Top Banner
STATUS KEDOKTERAN INDUSTRI “Laboratorium Klinik RSUM Surya MelatiDisusun oleh: Satria Candra 2013104010110 Asti Pratiwi 2013104010110 Ridia Alvi Fitria 201310401011074
74

tugas Kedokteran Industri RSUM SM.doc

Sep 07, 2015

Download

Documents

Joequin Akbar

tugas Kedokteran Industri RSUM SM.doc
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

STATUS KEDOKTERAN INDUSTRILaboratorium Klinik RSUM Surya Melati

Disusun oleh:

Satria Candra

2013104010110Asti Pratiwi

2013104010110Ridia Alvi Fitria

201310401011074FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2015STATUS KEDOKTERAN INDUSTRI

I. STATUS UMUM TEMPAT KERJA (FACTORY VISIT)A. Identitas1. Nama Perusahaan

: Laboratorium klinis RSUM Surya Melati2. Alamat

: Jl. 3. Jumlah tenaga kerja

: 3 orangB. Komponen Keselamatan dan Kesehatan Kerja1. Proses Industri/Proses Kerja No.Unit kerjaJenis pemeriksaan dan Bahan bakuAlat kerjaCara KerjaBahan berbahaya

1.Laboratorium klinik Jenis pemeriksaan: Profil lipid Bahan baku:-Reagen Kolesterol FS

-Darah Vena 5 ml

Spektrofotometer

Tabung reaksi

Jarum suntik 3ccPasien berpuasa semalam

Diambil darah sample dgn cara Vein Puncture 5ml (tanpa anti koagulan)

Biarkan hingga terpisah serumnya

Dipisahkan serum dan komponen/sel-sel darah

Diambil serum darah untuk pemeriksaan

Lanjut prosedur kerja

Prosedur kerja,kalibrasi, dan Quality control

Siapkan :

1. Blanko : Reagen (R) + Aquabidest:500l (R) + 5l Aquabidest

2. Kalibrasi : Reagen (R) + Standart (Std) :500l (R)+ 5l (Std)

3. Quality Control : Reagen (R) + Serum control (Sk)500l (R) + 5l (Sk)

4. Masing-masing reagen dicampurkan dengan benar dan diinkubasi pada temperature 20 - 25 C slama 20 menit / temperature 37 C slama 10 menit

5. Baca blanko , standart dan serum control scara berurutan

Bila kalibrasi dan quality control sudah baik (masuk nilai range control), pemeriksaan sample pasien dapat dilakukan. *

Reagen, tabung reaksi, jarum suntik, spesimen darah

. Jenis pemeriksaan: BTA Bahan baku: Sputum

Larutan basic fuchsin

Asam alkohol

Methylen blue

Oil imersi

Ose Kaca preparat

Bunsen

Pipet tetes

Mikroskop

1) Sputum di ambil dengan ose dan dibuat sediaan dengan bentuk sesuai pola dengan ukuran 2 x 3..

2)Buat kuil kuil kecil mengelilingi olesan agar dahak menyebar secara merata.

3) Preparat dikeringkan

4) Letakkan sediaan diatas rak pewarnaan.

5)Genangi seluruh permukaan sediaan dengan carbol fuchsin.

6) Panasi sediaan dengan api bunsen disetiap sediaan sampai keluar uap jangan sampai mendidih.

7) Diamkan 5 menit.

8) Bilas sediaan dengan hati-hati menggunakan air mengalir.

9) Genangi dengan asam alkohol sampai tidak tampak warna merah carbol fuchsin.

10) Genangi permukaan sediaan dengan methylen blue selama 20-30 detik.

11) Bilas sediaan dengan air mengalir.

12) Keringkan sediaan di udara

13) Nyalakan Mikroskop

14) Sediaan diberi oil imersi

15) Baca hasil dengan lensa objecktif 100 x.

Sputum, larutan basic fuschin

3. Jenis pemeriksaan: clotting time Bahan baku: alkohol 70 % Disposable lancet yang steril.

Kertas saring dibentuk bundar.

.Stopwatch.

Bulatan kapas.

1. Membersihkan cuping telinga penderita dengan alkohol 70% tungu sampai kering.

2. Menjepit cuping telinga penderita dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri dengan kuat lalu menusuknya dengan disposable lancet dengan tusukan yang cukup dalam dan segera menghidupkan stpwatch.

3. Menempelkan kertas saring pada daerah yang keluar 30 detik kemudian (usahakan agar kertas saring tidak menempel pada cuping)

4. Mengulangnya setiap 30 detik pada daerah kertas saring yang berbeda mengelilingi lingkaran.

5. Pada saat darah tidak keluar lagi, matikan stopwatch dan catat waktunya.

Lancet steril

2.Jenis pemeriksaan : Urin

Bahan baku :

Urin

Reagen Benedict

Reagen Fehling

Asam acetat 6%

As.Sulfosalicyl 20%

Tabung reaksi

Api spirtusReduksi urin (reagen benedict)

1. masukkan 5 ml R/ Benedict ke dalam tabung reaksi

2. teteskan 5-8 tts sampel urine ke dalam tabung reaksi

3. panaskan hingga mendidih

4. dinginkan ( baca hasilnya

Reduksi urin (reagen fehling)

1. pada tabung reaksi diisi 2 ml fehling A + 2 ml fehling B

2. tambahkan 1 ml urine, panaskan hingga mendidih

3. dinginkan ( baca hasilnya

Protein urine (as. Acetat 6%)

1. siapkan tabung reaksi

2. masukkan urine ke dalam tabung reaksi 2/3 tabung, panaskan sampai mendidih 30 detik (pada lapisan atas urine)

3. tambahkan 3-5 tts nas. Acetat 6%, panaskan sampai mendidih

4. baca hasilnya (semi kuantittatif)

Protein urine (as. Sulfosalicyl 20%)

1. dua tabung reaksi masing-masing diisi dengan 2 ml urine

2. tabung I tambahkan 5-8 tetes lar. As. Sulfosalicyl 20%, lalu dikocok

3. bandingkan isi tabung I dan II (jika tetap jernih, test terhadap protein (-).

4. jika tabung 1 lebih keruh, panaskan diatas api spiritus sampai mendidih, lalu dinginkan dengan air mengalir.

