PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA DIKLAT ELEKTRONIKA DASAR ” Pemilik Judul: REZA WAHYUDI 5215083402 Alumni angkatan 2012 Program Studi Pendidikan Teknik Elektronika Oleh: HARYADI 5215097004 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Teknik Elektronika 2009 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO JURUSAN TEKNIK ELEKTRO - FAKULTAS TEKNIK
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS
“PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
PADA MATA DIKLAT ELEKTRONIKA DASAR”
Pemilik Judul:
REZA WAHYUDI 5215083402
Alumni angkatan 2012 Program Studi Pendidikan Teknik Elektronika
Oleh:
HARYADI 5215097004
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Teknik Elektronika 2009
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga proposal penelitian ini telah selesai meskipun jauh dari sempurna.
Peneliti berharap proposal penelitian ini, dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pihak,
khususnya dalam bidang pendidikan.
Proposal penelitian ini disusun untuk menjelaskan tentang PENERAPAN MODEL
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
SISWA PADA MATA DIKLAT ELEKTRONIKA DASAR karena dengan penelitian ini
sangat berguna untuk mengetahui sejauh mana hasil belajar yang dicapai dalam pemberian
tugas pekerjaan rumah.
Dalam penyusunan proposal penelitian ini peneliti banyak menghadapi kesulitan baik dalam
penyusunan maupun dalam pengumpulan data. Tetapi semua itu dapat peneliti atasi. Oleh
karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu, terutama :
1. Orang tua yang telah memberikan doa dan dukungan moril maupun materil.
2. Bapak Dr. Bambang Dharma Putra, M.Pd sebagai dosen pembimbing dalam
penelitian.
3. Semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Proposal penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kelengkapan proposal penelitian ini. Akhir
kata semoga proposal penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca
umumnya.
Jakarta, Desember 2011
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas sumber
daya manusia. Arti pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka perlu
diselenggarakan pendidikan. Dalam pendidikan terdapat tiga jalur pendidikan yaitu,
pendidikan informasi (informal) yang diselenggarakan di lingkungan keluarga,
pendidikan formal yang diselenggarakan di lingkungan sekolah, serta pendidikan non
formal yang diselenggarakan di lingkungan masyarakat. Ketiga jalur pendidikan
tersebut saling melengkapi dalam mewujudkan cita-cita nasional melalui pendidikan.
Jalur pendidikan formal terbagi lagi menjadi tiga jenjang, yaitu pendidikan dasar,
pendidikan pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sedangkan pendidikan di
Indonesia, terdapat pembagian satuan pendidikan yaitu pendidikan umum yang lebih
dikenal dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan pendidikan kejuruan yang lebih
dikenal dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sebagai lembaga pendidikan
sekolah menengah kejuruan merupakan lembaga pendidikan yang mempersiapkan
peserta didiknya untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu sesuai dengan keahliannya.
Dari uraian di atas nampak jelas tuntutan akan keberadaan pendidikan kejuruan
adalah untuk membentuk dan mengembangkan keahlian dan keterampilan, sehingga
dapat meningkatkan produktivitas, kreativitas, mutu dan efisiensi kerja.
SMK melaksanakan kurikulum seperti yang ditetapkan pemerintah. Dimana
telah disusun program pendidikan dan pelatihan yang terbagi menjadi tiga yaitu :
Normatif, Adaptif dan Produktif. Untuk kategori Normatif di dalamnya mencakup
pelajaran Agama, PPKN, Bahasa Indonesia, dan Sejarah. Kelompok Adaptif adalah
Matematika, Fisika, Bahasa Inggris, Kimia dan Komputer. Sedangkan kelompok
produktif khususnya jurusan elektronika (audio-video) yaitu gambar teknik, elektronika
dasar, teknik audio, rangkaian listrik, komunikasi data, teknik televisi dan audio, teknik
digital dan lain sebagainya. Ketiga kurikulum yang ditetapkan pemerintah tersebut
saling melengkapi dan menunjang keterampilan siswa terlebih lagi dalam kelompok
kategori Adaptif dan Produktif. Salah satu sekolah yang menggunakan kurikulum
tersebut adalah SMK Negeri 1Bekasi . SMK Negeri 1Bekasi merupakan salah satu
bagian dari pendidikan formal yang memiliki 3 (tiga) program studi. Salah satu
diantaranya yaitu Audio Video. Program studi Audio Video mempunyai beberapa
kompetensi yang seluruhnya dijadikan judul mata diklat. Salah satu dari mata diklat itu
yaitu Teori Dasar Elektronika dengan Standar Kompetensi Menguasai Dasar-dasar
Elektronika. Mata diklat ini diberikan pada kelas X semester I. Salah satu solusi yang
dapat diterapkan untuk mendorong siswa berdiskusi, saling bantu menyelesaikan tugas,
menguasai dan pada akhirnya menerapkan keterampilan yang diberikan untuk
meningkatkan hasil belajar adalah dengan mengubah cara belajarnya dan menggunakan
model pembelajaran dengan model cooperative learning yang bertujuan merangsang
keaktifan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi setiap saat mengalami kemajuan.
Hal ini harus diikuti dengan perkembangan kualitas sumber daya manusia di dalamnya.
Perkembangan kualitas sumber daya manusia tidak dapat lepas dari perkembangan dan
kualitas sebuah pendidikan. Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar dalam pembentukan
kualitas sumberdaya manusia. Oleh karena itu, untuk menciptakan sumberdaya manusia yang
kreatif, inovatif, dan produktif diperlukan sistem pendidikan yang berkualitas. Sehingga
perlunya perbaikan-perbaikan dalam sistem pendidikan di Indonesia yang sesuai dengan
perkembangan dan perubahan zaman. Salah satu hal yang harus diperbaiki adalah proses
belajar mengajar di kelas. Proses belajar mengajar merupakan suatu kegiatan paling utama
dalam pendidikan di sekolah. Dalam proses ini akan terciptanya tujuan pendidikan secara
umum maupun tujuan khusus seperti perubahan tingkah laku siswa menuju kearah yang lebih
baik. Sehingga siswa memiliki kemampuan dan dapat menghadapi perubahan dan tuntutan
zaman, dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah kegiatan belajar mengajar
merupakan kegiatan pokok. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pendahuluan
dilapangan terhadap guru dan beberapa siswa yang dilakukan peneliti pada saat
melaksanakan Program Latihan Profesi di SMK Negeri 1 Seluma di kelas X Teknik
Komputer dan Jaringan dengan jumlah siswa 40 orang, diperoleh beberapa temuan bahwa
dalam proses pembelajaran pada mata diklat Elaektronika Dasar, yaitu :
1. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru dan metode penyampaian materi
didominasi dengan metode konvensional yaitu ceramah dan mencatat, sehingga siswa hanya
menerima pengetahuan dari guru saja.
2. Kurangnya interaksi dan aspek keterbukaan antara guru dengan siswa maupun antara siswa
dengan siswa sehingga segala kesulitan siswa dalam proses pembelajaran tidak bisa diketahui
oleh guru.
3. Sumber belajar dominan yang digunakan siswa adalah catatan yang diberikan guru dalam
kegiatan belajar mengajar.
4. Penggunaan model pembelajaran yang kurang mengarah pada upaya untuk memberikan
contoh-contoh penerapan materi yang diajarkan pada dunia nyata.
5. Penggunaan metode pembelajaran yang kurang bervariasi.
6. Hasil belajar siswa sebagian besar tidak sampai pada kriteria ketuntasan minimal (KKM),
yaitu ≥70.
