Consensus Planning di Indonesia PL5101 Penataan Pedagang Kaki
Lima di Kota Solo Dengan Menggunakan Pendekatan Consensus
Planning1.1 Consensus Planning Consensus Planning adalah
perencanaan yang dalam pengambilan keputusannya diambil melalui
komunikasi untuk memperoleh kesepakatan. Ciri utama dari
perencanaan konsensus adalah setiap produk perencanaan dibuat dari
pendapat. Implikasi dari penekanan pada pendapat ini adalah bahwa
pilihan dalam pengambilan keputusan yang didasarkan pada komunikasi
rasional. Dalam rangka untuk mencapai kesepakatan, pelaku
berpartisipasi dalam proses interaksi dan dialog (Johan Woltjer,
2000 dalam Moch Yusuf, 2010). Hasil ideal seperti proses
partisipasi dalam komunikasi adalah sebuah konsensus berdasarkan
rasionalitas komunikatif (De Jong, 1986). Terdapat 3 padangan dalam
perencanaan konsensus yaitu : 1. Perencanaan konsensus sebagai
proses kolaborasi dan pembelajaran; 2. Perencanaan konsensus
sebagai proses perundingan dan negosiasi; 3. Perencanaan konsensus
berdasarkan pada kondisi dan kepercayaan/bujukan.
Gambar 1.1 3 Pandangan Perencanaan Konsensus
Sumber : (Johan Woltjer, 2000 dalam Agustiah Wulandari dan Dine
Fitrianti, 2011)
Babang Sugandhi - 25411016
Consensus Planning di Indonesia PL51011. Perencanaan konsensus
sebagai proses kolaborasi dan pembelajaran (Schein, 1971, 1983;
Malbert, 1998; Forester, 1983; Innes, 1994, 1997; Sager, 1994; Yeo,
1995; Healey, 1996 dalam Moch Yusuf, 2010). Perencanaan konsensus
dapat dilihat sebagai proses kolaborasi dan pembelajaran. Hal ini
berkaitan dengan tata cara membangun konsensus, melalui diskusi,
debat dan komunikasi secara rasional untuk menghasilkan keputusan
dan kesepakatan bersama. Dalam pandangan ini, perencanaan bertujuan
untuk membuat pengetahuan baru. Kerjasama antara pemangku
kepentingan dalam proses penyelesaian masalah melaui diskusi atau
dengar pendapat antara satu dengan yang lain (Healey, 1993).
Belajar termasuk memperoleh pengetahuan tentang masalah yang
dihadapi dan belajar tentang ide-ide orang dan posisi mereka. 2.
Perencanaan konsensus sebagai proses proses perundingan dan
negosiasi (misalnya Raiffa, 1982; Susskind & Cruikshank, 1987;
Fisher & Ury, 1981; Mastenbroek, 1985; Veldhuisen et al, 1982
dalam Moch Yusuf, 2010). Menurut Susskind dan Cruikshank (1987),
kunci untuk membangun konsensus dalam negosiasi adalah menghindari
pemilihan masalah perencanaan dengan 'menang-kalah' atau
'ya-tidak'. Peran perencana di sini adalah mencoba untuk menemukan
solusi yang merespon kepentingan seluruh pihak yang terlibat.
Peserta harus mencari item untuk trade dan mufakat. Negosiasi yang
bertujuan 'menang-menang' berbeda dari strategi yang bertujuan
menghindari (avoidance), mencari kompromi (compromise), kompetisi
(competition) atau penyelesaian yang baik pada akomodasi
(accommodation). Pada negosiasi, kepentingan stakeholder
perdagangan dan kemungkinan untuk kompensasi. Negosiasi
mengasumsikan pencarian untuk pengaturan yang bergabung semua
keuntungan yang mungkin bagi semua pihak. Dengan cara ini orang
dapat mencapai apa yang disebut hasil menang-menang (Raiffa, 1982).
Fisher dan Mu (1981) menyebutnya 'tawar-menawar integratif'
pendekatan. Ini menekankan pentingnya berfokus pada kepentingan,
bukan posisi yang orang negosiasi, peserta mencoba untuk
menciptakan solusi konsensual dengan membandingkan atau perdagangan
kepentingan satu sama lain dan menghubungkan mereka bersama-sama.
