Top Banner
BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Stratifikasi Sosial 2.1.1 Definisi Stratifikasi Sosial Stratifikasi sosial (Social Stratification) berasal dari kata bahasa latin “stratum” (tunggal) atau “strata(jamak) yang berarti berlapis-lapis. Dalam Sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. Beberapa definisi stratifikasi sosial: a. Pitirim A Sorokin: Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarki). b. Max Weber: Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege dan prestise. Hubungan Stratifikasi Sosial Terhadap Dinamkia Kehidupan Dalam Masyarkat 3
91

Tugas Ilmu sosial

Dec 18, 2015

Download

Documents

MDickaAndrian

Stratifikasi sosial
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB II PEMBAHASAN52

BAB 2PEMBAHASAN

2.1Stratifikasi Sosial2.1.1Definisi Stratifikasi SosialStratifikasi sosial (Social Stratification) berasal dari kata bahasa latin stratum (tunggal) atau strata (jamak) yang berarti berlapis-lapis. Dalam Sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. Beberapa definisi stratifikasi sosial:a. Pitirim A Sorokin: Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarki).b. Max Weber: Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege dan prestise.c. Cuber: Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas kategori dari hak-hak yang berbeda.d. Paul B Horton dan Chester L Hunt ( 1992: 5 ) menyatakan bahwa stratifikasi sosial merupakan sistem peringkat status dalam masyarakat. Peringkat memberitahukan kepada kita adanya demensi vertikal dalam status sosial yang ada dalam masyarakat.

e. Soerjono Soekanto (1981: 133), menyatakan social stratification adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau system berlapis-lapis dalam masyarakat. Soerjono Soekanto menyatakan, selama dalam masyarakat ada sesuatu yang dianggap berharga dan setiap masyarakat memiliki sesuatu yang dihargainya, maka hal itu kan menjadi bibit yang menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapisan dalam masyarakat itu. Apa saja sesuatu yang dihargai itu? Soerjono menyatakan bahwa sesuatu yang dihargai itu antara lain: a). uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis, b). tanah, c). kekuasaan, d). ilmu pengetahuan, e). kesalehan dalam agama dan, f). keturunan dari keluarga yang terhormat (Soekanto, Soerjono, 1982: 219). Menurutnya pula, bentuk-bentuk konkret dari lapisan-lapisan di dalam masyarakat memang tidak sedikit, namun secara garis besar setidaknya bermacam bentuk tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis kelas; ekonomis, politis, dan jabatan atau kedudukan. Ketiga bentuk tersebut pada dasarnya dapat saling berhubungan erat, akan tetapi kesemuanya kembali lagi pada sistem nilai-nilai yang berlaku serta berkembang dalam masyarakat yang bersangkutan (Soekanto, Soerjono 1982: 221)Jika Soerjono Soekanto memberi batasan definisi stratifikasi sosial sebagai pelapisan dalam masyarakat berdasarkan sesuatu yang dihargai, filsuf ternama Yunani, Aristoteles, mengatakan bahwa tiap-tiap negara memiliki tiga unsur pelapisan sosial yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat, dan mereka yang berada di tengah-tengahnya.Lain halnya dengan pendapat dari Pitrim A. Sorokin. Sosiolog terkemuka ini mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hirarkis) dan diwujudkan melalui pembagian ke dalam kelas-kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah (Soekanto, Soerjono, 1982: 220).2.1.2Cakupan Stratifikasi SosialPaul B. Horton mengemukakan contoh pelapisan sosial berserta gejala sosialnya dalam proses penggolongan orang-orang Amerika yang membedakannya atas diri mereka sendiri dan diri orang lain. Golongan-golongan tersebut antara lain:a. Golongan orang-orang yang telah benar-benar berhasilOrang awam membagi golongan elit ini ke dalam empat kelompok yakni, orang kaya lama (seperti keluarga Rockefeller), orang kaya yang terkenal (seperti Paul Newman dan Chris Evert), orang kaya yang tidak dikenal (seperti pemborong , jutawan), dan orang kaya biasa (setingkat orang-orang yang berprofesi sebagai dokter)b.Golongan orang-orang yang sangat berhasilIndikator dari golongan ini adalah profesionalisme karir seseorang, semisal dokter gigi, penasehat hukum atau pengusaha. Indikator dalam materi adalah termiliknya rumah besar dan sekurang-kurangnya memiliki dua mobil, ditambah dengan plesiran ke Eropa dan menjadi anggota klub setempat yang semi eksklusif. Anak-anaknya disekolahkan ke perguruan tinggi swasta maupun negeri yang terbaik.c.Golongan orang-orang yang telah mencapai impian kelas sosial menengahIndikator dari golongan ini adalah kekayaan yang jauh lebih banyak ketimbang barang-barang mewah mereka sendiri. Keluarga ini biasa menempati rumah berkamar tidur tiga dan sebuah ruang keluarga. Indikator yang menarik adalah kegiatan selama musim panas mereka. Selama musim panas mereka meluangkan waktu untuk berlibur ke pegunungan atau ke pantai.d.Golongan orang-orang yang berkehidupan nyamanIndikator dari golongan ini adalah kemampuan melunasi tagihan atau hutang secara tepat waktu dan kepemilikan rumah sederhana berkamar enam yang berlokasi di daerah pinggiran kota.e.Golongan orang-orang yang berkehidupan sedangIndikator dari golongan ini adalah profesi suami maupun istri. Umumnya, sang suami berprofesi sebagai pekerja pabrik dan istrinya sebagai pelayan atau juru-tulis toko. Mereka menyewa rumah kecil atau aprtemen besar, memiliki sebuah mobil keluaran enam tahun lalu, dua televisi hitam putih dan sebuah mesin cuci.f. Golongan orang-orang yang hidupnya benar-benar sulitIndikator dari golongan ini adalah tempat tinggal mereka yang berada di apartemen tua tanpa lift. Profesi suami sebagai satpam dan istri sebagai tukang bersih gedung.g. Golongan orang-orang miskinIndikator dari golongan ini adalah penghidupan mereka yang bergantung pada tunjangan pengangguran dan menetap di perkampungan yang kumuh. Untuk pergi ke tempat kerja mereka biasa menggunakan bus kota (Horton, Paul B., Chester L. Hunt, 1999:4). Pencetus teori konflik , Karl Marx, menyatakan bahwa kelas sosial utama terdiri atas golongan kapitalis (borjuis), dan golongan menengah atau yang kerap disebut borjuis rendah yang menurutnya- ditakdirkan untuk diubah menjadi golongan proletariat. Lebih jauh, bapak ekonomi, Adam Smith, membagi masyarakat ke dalam orang-orang yang hidup dari hasil penyewaan tanah, orang-orang yang hidup dari upah kerja, dan orang-orang yang hidup dari keuntungan perdagangan. Thorstein Veblen juga mengajukan pendapatnya mengenai segmentasi sosial masyarakat ke dalam golongan pekerja, yang berjuang untuk mempertahankan hidup, dan golongan yang mempunyai banyak waktu luang.

Gambar 2.1 Penggolongan Masyarakat2.1.3Proses Terjadinya Stratifikasi SosialUntuk memahami proses terbentuknya pelapisan sosial secara rinci, Soerjono Soekanto menjabarkannya dalam pokok-pokok sebagai berikut:1. Sistem stratifikasi sosial berpokok pada sistem pertentangan dalam masyarakat. Sistem demikian hanya mempunyai arti yang khusus bagi masyarakat-masyarakat tertentu yang menjadi objek penelitian.2. Sistem stratifikasi sosial dapat dianalisa dalam unsur-unsur sebagai berikut:a.distribusi hak-hak istimewa yang objektif seperti misalnya penghasilan, kekayaan, keselamatan, dan kesehatan, wewenang, dan sebagainya.b.sistem penghargaan yang dicitakan oleh warga masyarakatc.kriteria sistem pertentangan, yaitu aakah didapatkan bedasarkan kualitas pribadi, keanggotan kelompok kerabat tertentu, yang memiliki wewenng atau kekuasaand.lambang-lambang kedudukan, seperti misalnya tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan, keanggotaan pada suatu organisasi, dan selanjutnyae.mudah sukarnya bertukar kedudukanf.solidaritas di antara individu-individu atau kelompok-kelompok sosial yang menduduki kedudukan yang sama dalam sistem sosial masyarakat:(1)pola-pola interaksi-interaksi (stucture clique, keanggotaan organisasi, perkawinan dan sebagainya)(2)kesamaan atau ketidaksamaan sistem kepercayaan, sikap dan nilai-nilai(3)kesadaran akan kedudukan masing-masing(4)aktivitas sebagai organ kohesif2.1.4Sifat dan Bentuk Stratifikasi SosialPada umumnya stratifikasi sosial memiliki dua sifat pelapisan yakni stratifikasi sosial terbuka (open social stratification) dan stratifikasi sosial tertutup (closed social stratification).Closed atau Caste bentuk sosial stratifikasi yang mana statusnya tidak dapat diubah, dan ditentukan berdasarkan kelahiran dan kekekalan. Statusnya, umumnya sama dengan orang tuanya, oleh karena itu tidak ada cara untuk mengubahnya.Stratifikasi sosial tertutup membatasi kemungkinan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke yang lain, baik yang merupakan gerak ke atas maupun ke bawah. Di dalam sistem ini, satu-satunya jalan untuk menjadi anggota dari suatu lapisan masyarakat adalah dengan kelahiran. Sistem stratifikasi bersifat tertutup dapat dilihat dalam masyarakat India yang berkasta. Ciri-ciri kasta di India adalah:a. Keanggotaan pada kasta diperoleh karena kewarisan atau kelahiran. Anak yang lahir memperoleh kedudukan orang tuanyab. Keanggotaan yang diwariskan tadi berlaku untuk seumur hidup, oleh karena seseorang tak mungkin mengubah kedudukannya, kecuali bila ia dikeluarkan dari kastanyac. Perkawinan bersifat endogen, artinya harus dipilih orang yang sekastad.Hubungan dengan kelompok-kelompok sosial lainnya bersifat terbatase.Kesadaran pada kenggotaan suatu kasta tertentu, terutama nyata dari nama kasta, identifikasi anggot pada kastanya, penyesuaian diri yang ketat terhadap norma-norma kastanya dan lain sebagainyaf.Kasta terikat oleh kedudukan-kedudukan yang seara tradisional telah ditetapkang.Prestise suatu kasta benar-benar diperhatikan (Soekanto, Soerjono, 1982: 225)Sistem casta ini sudah jarang ditemukan sekarang. Sistem semacam kasta di India juga terdapat di Amerika Serikat. Di sana didapati pemisahan yang tajam antara golongan kulit putih dengan golongan kulit berwarna terutama orang Negro. Sistem ini dikenal dengan namasegregationatau populer di Afrika sebagaiapartheid.Sistem terbuka atau disebut juga Class sistem yang lebih fleksibel dibanding sistem Casta. Status individual biasanya tergantung pada penghasilan dan pendapatan keluarga. Pada sistem ini tidak ada ketentuan-ketentuan dalam pernikahan seperti halnya sistem Casta.Stratifikasi sosial terbuka ini memiliki keluwesan bagi setiap masyarakat maupun anggota masyarakat untuk meraih stratifikasi sosial yang diinginkan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki sebelumnya. Dapat juga mereka turun dari stratifikasi yang tinggi ke stratifikasi yang lebih rendah, atau dalam kata lain setiap orang memiliki kesempatan yang sama dan terbuka untuk menempati suatu lapisan di dalam masyarakat (Purwanto, 2007: 97). Selain sifat terbuka dan tertutup, stratifikasi sosial memiliki beberapa bentuk sebagai berikut:1.Berdasarkan status yang diperoleh secara alamiMeliputi stratifikasi berdasar perbedaan usia, senioritas, jenis kelamin, sistem kekerabatan, dan keanggotaan dalam kelompok tertentu2.Berdasarkan status yang diperoleh melalui serangkaian usahaa)Stratifikasi sosial atas dasar pendidikanb)Stratifikasi sosial atas dasar pekerjaan yang dapat dibedakan menjadi:1)Elite, yaitu orang-orang kaya dan orang-orang yang menempati kedudukan atau pekerjaan bernilai tinggi2)Profesional, yaitu orang yang berijazah atau bergelar kesarjanaan dan pebisnis yang sukses3)Semiprofesional, yaitu para pegawai kantor, pedagang, teknisi berpendidikan menengah4)Tenaga terampil, yaitu orang yang memiliki keterampilan teknik mekanik5)Tenaga tidak terdidik, misalnya pembantu rumah tangga dan tukang kebunc)Stratifikasi sosial atas dasar ekonomi, dalam al ini yang menjadi kriteria stratifikasi adalah kekayaan. Masyarakat dibedakan menjadi:1)Kaum ekonomi kuat atau kelas atas (upper class)2)Kaum ekonomi menengah atau kelas menengah (middle class)3)Kaum ekonomi lemah atau kelas bawah (lower class)d)Stratifikasi sosial atas dasar kriteria sosial, dalam hal ini orang diklasifikasikan ke dalam lapisan-lapisan berdasarkan kehormatan atau prestisee)Stratifikasi atas dasar kriteria politik, dalam hal ini tolok ukur yang digunakan untuk menentukan status sosial seseorang adalah kepemilikan kekuasan karena kekuasaan memiliki keterkaitan yang erat dengan wewenang, sehingga asemakin tinggi status sosial seerang maka semakin tinggi oula kekuasaan dan wewenangnya. Menurut Mac Iver, terdapat tiga pola umum dalam stratifikasi meliputi:1)Tipe Kasta, yaitu kekuasaan dengan garis pemisah yang tegas dan kaku serta tidak memungkinkan terjadinya gerak sosial secara ertikal. Lapisan tertinggi diduduki raja, kemudian diikuti kaum bangsawan, tentara, pendeta. Lapisan berikutnya adalah tukang dan pelayan, selanjutnya petani dan buruh tani. Sedangkan lapisan terrendah adalah budak.