3Jenis pemeriksaan:

Darah lengkap

Bahan baku :

Darah venaTabung reaksi

PZ

Pemeriksaan Darah Lengkap:

LED

1. masukkan lar. PZ pada tabung sebanyak 2,5 ml + darah sampai tanda 100

2. campur, lalu pasang pada rak wertergen

3. tunggu sampai 7 menit

Hitung Leukosit

1. ambil darah sampai tanda 0,5 pada wadah

2. tambahkan lar. Turk

3. kocok 15-30 detik ( buang 3-5 tetes

4. teteskan pada kamar hitung

5. hitung pada 16 kotak kecil

Hitung Eritrosit

1. darah diambil sampai tanda 0,5

2. tambahkan lar. Hayem sampai tanda 101

3. kocok ( buang 3-4 tetes

4. hitung pada 16 kotak kecil

Hemoglobin

1. masukkan HCl 0,1 H 2 ml + darah 20 ml ( kocok selama 10 detik

2. tambahka aquadest sampai warna sama dengan standart.

5.Jenis pemeriksaan:

GDA

Bahan baku :

Darah kapilerAlat pembaca GDA otomatis

Strip test

Lanset

Kapas alkoholPemeriksaan GDA

1. siapkan alat pembaca GDA otomatis

2. masukkan strip test ke dalam alat. Nyalakan alat

3. pastikan kode nomor pada layar alat sama dengan kode nomor pada tempat penyimpanan strip test

4. ambil sampel darah pada ujung jari menggunakan lanset.

5. sentuh dan tahan tetesan darah ke dalam bag. strip test.

6. baca hasil pada layar alat.

6.Jenis pemeriksaan:

Fungsi hati

Bahan baku:

Darah venaPemeriksaan fungsi hati

- pemeriksaan OT (metode continuous Spektrofotometer)1. Siapkan reagen pada suhu kamar

2. Pipetkan ke masing-masing cuvet sbb

3. Campur , ukur absorbent pada saat bersamaan. Jalankan stopwatch , ulangi pembacaan setelah 1,2,3 menit.

4. Baca Abs sampel pada panjang gelombang 340 nm

- pemeriksaan PT (metode continuous Spektrofotometer)1. Siapkan reagen pada suhu kamar

2. Pipetkan ke masing-masing cuvet sbb

3. Campur , ukur absorbent pada saat bersamaan. Jalankan stopwatch , ulangi pembacaan setelah 1,2,3 menit.

4. Baca Abs sampel pada panjang gelombang 340 nm

- bilirubin (metode Diazotized sulfanilic1. Pipetkan ke dalam cuvet

2. 2. Campur dan biarkan 2 menit pada suhu kamar

3. 3. Baca absorbance sampel blanko pada 540nm dengan blanko aquadest

4.4. Baca abs standar dan sampel pada 540 nm dengan blanko reagen blanko

7.Jenis pemeriksaan:

Widal

Bahan baku:

Darah venaSlide kering

Mikropipet

Tabung reaksi

Reagen tydal

Pemeriksaan widal

1. Disiapkan slide yang kering dan bersih dengan 4(empat) lingkaran

2. Dengan mikropipet dimasukkan reagen Tydaldengan volume 40ul ke dalam lingkaran-lingkaran tadi.

3. Selanjutnya dimasukkan serum denag tingkat titer 1/80 degan volume sampel 20ul.

4. Di campur dan di goyang

5. Apabila hasil (+) aglutinasi, dilanjutkan lagi dengan tingkatan titer selanjutnya yaitu 1/160 dan 1/320

6. Di campur dan di goyang.

7. Catat dan laporkan hasil

Catatan: pemeriksaan tidak boleh dilakukan dengan waktu lebih dari 1 menit, karena apabila lebih dapat menimbulkan hasil positif palsu.

8.Jenis pemeriksaan:

PEWARNAAN GIEMSABahan baku:

Darah vena

Objek glas

Mikroskop

Rak pewarnaan

Methanol

Minyak emersi1. Sediaan diletakkan diatas rak pewarnaan

2. Ditetesi methanol selama 5 menit

3. Ditetesi larutan giemsa yang sudah diencerkan selama 20 menit

4. Lalu dibilas dengan air mengalir, dikeringkan

Dibaca pada mikroskop pembesaran lensa objektif 100x dengan minyak emersi

9.Jenis pemeriksaan :

PEWARNAAN WRIGHT

Bahan baku :

Darah venaObjek glass

Rak pewarnaan

Mikroskop

Larutan wright

Buffer wright

Minyak emersi1. Sediaan diletakkan diatas rak pewarnaan

2. Ditetesi larutan wright 20 tetes selama 2 menit

3. Ditetesi buffer wright 20 tetes selama 5-12 menit

4. Dibilas dengan air mengalir kemudian dikeringkan

5. Dibaca pada mikroskop pembesaran lensa objektif 100x dengan minyak emersi

10.Jenis pemeriksaan :

PEWARNAAN ZIEHL NELLSEN

Bahan baku:

Dahak Objek glass

Rak pewarnaan

larutan carbol fuchsin 0,3%api spirtus

HCLalkohol 3%methylen blue 0,3%mikroskopminyak emersi

1. Dibuat sediaan dahak, kemudian diletakkan pada rak pewarnaan, menghadap keatas

2. Sediaan ditetesi larutan carbol fuchsin 0,3% sampai menutupi permukaan sediaan, dipanaskan jangan sampai mendidih dengan nyala spiritus (keluar uap) selama 3-5 menit

3. Dibilas dengan air mengalir pelan

4. Sediaan ditetesi HCLalkohol 3% sampai merah fuchsin hilang

5. Dibilasdengan air mengalir

6. Ditetesi larutan methylen blue 0,3% selama 10-20 detik

7. Dibilas dengan air mengalir pelan-pelan, dikeringkan diudara terbuka

8. Dibaca pada mikroskop pembesaran lensa objektif 100x dengan minyak emersi

11.Jenis pemeriksaan :

Hapusan darah malaria

Bahan baku :

Darah venaObjek glass

Cat giemsa/wright

Mikroskop

1. Disiapkan objek glass

2. Darah kapiler/ darah vena tanpa anti koagulan diteteskan pada objek glass, dibuat hapusan

3. Kemudian dicat giemsa / cat wright

4. Diperiksa pada mikroskop pembesaran lensa objektif 100x dengan minyak emersi

12.Jenis pemeriksaan:

Darah samar pada tinja

Bahan baku:

TinjaTabung reaksi

Larutan garam

Benzidine basa

asam asetat glacial Dibuat imulsi tinja dengan air atau larutan garam kira-kira 10 ml, dipanaskan sampai mendidih

Disaring imulsi tersebut (masih panas) dan dibiarkan filtrat sampai dingin

Dimasukkan benzidine basa sebanyak sepucuk pisau

Ditambah 3 ml asam asetat glasial dikocok sampai benzidine larut dengan meninggalkan beberapa kristal

Ditambah 2 ml filtrat imulsi tinja, dicampur

Ditambah 1 ml larutan hidrogen peroxida 3%, dicampur

Hasil dibaca dalam warna 5 menit ( jangan lebih lama).

