KATA PENGANTARPuji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena dengan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan
kepada pembaca tentang Sistem Perbankan Dalam Islam. Makalah ini
berisi beberapa informasi tentang Sistem Perbankan Dalam Islam,
semoga dengan adanya makalah ini dapat menambahkan pengetahuan
pembaca tentang Perbankan Dalam Islam. Kami menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan
makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin. Hormat Kami,
DAFTAR ISIKata Pengantar Daftar Isi Pendahuluan a. Latar
Belakang Isi 1 2
I. PENDAHULUANA. Latar BelakangKrisis ekonomi yang bermula
terjadi pada sekitar tahun 1997 telah membawa bangsa dan negara
Indonesia ke dalam jurang kebinasaan. Krisis tersebut tidak hanya
berdampak pada kegiatan ekonomi semata tetapi kemudian menjadi efek
domino dan menjalar juga pada krisis di bidang lain. Krisis moral
yang menyebabkan isu korupsi masih tetap menjadi konsumsi utama
para pejabat dan pengusaha yang telah kehilangan moral mereka.
Krisis akhlak yang mendorong terjadinya peristiwa-peristiwa
memalukan yang tidak mencerminkan budaya dan kultur bangsa
Indonesia yang terefleksikan dari beredarnya puluhan bahkan ratusan
video-video dan gambar-gambar foto porno yang diperankan oleh
anak-anak dan generasi bangsa ini. Krisis-krisis yang sangat banyak
tersebut pada akhirnya mengakibatkan Indonesia jatuh krisis
multidimensi. Ilustrasi ini memberikan gambaran kebenaran ungkapan
bahwa kefakiran (kemiskinan) akan membawa kepada kekafiran. Krisis
multidimensi yang terjadi di Indonesia tersebut secara umum dipicu
oleh krisis ekonomi yang membuat bangsa ini sekarat. Diawali dengan
dilikuidasinya puluhan bank-bank yang beroperasi di Indonesia,
kasus kredit macet di beberapa bank, dan kolusi serta korupsi dalam
perbankan membuat era orde baru harus mengakhiri masa hidupnya.
Krisis perbankan tanah air tersebut membuat gejolak perekonomian di
Indonesia kocar-kacir tidak karuan. Dalam situasi dan keadaan yang
seperti ini, masyarakat pada akhirnya menyadari akan pentingnya
mencari dan mengembangkan sistem ekonomi alternatif yang mampu
mencegah terjadinya konsentrasi kekayaan di tangan segelintir
kelompok orang.
Beberapa tahun kemudian, masyarakat mulai mengenal sistem
perekonomian Islam dan perbankan Islam yang pada akhirnya menjadi
sangat populer hingga sekarang. Menjamurnya bank-bank dan
lembaga-lembaga keuangan Islam lainnya di Indonesia ini pada
akhirnya berkembang dan mulai banyak dimintai oleh masyarakat.
Meskipun menggunakan label Islam di belakangnya, di beberapa daerah
tertentu perbankan Islam ternyata mampu masuk dan diterima oleh
kalangan non-muslim. Ilustrasi ini seolah menjadi pembenar ungkapan
bahwa agama Islam adalah rahmat bagi semesta alam, bukan hanya
untuk kaum muslimin semata. Melihat cukup pesatnya perkembangan
perbankan Islam di Indonesia tersebut pada akhirnya mendorong
penulis untuk menyusun makalah ini. Melalui makalah ini penulis
hendak memaparkan mengenai sistem perbankan Islam, bagaimana
sejarah perkembangannya, serta hambatan-hambatan dalam
pengembangannya ke depan di Indonesia.