Gambar 2.2 Piramida kekuasaan tipe kasta2)Tipe Oligarkhis, tipe ini masih memiliki garis pemisah yang tegas, namun kriteria stratifikasi ditentukan oleh kebudayaan masyarakat terutama adanya kesepakatan yang diberikan kepada warga masyarakat untuk memperoleh kekuasaan tertentu. Hal yang membedakan dengan tipe pertama hanyalah adanya kesempatan untuk naik lapisan bagi orang yang pantas, tidak hanya sekedarascribed status.

Gambar2.3 Piramida kekuasaan tipe oligarkis3)Tipe Demokratis, garis pemisah pada tipe ini bersifat luwes atau fleksibel atau tidak kaku. Kelahiran bukan faktor penentu, yang mennetukan adalah kemampuan seseorang untuk mencapai kedudukan tersebut. Pada tipe ini lapisan tertinggi diisi oleh pemimpin parpol, orang kaya, dan pemimpin organisasi besar. Di bawahnya ada pejabat administrasi atas dasar keahlian, berikutnya ahli teknik, petani, pedagang, dan yang terrendah adalah pekerja rendahan dan petani rendahan.

Gambar 2.4 Piramida kekuasaan tipe demokratis

Bentuk-bentuk stratifikasi tersebut merupakan bentuk-bentuk stratifikasi secara universal. Di Indonesia, stratifikasi sosial juga menunjukkan adanya kekhasan yang dimilikinya. Stratifikasi tersebut meliputi1)Sistem Stratifikasi Sosial pada Masyarakat PetaniSistem pelapian sosial masyarakat petani tidak terlepas dari ciri khas kehidupan agraris. Dasar stratifikasi ang digunaan adalah kriteria ekonomi, politik, dan sosial. Pada masyarakat yang mayoritas anggotanya hidup dengan mengandalkan tanah sebagai lahan pertanian maka sistem pelapisannya didasarkan pada hak atas pemilikan tanah, sehingga pemilik tanah memiliki kedudukan yang tinggi. Sifat pelapisan sosialnya bersifat terbuka dan tertutup. Pealpisan sosial pun relatif sedikit jumlahnya. Hal tersebut dikarenakan masyarakat pertanian relatif berifat homogen. Mereka juga kurang memahami nilai-nilai ekonomis hasil pertanian sehingga jarang ada usaha untuk memupuk harta kekayaan.Selain itu, nilai-nilai solidaritas, kekeluargaan, gotong royng, persatuan, dan kesatuan masih dijunjung tiggi sehingga stratifikasi sosial menjadi tidak tampak. Masyarakat pertanian menggunakan cara pengolahan pertanian yang bersfat tradisional dan dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari mereka lebih mementingkan kebutuhan pokok daripada prestise. Menurut Mangku Purnomo dalam bukunya, Pembaruan Desa: Mencari Bentuk Penataan Produksi Desa, ia mengemukakan dua sifat masyarakat yang dominan dalam menghadapi era modernisasi. Posisi pembaruan desa dalam konteks ini mencari beberapa kemungkinan hambatan yang akan didapat apabila intervensi budaya dilakukan.a)Sikap Menghambat, mencakup:1).Sikap pasif. Petani dan nelayan pada umumnya sangat kecil sekali inisiatifnya dalam usaha mengubah kehidupannya. Inisiatif yang selalu dimulai dari pimpinan atau lembaga pemerintah menyebabkan kaum petani menjadi kurang agresif dan kebanyakan petani akan sulit untuk mencari alternatf bagi perbaikan hidupnya.. Skap ini harus dikikis dengan memberikan keyakinan dan gambaran bahwa hakekat kehidupan adalah ikhtiar yakni dengan cara mengubah hak dan kewajiban semua orang termasuk petani.(2).Famili sentries. Sikap famili sentreis terlihat dalam beberapa kebijakan yang seharusnya dapat dinikmati oleh penduduk secara merata kadangkala hanya dinikmati oleh sekelompok kerabat saja. Hal ini sering terjadi dan menimbulkan konflik di tingkat bawah. Demikian pula pada kepemimpinan yang kurang mendapat dukungan dari keluarga lain jika yang memimpin desa bukan anggota keluarganya. Inilah sikap yang harus diubah menjadi kesadaran berkelompok baik melalui pertalian darah maupun perluasan pertanian wilayah.(3).Apatis. Kehidupan desa sebenarnya lebih individualis dalam hal kepedulian terhadaplingkungan apalagi kegiatan-kegiatan dimana seseorang tdak diuntungkan karenanya. Gotong royong dianggap sebagai suatu kewajiban saja agar dapat diterima lingkungan dan bukan karena kesadaran. Apatis sangat buruk bagi perubahan, karen tanpa kehendak dan keyakinan yang kuat, mustahil pembaruan desa dapat tercapai. Oleh karen itu mereka perlu dibimbing lebih serius atau dimasukkan ke dalam golonganLagardatau tidak dihitung dalam program.(4).Orientasi pada masa lampau. Orientasi masa lalu terlihat dengan tidak berkembangnya teknologi pertanian dalam masyarakat dan selalu menganggap warisan nenek moyang adalah sesuatu yang sempurna. Orientasi pada masa lalu ini menyebabkan kemandekan dalam inovasi dan perubahan masyarakat dan tentu akan menghambat proses penyuluhan. Ini juga sangat menghambat perkembangan karena orientasi ini berprinsip bahwa masa depan tidak akan lebih baik dari masa lalu. Demikian pula trauma masa lalu yang selalu menghantui untuk berubah harus dihapuskan.(5).Menyerah pada takdir. Menyerah pada takdir adalah sikap pesimis dan kurang tekad yang rata-rata dimiliki oleh petani. Petani sebagai orang yang selalu menyerah pada takdir seharusnya selalu dipahamkan dengan kondisi bahwa setiap jengkal usaha akan mendapatkan hasil sejengkal juga. Pendamping sebagai bagian integral dalam pembarun desa memegang peranan sentral disini.2)Sikap yang Mendukung, terdiri atas:a.Sikap gotong royong. Sikap gotong royong masyarakat desa dapat dikatakan sangat tua setua adanya desa itu sendiri. Perkembangan selanjutnya gotong royong di desa mengalami pergeseran baik motivasi maupun bentuknya. Potensi gotong royong yang perlahan tidak dilakukan sebagai kewajiban lagi harus dipupuk dan diarahkan untuk mendukung program pembaruan. Keberadaan gotong royong merupakan aset dalam kehidupan modern dimana dalam tantangan global kerjasama mutlak diperlukan. Oleh karena itu kerjasama akan tetap menjadi isu sentral dalam pembaruan desa.b.Kepemimpinan desa. Pada beberapa kasus kepemimpinan memang menghambat proses pembangunan terutama apabila proses itu akan menggoncangkan tatanan sosial terutama struktur sosial masyarakat. Oleh karena itu kepemimpinan ini diarahkan sebagai penanggungjawab dan dinamisator pembaruan desa. Berbagai kewajiban ideal pemimpin sebagai pengabdi masyarakat perlu untuk ditekankan.c.Kebebasan berbicara. Kebebasan bicara dalam rembuk desa dan pertemuan terkait pembangunan desa dapat lebih dimantapkan dan terarah guna perbaikan. Aspirasi ang telah lama berkembang ini perlu untuk dikembangkan guna menunjang pembaharuan desa.d. Kesediaan untuk menerima inovasi. Inovasi baru sebagai contoh akan sangat diinginkan masyarakat asalkan tidak melanggar norma dan adat serta kepentingan lain dari salah satu atau seluruh anggota masyarakat. Potensi yang begitu besar dari penduduk pedesaan untuk menerapkan inovasi baru kiranya dapat ditingkatkan agar lebih produktif.Dari uraian tersebut maka dapat diambil beberapa hal penting dari sistem sosial desa yakni:a).Masyarakat desa memiliki corak pandang tersendiri tentang hakekat hidupnyab).Masyarakat desa memiliki karakteristik hubungan khusus dengan alam sekitarnyac).Masyarakat desa memiliki pola pandang tersendiri akan perubahand). Masyarakat desa berpikir rasional dan damba akan kemajuane). Hati-hati dan toleran terhadap perubahan (Purnomo, Mangku. 2004: 19-23).2). Sistem Stratifikasi Sosial pada Masyarakat FeodalMasyarakat feodal adalah masyarakat yang ditandai dengan berkuasanya golongan aristokrat atau kaum bangsawan. Bangsawan menduduki lapisan tertinggi pada pelapisan sosial sedangkan rakyat berada pada lapisan bawah. Sistem pelapisannya bersifat tertutup. Bahkan menurut Kuntowijoyo dalam bukunya Penjelasan Sejarah, ia menyatakan bahwa stratifikasi, upacara dan tatakrama semuanya berpunak pada raja sebagai penguasa. Bagi raja ada gelar-gelar yang meluhur dan memberi weenang raja. Dalam stratifikasi dari raja, berturut-turut ada Sentana (bangsawan) dan abdi dalem (priyayi) yang dibagi secara bertingkat-tingkat termasuk hak-hak dan kewajiban seba (menghadp raja). Pada saat upacara misalnya, raja bertahta di atas dampa (singgasana), siapa duduk di atas tikar tempat duduk, siapa duduk di atas lantai, dan lantai depan-belakang. Tatakrama mengatur masing-masing (raja, bangsawan, priyayi), banyaknya sembah (menyembah, disembah), bahasa kedaton (bahasa khusus di lingkungan keraton) dan aturan memakai pakaian (kuluk, baju, kain). Selain itu ada larangan macam-macam bagi kawula atau rakyat. Adapun sebab-sebab berkurangnya sistem stratifikasi masyarakat feodal adalah adanya pencabutan hak milik atas tanah yang pada zaman dahulu banyak dikuasai atau dimiliki oleh kaum bangsawan, tingkat pendidikan yang semakin maju membuka jalan bagi anggota masyarakat lain untuk mendapatkan status sosial yang lebih baik, terjadiny perkawinan antara keturunan bangsawan dengan orang biasa, proses demokratisasi yang semakin luas, serta pelapisan sosial masyarakat Indonesia bersifat terbuka.3). Sistem Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Kolonial.Berdasarkan hukum ketatanegaraan Hindia belanda (Indische Staatregelling) tahun 1927, penduduk Hindia Blanda digolongkan menjadi golongan Eropa dan yang dipersamakan, golongan Timur Asing, dan yang terrendah adalah golongan Bumiputera (pribumi). Adapun pada masa penjajahan Jepang, masyarakat saat itu diklasifikasikan menjadi golongan pertama (bangsa Jepang), golongan kedua (bangsa Bumiputera), golongan ketiga (bangsa China dan Eropa).4). Sistem Stratifikasi Sosial Masyarakat IndustriFenomena yang menonjol dari proses industrialisasi adalah spesialisasi pekerjaan yang didasarkan pada keahlian sehingga pendidikan menjadi kriteria penting dalam menentukan status seseorang. Dalam sistem ini masyarakat digolongkan ke dalam kelas atas (upper class) kelas menengah (middle class), dan kelas bawah (lower class).

