HUKUM KETENAGAKERJAANMEDIASI KASUS ANTARAPT BENZIN INDONESIA
PERKASADENGAN ESSYAB ZENDY HARDONO
Disusun oleh:Gianina Yoane (205120057)Imelda Tobing
(205120125)Vivin Caronia (205120129)Jesslyne Ariestya Angela
(205120132)Amina Rahmaniar (205120142)
UNIVERSITAS TARUMANAGARAFAKULTAS HUKUM2014 2015DAFTAR ISIKata
PengantariBAB I
PENDAHULUAN................................................................................................1A.
Latar Belakang........1B. Rumusan Masalah.......2C. Manfaat
Penulisan......2
BAB II TINJAUAN UMUM DAN PEMBAHASAN..3A. Teori dan Dasar-Dasar
Hukum.................................................................................3I.
Korupsi...............................................................................................................3II.
Gabungan Tindak
Pidana...................................................................................3III.
Perbuatan
Berlanjut............................................................................................9IV.
Pemberatan
Pidana............................................................................................10V.
Penyertaan
Pidana.............................................................................................15B.
Azas-Azas
Pidana....................................................................................................20BAB
III ANALISA
HUKUM........................................................................................24
BAB IV PENUTUPKesimpulan......28Daftar Pustaka.....29
KATA PENGANTARPertama-tama, penulis mengucapkan puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat, rahmat dan
karunia-Nya lah penulis dapat menyusun Makalah Mediasi Kasus antara
PT Benzin Indonesia Perkasa dengan Essyab Zendy Hardono dalam Hukum
Ketenagakerjaan.Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu aspek
penilaian mata kuliah Hukum Ketenagakerjaan Universitas
Tarumanagara 2014/2015. Makalah ini berisi uraian dan jabaran serta
pengetahuan yang didapat penulis dari sumber terpercaya yang dapat
dipastikan keabsahannya melalui metode pengamatan dengan terjun
langsung ke lapangan. Makalah ini diciptakan sebagai persiapan dan
alat bantu bagi mahasiswa untuk memahami dan memperdalam wawasan
mengenai mediasi dalam bidang hukum ketenagakerjaan khususnya yang
terjadi di antara pengusaha dengan tenaga kerjanya.Akhir kata,
penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
mendukung dalam pembuatan makalah ini. Penulis mengakui dalam
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu,
penulis memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca demi kesempurnaan makalah di kesempatan yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima
Kasih.
Jakarta, 4 Mei 2014
Penulis
BAB I PENDAHULUANA. Latar BelakangB. Rumusan MasalahC. Tujuan
dan Manfaat Penelitian
BAB II TINJAUAN UMUM DAN PEMBAHASAN
BAB III ANALISA KASUSA. Duduk PerkaraB. Proses MediasiC. Dalih
Para PihakD. Argumentasi Penulis Menurut pendapat kami mengenai
permasalahan antara PT Benzine Indonesia Perkasa terhadap saudara
Essyab Zendy Hardono, terdapat beberapa hal yang dapat kami
komentari, di antaranya adalah:1. Jangka waktu perjanjian
kerjaPekerja sudah bekerja sejak bulan Mei 2010 dengan
menandatangani kontrak kerja pada bulan April 2010 dan kontrak
tersebut telah diperpanjang sebanyak lima kali dengan rincian
sebagai berikut:a. Kontrak pertama: April 2010Mei 2011b. Kontrak
kedua: April 2011Mei 2012c. Kontrak ketiga: April 2012Mei 2013d.