II. ISIPengertian Bank IslamBank Islam sebenarnya di Indonesia
lebih populer disebut dengan istilah bank syariah. Adapun
pengertian bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah Islam atau bank yang tata cara
beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan al Quran dan
Hadits (Antonio dan Perwataatmadja, 1999: 1). Pengertian syariah
secara harfiah adalah jalan Allah seperti yang ditunjukkan oleh al
Quran dan as Sunnah / Hadits. Selanjutnya, yang dimaksud dengan
prinsip-prinsip syariah di dalam pengertian ini adalah
prinsip-prinsip atau ketentuan mengenai hukum muamalat. Dalam
ketentuan hukum muamalat, prinsip utama muamalat ekonomi atau
perbankan islami adalah menghindarkan diri dan menjauhkan diri dari
unsur-unsur riba dengan menggantinya dengan sistem bagi hasil dan
pembiayaan perdagangan. Riba secara bahasa berarti al-ziyadah yang
berarti tambahan. Sedangkan menurut istilahnya, riba dalam
pandangan Prof. Abdul Manannan, Ph.D. dalam bukunya Teori dan
Praktek Ekonomi Islam adalah perpanjangan batas waktu dan
penambahan jumlah peminjaman uang sehingga berjumlah begitu besar,
sehingga pada akhir jangka waktu peminjaman itu, si peminjam akan
mengembalikan kepada orang yang meminjamkan sejumlah dua kali lipat
atau lebih darijumlah pokok yang dipinjamkannya. Di dalam teori
ekonomi Islam atau ekonomi syariah sebagai dasar sistem perbankan
Islam, diatur beberapa konsep pembiayaan islami yang dapat
dipraktekkan oleh perbankan Islam.
SejarahDuniaPerbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa
menggunakan embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran rezim
yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan
fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar,
mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing
(pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini
berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank
dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut
maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha
perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership
dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung. Masih di
negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan
mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun
dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama
maupun syariat islam. Islamic Development Bank (IDB) kemudian
berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang
tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun utamanya bank
tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk
menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara
anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit
sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit
menyatakan diri berdasar pada syariah islam. Dibelahan negara lain
pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul.
Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975),
Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt
(1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik,
Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit
presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims
Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin
menabung untuk menunaikan ibadah haji.
IndonesiaDi Indonesia perbankan syariah baru muncul pertama pada
tahun 1991 dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia yang
diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta
dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan
beberapa pengusaha muslim. Bank Muamalat sempat terimbas oleh
krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya
tersisa sepertiga dari modal awal. Kamudian, IDB
memberikan suntikan dana sehingga pada periode 1999-2002 dapat
bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah di
Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun
1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan serta
lebih spesifiknya pada Peraturn Pemerintah N0 72 tahun 1992 tentang
Bank Berdasarkan Rinsip Bagi Hasil. Sampai saat ini, pada tahun
2007, terdapat setidaknya 3 institusi bank syariah di Indonesia
yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega
Syariah. Sementara bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah
adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara
Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem
syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini
telah berkembang 104 BPR Syariah. Hanya saja, aset perbankan
syariah periode Maret 2006 baru tercatat 1,40 persen dari total
aset perbankan Sedangkan untuk pertumbuhan asetnya, sistem
perbankan Islam telah mengalami pertumbuhan yang cukup pesat
sebesar 74% per tahun selama kurun waktu 1998 sampai 2002 (nominal
dari Rp. 479 milyar pada tahun 1998 menjadi 2.718 milyar pada tahun
2001). Dana pihak ketiga telah meningkat dari Rp. 392 Milyar
menjadi 1.806 milyar. (Bank Indonesia, Cetak Biru Pengembangan
Perbankan Syariah di Indonesia, 2002: 5). Volume usaha mengalami
pertumbuhan rata-rata pertahun sebesar 64,98 % pada periode
20012003, bahkan pada tahun 2004 pertumbuhannya mencapai 80,56 %.
Dari sisi ekspansi untuk pembiayaan meningkat sebesar 101,08 %
dengan pertumbuhan dana yang dihimpun dari pihak ketiga sebesar
85,33%. Berdasarkan perhitungan Bank Indonesia sampai akhir
November 2004 rasio antara pembiayaan dan penghimpunan dana
(financing to deposit ratio/FDR) mencapai 104,81 % dan ini
merupakan angka tertinggi bila dibandingkan dengan semua perbankan
syariah di negara-negara lain. Angka LDR (Loan Deposit Ratio)
mencapai tingkat yang lebih tinggi dibanding perbankan konvensional
Indonesia yang mencapai rata-rata sebesar 48 %.
Prinsip perbankan syariahPrinsip syariah adalah aturan
perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang sesuai dengan syariah. Beberapa prinsip/ hukum yang
dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain :
Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari
nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak
diperbolehkan. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan
kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
Islam tidak memperbolehkan menghasilkan uang dari uang. Uang hanya
merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak
memiliki nilai intrinsik. Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi)
tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik
hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi. Investasi
hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam
islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh
perbankan syariah.