2.1.5Fungsi Stratifikasi SosialKingsley Davis dan Wilbert E. Moore menyebutkan bahwa stratifikasi sosial berfungsi untuk memberi rangsangan agar manusia mau menempati status sosial. Namun, agar stratifikasi sosial berfungsi masyarakat harus memotivasi anggota masyarakatnya, mendorong pribadi-pribadi tertentu untuk melakukan kewajiban yang ditetapkan.Sementara itu, menurut Karl Marx dan Max Weber, fungsi stratifikasi sosial adalah untuk membentuk terjadinya perbedaan kekayaan, kekuasaan, hak istimewa, dan gengsi. Soerjono Soekanto menambahkan fungsi stratifikasi sosial adalah untuk membentuk kelas sosial yang memberikan fasilitas hidup tertentu bagi anggotanya.Secara lebih lengkap fungsi stratifikasi sosial adalah sebagai berikut :a) Distribusi hak-hak istimewa yang objektif, seperti menentukan penghasilan, tingkat kekayaan, dan wewenang.b) Sistem pertanggaan pada strata yang diciptakan masyarakat menyangkut prestise dan penghargaan.c) Penentu lambang-lambang atau simbol status dan kedudukan.d) Tingkat mudah atau sulitnya bertukar kedudukan.e) Alat penguat solidaritas di antara individu-individu atau kelompok yang menduduki sistem sosial yang sama dalam masyarakat.2.1.6Manfaat Dan Kerugian Dari Adanya Stratifikasi Sosial1. Dampak positif Stratifikasi SosialOrang-orang akan berusaha untuk berprestasi atau berusaha untuk maju karena adanya kesempatan untuk pindah strata. Kesempatan ini mendorong orang untuk mau bersaing, dan bekerja keras agar dapat naik ke strata atas. Contoh: Seorang anak miskin berusaha belajar dengan giat agar mendapatkan kekayaan dimasa depan. Mobilitas sosial akan lebih mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik.2. Dampak negatif Stratifikasi Sosial Ada tiga dampak negatif stratifikasi sosial, yaitu :a.konflik antar kelasDalam masyarakat, terdapat lapisan-lapisan sosial karena ukuran-ukuran seperti kekayaan, kekuasaan, dan pendidikan. Kelompok dalam lapisan-lapisan tadi disebut kelas-kelas sosial. Apabila terjadi perbedaan kepentingan antara kelas-kelas sosial yang ada di masyarakat dalam mobilitas sosial maka akan muncul konflik antarkelas. Contoh: demonstrasi buruh yang menuntuk kenaikan upah, menggambarkan konflik antara kelas buruh dengan pengusaha.b. konflik antar kelompok sosialDi dalam masyatakat terdapat pula kelompok sosial yang beraneka ragam. Di antaranya kelompok sosial berdasarkan ideologi, profesi, agama, suku,dan ras. Bila salah satu kelompok berusaha untuk menguasai kelompok lain atau terjadi pemaksaan, maka timbul konflik. Contoh: tawuran pelajar.c. konflik antargenerasiKonflik antar generasi terjadi antara generasi tua yang mempertahankan nilai-nilai lama dan generasi mudah yang ingin mengadakan perubahan.Contoh: Pergaulan bebas yang saat ini banyak dilakukan kaum muda di Indonesia sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut generasi tua.2.2 MOBILITAS SOSIALAdanya pelapisan sosial dalam masyarakat menjadikan masyarakat terbagi dalam kelas-kalas sosial tertentu antara lain kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah. Namun, masyarakat tidaklah statis. Masyarakat selalu bergerak dan berubah. Perubahan tersebut dapat berupa peningkatan, penurunan maupun pergeseran status dan peran. Dalam sosiologi, gerak sosial seperti itu disebut mobilitas sosial.2.2.1Pengertian Mobilitas SosialMobilitas sosial menurut Paul B. Horton, diartikan sebagai suatu gerak perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya, atau gerak gerak pindah dari strata satu ke strata lainnya. Secara nyata kehidupan dalam masyarakat tidaklah sama. Ada yang miskin, ada yang kaya, ada yang memiliki kedudukan tinggi, ada pula yang memiliki kedudukan rendah. Perbedaan tersebut mendorong manusia untuk meningkatkan taraf hidupnya agar dapat naik kestrata yang lebih tinggi, terutama bagi mereka yang berada di strata bawah. Dengan kal, manusia berusaha agar harapan dan keinginanya untuk meningkatkan status tercapai sehingga ia dapat hidup lebih baik.Dalam dunia modern banyak orang berupaya meningkatkan mobilitas sosial. Mereka yakin bahwa hal tersebut membuat orang menjadi lebih sejahtera dan memungkinkan mereka melakukan jenis pekerjaan yang paling cocok bagi diri mereka. Jika tingkat mobilitas sosial tinggi, meskipun latar belakang berbeda, mereka tetap dapat merasa mempunyai hak yang sama dalam mencapai kedudukan sosial yang lebih tinggi. Jika tingkat mobilitas sosial rendah, tentu saja banyak orang akan terkungkung dalam status nenek moyang mereka. Mereka hidup dalam kelas sosial tertutup.Jika kita berbicara tentang mobilitas sosial, biasanya kita berpikir tentang perpindahan dari satu tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Sesungguhnya mobilitas sosial dapat berlangsung dalam dua arah. Sebagian orang mencapai status yang lebih tinggi, dan sebagian orang lagi mengalami kegagalan atau mengalami mobilitas menurun. Ada pula orang-orang yang tetap tinggal pada status yang dimiliki oleh orang tua mereka, atau tidak mengalami mobilitas sosial.Mobilitas sosial memiliki kaitan dengan stratifikasi sosial. Arah gerak mobilitas sosial dapat secara horizontal maupun vertikal. Gerak sosial lebih mudah terjadi pada masyarakat terbuka karena lebih mungkin untuk berpindah strata. Sebaliknya pada masyarakat yang sifatnya tertutup, kemungkinan untuk pindah strata lebih sulit.2.2.2Bentuk Mobilitas Sosial1. Mobilitas Sosial HorizontalMobilitas sosial horizontal merupakan peralihan individu atau objek-objek sosial dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Dalam mobilitas sosial ini, tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang, misalnya peralihan kewarganegaraan atau pekerjaan. Contoh, pak ahmad pada awalnya adalah seorang guru matematika di SMK. Oleh karena merasa tidak cocok di tempat kerjanya, ia memutuskan untuk pindah menjadi guru matematika di SMA. Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa pada diri pak Nano tidak ada perubahan status. Ia tetap sebagai guru pengajar matematika di sekolah yang sederajat.2. Mobilitas sosial VertikalMobilitas sosial Vertikal adalah perpindahan individu atau objek-objek sosial dari suatu kedudukan sosial tertentu ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya maka terdapat dua jenis mobilitas yaitu, mobilitas sosial vertikal ke atas (social climbing) dan mobilitas sosial vertikal kebawah (social sinking).Mobilitas sosial keatas memiliki dua bentuk yang utama.a) Masuk dalam kedudukan yang lebih tinggi.Hal ini ditandai dengan masuknya individu-individu yang berkedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi. Contoh, pak Ahmad adalah seorang guru Sosiologi di salah satu SMA. Oleh karena memiliki persyaratania diangkat menjadi kepala sekolah. Jadi pak Ahmad telah memasuki kedudukan yang lebih tinggi.b) Membentuk kelompok baruPada bentuk ini terjadi pembentukan suatu kelompok baru yang kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi dari pada kedudukan individu pembentuk kelompok tersebut. Contoh pembentukan dewan pembina dalam struktur organisasi yang dulunya tidak ada dalam struktur kepengurusan. Sebagai contoh, pak Ahmad adalah anggota salah satu organisasi. Dia sangat aktif. Karena keaktifannya dia dan beberapa kawannya yang sama-sama aktif diberi kehormatan oleh seluruh anggota organisasi tersebut untuk diangkat menjadi dewan pembina.Mobilitas sosial vertikal kebawah mempunyai dua bentuk utama.a)Turunnya kedudukanPada bentuk ini, kedudukan individu turun ke kedudukan yang derajatnya lebih rendah. Contoh,(1).Seorang pengusaha yang menggeluti bisnis perumahan tiba-tiba bangkrut. Banyak pelanggan yang tidak bisa melunasi utangnya. Kemuian pengusaha itu membuka warung kelontong dengan membeli kios di pasar inpres.(2). Seorang prajurit yang dipecat karena lari meninggalkan dinas ketentaraannya(3). Seorang karyawan salah satu perusahaan diberhentikan dengan tidak hormat karena malakukan korupsib)Turunnya derajat kelompokPada bentuk ini, derajat sekelompok individu dan kelompok merupakan salah satu kesatuan. Contoh, penurunan derajat kelompok adalah penurunan masyarakat terhadap bangsawan, karena perubahan sistem pemerintahan dari monarki ke republik.2.2.3Mobilitas Antargenerasi, Intragenerasi dan Gerak Sosial GeografisMobilitas sosial, selain dapat bergerak vertikal dan horizontal, juga dapat bergerak keturunan. Berikut ini kita akan mempelajari mobilitas antar generasi dan mobilitas intragenerasi, serata gerak sosial geografis.a. Mobilitas antargenerasiSecara umum, mobilitas antargenerasi berarti mobilitas dua generasi atau lebih, misalanya generasi ayah-ibu, generasi anak, generasi cucu, dan seterusnya. Mobilitas ini ditandai dengan perkembangan taraf hidup, baik naik maupun turun dalam suatu generasi. Penekanannya bukan pada perkembangan keturunan itu sendiri, melainkan pada perpindahan status sosial suatu generasi ke generasi lainnya. Sebagai contoh, Pak Parjo adalah seorang tukang becak. Ia hanya menamatkan pendidikannya hingga Sekolah Dasar, tetapi ia berhasil mendidik anaknya menjadi seorang pengacara. Contoh itu menunjukan telah terjadi mobilitas vertikal antar generasi.b.Mobilitas intragenerasiMobilitas ini adalah peralihan status sosial yang terjadi dalam satu generasi yang sama. Mobolitas intragenerasi adalahmobilitas yang terjadi dalam satu kelompok genrasi yangsama. Contohnya adalah gerak sosial yang terjadi pada masa kemerdekaan. Kemerdekaan memberikan peluang yang besar bagi masyarakat untuk berpindah status.Berikut ini, contoh mobilitas intragenerasi.1). Banyak mantan pejuang kemerdekaan yang beralih profesi menjadi pengusaha.2). Pemuda angkatan 90-an memiliki kesempatan yang luas untuk mengembngkan iptek karena hidup di tengah-tengah era globalisasi dan industrialisasic. Gerak sosial geografisGerak sosial geografis adalah perpindahan individu ataukelompok dari satu daerah ke daerah lain, misalnya transmigrasi, urbanisasi, dan migrasi.Contoh gerak sosial geografis adalah sebagai berikut1).Banyak warga masyarakat desa yang dulunya petani mengadu nasib si kota-kota besar, tetapi sekarang menjadi pedagang, sopir, dan pembantu rumah tangga2).Banyak warga di sekitar gunung berpi pindah ke daerah pantai karena gunung itu akan meletus.2.2.4Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas SosialKita telah mengenal bentuk-bentuk mobilitas sosial. Pertanyaannya sekarang, apa saja faktor yang mendorong dan menghambat terjadinya mobilitas sosial?1.Faktor Pendorong Mobilitas Sosiala.Perubahan Kondisi SosialStruktur kasta dan kelas dapat berubah dengan sendirinya, misalnya karena masyarakat berubah pandangan menjadi lebih terbuka. Kemajuan teknologi juga dapat membuka kemungkinan timbulnya mobilitas ke atas. Selain itu, perubahan stratifikasi baru.b.Ekspansi Teritorial (Peluasan Daerah) dan Gerak PopulasiEkspansi sosial dan perpindahan pendudukmisalnya karena perkembangan kota dan transmigrasi dapatmendorong terjadinya mobilitas sosial.c.Komunikasi yang bebasKomunikasi yang terbatas antaranggota masyarakat akan menghambat mobilitas sosial. Sebaliknya, komunikasi yang bebas dan efektif akan memudarkan semua garis batas antaranggota sosial yang ada di masyarakat. Hal itu akan merangsang terjadinya mobilitas sosial.d.Pembagian kerjaBesarnya kemungkinan terjadinya mobilitas dipengaruhi oleh tingkat pembagian kerja yang ada. Pembagian kerja berhubungan dengan spesifikasi jenis pekerjaan. Spesifikasi pekerjaan menuntut keahlian khusus. Semakin spesifik pekerjaan yang ada di masyarakat, semakin sedikit pula kemungkinan individu berpindah dari pekerjaan satu ke pekerjaan lain. Akibatnya semakin kecillah kemungkinan terjadi mobilitas sosial.e.Tingkat fertilitas (kelahiran) yang berbedaKelompok masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi dan tingkat pendidikan yang rendah cenderung memiliki tingkat fertilitas yang tinggi. Pada pihak lain masyarakat kelas sosial yang lebih tinggi cenderung membatasi tingkat reproduksi dan angka kelahiran. Pada saat itu orang-orang dari tingkat ekonomi dan pendidikan yang lebih rendah memiliki kesempatan untuk banyak bereproduksi dan memperbaiki kualitas keturunan. Dalam situasi seperti itu mobilitas sosial dapat terjadi.f. Situasi politikKondisi politik suatu negara yang tidak stabil memungkinkan banyak penduduknya yang mengungsi atau pindah sementara ke negara lain yang lebih aman. Sebagai contoh, ketika di Indonesia terjadi Reformasi, dikhawatirkan kondisi negara kacau balau. Sebagian kecil penduduk Indonesia pindah ke daerah atau negara yang dianggap aman. Contoh lainnya ketika Israel menyerang Lebanon, sebagian besar penduduk Lebanon mengungsi ke negara tetangga untuk menghindari jatuhnya korban jiwa.