Kontrak Keempat: April 2013Mei 2014e. Kontrak kelima: April 2014Mei
2015Menurut Pasal 59 ayat 4 Undang-Undang No.13 tahun 2003,
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) hanya boleh dilakukan paling
lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk
jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun, hal ini juga ditegaskan
dalam pasal 3 ayat 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 100 Tahun 2004 PKWT hanya
dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun.PKWT ini dapat pula
dilakukan Pembaharuan yang mana Pembaruan perjanjian kerja dapat
dilakukan 1 (satu) kalidanpaling lama 2 (dua) tahun. Pembaharuan
ini dapat diadakan setelah lebih dari 30 hari sejak berakhirnya
PKWT sesuai dengan yang tercantum dalam pasal 59 ayat 6
Undang-Undang No.13 tahun 2003. Jadi total untuk masa PKWT adalah 5
tahun. Untuk perpanjangan PKWT Pengusaha/perusahaan harus
memberitahukan maksudnya untuk memperpanjang PKWT secara tertulis
kepada pekerja yang bersangkutan, paling lama 7 (tujuh) hari
sebelum PKWT berakhir. Jika pengusaha tidak memberitahukan
perpanjangan PKWT ini dalam wakktu 7 (tujuh) hari maka
konsekuensinya adalah perjanjian kerjanya batal demi hukum dan
menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), seperti yang
diatur dalam UU No.13/2003 pasal 59 ayat 5. Untuk Pembaharuan dapat
diadakan setelah lebih dari 30 hari sejak berakhirnya PKWT dan
selama masa tenggang tersebut tidak ada hubungan kerja antara
pengusaha dan pekerja dan apabila PKWT tidak melalui masa tenggang
waktu 30 hari sejak berakhirnya PKWT, maka PKWT dapat berubah
menjadi PKWTT.Jika kami lihat, perjanjian kerja /kontrak kerja yang
diperpanjang maka dapat diasumsikan bahwa pekerja merupakan pekerja
tidak tetap karena perjanjian kerja yang dilakukan oleh pengusaha
dan pekerja memiliki jangka waktu tertentu tetapi jika kita melihat
pada peraturan yang ada seperti Undang-Undang No 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri Tenaga kerja dan
Transmigrasi No 100 tahun 2004 dimana total jangka waktu PKWT
adalah 5 tahun (sudah termasuk perpanjangan dan pembaharuan) dan
berdasarkan pendapat dari Pekerja maupun pengusaha pada saat
melakukan penandatangan kontrak tidak dilakukan dengan tenggang
waktu jadi demi hukum PKWT tersebut demi hukum berubah menjadi
PKWTT hal itu berarti Pekerja juga berubah status menjadi pekerja
tetap di perusahaan tersebut yang konsekuensiny adalah pekerja
sudah mempunyai hak-hak sebagai karyawan tetap.Dan terkait masalah
mengenai perjanjian kerja yang tidak diberikan oleh pengusaha pada
pekerja, menurut ketentuan Menurut pasal 54 ayat (3) Undang Undang
No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa perjanjian kerja
dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan
hukum yang sama dimana pekerja/buruh dan pengusaha masing-masing
mendapat 1 (satu) perjanjian kerja. Jadi tidak ada alasan pengusaha
untuk tidak memberikan perjanjian tersebut kepada pekerja dan juga
pekerja harus mengerti pentingnya memiliki perjanjian kerja tersebu
jadi sebelum menanda-tangani perjanjian, baca dan pelajari kontrak
kerja terlebih dahulu karena didalam kontrak kerja pekerja dapat
mengetahui syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban bagi pekerja dan
pemberi kerja/pengusaha yang sesuai dengan Undang- undang, status
pekerja dan yang terpenting adalah jika suatu saat terjadi
perselisihan seperti ini.2. Gaji / UpahUpah terakhir yang diterima
pekerja adalah sebesar Rp 2.440.301 jauh dibawah UMK Jakarta tahun
2015 yaitu sebesar Rp 2.693.000. walaupun Undang-Undang melarang
pembayaran upah dibawah minimum namun pada kenyataannya semua itu
dikembalikan lagi pada perjanjian antara pengusaha dan pekerja
apabila keduanya sama-sama sepakat maka tidak jadi masalah walaupun
menurut undang-undang tidak diperbolehkan. Dan membayar upah
dibawar minimum merupakan suatu pelanggaran yang dapat dikenakan
sanksi pidana penjara 1-4 tahun dan atau denda sebesar 100 juta 400
juta rupiah.3. Cuti dan Upah LemburDalam kasus ini yang menjadi
salah satu permasalahan adalah pekerja yang terus menerus bekerja
bahkan pada hari libur kecuali sakit dan pada suatu hari pekerja
meminta izin cuti kepada atasanya selama 1 hari namun hal tersebut
tidak dihitung sebagai cuti melainkan alfa yang menjadi alasan
pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha dan juga pekerja yang
bekerja di hari libur tidak mendapatkan upah lembur.Mengenai Hak
cuti Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tidak mengatur
mengenai cuti tetapi kita dapat melihat pada pasal 79 ayat 1 dan 2
Undang Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam Pasal
79 ayat 1 terdapat ketentuan mengenai kewajiban pengusaha
