fungsi-fungsi budaya organisasi itu sendiri,

berikut beberapa fungsi dari budaya organisasi menurut beberapa ahli

sebagai berikut :

Menurut Robbins (1996 : 294)

1. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi

dan yang lain.

2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota

organisasi.

3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih

luas daripada kepentingan diri individual seseorang.

4. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan

organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk

dilakukan oleh karyawan.

5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang

memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

Ndraha (1997 : 21)

1. Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat

2. Sebagai pengikat suatu masyarakat

3. Sebagai sumber

4. Sebagai kekuatan penggerak

5. Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah

6. Sebagai pola perilaku

7. Sebagai warisan

8. Sebagai pengganti formalisasi

9. Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan

10. Sebagai proses yang menjadikan bangsa kongruen dengan negara

Page 6: TUGAS PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA PERTEMUAN KE 13 ...

sehingga terbentuk nation – state

Tika (2006:14)

1. Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun

kelompok lain. Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang

dimiliki oleh suatu organisasi atau kelompok yang tidak dimiliki

organisasi atau kelompok lain.

2. Sebagai perekat bagi anggota organisasi dalam suatu organisasi. Hal

ini merupakan bagian dari komitmen kolektif dari anggota organisasi.

Mereka bangga sebagai seorang pegawai suatu organisasi atau

perusahaan. Para pegawai mempunyai rasa memiliki, partisipasi, dan

memiliki rasa tanggung jawab atas kemajuan perusahaannya.

3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial. Hal ini tergambarkan dimana

lingkungan kerja dirasakan positif, mendukung, dankonflik serta

perubahan diatur secara efektif.

4. Sebagai mekanisme dalam memandu dan membentuk sikap serta

perilaku anggota-anggota organisasi. Dengan dilebarkannya mekanisme

kontrol, didatarkannya struktur, diperkenalkannya tim-tim dan diberi

kuasanya anggota organisasi oleh organisasi, makna bersama yang

diberikan oleh suatu budaya yang kuat memastikan bahwa semua orang

diarahkan kearah yang sama.

5. Sebagai integrator. Budaya organisasi dapat dijadikan integrator

karena adanya sub-sub budaya baru. Kondisi seperti ini biasanya dialami

oleh adanya perusahaan-perusahaan besar dimana setiap unit terdapat

sub budaya baru.

6. Membentuk perilaku bagi anggota-anggota organisasi. Fungsi ini

dimaksudkan agar anggota-anggota organisasi dapat memahami

bagaimana mencapai suatu tujuan organisasi.

7. Sebagai saran untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok

organisasi. Budaya organisasi diharapkan dapat mengatasi masalah

adaptasi terhadap lingkungan eksternal dan masalah integrasi internal.

Page 7: TUGAS PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA PERTEMUAN KE 13 ...

8. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan pemasaran,

segmentasi pasar, penentuan positioning yang akan dikuasai

perusahaan tersebut.

9. Sebagai alat komunikasi. Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai

alat komunikasi antara atasan dan bawahan atau sebaliknya, serta antar

anggota organisasi. Budaya sebagai alat komunikasi tercermin pada

aspek-aspek komunikasi yang mencakup kata-kata, segala sesuatu

yang bersifat material dan perilaku.

10. Sebagai penghambat berinovasi. Budaya organisasi dapat juga

menjadi penghambat dalam berinovasi. Hal ini terjadi apabila budaya

organisasi tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang menyangkut

lingkungan eksternal dan integrasi internal.

Dari beberapa fungsi budaya organisasi yang dikemukakan oleh

beberapa ahli diatas maka dapat dikatakan bahwa budaya organisasi

memiliki sejumlah fungsi yang dapat menjadi landasan betapa

pentingnya budaya organisasi sebagai berikut.

1. Batas Budaya berperan sebagai penentu batas-batas; artinya, budaya

menciptakan perbedaan atau yang membuat unik suatu organisasi dan

membedakannya dengan organisasi lainnya.

2. Identitas Budaya memuat rasa identitas suatu organisasi.

3. Komitmen Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu

yang lebih besar daripada kepentingan individu.

4. Stabilitas Budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial karena budaya

adalah perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi dengan

cara menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan

dilakukan karyawan.