2. Faktor Penghambat Mobilitas SosialProses perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya tidaklah mudah. Ada beberapa faktor yang penting yang justru menghambat perpindahan tersebut.a. Perbedaan rasial dan agamaMobilitas sosial dapat terhambat karena faktor ras dan agama. Perbedaan ras menimbulkan perbedaan status sosial. Berikut contohnya:1). Perbedaan tingkat ras yang pernah terjadi di Afrika Selatan. Ras kulit putih berkuasa dan tidak memberi kedempatan ras berkulit hitam berada di pemerintahan sebagai penguasa. Namun, setelah politik Apharteid berakhir, Nelson Mandela dari kalangan kulit hitam menjadi presiden afrika Selatan2). Sistem kasta di India. Sistem tersebut tidak memungkinkan seseorang yang berasal dari kasta rendah dapat naik ke kasta yang paling tinggi.3). Dalam agama seseorang tidak dibenarkan dengan sebebas-bebasnya dan sekehendak hatinya berpindah agama untuk mencapai status tertentu.b.Diskriminasi kelas dalam sistem kelas terbukaDiskriminasi kelas dalam sistem kelas terbuka dapat menghalangi mobilitas keatas. Hal itu terbukti dengan adanya pembatasan keanggotaan suatu organisasi tertentu dengan berbagai syarat dan ketentuan, misalnya jumlah DPR dibatasi hanya 500 orang.c. Kelas-kelas sosialKelas sosial dapat menjadi subkultur tempat individu berkembang dan mengalami proses sosialisasi. Hal ini menjadi pembatas mobilitas sosial keatas. Misalnya, anak-anak dari kelas ekonomi rendah cenderung hidup dalam lingkungan, nilai dan pola pikir yang umumnya ada dalam masyarakat kelas rendah. Pengaruh sosialisasi yang kuat dari lingkungannya tersebut cenderung mengukuhkan sang anak untuk hidup dengan pola pikir masyarakat kelas rendah.d. KemiskinanKemiskinan dapat membatasi kesempatan bagi seseorang untuk berkembang dan mencapai stastus sosial tertentu. Sebagai contoh, Ahmad memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolahnya karena kedua orang tuanya tidak bisa membiayai.e. Jenis KelaminPerbedaan jenis kelamin berpengaruh terhadap prestasi, kekuasaan, status sosial, dan kesempatan-kesempatan untuk maju. Pria dipandang lebih tinggi derajatnya dan cenderung menjadi lebih mudah mengalami gerak sosial daripada wanita. Sebagai contoh, wanita yang hidup di desa yang masih sederhana merasa bahwa perannya hanyalah sebagai ibu rumah tangga. Hal itu dipengaruhi oleh pandangan yang umum ada pada masyarakatnya.2.2.5Cara Melakukan Mobilitas Sosial Dan Salurannya1. Cara mobilitas sosiala. Perubahan standar hidupKenaikan penghasilan tidak menaikkan status secara otomatis tetapi akan merefleksikan suatu standar hidup yang lebih tinggi. Hal itu akan mempengaruhi peningkatan statusb. Perubahan tempat tinggalUntuk meningkatkan status sosia, seseorang dapat berpindah tempat tinggal ketempat yang lebih baik, dengan fasilitas lingkungan sosial dan keamanan yang lebih baik. Sebagai contoh, awalnya seseorang tinggal di Perumnas. Kemudian pindah di perumahan Real estate. Dia menjalani suatu standar hidup tertentu yang sesuai dengan kelas san lingkungan yang baru.c.Perubahan tingkah lakuUntuk mendapatkan status sosial yang lebih tinggi, orang berusaha menaikkan status sosialnya dan mempraktekkan bentuk-bentuk tingkah laku kelas yang lebih tinggi yang diaspirasikan sebagai kelasnya. Bukan hanya tingkah laku, melainkan juga pakaian, ucapan, minat dan sebagainya. Dia merasa dituntut untk mengaitkan diri dengan kelas yang diinginkannya.Contohnya adalah seseorang yang mengubah tingkah lakunya agar diteima dalam lingkungan kelas atas. Agar penampilannya meyakinkan dan dianggap sebagai orang dari golongan lapisan kelas atas, ia selalu mengenakan pakaian yang rapi dan terkesan mewah. Jika bertemu dengan kelompoknya, ia pun berbicara dengan menyelipkan istilah-istilah bahasa asing.d.Perubahan namaDalam suatu masyarakat nama diidentifikasikan dengan posisi sosial tertentu. Gerak sosial ke atas dapat dilakukan denganc cara mengubah nama diri menjadi nama yang menunjukkkan posisi sosial yang lebih tinggi. Sebagai contoh, dikalangan masyarakat feodal jawa, terdapat sebutan kang untuk lelaki biasa. Jika lelaki itu diangkat sebagai pengawas pamong praja, sebutan kang berubah menjadi raden sesuai dengan kedudukannya yang baru.e.PernikahanPeningkatan status sosial ke tingkat yang lebih tinggi dapat dilakukan melalui pernikahan. Sebagai contoh, seseorang yang berasal dari keluarga yang sangat sederhana menikah dengan orang dari kalangan keuarga terpandang dan kaya di masyarakatnya. Pernikahan itu dapat meningkatkan status orang tersebut.f.Bergabung (berafiliasi) dengan asosiasi tertentuSeseorang dapat meningkatkan statusnya dengan bergabung pada salah satu organisasi tertentu. Contohnya, orang-orang yang tidak berpendidikan dapat bergabung dengan ormas-ormas tertentu. Setelah bergabung dengan ormas ia menyadari potensi dalam dirinya. Akhirnya ia diangkat menjadi ketua dalam organisasi itu dan menjadi populer di masyarakat. Dengan demikian, status sosialnya telah berubah2. Saluran mobilitas sosiala. Angkatan bersenjataBersenjata merupakan bentuk organisasi yang dapat digunakan untuk saluran mobilitas sosial vertikal keatas melalui tahapan yang disebut kenaikan pangkat. Misalnya, seorang prajurit akan mandapat penghargaan dari negara karena berjasa telah menyelamatkan negara dari pemberontakkan. Di Indonesia cukup banyak prajurit menduduki jabatan sebagai bupati, gubernur atau walikota.b. Lembaga-lembaga keagamaanSeorang ulama sering dihormati, meskipun ia tidak memilii pendidikan tinggi. Demikian juga dengan pastor, pendeta dan kedudukan dalam keagamaan lainnya.c.Lembaga pendidikanLembaga-lembaga pendidikan pada umumnya merupakan saluran yang kongkret untuk melakukan mobilitas vertikal keatas. Bahkan lembaga pendidikan sering dianggap sebagai sosial elevator (perangkat) yang dapat mengangkat seseorang dari kedudukan yang rendah ke kedudukan yang lebih tinggi. Contoh, seorang anak nelayan dapat mengenyam sekolah kejenjang yang tinggi. Setelah lulus ia mendapatkan ijasah. Akhirnya ia bekerja sesuai dengan keahliannya. Contoh itu menunjukkan bahwa melalui pendidikan disekolah, seseorang dapat menaikkan derajatnya dan meraih masa depan yang lebih baik.d. Organisasi politikSeorang anggota partai politik yang pandai, punya dedikasi tinggi dan loyal terhadap partainya kemungkinan akan cepat mendapatkan kedudukan dala partainya. Bahkan ia berpeluang menjadi anggota DPR/MPR. Pada negara-negara yang menganut demokrasi, organisasi politik mempunyai peranan yang penting. Agar seorang dapat terpilih menjadi wakil rakyat, ia harus memiliki kepribadian yang baik. Peluang jabatan yang ada dalam organisasi politik membuat organisasi tersebut berfungsi sebagai saluran mobilitas sosial.e. Organisasi ekonomiOrganisasi ekonomi mempunyai peranan penting sebagai saluran gerak sosial vertikal ke atas. Ukuran yang menjadi dasar saluran gerak sosial ini biasanya berupa kekayaan. Oleh karena itu organisasi ekonomi seperti BUMN, Persero atau PT dapat menjadi saluran untuk terjadinya mobilitas vertikal keatas.f. Organisasi keahlianOrganisasi keahlian merupakan wadah bagi mereka yang memiliki keahlian tertentu. Melalui organisasi keahlian, orang dapat menjadi terkenal dan menduduki lapisan atas di masyarakat lingkungannya. Contoh, organisasi keahlian ICM, IDI, Persatuan seniman, persatuan sastrawan dan ikatan ahli hukumg. Saluran pernikahanSebuah pernikahan dapat menaikkan status seseorang. Seseorang yang menikah dengan orang yang memiliki status terpandang akan dihormati karena pengaruh pasangannya. Konsekuensi mobilitas sosial vertikal keatas dapat berdampak positif maupun negatif. Pada masyarakat terbuka (demokrasi), mobilitas memungkinkan orang dapat mencapai jenjang yang lebih tinggi. Hal itu dapat terjadi melalui persaingan. Jika status sosial tertentu dapat tercapai dalam persaingan, terjadilah mobilitas sosial keatas. Namun, jika dalam persaingan itu seseorang mengalami kegagalan, dia akan mengalami kecemasan dan kekecewaan. Pada masyarakat yang menganut sistem tertutup (kasta), kebahagiaan ataupun kekecewaan tidak begitu dirasakan karena pada anggota masyarakat tersebut telah ditentukan status/kedudukan tertentu sejak dia lahir.E.Hubungan Mobilitas Sosial Dengan Struktur SosialGejala naik turunnya status sosial tentu memberikan konsekuensi-konsekuensi tertentu terhadap struktur sosial masyarakat. Konsekuensi-kinsekuensi tersebut juga mendatangkan berbagai reaksi. Reaksi itu dapat berbentuk konflik. Berikut ini berbagai macam konflik yang bisa muncul dalam masyarakat akibat terjadinya mobilitas.1. Konflik antarkelasDalam masyarakat terdapat lapisan-lapisan sosial karena adanya ukuran-ukuran seperti kekayaan, kekuasaan dan pendidikan. Kelompok dalam lapisan-lapisan tadi disebut kelas sosial. Jika dalam mobilitas sosial terjadi perbedaan kepentingan antara kelas-kelas sosial yang ada di masyarakat, akan muncul konflik antar kelas. Contoh, seorang anak pembantu rumah tangga memiliki sifat yang tekun. Ketekunannya membuat dirinya berhasil menyelesaikan pendidikan S2 dan mendapat pekerjaan yang baik. Keberhasilannya ini membuatnya memiliki kedudukan yang terhormat di mata masyarakat. Hal itu menimbulkan rasa iri dan benci dalam diri anak-anak majikannya.2. Konflik antar kelompok sosialDi dalam masyarakat terdapat pula kelompok sosial yang beraneka ragam, misalnya kelompok sosial berdasarkan ideologi, profesi, agama, suku, dan ras.Jika salah satu kelompok berusaha menguasai kelompok lain, akan timbul konflik. Contohnya, ada satu kelompok suku di Indonesia yang mampu menguasai perekonomian di masyarakat. Hal itu menimbulkan kesenjangan sosial dan kecemburuan sosial yang tinggi dari kelompok suku tertentu. Konflik antaretnis pun timbul karena salah satu pihak mengalami ketidakpuasan.3.Konflik antargenerasiKonflik antargenerasi umumnya terjadi antara generasi tua yang mempertahankan nilai-nilai lama dan generasi muda yang ingin mengadakan perubahan. Sebagai contoh, pergaulan bebas yang saat ini banyak dilakukan kaum muda di Indonesia sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut oleh generasi tua. Sebaliknya, generasi muda yang memiliki semangat yang tinggidan suka terhadap perubahan menganggap generasi tua kolot, kuno, dan tidak mau mengikuti perkembangan jaman. Masalah-masalah demikian akan menimbulkan konflik karena generasi tua ingin tetap mempertahankan nilai-nilai lama yang masih relevan dengan kehidupan budayanya. Dalam kondisi tersebut terjadi benturan perbedaan kepentingan antara generasi tua dan generasi muda.4.Penyesuaian kembaliPada dasarnya setiap konflik ingin menguasai atau mengalahkan lawan. Bagi pihak-pihak yang berkonflik, jika menyadari bahwa konflikitu merugikan kelompoknya, akan timbul penyesuaian kembali yang didasari rasa toleransi atau rasa saling menghargai. Penyesuaian semacam itu disebut akomodasi.Disamping dampak negatif, mobilitas sosial juga berdampak positif, sbb:a.Orang-orang akan berusaha untuk berprestasi atau berusaha untuk maju karena adanya kesempatan untuk pindah strata. Kesempatan ini mendorong orang untuk mau bersaing dan bekerja keras agar dapat naik ke strata atas. Sebagai contoh, jika seseorang ingin menjadi seorang gubernur, ia harus mau bersaing dan berusaha untuk mengalahkan calon gubernur lainnya.b.Mobilitas sosial akan lebih mempercepat tingkat perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik. Contohnya adalah agraris ke masyarakat industri. Perubahan akan terjadi lebih cepat jika didukung oleh sumber daya yang berkualitas baik. Kondisi tersebut perlu didukung dengan peningkatan dalam bidang pendidikan.