INTERPRETASI HASIL :

(-) Negatif

: tidak ada perubahan warna atau warna yang samar samar hijau.

(+) Positif satu: hijau

(+2) Positif dua: biru bercampur hijau

(+3) Positif tiga: biru

(+4) Positif empat: biru tua

13.Jenis Pemeriksaan : ElektrolitBahan baku :

Darah vena

Caretium Electrolyte AnalyzerMenyiapkan 400ml serum, lalu operasikan pada alat Caretium Electrolyte Analyzer dengan menekan sample hingga ada tanda selesai dari mesin dengan bunyi beep, angkat sample segera, dalam 60 detik hasil akan keluar dan di print.

14.Jenis Pemeriksaan: Fungsi Ginjal

Bahan baku :

Darah venaCaretium AnalyzerMenyiapkan serum, lalu operasikan pada alat Caretium Analyzer dengan menekan sample hingga ada tanda selesai dari mesin dengan bunyi beep, angkat sample segera, dalam 60 detik hasil akan keluar dan di print.

2. Lingkungan Kerja No.Unit kerjaLingk. fisikLingk. KimiaLingk. BiologiLingk. SosekbudLingk. Ergonomi

1.Laboratotrium Patologi Klinik

- ruangan ukuran 3x3 meter dengan jumlah alat yang banyak terkesan sempit- pencahayaan ruangan yang kurang menyebabkan resiko terjadinya kecelakaan kerja- bahan allergen dan iritan yang bisa menyebabkan peradangan kulit

- darah, sputum, feces dan lain lain merupakan bahan baku yang resiko melunarkan penyakit resiko melunar

- penggunaan handscoon saat mengambil darah ke pasien jarang digunakan, hal ini menyebabkan terjaninya potensi resiko kecelakaan kerja pembuangan limbah dari laboratorium PK ini sudah sistematis, jadi bahan dan alat yang sdah terpakai di sterlisasi.-lokasi laboratorium dekat dengan UGD

-Posisi kerja yang tidak ergonomis (kursi terlalu tinggi dengan mej ayang terlalu pendek) dengan durasi selama 8 jam.

3. KaryawanNo.Unit kerjaPopulasiLama kerjaStatus KesehatanResiko KesehatanPenanganan Resiko

LP

1.

Laboratorium-3 7 8 jam/hari

Normal-resiko tertular berbagai penyakit seperti HIV dan Hepatitis B, serta TB akibat terusuk jarum suntik saat pengambilan darah dan sampel dahak pasien.

-Dermatitis kontak akibat yang disebabkan bahan iritan (amoniak, dioksan) dan oleh bahan allergen (keton)

- pencahayaan ruangan yang kurang menyebabkan resiko terjadinya kecelakaan kerja-Kecelakaan kerja berupa Low Back Pain karena posisi duduk yang tidak ergonomis.

- pola kerja yang berubah ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan irama tubuh. - menggunakan alat suntik sekali pakai, langsung tutup kembali jarum suntik yang telah di pakai dan

selalu menggunakan APD - pengendalian cahaya di ruang laboratorium seperti penambahan lampu dan tetap menyalakan lampu saat siang hari.

- seluruh karyawan memiliki asuransi tenaga kerja yang ditanggung oleh RS jika terjadi kecelakaan akibat kerja

4. Sistem Manajemen Upaya atau kebijakan pimpinan pada kegiatan K3No.KomponenProblem K3Kebijakan Manajemen

InternalEksternal

1Proses Industri/Kerja Laboratorium klinik

Ketidaklengkapan APD seperti alas kaki tertutup, jas laboratorium dengan kancing belakang, sarung tangan Perawatan dan pemeliharaan alat-alat kurang sistematis Tidak ada emergency shower dan APAR, tidak adanya perlengkapan P3K,tidak ada kabinet keamanan lab

Resiko tertular penyakit dari pasien proses dan alat kerja sesuai dengan K3 yang diterapkan pada PERMENKES/2010

2Lingkungan Kerja Lingkungan fisik

Lingkungan kimia

Lingkungan biologi

Lingkungan sosekbud

Lingkungan ergonomi -Tata ruang yang belum tersusun rapi dan kurang memadai

- ukuran ruangan tidak sesuai standar Tidak ada sekat antara bahan dan alat yang mudah terbakar -Bahan baku yang menyebabkan peradangan kulit seperti reagen Bahan baku yang menyebabkan resiko penyakit menular seperti darah dan sputum

-Higienitas pengambilan sampel- Posisi kerja yang tidak ergonomis dan terlalu padat, luas ruangan yang tidak memenuhi standar.

-laborat dekat dengan kamar pasien- Persyaratan bangunan harus sesuai dengan permenkes Bahan bahan kimia yang mudah terbakar harus dipisahkan, bahan bahan yang iritasi dan mudah menular harus menggunakan APD yang sesuai standar Ruangan seharusnya memiliki jarak yang cukup dengan kamar pasien agar sample tidak terkontaminasi Kursi dan alat kerja yang lain harus sesuai standar sehingga tidak mengganggu ke efektifan bekerja

3Karyawan-Resiko terjadi peradangan saat proses kerja- resiko infeksi penyakit menular

-Resiko nyeri punggung lowback pain-Resiko luka bakar Pembagian shift jaga sudah bagus namun kurang variatif sehingga bisa membosankanPromotif

Memberi penyuluhan dan pelatihan kepada pekerja terhadap alat pelindung diriPreventif

Keharusan penggunaan alat pelindung diri yang sesuai dengan standar, take care terhadap keamanan diri sendiriKuratif

Memberi pengobatan secara menyeluruh sesuai hasil pemeriksaan kesehatan akibat kecelakaan kerja

Rehabilitasi

Rehabilitasi dini secara tepat untuk memperbaiki kualitas hidup pekerja.