Tabel 1.1 Nilai UTS Mata Diklat
Elaktronika Dasar Pada Kelas X TKJ Di SMK Negeri 1
Tingkat Penguasaan Kategori
80-100 Lulus amat baik
70-79 Lulus baik
60-69 Lulus cukup
50<59 Belum lulus Lulus rendah
0-50 Tidak lulus
Dari data di atas dapat dilihat bahwa siswa yang lulus dengan baik hanya 6 orang atau 15%,
dan siswa yang lainnya masih belum lulus. Hasil belajar siswa pada mata diklat Menerapkan
Teknik Elektronika Analog dan Digital Dasar dapat disimpulkan bahwa prestasi yang dicapai
masih sangat rendah. Untuk mencapai hasil belajar yang optimal dan sesuai dengan tuntutan
kurikulum diperlukan suatu alternatif model pembelajaran dan penggunaan yang mengarah
kepada pembelajaran siswa aktif dengan harapan dapat meningkatkan penguasan konsep dan
mengembangkan keterampilan berkomunikasi siswa pada mata diklat Elektronika Dasar.
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata diklat Elektronika Dasar supaya mencapai
hasil yang sesuai dengan KKM adalah dengan mengembangkan model pembelajaran
kontekstual. Kontekstual adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata
dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Karena pada mata diklat Elektronika
Dasar menuntut siswa untuk berperan aktif. Sedangkan pembelajaran kontekstual adalah
aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya mencatat, dan pengembangan
kemampuan sosialisasi. Terdapat tujuh asas dalam pembelajaran kontekstual sehingga bisa
dibedakan dengan model lainnya, yaitu konstruktivisme, inquiri, questioning (bertanya),
learning community (masyarakat belajar), modeling (pemodelan), reflection (refleksi),
authentic assessment (penilaian yang sebenarnya).
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk menerapkan model pembelajaran
kontekstual ini dengan memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada dalam upaya
meningkatkan pemahaman konsep siswa, sehingga penulis mengambil kajian: “Penerapan
Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Diklat
Elaktronika Dasar”. Untuk menghindari meluasnya permasalahan yang akan dibahas serta
lebih terarahnya penelitian ini, maka perlu adanya pembatasan masalah. Adapun batasan
masalah dalam penelitian ini, yaitu :
1. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model Pembelajaran
Kontekstual.
2. Mata diklat yang Elaktronika Dasar materi yang diajarkan adalah
3. Hasil belajar pada aspek kognitif yang akan diungkap meliputi prestasi
belajar siswa.
4. Kegiatan yang diteliti adalah aktivitas siswa dan aktivitas guru dalam
proses kegiatan pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latarbelakang yang telah dikemukakan sebelumnya, penulis merumuskan
masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :
“Apakah Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual dapat mempengaruhi perubahan
aktivitas siswa dan hasil belajar siswa pada Mata Diklat Elektronika Dasar?”
Secara khusus permasalahan tersebut akan dikaji dalam penelitian ini dengan rincian sebagai
berikut :
1. Bagaimana kegiatan pembelajaran dengan model Kontekstual dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dari aspek kognitif pada mata diklat Elektronika Dasar?
2. Bagaimana peningkatan aktivitas siswa setelah mengikuti pembelajaran
dengan model Kontekstual pada mata diklat Menerapkan Teknik Elektronika Dasar?
3. Bagaimana peningkatan aktivitas guru dalam proses kegiatan belajar
mengajar terhadap mata Elektronika Dasar pada saat diterapkan proses pembelajaran dengan
menggunakan model Kontekstual ?
C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian harus memiliki tujuan yang jelas agar mencapai hasil yang optimal. Tujuan
umum penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa ditinjau dari aspek
kognitif pada mata diklat Elektronika Dasar sehingga diharapkan siswa dapat lulus sesuai
dengan nilai KKM dengan menggunakan model pembelajaran Kontekstual pada siswa kelas
X Teknik Elektronika SMKN 1 Bekasi tahun ajaran 2010-2011. Sedangkan tujuan khusus
dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui tingkat perubahan hasil belajar siswa yang dicapai yang ditinjau dari aspek
kognitif setelah diterapkan kegiatan pembelajaran dengan model Kontekstual pada mata
Elektronika Dasar
2. Mengidentifikasi seberapa besar peningkatan aktivitas siswa setelah mengikuti
pembelajaran dengan model Kontekstual pada mata diklat Elektronika Dasar
3. Mengidentifikasi seberapa besar peningkatan aktivitas guru terhadap mata diklat
Menerapkan Teknik Elektronika setelah melakukan proses pembelajaran dengan
menggunakan model Kontekstual.
D. Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikaninformasi untuk
meningkatkan profesionalisme guru dalam upaya menyusun model pembelajaran pada mata
diklat Bahan-Bahan Listrik dengan model pembelajaran kontekstual yang dapat digunakan
untuk meningkatkan hasil belajar siswa, sehingga pembelajaran lebih interaktif. Bagi siswa
diharapkan dapat menimbulkan interaksi yang baik diantara siswa sehingga mampu
meningkatkan hasil belajar dan siswa mampu menerapkan konsep yang telah didapatkannya
dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Bagi sekolah penelitian ini
diharapkan dapat meningkatkan mutu dan kualitas pembelajaran disekolah.
E. Penjelasan Istilah
Untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang akan digunakan
dalam penelitian ini, maka penulis memberikan penjelasan dan pengertian mengenai
beberapa definisi yang digunakan antaralain sebagai berikut :
1. Model Pembelajaran Kontekstual
Model pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan
suasana dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat. Model Pembelajaran Kontekstual yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk
menemukan materi yang dihubungkan dengan menerapkan dengan kehidupan siswa.
2. Hasil belajar
Hasil belajar merupakan suatu nilai yang diberikan kepada peserta
didik pada akhir suatu program pengajaran setelah siswa didik melewati
serangkaian tes, yang berkaitan dengan materi pembelajaran yang telah
diajarkan.
3. Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri
dengan cara merencanakan, melaksanakan dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif
dan partisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar
siswa dapat meningkat.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulis dalam penyusunan penelitian ini, maka penulis membagi
pembahasan menjadi lima bab. Sistematika dalam penyusunan penelitian ini adalah sebagia
berikut :
BAB I Pendahuluan, pada bab ini mengemukakan mengenai:
latarbelakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat
penelitian, penjelasan istilah dan sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori, pada bab ini menguraikan mengenai: konsep belajar dan
pembelajaran, penelitian tindakan kelas, pembelajaran kontekstual.
BAB III Metode Penelitian, pada bab ini menguraikan mengenai: metode penelitian, prosedur
penelitian, paradigma penelitian, lokasi dan objek penelitian, instrumen penelitian dan cara
penggunaannya, teknik pengumpulan data, teknik análisis data dan kriteria keberhasilan
penelitian.
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, pada bab ini menguraikan
mengenai: deskripsi awal pratindakan, refleksi kegiatan awal pembelajaran, penerapan model
pembelajaran kontekstual di kelas dan pembahasan hasil penelitian.
BAB V Kesimpulan dan Saran, pada bab ini dikemukakan mengenai kesimpulan yang
diambil dan saran yang diberikan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Belajar dan Hasil Belajar
1. Pengertian Belajar
Salah satu hal utama yang dilakukan untuk memperoleh ilmu pengetahuan adalah dengan
belajar, dan dengan belajar akan terjadi proses interaksi individu dengan lingkungannya.
Secara formal interaksi tersebut dapat berupa siswa belajar di sekolah, siswa akan
berinteraksi dengan guru, dengan teman-temannya, dengan buku-buku perpustakaan dan
peralatan laboratorium, di rumah mereka berinteraksi dengan catatan-catatan siswa dan
melaksanakan tugas dari guru. Belajar akan berdampak pada perilaku, pandangan, dan pola
pikir seseorang terhadap suatu hal. Menurut Wina Sanajaya (2009:110) menyatakan bahwa
”belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan
munculnya perubahan perilaku, aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu
dengan lingkungan yang didasari”.
