This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TUGAS KEPERAWATAN GERONTIK
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Tn. J
DI WISMA SURTIKANTI
Disusun Oleh :
Kelompok 2
Arum Munawaroh (109104000006)
Astuti Puji Utami ( 109104000042)
Ayu Mutmainah (108104000027)
Cicy Chintyawati (109104000001)
Dian Erika Purnama (109104000045)
Hanik Fitri Cahyani (109104000048)
Nining Ratnasari (109104000035)
Walidatul Laily Mardliyah (109104000051)
Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2012
0
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada umumnya menyerang jaringan paru,
tetapi dapat juga menyerang organ lainya. Indonesia merupakan Negara berkembang
sebagai penderita TBC terbesar ketiga di dunia setelah India dan Cina (Depkes RI, 2006).
Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian
101.000 orang (Anonim, 2007). Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang setiap
tahun mortalitasnya cukup tinggi. Kawasan Indonesia timur banyak ditemukan terutama
gizi makanannya tidak memadai dan hidup dalam keadaan sosial ekonomi dan higiene
dibawah normal (Tjay dan Rahardja, 2007).
Sumber utama penularan adalah orang dewasa dengan TBC paru dengan sputum
positif (Mycobacterium tuberculosis), dan susu dari hewan yang terinfeksi
(Mycobacterium bovis). Diagnosis berdasarkan gambaran rontgen toraks dan tes
tuberkulin positif. Sputum biasanya tidak ada, namun hasil tuberkulosis mungkin bisa
didapatkan dari bilas lambung. Pencegahan tergantung pada perbaikan kondisi
sosioekonomi, dan kemudian pada beberapa pemeriksaan termasuk pengenalan serta terapi
tepat pada infeksi TBC dewasa, imunisasi BCG (Meadow dan Newel, 2006). Sedangkan
masalah perilaku tidak sehat antara lain akibat dari meludah sembarangan, 3 batuk
sembarangan, kedekatan anggota keluarga, gizi yang kurang atau tidak seimbang, dan
lain-lain (Anonim, 2006).
Risiko TB lebih tinggi pada lansia yanng memiliki kontak dekat dengan pasien TB
yang baru saja terdiagnosis, mereka yang pernah menderita TB, pasien yang menjalani
gasterektomi, dan mereka yang menderita silikosis, diabetes, malnutrisi, kanker, penyakit
hodgkin atau leukimia. Penyalahgunaan obat dan alkohol, pasien di rumah sakit jiwa, serta
lansia penghuni pantijompo juga memiliki insiden tinggi. Proses penuaan melemahkan
sistem imun, yang makin meningkatkan kemungkinan infeksi tuberkular pada lansia.
Insiden TB lebih tinggi pada individu yang mendapat terapi imunosepresan atau
kortikosteroid dan mereka yang menderita penyakit yang menyerang sistem imun.
TB dapat menyebabkan kerusakan jaringan paru yang masif, dengan inflamasi dan
nekrosis jaringan akhirnya menyebabkan gagal napas. Fistula bronkopleura dapat terjadi
1
akibat kerusakan jaringan paru, yang menyebabkan pneumotoraks. Penyakit tersebut juga
dapat menyebebkan hemoragi, efusi pleuda, dam pneumonia. Fokal mikrobakteria kecil
dapat menginfeksi orga tubuh lainnya, termasuk ginjal dan sistem saraf dan sistem
skeletal.
Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ke-3 sedunia dalam hal jumlah
penderita tuberkulosis. Berdasarkan Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun
2007 menyatakan jumlah penderita tuberkulosis di Indonesia sekitar 528.000. Laporan
WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan
jumlah penderita TBC sebanyak 429.000 orang. Pada Global Report WHO 2010, didapat
data TBC Indonesia, total seluruh kasus TBC tahun 2009 sebanyak 294.731 kasus, dimana
169.213 adalah kasus TBC baru BTA positif, 108.616 adalah kasus TBC BTA negatif,
11.215 adalah kasus TBC ekstra paru, 3.709 adalah kasus TBC kambuh, dan 1.978 adalah
kasus pengobatan ulang diluar kasus kambuh (Anonimc, 2011).
Pada tahun 2005 Indonesia telah berhasil mancapai angka kesembuhan sesuai dengan
target global yaitu sebesar 85% yang tetap dipertahankan dalam lima tahun terakhir ini.
Penemuan kasus TBC di Indonesia pada tahun 2005 baru mencapai angka 67%. Angka ini
belum mencapai target yang diharapkan yaitu sebesar 70%, tapi angka penemuan kasus
TBC mengalami peningkatan 2 hingga melewati target yang diharapkan yaitu sebesar 76%
pada tahun 2006 (Depkes RI, 2007).
World Health Organization (WHO) merekomendasikan strategi Directly Observed
Treatment Short–Cours) (DOTS) sebagai upaya pendekatan kesahatan yang paling tepat
saat ini untuk menanggulangi masalah TBC di Indonesia khususnya keberhasilan dalam
penemuan kasus TBC yang diharapkan dapat mencapai target. Beberapa fokus utama
dalam pencapain target yaitu pengawasan minum obat, memperkuat mobilisasi, dan
advokasi serta memperkuat kemitraan dan kolaborasi dengan berbagai tingkat (Anonim,
2008). Target yang digunakan dalam penanggulangan TBC di Indonesia mengacu pada
target global penanggulangan TBC yang ditentukan oleh The Global Plant to Stop TBC
dari inisiatif stop TBC partnership dengan bantuan WHO antara lain pertama, pada akhir
tahun 2005–2015 diharapkan tingkat penemuan kasus mencapai 70%. Kedua, pada tahun
2015 prevalensi dan kematian akibat TBC berkurang hingga 50% dibanding tahun 1990.
