PSIKOSOSIAL PENDEKATAN TEORI PSIKOANALISA,BELAJAR SOSIAL,BIOLOGIK,EKOLOGIK DAN PENDEKATAN TEORI KOGNITIF OLEH : DARA MAHASIKA FANSISKA WIDIA HAPSARI
PSIKOSOSIAL
PENDEKATAN TEORI PSIKOANALISA,BELAJAR SOSIAL,BIOLOGIK,EKOLOGIK DAN PENDEKATAN TEORI KOGNITIF
OLEH :
DARA MAHASIKA
FANSISKA WIDIA HAPSARI
FAKULTAS PSIKOLOGIUNIVERSITAS MERCU BUANA
MENTENG
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………...
A. Latar Belakang……………………………………………………………….
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………
C. Tujuan ……………………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….
PENUTUP …………………………………………………………………………..
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatka kepada Tuhan Yang Maha Esa atass rahmatnya kami dapat
menyusun makalah ini tepat waktu.Makalah ini membahas tentang Memori.Dalam
penyusunan makalah ini tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang membantu dalam proses pengerjaan makalah.Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna baik dalam bentuk penyusunannya maupun dalam isi pembahasan
materinya.Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan masukan dari pembaca untuk
menyempurnakan makalah kami selanjutnya.
Terima kasih.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia adalah mahluk yang senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan
jaman.Banyak teori psikologi yang mempelajari tentang tingkah laku manusia yang
pendekatanya dengan berbagai disiplin ilmu,seperti biologi,etimologi dll
Perkembangan Manusia bisa dipandang berbeda,tergantung dari pendekatan mana yang kita
pilih.oleh karena itu kami akan memapakrkan pengenai pendekatan teori psikologi.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari penjelasaan di atas tentang pendekatan teori tentang manusia maka rumusan masalah
kami uraikan sebagai berikut :
1. Bagaimana pemaparan teori psikoanalisa?
2. Bagaimana teori pendekatan belajar ?
3. Apa yang dimaksud dengan pendekatan teori biologik ?
4. Apa yang dimaksud pendekatan teori ekologik ?
5. Apa yang dimaksud dengan pendekatan teori kognitif?
C. TUJUAN
Untuk pengertian,pendekatan teori psikologi untuk pemahaman di mata pelajaran Psikososial.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Teori Psikoanalisa
Pengertian psikoanalisa menurut para tokoh :
Ruth berry (2001: 2) Psikoaanalisa adalah sistem menyeluruh dalam psikologi yang dikembangkan oleh freud secara berlahan ketika ia menangani orang yang mengalami neurosis dan masalah mental lainnya.
Teori Kepribadian Psikoanalisa merupakan salah satu aliran utama dalam sejarah psikologi. Psikoanalisa adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia, dan metode psikoterapi. Secara historis Psikoanalisa adalah aliran pertama dari tiga aliran utama psikologi. Yang kedua adalah behaviorisme, sedangkan yang ketiga adalah psikologi eksistensial-humanistik.
Menurut Freud, lapisan kesadaran jiwa itu kecil, dan analisis terhadapnya tidak dapat menerangkan masalah tingkah laku seluruhnya. Freud juga berpendapat bahwa energi jiwa itu terdapat didalam ketidaksadaran, yang berupa insting-insting atau dorongan-dorongan (Fudyartanta, 2005: 89).Freud membandingkan jiwa dengan gunung es dimana bagian lebih kecil yang muncul di permukaan air menggambarkan daerah kesadaran, sedangkan massa yang jauh lebih besar di bawah permukaan air menggambarkan daerah ketidaksadaran (Koswara, 1991: 60). Di dalam daerah ketidaksadaran itu ditemukan dorongan-dorongan, nafsu-nafsu, ide-ide, dan perasaan-perasaan yang ditekan.
A. Tingkat Kehidupan MentalMenurut freud dalam buku Theorys of Personality (Feist, Jess dan Gregory J. Feist, 2008: 22), kehidupan mental dibagi menjadi dua tingkatan yaitu alam bawah sadar (unconscious) dan alam sadar (conscious). Alam sadar sendiri memiliki dua lagi tingkatan yang berbeda, yakni alam bawah sadar sesungguhnya dan ambang-kesadaran (preconscious).Latipun (2010; 47) menyatakan bahwa tingkat kehidupan mental dapat disebut juga teori topografi yaitu merupakan teori psikonalisis yang menjelaskan tentang kepribadian manusia yang terdiri dari sub-subsistem. Bagi freud kepribadian manusia berhubungan dengan alam kesadaran (awareness). Alam kesadaran terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu:
1. Alam sadar adalah bagian kesadaran yang memiliki fungsi mengingat, menyadari dan merasakan sesuatu secara sadar. Alam sadar ini memiliki ruang yang terbatas dan saat individu menyadari berbagai rangsangan yang ada di sekitar kita.2. Alam prasadar yaitu bagian dasar yang menyimpan ide, ingatan dan perasaan yang berfungsi mengantarkan ide, ingatan dan perasaan tersebut ke alam sadar jika kita berusaha mengingatnya kembali.
3. Alam bawah sadar adalah bagian dari dunia kesadaran yang terbesar dan sebagian besar yang terpenting dari struktur psikis, karena segenap pikiran dan perasaan yang dialami sepanjang hidupnya yang tidak dapat disadari lagi akan tersimpan didalamnya.B. Struktur KepribadianDalam teori psikoanalisa, kepribadian dipandang sebagai stuktur yang terdiri dari tiga unsur atau sistem, yaitu id, ego, dan superego (Supratiknya, 1993: 32). Ketiga unsur atau sistem tersebut adalah sebagai berikut :
IdId (istilah Freud: das Es) adalah sistem kepribadian yang paling dasar, sistem yang didalamnya terdapat naluri-naluri bawaan. Untuk dua sistem yang lainnya, id adalah sistem yang bertindak sebagai penyedia atau atau penyalur energi yang dibutuhkan oleh sistem-sistem tersebut untuk operasi-operasi atau kegiatan-kegiatan yang dilakukannya.
EgoEgo adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada dunia objek dari kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan. Apabila dikaitkan dengan contoh orang yang sedang lapar, maka bisa diterapkan bahwa ego bertindak sebagai penunjuk atau pengarah kepada orang yang sedang lapar ini kepada makanan. SuperegoSuperego (istilah Freud: das Ueberich) adalah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif (menyangkut baik-buruk). Menurut Freud, superego terbentuk melalui internalisasi nilai-nilai atau aturan-aturan oleh individu dari sejumlah figur yang berperan, berpengaruh, atau berarti bagi individu tersebut seperti orang tua dan guru (Supratiknya, 1993: 35).
Adapun fungsi utama dari superego adalah sebagai berikut :
1) Sebagai pengendali dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-impuls tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat.
2) Mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral ketimbang dengan kenyataan.
3) Mendorong individu kepada kesempurnaan.
C. Dinamika KepribadianDorongan-Dorongan ( Drives )Menurut Freud ( 1933/1964 ) dalam buku Theorys of Personality (Feist, Jess dan Gregory J. Feist, 2008: 29), beragam dorongan dapat dikelompokkan menjadi dua kubu utama : seks atau Eros, dan agresif, distraksi atau Thanatos. Dorongan-dorongan ini berakar dalam Id. Namun, mereka tunduk pada pengontrolan Ego. Dorongan memiliki bentuk energy psikisnya
sendiri : Freud menggunakan kata Libido untuk energy dorongan seksual. Namun, energy bagi dorongan agresif masih belum dinamainya.
SeksTujuan dari dorongan seksual adalah kesenangan namun, kesenangan ini tidak terbatas hanya pada kesenangan genital semata. Tujuan akhir dorongan seksual ( pengurangan tegangan seksual ) tidak dapat diubah namun, jalan untuk mencapai tujuan ini bisa beragam.