Menurut Oemar Hamalik (2005:28) menyatakan bahwa “Belajar merupakan suatu proses
perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya.” Perubahan
tingkah laku yang dimaksud meliputi aspek-aspek pengetahuan, pemahaman, kebiasaan,
keterampilan, apresiasi, emosional, etika dan sikap. Perubahan tingkah laku sebagai akibat
dari proses belajar disebut hasil belajar bersifat relatif menetap dan sesuai dengan tujuan yang
telah ditentukan. Dari beberapa definisi mengenai belajar di atas, penulis menyimpulkan
bahwa belajar adalah suatu proses aktif perubahan tingkah laku dan kecakapan manusia yang
melalui berbagai pengalaman untuk memperoleh pengetahuan sebagai proses kematangan.
Sehingga dalam pendidikan, belajar merupakan kegiatan pokok yang menentukan berhasil
tidaknya pencapaian tujuan pendidikan Proses belajar yang dilakukan oleh siswa merupakan
reaksi atau hasil kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru. Siswa akan berhasil
belajar jika guru mengajar secara efisien dan efektif. Itu sebabnya guru harus mengenal
prinsip-prinsip belajar agar para siswa dapat belajar aktif dan berhasil. Prinsip-prinsip belajar
dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Pengalaman Dasar
Pengalaman dasar berfungsi untuk mempermudah siswa dalammemperoleh pengalaman
baru. Siswa merasa sulit memahami suatu generalisasi jika ia belum mempunyai suatu
konsep sebagai pengalaman dasar.
2. Motivasi Belajar
Siswa akan melakukan perbuatan belajar untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan
sebagainya. Jika memilih motivasi belajar, dorongan motivasi ini berguna tidak hanya untuk
mendorong mereka belajar secara aktif, tetapi juga berfungsi sebagai pemberi arah dan
penggerak dalam belajar. Motivasi belajar dapat tumbuh dari dalam diri sendiri, yang disebut
dengan motivasi intrinsik, motivasi belajar juga dapat timbut berkat dorongan dari luar
seperti pemberian angka, kerja kelompok, hadiah atau teguran yang disebut dengan mitivasi
ekstrinsik. Kedua motivasi ini berguna bagi siswa untuk belajar secara aktif.
3. Penguatan Belajar
Hasil belajar yang telah diperoleh siswa perlu ditingkatkan agar penguasan yang tuntas. Guru
hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengulang dan melatih hal-hal yang
telah dipelajari. Berdasarkan uraia di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa penyusunan dan
pelaksanaan program belajar-mengajar hendaknya memperhatikan beberapa prinsip belajar
secara aktif.
4. Hasil Belajar
Nana Sudjana (dalam Kunandar, 2010:276) menyatakan bahwa “suatu akibat dari proses
belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes yang disusun secara
terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan”. Untuk melihat hasil belajar
dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa
telah mengetahui suatu materi atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang
dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditunjukan untuk menjamin tercapainya
kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan pererta didik sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan. Salah satu keberhasilan proses belajar mengajar dilihat dari hasil belajar
yang dicapai oleh siswa. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah
sebagai berikut :
1. Faktor Internal
Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor
dari dalam individu yang belajar yaitu siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi
kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara lain motovasi, perhatian,
pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya.
2. Faktor Eksternal
Pencapaian tujuan belajar harus diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif,
hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa, adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan dan
pembentukan sikap. Penulis berpendapat bahwa hasil belajar mempunyai peranan penting
dalam proses pembelajaran, proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan
informasi kepada guru mengenai kemajuan siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan-tujuan
belajar siswa melalui kegiatan pembelajaran.
3. Aktivitas Siswa
Belajar yang baik harus melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis.
Kita tidak dapat memastikan bahwa siswa yang diam mendengarkan penjelasan dari guru
tidak berarti tidak aktif, demikian sebaliknya belum tentu siswa yang secara fisik aktif,
memeliki kadar aktivitas mental yang tinggi pula. Kunandar (2010:277) mengungkapkan
bahwa,”Aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian
dalam kegiatan belajar guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan
memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut”. Peningkatan aktivitas siswa, diantaranya
meningkatkan jumlah siswa yang terlibat aktif belajar, meningkatkan jumlah siswa yang
bertanya dan menjawab, meningkatkan jumlah siswa yang paling berinteraksi membahas
materi pelajaran. Metode belajar yang bersifat partisipatoris yang dilakukan guru akan
mampu membawa siswa dalam situasi yang lebih kondusif, karena siswa lebih berperan dan
lebih terbuka serta sensitif dalam kegiatan belajar mengajar. Indikator aktivitas siswa yang
diungkapkan oleh kunandar (2010:277), dapat dilihat dari :
1. Mayoritas siswa beraktivitas dalam pembelajaran.
2. Aktivitas pembelajaran didominasi oleh kegiatan siswa.
3. Mayoritas siswa mampu mengerjakan tugas yang diberikan guru melalui pembelajaran
kooperatif.
Berdasarkan pengertian di atas, penulis berpendapat bahwa dalam belajar sangat
dituntut keaktifan siswa. Siswa yang lebih banyak melakukan kegiatan, sedangkan guru lebih
banyak membimbing dan mengarahkan. Tujuan pembelajaran Menerapkan Teknik
Elektronika Analog dan Digital Dasar tidak mungkin tercapai tanpa adanya aktivitas siswa.
Membentuk manusia yang kreatif dan bertanggung jawab, dalam rangka ini penulis berusaha
melatih dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual, sebab dengan model
pembelajaran ini siswa dituntut untuk lebih aktif dan bertanggung jawab.
B. Penelitian Tindakan Kelas
1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan cara
merencanakan, melaksanakan dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif
dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat
meningkat (Wina Sanjaya, 2010:9). Suharsimi Arikunto (2010:3) “penelitian tindakan kelas
merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang
sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama”. Wiriatmaja (dalam
Tukiran Taniredja, 2010:16) mengemukakan bahwa ”penelitian tindakan kelas adalah
bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktik pembelajaran mereka,
dan belajar dari pengalaman mereka sendiri”. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan penelitian untuk mengangkat
masalah-masalah yang berada di dalam kelas yang dilakukan oleh para guru yang merupakan
pecermatan kegiatan belajar berupa tindakan untuk memperbaiki dan meningkatkan
pembelajaran di kelas secara lebih profesional.
2. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas
Semua penelitian bertujuan untuk memecahkan suatu masalah tetapi untuk penelitian
tindakan kelas disamping tujuan tersebut tujuan yang utama dari penelitian tindakan kelas
adalah untuk perbaikan dan peningkatan layanan profesional guru dalam menangani proses
belajar mengajar. Menurut Mulyasa (dalam Tukiran Taniredja, 2010:20) secara umum
tujuan penelitian tindakan kelas adalah :
1. Memperbaiki dan meningkatkan kondisi belajar serta kualitas pembelajaran.
2. Meningkatkan layanan profesional dalam konteks pembelajaran, khususnya kepada
peserta didik sehingga tercipta layanan prima.
3. Memberikan kesempatan kepada guru berimprovisasi dalam melakukan tindakan
pembelajaran yang direncanakan secara tepat waktu dan sasarannya.
4. Memberikan kesempatan kepada guru untuk mengadakan pengkajian secara bertahap
terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukannya sehingga tercipta perbaikan yang
berkesinambungan.
5. Membiasakan guru mengembangkan sikap ilmiah, terbuka, dan jujur dalam pembelajaran.
Tujuan penelitian tindakan kelas di atas dapat penulis simpulkan bahwa penelitian tindakan
kelas bertujuan untuk meningkatkan atau memperbaiki praktik pembelajaran yang seharusnya
dilakukan oleh guru, disamping itu dengan penelitian tindakan kelas tertumbuhkannya
budaya meneliti dikalangan guru.