5. Regulasi/Undang-Undang

Daerah:

Undang undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Kediri

Nasional:Laboratorium Kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 364/MENKES/SK/III/2003 adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia dan yang bukan berasal dari manusia, untuk menentukan jenis penyakit, kondisi kesehatan dan faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan perorangan dan masyarakat. Jenis laboratorium kesehatan berdasarkan pelayanan terdiri dari laboratorium klinik dan laboratorium kesehatan masyarakat.2Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 411/MENKES/PER/III/2010. tentang Laboratiorium Klinik dijelaskan bahwa Laboratiorium Klinik adalah laborstorium kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan specimen klinik untuk mendapat informasi tentang kesehatan perorangan terutama untuk menunjag upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.1Laboratorium klinik berdasarkan jenis pelayanannya dibagi menjadi 2 yaitu laboratorium klinik umum dan laboratorium klinik khusus. Laboratorium klinik umum merupakan laboratorium yang melaksanakan pelayanan spesimen klinik dibidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, dan imunologi klinik. Sedangkan laboratorium klinik khusus adalah laboratorium yang melaksanakan pemeriksaan spesimen klinik pada 1 bidang pemeriksaan khusus dengan pemeriksaan tertentu. Laboratorium klinik umum dibagi berdasarkan laboratorium klinik pratama, madya dan utama. Sedangkan laboratorium klinik khusus dibagi antara lain mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, dan patologi anatami. 1Laboratorium klinik dapat dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, maupun swasta. Laboratorium klinik ini mempunyai kewajiban yaitu melaksanakan pemantapan mutu baik ekternal dan internal, melakukan akreditasi laboratorium yang dilaksanakan oleh Komite Akreditasi Laboratorium Kesehatan (KALK) tiap 5 tahun sekali, menyelenggarakan upaya keamanan dan keselamatan laboratorium, memperhatikan fungsi sosial dan membantu program pemerintah di pelayanan kesehatan dalam masyarakat, dan berperan aktif dalam asosiasi laboratorium kesehatan. Labratorium klinik hanya dapat melaksanakan pemeriksaan spesimen klinik atas permintaan tertulis dari fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, dokter, dokter gigi, bidan untuk pemeriksaan kehamilan , ataupun instansi pemerintah untuk kepentingan penegakan hukum.1Setiap Laboratorium klinik harus memenuhi standar, untuk memenuhi standar ini maka perlu dilakukan akreditasi setiap 5 tahun sekali. Standar ini sangat penting untuk keamanan dan keselamatan pekerja laboratorium, dan satatus akreditasi ini sebagai simbol kepercayaan pemerintah terhadap laboratorium klinik tersebut. Keselamatan dan kesehatan pekerja perlu diperhatikan seperti pembinaan tentang APD seperti sarung`tangan, masker, jas alas kaki, wastafel dengan air mengalir dan lain lain.II. OCCUPATIONAL DIAGNOSIS (DIAGNOSIS KESEHATAN KERJA)1. Penyakit menular seperti : HIV, hepatitis, TB2. Dermatitis kontak alergi dan iritan3. Low Back PainIII. PEMBAHASAN1.1 Laboratorium Klinik

Laboratorium Kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 364/MENKES/SK/III/2003 adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia dan yang bukan berasal dari manusia, untuk menentukan jenis penyakit, kondisi kesehatan dan faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan perorangan dan masyarakat. Jenis laboratorium kesehatan berdasarkan pelayanan terdiri dari laboratorium klinik dan laboratorium kesehatan masyarakat.2Laboratorium klinik adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan dibidang Hematologi, Kimia Klinik, Mikribiologi Klinik, Parasitologi Klinik, Imunologi Klinik, Patologi Anatomi, Urinologi, dan lain-lain. Berkaitan dengan kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan.10

Kualitas pelayanan kesehatan khususnya di laboratorium sangat dipengaruhi oleh petugas kesehatan laboratorium itu sendiri. Di samping itu petugas kesehatan khususnya petugas laboratorium selain dapat memberikan pelayanan yang baik dan bermutu, dalam menjalankan tugas atau pekerjaannya melayani pasien dituntut untuk dapat melindungi diri dari bahaya-bahaya potensial resiko terpajan dan terinfeksi (tertular) dari pasien dan dari tempat kerja.11

Petugas kesehatan laboratorium yang menjaga mutu dan mendukung pelayanan yang berkualitas khususnya pelayanan di laboratorium sederhana guna mempermudah petugas laboratorium tentang pemahaman dan cara pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan-pemeriksaan sederhana sesuai dengan kebutuhan dan kondisi laboratotium saat ini, maka dari itu petugas laboratorium memerlukan suatu pedoman atau petunjuk pemeriksaan laboratorium yang disebut dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) laboratorium atau standar kesehatan dan keselamatan kerja di Puskesmas.13

Standar Operasional Prosedur (SOP) laboratorium adalah suatu pedoman tertulis, suatu patokan pencapaian tingkat, suatu pernyataan tertulis tentang harapan yang yang spesifik atau sebagai model untuk ditiru yang dibakukan. Standar Operasional Prosedur (SOP) meliputi peraturan-peraturan dalam mengaplikasi proses-proses dan hasilnya sesuai dengan ketentuan yang diharapkan. Selain itu standar operasional prosedur juga dapat memudahkan petugas laboratorium dalam melaksanakan tugasnya dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan bermutu.9

1.2 Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Laboratorium KlinikKesehatan dan keselamatan kerjaialah memberikan upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat dan agar setiap sumber produksi perlu dipakai dan digunakan secara aman dan efisien.3Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.4Bekerja dalam laboratorum klinik mempunyai resiko terkena bahan kimia maupun bahan yang bersifat infeksius. Sehingga dapat beresiko terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja. Kecelekaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat. Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :

a.Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien.

b.Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium itu sendiri.

Adapun faktor-faktor yang mempegaruhi terjadinya kecelakan keja yaitu :

a. Faktor Manusia

Kelalaian manusia yang kurang memperhatikan aspek keselamatan kerja sehingga dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Kelalaian manusia juga dapat terjadi karena belum memahami panduan keselamatan kerja dengan benar. Perilaku baik akan terbawa setiap saat jika telah menjadi kebiasaan dalam kehidupan seseorang. Begitu pula budaya keselamatan kerja akan terbangun apabila selalu ada pembiasaan dalam setiap aktivitas di laboratorium.

b. Bahan Kimia

Penanganan bahan kimia yang tidak sesuai menjadi salah satu faktor terjadinya kecelakaan kerja. Penyimpanan bahan kimia harus mempertimbangkan kualifikasi dan sifat bahan. Bahan kimia tidak harus disimpan sesuai dengan urutan abjad. Penyimpanan bahan cair dan padat harus terpisah dan harus disesuaikan dengan sifatnya. Tempat penyimpanan harus diberi label bahan kimia minimal menyertakan nama, konsentrasi, dan tanggal pembuatan jika bahan kimia yang tidak mempunyai label harus disingkirkan dan tidak diperbolehkan untuk digunakan, jika perlu ditelusur identitasnya.

Mereaksikan bahan kimia harus sesuai dengan prosedur kerja dengan memperhatikan sifat bahan kimia yang digunakan. Sebelum mereaksikan atau mencampurkan bahan kimia, paling tidak jumlah yang digunakan telah diketahui dengan pasti dan tersedia petunjuk teknik mereaksikan atau pencampurannya. Mengenal sifat bahan kimia menjadi suatu keharusan sebelum berinteraksi dengan bahan kimia.

