Top Banner
Tugas Akhir PENANGANAN DAN PENCEGAHAN DAMPAK BISING BAGI TENAGA KERJA Oleh : Anisa Karamina, S. Ked Nadia Aini Putri P, S. Ked Rizka Apresia, S. Ked Didy Kurniawan, S. Ked Anugerah Ramadan P, S. Ked Revi Dinayanti, S. Ked Shona Ananda, S. Ked Sivaneswary, S. Ked Pembimbing I : Prof. Dr. Tan Malaka, MOH, DrPH, Sp.Ok DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/ ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
42

Tugas Prof. Tan Malaka

Sep 29, 2015

Download

Documents

Anisa Karamina

med
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Tugas AkhirPENANGANAN DAN PENCEGAHAN DAMPAK BISING

BAGI TENAGA KERJA

Oleh :

Anisa Karamina, S. KedNadia Aini Putri P, S. Ked

Rizka Apresia, S. Ked

Didy Kurniawan, S. Ked

Anugerah Ramadan P, S. Ked

Revi Dinayanti, S. Ked

Shona Ananda, S. Ked

Sivaneswary, S. Ked

Pembimbing I :

Prof. Dr. Tan Malaka, MOH, DrPH, Sp.Ok DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITASFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PALEMBANG 2014HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Akhir yang berjudul:Penanganan dan Pencegahan Dampak BisingBagi Tenaga KerjaTelah diterima sebagai salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RS. Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Palembang, November 2014 Pembimbing I, Prof. Dr. Tan Malaka, MOH, DrPH, SpOk KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Penanganan dan Pencegahan Dampak Bising Bagi Tenaga Kerja. Tugas akhir ini merupakan salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat RSMH Palembang, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Tan Malaka, MOH, DrPH, Sp.Ok selaku dosen dan pembimbing yang telah memberikan tugas ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga selesainya tugas akhir ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga tugas akhir ini dapat memberi manfaat bagi yang membacanya.

Palembang, November 2014

Penulis

DAFTAR ISI

Hal

Juduli

Halaman Pengesahanii

Kata Pengantariii

Daftar Isiiv

Daftar Gambarvi

Bab I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang1

1.2 Rumusan Masalah3

1.3 Tujuan3

Bab II ISI

2.1.Kebisingan4

2.2. Anatomi telinga dan Mekanisme Mendengar5

2.3. Mengukur Tingkat Kebisingan7

2.4. Macam-macam Bising Menurut Sifatnya8

2.5. Dampak Bising9

2.6. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Ketulian 12

2.7. Program Konservasi Pendengaran13

2.8. Pengendalian Kebisingan16

2.9. Alat Pelindung Diri17

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan22

3.2 Saran22

Daftar Pustaka23

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1.Anatomi Telinga Luar6

Gambar 2.Anatomi Telinga tengah6Gambar 3.Cara Pemakaian Ear Plug20

Gambar 4. Salah satu bentuk Ear Muff21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beberapa faktor dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau kerusakan pendengaran di lingkungan kerja. Pada umumnya, cedera pendengaran tersebut diakibatkan oleh kebisingan di tempat kerja. Selain itu, kerusakan pendengaran juga dipengaruhi oleh durasi dan tingkat eksposur

terhadap kebisingan.

Kerja harian dengan tingkat kebisingan yang lebih kuat dari 85 dB dalam satu shift (8 jam) dianggap berbahaya oleh hampir semua pakar. Regulasi Indonesia untuk Noise TLV (batas aman) di lingkungan kerja adalah 85 dB selama 8 jam kerja dalam 1 hari.

Kesehatan serta keselamatan kerja merupakan masalah penting dalam setiap proses operasional rumah sakit. Dengan berkembangnya industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan timbulnya dampak baik terhadap tenaga kerja maupun pada masyarakat di lingkungan sekitarnya. Faktor-faktor penyebab penyakit akibat kerja dapat digolongkan menjadi golongan fisik, kimia, infeksi, fisiologis dan mental psikologis. Bising, yang termasuk dalam golongan fisik, dapat menyebabkan kerusakan pendengaran/tuli (Soemonegara,1975, Miller,1975).

Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan kerja. Menurut WHO (1995), diperkirakan hampir 14% dari total tenaga kerja negara industri terpapar bising melebihi 90dB di tempat kerjanya. Diperkirakan lebih dari 20 juta orang di Amerika terpapar bising 85 dB atau lebih. Waugh dan Forcier mendapat data bahwa perusahaan kecil sekitar Sydney mempunyai tingkat kebisingan 87 dB. Di Quebec-Canada, Frechet mendapatkan data bahwa 55% daerah industri mempunyai tingkat kebisingan di atas 85 dB dan menurut survei prevalensi NIHL (Noise Induced Hearing Loss) atau TAB (Tuli Akibat Bising) bervariasi antara 40 50%.

Bising lingkungan kerja merupakan masalah utama pada kesehatan kerja di berbagai negara. Sedikitnya 7 juta orang ( 35 % dari total populasi industri di Amerika dan Eropa ) terpajan bising 85 dB atau lebih. Ketulian yang terjadi dalam industri menempati urutan pertama dalam daftar penyakit akibat kerja di Amerika dan Eropa.

Di Amerika lebih dari 5,1 juta pekerja terpajan bising dengan intensitas lebih dari 85 dB. Barrs melaporkan pada 246 orang tenaga kerja yang memeriksakan telinga untuk keperluan ganti rugi asuransi, ditemukan 85 % menderita tuli saraf, dan dari jumlah tersebut 37 % didapatkan gambaran takik pada frekuensi 4000 Hz dan 6000 Hz.

Di Polandia diperkirakan 600.000 dari 5 juta pekerja industri mempunyai risiko terpajan bising , dengan perkiraan 25 % dari jumlah yang terpajan terjadi gangguan pendengaran akibat bising. Dari seluruh penyakit akibat kerja dapat diidentifikasi penderita tuli akibat bising lebih dari 36 kasus baru dari 100.000 pekerja setiap tahun.

Di Indonesia penelitian tentang gangguan pendengaran akibat bising telah banyak dilakukan sejak lama. Survai yang dilakukan oleh Hendarmin dalam tahun yang sama pada Manufacturing Plant Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta mendapatkan hasil terdapat gangguan pendengaran pada 50% jumlah karyawan disertai peningkatan ambang dengar sementara sebesar 5-10 dB pada karyawan yang telah bekerja terus-menerus selama 5-10 tahun. di pabrik peleburan besi baja prevalensi NIHL 31,55% pada tingkat paparan kebisingan 85 - 105 dB (Sundari,1997). Di perusahaan plywood di Tangerang, prevalensi NIHL 31,81% dengan paparan kebisingan 86.1 108.2 dB (Lusianawaty). Penelitian Zuldidzaan (1995) pada awak pesawat helikopter TNI AU dan AD mendapatkan paparan bising antara 86 117 dB dengan prevalensi NIHL 27,16 %.

Kurang pendengaran akibat bising terja di secara perlahan, dalam waktu hitungan bulan sampai tahun. Hal ini sering tidak disadari oleh penderitanya, sehingga pada saat penderita mulai mengeluh kurang pendengaran, biasanya sudah dalam stadium yang tidak dapat disembuhkan (irreversibe). Kondisi seperti ini akan mempengaruhi produktivitas tenaga kerja yang pada akhirnya akan menyebabkan menurunnya derajad kesehatan masyarakat pekerja. Hal ini maka cara yang paling memungkinkan adalah mencegah terjadinya ketulian total (Ballantyne, 1990; Beaglehole, 1993).

1.2 Rumusan Masalah

Setelah mempertimbangkan latar belakang penelitian di atas, maka dirumuskan masalah yang akan dibahas sebagai berikut :

1. Bagaimana cara penanganan dampak bising bagi tenaga kerja?

2. Bagaimana cara pencegahan dampak bising bagi tenaga kerja?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui penanganan dampak bising bagi tenaga kerja

2. Mengetahui pencegahan dampak bising bagi tenaga kerja

BAB II

ISI

2.1 Kebisingan

2.1.1 Definisi Kebisingan

Bising dalam kesehatan kerja, bising diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran baik secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran) maupun secara kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu.

Kebisingan didefinisikan sebagai suara yang tak dikehendaki, misalnya yang merintangi terdengarnya suara-suara, music dsb, atau yang menyebabkan rasa sakit atau yang menghalangi gaya hidup.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat menimbulkan ketulian.

