KOLABORATIF DAN INTERDISIPLINER DI TATANAN PELAYANAN KRITIS TUGAS KELOMPOK INI DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS MK TATA KELOLA KEPERAWATAN KRITIS Dosen : Dr. F SRI SUSILANINGSIH, MN Disusun Oleh : Ayu Ningrum (220120110502) Nunung Nurhayati (220120110511) Roheman (220120110531) PROGRAM PASCASARJANA ILMU KEPERAWATAN
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KOLABORATIF DAN INTERDISIPLINER
DI TATANAN PELAYANAN KRITIS
TUGAS KELOMPOK INI DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS
MK TATA KELOLA KEPERAWATAN KRITIS Dosen : Dr. F SRI SUSILANINGSIH, MN
Disusun Oleh :
Ayu Ningrum (220120110502)
Nunung Nurhayati (220120110511)
Roheman (220120110531)
PROGRAM PASCASARJANA ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan hidayahNya penulisan makalah “Kolaborasi dan Interdisiplin di
Tatanan Pelayanan Keperawatan Kritis” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Adapun maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
penugasan pada Mata Kuliah Tata Kelola Keperawatan Kritis pada Program
Magister Keperawatan Universitas Padjadjaran Bandung.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar –
besarnya kepada Dr.F. Sri Susilaningsih, MN sebagai dosen Mata Kuliah Tata
Kelola Keperawatan Kritis atas masukan dan pengarahan dalam penulisan
makalah ini.
Kelompok menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka
dari itu Kelompok sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini dapat berguna bagi
semua pihak. Terima kasih.
Bandung, Maret 2013
Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN
Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk
menggambarkan suatu hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu.
Sekian banyak pengertian yang dikemukakan dengan sudut pandang beragam
namun didasari prinsip yang sama yaitu mengenai kebersamaan, kerja sama,
berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat. Namun demikian
kolaborasi sulit didenifisikan untuk menggambarkan apa yang sebenarnya yang
menjadi essensi dari kegiatan ini. Seperti yang dikemukakan National Joint
Practice Commision (1977) yang dikutip Siegler dan Whitney (2000) bahwa tidak
ada definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam variasi dan kompleknya
kolaborasi dalam kontek perawatan kesehatan.
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam kerangka mencapai tujuan tersebut,
pembangunan kesehatan dilaksanakan secara terarah, berkesinambungan dan
realistis sesuai pentahapannya.
Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan
Undang-undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan ketertiban
dunia yang berdasarkan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadialan sosial. Dalam
rangka mencapai cita-cita tersebut diselenggarakan pembangunan nasional di
semua bidang dalam satu rangkaian pembangunan yang menyeluruh, terpadu dan
terarah.
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional
diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup
sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan meliputi upaya kesehatan dan
sumber dayanya, harus dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan guna
mencapai hasil yang optimal. Upaya kesehatan yang semula menitikberatkan pada
upaya penyembuhan penderita secara berangsur-angsur berkembang ke arah
keterpaduan upaya kesehatan yang menyeluruh. Oleh karena itu pembangunan
kesehatan, yang menyangkut upaya peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan
kesehatan (rehabilitasi) harus dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan dan dilaksanakan bersama antara pemerintah dan masyarakat.
Pada saat ini pemerintah Indonesia sedang berusaha untuk
mewujudkan suatu kondisi masyarakat Indonesia yang sehat baik secara
fisik maupun secara mental. Pemerintah menyadari akan arti penting
masyarakat yang sehat dalam mendukung pembangunan negara.
Pembangunan akan sulit berjalan lancar jika masyarakatnya kurang sehat.
Oleh karena itu pemerintah dituntut untuk mampu menciptakan suatu sistem
pelayanan kesehatan yang bermutu dan berkualitas sehingga dapat diandalkan
pada saat dibutuhkan tanpa adanya hambatan, baik yang bersifat ekonomi
maupun non ekonomi. Hal ini berarti pemerintah perlu membangun pelayanan
kesehatan yang mampu diandalkan sehingga semua lapisan mayarakat baik dari
kalangan bawah sampai dengan kalangan atas dapat memanfaatkannya.
Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan khususnya pada pelayanan
ditatanan keperawatan kritis yang harus diperhatikan adalah manajemen
perawatan pasien, yang dikelola oleh para dokter spesialis, para perawat dan
para tenaga kesehatan lainnya. Dalam pelaksanaan tugas perawatan dengan
pasien kritis para tenaga kesehatan harus berkolaborasi dan menjalin hubungan
interdisiplin yang baik, bekerjasama saling memberikan informasi, koordinasi
dan mempunyai tujuan bersama yaitu kesembuhan pasien. Setiap tenaga
profesi tersebut mempunyai tanggung jawab terhadap kesehatan pasien,
hanya pendekatannya saja yang berbeda disesuaikan dengan profesinya
masing-masing. Bila setiap profesi telah dapat saling menghargai, maka
hubungan kerja sama kolaborasi akan dapat terjalin dengan baik sehingga
pelayanan akan efektif.
Pada tatanan pelayanan keperawatan kritis yang menjadi pasiennya adalah
orang dengan trauma dan penyakit yang mengancam kehidupan. Pada pasien kritis
disamping memiliki masalah yang kompleks juga beresiko mendapatkan multi-
intervensi dari berbagai multi disiplin dan mendapat therapi multi farmasi. Hal
tersebut berpotensi menimbulkan pelayanan yang terkotak-kotak dan akan
mengancam pada keselamatan pasien. Sehingga diperlukan komunikasi,
pengambilan keputusan, dan team work yang baik untuk meningkatkan kualitas
pelayanan yang baik dan holistik.
Intinya kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing
pengetahuan yang direncanakan dan menjadi tanggung jawab bersama untuk
merawat pasien. Bekerja bersama dalam kesetaraan adalah esensi dasar dari
kolaborasi yang kita gunakan untuk menggambarkan hubungan perawat dengan
ahli medis lainnya. Oleh karena itu kelompok kami akan membahas tentang
Interdisiplin/kolaborasi untuk lebih memahami tetang konsep dan isu tentang
kolaborasi/interdisiplin.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Interdisiplin
Interdisiplin merupakan suatu kegiatan yang didasarkan pada
sejumlah dimensi kunci, termasuk di dalamnya adalah : tujuan yang jelas,
identitas bersama, komitmen bersama, peran yang jelas dari masing - masing
profesi, saling ketergantungan dan integrasi satu sama lain. Interdisiplin
adalah unsur penting untuk mengurangi duplikasi usaha, meningkatkan
koordinasi, meningkatkan keselamatan dan oleh karena itu memberikan
perawatan berkualitas tinggi. Organisasi kesehatan menyadari tentang
pentingnya memiliki informasi dan keterampilan banyak disiplin dalam
rangka mengembangkan solusi yang dapat dipertangung jawabkan dalam
memberikan perawatan yang komprehensif kepada individu dan keluarga.
Diungkapkan oleh Firth-Cozens (1998) berpendapat bahwa: Kerja tim
dipandang sebagai cara untuk mengatasi potensi fragmentasi perawatan,
sebuah sarana untuk memperluas keterampilan; merupakan bagian penting
yang perlu dipertimbangkan menghadapi kompleksitas perawatan modern;
dan cara untuk meningkatkan kualitas bagi pasien. Pelayanan Kesehatan
Nasional Manajemen Eksekutif (1993) di Inggris menyatakan : Hasil terbaik
dan biaya paling efektif untuk pasien dan klien dicapai ketika profesional
bekerja sama, belajar bersama, terlibat dalam audit klinis hasil bersama-sama
dan menghasilkan inovasi untuk memastikan kemajuan dalam praktek dan
pelayanan.