Pemindahan atau pengambilan bahan kimia dilakukan sesuai dengan prosedur yang benar. Penanganan tumpahan atau percikan bahan kimia perlu diketahui sebelum bekerja di laboratorium. Tumpahan atau percikan bahan yang mengenai meja atau lantai perlu ditangani secara tepat. Apabila mengenai kulit atau mata harus mengetahui tindakan atau pertolongan pertama yang dapat dilakukan.

c. Alat Dan Instrumentasi

Penggunaan alat-alat gelas laboratorium yang tidak sesuai dengan fungsi dan cara pemakaian yang benar dapat menimbulkan resiko kecelakaan kerja.

d. Sarana Dan Prasarana Penunjang

Saluran air bersih di laboratorium harus tersedia dengan baik untuk keperluan kebersihan, penanganan kecelakaan, sebagai pendingin proses distilasi, ekstraksi, atau refluks serta berbagai keperluan lainnya. Saluran listrik yang digunakan selalu diperiksa secara rutin dan harus dilengkapi pengontrol otomatis apabila terjadi hubungan arus pendek

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) laboratorium merupakan bagian dari pengelolaan laboratorium secara keseluruhan. Laboratorium melakukan berbagai tindakan dan kegiatan terutama berhubungan dengan spesimen yang berasal dari manusia maupun bukan manusia. Bagi petugas laboratorium yang selalu kontak dengan spesimen, maka berpotensi terinfeksi kuman patogen. Potensi infeksi juga dapat terjadi dari petugas ke petugas lainnya, atau keluarganya dan ke masyarakat. Untuk mengurangi bahaya yang terjadi, perlu adanya kebijakan yang ketat. Petugas harus memahami keamanan laboratorium dan tingkatannya, mempunyai sikap dan kemampuan untuk melakukan pengamanan sehubungan dengan pekerjaannya sesuai SOP, serta mengontrol bahan/spesimen secara baik menurut praktik laboratorium yang benar.15

1. Petugas/Tim K3 Laboratorium

Pengamanan kerja di laboratorium pada dasarnya menjadi tanggung jawab setiap petugas terutama yang berhubungan langsung dengan proses pengambilan spesimen, bahan, reagen pemeriksaan. Untuk mengkoordinasikan, menginformasikan, memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan keamanan laboratorium, terutama untuk laboratorium yang melakukan berbagai jenis pelayanan dan kegiatan pada satu sarana, diperlukan suatu Tim fungsional keamanan laboratorium.Kepala laboratorium adalah penanggung jawab tertinggi dalam pelaksanaan K3 laboratorium. Dalam pelaksanaannya kepala laboratorium dapat menunjuk seorang petugas atau membentuk tim K3 laboratorium. Petugas atau tim K3 laboratorium mempunyai kewajiban merencanakan dan memantau pelaksanaan K3 yang telah dilakukan oleh setiap petugas laboratorium, mencakup 11:

a. Melakukan pemeriksaan dan pengarahan secara berkala terhadap metode/prosedur dan pelaksanaannya, bahan habis pakai dan peralatan kerja, termasuk untuk kegiatan penelitian.

b. Memastikan semua petugas laboratorium memahami dan dapat menghindari bahaya infeksi.

c. Melakukan penyelidikan semua kecelakaan di dalam laboratorium yang memungkinkan terjadinya pelepasan/kebocoran/penyebaran bahan infektif.

d. Melakukan pengawasan dan memastikan semua tindakan dekontaminasi yang telah dilakukan jika ada tumpahan/percikan bahan infektif.

e. Memastikan bahwa tindakan disinfeksi telah dilakukan terhadap peralatan laboratorium yang akan diservis atau diperbaiki.

f. Menyediakan kepustakaan/rujukan K3 yang sesuai dan informasi untuk petugas laboratorium tentang perubahan prosedur, metode, petunjuk teknis dan pengenalan pada alat yang baru.

g. Menyusun jadwal kegiatan pemeliharaan kesehatan bagi petugas laboratorium.

h. Memantau petugas laboratorium yang sakit atau absen yang mungkin berhubungan dengan pekerjaan di laboratorium dan melaporkannya pada pimpinan laboratorium.

i. Memastikan bahwa bahan bekas pakai dan limbah infektif dibuang secara aman setelah melalui proses dekontaminasi sebelumnya.

j. Mengembangkan sistem pencatatan, yaitu tanda terima, pencatatan perjalanan dan pembuangan bahan patogenik serta mengembangkan prosedur untuk pemberitahuan kepada petugas laboratorium tentang adanya bahan infektif yang baru di dalam laboratorium.

k. Memberitahu kepala laboratorium mengenai adanya mikroorganisme yang harus dilaporkan kepada pejabat kesehatan setempat ataupun nasional dan badan tertentu.

l. Membuat sistem panggil untuk keadaan darurat yang timbul diluar jam kerja.

m. Membuat rencana dan melaksanakan pelatihan K3 laboratorium bagi seluruh petugas laboratorium.

n. Mencatat secara rinci setiap kecelakaan kerja yang terjadi di laboratorium dan melaporkannya kepada kepala laboratorium.

2. Kesehatan Petugas Laboratorium

Pada setiap calon petugas laboratorium harus dilakukan pemeriksaan kesehatan lengkap termasuk foto toraks. Keadaan kesehatan petugas laboratorium harus memenuhi standar kesehatan yang telah ditentukan di laboratorium. Untuk menjamin kesehatan para petugas laboratorium harus dilakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Pemeriksaan foto toraks setiap tahun bagi petugas yang bekerja dengan bahan yang diduga mengandung bakteri tuberkulosis, sedangkan bagi petugas lainnya, foto toraks dilakukan setiap 3 tahun. b. Setiap laboratorium harus mempunyai program imunisasi. Vaksinasi yang diberikan:

- Vaksinasi Hepatitis B untuk semua petugas laboratorium.

- Vaksinasi Rubella untuk petugas wanita usia reproduksi.