2.1.2Gangguan Pendengaran

Adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami pembicaraan.

Secara kasar, gradasi gangguan pendengaran karena bising itu sendiri dapat ditentukan menggunakan parameter percakapan sehari-hari sebagai berikut:

Gradasi

Normal: tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6m)

Sedang: Kesulitan dalam percakapan sehari-hari mulai jarak>1,5 m

Menengah : Kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari mulai jarak > 1,5 m

Berat : Kesulitan dalam percakapan keras / berteriak pada jarak >1,5 m

Sangat berat: Kesulitan dalam percakapan keras / berteriak pada jarak < 1,5 m

Tuli total

:Kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikasi

2.1.3 Derajat Ketulian

Menurut ISO derajat ketulian adalah sebagai berikut:

Jika peningkatan ambang dengar antara 0 - < 25 dB, masih normal

Jika peningkatan ambang dengar antara 26-40 dB ( tuli ringan

Jika peningkatan ambang dengar antara 41-60 dB ( tuli sedang

Jika peningkatan ambang dengar antara 61-90 dB ( tuli berat

Jika peningkatan ambang dengar antara >90 dB ( tuli sangat berat

2.2Anatomi telinga dan Mekanisme Mendengar

Telinga terdiri dari 3 bagian utama yaitu:

1. Telinga bagian luar

Terdiri dari daun telinga dan liang telinga (auditory, canal), dibatasi oleh membrane timpani. Telinga bagian luar berfungsi sebagai mikrofon yaitu menampung gelombang suara dan menyebabkan membran timpani bergetar. Semakin tinggi frekuensi getaran semakin cepat pula membran tersebut bergetar begitu juga pula sebaliknya.

Gambar 1. Anatomi telinga luar

2. Telinga bagian tengah

Telinga tengah adalah daerah yang dibatasi dengan dunia luar oleh gendang telinga. Daerah ini menghubungkan suara dengan alat pendengaran di telinga dalam. Selain itu di daerah ini terdapat saluran Eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan rongga hidung belakang dan tenggorokan bagian atas. Guna saluran ini adalah:

menjaga keseimbangan tekanan udara di dalam telinga dan menyesuaikannya dengan tekanan udara di dunia luar.

mengalirkan sedikit lendir yang dihasilkan sel-sel yang melapisi telinga tengah ke bagian belakang hidung.

Gambar 2. Anatomi telinga tengah

3. Telinga bagian dalam

Yang juga disebut cochlea dan berbentuk rumah siput. Cochlea mengandung cairan, di dalamnya terdapat membran basiler dan organ corti yang terdiri dari sel-sel rambut yang merupakan reseptor pendengaran. Getaran dari oval window akan diteruskan oleh cairan dalam cochlea, mengantarkan membran basiler. Getaran ini merupakan impuls bagi organ corti yang selanjutnya diteruskan ke otak melalui syaraf pendengar (nervus cochlearis).

2.3Mengukur tingkat kebisingan

Untuk mengetahui intensitas bising di lingkungan kerja, digunakan Sound Level meter. Untuk mengukur nilai ambang pendengaran digunakan Audiometer. Untuk menilai tingkat pajanan pekerja lebih tepat digunakan Noise Dose Meter karena pekerja umumnya tidak menetap pada suatu tempat kerja selama 8 jam ia bekerja. Nilai ambang batas (NAB) intensitas bising adalah 85 dB dan waktu bekerja maksimum adalah 8 jam perhari.

Sound Level Meter adalah alat pengukur suara. Mekanisme kerja SLM apabila ada benda bergetar, maka akan menyebabkan terjadinya perubahan tekanan udara yang dapat ditangkap oleh alat ini, selanjutnya akan menggerakan meter penunjuk.

Audiometer adalah alat untuk mengukur nilai ambang pendengaran. Audiogram adalah chart hasil pemeriksaan audiometri. Nilai ambang pendengaran adalah suara yang paling lemah yang masih dapat didengar telinga.

Nilai Ambang Batas Kebisingan

Adalah angka dB yang dianggap aman untuk sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu.