Fleksibilitas objek seksual atau pribadi seksual dapat mengenakan samara Eros yang lebih jauh. Objek erotis dapat ditransformasikan atau dipindahkan dengan mudah. Sebagai contoh, seorang bayi yang dipaksa terlalu cepat untuk lepas dari putting ibunya sebagai objek seksual mungkin akan menggantinya dengan jempol tangan sebagai objek kesenangannya. Namun, seks sendiri dapat mangambil banyak bentuk yang lain, seperti Narsisisme, cinta, sadisme, dan masokhisme. Dua yang terakhir ini memiliki komponen dorongan agresif.
AgresiTujuan dari dorongan destruktif, menurut Freud, adalah mengembalikan organism pada kondisi anorganis. Dorongan agresif juga menjelaskan kebutuhan atas penghalang-penghalang yang sudah dibangun manusia untuk mengendalikan agresi.
Contohnya perintah seperti “kasihilah sesamamu seperti kamu mengasihi dirimu sendiri”.
Kecemasan ( anxiety )Kecamasan adalah suatu keadaan tegang yang memotivasi kita untuk berbuat sesuatu. Freud ( 1933/1964 ) menekankan bahwa ini adalah kondisi yang tidak menyenangkan, bersifat emosional, dan sangat terasa kekuatannya, disertai sebuah sensasi fisik yang memperingatkan seseorang terhadap bahaya yang sedang mendekat.
Ada tiga macam kecemasan :
Kecemasan NeurotisKecemasan neurotis adalah ketakutran terhadap tidak terkendalinya naluri-naluri yang menyebabkan seseorang melalkukan suatu tindakan yang bisa mendatangkan hukuman bagi dirinya sendiri. Contohnya adalah seseorang akan mengalami kecemasan ini karena kehadiran seorang guru, majikan, atau figure otoritas lain.
Kecemasan MoralistisKecemasan moralistis adalah katekutan terhadap hati nurani sendiri. Kecemasan ini bersal dari konflik antara ego dan superego. Kecemasan moralistis contohnya, akan muncul dari godaan seksual jika seorang anak percaya bahwa menyerah pada godaan akan membuat dirinya keliru secara moral. Namun, kecemasan moralistis juga bisa muncul akibat kegagalan
untuk bersikap secara konsisten dengan apa yang dianggap benar secara moral, contohnya gagal merawat orang tua yang sudah lanjut usia.
Kecemasan RealiatisKecamasan realistis adalah ketakutan terhadap bahaya dari dunia eksternal, dan taraf kecemasannya sesuai dengan derajat ancaman yang ada. Contohnya, kita dapat mengalami kecemasan realistis ketika berkendara di lalu lintas yang padat dan bergerak cepat di sebuah kota yang belum kita kenal. Kecemasan realistis ini berbeda dari rasa takut karena rasa takut tidak perlu malibatkan suatu objek spesifik yang menakutkan, contohnya jika sepeda motor kita tiba-tiba terpeleseta dan lepas kendali di atas sebuah jalan tol yang bersalju.
Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme penjagaan ego karena dia memberi sinyal bahwa bahaya tertentu sedang mendekat ( Freud, 1933/1945 ). Contohnya, sebuah mimpi kecemasan yang memberi sinyal kepada sensor kita mengenai bahaya yang sedang mendekat akan mengambil bentuk samaran imaji-imaji mimpi sebaik-baiknya
D. Mekanisme Pertahanan EgoMekanisme pertahanan merupakan suatu cara ekstrem yang ditempuh oleh ego untuk menghilangkan tekanan kecemasan yang berlebihan-lebihan. Pertahanan-pertahanan pokok tersebut adalah represi, proyeksi, pembentukan reaksi, fiksasi, dan regresi (Anna Freud, 1946). Menurut Supratiknya (1993: 86), semua mekanisme pertahanan tersebut mempunyai dua ciri umum yaitu :
1) Mereka menyangkal, memalsukan, atau mendistorsikan kenyataan.
2) Mereka bekerja secara tak sadar sehingga orangnya tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Dalam Latipun (2010; 51) Freud mengemukakan banyak bentuk mekanisme pertahanan diri yang dimanifestasikan dalam perilaku dan bentuknya bermacam-macam. Adapun bentuk-bentuk mekanisme pertahanan diri tersebut sebagai berikut:
1. Distorsi merupakan pertahanan yang dilakukan dengan melakukan penyangkalan terhadap kenyataan hidupnya dan tujuan untuk menghindari kecemasannya.
2. Proyeksi merupakan upaya menyalahkan orang lain atas kesalahan dirinya sendiri atau melemparkan keinginannya yang tidak baik kepada orang lain.
3. Regresi adalah secara tidak sadar memunculkan periaku yang tiak matang, yaitu mundur ke fase perkembangan yang sebelumnya dipandang tidak terlalu berat tuntutannya.
4. Rasionalisai artinya membuat-buat alasan yang tampak masuk akal guna membenarkan tindakanya yang salah atau meminimalkan konsekuensi kejiwaan yang didapat karena
kesalahannya, sehingga apa yang dialami dapat diterima orang lain dan terhindar dari rasa cemas.
5. Sublimasi merupakan mengganti dorongan-dorongan yang tidak dapat diterima secara sosial ke bentuk yang bisa diterima secara sosial.
6. Salah sasaran (displacement) merupakan menggantikan perasaan bermusuh atau agresivitasnya dari sumber-sumber aslinya ke orang atau obyek lain yang biasanya kurang penting.
7. Identifikasi merupakan menambah harga diri dengan cara menyamakan dirinya dengan orang lain yang mempunyai nama.
8. Kompensasi yaitu menutupi kelemahan dengan jalan memuaskan atau menunjukkan sifat tertentu secara berlebihan karena frustasi dalam bidang lain.
E. Perkembangan KepribadianTahap-tahap perkembangan menurut Freud ada empat, yaitu (Supratiknya, 1993: 90) :
Tahap OralPada tahap ini berlangsung kira-kira selama satu tahun. Mulut merupakan daerah pokok
kegiatan dinamik. Sumber kenikmatan pokok yang berasal dari mulut adalah makanan.
Makan meliputi stimulasi sentuhan terhadap bibir dan rongga mulut, serta menelan atau jika
makanan itu tidak menyenangkan, maka memuntahkan keluar. Kemudian setelah gigi tumbuh
maka mulut dipakai untuk menggigit dan mengunyah. Dua macam aktifitas oral ini, yaitu
menelan makanan dan menggigit merupakan prototipe bagi banyak ciri karakter yang
berkembang di kemudian hari.
Tahap Anal
Setelah makanan dicernakan, maka sisa-sisa makanan menumpuk diujung bawah dari usus
dan secara refleks akan dilepaskan keluar apabila tekanan pada otot lingkar dubur mencapai
taraf tertentu. Pengeluaran feses menghilangkan sumber ketidaknyamanan dan menimbulkan
perasaan lega. Ketika pembiasaan akan kebersihan dimulai, biasanya selama umur dua tahun,
anak mendapatkan pengalaman pertama yang menentukan tentang pengaturan atas suatu
impuls instingtual oleh pihak luar. Hal ini tergantung pada cara-cara khusus pembiasaan akan
kebersihan yang diterapkan ibu. Apabila cara-cara ibu sangat keras, anak bisa menahan
fesesnya dan mengalami sembelit. Atau karena himpitan cara yang represif itu, anak bisa
melampiaskan kemarahannya dengan membuang feses pada saat-saat yang tidak tepat.
Tahap Phalik
Selama tahap perkembangan kepribadian ini yang menjadi pusat dinamika adalah perasaan-
perasaan seksual dan agresif berkaitan dengan mulai berfungsinya organ-organ genital.
Tingkah laku anak pada tahap ini yaitu usia tiga sampai lima tahun banyak ditandai oleh
bekerjanya kompleks Oedipus. Kompleks Oedipus meliputi kateksis seksual terhadap orang
tua yang berlainan jenis serta kateksis permusuhan terhadap orang tua sejenis. Anak laki-laki
ingin memiliki ibunya dan menyingkirkan ayahnya sedangkan anak perempuan ingin
memiliki ayahnya dan menyingkirkan ibunya. Perasaan-perasaan ini menyatakan diri dalam
khayalan pada waktu anak melakukan masturbasi dan dalam bentuk pergantian antara sikap
cinta dan sikap melawan terhadap kedua orang tuanya. Tahap-tahap oral, anal, dan phalik,
disebut dengan tahap-tahap pragenital.
Tahap laten
Tahapan ini berlangsung antara kira-kira usia 6 tahun dan masa pubertas. Merupakan tahap
yang paling baik dalam perkembangan kecerdasan (masa sekolah), dan dalam tahap ini
seksualitas seakan-akan mengendap, tidak lagi aktif dan menjadi laten.
Tahap Genital
Anak memasuki periode laten yang cukup lama, yang secara dinamis disebut tahun-tahun
yang tenang. Selama periode ini, impuls-impuls cenderung berada dalam keadaan
direpresikan. Munculnya kembali dinamika pada masa adolesen yang dinamis mengaktifkan
kembali impuls-impuls pragenital, apabila impuls-impuls ini berhasil dipindahkan dan
disublimasikan oleh ego maka sampailah orang pada tahap kematangan yang merupakan
tahap akhir, yaitu tahap genital. Fungsi biologis pokok dari tahap genital ini adalah ialah
reproduksi. Aspek-aspek psikologis membantu mencapai tujuan ini dengan cara memberikan
stabilitas dan keamanan sampai batas tertentu.
B.TEORI BELAJAR SOSIAL
Teori Pembelajaran Sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional
(behavioristik)1. Teori pembelajaran social ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986).
Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip – prinsip teori – teori belajar perilaku, tetapi
memberikan lebih banyak penekanan pada kesan dan isyarat – isyarat perubahan perilaku,
dan pada proses – proses mental internal. Jadi dalam teori pembelajaran social kita akan
menggunakan penjelasan – penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan – penjelasan
kognitif internal untuk memahami bagaimana belajar dari orang lain. Dalam pandangan
belajar social “ manusia “ itu tidak didorong oleh kekuatan – kekuatan dari dalam dan juga
tidak dipengaruhi oleh stimulus – stimulus lingkungan.
Teori belajar social menekankan bahwa lingkungan – lingkungan yang dihadapkan pada
seseorang secara kebetulan ; lingkungan – lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh
orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana dikutip oleh
(Kard,S,1997:14) bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif
dan mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari pembelajaran social adalah pemodelan
(modelling), dan pemodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam
pembelajaran terpadu.
Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan ,Pertama. Pembelajaran melalui pengamatan
dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain,Contohnya : seorang pelajar melihat
temannya dipuji dan ditegur oleh gurunya karena perbuatannya, maka ia kemudian meniru
melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini
merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami orang lain. Kedua,
pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku model meskipun model itu tidak
mendapatkan penguatan positif atau penguatan negatif saat mengamati itu sedang
memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat
tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau penguatan apabila menguasai secara tuntas
apa yang dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan oleh seseorang secara langsung, tetapi
kita dapat juga menggunakan seseorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model (Nur,
M,1998.a:4).
Seperti pendekatan teori pembelajaran terhadap kepribadian, teori pembelajaran social
berdasarkan pada penjelasan yang diutarakan oleh Bandura bahwa sebagian besar daripada
tingkah laku manusia adalah diperoleh dari dalam diri, dan prinsip pembelajaran sudah cukup
untuk menjelaskan bagaimana tingkah laku berkembang. Akan tetapi, teori – teori
sebelumnya kurang memberi perhatian pada konteks social dimana tingkah laku ini muncul
dan kurang memperhatikan bahwa banyak peristiwa pembelajaran terjadi dengan perantaraan
orang lain. Maksudnya, sewaktu melihat tingkah laku orang lain, individu akan belajar
meniru tingkah laku tersebut atau dalam hal tertentu menjadikan orang lain sebagai model
bagi dirinya.
C. Teori Peniruan ( Modeling )
Pada tahun 1941, dua orang ahli psikologi, yaitu Neil Miller dan John Dollard dalam laporan
hasil eksperimennya mengatakan bahwa peniruan ( imitation ) merupakan hasil proses
pembelajaran yang ditiru dari orang lain. Proses belajar tersebut dinamakan “ social learning
“ – “pembelajaran social “ . Perilaku peniruan manusia terjadi karena manusia merasa telah
memperoleh tambahan ketika kita meniru orang lain, dan memperoleh hukuman ketika kita
tidak menirunya. Menurut Bandura, sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui
peniruan maupun penyajian, contoh tingkah laku ( modeling ). Dalam hal ini orang tua dan
guru memainkan peranan penting sebagai seorang model atau tokoh bagi anak – anak untuk
menirukan tingkah laku membaca.
Dua puluh tahun berikutnya ,” Albert Bandura dan Richard Walters ( 1959, 1963 ) telah
melakukan eksperimen pada anak – anak yang juga berkenaan dengan peniruan. Hasil
eksperimen mereka mendapati, bahwa peniruan dapat berlaku hanya melalui pengamatan
terhadap perilaku model (orang yang ditiru) meskipun pengamatan itu tidak dilakukan terus
menerus. Proses belajar semacam ini disebut “observationallearning” atau pembelajaran
melalui pengamatan. Bandura (1971), kemudian menyarankan agar teori pembelajaran sosial
diperbaiki memandang teori pembelajaran sosial yang sebelumnya hanya mementingkan
perilaku tanpa mempertimbangan aspek mental seseorang.
Menurut Bandura, perlakuan seseorang adalah hasil interaksi faktor dalam diri(kognitif) dan
lingkungan. pandangan ini menjelaskan, beliau telah mengemukakan teori pembelajaran
peniruan, dalam teori ini beliau telah menjalankan kajian bersama Walter (1963) terhadap
perlakuan anak-anak apabila mereka menonton orang dewasa memukul, mengetuk dengan
palu besi dan menumbuk sambil menjerit-jerit dalam video. Setelah menonton video anak-
anak ini diarah bermain di kamar permainan dan terdapat patung seperti yang ditayangkan
dalam video. Setelah anak-anak tersebut melihat patung tersebut,mereka meniru aksi-aksi
yang dilakukan oleh orang yang mereka tonton dalam video.
Berdasarkan teori ini terdapat beberapa cara peniruan yaitu meniru secara langsung.
Contohnya guru membuat demostrasi cara membuat kapal terbang kertasdan pelajar meniru
secara langsung. Seterusnya proses peniruan melalui contoh tingkah laku. Contohnya anak-
anak meniru tingkah laku bersorak dilapangan, jadi tingkah laku bersorak merupakan contoh
perilaku di lapangan. Keadaan sebaliknya jika anak-anak bersorak di dalam kelas sewaktu
guru mengajar,semestinya guru akan memarahi dan memberi tahu tingkahlaku yang
dilakukan tidak dibenarkan dalam keadaan tersebut, jadi tingkah laku tersebut menjadi contoh
perilaku dalam situasi tersebut. Proses peniruan yang seterusnya ialah elisitasi. Proses ini
timbul apabila seseorang melihat perubahan pada orang lain. Contohnya seorang anak-anak
melihat temannya melukis bunga dan timbul keinginan dalam diri anak-anak tersebut untuk
melukis bunga. Oleh karena itu, peniruan berlaku apabila anak-anak tersebut melihat
temannya melukis bunga.
Perkembangan kognitif anak-anak menurut pandangan pemikir islam yang terkenal pada abad
ke-14 yaitu Ibnu Khaldun perkembangan anak-anak hendaklah diarahkan dari perkara yang
mudah kepada perkara yang lebih susah yaitu mengikut peringkat-peringkat dan anak-anak
hendaklah diberikan dengan contoh-contoh yang konkrit yang boleh difahami melalui
pancaindera. Menrut Ibnu Khaldun, anak-anak hendaklah diajar atau dibentuk dengan lemah
lembut dan bukannya dengan kekerasan. Selain itu, beliau juga mengatakan bahwa anak-anak
tidak boleh dibebankan dengan perkara-perkara yang di luar kemampuan mereka. Hal ini
akan menyebabkan anak-anak tidak mau belajar dan memahami pengajaran
yang disampaikan.
D. Unsur Utama dalam Peniruan (Proses Modeling/Permodelan)
Menurut teori belajar social, perbuatan melihat saja menggunakan gambaran kognitif dari
tindakan, secara rinci dasar kognitif dalam proses belajar dapat diringkas dalam 4 tahap ,
yaitu : perhatian / atensi, mengingat / retensi, reproduksi gerak , dan motivasi.
1) Perhatian (’Attention’)
Subjek harus memperhatikan tingkah laku model untuk dapat mempelajarinya. Subjek
memberi perhatian tertuju kepada nilai, harga diri, sikap, dan lain-lain yang dimiliki.
Contohnya, seorang pemain musik yang tidak percaya diri mungkin meniru tingkah laku
pemain music terkenal sehingga tidak menunjukkan gayanya sendiri. Bandura &
Walters(1963) dalam buku mereka “Sosial Learning & Personality
Development”menekankan bahwa hanya dengan memperhatikan orang lain pembelajaran
dapat dipelajari.
2) Mengingat (’Retention’)
Subjek yang memperhatikan harus merekam peristiwa itu dalam sistem ingatannya. Ini
membolehkan subjek melakukan peristiwa itu kelak bila diperlukan atau
diingini. Kemampuan untuk menyimpan informasi juga merupakan bagian penting dari
proses belajar.
3) Reproduksi gerak (’Reproduction’)
Setelah mengetahui atau mempelajari sesuatu tingkahlaku, subjek juga dapat menunjukkan
kemampuannya atau menghasilkan apa yang disimpan dalam bentuk tingkah laku.
Contohnya, mengendarai mobil, bermain tenis. Jadi setelah subyek memperhatikan model
dan menyimpan informasi, sekarang saatnya untuk benar-benar melakukan perilaku yang
diamatinya. Praktek lebih lanjut dari perilaku yang dipelajari mengarah pada kemajuan
perbaikan dan keterampilan.
4) Motivasi
Motivasi juga penting dalam pemodelan Albert Bandura karena ia adalah penggerak
individu untuk terus melakukan sesuatu.
Jadi subyek harus termotivasi untuk meniru perilaku yang telah dimodelkan.
E. Ciri – ciri teori Pemodelan Bandura
1. Unsur pembelajaran utama ialah pemerhatian dan peniruan
2. Tingkah laku model boleh dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai dan lain – lain
3. Pelajar meniru suatu kemampuan dari kecakapan yang didemonstrasikan guru sebagai
model
4. Pelajar memperoleh kemampuan jika memperoleh kepuasan dan penguatan yang positif
5. Proses pembelajaran meliputi perhatian, mengingat, peniruan, dengan tingkah laku atau
timbal balik yang sesuai, diakhiri dengan penguatan yang positif
F. Eksperimen Albert Bandura
Eksperimen yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak –
anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Albert Bandura seorang tokoh teori belajar social ini menyatakan bahwa proses pembelajaran
dapat dilaksanakan dengan lebih berkesan dengan menggunakan pendekatan “permodelan “.
Beliau menjelaskan lagi bahwa aspek perhatian pelajar terhadap apa yang disampaikan atau
dilakukan oleh guru dan aspek peniruan oleh pelajar akan dapat memberikan kesan yang
optimum kepada pemahaman pelajar.
Eksperimen Pemodelan Bandura :
Kelompok A = Disuruh memperhatikan sekumpulan orang dewasa memukul, menumbuk,
menendang, dan menjerit kearah patung besar Bobo.
Hasil = Meniru apa yang dilakukan orng dewasa malahan lebih agresif
Kelompok B = Disuruh memperhatikan sekumpulan orang dewasa bermesra dengan patung
besar Bobo
Hasil = Tidak menunjukkan tingkah laku yang agresif seperti kelompok A
Rumusan :
Tingkah laku anak – anak dipelajari melalui peniruan / permodelan adalah hasil dari
penguatan.
Hasil Keseluruhan Eksperimen :
Kelompok A menunjukkan tingkah laku yang lebih agresif dari orang dewasa. Kelompok B
tidak menunjukkan tingkah laku yang agresif
Gambar Pemodelan Albert Bandura:
G. Jenis – jenis Peniruan (modelling)
Jenis – jenis Peniruan (modeling):
1. Peniruan Langsung
Pembelajaran langsung dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran social Albert Bandura.
Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modeling , yaitu suatu fase dimana seseorang
memodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu ketrampilan
itu dilakukan.
Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui proses perhatian. Contoh : Meniru
gaya penyanyi yang disukai.
2. Peniruan Tak Langsung
Peniruan Tak Langsung adalah melalui imaginasi atau perhatian secara tidak langsung.
Contoh : Meniru watak yang dibaca dalam buku, memperhatikan seorang guru mengajarkan
rekannya.
3. Peniruan Gabungan
Peniruan jenis ini adalah dengan cara menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu
peniruan langsung dan tidak langsung. Contoh : Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan
cara mewarnai daripada buku yang dibacanya.
4. Peniruan Sesaat / seketika.
Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi tertentu saja.
Contoh : Meniru Gaya Pakaian di TV, tetapi tidak boleh dipakai di sekolah.
5. Peniruan Berkelanjutan
Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi apapun.
Contoh : Pelajar meniru gaya bahasa gurunya.
Hal lain yang harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip –
prinsip sebagai berikut :
1. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak
awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya. Proses mengingat
akan lebih baik dengan cara perilaku yang ditiru dituangkan dalam kata – kata, tanda atau
gambar daripada hanya melihat saja. Sebagai contoh : Belajar gerakan tari dari pelatih
memerlukan pengamatan dari berbagai sudut yang dibantu cermin dan seterusnya ditiru oleh
para pelajar pada masa yang sama, kemudian proses meniru akan efisien jika gerakan tari tadi
juga didukung dengan penayangan video, gambar, atau kaedah yang ditulis dalam buku
panduan.
2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
3. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model tersebut disukai dan dihargai serta
perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Teori belajar social dari Bandura ini merupakan gabungan antara teori belajar behavioristik
dengan penguatan dan psikologi kognitif, dengan prinsip modifikasi tingkah laku. Proses
belajar masih berpusat pada penguatan, hanya terjadi secara langsung dalam berinteraksi
dengan lingkungannya. Sebagai contoh : Penerapan teori belajar social dalam iklan sabun
ditelevisi. Iklan selalu menampilkan bintang – bintang yang popular dan disukai masyarakat,
hal ini untuk mendorong konsumen agar membeli sabun supaya mempunyai kulit seperti para
“bintang “.
Motivasi banyak ditentukan oleh kesesuaian antara karakteristik pribadi pengamat dengan
karakteristik modelnya. Ciri – cirri model seperti usia, status social, seks, keramahan, dan
kemampuan, penting dalam menentukan tingkat imitasi. Anak – anak lebih senang meniru
model seusianya daripada model dewasa. Anak – anak juga cenderung meniru model yang
sama prestasinya dalam jangkauannya. Anak – anak yang sangat dependen cenderung imitasi
model yang dependennya lebih ringan. Imitasi juga dipengaruhi oleh interaksi antara ciri
model dengan observernya.
H. Kelemahan Teori Albert Bandura
Teori pembelajaran Sosial Bandura sangat sesuai jika diklasifikasikan dalam teori
behavioristik. Ini karena, teknik pemodelan Albert Bandura adalah mengenai peniruan
tingkah laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan pengulangan dalam
mendalami sesuatu yang ditiru.
Selain itu juga, jika manusia belajar atau membentuk tingkah lakunya dengan hanya melalui
peniruan ( modeling ), sudah pasti terdapat sebagian individu yang menggunakan teknik
peniruan ini juga akan meniru tingkah laku yang negative , termasuk perlakuan yang tidak
diterima dalam masyarakat.
I. Kelebihan Teori Albert Bandura
Teori Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya , karena itu
menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui system kognitif
orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata – mata reflex atas
stimulus ( S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul akibat interaksi antara
lingkungan dengan kognitif manusia itu sendiri.
Pendekatan teori belajar social lebih ditekankan pada perlunya conditioning ( pembiasan
merespon ) dan imitation ( peniruan ). Selain itu pendekatan belajar social menekankan
pentingnya penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan anak – anak. Penelitian ini
berfokus pada proses yang menjelaskan perkembangan anak – anak, faktor social dan
kognitif.
C.PENDEKATAN TEORI BIOLOGIK
Perspektif/pendekatan biologis yaitu sebuah pendekatan psikologi yang menekankan pada
berbagai peristiwa yang berlangsung dalam tubuh mempengaruhi perilaku, perasaan dan
pikiran seseorang. Perspektif Biologis memunculkan psikologi evolusi yaitu suatu bidang
psikologi yang nenekankan pada mekanisme evolusi yang membantu menjelaskan kesamaan
di antara manusia dalam kognisi, perkembangan, emosi praktek-praktek sosial, dan area-area
lain dari perilaku. Kita bisa terima pendapat dari Charles Darwin (1859) untuk menunjukkan
dalam gagasan bahwa genetika dan evolusi memainkan peran dalam mempengaruhi perilaku
manusia melalui seleksi alam .
• Teori dalam perspektif biologi yang mempelajari perilaku genomik yang
mempertimbangkan bagaimana gen mempengaruhi perilaku.
• Pendekatan biologis berpendapat bahwa perilaku sebagian diwariskan dan memiliki
fungsi (atau evolusi) adaptif. Misalnya, dalam minggu-minggu segera setelah kelahiran anak,
tingkat testosteron pada ayah hampir lebih dari 30 persen. Pendekatan biologi (biological
approach) memusatkan pada tubuh, terutama otak dan sistem saraf.
• Kelemahan teori ini nampak dalam penelitian anak-anak kembar. Anak kembar yang
identik (satu telur) yang dibesarkan dalam milieu (lingkungan ) yang berbeda, mengalami
proses perkembangan yang beda pula.
Kelemahan teori yang berorientasi biologis itu juga kita jumpai pada waktu anak dalam satu
kondisi tertentu mampu melaksanakan tingkah laku operasi, yaitu melakukan tingkah laku
intelektual pada waktu yang lebih awal dari pada stadium perkembangannya, misalnya anak
bisa membaca pada waktu yang sangat awal.
D.PENDEKATAN EKOLOGI
Teori Ekologi.Ekologi adalah cabang sains yang mengkaji habitat dan interaksi di antara benda hidup
dengan alam sekitar. Ekologi berasal dari oikos yaitu habitat dan logos yaitu ilmu. Kini,
istilah ekologi telah digunakan secara meluas dan merujuk kepada kajian saling hubungan
antara organisme dengan sekitar dan juga salinh hubungan di kalangan organisme itu sendiri.
Penyelidikan ekologi biasanya menumpu pada jumlah organisme dan bagaimana saling
mempengaruhi ciri dan sifat alam sekitar, juga pengaruh alam sekitar terhadap organisme
tersebut. Dalam psikologi teori ekologi dengan tokohnya Urie Bronfenbrenner yang
berparadigma lingkungan menyatakan bahwa perilaku seseorang ( contoh perilaku malas
belajar pada anak ) tidak berdiri sendiri, melainkan dampak dari interaksi orang yang
bersangkutan dengan lingkungan di luarnya. Saat ini kita merasakan perubahan lingkungan
dengan sangat cepat dan drastis disegala macam aspek. Para ilmuwan, setelah menganalisis
situasi yang dahsyat di seluruh dunia menyimpulkan bahwa saat ini kita sedang memasuki era
Postmodemism. Dalam zaman ini tidak ada lagi pusat-pusat kekuasaan. Tidak ada tokoh,
aliran, partai politik, ideologi dan sebagainya yang mampu menonjol atau menonjol atau
dominan dalam waktu yang cukup lama. Perubahan – perubahan ini mempengaruhi
perkembangan seseorang. Adapun lingkungan diluar diri yang mempengaruhi pribadi
seseorang terdiri dalam berbagai lingkaran yang berlapis-lapis.
Pandangan Teori Ekologi terhadap perkembangan sosioemosional anak.
Teori ekologi berbeda dengan teori yang lain. Teori ekologi menempatkan tekanan yang kuat
pada landasan perkembangan biologis. Teori ini mengajukan suatu pandangan bahwa
lingkungan sangat kuat mempengaruhi perkembangan. Teori ekologi ( ecological theory)
ialah pandangan sosio kultural tentang perkembangan yang terdiri dari lima sistem
lingkungan mulai dari masukan interaksi langsung dengan agen-agen sosial (social agent)
yang berkembang baik hingga masukkan kebudayaan yang berbasis luas. Kelima sistem
dalam teori ekologi Bronfenbrenner ialah mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem,
dan kronosistem.
Mikrosistem (micrisystem) dalam teori ekologi Bronfebrenner ialah setting dalam dimana
individu hidup. Mikrosistem adalah yang paling dekat dengan pribadi anak yaitu meliputi
keluarga, guru, individu, teman-teman sebaya, sekolah, lingkungan dan sebagainya yang
sehari-hari ditemui anak. Dalam mikrositem inilah interaksi yang paling langsung dengan
agen-agen sosial berlangsung, misalnya; dengan orang tua, teman sebaya dan guru. Individu
tidak dipandang sebagai penerima pengalaman yang pasif dalam setting ini, tetapi sebagai
seseorang yang menolong membangun setting. Bronfrenbrenner menunjukkan bahwa
kebanyakan penelitian tentang dampak-dampak sosiokultural berfokus pada mikrosistem.
Pengaruh mikrosistem (keluarga) terhadap perkembangan Sosioemosional umur 2-5 tahun:
Gaya Pengasuhan & Tipe pengasuhan:
· Pengasuhan Otoriter ialah suatu gaya membatasi dan menghukum yang menuntut anak
untuk mengikuti perintah-perintah orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha. Orang
tua yang otoriter menetapkan batas-batas yang tegas dan tidak memberi peluang yang besar
pada anak-anak untuk berbicara. Pengasuhan yang otoriter diasosiasikan dengan
inkompetensi sosial anak-anak.
· Pengasuhan Otoritatif mendorong anak-anak agar mandiri tetapi masih menetapkan batas-
batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan mereka. Musyawarah verbal yang ekstensif
dimungkinkan, dan orang tua memperlihatkan kehangatan serta kasih sayang kepada anak-
anak. Pengasuhan yang otoritatif diasosiasikan dengan kompetensi sosial anak-anak.
• Pengasuhan Permisif:
- Permisif indifferent yaitu suatu gaya di mana orang tua sangat tidak terlibat dalam
kehidupan anak. Tipe pengasuhan ini diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak
khususnya kurang kendali diri.
- Permisif indulgent yaitu suatu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dalam
kehidupan anak-anak mereka tetapi menetapkan sedikit batas atau kendali terhadap mereka.
Pengasuhan ini diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak khususnya kurangnya kendali
diri.
Mesosistem adalah interaksi antar faktor-faktor dalam sistem mikro meliputi hubungan
antara beberapa mikrosistem atau beberapa konteks misal hubungan orang tua-guru, orang
tua-teman, antar teman, guru-teman, dapat juga hubungan antara pengalaman sekolah dengan
pengalaman keluarga, pengalaman sekolah dengan pengalaman keagamaan dan pengalaman
keluarga dengan pengalaman teman sebaya. Misalnya anak-anak yang orang tuanya menolak
mereka dapat mengalami kesulitan mengembangkan hubungan positif dengan guru. Para
developmentalis semakin yakin pentingnya mengamati perilaku dalam setting
majemuk untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang perkembangan individu.
Pengaruh Mesosistem terhadap perkembangan Sosio emosional umur 2-5 tahun:
· Relasi yang baik antar teman sebaya melalui permainan dapat mempengaruhi
perkembangan sosial anak. Permainan dapat meningkatkan afiliasi dengan teman sebaya,
mengurangi tekanan, meningkatkan perkembangan kognitif, memberi tempat berteduh yang
aman bagi prilaku yang secara potensial berbahaya, meningkatkan bahwa anak akan
berbicara dan berinteraksi satu sama lain, anak-anak memperaktikkan peran yang mereka
akan laksanakan dalam hidup masa depannya.
Anak-anak yang orang tuanya menolak mereka dapat mengalami kesulitan mengembangkan
hubungan positif dengan guru.
Eksosistem dalam teori Bronfenbrenner dilibatkan ketika pengalaman-pengalaman dalam
setting sosial lain – dimana individu tidak memiliki peran yang aktif – mempengaruhi apa
yang individu alami dalam konteks yang dekat. Atau sederhananya menurut eksosistem
melibatkan pengalaman individu yang tak memiliki peran aktif di dalamnya. Misalnya,
pengalaman kerja dapat mempengaruhi hubungan seorang perempuan dengan suami dan
anaknya. Seorang ibu dapat menerima promosi yang menuntutnya melakukan lebih banyak
perjalanan yang dapat meningkatkan konflik perkawinan dan perubahan pola interaksi orang
tua-anak. Maka diketahui bahwa eksosistem tidak langsung menyentuh pribadi anak akan
tetapi masih besar pengaruhnya seperti koran, televisi, dokter, keluarga besar, dll.
Pengaruh Eksosistem terhadap perkembangan Sosio emosional umur 2-5 tahun:
· Pengalaman kerja seorang ibu dapat mempengaruhi perkembangan sosial anaknya, ibu
yang banyak
bekerja diluar rumah biasanya menitipkan anaknya pada pembantu rumah tangga (baby
sitter). Perubahan
pola interaksi antara orang tua dan anak.
· Televisi dapat memberikan dampak negatif terhadap perkembangan anak dengan
menjauhkan mereka dari
pekerjaan rumah, mengajarkan mereka berbagai meodel agresi yang penuh kekerasan,
memberi
pandangan-pandangan yang tidak realistis terhadap dunia. Walau demikian televisi juga
dapat memberi
program-program yang mengandung nilai-nilai edukatif, menambah informasi anak-anak
tentang dunia diluar
lingkungan dekat mereka dan memberi model-model prilaku prososial. Oleh karena itu
orang tua harus
selektif dalam menentukan program yang boleh ditonton oleh anak.
Makrosistem meliputi kebudayaan dimana individu hidup. Kita ketahui bahwa kebudayaan
mengacu pada pola prilaku, keyakinan, dan semua produk lain dari sekelompok manusia
yang diteruskan dari generasi ke generasi. Kita ketahui pula bahwa studi lintas budaya –
perbandingan antara satu kebudayaan dengan satu atau lebih kebudayaan lain – memberi
informasi tentang generalitas perkembangan. Makrosistem terdiri dari ideologi negara,
pemerintah, tradisi, agama, hukum, adat istiadat, budaya, dll.
Pengaruh makrosistem terhadap perkembangan Sosio emosional umur 2-5 tahun:
· Kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, misalnya mengurangi anggaran
pendidikan akan mempengaruhi perkembangan anak yang dapat dilihat dari kurangnya
sarana dan prasarana pendidikan(misalnya sarana permainan yang dapat meningkatkan relasi
teman sebaya).
· Anak yang hidup di daerah yang masih banyak dipengaruhi adat istiadat, maka akan
mempengaruhi perilaku anak dalam bersosialisasi.
Kronosistem , dalam teori ekologi Bronfenbrenner meliputi pemolaan peristiwa-peristiwa
lingkungan dan transisi sepanjang rangkaian kehidupan dan keadaan sosiohistoris. Misalnya
dalam mempelajari dampak perceraian terhadap anak-anak, Para peneliti menemukan bahwa
dampak negative sering memuncak pada tahun pertama setelah perceraian dan bahwa
dampaknya lebih negatef bagi anak laki-laki daripada anak perempuan. 2 tahun setekah
perceraian interaksi keluarga tidak begitu kacau lagi dan lebih stabil dengan
mempertimbangkan keadaan-keadaan sosiohistoris, dewasa ini, kaum perempuan tampaknya
sangat didorong untuk meniti karir dibandingkan pada 20 atau 30 tahun yang lalu. Dengan
cara seperti ini, kronosistem memiliki dampak yang kuat pada perkembangan kita.
E.TEORI KOGNISI
Prinsip-prinsip dasar teori kogitif :
• Teori kognitif berpendapat bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara
stimulus dan respon. Lebih dari itu belajar adalah melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks.
• Kemampuan memproses informasi tergantung kepada faktor kognitif yang
perkembangannya berlangsung secara bertahap sejalan dengan tahapan usianya.
• Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang
bersinambungan dengan lingkungan.
TEORI KOGNISI PIAGET
A. Pengertian Kognitif
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif
diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan (knowledge),
pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa
(sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut
kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).
Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan
kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif
berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan
perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang
datang kepada dirinya.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata kognitif. Dari aspek tenaga
pendidik misalnya. Seorang guru diharuskan memiliki kompetensi bidang kognitif.
Artinya seorang guru harus memiliki kemampuan intelektual, seperti penguasaan
materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan cara menilai siswa
dan sebagainya
B. Perkembangan Kognitif
Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang menjelasakan
bagaimana anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan kejadian-
kejadian sekitarnya. Bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-
objek seperti mainan, perabot, dan makanan serta objek-objek sosial seperti diri,
orangtua dan teman. Bagaimana cara anak mengelompokan objek-objek untuk
mengetahui persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya, untuk memahami
penyebab terjadinya perubahan dalam objek-objek dan perisiwa-peristiwa dan untuk
membentuk perkiraan tentang objek dan peristiwa tersebut.
Piaget memandang bahwa anak memainkan peran aktif dalam menyusun
pengetahuannya mengenai realitas. Anak tidak pasif menerima informasi. Walaupun
proses berfikir dalam konsepsi anak mengenai realitas telah dimodifikasi oleh
pengalaman dengan dunia sekitarnya, namun anak juga berperan aktif dalam
menginterpretasikan informasi yang ia peroleh melalui pengalaman, serta dalam
mengadaptasikannya pada pengetahuan dan konsepsi mengenai dunia yang telah ia
punya.