3. Tipe-tipe budaya organisasi

Harrison dalam (Haynes, 1980: 120), mengklasifikasikan empat (4) tipe

Page 8: TUGAS PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA PERTEMUAN KE 13 ...

budaya yang dominan di dalam suatu organisasi yaitu:

power culture,

role culture,

task culture, dan

person culture,

Teori tersebut terus berkembang, sehingga pengklasifikasian budaya

organisasi mengalami perubahan menjadi

power orientation,

role orientation,

achievement orientation, dan

support orientation.

Harrison mengemukakan, pada saat orang-orang berkumpul di dalam

suatu organisasi, mereka akan membentuk persepsi terhadap budaya

organisasi dimana mereka berada sesuai dengan apa yang dilihat dan

dirasakannya.

Masih menurut Harrison, suatu budaya organisasi dikatakan berorientasi

kepada kekuasaan (power orientation) bila anggota organisasi

ditumbuhkan motivasinya melalui imbalan dan hukuman, dan adanya

pengawasan yang ketat seorang pimpinan terhadap bawahannya.

Menurut Sonnenfeld dari Universitas Emory (Robbins, 1996 :290-291),

ada empat tipe budaya organisasi:

1. Akademi Perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas,

memberi mereka pelatihan istimewa, dan kemudian mengoperasikan

mereka dalam suatu fungsi yang khusus. Perusahaan lebih menyukai

karyawan yang lebih cermat, teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan

memecahkan suatu masalah.

2. Kelab Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi

Page 9: TUGAS PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA PERTEMUAN KE 13 ...

tim dimana perusahaan memberi nilai tinggi pada karyawan yang dapat

menyesuaikan diri dalam sistem organisasi. Perusahaan juga menyukai

karyawan yang setia dan mempunyai komitmen yang tinggi serta

mengutamakan kerja sama tim.

3. Tim Bisbol Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan

inovator, perusahaan juga berorientasi pada hasil yang dicapai oleh

karyawan, perusahaan juga lebih menyukai karyawan yang agresif.

Perusahaan cenderung untuk mencari orang-orang berbakat dari segala

usia dan pengalaman, perusahaan juga menawarkan insentif finansial

yang sangat besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat

berprestasi.

4. Benteng Perusahaan condong untuk mempertahankan budaya yang

sudah baik. Menurut Sonnenfield banyak perusahaan tidak dapat

dengan rapi dikategorikan dalam salah satu dari empat kategori karena

merek memiliki suatu paduan budaya atau karena perusahaan berada

dalam masa peralihan.

Tipe Budaya menurut Stephen Robbins (2006)

Networked culture adalah anggota sebagai teman/keluarga.

Budaya ini ditandai tingkat sosiabilitas atau kesenangan bergaul

tinggi dan tingkat solidaritas rendah

Mercenary culture adalah organisasi fokus pada tujuan. Tingkat

sosiabilitas rendah dan tingkat solidaritas tinggi

Fragmented culture adalah organisasi yang dibuat oleh para

individualis (low sociability, low on solidarity)

Communal culture adalah organisasi menilai baik persahabatan

dan kinerja (high on sociability, high on solidarity)

4. Dampak Budaya Organisasi

Kesinambungan organisasi sangat tergantung pada budaya yang

Page 10: TUGAS PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA PERTEMUAN KE 13 ...

dimiliki, budaya organisasi dapat dapat memberikan dampak sebagai

daya saing andalan organisasi

dalam menjawab tantangan dan perubahan. Budaya organisasi pun

dapat berfungsi sebagai rantai pengikat dalam proses menyamakan

persepsi atau arah pandang anggota terhadap suatu permasalahan,

sehingga akan menjadi satu

kekuatan dalam pencapaian tujuan organisasi.

Beberapa dampak budaya organisasi dalam (Sikuyagora 2010) yaitu:

1. Budaya organisasi membentuk perilaku staf dengan mendorong

pencampuran core values dan perilaku yang diinginkan sehingga

memungkinkan organisasi bekerja dengan lebih efisien dan efektif

meningkatkan konsistensi, menyelesaikan konflik dan memfasilitasi

koordinasi dan kontrol.