Surat edaran menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No.SE-01/MEN/1978, Nilai Ambang Batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu terus-menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya. Waktu maksimum bekerja adalah sebagai berikut:

82 dB: 16 jam per hari

85 dB: 8 jam per hari

88 dB: 4 jam per hari

91 dB: 2 jam per hari

97 dB: 1 jam per hari

100 dB: jam per hari

2.4 Macam-macam Bising menurut sifatnya

Berdasarkan sifatnya bising dapat dibedakan menjadi :

1. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi luas

Bising jenis ini merupakan bising yang relatif tetap dalam batas amplitudo kurang lebih 5dB untuk periode 0.5 detik berturut-turut. Contoh: dalam kokpit pesawat helikopter, gergaji sirkuler, suara katup mesin gas, kipas angin, suara dapur pijar, dsb

2. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi sempit

Bising ini relatif tetap dan hanya pada frekuensi tertentu saja (missal 5000, 1000 atau 4000 Hz), misalnya suara gergaji sirkuler, suara katup gas.

3. Bising terputus-putus

Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu kebisingan tidak berlangsung terus menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Contoh kebisingan ini adalah suara lalu lintas, kebisingan di lapangan terbang dll

4. Bising impulsif

Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Contoh bising impulsif misalnya suara ledakan mercon, tembakan, meriam dll

5. Bising impulsif berulang-ulang

Sama seperti bising impulsif, tetapi terjadi berulang-ulang misalnya pada mesin tempa. Bising yang dianggap lebih sering merusak pendengaran adalah bising yang bersifat kontinu, terutama yang memiliki spektrum frekuensi lebar dan intensitas yang tinggi.

Untuk melindungi pendengaran manusia (pekerja) dari pengaruh buruk kebisingan, Organisasi Pekerja Internasional/ILO (International Labour Organization) telah mengeluarkan ketentuan jam kerja yang diperkenankan, yang dikaitkan dengan tingkat intensitas kebisingan lingkungan kerja sebagai berikut (Tabel 1)

Pengaruh Bising Terhadap Manusia

Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dapat dibagi atas :

1. Bising yang mengganggu (Irritating Noise)

Intensitas tidak terlalu keras misalnya mendengkur

2. Bising yang menutupi (Masking Noise )

Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain.

3. Bising yang merusak (damaging / injurious noise). Adalah bunyi yang intensitasnya melampaui NAB. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.

2.5Dampak Bising

Dampak Bising Terhadap Tenaga Kerja

Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja, seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian, atau ada yang menggolonngkan gangguannya berupa gangguan auditory, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non auditory seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya performance kerja, kelelahan dan stress.

Lebih rinci lagi, maka dapatlah digambarkan dampak bising terhadap kesehatan pekerja adalah sebagai berikut :

1. Gangguan Fisiologis

Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peninngkatan nadi, basal metabolism, konstruksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian kaki, dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

2. Gangguan Psikologis

Gangguan psikologia dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, emosi dan lain-lain. Pemaparan jangka waktu lama dapat menimbulkan penyakit, psikosomatik seperti gastritis, penyakit jantung koroner dan lain-lain.

3. Gangguan Komunikasi

Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang belum berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung akan mengakibatkan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena tidak mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan produktifitas kerja.

4. Gangguan Keseimbangan

Gangguan keseimbangan ini mengakibatkan gangguan fisiologis seperti kepala pusing, mual dan lain-lain.

5. Gangguan terhadap pendengaran (ketulian)

Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh bising, gangguan terhadap pendengaran adalah gangguan yang paling serius karena dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat bersifat progresif atau awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus-menerus di tempat bising tersebut maka daya dengar akan menghilang secara menetap atau tuli.

Menurut definisi kebisingan, apabila suatu suara mengganggu orang yang sedang membaca atau mendengarkan music, maka suara itu adalah kebisingan bagi orang itu meskipun orang-orang lain mungkin tidak terganggu oleh suara tersebut. Meskipun pengaruh suara banyak kaitannya dengan faktor-faktor psikologis dan emosional, ada kasus-kasus di mana akibat-akibat serius seperti kehilangan pendengaran terjadi karena tingginya tingkat kenyaringan suara pada tingkat tekanan suara berbobot A atau karena lamanya telinga terpasang terhadap kebisingan tersebut.