memberikan istirahat dan cuti kepada pekerja dan dalam ayat 2
mengenai waktu istirahat dan cuti yang meliputi :a. istirahat
antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja
selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut
tidak termasuk jam kerja; b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk
6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5
(lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; c. cuti tahunan, sekurang
kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang
bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus
menerus; d. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan
dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1
(satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam)
tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan
ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat
tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku
untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
Ketentuan ini tidak pembedaan pekerja antara pekerja tetap
maupun pekerja kontrak. cuti adalah hak setiap pekerja yang wajib
diberikan oleh pengusaha kecuali jika memang ada kesepakatan
terlebih dahulu mengenai cuti dan baik pengusaha maupun pekerja
menyetujuinya. untuk waktu kerja harus dilihat dari perjanjian
kerja berapa jumlah jam kerja dalam sehari atau seminggu tetapi
dalam pasal 77 untuk jam kerja adalah 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari
dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40
(empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1
(satu) minggu. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi
ketentuan tersebut harus membayar upah lembur sesuai dengan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 4 Tahun 2014
upah kerja lembur setelah 7 (tujuh) jam kerja dengan nilai lembur
sebagai berikut: untuk waktu kerja 8 (delapan) jam 1 (satu) hari,
wajib membayar upah kerja lembur untuk setiap hari kerja sebesar 1
(satu setengah) kali upah sejam untuk waktu kerja 9 (sembilan) jam
1 (satu) hari, wajib membayar upah kerja lembur untuk setiap hari
kerja sebesar 3 (tiga setengah) kali upah sejam untuk waktu kerja
10 (sepuluh) jam 1 (satu) hari, wajib membayar upah kerja lembur
untuk setiap hari kerja sebesar 5 (lima setengah) kali upah sejam
untuk waktu kerja 11 (sebelas) jam 1 (satu) hari, wajib membayar
upah kerja lembur untuk setiap hari kerja sebesar 7 (tujuh
setengah) kali upah sejam.
Dalam hal pekerja/buruh dipekerjakan pada hari istirahat dalam
periode kerja, maka perhitungan upah kerja lembur sebagai berikut:
untuk setiap jam dalam batas 7 (tujuh) jam, wajib dibayar upah
kerja lembur sekurang-kurangnya 2 (dua) kali upah sejam; untuk jam
kerja pertama selebihnya dari 7 (tujuh) jam, wajib dibayar upah
kerja lembur sebesar 3 (tiga) kali upah sejam untuk jam kerja kedua
selebihnya dari 7 (tujuh) jam dan seterusnya, wajib dibayar upah
kerja lembur sebesar 4 (empat) kali upah sejam.4. Alasan Pemutusan
Hubungan Kerja dan PesangonPekerja yang meminta cuti selama 1 hari
namun tidak dihitung sebagai cuti melainkan alfa tidak dapat
dijadikan alasan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja. Karena
untuk dilakukan PHK diperlukan alasan-alasan yang jelas seperti
yang diatur dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2013 tentang
ketenagakerjaan seperti : Karena pekerja melakukan kesalahan besar
seperti penipuan,korupsi,penggelapan,mabuk,asusila,
perjudian,membocorkan rahasia perusahaan. Pekerja ditahan yang
berwajib Pekerja mengulangi kesalahan sekalipun telah diberikan
peringatan Pekerja mengundurkan diri PHK karena perubahan status
perusahaan PHK karena tutupm efisiensi atau pailit PHK yang terjadi
karena meninggal dnia PHK karena memasuki usia pension PHK karena
pekerja Mangkir selama 5 hari berturut-turut. PHK karena pengusaha
melakukan kesalahanPemutusan hubungan kerja pada PKWT adalah
otomatis saat masa kontrak tersebut habis dan baik dari pengusaha
dan atau pekerja tidak ingin memperpanjang kontrak tersebut.
Mengenai pesangon untuk PKWT sebenarnya tidak berhak atas pesangon
apabila terjadi pengkahiran kontrak atau pemutusan hubungan kerja,
dalam pasal 62 disebutkan bahwa Apabila salah satu pihak mengakhiri
hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan
dalam perjanjian kerja waktu tertentu maka pihak yang mengakhiri
hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya
sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka
waktu perjanjian kerja. Namun dalam kasus ini kita melihat bahwa
terjadi pelanggaran atas syarat-syarat PKWT yang mengakibatkan PKWT
berubah menjadi PKWTT dan tentunya pekerja berhak atas pesangon,
penghargaan masa kerja dan juga penggantian hak.