Produk perbankan syariahBeberapa produk jasa yang disediakan
oleh bank berbasis syariah antara lain:
Jasa untuk peminjam dana
Mudhorobah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan
pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio
tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh
pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan
pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti
penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan. Musyarokah (Joint
Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint
venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang
disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas
yang dimiliki masingmasing pihak. Perbedaan mendasar dengan
mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan
manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan.
Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan
membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya
kembali
ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin
keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur
barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan
besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati.
Contoh:harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt,
maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur
selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.
Takaful (asuransi islam)
Jasa untuk penyimpan dana
Wadiah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana
penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem
wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk
memberikan bonus kepada nasabah. Deposito Mudhorobah, nasabah
menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan
dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan
dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil
tertentu.
Tantangan Pengelolaan DanaLaju pertumbuhan perbankan syariah di
tingkat global tak diragukan lagi. Aset lembaga keuangan syariah di
dunia diperkirakan mencapai 250 miliar dollar AS, tumbuh rata-rata
lebih dari 15 persen per tahun. Di Indonesia, volume usaha
perbankan syariah selama lima tahun terakhir rata-rata tumbuh 60
persen per tahun. Tahun 2005, perbankan syariah Indonesia
membukukan laba Rp 238,6 miliar, meningkat 47 persen dari tahun
sebelumnya. Meski begitu, Indonesia yang memiliki potensi pasar
sangat luas untuk perbankan syariah, masih tertinggal jauh di
belakang Malaysia. Tahun lalu, perbankan syariah Malaysia mencetak
profit lebih dari satu miliar ringgit (272 juta dollar AS). Akhir
Maret 2006, aset perbankan syariah di negeri jiran ini hampir
mencapai 12 persen dari total aset perbankan nasional. Sedangkan di
Indonesia, aset perbankan syariah periode Maret 2006 baru tercatat
1,40 persen dari total aset perbankan. Bank Indonesia memprediksi,
akselerasi pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia baru akan
dimulai tahun ini. Implementasi kebijakan office channeling,
dukungan akseleratif pemerintah berupa pengelolaan rekening haji
yang akan dipercayakan pada perbankan syariah, serta hadirnya
investor-investor baru akan mendorong pertumbuhan bisnis syariah.
Konsultan perbankan syariah, Adiwarman Azwar Karim, berpendapat,
perkembangan perbankan syariah antara lain akan ditandai penerbitan
obligasi berbasis syariah atau sukuk yang dipersiapkan pemerintah.
Sejumlah bank asing di Indonesia, seperti Citibank dan HSBC, bahkan
bersiap menyambut penerbitan sukuk dengan membuka unit usaha
syariah. Sementara itu sejumlah investor dari negara Teluk juga
tengah bersiap membeli bank-bank di Indonesia untuk dikonversi
menjadi bank syariah. Kriteria bank yang dipilih umumnya beraset
relatif kecil, antara Rp 500 miliar dan Rp 2 triliun. Setelah
dikonversi, bank-bank tersebut diupayakan melakukan sindikasi
pembiayaan proyek besar, melibatkan lembaga keuangan global.
Penghimpunan danaSelain investor asing, penghimpunan dana
perbankan syariah dari dalam negeri akan didongkrak penerapan
office-channeling yang didasari Peraturan BI Nomor 8/3/PBI/2006.
Aturan ini memungkinkan cabang bank umum yang mempunyai unit usaha
syariah melayani produk dan layanan syariah, khususnya pembukaan
rekening, setor, dan tarik tunai. Sampai saat ini, office
channeling baru digunakan BNI Syariah dan Permata Bank Syariah.