Tabel 1.Jenis-jenis dari akibat-akibat kebisingan

TipeUraian

Akibat-akibat

badaniahKehilangan PendengaranPerubahan ambang batas sementara akibat kebisingan, Perubahan ambang batas permanen akibat kebisingan

Akibat-akibat fisiologisRasa tidak nyaman atau stress meningkat, tekanan darah meningkat, sakit kepala, bunnyi dering

Akibat-akibat psikologisGangguan emosionalKejengkelan, kebingungan

Gangguan gaya hidupGangguan tidur atau istirahat, hilang konsentrasi saat bekerja, membaca dan sebagainya

Gangguan pendengaranMerintangi kemampuan mendengarkan TV, radio, percakapan, telepon dan sebagainya.

Tuli Sementara (Temporary Treshold = TTS)

Diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi, tenaga kerja akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara. Biasanya Waktu pemaparannya terlalu singkat. Apabila kepada tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya dengarnya akan pulih kembali kepada ambang dengar semula dengar sempurna.

Tuli menetap (Permanent Treshold Shift =PTS)Biasanya akibat waktu paparan yang lama (kronis). Besarnya PTS di pengaruhi oleh factor-faktor berikut:

Tingginya level suara

Lama pemaparan

Spectrum suara

Temporal pattern, bila kebisingan yang kontinyu maka kemungkinan terjadinya TTS akan lebih besar.

Kepekaan individu

Pengaruh obat-obatan

beberapa obat dapat memperberat (pengaruh synergistic) ketulian apabila diberikan bersamaan dengan kontak suara. Misalnya quinne, aspirin, streptomycin, kansmycin dan beberapa obat lainnya.

Keadaan kesehatan

2.6Faktor yang berpengaruh Terhadap Ketulian

Sebenarnya ketulian dapat disebabkan oleh pekerjaan (occupational hearing), misalkan akibat kebisingan, trauma akustik, dapat pula disebabkan oleh bukan karena kerja (non-occupational hearing loss).

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadapketulian akibat kerja (occupational hearing loss), adalah sebagai berikut:

Intensitas suara yang terlalu tinggi

Usia karyawan

Ketulian yang sudah ada sebelum bekerja (Pre-employment hearing impairment). Tekanan dan frekuensi bising tersebut

Lamanya bekerja

Jarak dari sumber suara

Gaya hidup pekerja di luar tempat kerja

2.7Program Konservasi Pendengaran

(Hearing Conservation Program)

1. Tujuan Program

Umum

Meningkatkan produktifitas kerja melalui pencegahan ketulian akibat bising di tempat kerja dengan melaksanakan program konservasi pendengaran yang melibatkan seluruh unsur dalam perusahaan.

Khusus

Mengetahui tingkat kebisingan pada lokasi kerja sesuai karakteristik kegiatannya.

Meningkatkan upaya pencegahan ketulian akibat bising melalui upaya mengurangi paparan terhadap pekerja, baik secara teknis maupun administratif.

Deteksi dini adanya kasus Noise Induced Hearing Loss dan mencegah Temporary Threshold Shift (TTS) yang timbul menjadi permanen.

Meningkatkan pengetahuan karyawan mengenai kebisingan dan pengaruh terhadap kesehatan.

Meningkatkan disiplin dan kesadaran dalam penggunaan alat pelindung diri terhadap kebisingan.

Menumbuhkan perubahan perilaku karyawan dan semua unsur terkait kearah yang mendukung program diatas, melalui promosi kesehatan di tempat kerja.

2. Manfaat

Bagi perusahaan :

Sesuai dengan perundangan yang berlaku (taat hokum).

Meningkatkan kinerja (produktifitas) dan efisiensi.

Meningkatkan moral dan kepuasan pekerja sehingga terbina hubungan baik.

Mengurangi angka kecelakaan, kesakitan, hilangnya hari kerja, menurunkan turn over rate serta absenteisme (losss time).

Menekan biaya kesehatan akibat preventable disease serta klaim kompensasi.

Menghhindari terjadinya kehilangan tenaga kerja yang teramppil dan skilled.

Bagi Karyawan:

Mencegah terjadinya ketulian akibat bising yang bersifat menetap dan irreversible.

Bisa mengurangi stress

Manfaat Bersama:

Membangun komitmen untuk selalu bersama-sama memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja.

Meningkatkan Safety Awarness dikalangan karyawan.