2. Budaya organisasi membatasi peran yang membedakan antara

organisasi yang satu dengan organisasi lain karena setiap organisasi

mempunyai peran yang berbeda, sehingga perlu memiliki akar budaya

yang kuat dalam sistem dan kegiatan yang ada di dalamnya,

3. Menimbulkan rasa memiliki identitas bagi anggota; dengan budaya

yang kuat anggota organisasi akan merasa memiliki identitas yang

merupakan ciri khas organisasinya,

4.Mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan kepenting

an individu, Menjaga stabilitas organisasi; komponen-

komponen organisasi yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang

sama akan membuat kondisi internal organisasi relatif stabil.

Keempat manfaat tersebut menunjukkan bahwa budaya dapat

membentuk perilaku dan tindakan karyawan dalam menjalankan

aktivitasnya. Oleh karena itu, nilai-nilai yang ada dalam organisasi perlu

ditanamkan sejak dini pada diri setiap anggota.

Page 11: TUGAS PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA PERTEMUAN KE 13 ...

2) Penelitian lintas-budaya selama bertahun-tahun memberikan banyak bukti bahwa perilaku

abnormal atau psikopatologi memiliki kedua aspek universal dan budaya khusus. Berikut

perbandingan beberapa karakteristik abnormalitas psikologis dengan latar kultur yang

berbeda.

Schizofrenia Depresi Somatisasi

Definisi: Distorsi realitas, penarikan dari interaksi sosial, disorganisasi persepsi, pikiran, dan

emosi. Gejala: kehilangan insight, halusinasi verbal dan auditory, dan ideas of reference

(WHO,1977).

Prevalensi:

1,1% di AS Karakteristik:

– Fisik (gangguan tidur/nafsu makan)

– Perubahan motivasi

( apati, bosan)

– Perubahan emosi& perilaku:

(sedih, putus asa, hilang energi). Definisi:

Gejala fisik sebagai ekspresi ketegangan psikis.

Gejala:

– Low Back Pain

– Gangguan Saluran Cerna

Perbedaan (International Pilot Study of Schizofrenia, WHO):

1. Di negara maju (AS, Inggris, Uni Sovyet):

– Gejala utama penarikan diri, dan pasif

– Penderita lebih lambat sembuh

– Jarang dapat bekerja kembali

(dukungan keluarga)

2. Di negara berkembang ( India, Nigeria,Colombia ):

-Gejala utama kehilangan insight, dan halusinasi auditori

– Penderita lebih cepat sembuh

– Lebih cepat bekerja kembali

(pengaruh faktor budaya seperti:dukungan keluarga dan komunitas)

Wanita lebih sering terkena dibanding pria (2x lipat) tanpa melihat perbedaan ras, etnis,

Page 12: TUGAS PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA PERTEMUAN KE 13 ...

sosialekonomi, dan budaya.

Prevalensi:

Kore Utara 3,3%, Lebanon 4,9 %, Iran 6,2%, dan 12,6 persen di New Zealand. Masyarakat

komunal (Cina, Jepang, Hispanik, Arab) lebih banyak penderita dibanding masyarakat

individualistic (barat).

Expressed Emotion (komunikasi keluarga dengn ciri permusuhan, penuh kritik, dan

keterlibatan berlebih):

– Di negara Barat : resiko makin meningkat dg tingginya EE

– Di Malaysia: EE tidak berpengaruh

Penelitian WHO, 1983:

Gejala sama di beberapa negara (Kanada, Swiss, Iran, dan Jepang): sedih, kehilangan

kegembiraan, cemas, kehilangan energi, kehilangan minat, ketegangan, kehilangan

konsentrasi, ide insufisiensi, ide bunuh diri) Perbedaan:

Perbedaan fisafat,

Barat : dikotomi mind-body

Timur (Cina, Jepang):

Filsafat keseimbangan holistik pikiran dan tubuh.

Psikiater AS lebih mudah memberikan diagnosis schizofren dibanding Inggris (Leff, 1977)

(bias rasial)

Rasio penderita schizofrenia:

– Afro Amerika: Hispanik: White= 4:3:1 (AS)

– Afro-Caribbean> White

(Inggris)

Variasi luas ekspresi:

– Barat: kesepian dan isolasi (kultur individualistic)

– Kultur komunal (somatic)

– Nigeria: sedikit gejala perasaan ekstrim tak berharga dan rasa bersalah.