3. Perencanaan konsensus berdasarkan pada kondisi dan
kepercayaan/bujukan (Roloff & Miller, 1980; Forester, 1989;
Majone, 1989; Jowett & O'Donnell, 1992; Smith, 1982; Voogd,
1997a dalam Moch Yusuf, 2010). Persuasi adalah proses 'membiarkan
orang terbiasa' untuk solusi tertentu atau sudut pandang. Ini
adalah elemen yang berpengaruh dan permanen dalam proses pembuatan
kebijakan, yang dihasilkan dari interaksi yang terus-menerus antara
orang-orang di berbagai resmi, sosial, dan tingkat politik
(Hoogerwerf, 1972). Menurut Voogd (1997a), komunikasi antara
orang-orang Babang Sugandhi - 25411016
Consensus Planning di Indonesia PL5101mengarah ke penyesuaian
struktur saling preferensi dan ke perubahan akan menuju kebijakan
dalam pertanyaan. Persuasi juga mencakup retorika (Throgmorton,
1993a, 1993b), pemasaran (Ashworth & Voogd, 1990) dan proses
kekuasaan dan politik (Bacharach & Lawler, 1981; Flyvbjerg,
1996; Etzioni, 1968) sebagai mekanisme untuk perencanaan konsensus
yang terstruktur sekitar pimpinan pemerintah daerah, politik
dilembagakan dan kekuasaan legislatif. Relevansi politik dari
perencanaan tergantung pada posisi kekuasaan dan kredibilitas
pemasok informasi daripada kualitas 'nyata' dari informasi.
2.1 Studi Kasus di Indonesia 2.1.1 Relokasi Pedagang Kaki Lima
di Kota Solo Pada tahun 2005 ketika Walikota yang baru saja
dilantik yaitu Joko Widodo membentuk tim kecil untuk mensurvei
keinginan warga kota di tepian Sungai Bengawan dan kebanyakan
masyarakat Kota Solo ingin pedagang kaki lima yang memenuhi jalan
dan taman di pusat kota disingkirkan. Tiga Walikota sebelumnya
angkat tangan dan para pedagang kaki lima mengancam akan membakar
kantor Walikota jika para pedagang kaki lima digusur. Untuk
meluluhkan hati para pedagang, Joko Widodo menggunakan strategi
lobi meja makan. Sebagai eksportir furniture selama 18 tahun jamuan
makan yang sukses biasanya berakhir dengan kontrak yang bagus.
Target pertama adalah kaki lima di daerah Banjarsari di Kota Solo
karena disana terdapat 989 pedagang yang bergabung dalam 11
paguyuban. Para koordinator paguyuban diajak makan siang di Loji
Gandrung, rumah dinas Walikota. Ketika mengatahui akan dipindahkan,
mereka datang membawa perwakilan lembaga swadaya masyarakat. Joko
Widodo menahan diri untuk tidak mengungkapkan keinginannya
menyampaikan rencana relokasi. Tiga hari kemudian, mereka kembali
diundang jamuan makan dan berlangsung terus selama tujuh bulan.
Pada jamuan ke-54, saat itu semua pedagang kaki lima yang hendak
dipindahkan hadir dan Joko Widodo pun mengutarakan niatnya untuk
memindahkan pedagang kaki lima. Para pedagang minta jaminan di
tempat yang baru mereka tidak kehilangan pembeli. Namun Joko cuma
berjanji akan mengiklankan Pasar Klitikan yang khusus dibangun
untuk relokasi selama empat bulan di televisi dan media cetak lokal
dan Pemerintah kota juga memperlebar jalan serta membuat satu
trayek angkutan kota. Hingga kini, 52 persen dari 5.718 pedagang
kaki lima sudah ditata dan sisanya mulai mendesak pemerintah kota
untuk di relokasi.
Babang Sugandhi - 25411016
Consensus Planning di Indonesia PL51012.1.2 Komunikasi Politik
Joko Widodo 2.1.2.1 Langkah Relokasi Pedagang Kaki Lima Walikota
Solo Joko Widodo sudah mempunyai program untuk menjadikan Solo
layaknya Singapura, sebuah kota yang bersinar dengan wisata
belanjanya. Karena itu ketertiban, kebersihan dan keindahan kota
menjadi kunci utama. Namun hasil survey tersebut membuat Joko
menghadapi dilema. Satu sisi dia merupakan seorang Walikota baru
yang tidak ingin memancing konflik dengan para PKL di awal masa
kepemimpinannya. Namun di sisi lain dia tidak dapat menutup mata
untuk merespons keinginan sebagian masyarakat Solo yang ingin para
PKL dipindahkan dari jalan-jalan dan taman. Joko Widodo kemudian
memutuskan bahwa para PKL itu harus direlokasi. Namun dengan cara
yang strategik dan hati-hati. Tiga Walikota sebelumnya terbukti
tidak mampu melakukan relokasi. Para pedagang kaki lima mengancam
akan membakar kantor Walikota jika mereka digusur. Di Solo, ancaman
bakar bukan sekedar gertak sambal. Sejak dibangun, kantor Walikota
Solo sudah dua kali dibakar, yakni pada tahun 1998 dan 1999. Secara
kultural, memang masyarakat Solo dikenal sebagai masyarakat yang
lembut dan santun. Namun diakui juga bahwa masyarakat Solo sangat
reaksioner dan mudah terbakar emosinya. Sebagai pengusaha mebel
selama 18 tahun, Joko memiliki pengalaman dalam melakukan lobby dan
negosiasi bisnis yang disebutnya lobi meja makan. Strategi ini
kemudian dilakukan sebagai bentuk komunikasi politiknya. Targetnya
sudah jelas, yakni para PKL di daerah Banjarsari, kawasan elite di
Solo. Di sana terdapat 989 pedagang yang bergabung dalam 11
paguyuban. Kemudian Joko Widodo mengundang dan mengajak makan para
koordinator paguyuban di Loji Gandrung, rumah dinas Walikota. Namun
pada pertemuan pertama ini tidak ada pembicaraan mengenai relokasi.