- Pada wanita hamil dilarang bekerja dengan TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes virus).

c. Perlindungan terhadap sinar Ultra VioletPetugas laboratorium yang bekerja dengan sinar ultra violet harus menggunakan pakaian pelindung khusus dan alat pelindung mata. d. Pemantauan kesehatanKesehatan setiap petugas laboratorium harus selalu dipantau, untuk itu setiap petugas harus mempunyai kartu kesehatan yang selalu dibawa setiap saat dan diperlihatkan kepada dokter bila petugas tersebut sakit. Minimal setiap tahun dilaksanakan pemeriksaan kesehatan rutin termasuk pemeriksaan laboratorium. Bila petugas laboratorium sakit lebih dari 3 hari tanpa keterangan yang jelas tentang penyakitnya, maka petugas yang bertanggung jawab terhadap K3 laboratorium harus melapor pada kepala laboratorium tentang kemungkinan terjadinya pajanan yang diperoleh dari laboratorium dan menyelidikinya.123. Sarana dan prasarana K3 laboratorium umum yang perlu disiapkan di laboratorium adalah:

a. Jas laboratorium sesuai standar.

b. Sarung tangan.

c. Masker.

d. Alas kaki/sepatu tertutup.

e. Wastafel yang dilengkapi dengan sabun (skin disinfectant) dan air mengalir.

f. Lemari asam (fume hood), dilengkapi dengan exhaust ventilation system.

g. Pipetting aid, rubber bulb.

h. Kontainer khusus untuk insenerasi jarum, lanset.

i. Pemancur air (emergency shower)

j. Kabinet keamanan biologis kelas I atau II atau III (tergantung dari jenis mikroorganisme yang ditangani dan diperiksa di laboratorium). Kelompok mikroorganisme yang memerlukan pengamanan secara lengkap dapat dilihat pada Pedoman Keamanan Laboratorium Mikrobiologi dan Biomedis yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. Sarana dan prasarana K3 laboratorium pada pemeriksaan khusus (Avian Influenza) seperti pada laboratorium pada umumnya dengan ditambahkan masker N-95, kacamata goggle, tutup kepala plastik dan biosafety laboratorylevel III.16

4. Pengamanan pada keadaan darurat14a. Sistem tanda bahaya.

b Sistem evakuasi.

c. Perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).

d. Alat komunikasi darurat baik di dalam atau ke luar laboratorium

e. Sistem informasi darurat.

f. Pelatihan khusus berkala tentang penanganan keadaan darurat

g. Alat pemadam kebakaran, masker, pasir dan sumber air terletak pada lokasi yang mudah dicapai.

h. Alat seperti kampak, palu, obeng, tangga dan tali.

i. Nomor telepon ambulan, pemadam kebakaran dan polisi di setiap ruang laboratorium.5. Memperhatikan tindakan pencegahan terhadap hal-hal sebagai berikut:

a. Mencegah penyebaran bahan infeksi, misalnya:

Menggunakan peralatan standar. Misal lingkaran sengkelit ose harus jenuh dan panjang tangkai maksimum 6 cm. Tidak melakukan tes katalase diatas gelas obyek. Sebaiknya gunakan tabung atau gelas obyek yang memakai penutup. Cara lain adalah dengan menyentuhkan permukaan koloni mikroorganisme dengan tabung kapiler hematokrit yang berisi hidrogen peroksida. Menempatkan sisa spesimen dan media biakan yang akan disterilisasi dalam wadah yang tahan bocor. Melakukan dekontaminasi permukaan meja kerja dengan disinfektan yang sesuai setiap kali habis bekerja.

b. Mencegah bahan infeksi tertelan atau terkena kulit serta mata. Selama bekerja, partikel dan droplet (diameter > 5 m) akan terlepas ke udara dan menempel pada permukaan meja serta tangan petugas laboratorium, untuk itu dianjurkan untuk mengikuti hal-hal di bawah ini:

Mencuci tangan dengan sabun/disinfektan sebelum dan sesudah bekerja. Jangan menyentuh mulut dan mata selama bekerja Tidak makan, minum, merokok, mengunyah permen atau menyimpan makanan/ minuman dalam laboratorium Tidak memakai kosmetik ketika berada dalam laboratorium Menggunakan alat pelindung mata/muka jika terdapat risiko percikan bahan infeksi saat bekerja

c. Mencegah infeksi melalui tusukan Jarum suntik, pipet Pasteur kaca dan pecahan kaca obyek dapat menyebabkan luka tusuk. Untuk itu dapat dihindari dengan bekerja dengan hati-hati dan memilih pipet pasteur yang terbuat dari plastik.

d. Menggunakan pipet dan alat bantu pipet

Tidak memipet dengan mulut, tetapi gunakan alat bantu pipet Tidak meniupkan udara maupun mencampur bahan terinfeksi dengan cara menghisap dan meniup cairan lewat pipet Tidak keluarkan cairan dari dalam pipet secara paksa Disinfeksi segera meja kerja yang terkena tetesan cairan/bahan infeksi dari pipet dengan kapas yang dibasahi disinfektan. Kapas di otoklaf setelah selesai digunakan. Gunakan pipet ukur karena cairan tidak perlu dikeluarkan sampai tetes terakhir Rendam pipet habis pakai dalam wadah berisi disinfektan. Biarkan selama 18-24 jam sebelum disterilisasi Tidak menggunakan semprit dengan atau tanpa jarum suntik untuk memipet.

e. Menggunakan sentrifus/alat pemusing

Lakukan sentrifugasi sesuai instruksi pabrik. Sentrifus harus diletakkan pada ketinggian tertentu sehingga petugas laboratorium dapat melihat ke dalam alat dan menempatkan tabung sentrifus dengan mudah. Periksa rotor sentrifus dan selonsong (bucket) sebelum dipakai atau secara berkala untuk melihat tanda korosi dan keretakan. Selongsong berisi tabung sentrifus harus seimbang Gunakan air untuk menyeimbangkan selongsong. Jangan gunakan larutan NaCI atau hipoklorit karena bersifat korosif. Setelah dipakai, simpan selongsong dalam posisi terbalik agar cairan penyeimbang dapat mengalir keluar. Melakukan sentrifugasi dengan cara yang benar yaitu tabung harus tertutup rapat dan selongsong yang terkunci, untuk melindungi petugas laboratorium terhadap aerosol dan sebaran partikel dari mikroorganisme. Pastikan sentrifuse tertutup selama dijalankan.

f. Menggunakan alat homogenisasi, alat pengguncang dan alat sonikasi

Tidak menggunakan alat homogenisasi yang dipakai dalam rumah tangga, karena dapat bocor dan menimbulkan aerosol. Gunakan blender khusus untuk laboratorium Mangkuk, botol dan tutupnya harus dalam keadaan baik dan tidak cacat. Tutup botol harus pas. Aerosol yang mengandung bahan infeksi dapat keluar dari celah antara tutup dan tabung alat homogenisasi, alat pengguncang (shaker) dan alat sonikasi. Dapat dicegah dengan menggunakan tabung yang terbuat dari politetrafluoretilen (PTFE), karena tabung dari gelas dapat pecah. Gunakan alat pelindung telinga saat melakukan sonikasi.

g. Menggunakan lemari pendingin dan lemari pembeku

Membersihkan lemari pendingin (refrigerator), lemari pembeku (freezer) dan tabung es kering (dry-Ice), melakukan defrost secara teratur Membuang ampul, tabung, botol dan wadah lain yang pecah. Menggunakan alat pelindung muka dan sarung tangan karet tebal saat bekerja. Setelah dibersihkan, permukaan dalam lemari pendingin dan lemari pembeku harus didisinfeksi dengan disinfektan yang tidak korosif Memberi label wadah yang berisi nama bahan, tanggal disimpan dan nama orang yang menyimpan. Wadah yang tidak berlabel dan bahan yang sudah kadaluwarsa harus dimusnahkan. Tidak menyimpan cairan yang mudah terbakar.

h. Membuka ampul berisi bahan infeksi yang diliofilisasi

Ampul berisi bahan infeksi yang disimpan dalam bentuk liofilisat harus dibuka dengan hati-hati. Bahan di dalam ampul berada dalam tekanan yang rendah, sehingga bila ampul dibuka dengan tiba-tiba, maka sebagian isinya dapat menyebar ke udara.Ampul harus selalu dibuka dalam kabinet keamanan biologis. Dianjurkan untuk mengikuti petunjuk di bawah ini saat membuka ampul:

1) Dekontaminasi permukaan luar ampul.