B. Anggota Tim Interdisiplin
Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekelompok
profesional yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda
keahlian. Tim akan berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota
tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan
meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi,
manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi hendaknya memiliki
komunikasi yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai antar
sesama anggota tim.
Pasien secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi
pasien dalam pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu
rencana menjadi efektif. Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal
hanya dapat dicapai jika pasien sebagai pusat anggota tim. Perawat sebagai
anggota membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat
memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung
penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.
Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan
mencegah penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas
pengobatan seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering
berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagaimana membuat referal
pemberian pengobatan.
Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia
memeriksa beberapa alterntif pendapat dan perubahan pelayanan. Asertifitas
penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan
keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar
didengar dan konsesus untuk dicapai. Tanggung jawab, mendukung suatu
keputusan yang diperoleh dari hasil konsesus dan harus terlibat dalam
pelaksanaannya. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung
jawab untuk membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan issu
yang relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup
kemandirian anggota tim dalam batas kompetensinya. Koordinasi adalah
efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, mengurangi
duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan
permaslahan.
Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktis
profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan pada
pasien. Kolegasilitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan
profesional untuk masalah-masalah dalam tim dari pada menyalahkan
seseorang atau menghindari tanggung jawab. Hensen menyarankan konsep
dengan arti yang sama: mutualitas dimana dia mengartikan sebagai suatu
hubungan yang memfasilitasi suatu proses dinamis antar orang-orang ditandai
oleh keinginan maju mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota.
Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa
rasa percaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman,
menghindari dari tanggung jawab, terganggunya komunikasi. Otonomi akan
ditekan dan koordinasi tidak akan terjadi.
Berkaitan dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerjasama
kemitraan dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari
vokasional menjadi professional. Status yuridis seiring perubahan perawat
dari perpanjangan tangan dokter menjadi mitra dokter yang sangat kompleks.
Tanggung jawab hukum juga akan terpisah untuk masing-masing kesalahan
atau kelalaian. Yaitu, malpraktek medis, dan mal praktek keperawatan. Perlu
ada kejelasan dari pemerintah maupun para pihak yang terkait mengenai
tanggung jawab hukum dari perawat, dokter maupun rumah sakit. Organisasi
profesi perawat juga harus berbenah dan memperluas sruktur organisasi agar
dapat mengantisipasi perubahan.
Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif,
hal tersebut perlu ditunjang oleh sarana komunikasi yang dapat menyatukan
data kesehatan pasien secara komprehensif sehingga menjadi sumber
informasi bagi semua anggota team dalam pengambilan keputusan. Oleh
karena itu perlu dikembangkan catatan status kesehatan pasien yang
memungkinkan komunikasi dokter dan perawat terjadi secara efektif.
Pendidikan perawat perlu terus ditingkatkan untuk meminimalkan
kesenjangan professional dengan dokter melalui pendidikan berkelanjutan.
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan dapat dilakukan melalui
pendidikan formal sampai kejenjang spesialis atau minimal melalui pelatihan-
pelatihan yang dapat meningkatkan keahlian perawat.
Mutuality
Assertiveness
Efective collaboration
Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja
dengan kompak dalam mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai
kolaborasi yang efektif meliputi kerjasama, asertifitas, tanggung jawab,
komunikasi, otonomi dan kordinasi seperti skema di bawah ini.
Gambar 1: Elemen Interdisiplin
C. Kolaborasi interdisiplin di tatanan pelayanan keperawatan kritis
Pelayanan dan kolaborasi interdisiplin keperawatan kritis
merupakan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh sekolompok tim
kesehatan profesional (perawat, dokter, tim kesehatan lainnya maupun
pasien dan keluarga pasien kondisi kritis) yang mempunyai hubungan
yang jelas, dengan tujuan menentukan diagnosa, tindakan-tindakan medis,
Autonomy
CommunicationsResponsibility
Common purpose
Coordination
cooperation
dorongan moral dan kepedulian khususnya kepada pasien kondisi kritis.