Ketiga, pada tahun 2050 TBC tidak lagi menjadi masalah kesehatan dunia.
2
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pengelolaan kasus ini adalah untuk meningkatkan derajat
kesehatan pada lansia dan mencegah terjadinya komplikasi pada kasus tersebut.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahuai tentang konsep penuaan pada lansia
2. Untuk mengetahui rencana tindakan yang tepat dalam menanggulangi masalah
TBC pada lansia
3. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari intervensi yang telah dilakukan
4. Untuk mencegah resiko penularan pada lansia
5. Memberikan pendidikan kesehatan pada lansia
.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP PENUAAN PADA SISTEM PULMONAL
1. Pengertian Proses Penuaan
Penuaan adalah fenomena universal yang mengubah cadangan fisiologis
individu dan kemampuan untuk mempertahankan homeostasis, khususnya pada saat
stress (misalnya kondisi sakit). Sebagian besar perubahan normal yang dihubungkan
dengan penuaan secara bertahap, sehingga dapat beradaptasi. Perubahan yang paling
banyak ditemukan adalah yang berhubungan dengan keterbatasan fisiologis. Lansia
dapat mempertahankan homeostasis, tetapi bahkan kerusakan kecil dapat mengganggu
keseimbangan (Blair, Kathryn A. 2007).
2. Penuaan pada system pulmonal
a. Penuaan normal pulmonal
Perubahan anatomi yang terjadi dengan penuaan turut berperan terhadap
perubahan fungsi pulmonal. Perubahan lain seperti hilangnya silia dan menurunnya
reflek batuk dan muntah mengubah keterbatasan fisiologis dan kemempuan
perlindungan pada system pulmonal. Perubahan anatomis seperti penurunan
komplians paru dan dinding dada turut berperan dalam peningkatan kerja pernapasan
sekitar 20% pada usia 60 tahun. Atrofi otot-otot pernapasan dan penurunan kekuatan
otot pernapasan dapat meningkatkan resiko berkembangnya keletihan otot-otot
pernapasan pada lansia. Perubahan-perubahan pada intestisium parenkim dan
penurunan pada daerah permukaan alveolar dapat menghasilkan penurunan difusi
oksigen.
Implikasi klinis dari perubahan pada system respirasi sangat banyak. Perubahan
structural, perubahan fungsi pulmonal, dan perubahan system imun mengakibatkan
suatu kerentanan untuk mengalami kegagalan respirasi akibat infeksi, kaknker paru,
emboli pulmonal, dan penyakit kronis seperti asma dan PPOK.
TABEL 2.1 PERUBAHAN NORMAL PADA SISTEM PULMONAL AKIBAT PENUAAN
Perubahan Normal yang
berhubungan dengan penuaan
Implikasi
Paru-paru kecil dan kendur Penurunan daerah permukaan untuk difusi
4
Hilangnya recoil elastic
Pembesaran alveoli
gas
Penurunan kapasitas vital
penurunan PaO2 residu
Penurunan saturasi O2 dan peningkatan
voume
Pengerasan bronkus dengan
peningkatan resistensi
Dispnea pada saat aktivitas
Kalsifikasi kartilago kosta,
kekakuan tulang iga pada kondisi
pengembangan.
Hilangnya tonus otot toraks,
kelemahan kenaikan dasar paru
Emfisema senilis
Pernapasan abdominal
Hilangnya suara paru pada bagian dasar
Atelektasis
Akumulasi cairan
Kelenjar mucus kurang produktif Sekresi kental, sulit untuk dikeluaran
Penurunan sensitifitas sfingter
esofagus
Hilangnya sensasi haus
Silia kurang aktif
Aspirasi
Penurunan sensitifitas kemoreseptor Tidak ada perubahan dalam PaO2
Kurang aktifnya paru-paru
Pada gangguan asam basa
TABEL 2.2 PERUBAHAN ANATOMIS DAN GANGGUAN FUNGSI PULMONAL
Perubahan Hasil Perubahan
Kalsifikasi kartilago
kosta
Peningkatan diameter
anteroposterior
Peningkatan pernapasan
abdomen dan diafragma
Peningkatan kerja pernapasan
Penurunan PaO2
5
Atrofi otot pernapasan Peningkatan resiko untuk
terjadinya kelelahan otot
inspirasi
Penurunan kecepatan
aliran ekspirasi maksimal
Penurunan dalam recoil
elastis
Peningkatan volume
pentupan
Peningkatan udara yang
terjebak
Ketidakcocokan ventilasi-
perfusi
Peningkatan volume
residu
Menurunya kekuatan
kapasitas vital
Menurunya kapasitas
vital
Pembesaran duktus
alveolar
Menurunnya permukaan area
permulaan alveolar
Peningkatkan ukuran dan
kekakuan trakea dan jalan
napas pusat
Menurunnya kapasitas difusi
Peningkatan ruang mati
TABEL 2.3 PENYEBAB PERUBAHAN CADANGAN FISIOLOGIS DAN MEKANISME
PERLINDUNGAN PULMONAL
Perubahan Hasil Konsekuensi
Hilangnya silia Kurang efektifnya
peningkatan mukosilia
Peningkatan resiko
gangguan respirasi
Penurunan reflek muntah
dan batuk
Jalan napas yang tidak
terlindungi
Peningkatan resoko cedera
pulmonal
Penumpulan respon
terhadap hipoksemia dan
hiperkapnia
Penurunan saturasi
oksigen
Penurunan cadangan
fisiologis
Penurunan fungsi limfosit
T dan imunitas humoral
Penurunan respon
antibody terhadap antigen
Peningkatan kerentanan
terhadap infeksi
6
spesifik Berkurangnya respon
hipersensitivitas lambat
(respon negative palsu
terhadap tes derivative
protein yang dimurnikan)
Penurunan efisiensi dari
vaksinasi
Penurunan fungsi reseptor
β2
Penurunan respon
terhadap agonis β2 yang
dihirup
Peningkatan kesulitan
dalam menangani asma
Penurunan motilitas
esophagus dang aster dan
hilangnya tonus sfingter
kardiak
Peningkatan resiko refluks
ke esofagus
Peningkatan resiko
terjadinya aspirasi
b. Penuaan normal kardiovaskular
Jantung dan pembuluh darah memberikan oksigen dan nutrient setiap sel hidup
yang di perukan untuk bertahan hidup. Penuaan menyebabkan jantung dan pembuluh
darah mengalami perubahan struktur maupun fungsional. Secara umum perubahan yang
disebabkan oleh penuaan berlangsung lambatdan dengan awitan yang tidak disadari.