2.3 TEORI KELASKesulitan utama yang kita temui sekarang ini adalah bahwa, Marx tidak pernah membahas tentang arti dari Kelas Sosial. Mungkin bagi Marx seakan-akan arti itu sudah sangat jelas. Arti kelas Sosial Menurut Lennin di anggap sebagai golongan sosial dalam sebuah tatanan masayarakat yang ditentukan oleh posisi tertentu dalam proses produksi ( Franz Magnis-Suseno : 111 ). Tetapi itu belum terlalu jelas karena masih ada pertentangan.

Menurut Marx golongan sosial adalah gejala khas pada masyarakat pascafeodal, sedangkan golongan sosial dalam masyrakat feodal atau masyarakat kuno disebut dengan Kasta. Seperti contoh di Indonesia dalam masa kerajaan sudah mengenal tentang pembagian masyarakat (kasta) atau dalam masyarakat Bali disebut Catur Varna yaitu pembagian gelar menurut keahlianya. Dasar Anggapan Marx tentang kelas sosial bahwa sebuah kelas sosial baru di anggap kelas dalam arti yang sebenarnya, apabila dia bukan hanya secara(objektif) merupakan golongan dengan kepentingan sendiri, melainkan juga sebagai(subjektif) menyadari sebagai kelas, sebagai golongan khusus yang mau memperjuangkannya.

Dari pernyataan tersebut belum sepenuhnya dapat mengartilkan tentang arti kelas sosial. Istilah kelas di artikan sebagai posisi atau kedudukan tertentu dalam proses produksi, tetapi disebut kelas sosial jika golongan tersebut menyadari sebagai kelas, sebagai golongan khusus yang mau memperjuangkannya.

2.3.1 Kelas Atas dan Kelas Bawah

Menurut Karl Marx Pelaku utama dalam perubahan sosial bukanlah individu tertentu, tetapi kelas-kelas sosial. Bukan hanya kelas sosial apa yang ditemukan, tetapi struktur kekuasaan yang ada dalam kelas sosial tersebut. Menurut Marx, dalam kelas-kelas ada yang berkuasa dan yang dikuasai.

Dalam masyarakat kapitalis terdiri dari tiga kelas yang diantaranya adalah kelas buruh (mereka hidup dari upah), kaum pemilik modal (hidup dari laba) dan para tuan tanah ( hidup dari rente tanah) ( Franz Magnis-Suseno :113). Dengan adanya kelas-kelas itu terjadi adanya keterasingan pekerjaan karena orang-orang yang bekerja berbeda dalam kelas, yaitu kelas buruh dan kelas majikan. Kelas para majikan memiliki alat-alat produksi, pabrik, mesin dan tanah. Sedangkan kaum buruh bekerja dan terpaksa menjual tenaganya mereka kepada para majikan karena tidak memiliki sarana dan prasarana. Oleh karena itu, hasil dari pekerjaan itu bukan lagi milik para pekerja tetapi juga milik para majikan.

Jadi, dalam masyarakat kapitalis ada dua kelas yang saling membutuhkan dan saling bergantung, yaitu kelas buruh dan kelas kaum pemilik. Kaum buruh hanya dapat bekerja jika ada pemilik yang membuka lapangan pekerjaan. Dan para majikan hanya mendapat keuntungan jika para pekerja berkerja di tempatnya karena mereka yang beruntung mempunyai alat-alat produksi. Tetapi saling ketergantungan itu tidak terlalu adil khususnya bagi buruh karena kaum buruh tidak dapat hidup apabila tidak mendapat pekerjaan, sedangkan majikan walaupun tidak mendapat pendapatan karena tidak mempunyai para pekerja, tetapi mereka masih bisa hidup dari modal dan keuntungan yang dikumpulkan selama pabriknya berjalan dan ia pun masih bisa menjual pabriknya bila perlu. Dengan adanya anggapan seperti itu, bahwa kelas pemilik adalah kelas yang kuat dan para pekerja adalah kelas yang lemah.

Keuntungan yang diperoleh dari kelas atas dari kedudukan itu adalah bahwa mereka tidak perlu bekerja sendiri, karena dapat hidup dari keuntungan yang didapat dari para buruh yang bekerja. Hubungan antara kelas atas dan kelas bawah adalah suatu hubungan kekuasaan dengan tujuan kaum buruh agar tetap bekerja untuk kepentingan para majikan dengan cara menggunakan tenaga dari buruh. Karena itu, kelas atas adalah kelas penindas bagi kelas bawah.

2.3.2 Individu, Kepentingan Kelas dan Revolusi

Menurut Marx, Pertentangan antara kelas atas dan kelas bawah bukan karena adanya perasaan iri atau egois, tetapi karena adanya kepentingan yang obyektif. Marx menulis : Masalahnya bukan apa yang dibayangkan sebagai tujuan oleh seorang proletar atau pun seluruh proletariat. Masalahnya ialah proletariat itu apa dan apa yang akan, secara historis, terpaksa dilakukan berdasarkan hakekatnya itu( Franz Magnis-Suseno : 116).Dari saling ketergantungan itu ada maksud-maksud tersembunyi dari kelas buruh. Kelas majikan yang menginginkan keuntungan sebanyak-banyak dalam sebuah persaingan bebas, sehingga kelas majikan ingin membiayai kelas buruh dengan serendah mungkin. Dan sebaliknya, buruh ingin mendapatkan upah sebanyak-banyaknya dan mengurangi jam kerja serta ingin mengusai pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Di saat kelas majikan melemah dalam arti sudah tidak mampu menguasai ekonominya dan di saat itu lah kelas buruh semakin mampu mengusai kepentingan mereka, sehingga terjadi revolusi dan hak milik pribadi dari kelas buruh dapat terhapuskan.Dalam teori Marx ini ada beberapa hal yang penting. Pertama, bahwa peran ekonomi dan peran kekuasaan yang penting karena kepentingan mereka sangat ditentukan oleh kekdudukan mereka masing-masing. Kedua, kelas atas tidak menginginkan adanya perubahan karena kelas atas sudah mantap dan mampan dengan dengan harta yang dimiliki, sehingga kelas atas secara langsung tetap mempertahankan statusnya sebagai kelas atas. Sebaliknya, kelas bawah sangat menginginklan perubahan karena meraka tertindas dan perubahan atau revolusi merupakan jalan satu-satunya agar mereka bisa lebih maju. Ketiga, kelas bawah yang sudah lama tertindas mempunyai keinginan untuk menaklukan kelas atas, sebaliknya kelas atas akan tetap mempertahankan peran kekuasaannya sebagai kelas atas. Karena itu, perubahan sosial akan hanya dapat tercapai dengan jalan revolusi.Maka itu lah, mengapa marxisme menententang semua usaha untuk perdamaian kelas atas dan kelas bawah yang saling bertentangan karena usaha perdamaian kelas atas dan kelas bawah hanya akan menguntungkan kelas atas dan memberhentikan usaha kelas bawah untuk membebaskan diri dari penindasan.

2.3.3 Negara Kelas

Salah satu pokok teori Karl Marx adalah bahwa negara secara hakiki merupakan negara kelas, artinya negara di kuasai secara langsung atau tidak langsung oleh kelas-kelas yang mengusai bidang ekonomi (Franz Magnis-Suseno : 120). Menurut Marx, negara bukanlah lembaga yang mengatur kesejahteraan rakyatnya, tetapi sebagai alat untuk mengamankan orang-orang dari kelas atas. Jadi negara tidak netral, tetapi selalu berpihak kepada kelas atas, maka kebijakan yang dibuat oleh negara lebih menguntungkan kelas atas. Biasanya yang jadi korban adalah kelas bawah, sebagai contoh antara kasus pencurian yang dilakukan oleh rakyat kecil, mereka akan ditangkap dan mungkin akan dipukuli oleh massa, sedangkan kelas atas yang misalnya melakukan korupsi masih tetap terlidungi misalnya dipenjara pun penjara kelas vip.Negara bisa saja mensejahterakan kepentingan rakyat dengan cara membangun sarana dan prasarana umum, tetapi dengan cara seperti itu demi kepentingan kelas atas juga karena kelas atas tidak dapat mempertahakan diri, jika kehidupan rakyat tidak berjalan. Negara melakukan hal seperti hanya untuk menenangkan dan mengalihkan perhatian para kelas bawah agar tidak melakukan hal atau tuntutan dari kelas atas. Seharusnya rakyat tidak terlalu banyak menutut dari negara karena negara hanya memihak pada kelas atas dan mementingkan kepentingan-kepetingan mereka.

2.4 Kemiskinan 2.4.1 Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan secara ekonomi untuk memenuhi standar hidup rata-rata masyarakat di suatu daerah. Kondisiketidakmampuan ini ditandai dengan rendahnya kemampuan pendapatan untukmemenuhi kebutuhan pokok baik berupa pangan, sandang, maupun papan. Kemampuan pendapatan yang rendah ini juga akan berdampak berkurangnyakemampuan untuk memenuhi standar hidup rata-rata seperti standar kesehatan masyarakat dan standar pendidikan.Kondisi masyarakat yang disebut miskin dapat diketahui berdasarkan kemampuan pendapatan dalam memenuhi standar hidup (Nugroho, 1995). Pada prinsipnya, standar hidup di suatu masyarakat tidak sekedar tercukupinya kebutuhan akan pangan, akan tetapi juga tercukupinya kebutuhan akan kesehatan maupun pendidikan. Tempat tinggal ataupun pemukiman yang layak merupakan salah satu dari standar hidup atau standar kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Berdasarkan kondisi ini, suatu masyarakat disebut miskin apabila memiliki pendapatan jauh lebih rendah dari rata-rata pendapatan sehingga tidak banyak memiliki kesempatan untuk mensejahterakan dirinya (Suryawati, 2004). Pengertian kemiskinan yang saat ini populer dijadikan studi pembangunan adalah kemiskinan yang seringkali dijumpai di negara-negara berkembang dan negara-negara dunia ketiga. Persoalan kemiskinan masyarakat di negara-negara ini tidak hanya sekedar bentuk ketidakmampuan pendapatan, akan tetapi telah meluas pada bentuk ketidakberdayaan secara sosial maupun politik (Suryawati, 2004). Kemiskinan juga dianggap sebagai bentuk permasalahan pembangunan yang diakibatkan adanya dampak negatif dari pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang sehingga memperlebar kesenjangan pendapatan antar masyarakat maupun kesenjangan pendapatan antar daerah (inter region income gap) (Harahap, 2006). Studi pembangunan saat ini tidak hanya memfokuskan kajiannya pada faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan, akan tetapi juga mulai mengindintifikasikan segala aspek yang dapat menjadikan miskin.