3. Manfaat Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas dapat memberikan manfaat sebagai inovasi pendidikan
yang tumbuh dari peneliti yaitu guru, karena guru adalah ujung tombak pelaksana
lapangan. Dengan penelitian tindakan kelas guru menjadi lebih mandiri yang ditopang
oleh rasa percaya diri, sehingga secara keilmuan menjadi lebih berani mengambil prakarsa
yang patut diduganya dapat memberikan manfaat perbaikan. Manfaat lainnya dalam
penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut :
a. Menumbuhkan kebiasaan menulis
b. Menumbuhkan budaya meneliti
c. Menggali ide baru
d. Melatih pemikiran ilmiah
e. Mengembangkan keterapilan
f. Meningkatkan kualitas pembelajaran
4. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas dimulai dengan adanya masalah yang dirasakan sendiri oleh guru
dalam pembelajaran. Masalah tersebut dapat berupa masalah yang berhubungan dengan
proses dan hasil belajar siswa yang tidak sesuai dengan harapan guru atau hal-hal lain yang
berkaitan dengan perilaku mengajar guru dan perilaku belajar siswa. Langkah menemukan
masalah dilanjutkan dengan menganalisis dan merumuskan masalah, kemudian
merencanakan penelitian tindakan kelas dalam bentuk tindakan perbaikan, mengamati, dan
melakukan refleksi. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas dalam bentuk siklus berulang
yang di dalamnya terdapat empat tahapan kegiatan yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan
dan refleksi. Siklus penelitian tindakan kelas dapat digambarkan sebagai berikut :
Perencanaan
Pengamatan
Perencanaan
Pelaksanaan
PelaksanaanRefleksi
Refleksi
Siklus 3
Siklus 2
Pengamatan
PelaksanaanSiklus 1
Refleksi
Perencanaan
Gambar 2.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas
Sumber : Suharsimi Arikunto (2010:16)
Tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian tindakan kelas dapat diuraikan
sebagi berikut :
1. Perencanaan (planning)
Tahapan ini berupa menyusun rancangan tindakan yang menjelaskan tentang apa,
mengapa, kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Pada
tahapan perencanaan peneliti menentukan fokus peristiwa yang perlu mendapatkan perhatian
khusus untuk diamati, kemudian membuat sebuah instrument pengamatan untuk merekam
fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung. Secara rinci pada tahapan perencanaan terdiri
dari kegiatan sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi dan menganalisis masalah, yaitu secara jelas dapat dimengerti
masalah apa yang akan diteliti. Masalah tersebut harus benar-benar faktual terjadi di
lapangan masalah bersifat umum di kelasnya, masalahnya cukup penting dan
bermanfaat bagi peningkatan mutu hasil pembelajaran, dan masalahpun harus dalam
jangkauan kemampuan peneliti.
b. Menetapkan alasan mengapa penelitian tersebut dilakukan, yang akan
melatarbelakangi penetilian tindakan kelas.
c. Merumuskan masalah secara jelas, baik dengan kalimat tanya maupun kalimat
pertanyaan.
d. Memetapakan cara yang akan dilakukan untuk menemukan jawaban, berupa rumusan
hipotesis tindakan. Umumnya dimulai dengan menetapkan berbagai alternatif
tindakan pemecahan masalah, kemudian dipilih tindakan yang paling menjanjikan
hasil terbaik dan yang dapat dilakukan oleh guru.
Pengamatan
Hasil Penelitian
e. Menemtukan cara untuk menguji hipotesis tindakan dengan menjabarkan indikator-
indikator keberhasilan serta berbagai instrument pengumpul data yang dapat dipakai
untuk menganalisis indikator keberhasilan itu.
f. Membuat secara rinci rancangan tindakan. 20
2. Tindakan
Pada tahap ini, rancangan strategi dan scenario penerapan pembelajaran akan
diterapkan. Rancangan tindakan tersebut tentu saja sebelumnya telah dilatihkan kepada
pelaksana tindakan (guru) untuk dapat diterapkan di dalam kelas sesuai dengan skenarionya.
Scenario dari tindakan harus dilaksanakan dengan baik dan tampak wajar. Rancangan
tindakan yang akan dilakukan hendaknya dijabarkan serinci mungkin secara tertulis. Rincian
tindakan tersebut menjelaskan sebagai berikut :
a. Langkah demi langkah yang akan dilakukan
b. Kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh guru
c. Kegiatan yang diharapkan dilakukan oleh siswa
d. Rincian mengenai jenis media pembelajaran yang akan digunakan untuk pengumpulan
data atau pengamatan disertai dengan penjelasan rincian bagaimana menggunakannya.
3. Pengamatan atau Observasi
Tahap ini sebenarnya berjalan bersamaan dengan saat pelaksanaan pengamatan
dilakukan pada waktu tindakan sedang berjalan, jadi keduanya berlangsung dalam waktu
yang sama. Pada tahap ini, peneliti (atau guru apabila ia bertindak sebagai peneliti)
melakukan poengamatan dan mencatat semua hal yang diperlukan dan terjadi selama
tindakan berlangsung. Pengumpulan data ini dengan melakukan format observasi atau
penilaian yang telah disusun, termasuk juga pengamatan secara cermat pelaksanaan scenario
tindakan dari waktu ke waktu serta dampaknya terhadap proses dan hasil belajar siswa.
4. Refleksi
Tahapan ini dimaksudkan untuk mengkaji secara menyeluruh tindakan yang telah
dilakukan, berdasarkan data yang telah terkumpul, kemudian dilakukan evaluasi untuk
menyempurnakan tindakan berikutnya. Refleksi dalam penelitian tindakan kelas mencakup
analisis, sintesis, dan penilaian terhadap hasil pengamatan atas tindakan yang dilakukan. Jika
terdapat masalah dari proses refleksi maka dilakukan proses pengkajian ulang melalui siklus
berikutnya yang meliputi kegiatan perencanaan ulang, tindakan ulang, dan pengamatan ulang
sehingga permasalahan dapat teratasi.
5. Jenis-Jenis Penelitian Tindakan Kelas
Jenis penelitian tindakan kelas dibedakan menjadi 4, yakni (1) PTK diagnostik, (2)
PTK partisipan, (3) PTK empiris, dan (4) PTK ekspremintal. Untuk lebih jelas, berikut
ditemukan secara singkat mengenai keempat jenis PTK tersebut :
1) PTK Diagnostik
Yang dimaksud dengan PTK diagnostik ialah penelitian yang dirancang dengan menuntut
penelitipeneliti kearah suatu tindakan. Dalam hal ini peniliti mendiagnosa dan memasuki
situasi yang terdapat didalam luar penelitian. Sebagai contohnya ialah apabila peneliti
berupaya menangani perselisihan, pertengkaran, konflik yang dilakukan antar siswa yang
terdapat di suatu sekolah atau kelas.
2) PTK Partisipan
Suatu penelitian dikatakan sebagai PTK Partisipan ialah apabila orang yang akan
melaksanakan penelitian harus terlihat langsung dalam proses penelitian sejak awal sampai
dengan hasil penelitian berupa laporan. Dengan demikian, sejak perencanaan penelitian
peneliti senantiasa terlihat, selanjutnya peneliti mementau, mencatat, dan mengumpulkan
data, lalu menganalisa data serta berakhir dengan melaporkan hasil penelitiannya. PTK
partisipasi dapat juga dilakukan disekolah, hanya saja disini peneliti dituntut keterlibatannya
secara langsung dan terus- menerus sejak awal sampai berakhir penelitian.
3) PTK Empiris
Yang dimaksud dengan PTK empiris ialah apabila peneliti berupaya melakukan sesuatu
tindakan atau aksi dan membukakan apa yang dilakukan dan apa yang terjadi selama aksi
berlangsung. Pada prinsip nya proses penelitinya berkenan dengan penyimpanan cacatan dan
pengumpulan pengalaman peneliti dalam pekerjaan sehari-hari.