Perubahan perilaku yang tumbuh nantinya akan menjadi gaya hidup positif yang tidak hanya mendukung program konservasi pendengaran saja, namun juga akan membawa perubahan perilaku yang positif dalam permasalahan kesehatan lainnya, seperti mengurangi kebiasaan merokok serta gaya hidup lainnya.

3. Aktifitas yang Tercakup

Program ini mencakup aktifitas berikut:

a. Survey paparan kebisingan

Identifikasi area dimana pekerja terexpose dengan level kebisingan yang berbahaya. Pada daerah kerja yang telah ditetapkan tadi, dilakukan penelitian tingkat kebisingan (analisis kebisingan).

Untuk mengukur tingkat kebisingan digunakan Sound Level Meter, tetapi bila ingin pengukuran lebih detil, maka menggunakan Sound Level Meter yang dilengkapi Octave Band Analyzer atau enggan mengunakan Noise Dose Meter.

b. Test Pendengaran

Terhadap karyawan yang bekerja di area tersebut, dilakukan pemeriksaan pendengarannya secara berkala setahun sekali. Sebelum diperiksa karyawan harus dibebaskan dari kebisingan ditempat kerjanya selama 16 jam.

Dalam usaha memberikan perlindungan secara maksimum terhadap pekerja NIOSH menyarankan untuk melakukan pemeriksaan audiometric sebagai berikut:

Sebelum bekerja atau sebelum penugasan awal di daerah kerja yang bising.

Secara berkala (periodeik / tahunan).

Pekerja yang terpapar kebisingan > 85 dBA selama 8 jam sehari, pemeriksaan dilakukan setiap 1 tahun atau 6 bulan tergantung tingkat intensitas bising.

Secara khusus pada waktu tertentu.

Pada akhir masa kerja.

Ada beberapa macam audiogram untuk pemeliharan pendengaran yaitu:

Audiogram dasar (Baseline Audiogram)pada awal pekerja dikebisingan

Monitor (Monitoring Audiogram),

dilakukan kurang dari setahun setelah audiogram sebelumnya.

Test Ulangan (Retest Audiogram) Test Konfirmasi (Confrimation Audiogram ), dilakukan bagi pekerja yang retest audiogramnya konsisten menunjukkan adanya perubahan tingkat pendengaran.

Test Akhir (Exit Audiogram)Dilakukan pada saat pekerja berhenti bekerja

2.8 Pengendalian Kebisingan

Pada dasarnya pengendalian kebisingan dapat dilakukan terhadap:

Terhadap Sumbernya dengan cara:

Desain akustik, dengan mengurangi vibrasi, mengubah struktur dan lainnya.

Substitusi alat

Mengubah proses kerja

Terhadap Perjalanannya dengan cara:

Jarak diperjauh

Akustik ruangan

Enclosure

Terhadap penerimanya dengan cara:

Alat pelindung telinga

Enclosure (missal: dalam control room)

Administrasi dengan rotasi dan mengubah schedule kerja.

Pengendalian secara Teknis (Engineering control) dengan cara:

Pemilihan equipment / process yang lebih sedikit menimbulkan bising.

Dengan melakukan perawatan (Maintenance)

Mengisolasi dengan melakukan peredaman (material akustik)

Menghindari kebisingan

Pengendalian secara Administratif (administrative control) dengan cara:

Melakukan shift kerja

Mengurangi waktu kerja

Melakukan training

Pengendalian kebisingan dilingkungan kerja dapat juga dilakukan dengan cara:

1. Menghilangkan transmisi kebisingan terhadap pekerja.

Untuk menghilangkan atau mengurangi transmisi kebisingan terhadap pekerja dapat dilakukan dengan isolasi tenaga kerja atau mesin yaitu dengan menutup atau menyekat mesin atau alat yang yang mengeluarkan bising. Pada dasarnya untuk menutup mesin- mesin yang bising adalah sebagai berikut:

a. Menutup mesin serapat mungkin.

b. Mengolah pintu-pintu dan semua lobang secara akustik.

c. Bila perlu mengisolasi mesin dari lantai untuk mengurangi penjalaran getaran.

2. Menghilangkan kebisingan dari sumber suara.

Menghilangkan kebisingan dari sumber suara dapat dilakukan dengan menempatkan perendam dalam sumber getaran.