Penuaan yang terjadi berangsur-angsur ini sering ditandai dengan penurunan tingkat
aktivitas, yang mengakibatkan penurunan darah yang teroksigenasi.
TABEL 2.4 PERUBAHAN NORMAL PADA SISTEM KARDIOVASKULAR AKIBAT
PENUAAN
Perubahan normal yang berhubungan
dengan penuaan
Implikasi klinis
Ventrikel kiri melebar Penurunan kekuatan kontraktil
Katup jantung menebal dan membentuk
penonjolan
Gangguan aliran darah melalui
katup
Jumlah sel pacemaker menurun Umum terjadi disritmia
Arteri menjadi kaku dan tidak lurus pada
kondisi dilatasi
Penumpulan respon baroreseptor
Penumpulan respon terhadap panas
7
dan dingin
Vena mengalami dilatasi, katup-katup
menjadi tidak kompeten
Edema pada ekstremitas bawah
dengn penumpukan darah
Perubahan Fungsi
Curah jantung pada saat istirahat tetap atau stabil atau sedikit menurun.
Karena miokardium mengalami penebalan dan kurang dapat direnggangkan,
dengan katup-katup yang lebih kaku, peningkatan waktu pengisian diastolic dan
peningkatan tekanan pengisian diastolic diperlukan untuk mempertahankan preload
yang adekuat. Jantung yang mengaami penuaan juga lebih bergantung pada
kontraksi atrium, atau volume darah yang diberikan pada ventrikel sebagai hasil
dari kontraksi arterial yang terkoordinasi. Dua kondisi yang menempatkan lansia
pada resiko untuk mengalami tidak adekuatnya curah jantung adalah takikardia,
yang disebabkan oleh pemendekan waktu pengisian ventrikel, dan vibrilasi artria,
yang disebabkan oleh hilangnya kontraksi atrial.
Berdasarkan penelitian menunjukan bahwa lansia tidak mengaami perubahan
kadar katekolamin, respon mereka terhadap mediator kimia ini mengalami
penumpulan. Pada lansia fenomena ini terungkap melalui hilangnya respon denyut
jantung terhadap latihan atau stress.
8
B. TEORI TUBERKULOSIS (TBC)
1. Definisi dan Epidemiologi
Infeksi akut atau kronis, tuberkulosis (TBC) dicirikan dengan infiltrat paru dan
pembentukan granuloma dengan kaseosa, fibrosis dan kavitasi. American Lung
Association memperkirakan penyakit aktif tersebut telah meningkat lebih dari 20% di
5 tahun terakhir. TB dua kali lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita dan
empat kali lebih sering pada pada orang bukan kulit putih dibanding orang kulit putih.
Akan tetapi, insiden tertinggi di kalangan orang yang tingggal di kondisi lingkungan
yang padat, ventilasi buruk, dan tidak ada sanitasi, seperti penjara, rumah sewaan, dan
penampungan gelandangan.
TB terjadi akibat terpajan Mycobacterium tuberculosis dan kadang kala jenis
mikrobakteria lainnya. Penularan terjadi ketika orang yang terinfeksi batuk atau
bersin, yang menyebarkan droplet yang infeksius. Ketika orang menghirup droplet ini,
basilus menyangkut di alveoli, yang menyebabkan iritasi. Sistem imun berespon
dengan mengirimkan leukosit, limfosit dan makrofag untuk mengelilingi basillus
tersebut, dan kelenjar getah bening lokal membengkak serta meradang. Jika bacillus
yang bersseelubung (tuberkel) dan kelenjar yang meradang pecah infeksi
mengontaminasi jaringan di sekitarnya melalui darah dan sirkulasi yang limfatik ke
tempat yang jauh.
Setelah terpajan M. Tuberkulosis, hitungan kasarnya 5 % orang yang terinfeksi
mengalami TB aktif dalam 1 tahun sisanya, mikroorganisme ini menyebabkan infeksi
laten di tubuh. Sistem pertahanan imunologis pejamu biasanya menghancurkan
basillus atau membangun dinding ke arah atas di dalam tuberkel. Tetapi basillus yang
berselubung yang hidup dapat tetap dorman di dalam tuberkel selama bertahun-tahun,
yang aktif kembali kemudian selama proses penuaan untuk menyebabkan infeksi
aktif.
2. Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis
Bentuk penyakit tuberkulosis ini dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu
tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstra paru.
a. Tuberkulosis paru
Penyakit ini merupakan bebntuk yang paling sering dijumpai, yaitu sekitar 80%
dari semua penderita. Tuberkulosis yang menyerang jaringna paru-paru ini
merupakan satu-satunya bentyuk dari TB yang mudah tertular kepada manusia lain,
asal kuman bisa keluar dari si penderita.
9
b. Tuberkulosis ekstra paru
Penyakit ini merupakan bentuk penyakit TBC yang menyerang organ tubuh lain,
selain paru-paru, seperti pleura, kelenjar limfa, persendian tulang belakang, saluran
kencing dan susunan saraf pusat.
3. Faktor-Faktor Penyebab Penyakit TBC
Kondisi sosial ekonomi, status gizi, umur,jenis kelamin dan faktor toksis pada
manusia, ternyata menjadi faktro penting dari penyebeb penyakit TBC
a. Faktor sosilal ekonomi
Faktor sosilal ekonomi disini sangnat ereat kaitannya dengna kondisi rumah,
kepadatan hunian, lingkungan perumahan serta lingkungan dan sanitasi tempat
bekerja yang buruk
b. Status gizi
Kekurrangan kalori,protein, vitamin, zat besi, dan lain-lain (malnutrisi) akan
mempengaruhi daya tubuh seseorang, sehingga rentan terhadap berbagai penyakit
termasuk tuberkulosis paru
c. Umur
Penyakit Tuberkulosis paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia
produktif, yaitu 15-50 tahun. Dewasa ini, dengan terjadinya transisi demografi,
menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi.
d. Jenis kelamin
Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta perempuan
yang meninggal akibat tuberkulosis paru. Dari fakta ini dapat disimpulkan bahwa
kaum perempuan lebih rentan terhadap kematia kaibat serangan tuberkulosis paru
dibandingkan proses kehamilan dan persalinan. Pada laki-laki penyakit ini lebih
tinggi, karena rokok dan minuman alkohol dapat menurunkan sistem pertahanan
tubuh.
4. Patofisioloogi
Terlampir
5. Tanda Dan Gejala
Kelemahan dan keletihan
Anoreksia
Peurunan berat badan
10
Sputum bercampur darah (tanda awal yang jarang terjadi pada lansia)
Demam dan keringat malam (tanda TB yang khas, dapat tidak muncul pada lansia
yang menunjukkan perubahan tingkat aktivitas atau BB)
Suara redup (tanda perkusi di daerha yang sakit, tanda konsolidasi atau adanya
cairan pleura)
Krekels krepitasi, bunyi napas bronkial, pneumoni, dan pectoryloquy samar
6. Penularan Kuman Tuberkulosis
Banyaknya kuman dalam paru-paru penderita menjadi satu indikasi tercepat
penularan penyakit tuberkulosis ini kepada seseorang. Penyebaran kuman tuberkulosis
ini terjadi di udara melalui dahak yang berupa droplet. Bagi penderita tuberkulosis paru
yang memiliki banyak sekali kuman, dapat terlihat langsung dengan mikroskop pada
pemerikasaan dahaknya. Hal ini tentunya sangat menular dan berbahaya bagi lingkungan
penderita.
Pada saat penderita batuk atau bersin, kuman TBC paru dan BTA positif yang
berbentuk droplet sangat kecil ini akan beterbangan di udara. Droplet yang sangat kecil
ini kemudian mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman
tuberkulosis. Kuman ini dapat bertahan di udara selama beberapa jam lamanya, sehingga
cepat atau lambat droplet yang mengandung unsur kuman tuberkulosis akan terhirup oleh
orang lain. Apabila droplet ini telah terhirup dan bersarang di dalam paru-paru seseorang,
maka kuman ini akan mulai membelah diri atau berkembang biak. Dari sinilah akan
terjadi infeksi dari satu penderita ke calan penderita lain (mereka yang telha terjangkit
penyakit)
7. Pemeriksaan Diagnostik
Sinar X dada menunjukkan lesi normal, bercak-bercak infiltrat (khususnya dilobus
atas), pebentukan kavitas, jaringan parut dan deposit kalsium. Akan tetapi, sinar-X
dada tidak dapat membantu membedakan antara TB aktif dan tidak aktif.
Uji kulit tuberkulin menunjukkan bahwa individu tersebut perrnah terinfeksi TB di
beberapa bagian paru, tetapi tidak menandakan penyakit aktif. Pada pemeriksaan
ini, 5 unit tuberkulin (0,1 ml) purified protein derivative (PPD) kekuatan-sedang
diinjeksikan secara intradermal pada lengan bawah, dengan hasil dibaca 48-72 jam.
Reaksi positiv (sama atau lebih dari 10 mm pengerasannya) terjadi dalam 2 sampai
11
10 minggu setelah infeksi dengan basilus tuberkel pada TB baik aktif maupun tidak
aktif. Pada lansia, uji dua langkah harus dilakukan. Jika pemeriksaan awal negatif,
pemeriksaan harus di ulang dalam 1 minggu. Jika responnya telah melemah,
pemeriksaan kedua akan menyebabkan konversi.
Pemeriksaan yang paling pasti adalah isolasi M. Tubercuosis dalam sputum, cairan
serebrospinal, urine, drainase abses, atau cairan pleura dengan menggunakan
pewarnaan dan biakan yang menunjukkan basil tahan asam aerobik, tidak bergerak,
dan senstif terhadap panas
Bronkoskopi dapat dilakukan jika orang tersebut tidak dapat menghasilkan
spesimen sputum yang adekuat. Beberapa spesimen mungkin perlu diperiksa untuk
membedakan TB dari penyakit lain yang menyerupainya (seperti karsinoma paru,
abses paru, pneumokoniosis, dan bronkiektasis)
Computed tomography scan atau magnetic resonance imaging memungkinkan
evaluasi kerusakan paru atau memastikan diagnosis yang sulit.