4) PTK Eksperimental
Yang dikategorikan PTK Eksperimental ialah PTK diselenggarakan dengan berupaya
menerapkan berbagai teknik atau strategi secara efektif dan efisien didalam suatu kegiatan
belajar-mengajar oleh peniliti. Di dalam kaitannya dengan kegiatan belajar-mengajar,
dimungkinkan terdapat lebihdari satu strategi atau teknik yang ditetapkan untuk mencapai
suatu tujuan instruktusional.
7. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
Karakteristik penelitian tindakan kelas yang sekaligus dapat membedakannya dengan
penelitian formal adalah sebagai berikut:
1. Penelitian tindakan kelas merupakan prosedur penelitian di kelas yang dirancang
untuk menanggulangi masalah nyata yang dialami Guru berkaitan dengan siswa
di kelas itu. Ini berarti, bahwa rancangan penelitian diterapkan sepenuhnya di
kelas itu, termasuk pengumpulan data, analisis, penafsiran, pemaknaan, perolehan
temuan, dan penerapan temuan. Semuanya dilakukan di kelas dan dirasakan oleh
kelas itu.
2. Metode penelitian tindakan kelas diterapkan secara kontekstual, dalam arti
bahwa variabel-variabel yang ditelaah selalu berkaitan dengan keadaan kelas itu
sendiri. Dengan demikian, temuan hanya berlaku untuk kelas itu sendiri dan tidak
dapat digeneralisasi untuk kelas yang lain. Temuan penelitian tindakan kelas
hendaknya selalu diterapkan segera dan ditelaah kembali efektifitasnya dalam
kaitannya dengan keadaan dan suasana kelas itu.
3. Penelitian tindakan kelas terarah pada suatu perbaikan atau peningkatan kualitas
pembelajaran, dalam arti bahwa hasil atau temuan penelitian penelitian tindakan
kelas itu adalah pada diri guru telah terjadi perubahan, perbaikan, atau
peningkatan sikap dan perbuatannya. Penelitian tindakan kelas akan lebih mudah
berhasil jika adanya kerjasama antara guru-guru di sekolah, sehingga mereka
dapat sharing mengenai permasalahan yang ada, dan apabila penelitian telah
dilakukan, selalu diadakan pembahasan perencanaan tindakan yang dilakukan.
Dengan demikain, penelitian tindakan kelas itu bersifat kolaborasi dan kooperatif.
4. Penelitian tindakan kelas bersifat luwes dan mudah diadaptasi. Dengan demikian,
maka cocok digunakan dalam rangka pembaharuan dalam kegiatan kelas. Hal ini
juga memungkinkan diterapkannya suatu hasil studi dan penelaahan kembali
secara berkesinambungan.
5. Penelitian tindakan kelas banyak mengandalkan data yang diperoleh langsung
dari refleksi diri peneliti.
6. Penelitian tindakan kelas sedikitnya ada kesamaan dengan penelitian eksperimen
dalam hal percobaan tindakan yang segera dilakukan dan ditelaah kembali
efektifitasnya. Oleh karena itu kaidah-kaidah dasar penelitian ilmiah dapat
dipertahankan terutama dalam pengambilan data, perolehan informasi, upaya
untuk membangun pola tindakan, rekomendasi dan lain-lain, maka penelitian
tindakan kelas tetap merupakan proses ilmiah.
7. Penelitian tindakan kelas bersifat situasional dan spesisifik, yang pada umumnya
dilakukan dalam bentuk studi kasus. Subyek penelitian sifatnya terbatas, tidak
representatif untuk merumuskan atau generalisasi. Penggunaan metoda statistik
terbatas pada pendekatan deskriptif tanpa inferensi.
C. Model Pembelajaran Kontekstual
1. Konsep Dasar Pembelajaran Kontekstual
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning / CTL) merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Dengan konsep tersebut, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi
siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru kesiswa. Strategi pembelajaran lebih
penting dari pada hasil, dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa
mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi dibandingkan
dengan memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja
sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuai dengan asumsi
yang mendasarinya, bahwa pengetahuan itu diperoleh anak bukan dari informasi yang
diberikan oleh orang lain termasuk guru, akan tetapi dari proses menemukan dan
mengkontruksinya sendiri, maka guru harus menghindari mengajar sebagai proses
penyampaian informasi. Guru harus memandang siswa sebagai subjek belajar dengan segala
keunikannya. Siswa adalah organisme yang aktif yang memiliki potensi untuk membangun
pengetahuannya sendiri. Kalaupun guru memberikan informasi kepada siswa guru harus
memberi kesempatan untuk menggali informasi itu agar lebih bermakna untuk kehidupan
mereka. Setiap siswa mempunyai gaya yang berbeda dalam belajar, perbedaan gaya tersebut
dimanakan sebagai unsur modalitas belajar. Tipe gaya belajar siswa dibagi kedalam tiga
bagian yaitu sebagai berikut :
1. Tipe visual adalah gaya belajar dengan cara melihat, artinya siswa akan lebih cepat belajar
dengan cara menggunakan indra penglihatannya.
2. Tipe auditorial adalah tipe belajar dengan cara menggunakan alat pendengarannya.
3. Tipe kinestetis adalah tipe belajar dengan cara bergerak, berkerja dan menyentuh.
Sehingga dapat disimpulkan dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu
memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar
terhadap gaya belajar siswa.
2. Pengertian Kontekstual
Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti “hubungan, konteks,
suasana dan keadaan”. (KUBI, 2002:519). Sehingga konntekstual dapat diartikan sebagai
suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu. Kontekstual adalah suatu
strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk
dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan
nyata, sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Konteksual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi,
artinya proses belajar diorentasikan pada proses pengalaman secara langsung. Menurut
Depdiknas (2003:5) “kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan
mereka sehari-hari”. Sedangkan menurut Wina Sanjaya (2010:253) “kontekstual adalah suatu
strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk
dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan
nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka”.
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus dipahami dalam model pembelajaran
kontekstual, yaitu sebagai berikut :
1. Pembelajaran kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk
menemukan materi, artinya proses pembelajaran diorentasikan pada proses pengalaman
secara langsung. Proses belajar dalam pembelajaran kontekstual tidak mengharapkan
agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan
sendiri materi pelajaran.
2. Pembelajaran kontekstual mendorong siswa agar menemukan hubungan antara materi
yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat
menangkap hubungan antara pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata. Hal
ini sangat penting, sebab dengan dapat mengkorelasikan materi yang ditemukan dengan
kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna fungsional, akan tetapi
materi yang dipelajarinyaakan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan
mudah dilupakan.
3. Pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan, artinya kontekstual bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami
materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai
perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian peneliti dapat menyimpulkan bahwa Melalui pembelajaran kontekstual
diharapkan konsep-konsep materi pelajaran dapat diintegrasikan dalam konteks kehidupan
nyata dengan harapan siswa dapat memahami apa yang dipelajarinya dengan lebih baik dan
mudah. Dalam pembelajaran kontekstual, guru mengkaitkan konteks dalam kerangka
pembelajarannya guna meningkatkan makna belajar bagi siswa. Selain itu siswa dituntut
untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman disekolah dengan kehidupan nyata,
bukan saja berarti materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang
dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
3. Karakteristik Proses Pembelajaran Kontekstual
Menurut Wina Sandjaya (2010:254), terdapat lima karakteristik penting dalam proses
pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual, yaitu :
1. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada
(activiting knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan
yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah
pengetahuan yang utuh dan memiliki keterkaitan satu sama lain.
2. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan
menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh
dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara
keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang
diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan
cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan
berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge), artinya
pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam
kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan
pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan
penyempurnaan.
4. Ciri-ciri Teori Pembelajaran Kontekstual
Adapun ciri-ciri teori pembelajaran secara kontekstual adalah sebagai berikut :
1. Siswa dapat memproses materi pelajaran atau pengetahuan baru dengan cara yang
bermakna dalam rangka meningkatkan hasil belajar.