Piaget percaya bahawa pemikiran anak-anak berkembang menurut tahap-tahap atau
priode-periode yang terus bertambah kompleks. Menurut teori tahapan Piaget, setiap
individu akan melewati serangkaian perubahan kualitatif yang bersifat invariant,
selalu tetap, tidak melompat atau mundur. Perubahan kualitatif ini terjadi karena
tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkunagn serta adanya
pengorganisasian struktur berfikir. Sebagai seorang yang memperoleh pendidikan
dasar dalam bidang eksakta, yaitu biologis, maka pendekatan dan uraian dari
teorinya terpengaruh aspek biologi.
Teori Piaget merupakan akar revolusi kognitif saat ini yang menekankan pada proses
mental. Piaget mengambil perspektif organismik, yang memandang perkembangan
kognitif sebagai produk usaha anak untuk memahami dan bertindak dalam dunia
mereka. Menurut Piaget, bahwa perkembangan kognitif dimulai dengan kemampuan
bawaan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Dengan kemampuan bawaan yang
bersifat biologis itu, Piaget mengamati bayi-bayi mewarisi reflek-reflek seperti
reflek menghisap. Reflek ini sangat penting dalam bulan-bulan pertama kehidupan
mereka, namun semakin berkurang signifikansinya pada perkembangan selanjutnya.
Pertumbuhan atau perkembangan kognitif terjadi melalui tiga proses yang saling
berhubungan, yaitu:
1. Organisasi.
Merupakan istilah yang digunakan Piaget untuk mengintegrasikan pengetahuan
kedalam system-sistem. Dengan kata lain, organisasi adalah system pengetahuan atau
cara berfikir yang disertai dengan pencitraan realitas yang semakin akurat.
Contoh: anak laki-laki yang baru berumur 4 bulan mampu untuk menatap dan
menggenggam objek. Setelah itu dia berusaha mengkombunasikan dua kegiatan ini
(menatap dan menggenggam) dengan menggenggam objek-objek yang dilihatnya.
Dalam sistem kognitif, organisasi memiliki kecenderungan untuk membuat struktur
kognitif menjadi semakin komplek. Struktur-struktur kognitif disebut skema. Skema
adalah pola prilaku terorganisir yang digunakan seseorang untuk memikirkan dan
melakukan tindakan dalam situasi tertentu. Contoh: gerakan reflek menyedot pada bayi
yaitu gerakan otot pada pipi dan bibir yang menimbulkan gerakan menarik.
2. Adaptasi.
Merupakan cara anak untuk memperlakukan informasi baru dengan
mempertimbangkan apa yang telah mereka ketahui. Adaptasi ini dilakukan dengan dua
langkah, yaitu:
a. Asimilasi
Merupakan istilah yang digunakan Piaget untuk merujuk pada peleburan informasi baru
kedalam struktur kognitif yang sudah ada. Seorang individu dikatakan melakukan
proses adaptasi melalui asimilasi, jika individu tersebut menggabungkan informasi baru
yag dia terima kedalam pengetahuan mereka yang telah ada.
Contoh asimilasi kognitif: seorang anak yang diperlihatkan segi tiga sama sisi,
kemudian setelah itu diperlihatkan segitiga yang lain yaitu siku-siku. Asimilasi terjadi
jika si anak menjawab bahwa segitiga siku-siku yang diperlihatkan adalah segitiga
sama sisi.
b. Akomodasi
Merupakan istilah yang digunakan Piaget untuk merujuk pada perubahan yang terjadi
pada sebuah struktur kognitif dalam rangka menampung informasi baru. Jadi, dikatakan
akomodasi jika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru. Melalui akomodasi
ini, struktur kognitif yang sudah ada dalam diri seseorang mengalami perubahan sesuai
dengan rangsangan-rangsangan dari objeknya.
Contoh: si anak bisa menjawab segitiga siku-siku pada segitiga yang diperlihatkan
kedua.
c. Ekuilibrasi
Yaitu istilah yang merujuk pada kecenderungan untuk mencari keseimbangan pada
elemen-elemen kognisi. Ekuilibrasi diartikan sebagai kemampuan yang mengatur
dalam diri individu agar ia mampu mempertahankan keseimbangan dan menyesuaikan
diri terhadap lingkungannya. Agar terjadi ekuilibrasi antara diri dengan lingkungan,
maka peristiwa asimilasi dan akomodasi harus terjadi secara terpadu, bersama-sama
dan komplementer.
Contoh: bayi yang biasanya mendapat susu dari payudara ibu ataupun botol, kemudian
diberi susu dengan gelas tertutup (untuk latihan minum dari gelas). Ketika bayi
menemukan bahwa menyedot air gelas membutuhkan gerakan mulut dan lidah yang
berbeda dari yang biasa dilakukannya saat menyusu dari ibunya, maka si bayi akan
mengakomodasi hal itu dengan akomodasi skema lama. Dengan melakukan hal itu,
maka si bayi telah melakukan adaptasi terhadap skema menghisap yang ia miliki dalam
situasi baru yaitu gelas. Dengan demikian asimilasi dan akomodasi bekerjasama untuk
menghasilkan ekuilibrium dan pertumbuhan.
C. Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget, pikiran anak-anak dibentuk bukan oleh ajaran orang dewasa atau
pengaruh lingkungan lainnya. Anak-anak memang harus berinteraksi dengan
lingkungan untuk berkembang, namun merekalah yang membangun struktur-struktur
kognitif baru dalam dirinya. Piaget juga yakin bahwa individu melalui empat tahap
dalam memahami dunia. Masing-masing tahap terkait dengan usia dan terdiri dari cara
berfikir yang khas/berbeda.
Tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget adalah sebagai berikut:
1. Tahap Sensori Motor.
Tahap ini merupakan tahap pertama. Tahap ini dimulai sejak lahir sampai usia 2 tahun.
Pada tahap ini, bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia dengan
mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensor (seperti melihat dan mendengar)
dengan tindakan-tindakan fisik.
Dengan berfungsinya alat-alat indera serta kemampuan kemampuan-kemampuan
melakukan gerak motorik dalam bentuk refleks ini, maka seorang bayi berada dalam
keadaan siap untuk mengadakan hubungan dengan dunianya.
Piaget membagi tahap sensori motor ini kedalam 6 periode, yaitu:
Periode 1: Penggunaan Refleks-Refleks (Usia 0-1 bulan)
Refleks yang paling jelas pada periode ini adalah refleks menghisap (bayi otomatis
menghisap kapanpun bibir mereka disentuh) dan refleks mengarahkan kepala pada
sumber rangsangan secara lebih tepat dan terarah. Misalnya jika pipi kanannya
disentuh, maka ia akan menggerakkan kepala kearah kanan.
Periode 2: Reaksi Sirkuler Primer (Usia 1-4 bulan)
Reaksi ini terjadi ketika bayi menghadapi sebuah pengalaman baru dan berusaha
mengulanginya. Contoh: menghisap jempol.
Pada contoh menghisap jempol, bayi mulai mengkoordinasikan 1). Gerakan motorik
dari tangannya dan 2). Penggunaan fungsi penglihatan untuk melihat jempol.
Periode 3: Reaksi Sirkuler sekunder (Usia 4-10 bulan)
Reaksi sirkuler primer terjadi karena melibatkan koordinasi bagian-bagian tubuh bayi
sendiri, sedangkan reaksi sirkuler sekunder terjadi ketika bayi menemukan dan
menghasilkan kembali peristiwa menarik diluar dirinya.