Pelayanan akan berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota
tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik kepada pasien kondisi
kritis. Anggota tim kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter,
fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu
tim kolaborasi interdisiplin hendaknya memiliki komunikasi yang efektif,
bertanggung jawab dan saling menghargai antar sesama anggota tim.
Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus
bekerja dengan kompak dalam mencapai tujuan. Elemen penting untuk
mencapai kolaborasi interdisiplin yang efektif meliputi kerjasama,
asertifitas, tanggung jawab, komunikasi, kewenangan dan kordinasi.
Koordinasi ketegasan
1. Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk
memeriksa beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan.
2. Ketegasan penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat
mereka dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa
pendapatnya benar-benar didengar dan konsensus untuk dicapai.
3. Tanggung jawab artinya mendukung suatu keputusan yang diperoleh
dari hasil konsensus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya.
4. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab untuk
membagi informasi penting mengenai perawatan pasien kondisi kritis
dan issu yang relevan untuk membuat keputusan klinis.
5. Pemberian pertolongan artinya masing-masing anggota dapat
memberikan tindakan pertolongan namun tetap mengacu pada aturan-
aturan yang telah disepakati.
6. Kewenangan mencakup kemandirian anggota tim dalam batas
kompetensinya.
7. Koordinasi adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam
perawatan pasien kondisi kritis, mengurangi duplikasi dan menjamin
orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan.
8. Tujuan umum artinya setiap argumen atau tindakan yang dilakukan
memiliki tujuan untuk kesehatan pasien kondisi kritis.
Kolaborasi dapat berjalan dengan baik jika :
Semua profesi mempunyai visi dan misi yang sama
Masing-masing profesi mengetahui batas-batas dari pekerjaannya
Anggota profesi dapat bertukar informasi dengan baik
Masing-masing profesi mengakui keahlian dari profesi lain yang
tergabung dalam tim.
Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi
profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien.
Kolegalitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional
untuk masalah-masalah dalam tim dari pada menyalahkan seseorang atau atau
menghindari tangung jawab.
Beberapa tujuan kolaborasi interdisiplin dalam pelayanan keperawatan kritis
antara lain :
1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan
menggabungkan keahlian unik profesional untuk pasien kondisi kritis
2. Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
3. Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
4. Meningkatnya kohesifitas antar professional
5. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar professional
6. Menumbuhkan komunikasi, menghargai argumen dan memahami orang
lain.
Hambatan dalam melakukan kolaborasi interdisiplin dalam keperawatan
kritis kolaborasi interdisiplin tidak selalu bisa dikembangkan dengan mudah. Ada
banyak hambatan antara anggota interdisiplin, meliputi :
1. Ketidaksesuaian pendidikan
2. Struktur organisasi yang konvensional
3. Konflik peran dan tujuan
4. Kompetisi interpersonal
5. Status dan kekuasaan, dan individu itu sendiri
D. Kolaborasi
Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk
menggambarkan suatu hubungan kerjasama yang dilakukan pihak tertentu.
Sekian banyak pengertian dikemukakan dengan sudut pandang beragam
namun didasari prinsip yang sama yaitu mengenai kebersamaan, kerjasama,
berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat. Berdasarkan
kamus heritage Amerika (2000), kolaborasi adalah bekerja bersama
khususnya dalam usaha penggabungan pemikiran.
Kolaborasi adalah bentuk 'longgar' dari tim kerja interprofessional.
Ini berbeda dari kerja tim dalam hal identitas bersama dan integrasi individu
yang kurang dianggap penting. Namun, ini mirip dengan kerjasama tim dalam
hal pembagian akuntabilitas bersama antara individu, saling ketergantungan
antar individu, kejelasan peran / tujuan dan tugas tim, namun secara general
kolaborasi digunakan pada setting dimana hanya memiliki sedikit kondisi
unpredictable, urgency dan kompleksitas. Contoh jenis pekerjaan dapat
ditemukan dalam perawatan primer dan umum (Delva et al., 2008)
Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika
hanya dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi
itu terjadi justru menjadi point penting yang harus disikapi. Bagaimana
masing-masing profesi memandang arti kolaborasi harus dipahami oleh kedua
belah pihak sehingga dapat diperoleh persepsi yang sama.
Seorang dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, ” apa
diagnosa pasien ini dan perawatan apa yang dibutuhkannya” pola pemikiran
seperti ini sudah terbentuk sejak awal proses pendidikannya. Sulit dijelaskan
secara tepat bagaimana pembentukan pola berfikir seperti itu apalagi
kurikulum kedokteran terus berkembang. Mereka juga diperkenalkan dengan
lingkungan klinis dibina dalam masalah etika, pencatatan riwayat medis,
pemeriksaan fisik serta hubungan dokter dan pasien. mahasiswa kedokteran
pra-klinis sering terlibat langsung dalam aspek psikososial perawatan pasien
melalui kegiatan tertentu seperti gabungan bimbingan – pasien. Selama
periode tersebut hampir tidak ada kontak formal dengan para perawat, pekerja
sosial atau profesional kesehatan lain. Sebagai praktisi memang mereka
berbagi lingkungan kerja dengan para perawat tetapi mereka tidak dididik
untuk menanggapinya sebagai rekanan/sejawat/kolega. (Siegler dan Whitney,
2000)
Dilain pihak seorang perawat akan berfikir; apa masalah pasien ini?
Bagaimana pasien menanganinya?, bantuan apa yang dibutuhkannya? Dan
apa yang dapat diberikan kepada pasien?. Perawat dididik untuk mampu
menilai status kesehatan pasien, merencanakan intervensi, melaksanakan
rencana, mengevaluasi hasil dan menilai kembali sesuai kebutuhan. Para
pendidik menyebutnya sebagai proses keperawatan. Inilah yang dijadikan
dasar argumentasi bahwa profesi keperawatan didasari oleh disiplin ilmu
yang membantu individu sakit atau sehat dalam menjalankan kegiatan yang
mendukung kesehatan atau pemulihan sehingga pasien bisa mandiri.
Sejak awal perawat dididik mengenal perannya dan berinteraksi
dengan pasien. Praktek keperawatan menggabungkan teori dan penelitian
perawatan dalam praktek rumah sakat dan praktek pelayanan kesehatan
masyarakat. Para pelajar bekerja diunit perawatan pasien bersama staf
perawatan untuk belajar merawat, menjalankan prosedur dan
menginternalisasi peran.
Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing
pengetahuan yang direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab
bersama untuk merawat pasien. Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang
lama antara tenaga profesional kesehatan. (Lindeke dan Sieckert, 2005).
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau
perawat klinik bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan
dalam lingkup praktek profesional keperawatan, dengan pengawasan dan
supervisi sebagai pemberi petunjuk pengembangan kerjasama atau
mekanisme yang ditentukan oleh peraturan suatu negara dimana pelayanan
diberikan. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekan bersama
sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup
praktek dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap
orang lain yang berkontribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan
masyarakat.
E. Kolaborasi Perawat – Dokter dan Tenaga Kesehatan Lainnya dan
Pasien.
Komunikasi yang terjadi antara dokter, perawat, dan tim kesehatan
lain dengan pasien dapat dijelaskan melalui praktik kolaborasi sebagai
berikut. Kolaborasi tidak dapat didefinisikan atau dijelaskan dengan mudah.
Kebanyakan definisi menggunakan prinsip perencanaan dan pengambilan
keputusan bersama, berbagi saran, kebersamaan, tanggung gugat, keahlian,
dan tujuan serta tanggung jawab bersama. American Nurses Association