2. Materi pelajaran disampaikan dalam konteks yang berbagai dan bermakna kepada siswa.
3. Guru mewujudkan berbagaian pembelajaran untuk menghasilkan pembelajaran yang
berkesan.
Persekolaha
n
Pengalaman harian individu
Alam pekerja
Kehidupan masyarakat
Gambar 2.2 Pengenalan Pembelajaran secara Kontekstual
5. Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas
Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi
apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut :
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar.
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
6. Asas-Asas Kontekstual
Pembelajaran kontekstual sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki tujuh
asas. Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan kontekstual. Ketujuh asas kontekstual dapat dijelaskan dibawah ini :
1. Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam
struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Filsafat konstruktivisme yang mulai digagas
oleh Mark Baldawin dikembangkan dan diperdalam oleh Jean Pigget menganggap bahwa
pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan
individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya. Menurut
konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi oleh dan
dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting,
yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk mengintrepretasi
objek tersebut. Kedua faktor tersebut itu sama pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu
tidak bersifat statis tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan
mengkonstrusinya.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran melalui pendekatan
kontekstual pada dasarnya mendorong agar siswa bisa mengkonstruksi pengetahuannya
melalui proses pengamatan dan pengalaman sebab pengetahuan hanya akan fungsional
manakala dibangun oleh individu. Pengetahuan yang hanya diberikan tidak akan menjadi
pengetahuan yang bermakna. Atas dasar asumsi yang mendasari itulah, maka penerapan asas
konstruktivisme dalam pembelajaran melalui CTL, siswa didorong untuk mampu
mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui pengalaman nyata.
2. Inkuiri (Menemukan)
Inkuiri merupakan asas kedua dari pembelajaran kontekstual yang artinya, proses
pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara
sistematis (Wina Sandjaya, 2010:263). Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil
mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses
perencanaan, guru bukanlah menyiapkan sejumlah materi yang dihafal, akan tetapi
merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang
harus dipahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak
terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah, diharapkan siswa berkembang secara
utuh baik intelektual, mental, emosional, maupun pribadinya. Secara umum proses inkuiri
dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu: 1. merumuskan masalah, 2. mengajukan
hipotesis, 3. mengumpulkan data, 4. Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan, 5.
Membuat kesimpulan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Penerapan asas dalam proses
pembelajaran kontekstual, dimulai dari adanya kesadaran siswa akan masalah yang jelas
yang ingin dipecahkan. Dengan demikian, siswa harus didorong untuk menemukan masalah.
Jika masalah telah dipahami dengan batasan-batasan yang jelas, selanjutnya siswa dapat
mengajukan hipotesis atau jawaban sementara sesuai dengan rumusan masalah yang
diajukan. Hipotesis itulah yang akan menuntun siswa untuk melakukan observasi untuk
pengumpulan data. Manakala data telah terkumpul selanjutnya siswa dituntun untuk menguji
hipotesis sebagai dasar dalam merumuskan kesimpulan. Asas menemukan seperti yang
digambarkan diatas, merupakan asas yang penting dalam pembelajaran kontekstual. Melalui
proses berpikir yang sistematis seperti diatas, diharapkan siswa memilki sikap ilmiah,
rasional, dan logis, yang kesemuanya itu diperlukan sebagai dasar pembentukan kreativitas.
3. Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya
dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab
pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam proses
pembelajaran kontekstual, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi
memancing siswa untuk menemukan sendiri. Karena itu peran bertanya sangat penting, sebab
melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk
menemukan setiap materi yang dipelajarinya. Menurut Wina Sandjaya (2010:264) dalam
suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya berguna untuk :
a. Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran.
b. Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.
c. Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.
d. Memfokuskan siswa terhadap sesuatu yang diinginkan.
e. Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.
Sehingga dapat disimpulakan bahwa dalam setiap tahapan dan proses pembelajaran
bertanya hampir selalu digunakan. Olek karena itu, kemampuan guru untuk mengembangkan
teknik-teknik bertanya sangat penting.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar (learning community) dalam pembelajaran kontekstual
menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain.
Kerjasama ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara
formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh
dari hasil sharing dengan orang lain, antara teman ataupun kelompok yang sudah memberi
tahu kepada yang belum tahu, yang pernah memiliki pengalaman membagi pengalamannya
pada orang lain.
Dalam kelas pembelajaran kontekstual, penerapan asas masyarakat belajar dapat
dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam
kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan
kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya. Biarkan dalam kelompoknya
mereka saling membelajarkan; yang cepat belajar didorong untuk membantu yang lambat
belajar, yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk membantu yang lambat belajar,
yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk menularkannya pada orang lain.
5. Pemodelan (Modeling)
Menurut Sandjaya (2010:265) yang dimaksud dengan asas pemodelan adalah “proses
pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap
siswa”. Misalnya, guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat,
atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olahraga memberikan contoh
bagaimana cara melempar bola, dan lain sebagainya. Proses pemodelan tidak terbatas dari
guru saja, akan tetapi dapat juga
guru memanfaatkan siswa yang dianggap memilki kemampuan. Misalkan siswa yang pernah
menjadi juara dalam lomba puisi dapat menampilkan keahliannya di depan teman-temannya,
dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Pemodelan, merupakan asas yang
cukup penting dalam pembelajaran kontekstual, sebab melalui pemodelan siswa dapat
terhindar dari pembelajaran yang teoritis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya
verbalisme.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dan dilakukan
dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah
dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur
kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilkinya.
Bisa terjadi melalui proses refleksi siswa akan memperbarui pengetahuan yang telah
dibentuknya, atau menambah khazanah pengetahuannya Dalam proses pembelajaran dengan
menggunakan pembelajaran kontekstual, setiap berakhir proses pembelajaran, guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk “merenung” atau mengingat kembali apa yang
telah dipelajarinya. Biarkan secara bebas siswa menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga
ia dapat menyimpulkan tentang pengalamannya belajar.
7. Penilaian Nyata (Authentic Assessment)
Proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan oleh guru pada saat ini,
biasanya ditekankan kepada perkembangan aspek intelektual, sehingga alat evaluasi yang
digunakan terbatas pada penggunaan tes. Dengan tes dapat diketahui seberapa jauh siswa
telah telah menguasi materi pelajaran. Dalam pembelajaran kontekstual, keberhasilan
pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, akan
tetapi juga proses belajar melalui penilaian.
Menurut Wina Sanjaya (2010:266) Penilaian nyata (authentic assessment) adalah proses
yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang
dilakukan oleh siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar
belajar atau tidak; apakah pengalaman belajar siswa memilki pengaruh yang positif terhadap
perkembangan baik intelektual maupun mental siswa Berdasarkan pendapat yang
dikemukakan diatas, maka penulis menerapkan pada penelitian ini untuk mengetahui
indikator-indikator penguasaan untuk kompetensi mengenal dan mengidentifikasi komponen
elektronika sebagai berikut:
1. Kontruktivisme
Pada tahap ini siswa dituntut untuk dapat membangun atau menyusun pengetahuan
baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Sebagai contoh aplikasi dalam
penelitian ini adalah :
• Guru memberikan penjelasan mengenai kapasitor dalam kehidupan nyata beserta
aplikasinya. Contohnya penggunaan kapasitor untuk menyimpan muatan dan
energi, lampu kilat pada kamera memiliki kapasitor yang besar untuk menyimpan
energi tabung lampu, kapasitor mendapat muatan dari baterai selama kurang lebih
30 detik. Ketika diperlukan dalam sekejap semua muatan akan keluar dari tabung
lampu sehingga lampu kilat menyala.