2.4.2 Definisi Kemiskinan Secara Umum

Definisi mengenai kemiskinan dibentuk berdasarkan identifikasi dan pengukuran terhadap sekelompok masyarakat/golongan yang selanjutnya disebut miskin (Nugroho, 1995). Pada umumnya, setiap negara termasuk Indonesia memiliki sendiri definisi seseorang atau suatu masyarakat dikategorikan miskin. Hal ini dikarenakan kondisi yang disebut miskin bersifat relatif untuk setiap negara misalnya kondisi perekonomian, standar kesejahteraan, dan kondisi sosial. Setiap definisi ditentukan menurut kriteria atau ukuran-ukuran berdasarkan kondisi tertentu, yaitu pendapatan rata-rata, daya beli atau kemampuan konsumsi rata-rata, status kependidikan, dan kondisi kesehatan.

Secara umum, kemiskinan diartikan sebagai kondisi ketidakmampuan pendapatan dalam mencukupi kebutuhan pokok sehingga kurang mampu untuk menjamin kelangsungan hidup (Suryawati, 2004: 122). Kemampuan pendapatan untuk mencukupi kebutuhan pokok berdasarkan standar harga tertentu adalah rendah sehingga kurang menjamin terpenuhinya standar kualitas hidup pada umumnya. Berdasarkan pengertian ini, maka kemiskinan secara umum didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya yang dapat menjamin terpenuhinya standar kualitas hidup. Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhinya hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Kebutuhan dasar yang menjadi hak seseorang atau sekelompok orang meliputi kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam, lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan kehidupan sosial dan politik. Laporan Bidang Kesejahteraan Rakyat yang dikeluarkan oleh Kementrian Bidang Kesejahteraan (Kesra) tahun 2004 menerangkan pula bahwa kondisi yang disebut miskin ini juga berlaku pada mereka yang bekerja akan tetapi pendapatannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok/dasar. Definisi kemiskinan kemudian dikaji kembali dan diperluas berdasarkan permasalahan-permasalahan kemiskinan dan faktor-faktor yang selanjutnya menyebabkan menjadi miskin. Definisi kemiskinan yang dikemukakan oleh Chambers adalah definisi yang saat ini mendapatkan perhatian dalam setiap program pengentasan kemiskinan di berbagai negara-negara berkembang dan dunia ketiga. Pandangan yang dikemukakan dalam definisi kemiskinan dari Chambers menerangkan bahwa kemiskinan adalah suatu kesatuan konsep (integrated concept) yang memiliki lima dimensi, yaitu:

a. Kemiskinan (Proper) Permasalahan kemiskinan seperti halnya pada pandangan semula adalah kondisi ketidakmampuan pendapatan untuk mencukupi kebutuhankebutuhan pokok. Konsep atau pandangan ini berlaku tidak hanya pada kelompok yang tidak memiliki pendapatan, akan tetapi dapat berlaku pula pada kelompok yang telah memiliki pendapatan.

b. Ketidakberdayaan (Powerless) Pada umumnya, rendahnya kemampuan pendapatan akan berdampak pada kekuatan sosial (social power) dari seseorang atau sekelompok orang terutama dalam memperoleh keadilan ataupun persamaan hak untuk mendapatkan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

c. Kerentanan menghadapi situasi darurat (State of emergency) Seseorang atau sekelompok orang yang disebut miskin tidak memiliki atau kemampuan untuk menghadapi situasi yang tidak terduga di mana situasi ini membutuhkan alokasi pendapatan untuk menyelesaikannya. Misalnya, situasi rentan berupa bencana alam, kondisi kesehatan yang membutuhkan biaya pengobatan yang relatif mahal, dan situasi-situasi darurat lainnya yang membutuhkan kemampuan pendapatan yang dapat mencukupinya. Kondisi dalam kemiskinan dianggap tidak mampu untuk menghadapi situasi ini.

d. Ketergantungan (dependency) Keterbatasan kemampuan pendapatan ataupun kekuatan sosial dari seseorang atau sekelompok orang yang disebut miskin tadi menyebabkan tingkat ketergantungan terhadap pihak lain adalah sangat tinggi. Mereka tidak memiliki kemampuan atau kekuatan untuk menciptakan solusi atau penyelesaian masalah terutama yang berkaitan dengan penciptaan pendapatan baru. Bantuan pihak lain sangat diperlukan untuk mengatasi persoalan-persoalan terutama yang berkaitan dengan kebutuhan akan sumber pendapatan. e. Keterasingan (Isolation) Dimensi keterasingan seperti yang dimaksudkan oleh Chambers adalah faktor lokasi yang menyebabkan seseorang atau sekelompok orang menjadi miskin. Pada umumnya, masyarakat yang disebut miskin ini berada pada daerah yang jauh dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan sebagian besar fasilitas kesejahteraan lebih banyak terkonsentrasi di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi seperti di perkotaan atau kota-kota besar. Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil atau sulit dijangkau oleh fasilitas-fasilitas kesejahteraan relatif memiliki taraf hidup yang rendah sehingga kondisi ini menjadi penyebab adanya kemiskinan.

2.4.3 Skema Terbentuknya Perangkap Kemiskinan Skema terbentuknya kemiskinan yang didasarkan pada konsep yang dikemukakan oleh Chambers menerangkan bagaimana kondisi yang disebut miskin di sebagian besar negara-negara berkembang dan dunia ketiga adalah kondisi yang disebut memiskinkan. Kondisi yang sebagian besar ditemukan bahwa kemiskinan selalu diukur/diketahui berdasarkan rendahnya kemampuan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok berupa pangan, kesehatan, perumahan atau pemukiman, dan pendidikan. Rendahnya kemampuan pendapatan diartikan pula sebagai rendahnya daya beli atau kemampuan untuk mengkonsumsi.

Kemampuan pendapatan yang relatif terbatas atau rendah menyebabkan daya beli seseorang atau sekelompok orang terutama untuk memenuhi kebutuhan pokok menjadi rendah (Nugroho, 1995: 17). Konsumsi ini terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan gizi dan kesehatan standar. Akibatnya, kemampuan untuk mencapai standar kesejahteraan menjadi rendah seperti:

a. Ketersediaan pangan tidak sesuai atau tidak mencukupi standar gizi yang disyaratkan sehingga beresiko mengalami mal gizi atau kondisi gizi rendah yang selanjutnya sangat rentan terhadap resiko penyaki menular.

b. Kesehatan relatif kurang terjamin sehingga rentan terhadap serangan penyakit dan kemampuan untuk menutupi penyakit juga relatif terbatas sehingga sangat rentan terhadap resiko kematian

c. Perumahan atau pemukiman yang kurang/tidak layak huni sebagai akibat keterbatasan pendapatan untuk memiliki/mendapatkan lahan untuk tempat tinggal atau mendapatkan tempat tinggal yang layak. Kondisi ini akan berdampak mengganggu kesehatan.

d. Taraf pendidikan yang rendah. Kondisi ini disebabkan karena keterbatasan pendapatan untuk mendapatkan pendidikan yang diinginkan atau sesuai dengan standar pendidikan. Kondisi-kondisi akibat keterbatasan atau rendahnya pendapatan di atas menyebabkan terbentuknya status kesehatan masyarakat yang dikatakan rendah (morbiditas) atau berada dalam kondisi gizi rendah. Kondisi seperti ini sangat rentan terhadap serangan penyakit dan kekurangan gizi yang selanjutnya disertai tingginya tingkat kematian (mortalitas). Angka mortalitas yang tinggi dan keadaan kesehatan masyarakat yang rendah akan berdampak pada partisipasi sosial yang rendah, ketidakhadiran yang semakin tinggi, kecerdasan yang rendah, dan ketrampilan yang relatif rendah. Berikut ini adalah penjelasan mengenai masing-masing keadaan yang disebabkan oleh adanya mortalitas maupu morbiditas yang tinggi. a). Tingkat Partisipasi Sosial Yang Rendah Kondisi kesehatan maupun gizi yang rendah menyebabkan ketahanan fisik atau modal fisik yang diperlukan untuk partisipasi sosial menjadi rendah. Hal ini dikarenakan kesehatan yang terganggu tidak dapat menunjang partisipasi secara penuh baik di lingkungan kemasyarakatan maupun di lingkungan kerja. Sebagian besar golongan masyarakat miskin relatif jarang terlibat secara aktif dalam aktivitas sosial.

b). Absensi Meningkat Faktor kualitas kesehatan yang rendah tidak mendukung adanya aspek kehadiran dalam aktivitas kemasyarakatan baik di lingkungan sosial, pendidikan, maupun pekerjaan. Akibatnya, ketidakhadiran atau absensi dalam segala aktivitas menjadi semakin meningkat sehingga tidak memiliki kesempatan untuk berperan secara aktif dalam lingkungan sosial tersebut.

c). Tingkat Kecerdasan Yang Rendah Faktor gizi buruk ataupun kualitas kesehatan yang rendah akan berdampak pada menurunnya kualitas intelektual. Seperti diketahui bahwa kinerja otak manusia yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu masalah memerlukan gizi yang memadai atau ideal. Kekurangan gizi termasuk faktor yang paling utama terhadap adanya penurunan kualitas intelektual.

d). Ketrampilan Yang Rendah Pada prinsipnya, ketrampilan merupakan salah satu bentuk dari adanya kreativitas. Aktivitas ini harus ditunjang dengan kondisi kesehatan yang mencukupi dan tentunya adalah kualitas intelektual yang memadai. Masyarakat yang mengalami kekurangan gizi ataupun rentan terhadap gangguan kesehatan relatif sulit untuk mengembangkan ketrampilannya. Hal ini dikarenakan dukungan kesehatan untuk menjunjang pengembangan kreativitas kerja relatif rendah sehingga tidak memiliki banyak kesempatan untuk meningkatkan kualitas ketrampilannya.

2.4.4 Bentuk dan Jenis Kemiskinan Dimensi kemiskinan yang dikemukakan oleh Chambers memberikan penjelasan mengenai bentukpersoalan dalam kemiskinan dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kondisi yang disebut memiskinkan. Konsep kemiskinan tersebut memperluas pandangan ilmu sosial terhadap kemiskinan yang tidak hanya sekedar kondisi ketidakmampuan pendapatan dalam memenuhi kebutuhankebutuhan pokok, akan tetapi juga kondisi ketidakberdayaan sebagai akibat rendahnya kualitas kesehatan dan pendidikan, rendahnya perlakuan hukum, kerentanan terhadap tindak kejahatan (kriminal), resiko mendapatkan perlakuan negatif secara politik, dan terutama ketidakberdayaan dalam meningkatkan kualitas kesejahteraannya sendiri. Berdasarkan kondisi kemiskinan yang dipandang sebagai bentuk permasalahan multidimensional, kemiskinan memiliki 4 bentuk. Adapun keempat bentuk kemiskinan tersebut adalah (Suryawati, 2004): 1) Kemiskinan Absolut Kemiskinan absolut adalah suatu kondisi di mana pendapatan seseorang atau sekelompok orang berada di bawah garis kemiskinan sehingga kurang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan standar untuk pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup. Garis kemiskinan diartikan sebagai pengeluaran rata-rata atau konsumsi rata-rata untuk kebutuhan pokok berkaitan dengan pemenuhan standar kesejahteraan. Bentuk kemiskinan absolut ini paling banyak dipakai sebagai konsep untuk menentukan atau mendefinisikan kriteria seseorang atau sekelompok orang yang disebut miskin.