Sejumlah 212 kantor cabang Bank Permata di Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Surabaya sudah dapat melayani
produk dan layanan syariah sejak awal Maret lalu. Sementara tahap
awal office channeling BNI Syariah dimulai 21 April 2006 pada 29
kantor cabang utama BNI di wilayah Jabotabek. Ditargetkan 151
kantor cabang utama BNI di seluruh Indonesia akan menyusul. General
Manager BNI Syariah Suhardi beberapa pekan lalu menjelaskan, untuk
memudahkan masyarakat mengakses layanan syariah, diluncurkan pula
BNI Syariah Card. Kartu ini memungkinkan nasabah syariah
menggunakan seluruh delivery channel yang dipunyai BNI, seluruh ATM
BNI, ATM Link, ATM Bersama, dan jaringan ATM Cirrus International
di seluruh dunia. Hasil penelitian dan permodelan potensi serta
preferensi masyarakat terhadap bank syariah yang dilakukan BI tahun
lalu menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap perbankan
syariah. Namun, sebagian besar responden mengeluhkan kualitas
pelayanan, termasuk keterjangkauan jaringan yang rendah. Kelemahan
inilah yang coba diatasi dengan office channeling. Dana terhimpun
juga akan meningkat terkait rencana pemerintah menyimpan biaya
ibadah haji pada perbankan syariah. Dengan kuota 200.000 calon
jemaah haji, jika masing-masing calon jemaah haji menyimpan Rp 20
juta, akan terhimpun dana Rp 4 triliun yang hanya dititipkan ke
bank syariah selama sekitar empat bulan. Dana haji yang terhimpun
dalam jumlah besar dalam waktu relatif pendek akan mendorong
munculnya instrumen investasi syariah. Dana terhimpun itu bahkan
cukup menarik bagi pebisnis keuangan global untuk meluncurkan
produk investasi syariah. Di sisi lain, suku bunga perbankan
konvensional diperkirakan akan turun. Menurut Adiwarman, bagi hasil
perbankan syariah yang saat ini berkisar 8-10 persen, membuat
perbankan syariah cukup kompetitif terhadap bank konvensional.
Dengan selisih sekitar dua persen (dari tingkat bunga bank
konvensional), orang masih tahan di bank syariah,
tetapi lebih dari itu, iman bisa juga tergoda untuk pindah ke
bank konvensional, kata Adiwarman menjelaskan pola perilaku nasabah
yang tidak terlalu loyal syariah. Berdasarkan analisis BI, tren
meningkatnya suku bunga pada triwulan ketiga tahun 2005 juga sempat
membuat perbankan syariah menghadapi risiko pengalihan dana (dari
bank syariah ke bank konvensional). Diperkirakan lebih dari Rp 1
triliun dana nasabah dialihkan pada triwulan ketiga tahun lalu.
Namun, kepercayaan deposan pada perbankan syariah terbukti dapat
dipulihkan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga yang mencapai Rp
2,2 triliun pada akhir tahun. Kenaikan akumulasi dana pihak ketiga
perbankan syariah merupakan peluang, sekaligus tantangan, karena
tanpa pengelolaan yang tepat justru masalah akan datang. Perbankan
syariah sempat dituding kurang gaul dalam lingkungan pembiayaan
karena sejumlah nasabah yang dianggap bermasalah pada bank
konvensional justru memperoleh pembiayaan dari bank syariah. Akan
tetapi, Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia Wahyu Dwi Agung
meyakini, dengan sistem informasi biro kredit BI yang memuat data
seluruh debitor, tudingan seperti itu tidak akan terjadi lagi.
Posisi rasio pembiayaan yang bermasalah (non-performing financings)
pada perbankan syariah tercatat naik dari 2,82 persen pada Desember
2005 menjadi 4,27 persen Maret lalu. Rasio ini dinilai masih
terkendali. Kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses layanan
perbankan syariah dan ketersediaan produk investasi syariah tidak
akan optimal tanpa promosi dan edukasi yang memadai tentang lembaga
keuangan syariah. Amat dibutuhkan pula jaminan produk yang
ditawarkan patuh terhadap prinsip syariah. Peluang dan potensi
perbankan syariah yang besar memang menuntut kerja keras untuk
kemaslahatan.
Perbedaan Bank Islam Dengan Bank Konvensional
Perbedaan mendasar antara bank Islam dengan bank konvensional
secara umum terletak pada dua konsep yaitu konsep imbalan dan
konsep sistemnya. Perbedaan konsep sistem antara bank konvensional
dan bank Islam dapat dilihat dalam tabel perbandingan di bawah
berikut. BANK ISLAM Berdasarkan margin keuntungan Profit dan falah
oriented Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan
Users of real funds Melakukan investasi investasi yang halal saja
Pengerahan dan penyaluran dana harus sesuai dengan syariah Islam
yang diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah. BANK KONVENSIONAL Memakai
perangkat bunga dan atau bagi hasil Profit oriented Hubungan dengan
nasabah dalam bentuk hubungan debitur kreditur Creator of money
suplly Investasi yang halal dan haram Tidak terdapat Dewan Pengawas
Syariah atau sejenisnya
(Sumber: Antonio dan Perwataatmadja, 1999. Apa dan Bagaimana
Bank Islam)
Sedangkan perbedaan konsep imbalan antara bank Islam yang
menggunakan sistem bagi hasil / profit sharing dan bank
konvensional yang menggunakan sistem bunga / interest dapat dilihat
dalam tabel berikut. BUNGA (BANK KONVENSIONAL) Penentuan bunga
dibuat pada waktu akad tanpa berpedoman pada untung rugi.
Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang yang
dipinjamkan. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa
pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah
untung atau rugi. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun
jumlah
BAGI HASIL (BANK ISLAM) Penentuan besarnya rasio bagi hasil
dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung
rugi. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan
yang diperoleh. Bagi hasil tergantung pada keunungan proyek yang
dijalankan. Sekiranya tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian
akan ditanggng bersama oleh kedua belah pihak. Jumlah pembagian
laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah
keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang booming
Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agma
termasuk Islam.
pendapatan.
Tidak ada yangmeragukan keabsahan keuntungan bagi hasil.
(Sumber: Antonio dan Perwataatmadja, 1999. Apa dan Bagaimana
Bank Islam)
Ada sebagian orang dari kalangan tertentu yang membedakan antara
bunga dan riba. Menurut mereka, bunga tidak sama dengan riba. Bunga
adalah tambahan yang sedikit sedangkan riba yang dilarang, menurut
mereka adalah riba yang berlipat ganda. Atau mereka mengatakan
bahwa diperbolehkan karena riba itu sama dengan jual beli
diperbolehkan karena riba itu sama dengan jual beli. Mereka
berdalil dengan Surat Ali Imron ayat 130: artinyaHai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
Akan tetapi pemahaman ini tidak tepat karena mereka cenderung
memotong ayat secara parsial. Padahal, masih banyak dasar hukum
yang secara jelas menyatakan bahwa riba tetap haram sekalipun
sedikit seperti yang tersurat dalam al Baqarah ayat 275:
artinya Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu,
adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya. Pada ayat terakhir, kita bisa
melihat bahwa orang-orang yang mengambil riba maka akan menjadi
penghuni neraka. Kalaulah riba dibolehkan, Allah SWT tidak mungkin
mengatakannya demikian. Dan, di dalam ayat tersebut juga tidak
disebutkan bahwa hanya yang riba berlipat yang masuk neraka.
Sedangkan bagi yang berpendapat bahwa riba berbeda dengan bunga,
maka berikut ini penulis kutipkan ungkapan dari Prof. M. Abdul
Mannan, Ph.D.: jika terdapat perbedaan antara riba dan dalam al
Quran dengan bunga pada masyarakat kapitalis, hal itu hanya
merupakan perbedaan tingkat, bukan perbedaan jenis, karena baik
bunga maupun riba merupakan ekses atas modal yang dipinjam. Memang
benar riba dianggap tidak canggih dibandingkan dengan bunga.
Tetapienyebutkan riba dengan nama bunga tidak mengubah sifatnya
(Mannan, 1997: 120)
Realisasi Praktik Pembiayaan Bank Islam Dalam Dunia
BisnisRealisasi praktek pembiayan bank Islam dalam dunia bisnis
dalam rangka untuk mendapatkan keuntungan pada dasarnya hampir sama
dengan konsep bank konvensional. Bank Islam sebagai sebuah bank
atau lembaga keungan menghimpun
dana dari para nasabahnya dengan melalui berbagai macam
produknya (deposito, tabungan, dll). Selanjutnya pihak bank
berperan sebagai kreditur menanamkan dana yang diperolehnya
tersebut dalam pembiayaan-pembiayaan tertentu yang sesuai konsep
syariah Islam kepada nasabah debitor. Kemudian, dari hasil
keuntungan yang diperoleh oleh bank tersebut melalui pembiayaannya,
laba tersebut dibagi dengan para nasabah sesuai perjanjian akad
nishbah bagi hasilnya. Semakin besar perolehan laba yang diterima
oleh bank Islam itu, maka semakin besar pula bagi hasil yang
diterima para nasabah. Sebagai gambaran umum cara penghitungan
dalam bank Islam, berikut ini penulis tengahkan simulasi
perhitungan pembiayan bank Islam dalam praktik (diambil dari contoh
simulasi Bank Muamalat) Contoh simulasi pembiayaan Murabahah: PT.
TERUS MAJU perusahaan yang bergerak di bidang Percetakan memerlukan
Mesin Cetak seharga Rp. 100.000.000,-. PT TERUS MAJU memiliki
langganan supplier mesin yaitu PT. TRAKANTA. PT TERUS MAJU
mengajukan fasilitas MURABAHAH kepada Bank Muamalat Indonesia.
Setelah Account Manager Bank Muamalat mereview neraca dan laporan
keuangan serta sumber pengembalian dari PT TERUS MAJU, maka telah
disetujui permohonan Fasilitas Murabahah sebagai berikut: Harga
Beli Barang dari Supplier Rp. 100.000.000, Margin Bank Muamalat
(Margin setara 20% pa. effektif) sebesar Rp. 22.149.950, Harga Jual
pada PT TERUS MAJU (Harga Jual = Harga Beli + Margin) sebesar Rp.
122.149.950 Biaya Administrasi Rp. 1.000.000, Supplier yang
ditunjuk PT. TRAKANTA
Jangka Waktu Pelunasan 24 bulan Angsuran/Bulan Rp.
5.089.580,-/bulan Contoh simulasi pembiayaan Mudharabah: PT. NIAGA
ABADI memerlukan dana untuk menambah modal kerja usaha
perdagangannya. Untuk keperluan tersebut PT. NIAGA ABADI mengajukan
Fasilitas Pembiayaan kepada Bank Muamalat dengan total kebutuhan
dana Rp. 100.000.000,-. Setelah dilakukan analisa keuangan, maka
disetujui Fasilitas Mudharabah olah Bank Muamalat kepada PT. NIAGA
ABADI, dengan persyaratan Fasilitas Mudharabah sebagai berikut:
Plafond Rp. 100.000.000, Jangka Waktu24 bulan Nisbah Bagi Hasil
berdasarkan Laba Bersih) : 20% untuk bank dan 80% untuk nasabah
(PT. NIAGA ABADI) Obyek Bagi Hasil Laba Bersih Biaya Administrasi
Rp. 1.000.000. Pembayaran Bagi Hasil Dilaksanakan setiap akhir
bulan Pengembalian Pokok PT. NIAGA ABADI wajib mengakumulasi
keuntungan setiap bulan dan menyisihkannya untuk pengembalian
waktu.
Faktor-Faktor Penghambat Keberlangsungan Bank IslamDiantara
faktor penghambat keberlangsungan bank Islam adalah faktor
kelemahan yang terdapat di dalam bank Islam itu sendiri. Diantara
faktor penghambat bank Islam yaitu:
1. Dengan sistem islami atau syariah, maka bank Islam terlalu
berprasangka baik kepada semua nasabahnya dan berasumsi bahwa semua
orang yang terlibat dalam bank Islam adalah jujur. Dengan demikian
bank Islam sangat rawan terhadap mereka yang beritikad tidak baik,
sehingga diperlukan usaha tambahan untuk mengawasi nasabah yang
menerima pembiayan dari bank Islam. Hal ini akan menjadi hambatan
berlangsungnya bank Islam jika bank Islam itu sering kecolongan
akan nasabah yang membandel dan nakal. Atau kalau tidak, maka bank
Islam itu justru karena terlalu hati-hatinya memilih nasabah, maka
berakibat sedikitnya keuntungan yang diperolehnya sehingga berimbas
pada terhambatnya laju pertumbuhan bank Islam itu sendiri. 2.
Dengan penerapan sistem bagi hasil, maka akan lebih diperlukan
perhitunganperhitungan yang rumit terutama dalam menghitung bagian
laba nasabah yang kecil-kecil dan yang nilai simpanannya di bank
tidak tetap. Sehingga bisa terjadi potensi salah hitung. Kesalahan
hitung dalam proses rumit ini, apabila sering terjadi, maka akan
membuat para nasabah lari dari bank Islam tersebut. 3. Karena bank
Islam menerapkan bagi hasil, maka bank Islam lebih memerlukan
tenaga dan pikiran yang ekstra dibanding dengan bank konvensional.
Hal ini dimaksudkan agar bank Islam tidak salah dalam menilai
kelayakan suatu pembiayaan tertentu. Dalam kasus ini sekali lagi,
apabila bank Islam tidak pandai-pandai menilai prospek dan
kelayakan pembiayaannya maka bisa berakibat kerugian terhadap
pembiayaan itu dan secara otomatis berakibat kerugian pada bank
Islam itu sendiri. 4. Problematika biaya dan profitabilitas. Bank
Islam bekerja dengan aturan yang sangat ketat dan memilih investasi
yang halal dan sesuai syariah saja. Implikasinya adalah bank Islam
harus melakukan supervisi dan terkadang mengelola secara langsung
operasional suatu proyek yang didanainya. Ini dilakukan untuk
mereduksi pengeluaran manajerial. Akibatnya, bank Islam harus
memikul biaya tambahan yang tidak pernah terdapat pada pembukuan
bank-bank berasas bunga. Bank Islam pun harus mampu meminimalisir
potensi
kerugian dari investasi mudarabahnya dan mengamankan tingkat
keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bank-bank riba.
Hal ini menyebabkan bank Islam terdorong untuk mencari proyek yang
segera memberikan keuntungan. Long gestation project (proyek dengan
masa menunggu yang lama) dan proyek infrastruktur adalah
proyek-proyek yang kurang menarik minat perbankan Islam, dimana
bank Islam harus membayar keuntungan yang besar setiap tahun
terhadap simpanan (Irfan Syauqi Beik, Msc, Problematika Bank Islam.
5. Minimnya sumberdaya manusia yang memahami secara komprehensif
segala hal yang berkaitan dengan industri perbankan syariah.
Sehingga dalam prakteknya, seringkali terjadi
penyimpangan-penyimpangan aktivitas transaksi yang tidak sesuai
dengan syariah. 6. Belum adanya suatu Bank Sentral Syariah sebagai
penyokong selaiknya Bank Indonesia yang menjadi bank-nya
lembaga-lembaga perbankan yang mampu memerankan diri seperti peran
Bank Indonesia tetapi dengan prinsip Islam. 7. Belum adanya
undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai perbankan
syariah.
III. PENUTUP KesimpulanPerbankan syariah atau Perbankan Islam
adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah
(hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan
dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau
yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha
yang dikategorikan
haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi
makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana
hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Bank Islam dalam perkembangannya di Indonesia sejak tahun 1991
sampai sekarang ternyata mampu memberikan bukti nyata kepada
masyarakat dan banga Indonesia tidak hanya sekedar membuktikan
eksistensinya tetapi juga mampu memberikan keuntungan dan prospek
yang menjanjikan. Badai krisis ekonomi yang menyerang negara ini
sejak 10 tahun silam hingga hari ini belum mampu menggoyahkan
keberadaan bank Islam. Akan tetapi justru sebaliknya, bank Islam
mampu meningkatkan asetnya setiap tahun. Bank Islam mampu memikat
banyak bank nasional untuk ikut terjun dalam sistem ekonomi islami
ini. Namun demikian, perkembangan perbankan Islam bukannya tanpa
cela. Masih banyak kekurangan dan kelemahan serta hambatan-hambatan
yang masih harus dilewati untuk mewujudkan cita-cita perbankan
Islam yaitu menghapus sistem ribawi atau konsep bunga. Masih banyak
transaksi-transaksi dan pembiayaan-pembiayaan yang belum bisa
diterapkan secara murni syariah atau murni islami. Oleh karena itu,
pengembangan perbankan syariah tidak boleh hanya dibebankan di
pundak para pelaku bank Islam, Bank Indonesia atau pemerintah saja
tetapi peran serta seluruh elemen masyarakat Indonesia sangat
dinantikan agar sistem perbankan Islam akrab dan dipahami secara
benar oleh publik. Dengan demikian akan tercipta sinergi institusi
dalam pengembangan perbankan syariah di masa sekarang dan
mendatang.
IV. DAFTAR PUSTAKA
WebsiteGoogle
:
http://ms.wikipedia.org/ wiki/ Perbankan syariah; E-book: Bank
Indonesia, Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia,
2002; dan http://www.sinarharapan.co.id/ ekonomi/ Keuangan/ 2005/
0103/keu2.html)
Tugas Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Kelompok 7 Nama Anggota kelompok : Kelas Andhini Putri Camelia
Rosianti Laras Dyah Prajni Mira Ganis Uswatun Hasanah : XII IPA 2
SMA NEGERI 42 JAKARTA