2. Inquiri
Pada tahap ini siswa dituntut untuk belajar dengan menggunakan keterampilan
berfikir kritis dalam proses pembelajaran khususnya pada kompetensi mengenal dan
mengidentifikasi komponen elektronika. Aplikasinya adalah sebagai berikut ini :
• Guru memberikan pertanyaan kepada siswa mengenai materi yang akan
disampaikan sekarang untuk mengetahui sejauh mana siswa mengetahuinya
sebelum materi tersebut disampaikan.
• Siswa memberikan contoh penggunaan kapasitor dalam kehidupan sehari-hari
yang pernah dilihatnya.
3. Questioning (bertanya)
Pada tahap ini siswa dituntut untuk menggali informasi tentang kemampuan siswa
dalam penguasaan materi pelajaran; membangkitkan motivasi siwa untuk belajar;
merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu; memfokuskan siswa pada sesuatu yang
diinginkan; menyimpulkan sesuatu. Contoh aplikasinya adalah sebagai berikut:
• Guru memancing siswa agar dapat menemukan sendiri mengenai kapasitor mika
• Siswa bertanya mengenai fungsi dari kapasitor mika dan aplikasinya.
• Berdasarkan pertanyaan yang diajukan siswa, guru membimbing dan mengarahkan
siswa untuk menemukan materi tentang kapasitor mika.
4. Learning community (masyarakat belajar)
Konsep masyarakat belajar dalam kontekstual diperoleh melalui kerjasama dengan orang
lain, kerjasama itu dapat dilakukan dalam berbagai berbentuk kelompok belajar. Contoh
aplikasinya adalah sebagai berikut:
• Guru membagi siswa menjadi 10 Kelompok.
• Siswa melaksanakan diskusi kelompok untuk membahas materi kapasitor.
• Guru membahas pendapat, informasi, dan masalah dari pengalaman siswa
mengenai kapasitor.
5. Modeling (pemodelan)
Dalam pemodelan siswa dituntut untuk dapat mengingat dan mengaplikasikan
peragaan yang telah dicontohkan guru. Contoh aplikasinya adalah sebagi berikut:
• Guru memberikan contoh fungsi dari kapasitor mika, yaitu untuk rangkaian
resonasi, filter untuk frekuensi tinggi dan rangkaian yang menggunakan tegangan
tinggi. Misalnya: radio pemancar yang menggunakan tabung transistor.
6. Reflection (pemodelan)
Dalam refleksi siswa dituntut untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya, dan
siswa diberikan kebebasan untuk menafsirkan pengalamannya sendiri sehingga siswa dapat
menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya. Contoh aplikasinya adalah sebagai berikut:
• Setelah mendengarkan penjelasan dari guru, siswa mengetahui bahwa aplikasi dari
kapasitor dapat mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, mereka
menjadi tahu bahwa lampu kilat pada kamera dan radio pemancar merupakan
aplikasi dari penggunaan kapasitor.
7. Authentic assessment (penilaian yang sebenarnya)
Proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi megenai perkembangan belajar
yang dilakukan oleh siswa berupa pemberian evaluasi. Contoh aplikasinya adalah sebagai
berikut:
• Pelaksanaan evaluasi setelah kegiatan pembelajaran berakhir untuk mengetahui
pemahaman siswa terhadap materi yang telah diberikan.
7. Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan
rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi
tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan
topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran,
media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran dan langkah-langkah
pembelajaran saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut :
1. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan
kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi,
Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar.
2. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.
3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
4. Pembutanan skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
D. Evaluasi Belajar
Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana
tujuan yang telah tercapai (Suharsimi Arikunto, 2009:19).
1. Subjek Evaluasi
Subjek evaluasi adalah orang yang melakukan pekerjaan evaluasi. Siapa yang dapat disebut
sebagai subjek evaluasi untuk setiap tes, ditentukan oleh suatu aturan pembagian tugas atau
ketentuan yang berlaku (Suharsimi Arikunto, 2009:19). Contoh: Untuk melaksanakan
evaluasi tentang prestasi belajar atau pencapaian, maka subjek evaluasi adalah guru.
2. Sasaran Evaluasi
Sasaran penilaian adalah segala sesuatu yang menjadi titik pusat pengamatan, karena penilai
menginginkan informasi tentang sesuatu (Suharsimi Arikunto, (2009:20). Sasaran penilaian
unsur-unsurnya meliputi: input, tranformasi, dan output.
3. Prinsip Evaluasi
Terdapat satu prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu triagulasi yang erat
kaitannya antara tiga komponen adalah sebagai berikut:
1. tujuan pembelajaran
2. kegiatan pembelajaran atau KBM, dan
3. evaluasi
Triagulasi tersebut dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:
tujuan
evaluasi KBM
Gambar 2.3 Bagan Trigulasi 42
Penjelasan dari bagan triagulasi diatas dalah sebagai berikut:
a. Hubungan antara tujuan dengan KBM
Kegiatan belajar mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun oleh guru
dengan mengacu pada tujuan yang hendak di capai. Dengan demikian, anak panah
menunjukan hubungan antara keduanya mengarah pada tujuan dengan makna KBM mengacu
pada tujuan, tetapi juga mengarah dari tujuan ke KBM, menunjukkan langkah dari tujuan
dilanjutkan pemikirannya ke KBM.
b. Hubungan antara tujuan dengan evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan telah
tercapai. Dengan makna demikian maka anak panah berasal dari evaluasi menuju ke tujuan.
Disisi lain, bila dilihat dari langkah dalam menyusun alat evaluasi ia mengacu pada tujuan
yang telah dirumuskan.
c. Hubungan antara KBM dan evaluasi
Dalam hal ini evaluasi harus mengacu atau disesuaikan dengan KBM. Contoh: jika kegiatan
belajar mengajar dilakukan guru menitik beratkan pada keterampilan, evaluasinya juga harus
mengukur keterampilan siswa bukan aspek pengetahuan.
4. Jenis Evaluasi
Menurut fungsinya, evaluasi dibedakan ke dalam empat jenis, yaitu formatif, sumatif,
diagnostik, dan evaluasi penempatan. Evaluasi formatif menekankan kepada upaya
memperbaiki proses pembelajaran. Evaluasi sumatif lebih menekankan kepada penetapan
tingkat keberhasilan belajar setiap siswa yang dijadikan dasar dalam penentuan nilai atau
kenaikan nilai siswa. Evaluasi diagnostik menekankan kepada upaya memahami kesulitan
siswa dalam belajar, sedangkan evaluasi penempatan menekankan kepada upaya untuk
menyelaraskan antara program dan proses pembelajaran dengan karakteristik kemampuan
siswa. Menurut caranya dibedakan atas dua jenis yaitu evaluasi kuantitatif dan evaluasi
kualitatif. Evaluasi kualitatif biasanya lebih bersifat subjektif dibandingkan dengan evaluasi
kuantitatif. Evaluasi kuantitatif biasanya dilakukan apabila guru ingin memberikan nilai akhir
terhadap hasil belajar siswa, sedangkan evaluasi kualitatif dilakukan apabila guru ingin
memperbaiki hasil belajar siswanya. Menurut bentuknya dibedakan menjadi tes uraian dan
tes objektif. Menurut caranya dibedakan menjadi tes tulisan, tes lisan, dan tes tindakan.
Teknik non-test biasanya digunakan untuk menilai proses pembelajaran, alat-alat khusus
untuk melaksanakan teknik non-test ini dapat dilakukan melalui pengamatan, wawancara,
angket, dan hasil karya ilmiah atau laporan.
5. Tujuan Evaluasi
Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui efektivitas poses belajar mengajar
yang telah dilaksanakan. Indikator keefektifan itu dapat dilihat dari perubahan tingkah laku
yang terjadi pada siswa. Perubahan tingkah laku yang terjadi dibandingkan dengan perubahan
tingkah laku yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan isi program pembelajaran. Oleh
karena itu, instrument evaluasi harus dikembangkan dari tujuan dan isi program, sehingga
bentuk dan format tes sesuai dengan tujuan dan karakteristik bahan ajar, serta porsinya
sesuai dengan keluasan dan kedalaman materi yang diberikan.