2) Beri tanda pada bagian ampul dekat sumbat kapas atau selulose.

3) Pegang ampul dalam keadaaan terbungkus kapas.

4) Lepaskan bagian atas ampul dengan perlahan dan perlakukan sebagai bahan yang terkontaminasi.

5) Jika sumbat masih ada di atas bahan, lepaskan dengan forsep steril.

6) Tambahkan cairan perlahan-lahan untuk melarutkan kembali bahan dalam ampul dan mencegah timbulnya busa/gelembung cairan.15 1.3 Penyakit Akibat Kerja Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan factor manusia juga (WHO).

Penyakit akibat kerja di laboratorium kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien); factor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptic pada kulit, zat kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati; factor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan di kamar penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dll.)

1. Faktor BiologisLingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus.

Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di RS mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen, debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi. Pencegahannya sebagai berikut : Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan desinfeksi. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi. Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good Laboratory Practice) Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar. Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan spesimen secara benar Pengelolaan limbah infeksius dengan benar Kebersihan diri dari petugas.

2. Faktor Kimia

Petugas di laboratorium kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negative terhadap kesehatan. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, trhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar. Pencegahan :

Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas laboratorium. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium) dengan benar. Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa. Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.

3. Faktor ErgonomiErgonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara popular kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).4. Faktor FisikFaktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi:

Kebisingan, getaran akibat mesin dapat menyebabkan stress dan ketulian Pencahayaan yang kurang di ruang kamar pemeriksaan, laboratorium, ruang perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja. Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.Pencegahan :

Pengendalian cahaya di ruang laboratorium. Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai. Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.5. Faktor Psikososial

Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat menyebabkan stress : Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan

Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.

Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja.

Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sector formal ataupun informalIV. INTERVENSI Terapan 5 (lima) strategi penatalaksanaan gangguan kesehatan akibat kerja antara lain :

1. Proses KerjaKetidaklengkapan APD seperti alas kaki yang tertutup, jas laboratorium dengan kancing belakang, sarung tangan. Perawatan dan pemeliharaan alat-alat kurang sistematis. Tidak ada emergency shower dan APAR, tidak adanya perlengkapan P3K,tidak ada kabinet keamanan lab. Dimana dalam hal ini maka kepala laboratorium melaporkan pada pihak rumah sakit untuk memecahkan masalah internal yang dibutuhkan oleh laboratorium. Selain itu diharapkan para petugas laboratoriumlebih memperhatikan hal keamanan dan keselamatan diri saat bertugas dengan mematuhi peraturan yang ada dengan menggunakan sarana dan prasarana K3 laboratorium umum yang sudah disiapkan di laboratorium seperti :Jas laboratorium sesuai standar.

b. Sarung tangan.

c. Masker.

d. Alas kaki/sepatu tertutup.

e. Wastafel yang dilengkapi dengan sabun (skin disinfectant) dan air mengalir.

f. Lemari asam (fume hood), dilengkapi dengan exhaust ventilation system.

g. Pipetting aid, rubber bulb.

h. Kontainer khusus untuk insenerasi jarum, lanset.i. Pemancur air (emergency shower)2. Lingkungan KerjaTata ruang yang belum tersusun rapi dan kurang memadai, ukuran ruangan tidak sesuai standar, seharusnya laboratorium dibangun sesuai dengan persyaratan bangunan yang telah diatur pada permenkes.

Tidak ada sekat antara bahan dan alat yang mudah terbakar, bahan baku yang menyebabkan peradangan kulit seperti reagen, bahan baku yang menyebabkan resiko penyakit menular seperti darah dan sputum. Spesimen tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan petugas laboratorium terutama bila petugas laboratorium tidak memakai alat pelindung diri yang sesuai dengan peraturan. Sehingga diharapkan bahan-bahan kimia yang mudah terbakar harus dipisahkan dalam hal ini juga berkaitan dengan luas ruangan dan tat ruangan laboratorium yang harus sesuai standar, selanjutnya bahan-bahan yang mudah menyebabkan iritasi dan mudah menular harus menggunakan alat pelindung diri yang sesuai standar juga.

Pada hal ini higienitas pengambilan sampel harus sangat diperhatikan, karena sample sangat mempengaruhi hasil, diharapkan pemngambilan sample terlindung dari kontaminasi lingkungan sekitar laboratorium sehingga menunjukkan hasil yang lebih signifikan.

Posisi kerja pada laboratorium ini kurang ergonomis dan terlalu padat, luas ruangan yang tidak memenuhi standar sehingga kembali lagi bahwa tata ruangan dan luas ruangan harus lebih diperhatikan lagi.3. Kondisi KaryawanKondisi karyawan dengan durasi kerja yang terlalu lama ( sampai dengan 11 jam) tidak sesuai dengan durasi jaga yaitu 8 jam. Hal ini akan menyebabkan gangguan pada keefektifan kerja dimana berdasarkan penelitian kerja akan efektif apabila durasinya dibawah 8 jam. Durasi yang lama juga akan menyebabkan adanya gangguan seperti low back pain karena duduk yang terlalu lama apalagi posisi duduk tidak ergonomis, posisi duduk yang tidak ergonomis ditambah dengan ruasi waktu yang lama akan meningkatkan resiko terjadinya low back pain. Disini startegi penatalaksanaannya adalah dengan meperbaiki durasi jaga dengan mengurangi waktu sesuai jadwal jaitu 8 jam.

Karyawan sangat berisiko tertular penyakit menular akibat jarum suntik yang tidak steril, bahan baku seperti darah dan sputum. Karyawan juga sangat berisiko terkena dermatitis kontak akibat kerja seperti dermatitis kontak alergi dan iritan, hal ini didapatkan karena kontaminasi dengan berbagi reagen bahan kimia ketika melakukan pemeriksaan. Adapun strategi penatalaksanaannya yaitu dengan menggunakan APD (alat pelindung diri) sesuai dengan standar permenkes tahun 2010 tentang lab klinis, selalu mengingatkan untuk cuci tangan dengan 5 langkah menggunakan hand wash dan sabun, dimana wastafel khusus laboratorium belum tersedia sehingga perlu mengusulkan dibuatkan wastafel, terus juga perlu disediakan kotak P3K di tempat laboratorium mengingat resiko terjadinya kecelakaan akibat kerja tinggi. Perlunya juga diberikan jaminan asuransi untuk karwyawan hal ini juga berhubungan dengan resiko akibat kecekaan kerja yang tinggi di laboratorium.

4. Kebijakan ManajemenDalam proses industri terdapat banyak kekurangan yang bisa bersifat fatal seperti D seperti alas kaki tertutup, jas laboratorium dengan kancing belakang, sarung tangan. Perawatan dan pemeliharaan alat-alat kurang sistematis, Tidak ada emergency shower dan APAR, tidak adanya perlengkapan P3K,tidak ada kabinet keamanan lab. Ketidaklengkapan dan ketidak strandart an ini akan menyebakan resiko terjadinya kecelakaan kerja. Adapun strategi penatalaksanaan dalam proses industri ini adalah dengan melengkapi APD dan alat alat yang lain sesuai standar permenkes tahun 2010. Pemeliharaan alat juga perlu terjadwal agar mudah mengingat dimana peeliharaan alat ini berpengaruh terhadap kejeliaan alat dalam meeriksa dimana akjan berkurang tingkat sensitifitas kejelian apabila perawatannya kurang. Perawatan yang baik dan rutin juga akan meningkatkan usia dari alat tersebut. Perlu juga diberikan sekat anrtar alat dan berbagai pemeriksaan sehingga terjadinya kecelakaan kerja bisa diminimalisir.

Dalam lingkungan kerja juga ada bebrapa kekurangan seperti Tata ruang yang belum tersusun rapi dan kurang memadai, ukuran ruangan tidak sesuai standar, Tidak ada sekat antara bahan dan alat yang mudah terbakar. Bahan baku yang menyebabkan peradangan kulit seperti reagen . Posisi kerja yang tidak ergonomis dan terlalu padat, luas ruangan yang tidak memenuhi standar. Adapun strategi penatalaksanaan adallah dengan memgatur ulang ruangan sesuai standar permenkes tahun 2010 tentang laboratorium klinik. Harus diberi sekat tiap jenis alat yang beriisiko menyebabkan kecelakaan kerja. Serta menempatkan dan memisahkan reagen dan bahan yang lain yang berbahaya sehingga resiko kontak dengan kulit laboran minimal

Masalah dalam karyawan yaitu Resiko terjadi peradangan saat proses kerja, resiko infeksi penyakit menular, Resiko nyeri punggung lowback pain Resiko luka bakar. Adapun strategi penatalaksanaan dalam masalah ini yaitu membekali laboran/ pekerja dengan APD yang standar, kemudian mengganti kursi yang ada dengan kursi yang lebih ergonomis sehingga mencegah atau mengurangi resiko terjadinya lowbackpain. 5. Regulasi yang BerlakuRegulasi yang dipakai spesifik tentang laoratorium klinik disini adalah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 411/MENKES/PER/98/2010. Dalam regulasi disini laboratorium klinik RSM Siti Khodijah ini merupakan laboratorium klinik tipe pratama, perijinan sudah lengkap dan sesuai, namun masih banyak yang tidak memenuhi standar seperti tempat, APD, dan fasilitas yang kurang memadai. Adapun staregi penatalkaksaan Dalam regulasi ini yaitu dengan mengusulkan untuk ditinjau kembali kelengkapan alat, fasilitas, dan alat kebutuhan serta keamanan dan keselamatan kerja sesuai stndar permenkes tentang laboratorium tahun 2010 karena hal ini berpengaruh terhadap mutu pelayanan, kesehatan dan keselamatan kerja, serta berpengaruh terhadap akreditasi laboratorium tersebut dan akreditasi rumah sakit yang bersangkutan.DAFTAR PUSTAKA1. Daily a, 2005. Dermatitis kontak alergi dan alergi. Pedoman penanganan dermatitis. FK Universitas lampung2. Lestari F dan Utomo HS, 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja Di Pt Inti Pantja Press Industri. Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat,Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia3. Suryani F, 2011. Faktor Fkator yang mempengaruhi Dermatitis kontak Pada Pekerja. Fakultas Kedokteran dan Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta4. Sulistyaningrum, Widaty W, Triestianawati, 2011. Dermatitis Kontak Iritan Dan Alergik Pada Geriatri. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Indonesia/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo5. Fathoni H , Handoyo , Swasti KS., 2009. Hubungan Sikap Dan Posisi Kerja Dengan Low Back Pain Pada Perawat Di Rsud Purbalingga. Jurusan Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto6. Samara D, Basuki B, Jannis J.2005. Duduk statis sebagai faktor risiko terjadinya nyeri punggung bawah pada pekerja perempuan. Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia7. Ritianingsih, 2009 . Pencegahan Low Back Pain Dan Coping Dengan Nyeri Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia8. Kushartanti W dan Satyagraha A, 2012. Penyusunan Standard Diagnosis Dan Terapi Fisik Untuk Ischialgia Dan Low Back Pain Di Klinik Terapi Fisik Fik-Uny. Bagian Rehab Medik, Universitas Gajah mada9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2013

10. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.364/MENKES/SK/III/2003

11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 411/MENKES/PER/III/2010 tentang Laboratorium Klinik.

12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 835/Menkes/SK/IX/2009 tentang Pedoman Keselamatan dan Keamanan Laboratorium Mikrobiologik dan Imunologik.

13. Depkes, R.I. 2002. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Laboratorium Kesehatan, Jakarta.

14. Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No. 432/Menkes/SK/IV/2007, Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit,Jakarta.

15. Peraturan Pemerintah RI No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

16. Perwitasari, D, Anwar, A. 2006. Tingkat Risiko Pemakaian Alat Pelindung Diri dan Higiene Petugas di Laboratorium Klinik RSUPN Ciptomangunkusumo Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol.5, No.1, April 2006 : 380-384.

17. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2011 Tentang Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas Kesehatan.

18. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor43 Tahun 2013 Tentang Cara Penyelenggaraan Laboratorium Klinik Yang Baik Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Menteri Kesehatan Republik Indonesia

19. Permenkes/ No. 298 / tahun 2008 / Tentang Pedoman Akreditasi Laboratorium kesehatan

20. Permenkes / No. 411 / Tahun 2010 / Tentang Laboratorium Klinik

LAMPIRAN31