Jadi dalam kasus ini kami melihat banyak sekali pelanggaran yang
dilakukan oleh pengusaha terhadap hak-hak pekerja mulai dari
kontrak kerja, cuti, upah lembur, alasan pemecatan sepihak dan
pesangon. Terlepas dari apakah pekerja merupakan pekerja PKWT atau
PKWTT, pengusaha tidak memberikan hak pekerja terkait dengan upah
lembur maupun cuti, kesalahan Pengusaha disini adalah pengusaha
seakan-akan membodohi dan membohongi pekerja dengan terus
memperpanjang kontrak kerja dengan pekerja dan berniat
mempekerjakan pekerja dengan status pekerja tidak tetap tanpa
memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dimana
perjanjian kerja yang dilakukannya secara hukum dinyatakan batal
demi hukum dan mengubah status pekerja menjadi pekerja tetap yang
juga berdampak pada hak-hak pekerja yang harus dipenuhi oleh
pengusaha. Harus diakui memang karena minimnya kesempatan kerja
saat ini orang akan menerima kerja tanpa memperhatikan hal-hal
seperti itu yang terpenting bagi pekerja adalah bagaimana ia
mendapatkan uang untuk menyambung hidup dan bagi pengusaha adalah
bagaimana ia dapat menjalankan usahanya dengan mempekerjakan
pekerja dengan gaji yang rendah.Proses sampai mediasi
Para pihak yakni pihak pekerja dan pihak perusahaan/pengusaha
memasuki ruangan didampingi oleh mediator, dan mediator
mempersilahkan duduk para pihak.Tahap sebelum mediasi adalah
penawaran. Dalam tahap penawaran ini dimulai dengan mengisi daftar
hadir yang disediakan oleh mediator, lalu pembagian berkas atas
masing-masing pihak dan para pihak mulai membaca berkas yang sudah
dibagikan . Pada tahap penawaran ini, para pihak ditawarkan oleh
mediator dalam penanganan penyelesaian perselisihan hubungan
industrial ini yakni melalui konsiliator atau melalui arbiter dan
kalau tidak kedua-duanya maka melalui mediasi. Kemudian mediator
bertanya pada pihak pekerja bahwa penyelesaian apa yang dipilih,
dan pihak pekerja memilih untuk penanganan penyelesaian
perselisihan hubungan industrial melalui tahap mediasi, pihak
perusahaan/ pengusaha juga sepakat untuk melakukan penanganan
penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui tahap
mediasi. Mediator lalu menulis surat kesepakatan penanganan
penyelesaian perselisihan hubungan industrial, dan mediator
menyerahkan surat kesepakatan kepada pihak pekerja dan pihak
perusahaan/pengusaha untuk menandatangani surat tersebut. Mediator
bertanya kembali pada para pihak, apakah tahap mediasi akan
dilangsukan atau ditunda, para pihak sepakat tahap mediasi dapat
dilangsukan pada Rabu tanggal 03 Juni 2015 pada pukul 10.13.Tahap
mediasi kemudian dimulai oleh pertanyaan pertama dari mediator
yakni apakah sudah melakukan bipartite atau belum, para pihak
menjawab sudah. Lalu antara mediator, pihak pekerja, dan pihak
perusahaan/pengusaha mulai membincangkan mengenai permasalahan yang
muncul antara pihak pekerja dengan pihak pengusaha. Pihak pekerja
mulai memberitahu bahwa dia telah bekerja di pihak
perusahaan/pengusaha sejak April tahun 2010 hingga Mei 2015 dengan
status sebagai pekerja kontrak. Pihak pekerja pun menjelaskan
permasalahan yang dikarenakan karena pada 2 Februari 2015 lalu
pihak pekerja mengajukan cuti selama 1 hari namun tidak diterima
oleh kepala penjualan SPBU. Prosedur pengajuan cuti harus diajukan
terlebih dahulu kepada pengawas. Pihak pekerja sudah mengajukan
pengajuan cuti terlebih dahulu kepada pengawas, dan pengawas
memberi izin namun, kepala penjualan tidak memberi izin dan pihak
pekerja pun langsung cuti tanpa menghiraukan bahwa pengajuan
cutinya belum disetujui, karena hal ini daftar hadir sipihak
pekerja akhirnya menjadi kosong/alfa dan upah yang seharusnya
diterima pun mnejadi berkurang sesuai dengan nominal upah dalam 1
hari bekerja. Hal ini yang menjadi masalah antara pihak pekerja dan
pihak perusahaan/pengusaha. Berbincang-bincang pun semakin memanas
antara pihak pekerja dan pihak perusahaan/pengusaha.
Ditengah-tengah perbincangan mediator kemudian menawarkan
penyelesaian dengan jalur musyawarah/winwinsolution/jalan tengah
atau dengan menggunakan jalur hukum. Akhirnya kedua belah pihak
sepakat untuk menggunakan jalur musyawarah yakni dengan penawaran
yang diberikan oleh pihak perusahaan/pengusaha yakni pihak pekerja
bekerja lagi diperusahaan tersbut dengan status sebagai karyawan
tetap dan upah yang sudah dipotong akan diganti oleh pihak
perusahaan/pengusaha. Pihak pekerja masih bimbang dalam memberi
keputusan yang tepat, hingga akhirnya mediator memutuskan untuk
memberikan waktu kepada pihak pekerja untuk berfikir dan menemukan
keputusan yang tepat begitupun dari pihak perusahaan/pengusaha.