3. Mengadakan perlindungan terhadap karyawan.

Usaha melindungi karyawan dari kebisingan dilingkungan kerja dengan memakai alat pelindung telinga atau personal protective device yaitu berupa ear plugs dan ear muffs.

Langkah terakhir dalam pengendalian kebisingan adalah dengan menggunakan alat pelindung pendengaran (earplug, earmuff dan helmet).

Pengendalian kebisingan dapat dilakukan juga dengan pengendalian secara medis yaitu dengan cara pemeriksaaan kesehatan secara teratur.

2.9 Alat Pelindung Diri

Pemakaian alat pelindung diri merupakan pilihan terakhir yang harus dilakukan. Alat pelindung diri yang dipakai harus mampu mengurangi kebisingan hingga mencapai level TWA atau kurang dari itu, yaitu 85dB. Ada 3 jenis alat pelindung pendengaran yaitu:

1. Sumbat telinga (earplug)

Dapat mengurangi kebisingan 8-30 dB. Biasanya digunakan untuk proteksi sampai dengan 100 dB. Beberapa tipe dari sumbat telinga antara lain : Formable type, Costum-molded type, Premolded type.

2. Tutup telinga (earmuff)

Dapat menurunkan kebisingan 25-40 dB. Digunakan untuk proteksi sampai dengan 110 dB.

3. Helm (helmet)

Mengurangi kebisingan 40-50 dB.

Faktor yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan alat pelindung telinga adalah:

Alat pelindung telinga harus dapat melindungi pendengaran dari bising yang berlebihan

Harus ringan, nyaman dipakai, sesuai dan efisien (ergonomik)

Harus menarik dan harga yang tidak terlalu mahal

Tidak memberikan efek samping atau aman dipakai.

Tidak mudah rusak.

Pelindung pendengaran.

1. Fungsi.

Untuk melindungi alat pendengaran (telinga) akibat kebisingan, dan melindungi telinga dari percikan api atau logam-logam yang panas.

2. Jenis.

Secara umum pelindungi telinga 2 (dua) jenis, yaitu:

a. Sumbat telinga atau ear plug, yaitu alat pelindung telinga yang cara penggunaannya dimasukkan pada liang telinga

b. Tutup telinga atau ear muff, yaitu alat pelindung telinga yang penggunaanya ditutupkan pada seluruh daun telinga.

3. Spesifikasi.

a. Sumbat Telinga atau ear plug.

Sumbatan telinga yang baik adalah yang bisa menahan atau mengabsorbsi bunyi atau suara dengan frekuensi tertentu saja, sedangkan bunyi atau suara dengan frekwensi untuk pembicaraan (komunikasi) tetap tidak terganggu.

Biasanya terbuat dari karet, platik ,lilin atau kapas.

Harus bisa mereduksi suara frekwensi tinggi (4000 dba) yang masuk lubang telinga, minimal sebesar x-85 dba, dimana x adalah intensitas suara atau kebisingan di tempat kerja yang diterima oleh tanaga kerja.

b. Penutup Telinga atau Ear Muff. Terdiri dari sepasang (2 buah, kiri dan kanan) cawan atau cup, dan sebuah sabuk kepala (head band)

Cawan atau cup berisi cairan atau busa (foam) yang berfungsi untuk menyerap suara yang frekwensinya tinggi

Pada umumnya tutup telinga bisa meriduksi suara frekwensi 2800-4000 hz sebesar 35-45 dba

Tutup telinga harus mereduksi suara yang masuk ke lubang telinga minimal sebesar x- 85 dba, dimana x adalah intensitas suara atau kebisingan di tempat kerja yang diterima oleh tenaga kerja.

4. Cara Pemakaian.

a. Sumbat Telinga atau Ear Plug.

Pilih ear plug yang terbuat dari bahan yang bisa menyesuaikan dengan bentuk telinga. Biasanya terbuat dari karet atau plastik lunak.

Pilih bentuk dan ukuran yang sesuai dengan bentuk dan ukuran dari seluruh telinga si pemakai

Cek sumbat telinga, apakah secara fisik dalam keadaan baik (tidak rusak) dan bersih.

Tarik daun telinga ke belakang, kemudian masukkan sumbat telinga ke dalam lubang telinga hingga benar-benar menutup semua lubang telinga.