– Hopi Indian: cemas, sakit, dan patah hati

– Cina :

Gejala somatic (nyeri kepala)

– Uganda:

Page 13: TUGAS PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA PERTEMUAN KE 13 ...

Bersifat kognitif (berpikir terlalu banyak) dibanding emosi

3. SINDROM TERIKAT BUDAYA (CULTURE-BOUND SYNDROME)

Meski studi lintas budaya menyatakan karakteristik schizofrenia dan depresi bersifat

universal atau etik, beberapa studi etnografi melaporkan adanya sindrom terikat budaya

(culture-bound syndrome) yang mendukung relativisme budaya dalam kaitan dengan definisi

abnormalitas. Dengan menggunakan pendekatan emik (culture-specific) para antropolog dan

psikiatris telah mengidentifikasi beberapa bentuk unik gangguan psikologis. Pola gangguan

tidak sesuai dengan kriteria diagnostik gangguan psikologi dalam klasifikasi Barat.

Beberapa sindrom terikat budaya antara lain dalam DSM-IV (Matsumoto&Juang, 2008;

Sue&Sue, 2003):

a. Sinbyong (spirit-sickness) di Korea, yang terjadi ketika seorang wanita dipercaya direkrut

roh untuk menjadi shaman (seorang penyembuh/dukun).

b. Amok, teridentifikasi di beberapa negara (Malaysia, Indonesia, Filipina, dan Tahiland).

Gangguan ini ditandai dengan marah tiba-tiba dan agresi membunuh. Hal ini diduga

disebabkan oleh stres, kurang tidur, dan konsumsi alkohol (dan terutama pada laki-laki.

c. Anoreksi Nervosa

Awalnya teridentifikasi di Barat tetapi kemudia berkembang di negara dunia ketiga seperti

Hong Kong, Korea, Singapura, dan Cina (Sue&Sue, 2003) meski kriteria khusus mungkin

sedikit berbeda antara kelompok-kelompok budaya yang berbeda. Gangguan ini ditandai

dengan citra tubuh yang terdistorsi, takut menjadi gemuk, dan hilangnya berat badan yang

cepat akibat menahan dari makan makanan atau memuntahkankan makanan dengan sengaja

(bulimia). Kemungkinan penyebab yaitu penekanan pada budaya kurus sebagai ideal untuk

wanita, mengecilnya peran gender, dan ketakutan seseorang berada di luar kendali atau

mengambil tanggung jawab orang dewasa.

d. Ataque de nerviosa (Amerika Latin).

Gejala meliputi gemetar, berteriak tak terkendali, menangis kuat, panas di dada naik ke

kepala, dan pusing.

e. Zar (imigran Etiopia di Israel)

Zar adalah kondisi kesadaran yang berubah akibat pengaruh roh Zar, dengan gejala gerakan

tak disadarai, bisu dan tak bergerak/mutism, atau bahasa yang tidak dimengerti.

f. Whakama (suku Maori, New Zealand)

Page 14: TUGAS PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA PERTEMUAN KE 13 ...

Adalah rasa malu, rendah diri, tidak mampu, ragu, malu, kesopanan yang berlebihan, dan

penarikan diri (Sachdev, 1990).

g. Sinking Heart (budaya Punjabi)

Berupa sensasi fisik di jantung atau dada, diduga disebabkan oleh panas yang berlebihan,

kelelahan, cemas, atau kegagalan sosial.

h. Avanga (budaya Tonga)

Berupa gangguan hubungan, dengan gejala spesifik, persahabatan imajiner yang penuh

semangat dengan roh/arwah tunggal.

i. Susto (India dari dataran tinggi Andes)

Ditandai dengan depresi dan sikap apatis yang mencerminkan “hilangnya jiwa”.

Di Indonesia, culture-bound sindrom disebut sebagai fenomena dan sindrom yang yang

berkaitan dengan faktor sosial budaya (PPDGJ III, 1985).

Beberapa fenomena dan sindrom yang telah dikenal dalam masyarakat Indonesia, secara

garis besar dibagi dalam dua golongan besar:

• Yang tidak digolongkan sebagai gangguan jiwa karena tidak memenuhi definisi gangguan

jiwa, misalnya keadaan kemasukan roh/kesurupan yang merupakan bagian upacara

keagamaan atau tradisi setempat.

• Yang tergolong sebagai gangguan jiwa karena memenuhi kriteria gangguan jiwa, dibagi

dua kelompok:

1. Fenomena atau sindrom yang merupakan gejala atau nama lain dari gangguan jiwa

spesifik’

Contoh:

• Kesurupan/kemasukan

Suatu keadaan perubahan kesadaran dengan tanda-tanda disosiatif, yang dapat dikategorikan

kepribadian ganda atau gangguan disosiatif tidak khas. Kondisi ini dapat dianggap serangan

akut gangguan psikotik misalnya gangguan schizofreniform dengan perubahan kesadaran.

• Babainan.

Fenomena di Bali, dengan perubahan kesadaran, tingkah laku agitatif, mendadak, disertai

kebingungan, halusinasi, dan gejolak emosi. Kondisi ini sering dianggap kemasukan roh.

Kondisi ini dapat dikategorikan gangguan disosiatif.

• Koro

Page 15: TUGAS PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA PERTEMUAN KE 13 ...

Ketakutan mendadak menghilangnya alat kelamin disertai keadaan panik, umumnya pada

laki-laki (bertaraf waham). Dapat dianggap gejala gangguan psikotik schizophrenia atau

gangguan schizophreniform.

• Kena Guna-Guna

Keyakinan bertaraf waham bahwa dirinya dikuasai kekuatan adikuasa atau gaib, yang

baisanya berniat jahat terhadap kesehatan atau kehidupannya. Seringkali merupakan suatu

waham aneh atau dikendalikan (delision of being controlled) yang dapat dikategorikan dalam

diagnostik A dari kelompok schizophrenia.

2. Fenomena atau sindrom yang merupakan gangguan jiwa spesifik

• Latah

Reaksi terkejut yang terjadi berulangkali dan menetap, berupa penggunaan kata-kata atau

kalimat (biasanya kata kotor yang berkaitan dengan alat kelamin laki-laki (koprolalia) secara

berulang dan beruntun, dan terjadi tanpa pengendalian. Kondisi ini dapat disertai perbuatan

atau gejala meniru gerakan orang lain atau menjalankan instruksi tertentu secara automatic

tanpa pengendalian. Berlangsung minimal 6 bula, disertai penderitaan mendalam akan

kondisinya. Diagnosis banding gangguan kepribadian histrionic (histerik).

• Amuk

Suatu episode tunggal dari kegagalan menekan impuls, yang mengakibatkan suatu tindak

kekerasan yang ditujukan keluar sehingga mengakibatkan malapetaka bagi orang lain,

sebelumnya tak dijumpai tanda impuls atau agresivitas umum. Derajat agresivitas sangat

hebat dibandingkan dengan stressor sebagai faktor pencetus. Tidak disebabkan skizofrenia,

gangguan kepribadian antisosial, gangguan tingkah laku, atau gangguan eksplosif intermiten.

Dijumpai di negara lainnya dengan nama “krisis katatimik”.

Hal penting dari mempelajari sindrom terikat-budaya, adalah bahwa perlu untuk

mempertimbangkan nilai-nilai budaya, kepercayaan, praktik, dan situasi sosial dalam

menentukan apakah seseorang mengalami gangguan atau tidak (perilaku abnormal).

4. PENILAIAN (ASSESMENT) PERILAKU ABNORMAL

Penilaian atau assesment perilaku abnormal meliputi identifikasi dan gambaran gejala

individu dalam konteks yang lebih luas dari fungsi keseluruhan nya, riwayat hidup, dan

lingkungan (Carson et al., 1988). Alat dan metode penilaian harus peka terhadap budaya dan

pengaruh lingkungan lain yang mempengaruhi perilaku dan fungsi. Saat ini dari data

Page 16: TUGAS PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA PERTEMUAN KE 13 ...

kepustakaan mengenai teknik standar penilaian menunjukkan bahwa mungkin ada masalah

bias atau ketidakpekaan ketika tes psikologis dan metode yang dikembangkan dalam satu

konteks budaya digunakan untuk menilai perilaku dalam konteks budaya yang berbeda.

Dalam menilai/assesment perilaku abnormal, psikolog berusaha untuk mengklasifikasikan

perilaku abnormal ke dalam kategori diagnosis yang reliabel dan valid. Karena budaya

memberi pengaruh pada definisi perilaku abnormal, isu-isu lintas-budaya muncul terkait

keandalan dan validitas diagnosis, dan bahkan kategori diagnostik yang digunakan. Jika

semua perilaku abnormal sepenuhnya etik dalam ekspresi mereka dan presentasi-yaitu

sepenuhnya sama di seluruh kebudayaan-kemudian menciptakan kategori diagnostik yang

handal dan valid, hal ini tidak menjadi masalah. Namun, sebagaimana individu berbeda

dalam ekspresi abnormalitas, kebudayaan juga bervariasi; dan beberapa sindrom terikat-

budaya memang terbatas hanya dalam satu atau beberapa kebudayaan.

Salah satu sistem yang paling banyak digunakan saat ini adalah klasifikasi American

Psychiatric Association’s Diagnostic and Statistic Manual Mental Disorders (DSM). DSM,

pertama kali diterbitkan pada tahun 1952, telah mengalami beberapa revisi besar dan

sekarang dalam edisi keempat (DSM-IV-TR). Beberapa perubahan dalam DSM III-IV

merupakan tanggapan atas kritik oleh psikiater lintas-budaya. Sejumlah besar gangguan yang

dijelaskan dalam manual berbeda atau sama sekali tidak ada dalam masyarakat dan budaya di

luar dunia Barat. Sebanyak 80% penduduk dunia tidak termasuk dalam lingkup budaya

Barat.

Untuk mengatasi kritik-kritik ini, beberapa modifikasi dibuat untuk DSM-IV-TR untuk

meningkatkan sensitivitas budaya: (1) memasukkan informasi bagaimana manifestasi klinis

dari gangguan dapat bervariasi menurut latar budaya; (2) memasukkan 25 sindrom budaya-

terikat dalam lampiran; dan (3) menambahkan panduan penilaian mendalam tentang latar

belakang budaya individu, termasuk ekspresi budaya dari gangguan individu, faktor budaya

yang berhubungan dengan fungsi psikososial dalam konteks tertentu budaya individu , dan

perbedaan budaya antara klinisi dan individu

Klasifikasi lainnya adalah sistem klasifikasi The International Classification of Diseases, 10

th editions (ICD-10) yang disusun WHO. Sayangnya, ulasan terhadap ICD-10 (misalnya oleh

Alarcon, 1995) menunjukkan bahwa ICD-10 gagal mengenali pentingnya budaya dalam

mempengaruhi ekspresi dan presentasi gangguan/penyakit. Untuk mengatasi masalah

Page 17: TUGAS PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA PERTEMUAN KE 13 ...

kurangnya pertimbangan budaya dalam penilaian gangguan mental, diciptakan sistem

diagnostik lokal. Salah satunya The Chinese Classification of Mental Disorders (CCMD),

sangat dipengaruhi oleh DSM-IV dan ICD-10 namun memiliki fitur-budaya spesifik yang

tidak ada dalam sistem internasional. Edisi terbaru, yang CCMD-3, direvisi tahun 2001.

Manual ini memasukkan gangguan yang khas budaya Cina dan tidak memasukkan gangguan

yang tidak relevan (sepertisibling-rivalry akibat kebijakan satu-anak). Pada pertengahan

1980-an, tiga psikiater Afrika mengembangkan sebuah buku pegangan bagi para praktisi

Afrika Utara (Douki, Moussaoui, & Kaca, 1987). Indonesia mengembangkan panduan

diagnosis gangguan mental yaitu Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa

(PPDGJ), yang saat ini telah mencapai edisi ketiga. Didalamnya dimasukkan culture-bound

syndrome yaitu fenomena dan sindrom yang yang berkaitan dengan faktor sosial budaya.

Masalah dalam penilaian ditemukan dalam mempelajari skizofrenia dan depresi dalam

berbagai budaya yang menggambarkan keterbatasan metode penilaian tradisional. Dalam

survei di Yoruba di Nigeria, diagnosis skizofrenia, menunjukkan bias etnosentris, sehingga

harus memasukkan gejala budaya spesifik seperti rasa ” kepala yang membesar dan daging

angsa”. Demikian juga instrument untuk mengukur gangguan depresi mungkin juga

kehilangan ekspresi budaya penting dari gangguan di Afrika dan Indian, karena gagal untuk

menangkap suasana hati dysphoric pendek tapi akut yang kadang-kadang dilaporkan oleh

Hopi Indian. Child Behavior Checklist (CBCL; Achenbach, 2001) yang digunakan untuk

menilai masalah emosi dan perilaku anak-anak di berbagai bagian dunia, termasuk Thailand,

Kenya, Amerika Serikat, Cina, dan Israel menemukan bahwa anak-anak Amerika cenderung

menunjukkan perilaku kurang terkendali (“perilaku eksternalisasi” seperti bertindak diluar

batas dan agresi) yang lebih tinggi daripada perilaku overcontrolled (” perilaku internalisasi”

sepertitaku dan somatisasi) dibandingkan dengan anak-anak dari budaya lain, khususnya

kolektivistik. Namun, sebuah studi pada orangtua American Indian (Dakota / Lakota) untuk

menilai akseptabilitas dan kelayakan penggunaan CBCL dalam budaya mereka menemukan

bahwa beberapa pertanyaan yang sulit untuk dijawab orangtua, karena tidak

memperhitungkan budaya nilai-nilai atau tradisi, dan karena orang tua percaya bahwa

tanggapan mereka akan disalahartikan oleh anggota dari budaya yang dominan, yang tidak

memiliki pemahaman yang baik tentang budaya Dakotan / budaya Lakotan (Oesterheld,

1997).

Page 18: TUGAS PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA PERTEMUAN KE 13 ...

Beberapa peneliti menyarankan pentingnya menguji sistem penyembuhan adat atau

indigenous healing system, untuk budaya tertentu. Penilaian terhadap sistem penyembuhan

adat seharusnya dapat meningkatkan perencanaan strategi pengobatan, salah satu tujuan

utama dari penilaian tradisional (Carson et al., 1988).

Penelitian lain menemukan bahwa latar belakang budaya terapis dan klien dapat

berkontribusi dengan persepsi dan penilaian kesehatan mental. Penelitian oleh Li-Repac

(1980) mengevaluasi peran budaya dalam pendekatan diagnostik terapis. Dalam studi ini,

klien laki-laki Cina-Amerika dan Eropa-Amerika diwawancarai dan direkam, kemudian

dinilai oleh terapis laki-laki Cina-Amerika dan Eropa-Amerika pada tingkat fungsi

psikologis. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh interaksi antara latar belakang budaya

terapis dan klien pada penilaian para terapis terhadap klien. Klien Cina-Amerika dinilai

sebagai canggung, bingung, dan gugup oleh terapis Amerika Eropa, namun klien yang sama

dinilai sebagai beradaptasi, yang jujur, dan ramah oleh terapis Cina-Amerika. Sebaliknya,

klien Amerika Eropa dinilai sebagai tulus dan mudah bergaul dengan terapis Amerika Eropa,

tapi agresif dan memberontak oleh terapis Cina-Amerika. Selain itu, klien Cina-Amerika

dinilai lebih tertekan dan kurang sosialisasi oleh terapis Amerika-Eropa, dan klien Amerika

Eropa dinilai lebih sangat-terganggu oleh terapis Cina Amerika.

Dua kesalahan yang sering dijumpai dalam penilaian abnormalitas yaitu overpatologi dan

underpatologi. Overpathologizing terjadi bila terapis kurang memahami latar belakang

budaya klien, sehingga memberikan penilaian perilaku patologis untuk perilaku yang

merupakan variasi normal dalam budaya individu tersebut, sedangkan underpathologizing

terjadi ketika seorang terapis tanpa pandang bulu menjelaskan perilaku klien sebagai terikat-

budaya, misalnya menghubungkan perilaku menarik diri dan ekspresi emosi datar sebagai

gaya komunikasi budaya yang normal padahal sebenarnya perilaku ini mungkin merupakan

gejala depresi.

Page 19: TUGAS PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA PERTEMUAN KE 13 ...

3) Istilah budaya berasal dari kata “budaya”yanag berarti “pikiran, akal, budi,adat itiadat, sesuyi

yang sudah menjadi kebiasaan, sehingga sukar untuk diubah”. Kebudayaan itu sendiri berarti

“hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kesenian, kepercayaan dan

adat istiadat” ( kamus besar bahasa Indonesia, 1998:149). Menurut Koetjaraningrat (1997: 94)

menjelaskan budaya dapt dimaknai sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil

karya manusia yang diperoleh dari hasil belajar dalam kehidupa masyarakat, yang dijadikan

milik manusia itu sendiri. Berkaitan dengan hal itu, tingkah laku individu sebgai anggota

masyarakat terkaib dengan budaya yang diwujudkan dalam berbagai pranata. Pranata tersebut

berfungsi sebagai mekanisme kontrol bagi tingkahlaku manusia untuk memenuhi

kebutuhanya.

Manusia tidak dapat terlepas dari budaya, keduanya saling memberikan pengaruh. Pengaruh

budaya terhadap kepribadian individu akan terlihat pada perilaku yang ditampilkan. Bagaimana

hubungan manusia dengan kebudayaan sebenarnya banyak dikaji dan dianalisis oleh ilmu

antropologi. Sedangkan bagaimana individu berperilaku akan banyak disoroti dari sudut tinjauan

psikologi. Manusia adalah miniatur kebudayaannya. Oleh karena itu, tingkah laku manusia perlu

dijelaskan bukan hanya dari sudut pandang individu itu sendiri, melainkan juga dari sudut pandang

budayanya, outside dan within him (Kneller, 1978). Manusia adalah produk dan sekaligus pencipta

aktif suatu kelompok sosial, organisasi, budaya dan masyarakat. Sebagai produk, manusia

memiliki ciri-ciri dan tingkah laku yang dipelajari dari konteks sosialnya. Sebaliknya sebagai

pencipta yang aktif manusia juga memberikan kontribusinya kepada perkembangan budayanya

(Ritzer, Kammeyer, dan Yetman, 1979).

Pelayanan konseling hakikatnya merupakan proses pemberian bantuan dengan penerapkan

prinsip-prinsip psikologi. Secara praktis dalam kegiatan konseling akan terjadi hubungan antara

satu dengan individu lainnya (konselor dengan klien). Dalam hal ini individu tersebut berasal dari

lingkungan yang berbeda dan memiliki budayanya masing-masing. Oleh karena itu dalam proses

konseling tidak dapat dihindari adanya keterkaitan unsur-unsur budaya.

Keragaman budaya dapat menimbulkan konsekuensi munculnya etnosetrisme dan kesulitan

komunikasi. Etnosetrisme mengacu pada adanya perasaan superior pada diri individu karena

Page 20: TUGAS PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA PERTEMUAN KE 13 ...

kebudayaan atau cara hidupnya yang dianutnya dianggap lebih baik. Sedangkan bahasa adalah

simbol verbal dan nonverbal yang memungkinkan manusia untuk mengkomunikasikan apa yang

dirasakannya dan dipikirkannya. Apabila terjadi perbedaan dalam menginterpretasikan simbol-

simbol verbal dan nonverbal diantara dua orang atau lebih yang sedang berkomunikasi, maka akan

timbul persoalan.

Lebih jelas Clemon E. Vontres mengemukakan bahwa jika konselor dan klien merasakan

persamaan budaya meskipun sebenarnya secara budaya mereka berbeda maka interaksi tersebut

tidak boleh dinamakan konseling lintas budaya. Sebaliknya jika konselor dan klien secara budaya

sama tetapi masing-masing mereka merasa berbeda budaya maka interaksinya dapat dinamakan

lintas budaya.

Jadi dalam konseling lintas budaya, yang menjadi standar adalah interaksi yang terjadi dalam

hubungan konseling dan bagaimana interaksi dirasakan serta dihayati oleh konselor dan klien. Jika

dalam interaksi itu dirasakan adanya perbedaan-perbedaan secara budaya maka interaksi tersebut

dinamakan konseling lintas budaya. Dengan demikian dalam konseling lintas budaya perbedaan

antara konselor dan klien bukan hanya terletak pada adanya perbedaan bangsa saja, tetapi juga

mencakup perbedaan aspek-aspek kebudayaan yang lebih luas.