6. Fungsi Evaluasi
Adapun fungsi dari evaluasi pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam empat fungsi,
yaitu:
1. Fungsi formatif, evaluasi dapat memberiikan umpan balik bagi guru sebagai dasar untuk
memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan program remedial bagi siswa yang
belum menguasai sepenuhnya materi yang dipelajari.
2. Fungsi sumatif, yaitu dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang
dipelajari, menentukan angka nilai sebagai bahan keputusan kelulusan, dan laporan
perkembangan belajar siswa, serta dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
3. Fungsi diagnostik, yaitu dapat mengetahui latar belakang siswa (psikologis, fisik, dan
lingkungan) yang mengalami kesulitan belajar.
4. Fungsi seleksi dan penempatan, yaitu hasil evaluasi dapat dijadikan dasar untuk
menyeleksi dan menempatkan siswa sesuai dengan minat dan kemampuannya.
7. Model Evaluasi Pembelajaran Kontekstual
Dalam penilaian pembelajaran kontekstual, siswa mendapat nilai secara individu dan nilai
secara berkelompok. Siswa bekerja sama dengan teman-temanya yang dibentuk dalam
kelompok. Sehingga siswa dapat saling membantu satu sama lain dalam mempersiapkan diri
untuk melaksanakan tes. Kemudian siswa mengerjakan tes secara sendiri-sendiri dan nilai
dinilai secara individu.
E. Materi Mata Diklat Elektronika Dasar
Mata Diklat Elektronika Dasar merupakan salah satu mata diklat produktif yang wajib diikuti
oleh siswa kelas X program keahlian Teknik Elektronika Di SMKN 1 Bekasi. Materi yang
akan disampaikan dalam penelitian ini adalah Kapasitor,
dan uraian materi tersebut sebagai berikut :
1. Pengertian Kapasitor
Kapasitor / kondensator adalah komponen pasif, notasinya dituliskan dengan huruf C
berfungsi untuk menyimpan energy listrik dalammuatan listrik, banyaknya muatan lisrik per
detik dalam satuan Coulombs (C). Kemampuan kapasitor dalam menyimpan muatan disebut
kapasitansi yang satuannya adalah Farad (F), pada umumnya kapasitor yang ada di pasaran
memiliki satuan sebagai berikut :
• 1 Farad = 1.000.000 µF (mikro Farad)
• 1 µF = 1.000 nF (nano Farad)
• 1 nF = 1.000 pF (piko Farad)
Tegangan kerja pada kapasitor AC untuk non polar : 25 Volt ; 50 Volt ; 100 Volt ; 250 Volt ;
500 Volt,...
Tegangan kerja pada kapasitor DC untuk polar : 10 Volt ; 35 Volt ; 50 Volt ; 100 Volt ; 250
Volt.
Fungsi kapasitor dalam dalan suatu rangkaian adalah sebagai berikut :
• Sebagai filter atau penyaring
• Sebagai kopling.penghubung antara rangkaian
• Sebagai fine tuning
• Penyimpangan arus
2. Identifikasi dan Membaca Nilai
a. Jenis Kapasitor Berdasarkan Polaritasnya
• Kapasiator Non Polar
Kapasitor non polar adalah kapasitor yang elektrodanya tanpa
memiliki kutup positif (+) maupun kutub negative (
pemasangannya terbalik maka kapasitor tetap bekerja.
disimbolkan sebagai berikut :
1 µF = 1.000 nF (nano Farad)
1 nF = 1.000 pF (piko Farad)
Tegangan kerja pada kapasitor AC untuk non polar : 25 Volt ; 50 Volt ; 100
Volt ; 250 Volt ; 500 Volt,...
Tegangan kerja pada kapasitor DC untuk polar : 10 Volt ; 16 Volt ; 25 Volt ;
35 Volt ; 50 Volt ; 100 Volt ; 250 Volt.
Fungsi kapasitor dalam dalan suatu rangkaian adalah sebagai berikut :
Sebagai filter atau penyaring
Sebagai kopling.penghubung antara rangkaian
Sebagai fine tuning
Penyimpangan arus
Identifikasi dan Membaca Nilai-Nilai Kapasitor
Jenis Kapasitor Berdasarkan Polaritasnya
Kapasiator Non Polar
Kapasitor non polar adalah kapasitor yang elektrodanya tanpa memiliki kutup positif (+)
maupun kutub negative (-) artinya jika terbalik maka kapasitor tetap bekerja. Kapasitor non
polar disimbolkan sebagai berikut :
Gambar 2.4 Simbol Kapasitor Nonpolaritas
Tegangan kerja pada kapasitor AC untuk non polar : 25 Volt ; 50 Volt ; 100 ;16 Volt ; 25
Volt ;
Fungsi kapasitor dalam dalan suatu rangkaian adalah sebagai berikut :
Kapasitor non polar adalah kapasitor yang elektrodanya tanpa artinya jika
Kapasitor non polar
Berikut ini adalah jenis-jenis kapasitor nonpolar adalah sebagai berikut :
1. Kapasitor Variable (Varco)
Kapasitor variabel adalah kapasitor yang nilai kapasitas-nya dapat diubah-ubah sesuai
keinginan. Oleh karena itu kapasitor ini di kelompokan ke dalam kapasitor yang memiliki
nilai kapasitas yang tidak tetap.
Gambar 2.5 Kapasitor Variable
2. Kapasitor Mika
Kapasitor ini mempunyai elektroida logam dan lapisan dielektrikum dari polysteryne mylar
dan teflon setebal 0,0064 mm. Digunakan untuk koreksi faktor daya. Bentuk asli dari
kapasitor mika adalah sebagai berikut :
Gambar 2.6 Kapasitor Mika
3. Kapasitor Keramik
Kapasitor ini menpunyai dielektrikum keramik. Kapasitor ini mempunyai oksida logam dan
dielektrikumnya terdiri atas campuran titanium-48 oksida dan oksida lain. Kekuatan
dielektrikumnya tinggi dan mempunyai kapasitas besar sekali dalam ukuran kecil.
Gambar 2.7 Kapasitor Keramik
• Kapasitor Polar
Kapasitor polar elektrodanya mempunyai dua kutub, yakni kutub positif (+)
dan kutub negative (-), apabila kapasitor ini dipasang pada rangkaian
elektronika, maka pemasangannya tidak boleh terbalik. Salah satunya
contohnya adalah kapasitor elektrolit atau elko dan tantalum. Nilai kapasitas
maksimum dan kutub-kutubnya sudah tertera pada bodi komponen tersebut.
Contoh gambar kapasitor polar adalah sebagai berikut :
Gambar 2.8 Kapasitor Polar
b. Membaca Nilai-Nilai Kapasitor
Pada kapasitor yang berukuran besar, nilai kapasitansi umumnya ditulis dengan angka yang
jelas. Lengkap dengan nilai tegangan maksimum dan polaritasnya. Misalnya pada kapasitor
elco dengan jelas tertulis kapasitansinya sebesar 100µF25v yang artinya kapasitor/
kondensator tersebut memiliki nilai kapasitansi 100 µF dengan tegangan kerja maksimal
yang diperbolehkan sebesar 25 volt.Kapasitor yang ukuran fisiknya kecil biasanya hanya
bertuliskan 2 (dua) atau 3 (tiga) angka saja. Jika hanya ada dua angka, satuannya adalah pF
(pico farads). Sebagai contoh, kapasitor yang bertuliskan dua angka 47, maka kapasitansi
kapasitor tersebut adalah 47 pF. Jika ada 3 digit, angka pertama dan kedua menunjukkan nilai
nominal, sedangkan angka ke-3 adalah faktor pengali. Faktor pengali sesuai dengan angka