Gerak-gerakkan kepala ke atas, ke bawah, ke samping, ke kiri dan ke samping kanan, buka dan tutup mulut, untuk memastikan bahwa sumbat telinga terpakai secara sempurna.

Gambar 3. Cara pemakaian Ear plug

b. Penutup Telinga atau Ear Muff.

Pilih penutup telinga yang ukurannya sesuai dengan diameter/lebar daun telinga

Pastikan bahwa posisi cawan atau mangkuk penutup benar benar melingkupi daun telinga, baik kiri maupun kanan. Bola belum pas (masih ada bagian yang terbuka), sesuaikan dengan pengatur panjang dan pendeknya pengikat kepala (head band)

Gerak-gerakkan kepala, ke atas, ke bawah, ke samping kiri dan ke samping kanan, buka dan tutup mulut untuk memastikan bahwa sumbat telinga terpakai secara sempurna.

Gambar 4. Salah satu bentuk Ear Muff

5. Pemeliharaan.

Sumbat telinga yang telah di selesai digunakan dibersihkan dengan kain lap yang bersih, basah dan hangat.

Kemudian keringkan dengan kain lap yang bersih dan kering.

Setelah bersih dan kering simpan alam kotaknya.

Simpan kotak tersebut di atas di almari atau tempat penyimpanan yang lain.

Penutup telinga yang telah selesai digunakan dibersihkan dengan cara diseka dengan kain lap yang bersih.

Setelah bersih simpan kembali di dalam kotaknya.

Simpan kotak di almari atau tempat penyimpanan yang lain.

6. Pendidikan Dan Motivasi

Semua pekerja yang berhak mengikuti program konservasi pendengaran, harus mendapatkan pendidikan dan training yang cukup setiap tahun, baik yang terlibat langsung maupun tidak pada program pemeliharaan pendengaran. Pendidikan dan edukasi pada dasarnya sasarannya adalah perilaku pekerja.

BAB III

PENUTUP

3.1Kesimpulan

1. Kebisingan merupakan penyakit akibat kerja yang dapat merugikan kesehatan yang berdampak pada gangguan pendengaran dan bila pemaparan dalam waktu yang lama akan menyebabkan ketulian.

2. Pada dasarnya pengendalian kebisingan dapat dilakukan terhadap sumbernya, perjalanannya dan penerimanya. Selain itu dapat juga dengan melakukan pengendalian secara teknis (Engineering control), pengendalian secara administratif (Administratif control) dan langkah terakhir adalah penggunaan alat pelindung pendengaran.

3. Pencegahan ketulian akibat bising di tempat kerja dapat dilakukan dengan program konservasi pendengaran yang melibatkan seluruh unsur perusahaan dengan memberikan pengetahuan dan pendidikan kepada karyawan mengenai kebisingan dan melakukan program promosi kesehatan di tempat kerja.

4. Gunakan alat pelindung diri (APD) dalam melakukan pekerjaan yang terpapar langsung dengan kebisingan di tempat kerja dan APD yang digunakan harus memberikan perlindungan dan memberikan rasa aman dan nyaman terhadap pemakainya.

3.2Saran

Gunakan alat pelindung diri jika terpapar langsung dengan kebisingan, sehingga dapat mencegah terjadinya gangguan kesehatan, serta hindari pemakaian headset terlalu lama.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen kesehatan, RI. Kesehatan dan Keselamatn Kerja.Oleh Pusat Kesehatan Kerja. Jakarta. http://www.depkes.go.id/index/articles.htmlNaiggolan Bilman Ir. Kesehatan Kerja dan Lingkungan Kerja.Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Sumatera Utara: Medan

Perhimpunan Dokter Kesehatan Kerja Indonesia. Kebisingan.Jakarta 12770

Top page. Kebisingan dan Getaran dan Pengertian Dasar Tentang Kebisingan

http://www.menlh.go.id/apec_vc/osaka/eastjava/noise_id/index/articles.htmlRonald M Scott, (1995). Introduction to Industrrial Hygiene. London : Lewis Publisher.

Rudi Suardi (2005). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Penerbit PPM

Silalahi, Bennet N. B. dan Rumondang B. Silalahi. (1985). Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo.

PAGE iv