8. Pencegahan penyakit TBC Paru
Pencegahan-pencegahan berikut dapat dikerjakan oleh penderita,
masyarakat ,maupun petugas kesehatan :
a. Bagi penderita pencegahan penularan dapat dilakukan dengan menutup mulut saat
batuk, dan membuang dahak tidak di sembarangan tempat.
b. Bagi masyarakat, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan meningkatkan
ketahanan terhadap bayi yaitu dengna memberikan vaksinasi BCG.
c. Bagi petugas kesehatan, pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan
penyuluhan tentang penyakit TBC. Selain itu, pengisolasian dan pemerikasaan
terhadap orang-orang yang terinfeksi, atau dengan memberikan pengobatan
khusus pada penderita TBC ini.
d. Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melaksanakan desinfeksi seerti :
cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat, perhatian khusus terhadap muntahan
atau ludah anggota keluarga yang terjangkit penyakit ini dan menyediakan
ventilasi rumah serta sinar matahari yang cukup.
e. Melakukan penyelidikan terhadap orang-orang kontak. Perlu dilakukan test
tubekulin bagi seluruh anggota keluarga. Apabila cara ini menunjukkkan hasil
negatif, perlu diulang pemerikasaan tiap bulan selama 3 bulan
12
9. Prognosa
Secara umum, penderita-penderita yang tidak begitu parah dapat diobati. Paling
tidak proses nya bisa dihambat oleh kinerja obat-obat kemoterapi modern yang di
konsumsi. Tetapi, selain dari kegagalan paru atau hemoptoe, ada beberapa kasus,
perjalanan penyakit terus memburuk sehingga terjadi destroyed lung, suatu keadaan
yang dahulu disebut phtysis gallopans (sangat kurus dan lemah). Secara teoritis, pada
penyakit tuberkulosis terdapat 10-100 juta basil. Satu diantara 100 ribu basil akan
resisten terhadap salah satu obat antituborkulosis.
Pada 3 bulan pertama, penderita diberi terapi secara intensif, yaitu dengan
pemberian kombinasi isoniazid dan etambutol, dengan streptomisin atau rifampisin.
Kemudian selama 1,5-2 tahun hanya diberi isoniazid dan etambutol.
10. Penanganan
Terapi antituberkular dengan dosis oral harian isoniazid, rifampisin, dan
pirazinamid (dengan etambutol ditambahkan pada beberapa kasus) minimal 6-9
bulan biasanya menyembuhkan TB. Setelah 2-4 minggu, penyakit tidak lagi
infeksius, dan pasien dapat kembali ke aktivitas normalnya sambil melanjutkan
meminum obat tersebut
Kewaspadaan obat isoniazid (INH) harus digunakan dengan hati-hati pada lansia
karena insiden komplikasi hati akibat obat meningkat setelah usia 35 tahun.
Profilaksis INH pada pasien dengan uji PPD positif mungkin tidak diindikasikan
pada lansia karena risiko hepatotoksisitas. Pantau fungsi hati dengan sangat ketat
pada lansia yang mendapat INH.
Individu yang menderita penyakit mikrobakterial atipikal atau TB resistan-obat
mungkin membutuhkan obat lapis-kedua, seperti kapreomisin, streptomisin, asam
para-aminosalisilat, piazinamid, dan sikloserin.
Kewaspadaan obat efek merugikan dari obat lapis-kedua dapat sangat
membahayakan lansia. Asam para-aminosalisilat dapat menyebabkan iritasi saluran
GI, anoreksia, mual, muntah, dan diare, yang dapat menyebabkan malnutrisi.
Streptomisin dapat merusak sistem saraf perifer dan pusat, yang menyebabkan
ketidakseimbangan serta kehilangan pendengaran, yang dapat membahayakan
keselamatan pasien.
13
11. Intervensi Keperawatan
Berikan antibiotik dan agens antituberkular yang diresepkan. Berikan isoniazid
dan etambutol bersama makanan
Tetapkan tindakan kewaspadaan standar dan penyebaran melalui udara.
Occupational Safety dan Health Administration mensyaratkan staf untuk
memakai respirator dengan filter udara partikulat efisiensi-tinggi ketika merawat
pasien yang menderita TB. Isolasi pasien yang infeksius di ruangan yang
berventilasi baik dan tenang sampai ia tidak lagi menularkan.
Letakkan tempat sampah yang tertutup dekat tempat tidur atau plester kantung
berlilin ke samping tempat tidur untuk tisu yang telah digunakan. Beri tahu pasien
untuk memakai masker ketika ia keluar dari ruangannya.
Pastikan pasien mendapat istarahat yang banyak. Berikan periode istirahat dan
aktivitas yang bergantian untuk meningkatkan kesehatan serta menghemat energi
serta mengurangi kebutuhan oksigen.
Berikan pasien makanan seimbang yang berkalori tinggi, lebih baik jika makanan
dengan porsi kecil tapi sering untuk menghemat enrgi. (makanan porsi keccil tapi
sering juga dapat mendorong pasien yang mual untuk makan lebih banyak). Jika
pasien memerlukan suplemen oral, konsultasi dengan ahli gizi.
Lakukan fisioterapi dada, termasuk drainage potural dan perfusi dada, beberapa
kali sehari
Pantau status pernapasan pasien. Auskultasi bunyi napas dengan sering.
Berikan materi tertulis mengenai TB pada pasien dan anggota keluarga.