Joko sama sekali tidak menyinggungnya. Dia beranggapan, hal itu
belum waktunya disampaikan. Makan bersama seperti itu berlanjut
hingga pertemuan yang ke 53, dimana Joko hanya makan bersama dan
bersilaturahmi kepada para PKL. Baru pada jamuan ke-54, dimana saat
itu semua PKL yang hendak dipindahkan hadir, Joko mengutarakan
niatnya untuk merelokasi mereka. Dan memang waktu yang tepat.
Ketika Joko Widodo mengungkapkan hal itu, tidak ada satu pedagang
pun yang menolak. Mereka setuju dengan kebijakan yang diambil Joko
Widodo, sepanjang mereka mendapatkan tempat yang baru untuk
berdagang. Joko berjanji akan memberikan lokasi baru. Dan nantinya,
para pedagang hanya akan membayar biaya retribusi sebesar Rp 2.600
perhari di tempat baru yang suasananya lebih bagus dari tempat para
PKL berdagang sekarang. Dengan retribusi sebesar itu, modal
pemerintah sebesar Rp 9,8 miliar untuk membangun lokasi baru itu
diperkirakan dapat kembali pada kurun 9 tahun. Bukan hanya itu,
Joko juga akan mempromosikan tempat berdagang Babang Sugandhi -
25411016
Consensus Planning di Indonesia PL5101baru itu selama empat
bulan di media lokal. Joko juga memperluas jalan menuju pasar dan
membuat satu trayek angkutan kota baru. Hasilnya, Joko berhasil
menata ulang pasar di antaranya Pasar Klitikan Notoharjo, Pasar
Nusukan, Pasar Kembalang, Pasar Sidodadi, Pasar Gading, pusat
jajanan malam Langen Bogan, serta pasar malam Ngarsapura. Saat
relokasi dilakukan, Joko Widodo menggelar arak-arakan sepanjang
jalan menuju Pasar Klitikan dengan iringan musik kleningan khas
Solo. Joko juga menghadirkan Prajurit Keraton agar timbul rasa
kebanggaan pada diri para PKL. Faktanya, para PKL sangat legowo
saat pindah lokasi ke tempat yang baru. Bahkan konsumsi dan
perlengkapan arak-arakan mereka biayai sendiri. Ini jarang terjadi
di daerah lain yang biasanya relokasi selalu bersinggungan dengan
kekerasan. Sebanyak 989 PKL dipindah tanpa gejolak, bahkan secara
antusias para PKL itu mendukung program pemerintah dengan suka
cita. Ini merupakan sebuah terobosan yang mengagumkan. Dalam salah
satu wawancara dengan media lokal, Joko Widodo menyatakan bahwa
para PKL itu bersedia pindah bukan karena mereka sudah diajak
makan, namun karena para PKL itu merasa dimanusiakan oleh
pemimpinnya. Strategi ini jelas unik dan konstruktif
Gambar 1.2 Pasar Sidodadi Salah Satu Tempat Relokasi Bagi
PKL
Sumber : Slide PPT Kuliah Kelembagaan dan Pembiayaan
Pembangunan, Suhirman 2010
2.1.2.2 Komunikasi Politik : Antara Teori dan Praktek Dalam
teori Empati dan Homifili dikatakan bahwa sebuah komunikasi politik
akan sukses bila seorang komunikator dapat memproyeksikan diri
dengan baik ke dalam sudut pandang khalayak atau masyarakat. Hal
ini erat kaitannya dengan citra diri komunikator politik untuk
menyesuaikan Babang Sugandhi - 25411016
Consensus Planning di Indonesia PL5101suasana pikirannya dengan
alam pikiran khalayak. Komunikator melaksakan komunikasinya dengan
menempatkan diri pada situasi dan kondisi orang lain dan
dilaksanakan atas dasar kesamaan. Joko Widodo bisa jadi belum
pernah mengetahui teori empati dan homofili. Namun apa yang
dilakukannya tampak selaras dengan teori ini. Hipotesa ini
didasarkan pada beberapa hal berikut; Pertama, Joko Widodo memahami
betul bagaimana perasaan para PKL ketika mengetahui akan
direlokasi. Para PKL itu merasa akan kehilangan pelanggan atau
bahkan mata pencariannya. Oleh karena itu Joko memberikan
alternatif berupa tempat berdagang yang lebih baik daripada di
jalan-jalan atau taman kota. Agar para pelanggan tetap bisa
bertransaksi dengan para PKL, Joko juga melakukan promosi melalui
media lokal, memperluas jalan dan membuat satu trayek angkutan kota
baru. Kedua, Joko Widodo menunjukan empatinya ketika dia menjamu
para PKL sebanyak 54 kali pertemuan. Dia tidak melakukan
penggusuran secara paksa dan dengan kekerasan. Dia memilih lobby
dan diplomasi. Joko sadar betul bahwa ketika tahu akan direlokasi,
para PKL akan bersikap defensif. Jika dipaksa akan terjadi gejolak
yang mungkin memunculkan jatuhnya korban jiwa dan kerugian dari
kedua belah pihak. Karena itu lobby meja makan merupakan sebuah
tindakan komunikasi politik yang simpatik dan berusaha memahami
posisi para PKL.
Gambar 1.3 Kirab Boyongan Bagi PKL
Sumber : Slide PPT Kuliah Kelembagaan dan Pembiayaan
Pembangunan, Suhirman 2010
Ketiga, Saat relokasi dilakukan, Joko Widodo menggelar
arak-arakan, alih-alih melakukan pengusiran dengan kekerasan,
dengan menghadirkan budaya khas Solo, seperti penggunaan
Babang Sugandhi - 25411016
Consensus Planning di Indonesia PL5101musik tradisional
kleningan dan pakaian adat. Arak-arakan yang dilakukan ini
menunjukkan bahwa Joko ingin menunjukkan kesamaan dengan para PKL,
yakni kesamaan bahwa mereka sama-sama ingin membangun Kota Solo
menjadi lebih baik, dan kesamaan bahwa mereka berasal dan memiliki
budaya yang sama, yakni budaya orang Solo; pakaian adat yang sama,
musik yang sama, tarian yang sama. Keempat, Tindakan Joko Widodo
sekaligus menunjukkan keberpihakannya terhadap ekonomi kecil dan
pasar tradisional. Bukan hanya dalam soal PKL, di bawah
kepemimpinannya Joko dengan sukses membangun ekonomi kerakyatan.
Kesamaan persepsi antara pemerintah dan para pedagang pada ekonomi
kecil, memunculkan kesamaan persepsi pula bahwa masyarakat
menganggap Walikota mereka berpihak pada masyarakat.
3.1 Kesimpulan Berdasarkan studi kasus relokasi pedagang kaki
lima dengan menggunakan pendekatan Consensus Planning maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut : Teori Empati dan Homifili yang
digunakan Walikota Solo Joko Widodo menjelaskan bahwa sebuah
komunikasi politik akan sukses bila seorang komunikator dapat
memproyeksikan diri dengan baik ke dalam sudut pandang khalayak
atau masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pendekatan
Consensus Planning yaitu dalam rangka untuk mencapai kesepakatan,
pelaku berpartisipasi dalam proses interaksi dan dialog (Johan
Woltjer, 2000 dalam Moch Yusuf, 2010) Dalam empat tindakan yang
dilakukan berdasarkan hipotesa terhadap teori Empati dan Homifili
oleh Walikota Solo Joko Widodo terdapat kesamaan dan tahapan
terhadap Consensus Planning yaitu : 1. Perencanaan konsensus
sebagai proses kolaborasi dan pembelajaran; 2. Perencanaan
konsensus sebagai proses perundingan dan negosiasi; 3. Perencanaan
konsensus berdasarkan pada kondisi dan kepercayaan/bujukan.
Babang Sugandhi - 25411016
Consensus Planning di Indonesia PL5101 DAFTAR PUSTAKAWoltjer,
Johannes. 2000. Consensus Planning The Relevance of Communicative
Planning Theory in Dutch Infrastructure Development. Ashagate:
London.
Yusup, Moch. 2010. Consensus Planning, Three Views on Consensus
planning Berdasarkan Buku Johan Woltjer, Consensus Planning.
Ashagate: London.
Wulandari, Agustiah. 2011. Consensus Planning, The relevance of
communicative planning theory in Ducth Infrastructure Development
Berdasarkan Buku Johan Woltjer, Consensus Planning. Ashagate:
London.
Http://Archive.kaskus.us/thread/3874775/Belajar Dari Joko
Widodo, Walikota Solo Yang Memimpin Dengan Hati. Diakses tanggal 3
Desember pukul 22:39 Suhirman. 2010. Slide PPT Pembagian Urusan,
Keuangan dan Pelayanan Publik. Kuliah Kelembagaan dan Pembiayaan
Pembangunan
Babang Sugandhi - 25411016