Periode 4: Koordinasi skema-skema skunder (Usia 10-12 bulan)
Pada periode ini bayi belajar untuk mengkoordinasikan dua skema terpisah untuk
mendapatkan hasil. Contoh: suatu hari Laurent (anak Piaget) ingin memeluk kotak
mainan, namun Piaget menaruh tangannya ditengah jala. Pada awalnya Laurent
mengabaikan tangan ayahnya. Dia berusaha menerobos atau berputar mengelilinginya
tanpa menggeser tangan ayahnya. Ketika Piaget tetap menaruh tangannya untuk
menghalangi anaknya, Laurent terpaksa memukul kotak mainan itu sambil
melambaikan tangan, mengguncang tubuhnya sendiri dan mengibaskan kepalanya dari
satu sisi ke sisi lain. Akhirnya setelah beberapa hari mencoba, Laurent berhasil
menggerakkan perintang dengan mengibaskan tangan ayahnya dari jalan sebelum
memeluk kotak mainan. Dalam kasus ini, Laurent berhasil mengkoordinasikan dua
skema terpisah yaitu: 1). Mengibaskan perintang 2). Memeluk kotak mainan.
Periode 5: Reaksi Sirkuler Tersier (Usia 12-18 bulan)
Pada periode 4, bayi memisahkan dua tindakan untuk mencapai satu hasil tunggal. Pada
periode 5 ini bayi bereksperimen dengan tindakan-tindakan yang berbeda untuk
mengamati hasil yang berbeda-beda. Contoh: Suatu hari Laurent tertarik dengan meja
yang baru dibeli Piaget. Dia memukulnya dengan telapak tangannya beberapa kali.
Kadang keras dan kadang lembut untuk mendengarkan perbedaan bunyi yang
dihasilkan oleh tindakannya.
pada periode 6 bayi kelihatannya mulai memikirkan situasi secara lebih internal
sebelum pada akhirnya bertindak. Jadi, pada periode ini anak mulai bisa berfikir.dalam
mencapai lingkungan, pada periode ini anak sudah mulai dapat menentukan cara-cara
baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan internal, tetapi juga dengan
koordinasi internal dalam gambaran atau pemikirannya.
2. Tahap Pemikiran Pra-Operasional
Tahap ini berada pada rentang usia antara 2-7 tahun. Pada tahap ini anak mulai
melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar atau simbol. Menurut Piaget,
walaupun anak-anak pra sekolah dapat secara simbolis melukiskan dunia, namun
mereka masih belum mampu untuk melaksanakan “ Operation (operasi) ”, yaitu
tindakan mental yang diinternalisasikan yang memungkinkan anak-anak melakukan
secara mental yang sebelumnya dilakukan secara fisik.
Perbedaan tahap ini dengan tahap sebelumnya adalah “ kemampuan anak
mempergunakan simbol”.
Penggunaan simbol bagi anak pada tahap ini tampak dalam lima gejala berikut:
a. Imitasi tidak langsung
Anak mulai dapat menggambarkan sesuatu hal yang dialami atau dilihat, yang sekarang
bendanya sudah tidak ada lagi. Jadi pemikiran anak sudah tidak dibatasi waktu
sekarang dan tidak pula dibatasi oleh tindakan-tindakan indrawi sekarang.
Contoh: anak dapat bermain kue-kuean sendiri atau bermain pasar-pasaran. Ini adalah
hasil imitasi.
b. Permainan Simbolis
Sifat permainan simbolis ini juga imitatif, yaitu anak mencoba meniru kejadian yang
pernah dialami.
Contoh: anak perempuan yang bermain dengan bonekanya, seakan-akan bonekanya
adalah adiknya.
c. Menggambar
Pada tahap ini merupakan jembatan antara permainan simbolis dengan gambaran
mental. Unsur pada permainan simbolis terletak pada segi “kesenangan” pada diri anak
yang sedang menggambar. Sedangkan unsur gambaran mentalnya terletak pada “usaha
anak untuk memulai meniru sesuatu yang riel”.
Contoh: anak mulai menggambar sesuatu dengan pensil atau alat tulis lainnya.
d. Gambaran Mental
Merupakan penggambaran secara pikiran suatu objek atau pengalaman yang lampau.
Gambaran mental anak pada tahap ini kebanyakan statis. Anak masih mempunyai
kesalahan yang sistematis dalam mengambarkan kembali gerakan atau transformasi
yang ia amati.
Contoh yang digunakan Piaget adalah deretan lima kelereng putih dan hitam.
e. Bahasa Ucapan
Anak menggunakan suara atau bahasa sebagai representasi benda atau kejadian.
Melalui bahasa anak dapat berkomunikasi dengan orang lain tentang peristiwa kepada
orang lain.
3. Tahap Operasi berfikir Kongkret
Tahap ini berada pada rentang usia 7-11 tahun.tahap ini dicirikan dengan
perkembangan system pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan yang logis. Anak
sudah mengembangkan operasi logis.
Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
a. Pengurutan
Yaitu kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya.
Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari
benda yang paling besar ke yang paling kecil.
b. Klasifikasi
Kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut
tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian
benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak
lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda
hidup dan berperasaan).
c. Decentering
Anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa
memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap gelas lebar tapi
pendek lebih sedikit isinya dibanding gelas kecil yang tinggi.
d. Reversibility
Anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian
kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4
sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
e. Konservasi
Memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak
berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut.
Sebagai contoh, bila anak diberi gelas yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka
akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu
akan tetap sama banyak dengan isi gelas lain.
f. Penghilangan sifat Egosentrisme
Kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang
tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, Lala menyimpan boneka di
dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Baim memindahkan boneka itu ke
dalam laci, setelah itu baru Lala kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit
akan mengatakan bahwa Lala akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak
walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Baim
4. Tahap operasi Formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori
Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia 11 tahun dan terus berlanjut sampai
dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara
abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan
nilai. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai
perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis,
kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial.
Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga
ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap
menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Pada tahap ini, remaja telah memiliki kemampuan untuk berpikir sistematis, yaitu bisa
memikirkan semua kemungkinan untuk memecahkan suatu persoalan. Contoh: ketika
suatu saat mobil yang ditumpanginya mogok, maka jika penumpangnya adalah seorang
anak yang masih dalam tahap operasi berpikir kongkret, ia akan berkesimpulan bahwa
bensinnya habis. Ia hanya menghubungkan sebab akibat dari satu rangkaian saja.
Sebaliknya pada remaja yang berada pada tahap berfikir formal, ia akan memikirkan
beberapa kemungkinan yang menyebabkan mobil itu mogok. Bisa jadi karena businya
mati, atau karena platinanya, dll.
Seorang remaja pada tahap ini sudah mempunyai ekuilibrum yang tinggi, sehingga ia
dapat bepikir fleksibel dan efektif, serta mampu berhadapan dengan persoalan yang
kompleks. Remaja dapat berfikir fleksibel karena dapat melihat semua unsur dan
kemungkinan yang ada. Dan remaja dapat berfikir efektif karena dapat melihat
pemikiran mana yang cocok untuk persoalan yang dihadapi.
DAFTAR PUSTAKA
Mukhlis, Hirmaningsih, 2010, Teori Psikologi Perkembangan, Pekanbaru. Penerbit:
Psikologi Press
Anita Woolfolk, Educational Psychology, Active Learning Edition, Bagian Pertama,
Edisi Bahasa Indonesia. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar : 2009)
Santrock, John. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup Jilid 1 Edisi
5. Jakarta: Erlangga
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini,tentunya masih banyak kelemahan dan kekurangan.Karena
terbatasnya pengetahuan maupun rujukan atau referensi menganai judul makalah ini.
Untuk itu kami sangat berterima kasih apabila pembaca berkenan memberikan saran
dan kritik untuk perbaikan makalah kami selanjutnya
Terima Kasih.