Karena isoniazid dapat menyebabkan hepatitiss atau neurotis perifer, pantau
kadar aspartat amino transperase dan alanin transferase.
Jika pasien mendapat etambutol, perhatikan apakah ada tanda-tanda neuritis
optikus;laporkan ke dokter jika ada, yang kemungkinan akan menghentikan obat
tersebut. Kaji penglihatan pasien setiap bulan .
Jika pasien mendapat Rifampisin, perhatikan apakah ada tanda-tanda hepatitis,
kupura dan sindrom seperti flu serta komplikasi lainnya seperti hemoptisis.
Pantau fungsi hati dan ginjal selama terapi.
Pantau kepatuhan pasien TB terhadap terapi. Lansia dapat mengalami masa yang
sangat sulit menerima diagnosis TB. Sebagian besar lansia mengingat masa
ketika orang yang menderita TB dikirim ke sanatorium dalam periode yang lama.
Mereka mungkin tidak menyadari adanya metode terapi yang baru dan takut
14
dimasukan ke suatu institusi. Berikan penyuluhan mengenai rencana terapi, dan
tekan kan bahwa terapi dapat diberikan di lingkungan di tempat tinggal lansia
saat ini, apabila periode infeksius telah lewat
12. Penyuluhan pasien
Pengunjungn dan personil rumah sakit harus memakai masker di dalam ruangan
pasien
Ajarka pasien tanda dan gejala yang membuuhka pengkajian medis: batuk
meningkat, hemoptisis, penurunan BB yang tidak jelas, demam, dan keringat
malam
Anjurkan siapapun yang terpajan dengan pasien yang terinfeksi dilakukan
pemeriksaan tuberkulin dan jika diprogramkan, sina-X dada serta isoniazid
profilaktik
Tunjukkan pasien dan anggota keluarganya cara melakukan drainase postural
serta perkusi dada
Ajarkan teknik batuk dan napas dalam pada pasien
Ajarkan pemberian oksigen dan keamanan di rumah jika perlu
Ajarkan pasien efek samping obat yang ia gunakan dan beritahu untuk
melaporkan reaksi obat dengan segera.
Tekankan pentingnya pemeriksaan lanjutan yang teratur, dan instruksikan pasien
dan anggota keluarganya mengenai tanda serta gejala TB berulang.
Tekankan manfaat megikuti terapi jangka panjang dengan setia.
Perigatkan pasien yang meminum rimfampisin bahwa obat tersebut akan
membuat sekresi tubuh tampak jingga sementara; terangkan pasie bahwa efek ini
tidak berbahaya.
Jelaskan tindakan kewaspadaan standar dan airbone kepada pasien yang dirawat
diruah sakit. Sebeum pemulangan, beri tahu pasien bahwa ia harus melakukan
tindakan kewaspadaan untuk mencegah penyebaran penyakit tersebut- seperti
memakai masker di sekitar orang lain sampai dokternya memberitahu bahwa ia
tidak lagi menularkan penyakit kepada orang lain.ia harus memberi tahu semua
petugas kesehatan yang ia temui, termasuk dokter gigi dan dokter matanya,
bahwa ia menderita TB sehingga mereka dapat memberlakukan tindakan
kewaspadaan pengendalian- infeksi.
Ajarkan pasien tindakan kewaspadaan khusus lainnya untuk menghindari
penyebaran infeksi. Beri tahu pasien untuk batuk dan bersin ke tisu dan
15
membuang tisu dengan tepat. Tekankan pentingnya mencuci tangannya dengan
saksama di air hangat dan bersabun setelah menangani sekresinya. Instruksikan
juga pada pasien mencuci perlengkapan makannya secara terpisah dalam air
hangat dan bersabun.
Rujuk pasien ke kelompok pendukung seperti Yayasan Paru Indonesia
13. Pertimbangan Khusus
Perubahan sekresi lambung dapat menyebabkan obat yang diresepkan untuk terapi TB
terlewat melalui saluran usus tanpa diabsorpsi. Periksa feses lansia apakah ada tablet
yang tidak larut.
C. TEORI HIPERTENSI
1. Pengertian
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg. (Smeltzer,2001) Menurut WHO tekanan darah sama dengan atau diatas 160 /
95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.
2. Klasifikasi
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas : (Darmojo, 1999)
Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan / atau
tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg. Hipertensi sistolik terisolasi
dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah
dari 90 mmHg.
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2
golongan besar yaitu :
a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya
b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain
3. Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan
perubahan pada:
16
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur
20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi primer adalah sebagai
berikut:
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih
besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
Alternatif pemberian obatnya, Ditambah obat ke-3 dan ke-4
Re-evaluasi dan konsultasi, Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan
komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat,
dokter ) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.
20
BAB III
PENGKAJIAN
A. DATA UMUM
1. Nama lansia : Tn. Jo
2. Usia : 75 tahun
3. Agama : Islam
4. Suku : Jawa
5. Jenis Kelamin : Laki-laki
6. Nama Wisma : Werning Wardoyo
7. Pendidikan : S1
8. Riwayat Pendidikan : SD Harapan
SMP Harapan SMA Harapan Universitas Gajah Mada
9. Status Perkawinan : Duda
10. Pengasuh Wisma : Tn.Puji
11. Jumlah Lansia di Wisma : 30 orang
B. DIMENSI BIOFISIK
1. Riwayat Penyakit (dalam 6 bulan terakhir)
Tn. Jo dalam 6 bulan terakhir ini mengeluhkan batuk sesak. Klien juga menderita
hipertensi, tes tuberculin hasilnya positif TBC
2. Riwayat Pencegahan Penyakit
a. Riwayat monitoring tekanan darah
Monitoring tekanan darah Tn. Jo:
Tanggal 26 September 2012: 160/90 mmHg.