Tahap mediasi untuk yang pertama pun diakhiri yang akan dilanjut
dengan mediasi kedua yang akan diadakan seminggu kemudian dengan
keputusan yang sudah diambil oleh pihak pekerja, setelah itu saling
salam-salaman antara mediator, pihak pekerja dan pihak
perusahaan/pengusaha hingga meninggalkan ruangan.
Kronologi Masalah
Essyab Zendy Harpano, telah bekerja pada PT. Benzine Indonesia
Perkasa sejak April tahun 2010 dan berakhir pada 9 Mei 2015. Essyab
bekerja dengan menggunakan sistem kontrak. Kontrak ini diputihkan
setiap dua tahun. Pada kontrak pertama yaitu April 2010 hingga Mei
2011, kontrak kerja yang kedua April 2011 hingga Mei 2012, kontrak
kerja ketiga April 2012 hingga Mei 2013, dan kontrak kerja keempat
pada April 2013 hingga Mei 2014, Essyab tidak pernah diberikan
salinan kontak kerja yang dikarenakan hal tersebut merupakan
kebijakan perusahaan.
Kontrak kerja kelima terjatuh pada bulan April 2014 hingga Mei
2015, dan tidak diperpanjang tanpa pemberitahuan dari HRD. Essyab
mengetahui kabar tersebut dari kepala penjualan, yaitu Bapak
Faisal. Essyab mempertanyakan alasan mengapa kontraknya tidak
diperpanjang karena tidak adanya alasan yang kuat seperti pemberian
SP, dan setelah itulah ia diberikan salinan kontrak kerja.
Essyab telah bekerja selama lima tahun tanpa henti dengan
pengecualian cuti atau sakit. Selama ia bekerja, Essyab tidak
pernah mendapatkan libur meskipun pada tanggal merah dan hari besar
yang membuat ia berhak mendapatkan kompensasi. Pada Februari 2015,
Essyab mengajukan hak cuti untuk izin bekerja selama satu hari
kepada kepala penjualan. Pengajuan izin satu hari itu mendapatkan
persetujuan dari pengawas, tetapi dituliskan alfa oleh kepala
penjualan. Sebagai tambahan informasi, agar mendapatkan persetujuan
dari kepala penjualan, pengaju harus memberikan uang rokok.
Pada tanggal 8 Mei 2015, Essyab bersama kedua orang tuanya
menemui Bapak Zainal di kantor HRD untuk mempertanyakan kebenaran
tidak diperpanjangnya kontrak kerja dan hal tersebut ternyata
dibenarkan. Alasan tidak diperpanjangnya kontrak karena terdapat
alfa satu hari yang sebenarnya merupakan hak cuti.
Pada 11 Mei 2015, Essyab mempertanyakan kebenaran tidak
diperpanjangnya kontrak tersebut kepada Bapak William Widianata,
dan beliau mengundang untuk membahas secara lisan mengenai masalah
ini. Pada tanggal 12 Mei 2015, Essyab diminta untuk datang pada 13
Mei 2015 ke Kantor BSCJakarta.
Dalam pertemuan tersebut dibahas:1. Tidak diperpanjangnya
kontrak kerja sesuai denganUNDANG-UNDANGREPUBLIK INDONESIA NOMOR13
TAHUN 2003Tentang Ketenagakerjaan.2. Melihat kontrak kerja yang
tidak pernah terputus, Essyab menuntut diakui sebagai pekerja yang
berstatus pegawai tetap, tetapi oleh perusahaan dikatakan tidak ada
pegawai tetap dalam PT. Benzine.3. Kontrak kerja yang tidak
diberikan telah dimusnahkan karena teralu banyak arsip.4. Jenis
pekerjaan sebagai operator di PT. Benzine adalah pekerjaan tetap.5.
Essyab dijanjikan berhak untuk mendapatkan- Packelaring /
jamsostek;- Koperasi DPBU selama lima tahun bekerja;- Seragam
kerja;- Pengembalian Ijazah yang ditahan.
Karena tidak ada titik temu atas masalah diatas, maka Essyab
mengajukan masalah ini kepada pihak DISNAKERTRANS untuk memediasi,
sehingga masalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan hukum yang
berlaku.4