2) Kemiskinan Relatif Kemiskinan relatif diartikan sebagai bentuk kemiskinan yang terjadi karena adanya pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan adanya ketimpangan pendapatan atau ketimpangan standar kesejahteraan. Daerahdaerah yang belum terjangkau oleh program-program pembangunan seperti ini umumnya dikenal dengan istilah daerah tertinggal.

3) Kemiskinan Kultural Kemiskinan kultural adalah bentuk kemiskinan yang terjadi sebagai akibat adanya sikap dan kebiasaan seseorang atau masyarakat yang umumnya berasal dari budaya atau adat istiadat yangrelatif tidak mau untuk memperbaiki taraf hidup dengan tata cara moderen. Kebiasaan seperti ini dapat berupa sikap malas, pemboros atau tidak pernah hemat, kurang kreatif, dan relatif pula bergantung pada pihak lain.

4) Kemiskinan Struktural Kemiskinan struktural adalah bentuk kemiskinan yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang pada umumnya terjadi pada suatu tatanan sosial budaya ataupun sosial politik yang kurang mendukung adanya pembebasan kemiskinan. Bentuk kemiskinan seperti ini juga terkadang memiliki unsur diskriminatif.

Bentuk kemiskinan struktural adalah bentuk kemiskinan yang paling banyak mendapatkan perhatian di bidang ilmu sosial terutama di kalangan negaranegara pemberi bantuan/pinjaman seperti Bank Dunia, IMF, dan Bank Pembangunan Asia. Bentuk kemiskinan struktural juga dianggap paling banyak menimbulkan adanya ketiga bentuk kemiskinan yang telah disebutkan sebelumnya (Jarnasy, 2004: 8-9). Setelah dikenal bentuk kemiskinan, dikenal pula dengan jenis kemiskinan berdasarkansifatnya. Adapun jenis kemiskinan berdasarkan sifatnya adalah: 1) Kemiskinan Alamiah Kemiskinan alamiah adalah kemiskinan yang terbentuk sebagai akibat adanya kelangkaan sumberdaya alam dan minimnya atau ketiadaan pra sarana umum (jalan raya, listrik, dan air bersih), dan keadaan tanah yang kurang subur. Daerah-daerah dengan karakteristik tersebut pada umumnya adalah daerah yang belum terjangkau oleh kebijakan pembangunan sehingga menjadi daerah tertinggal.

2) Kemiskinan Buatan Kemiskinan buatan adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh sistem moderenisasi atau pembangunan yang menyebabkan masyarakat tidak memiliki banyak kesempatan untuk menguasai sumber daya, sarana, dan fasilitas ekonomi secara merata. Kemiskinan seperti ini adalah dampak negatif dari pelaksanaan konsep pembangunan (developmentalism) yang umumnya dijalankan di negara-negara sedang berkembang. Sasaran untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi tinggi mengakibatkan tidak meratanya pembagian hasil-hasil pembangunan di mana sektor industri misalnya lebih menikmati tingkat keuntungan dibandingkan mereka yang bekerja di sektor pertanian.

Kedua jenis kemiskinan di atas seringkali masih dikaitkan dengan konsep pembangunan yang sejak lama telah dijalankan di negara-negara sedang berkembang pada dekade 1970an dan 1980an (Jarnasy, 2004: 8). Persoalan kemiskinan dan pembahasan mengenai penyebab kemiskinan hingga saat ini masih menjadi perdebatan baik di lingkungan akademik maupun pada tingkat penyusun kebijakan pembangunan (Suryawati, 2004: 123). Salah satu perdebatan tersebut adalah menetapkan definisi terhadap seseorang atau sekelompok orang yang disebut miskin. Pada umumnya, identifikasi kemiskinan hanya dilakukan pada indikator-indikator yang relatif terukur seperti pendapatan per kapita dan pengeluaran/konsumsi rata-rata. Ciri-ciri kemiskinan yang hingga saat ini masih dipakai untuk menentukan kondisi miskin adalah:

1) Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, peralatan kerja, dan ketrampilan yang memadai. 2) Tingkat pendidikan yang relatif rendah 3) Bekerja dalam lingkup kecil dan modal kecil atau disebut juga bekerja di lingkungan sektor informal sehingga mereka ini terkadang disebut juga setengah menganggur 4) Berada di kawasan pedesaan atau di kawasan yang jauh dari pusat-pusat pertumbuhan regional atau berada pada kawasan tertentu di perkotaan (slum area) 5) Memiliki kesempatan yang relatif rendah dalam memperoleh bahan kebutuhan pokok yang mencukupi termasuk dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan sesuai dengan standar kesejahteraan pada umumnya.

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa ciri-ciri kemiskinan di atas tidak memiliki sifat mutlak (absolut) untuk dijadikan kebenaran universal terutama dalam menerangkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan ataupun terbentuknya kemiskinan. Sifat-sifat kemiskinan di atas hanya merupakan temuan lapangan yang paling banyak diidentifikasikan atau diukur.

2.4.5 Indikator-Indikator Mengenai Kemiskinan Pengukuran mengenai kemiskinan yang selama ini banyak dipergunakan didasarkan pada ukuran atas rata-rata pendapatan dan rata-rata pengeluaran masyarakat dalam suatu daerah. Perluasan pengukuran dengan menyertakan pandangan mengenai dimensi permasalahan dalam kemiskinan mengukur banyaknya individu dalam sekelompok masyarakat yang mendapatkan pelayanan atau fasilitas untukkesehatan dan pendidikan. Beberapa perluasan pengukuran lainnya adalah menyertakan dimensisosial politik sebagai referensi untuk menerangkan terbentuknya kemiskinan. Keseluruhanhasil pengukuran ini selanjutnya dikatakan sebagai indikator-indikator kemiskinan yang digolongkan sebagai indikator-indikator sosial dalam pembangunan. Adapun mengenai beberapa indikator-indikator kemiskinan akan diuraikan pada sub sub bab berikut ini.

a). Indikator Kemiskinan Berdasarkan Dimensi Ekonomi Berdasarkan sudut pandang ekonomi, kemiskinan adalah bentuk ketidakmampuan dari pendapatan seseorang maupun sekelompok orang untuk mencukupi kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar. Dimensi ekonomi dari kemiskinan diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan atau dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan seseorang baik secara finansial maupun jenis kekayaan lainnya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Suryawati, 2004: 123). Dari pengertian ini, dimensi ekonomi untuk kemiskinan memiliki dua aspek, yaitu aspek pendapatan dan aspek konsumsi atau pengeluaran. Aspek pendapatan yang dapat dijadikan sebagai indikator kemiskinan adalah pendapatan per kapita, sedangkan untuk aspek konsumsi yang dapat digunakan sebagai indikator kemiskinan adalah garis kemiskinan.

1) Pendapatan Per Kapita Pendapatan per kapita menyatakan besarnya rata-rata pendapatan masyarakat di suatu daerah selamakurun waktu 1 tahun. Besarnya pendapatan per kapita (income per capita) dihitung dari besarnya output dibagi oleh jumlah penduduk di suatu daerah untuk kurun waktu 1 tahun (Todaro, 1997: 437). Indikator pendapatan per kapita menerangkan terbentuknya pemerataan pendapatan yang merupakan salah satu indikasi terbentuknya kondisi yang disebut miskin. Pendapatan per kapita dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Todaro, 1997: 437438):

Y Per Kapita = Yt/POPt

di mana: YPer Kapita = Pendapatan per kapita Yt = Pendapatan pada tahun t Popt = Jumlah penduduk pada tahun t.

Variabel pendapatan dapat dinyatakan sebagai Produk Domestik Bruto (PDB), Pendapatan Nasional, atau Produk Domestik Regional Bruto, sedangkan jumlah penduduk menyatakan banyaknya penduduk pada periode t di suatu daerah yang diukur pendapatan per kapitanya.

2) Garis Kemiskinan Garis kemiskinan merupakan salah satu indikator kemiskinan yang menyatakan rata-rata pengeluaran makanan dan non-makanan per kapita pada kelompok referensi (reference population) yang telah ditetapkan (BPS, 2004). Kelompok referensi ini didefinisikan sebagai penduduk kelas marjinal, yaitu mereka yang hidupnya dikategorikan berada sedikit di atas garis kemiskinan. Berdasarkan definisi dari BPS, garis kemiskinan dapat diartikan sebagai batas konsumsi minimum dari kelompok masyarakat marjinal yang berada pada referensi pendapatan sedikit lebih besar daripada pendapatan terendah. Pada prinsipnya, indikator garis kemiskinan mengukur kemampuan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan pokok/dasar atau mengukur daya beli minimum masyarakat di suatu daerah. Konsumsi yang dimaksudkan dalam garis kemiskinan ini meliputi konsumsi untuk sandang, pangan, perumahan, kesehatan, dan pendidikan (Suryawati, 2004: 123).

b). Indikator Kemiskinan Berdasarkan Dimensi Peran Pemerintah Pemerintah sebagai regulator sekaligus dinamisator dalam suatu perekonomian merupakan salah satu pihak yang memiliki peran sentral dalam upaya untuk menanggulangi permasalahan kemiskinan. Di Indonesia, pelaksanaan penanggulangan permasalahan kemiskinan dikoordinasikan oleh Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan yang bekerja sama dengan Departemen Kesehatan dan Departemen Sosial. Program penanggulangan masalah kemiskinan ini dibiayai melalui Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional (APBN) melalui pos pengeluaran untuk Program Pembangunan. Prinsip yang digunakan untuk program ini bahwa penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui upaya untuk meningkatkan pembangunan di bidang sumber daya manusia dan pemenuhan sarana maupun pra sarana fisik. Kedua bentuk pelaksanaan dalam APBN ini disebut juga investasi pemerintah untuk sumber daya manusia dan investasi pemerintah di bidang fisik. Adapun pos pengeluaran pembangunan untuk investasi sumber daya manusia maupun investasi fisik dapat dilihat pada:

Tabel 2.1 berikut ini. Investasi Sumber Daya ManusiaInvestasi Fisik

1. Pendidikan, Kebudayaan Nasional, Pemuda, dan Olah Raga 2. Kesehatan, Kesejahteraan Sosial, Peranan Wanita, Anak, dan Remaja 3. Agama 4. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

1. Industri 2. Pertanian dan Kehutanan 3. Sumber Daya Air dan Irigasi 4. Tenaga Kerja 5. Perdagangan, Pengembangan Usaha Daerah, Keuangan Daerah, dan Koperasi 6. Transportasi, Meteorologi, dan Geofisika 7. Pertambangan dan Energi 8. Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi 9. Pembangunan Daerah dan Transmigrasi 10. Lingkungan Hidup dan Tata Ruang 11. Kependudukan dan Keluarga Berencana 12. Perumahan dan Pemukiman 13. Hukum 14. Aparatur Pemerintah dan Pengawasan 15. Politik, Penerangan, Komunikasi, dan Media Massa 16. Keamanan dan Ketertiban Umum 17. Subsidi Pembangunan Kepada Daerah Bawahan

Tabel 2.1 Sumber: Statistik Keuangan Daerah (BPS Propinsi NTT, 2004).

1) Investasi Pemerintah di Bidang Sumber Daya Manusia Investasi pemerintah di bidang sumber daya manusia ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang direalisasikan di bidang pendidikan, agama, kebudayaan, kesejahteraan, pembinaan wanita dan anak-anak, pengembangan kualitas tenaga kerja, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan pendidikan agama. Keseluruh aspek di bidang sumber daya manusia di atas merupakan salah satu syarat dasar dalam program penanggulangan masalah kemiskinan.

2) Investasi Pemerintah di Bidang Fisik Investasi pemerintah di bidang fisik atau disebut juga investasi fisik pemerintah adalah pengeluaran pemerintah yang secara umum ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat yang direalisasikan ke dalam pembangunan fisik. Pada APBN, pos pengeluaran untuk investasi fisik pemerintah ini adalah keseluruhan pos pengeluaran pembangunan kecuali untuk bidang investasi sumber daya manusia. Pospengeluaran pembangunan untuk investasi fisik ini dapat dilihat pada Tabel 2.1 di atas.

c). Indikator Kemiskinan Berdasarkan Dimensi Kesehatan Dari berbagai data kemiskinan yang dihimpun menyebutkan adanya keterkaitan antara kemiskinan dan kualitas kesehatan masyarakat. Rendahnya kemampuan pendapatan dalam mencukupi/memenuhi kebutuhan pokok menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk menjangkau atau memperoleh standar kesehatan yang ideal/layak baik dalam bentuk gizi maupun pelayanan kesehatan yang memadai. Dampak dari kondisi seperti ini adalah tingginya resiko terhadap kondisi kekurangan gizi dan kerentanan atau resiko terserang penyakit menular. Kelompok masyarakat yang disebut miskin juga memiliki keterbatasan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan/pengobatan yang memadai sehingga akan menyebabkan resiko kematian yang tinggi.

Indikator pelayanan air bersih atau air minum merupakan salah satu persyaratan terpenuhinya standar hidup yang ideal di suatu daerah. Ketersediaan air bersih akan mendukung masyarakat untuk mewujudkan standar hidup sehat yang layak. Dalam hal ini, ketersediaan air bersih akan mengurangi resiko terserang penyakit yang diakibatkan kondisi sanitasi air yang buruk. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka terdapat keterkaitan/hubungan antara ketersediaan pelayanan air bersih dan jumlah penduduk miskin di suatu daerah. Pada sisi permasalahan lain, ketersediaan air bersih sangat ditentukan oleh kemampuan pembangunan pra sarana air bersih dalam menjangkau lingkungan atau pemukiman masyarakat. Masyarakat yang kurang terjangkau oleh pelayanan air bersih/minum relatif lebih rendah kualitas kesehatannya dibandingkan masyarakat yang telah mendapatkan pelayanan air bersih.

2.4.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Penduduk Miskin Pada sub bab sebelumnya telah dibahas mengenai terbentuknya kemiskinan dan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang ataupun sekelompok orang (masyarakat) menjadi miskin. Pemikiran sosial saat ini lebih banyak memfokuskan penyebab kemiskinan pada faktor-faktor yang dianggap dapat mempengaruhi jumlah penduduk miskin yang terdapat di suatu daerah. Faktorfaktor tersebut merupakan dimensi dari kesejahteraan atau kemiskinan yang selanjutnya dijadikan sebagai faktor yang menciptakan besarnya penduduk miskin (Saleh, 2002: 88-89). Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penduduk miskin di suatu daerah diterangkan sebagai berikut.

a). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Pada prinsipnya, PDRB per kapita merupakan konsep dari pendapatan per kapita yang diimplementasikan penjelasannya pada lingkup regional/daerah. Besarnya pendapatan per kapita di suatu daerah mencerminkan aspek pemerataan pendapatan dengan menggunakan besarnya nilai rata-rata keseluruhan pendapatan rumah tangga dalam perekonomian daerah. Pendapatan per kapita menggambarkan kemampuan rata-rata pendapatan masyarakat di suatu daerah. Konsep pendapatan per kapita seperti ini dianggap masih relevan untuk menerangkan terbentuknya jumlah penduduk miskin di daerah tersebut. Apabila pendapatan per kapita meningkat, maka kemampuan rata-rata pendapatan masyarakat di suatu daerah akan semakin meningkat. Ini berarti kemampuan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan pokok di daerah tersebut juga akan semakin meningkat. Jika kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok meningkat, maka jumlah penduduk miskin di daerah tersebut akan berkurang. Sebaliknya, apabila pendapatan per kapita di daerah berkurang/menurun, maka akan menurun pula kemampuan pendapatan rata-rata masyarakat di daerah tersebut. Jika kemampuan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok menurun, maka jumlah penduduk miskin di daerah tersebut akan meningkat. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka PDRB per kapita berpengaruh negatif terhadap jumlah penduduk miskin.

b). Pengeluaran Pemerintah Untuk Pembangunan Pengeluaran pemerintah untuk pembangunan merupakan faktor penentu jumlah penduduk miskin yang berasal dari sisi pendekatan anggaran pemerintah (Saleh, 2002). Pengeluaran tersebut meliputi keseluruhan pengeluaran untuk program pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan penduduk di suatu daerah. Semakin tinggi pengeluaran pemerintah untuk pembangunan, maka akan semakin tinggi pula taraf kesejahteraan yang dapat dicapai atau diperoleh penduduk di suatu daerah.

c). Angka Melek Huruf (AMH) Salah satu indikator kesejahteraan di bidang pendidikan adalah indikator jumlah penduduk yang dinyatakan melek huruf. Indikator ini mencerminkan kemampuan penduduk di suatu daerah untuk mengakses fasilitas, layanan pemerintahan, dan sarana lainnya yang membutuhkan kemampuan untuk bisa membaca dan menulis, termasuk di antaranya adalah persyaratan dalam mencari kerja (Suryawati, 2004). Semakin tinggi jumlah penduduk yang melek huruf, maka akan semakin tinggi pula kemampuan masyarakat untuk mengakses fasilitas maupun sarana untuk dapat meningkatkan taraf kesejahteraannya.

d). Jumlah Penduduk Yang Tidak Mendapatkan Akses Air Bersih (RPA) Air bersih atau air minum merupakan salah satu sarana publik yang cukup vital, sehubungan dengan manfaatnya untuk memenuhi kebutuhan dasar, baik individu maupun keluarga (Harahap, 2006). Akses terhadap air bersih atau air minum akan menentukan kemampuan penduduk untuk mencukupi kebutuhan pokoknya yang terdiri atas kebutuhan atas makanan dan minuman, serta kebutuhan lain yang berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan. Semakin tinggi jumlah penduduk yang tidak mendapatkan akses atas air bersih, maka akan semkin tinggi pula jumlah penduduk miskin di daerah tersebut.

e). Jumlah Penduduk Yang Tidak Mendapatkan Akses Fasiliats Kesehatan Fasilitas kesehatan merupakan salah satu fasilitas publik yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan (Saleh, 2002). Fasilitas kesehatan sekarang ini tidak hanya berfungsi untuk memberikan layanan kesehatan, akan tetapi berperan pula untuk memberikan perbaikan gizi keluarga. Layanan kesehatan akan memberikan pencegahan dan pengobatan atas penyakit atau gangguan medis, sehingga akan mampu meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Semakin tinggi jumlah penduduk yang tidak mendapatkan akses fasilitas kesehatan, maka akan semakin tinggi resiko penularan penyakit ataupun gizi buruk yang selanjutnya akan menjadi penyebab tingginya angka kematian dan buruknya kesehatan ibu dan bayi.

Mengenai daerah pemekaran baru dan keterkaitannya dengan jumlah penduduk miskin dijelaskan sebagai faktor kesejahteraan yang disebabkan adanya perubahan pada pengembangan administrasi wilayah (TMPK, 2005). Daerah pemekaran baru akan mengubah struktur administrasi atas pengaturan wilayah dan jumlah penduduk yang menempati suatu wilayah lama dan wilayah pemekaran baru. Ada dua pandangan, terkait dampak dari pemekaran wilayah baru terhadap jumlah penduduk miskin, yaitu (Suwandi, 2002): 1) Perubahan Struktur Kependudukan Pemekeran wilayah baru akan menyebabkan terjadinya perubahan pada jumlah penduduk yang menempati di masing-masing wilayah tingkat kecamatan. Perubahan pada jumlah penduduk akan berdampak pula pada komposisi jumlah penduduk berdasarkan indikator sosialnya, seperti jumlah penduduk miskin, jumlah penduduk usia sekolah, jumlah penduduk yang tidak mendapatkan akses air bersih, dan jumlah penduduk yang tidak mendapatkan fasilitas kesehatan. Saleh (2002) menerangkan bahwa konsentrasi kemiskinan di suatu daerah ditentukan pula oleh aspek regional seperti pemusatan jumlah penduduk miskin yang tidak menyebar di suatu daerah (tingkat kecamatan).

2) Perubahan Pada Kebijakan Kesejahteraan Setiap daerah pemekaran di tingkat kabupaten/kota akan mendapatkan fasilitas dan kewenangan yang sama dengan daerah lainnya di tingkat kabupaten/kota. Salah satu kewenangan adalah pelimpahan wewenang untuk mengelola kebijakan, terutama kebijakan yang berorientasi untuk meningkatkan taraf kesejahteraan (Suwandi, 2002). Pelimpahan wewenang ini termasuk salah satunya adalah adanya tambahan alokasi dana dari pemerintah pusat yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan pengentasan kemiskinan. Daerah pemekaran baru memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam menjalankan program pengentasan kemiskinan, dibandingkan dengan daerah lain yang tidak mengalami pemekaran. 2.4.7 Mengenai Pemekaran Wilayah Aspek kemiskinan dalam penelitian ini dikaitkan dengan aspek pemekaran wilayah yang sekaligus menjadi bagian penyelenggaraan otonomi daerah sejak tahun 2001. Berdasarkan Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa pemekaran wilayah adalah pembentukan wilayah administratif baru, baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota dari daerah induknya (Kuncoro, 2004). Terkait pelaksanaan otonomi daerah, pemekaran wilayah sebenarnya sudah bisa dilaksanakan terhitung sejak dikeluarkannya Undang-Undang No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Prinsip dalam kemandirian daerah yang difokuskan pada daerah tingkat kabupaten/kota diharapkan akan mampu mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan daerah yang dapat digunakan untuk membiaya pembangunan di daaerah tersebut.

Suwandi (2002) menerangkan bahwa pemekaran wilayah, terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah akan berdampak pada data jumlah penduduk miskin di suatu daerah. Pembentukan wilayah administrasi baru tersebut akan merubah struktur kependudukan, baik pada aspek jumlah penduduk maupun jumlah penduduk miskin di daerah pemekaran maupun di daerah induknya. Setelah pemekaran wilayah, jumlah penduduk di daerah induk akan berkurang sebesar daerah pemekaran baru. Jika terdapat perubahan pada struktur kependudukan, maka sebagai akibat pemekaran wilayah pun akan berdampak pada perubahan jumlah penduduk miskin, baik pada daerah induk maupun daerah pemekaran baru (Darumurti dan Rauta, 2003).

2.4.8 Kerangka Teoritik Penelitian Dalam memahami permasalahan kemiskinan yang bersifat multidimensional tersebut, perlu dimengerti terlebih dahulu definisi mengenai kemiskinan itu sendiri. Pada awalnya, definisi mengenai kemiskinan lebih banyak mengartikannya sebagai bentuk ketidakmampuan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok (Todaro, 1997). Kegagalan konsep pembangunan mendorong pemahaman mengenai kemiskinan terutama di negara-negara sedang berkembang mulai diperluas hingga pada aspek-aspek yang menyebabkan terjadinya kemiskinan. Dalam hal ini, penyebab kemiskinan memiliki dimensi yang cukup luas meliputi aspek sosial, budaya, politik, lingkungan (alam dan geografis), kesehatan, pendidikan, agama, dan budi pekerti. Bentuk kemiskinan multidimensional inilah yang selanjutnya juga diterangkan sebagai faktor-faktor yang memiskinkan (Suryawati, 2005). Salah satu konsep atau pemikiran mengenai kemiskinan yang cukup populer adalah konsep dari Chamber (Saleh 2002). Teori kemiskinan dari Chamber ini dilandasi oleh adanya kesenjangan antara bentuk perekonomian perkotaan (urban) dan pedesaan (rural) yang selanjutnya menjadikan adanya kesenjangan berupa perbedaan standar hidup/kesejahteraan. Teori Chamber ini kemudian semakin berkembang dengan adanya bentuk pemikiran mengenai kemiskinan di perkotaan (urban poverty) dan kemiskinan di pedesaan (rural poverty). Kemiskinan baik di perkotaan maupun di pedesaan memiliki pokok permasalahan yang saling berkaitan, yaitu urbanisasi atau perpindahan/migrasi penduduk dari desa menuju ke kota. Rendahnya taraf kesejahteraan di desa mendorong adanya perpindahan atau migrasi sumberdaya dari desa menuju ke kota (Harahap, 2006). Keterbatasan sektor-sektor formal di perkotaan dalammenyerap sumberdaya ditambah dengan adanya kesenjangan ketrampilan/kemampuan teknis masyarakat dari pedesaan menyebabkan sebagian besar dari penduduk yang bermigrasi tersebut bekerja di sektorinformal atau menjadi pengangguran baru di perkotaan. Daya tampung lahan di perkotaan yangrelatif terbatas menyebabkan sebagian besar dari mereka lebih banyak menempati kawasankawasan yang tidak layak huni. Fenomena kemiskinan seperti ini mulai banyak terlihat ketikakonsep pembangunan mulai banyak diterapkan di negara-negara sedang berkembang. Pada prinsipnya, kemiskinan perkotaan memiliki pemahaman yang sama dengan pemahaman mengenai kemiskinan itu s