Tanggal 26 September 2012: 160/100 mmHg
b. Skrining kesehatan yang dilakukan
Skrining kesehatan yang dilakukan adalah:
Pemeriksaan gigi, Tn. Jo menderita gigi berlubang.
Pemeriksaan tekanan darah, ditemukan Tn. Jo menderita hipertensi
21
3. Status Gizi
a. Masalah pada mulut
Tn. Jo menderita gigi belakang berlubang.
b. Perubahan berat badan
Klien mengalami penurunan BB sebanyak 10 kg. BB saat ini 50 kg
c. Masalah nutrisi
BB saat ini = 50 kg, TB= 158 cm
status gizi lansia ditentukan berdasarkan perhitungan Indeks Massa Tubuh
(IMT)
IMT= 50 kg
(1,58 m)2 = 20,03 (KATEGORI NORMAL)
Klien menyukai makanan yang asin, sedangkan klien menderita hipertensi.
d. Masalah kesehatan yang dialami saat ini
Tn. Jo mengeluhkan batuk dan sesak napas yang mengganggu, sehingga
mengganggu klien saat makan atau beraktivitas.
e. Status fungsional
Pengkajian status fungsional Tn. Jo dengan INDEKS KATZ
No
.
Aktivitas Mandiri (1) Tergantung (0)
1 Mandi di kamar mandi (menggosok,
membersihkan, dan mengeringkan badan)
√
2 Menyiapkan pakaian, membuka dan
mengeringkannya
√
3 Memakan makanan yang telah disiapkan √
4 Memelihara kebersihan diri untuk penampilan
diri (menyisir rambut, mencuci rambut,
mengosok gigi, mencukur kumis)
√
5 Buang air besar di WC (membersihkan dan
mengeringkan daerah bokong)
√
22
6 Dapat mengontrol pengeluaran feses (tinja) √
7 Buang air kecil dikamar mandi (membersihkan
dan mengeringkan daerah kemaluan)
√
8 Dapat mengontrol pengeluaran air kemih √
9 Berjalan dilingkungan tempat tinggal atau
keluar rumah tampa alat bantu, seperti tongkat.
√
10 Menjalankan ibadah sesuai agama dan
kepercayaan yang dianut
√
11 Melakukan pekerjaan rumah, seperti: merapikan
tempat tidur, mencuci pakaian, memasak dan
membersihkan ruangan
√
12 Berbelanja untuk kebutuhan sendiri atau
keluarga
√
13 Mengelola keuangan (menyimpan dan
menggunakan uang sendiri)
14 Menggunakan transportasi umum dalam
berpergian
√
15 Menyiapkan obat dan meminum obat sesuai
dengan aturan (takaran obat dan waktu minum
obat tepat)
√
16 Merencanakan dan mengambil keputusan untuk
kepentingan keluarga dalam hal penggunaan
uang, aktivitas social yang dilakukan dan
kebutuhan akan pelayanan kesehatan.
√
17 Melakukan aktivitas diwaktu luang (kegiatan
keagamaan, social, rekreasi, olahraga, dan
meyalurkan hobi)
√
23
Analisa hasil:
Setelah dilakukan pengkajian fungsional terhadap Tn. Jo dengan menggunakan indeks
Katz. Total poin Tn. Jo 14 MANDIRI
f. Pemeriksaan tanda-tanda vital
TD:160/90 mmHg
NADI:80x/menit
RR:20x/menit
SUHU:370C
g. Keluhan spesifik klien
Klien mengeluh setiap selesai batuk belum merasa legakarena dahaknya
belum keluar banyak. Sesak napas yang di derita karena penyakit asmanya.
h. Wawancara dengan pengasuh dalam
Tn. S mengungkapkan kalau Tn. Jo telah positif TBC dan telah di periksa ke
RSDK dan sekarang menjalani pengobatan.
C. DIMENSI PSIKOLOGIS1. Status Kognitif
+ - Pertanyaan Jawaban+ Tanggal berapa hari ini (tgl,bln,thn) Tgl 26 bln 9 thn 2012+ Hari apa sekarang Rabu + Apa nama tempat ini Wisma Wisma Surtikanti
- Berapa no telepon anda 0856754 aduh apalagi ya,, saya lupa,,hehe
+ Dimana alamat anda Semarang+ Berapa umur anda 75 thn+ Kapan anda lahir Tgl 2 bln 5 thn 1937+ Siapa presiden anda sekarang Pak SBY
- Siapa presiden sebelumnya Gusdur + Siapa nama kecil ibu anda Ibu Tuti
Jumlah kesalahan total : 2
24
Setelah dilakukan pengkajian kognitif terhadap Tn. Jo dengan menggunakan Short Portable Mental Status Questionarre (SPMSQ). Tn. Jo menjawab 2 pertanyaan yang salah FUNGSI INTELEKTUAL UTUH
2. Status Depresi
No Item Ya Tidak
1 Apakah anda merasa nyaman dengan kehidupan ini? √
2 Apakah anda mengalami perubahan dalam melakukan aktivitas dan hobi?
√
3 Apakah anda merasa hidup ini hampa? √
4 Apakah anda sering merasa bosan? √
5 Apakah anda optimis terhadap masa depan? √
6 Apakah anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi? √
7 Apakah anda meras bahagia sepanjang waktu? √
8 Apakah anda sering merasa sendirian? √
9 Apakah anda lebih senang berada di rumah daripada keluar rumah dan mengerjakan sesuatu yang baru?
√
10 Apakah anda mempunyai masalah dengan daya ingat? √
11 Apakah anda senang dengan kehidupan saat ini? √
12 Apakah anda merasa tidak berharga? √
13 Apakah anda saat ini bersemangat? √
14 Apakah anda merasa situasi ini tidak anda harapkan? √
15 Apakah anda merasa orang lebih baik daripada anda? √
Tn. Jo memiliki skor kesesuaian skala depresi sebesar 4, Tn. Jo tidak mengalami depresi
3. Keadaan Emosi
Berdasarkan hasil pengkajian keadaan emosi Tn.Jo labil. Saat dikaji Tn.Jo komunikatif, mampu bekerja sama dengan perawat dan mampu memberikan jawaban yang sesuai dengan pertanyaan namun kadang-kadang Tn.Jo mudah tersinggung.
25
D. DIMENSI FISIK
1. Luas Wisma
Luas tanah 5.000 meter persegi, dengan luas bangunan 2.200 meter persegi. Kondisi
dan komposisi Wisma sangat baik, fasilitas yang disediakan Wisma Surtikanti antara
lain: 5 ruangan tidur, 1 ruang makan, 1 ruang tv, 1 ruang tamu, 1 poliklinik, 3 taman
dan 1 lapangan yang kecil untuk saling beraktivitas terdapat 13 pintu dan 18 buah
jendela. Total lansia yang tinggal di wisma adalah 55 orang.
2. Keadaan lingkungan di dalam wisma
a. Penerangan
Penerangan yang tersedia dipanti bagus, disetiap ruangan terdapat lampu sebagai
penerang. Terdapat 18 buah jendela.
b. Kebersihan dan kerapihan
Wisma Surtikanti terlihat rapih dan bersih. Di ruang melati, terdapat 2 lansia yang
mengalami inkontinensia urin.
c. Pemisahan ruangan antara laki-laki dan perempuan
Terdapat pemisahan ruangan tidur antara laki-laki dan perempuan, tetapi dapat
saling berkomunikasi satu dengan yang lain.
d. Sirkulasi udara
Sirkulasi kurang diperhatikan kondisi jendela hanya 2 saja yang dibuka, sehingga
sirkulasi udara tidak bisa keluar dan masuk dengan baik. Kuarng terdapat udara
segar di dalam ruangan. Dan pintu yang dibuka hanya 9 pintu. Sehingga kurang
terasa udara segar yang masuk ke dalam ruangan.
e. Keamanan
Terdapat petugas penjaga pos keamanan yang mengawasi ataupun menjaga panti
wreda. Terdapat alarm bahaya kebakaran, selokan ditutup pelindung, terdapat
pegangan dikamar mandi. Warna lantai tidak terlalu mencolok/silau, dan tidak licin.
f. Sumber air minum
Jarak sumber air dari septitank ± 15 m. Air yang diminum kualitas baik dan dapat di
masak. Air tidak berbau dan tidak keruh. Dan aman untuk diminum.
g. Ruang berkumpul bersama
26
Ruang berkumpul bersama terdapat di aula, ruang tamu, taman dan lapangan di
depan Wisma.
E. DIMENSI SOSIAL
1. Hubungan lansia dengan lansia di dalam wisma
Hubungan Tn. Jo dengan lansia di dalam wisma terjalin harmonis dan terlihat kompak,
ada rutinitas tertentu yang di jalankan para lansia di waktu luang dengan cara membuat
pernak pernik yang nantinya akan di jual sebagai hasil karya mereka.
2. Hubungan antara lansia dengan lansia di luar wisma
Hubungan antara Tn. Jo dengan lansia di luar wisma terjalin baik dan harmonis.
Walaupun lansia jarang beraktifitas diluar Wisma Surtikanti.
3. Hubungan antara lansia dengan keluarga
Hubungan antara lansia dengan keluarga, biasanya keluarga mengunkungi seminggu
sekali untuk menjenguk Tn. Jo.
4. Hubungan antara lansia dengan pengasuh wisma
Hubungan antara Tn. Jo dengan pengasuh wisma terlihat baik, pengasuh sering
mengingatkan untuk minum obat jika waktu telah tiba, menolong memenuhi kebutuhan
jika Tn. Jo tidak bisa melakukannya. Terdapat kasih sayang yang diberikan pengasuh
kepada semua lansia.
5. Kegiatan organisasi social
Kegiatan organisasi social seperti melakukan kerja bakti di lingkungan, membuat
kerajinan dari pernak pernik dan nantinya akan di jual ketika bazar di Wisma Surtikanti
dilaksanakan biasanya 3 bulan 1 kali.
F. DIMENSI TINGKAH LAKU
1. Pola Makan
Tn. Jo mengatakan bahwa ia biasanya makan 3 kali sehari dengan menu nasi, sayur,
lauk. Tn. Jo mengatakan tidak suka kalau tidak makan asin. Tn. Jo makan secara
mandiri makanan yang telah disiapkan.
2. Pola Tidur
Tn. Jo mengatakan bahwa setiap malam tidurnya nyenyak, kecuali saat sesak
napasnya kambuh.
3. Pola Eliminasi
Tn. Jo BAK sebanyak 3-4 kali dalam sehari.
27
Tn. Jo terbiasa BAB 1 kali dalam sehari.
4. Kebiasaan Buruk Lansia
Tn. Jo dahulu mempunyai kebiasaan merokok dan mulai berhenti setelah punya
penyakit sesak napas.
5. Pelaksanaan Pengobatan
Tn. Jo sedang mengonsumsi obat untuk penyakit parunya. Obat yang dikonsumsi: