perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user EVALUASI CAPAIAN PENERIMAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN OLEH DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 TUGAS AKHIR Disusun guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat gelar Ahli Madya Program Studi Diploma III Akuntansi Oleh: LUSIANA ROCHI SD F3309071 PROGRAM DIPLOMA III AKUNTANSI KEUANGAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
85
Embed
TUGAS AKHIR Disusun guna memenuhi sebagian persyaratan .../Evaluasi...transactions, requirements are not met in forms of applicant’s SSPD BPHTB, and ... community about BPHTB and
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
EVALUASI CAPAIAN PENERIMAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS
TANAH DAN BANGUNAN OLEH DINAS PENDAPATAN,
PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET
KOTA SURAKARTA TAHUN 2011
TUGAS AKHIR
Disusun guna memenuhi sebagian persyaratan
untuk mencapai derajat gelar Ahli Madya
Program Studi Diploma III Akuntansi
Oleh:
LUSIANA ROCHI SD F3309071
PROGRAM DIPLOMA III AKUNTANSI KEUANGAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
ABSTRACT
EVALUASI CAPAIAN PENERIMAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN OLEH DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET
KOTA SURAKARTA
TAHUN 2011
Lusiana Rochi Sd
F3309071
The Research was conducted to complete the final report on the barriers experienced by DPPKA Surakarta aims at identifying and evaluating the achievement BPHTB income at 2011. This research was a descriptive analysis, whereas the data obtained through library research and field studies were then qualitatively and quantitatively analyzed. Based on these results we can conclude that the barriers experienced by DPPKA Surakarta can be divided into two sources, namely the obstacle that comes from the DPPKA itself and the barriers that come from the taxpayer. Such barriers can be further broken down into mental and technical barriers. In the implementation, barriers that often happen is that the technical barriers that come from the taxpayer, such as the problem determination of tax payable in terms of exchange, submission of false information in the calculation of tax payable on the sale and purchase transactions, requirements are not met in forms of applicant’s SSPD BPHTB, and calculation in the case of grants. In fact, mental barriers contributed to the occurrence of technical barriers to the city of Surakarta, The government should minimize the mental barriers such as holding regular socialization in the community about BPHTB and enhancing of human resources expert BPHTB to minimize technical barriers so that the maximum BPHTB is achieved.
Keywords: BPHTB - Voting Obstacles BPHTB
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK
EVALUASI CAPAIAN PENERIMAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN OLEH DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET
KOTA SURAKARTA
TAHUN 2011
Lusiana Rochi Sd
F3309071
Penelitian dalam rangka penulisan Tugas Akhir atas hambatan-hambatan yang dialami oleh DPPKA Kota Surakarta bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi capaian penerimaan BPHTB di tahun 2011. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, sedangkan data diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hambatan-hambatan yang dialami oleh DPPKA Kota Surakarta dapat dibagi ke dalam dua sumber, yaitu hambatan yang berasal dari pihak DPPKA itu sendiri dan hambatan yang berasal dari Wajib Pajak. Hambatan tersebut selanjutnya dapat diperinci menjadi hambatan mental dan hambatan teknis. Dalam pelaksanaannya hambatan yang sering terjadi adalah hambatan teknis yang berasal dari Wajib Pajak, seperti masalah penetapan pajak yang terutang dalam hal tukar menukar, penyampaian informasi yang salah dalam perhitungan pajak yang terutang pada transaksi jual beli, tidak dipenuhinya persyaratan dalam formulir pemohonan SSPD BPHTB, dan perhitungan dalam kasus hibah wasiat. Dalam kenyataannya hambatan mental memberikan kontribusi atas terjadinya hambatan teknis, untuk itu pemerintah kota Surakarta seharusnya meminimalkan hambatan mental seperti diadakan sosialisasi rutin pada masyarakat tentang BPHTB dan peningkatan Sumber Daya Manusia yang ahli BPHTB untuk meminimalkan terjadinya hambatan teknis sehingga penerimaan BPHTB maksimal.
Kata Kunci: BPHTB – Hambatan Pemungutan BPHTB.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tugas Akhir dengan judul “EVALUASI CAPAIAN PENERIMAAN BEA
PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN OLEH DINAS
PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET KOTA
SURAKARTA TAHUN 2011 “ telah disetujui oleh Dosen Pembimbing untuk
diujikan guna mencapai derajat Ahli Madya Program Studi DIII Akuntansi FE
UNS
Surakarta, 2012 Disetujui dan diterima oleh, Pembimbing
Terdapat beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para
ahli dalam perpajakan, yaitu:
a. Pajak menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2003) adalah iuran
rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi)
yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum,
b. Pajak menurut Djajadiningrat dalam Resmi (2009) adalah
kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara
yang disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang
memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman,
menurut peraturan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak
ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk
memelihara kesejahteraan umum,
Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
a. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang yang diatur
pelaksanaannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
b. Pajak tidak dapat memberikan kontraprestasi secara langsung oleh
pemerintah.
c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah.
d. Pajak diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran pemerintah
yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2. Pengelompokan pajak
Menurut Mardiasmo (2006), pajak dapat dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu:
a. Menurut golongannya
1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh
Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain.
2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibeankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
b. Menurut sifatnya
1) Pajak subjektif, yaitu pajak berdasarkan pada subjeknya,
dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
2) Pajak objektif, yaitu pajak berdasarkan pada objeknya tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
c. Menurut lembaga pemungutannya
1) Pajak pusat, yaitu pajak yang pemungutannya dilakukan oleh
pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah
tangga negara.
2) Pajak daerah, yaitu pajak yang pemungutannya dilakukan
oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai
rumah tangga daerah.
3. Sistem pemungutan pajak
Terdapat tiga sistem pemungutan pajak, yaitu:
a. Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh Wajib Pajak.
b. Self Assessment System
Adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri
besarnya pajak yang terutang.
c. With Holding System
Adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiskus maupun Wajib Pajak
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Sejak kemunculan Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Indonesia menetapkan
penggunaan Self Assessment System secara penuh dalam pelaksanaan
pemungutan pajak yang telah diberlakukan pada 1 Januari 1984.
4. Pajak Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.28 Tahun
2009 Pasal 1, yang disebut pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada
daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.28 Tahun 2009
Pasal 2 terdapat Pajak Daerah yang telah diatur berdasarkan jenisnya,
yaitu:
a. Jenis Pajak provinsi yang terdiri atas:
1) Pajak Kendaraan Bermotor,
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor,
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,
4) Pajak Air Permukaan, dan
5) Pajak Rokok.
b. Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas:
1) Pajak Hotel,
2) Pajak Restoran,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
3) Pajak Hiburan,
4) Pajak Reklame,
5) Pajak Penerangan Jalan,
6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan,
7) Pajak Parkir,
8) Pajak Air Tanah,
9) Pajak Sarang Burung Walet,
10) Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, dan
11) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
B. TINJAUAN UMUM BPHTB
1. Pengertian dan Dasar Hukum
Pengertian BPHTB dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor
13 tahun 2010 adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas
tanah dan/atau bangunan. Sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-
Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Bumi, dan air, dan kekayaan alam
dan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, masyarakat
yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan berkewajiban
menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada negara
yang telah diatur dalam Undang-Undang melalui pembayaran pajak
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Dasar hukum pemungutan BPHTB yang dianut oleh DPPKA Kota
Surakarta yaitu:
a. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 13 Tahun 2010 tentang
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan,
b. Panduan Pelaksanaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
Menurut Purwono (2010) adapun prinsip-prinsip yang diatur dalam
Undang-Undang BPHTB adalah:
a. Pemenuhan kewajiban BPHTB adalah sistem Self Assessment,
yaitu Wajib Pajak menghitung dan membayar sendiri utang
pajaknya,
a. Besarnya tarif adalah 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena
Pajak (NPOPKP),
b. Pengenaan sanksi kepada Wajib Pajak dan pejabat-pejabat umum
yang melanggar ketentuan atau tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang,
c. Hasil Penerimaan BPHTB merupakan penerimaan Negara yang
sebagian besar diserahkan kepada Permerintah Daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
2. Prosedur Pemungutan BPHTB
Pemungutan BPHTB memiliki prosedur pelaksanaannya. Berikut
prosedur pelaksaan pemungutan BPHTB oleh DPPKA Kota Surakarta:
a. Wajib Pajak menyerahkan NPWPD kepada Customer Service
Office (CSO) dan CSO menerima berkas permohonan yang berisi
syarat-syarat selanjutnya dimohonkan NPWPD ke bagian Dafda,
b. Bagian Dafda melakukan pendataan dan menerbitkan Surat Setoran
dan NPWPD kemudian diserahkan pada CSO untuk diberikan pada
Wajib Pajak,
c. Wajib Pajak menerima Surat Setoran dan NPWPD kemudian
melakukan pembayaran ke Bank/Bendahara Penerima,
d. Bank/Bendahara Penerima menerima pembayaran dan menerbitkan
Slip Setoran serta melakukan Register Surat Setoran Pajak yang
kemudian diserahkan pada Wajib Pajak,
e. Wajib Pajak menerima Slip Setoran, Surat Setoran Pajak yang telah
diregister, dan SSPD BPHTB kemudian mengajukan validasi ke
CSO yang kemudian akan diteruskan ke Bidang Penetapan,
f. Apabila data yang diajukan benar, Bidang Penetapan melakukan
validasi SSPD BPHTB dan Wajib Pajak dapat segera menerima
SSPD BPHTB hasil validasi,
g. Apabila data yang diajukan meragukan, Bidang Penetapan
memerintahkan dilakukan cek lapangan oleh petugas lapangan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
h. Hasil cek lapangan dikirim kembali ke Bidang Penetapan. Apabila
dinyatakan benar, dilakukan proses seperti pada huruf (f),
i. Apabila hasil cek lapangan ditemukan kurang bayar, berkas
dikembalikan pada Wajib Pajak melalui CSO,
j. Wajib Pajak melunasi kurang bayar ke Bank/Bendahara Penerima
kemudian mengulang proses pada huruf (e).
3. Pelaksanaan Pemungutan BPHTB
Menurut Mulyawan (2010), Subjek Pajak BPHTB yang diatur
dalan UU PDRD adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh
Hak atas Tanah dan Bangunan, sedangkan yang dimaksud sebagai
objek pajak BPHTB meliputi:
a. pemindahan hak karena:
1) jual beli,
2) tukar menukar,
3) hibah,
4) hibah wasiat,
5) waris,
6) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain,
7) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan,
8) penunjukan pembeli dalam lelang,
9) pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum
tetap,
10) penggabungan usaha,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
11) peleburan usaha,
12) pemekaran usaha,
13) hadiah.
b. pemberian hak baru karena:
1) kelanjutan pelepasan hak,
2) di luar pelepasan hak.
Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 13
Tahun 2010, objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah sebagai
berikut.
a. Perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan
timbal balik,
b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum,
c. Badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan
dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan syarat tidak
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan
tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut,
d. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena
perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama,
e. Orang pribadi atau badan karena wakaf atau digunakan untuk
kepentingan ibadah.
Dalam pelaksanaannya BPHTB mempunyai prinsip-prinsip yang
diatur dalam Undang-Undang, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
a. Pemenuhan kewajiban BPHTB adalah berdasarkan Self Assessment
System.
b. Besarnya tarif ditetapkan sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek
Pajak Kena Pajak.
c. Adanya sanksi bagi Wajib Pajak maupun pejabat-pejabat umum
yang melanggar ketentuan atau tidak melaksanakan kewajibannya
sesuai Undang-Undang yang berlaku.
d. Hasil penerimaan BPHTB sebagian besar diserahkan kepada
Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pendapatan daerah.
e. Semua pungutan atas Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan di
luar ketentuan ini tidak diperkenankan.
Menurut Pasal 6 Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 yang
menjadi dasar pegenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak
(NPOP), sedangkan yang dimaksudkan sebagai NPOP dalam hal:
1) jual beli adalah harga transaksi,
2) tukar menukar adalah nilai pasar,
3) hibah adalah nilai pasar,
4) hibah wasiat adalah nilai pasar,
5) waris adalah nilai pasar,
6) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai
pasar,
7) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
8) peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai
kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar,
9) pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan
hak adalah nilai pasar,
10) pemberian hak baru aas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai
pasar,
11) penggabungan usaha adalah nilai pasar,
12) peleburan usaha adalah nilai pasar,
13) pemekaran usaha adalah nilai pasar,
14) hadiah adalah nilai pasar, dan
15) penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang
tercantum dalam risalah lelang.
Apabila NPOP yang diketahui maupun yang tidak diketahui lebih
rendah dari nilai Nilai Jual Objek Pajak dalam perhitungan Pajak Bumi
dan Bangunan (NJOP PBB) pada tahun terjadinya perolehan, dasar
pengenaan BPHTB yang dipakai adalah NJOP PBB.
Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NPOPTKP) yang ditetapkan sesuai dengan Pasal 7 PerDa No.13
Tahun 2010 adalah Rp.60.000.000,00 untuk setiap Wajib Pajak,
sedangkan dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat
yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu
derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
istri, NPOPTKP sebesar Rp.300.000.000,00. Tarif BPHTB yang
ditetapkan dalam Pasal 8 sebesar 5%, sedangkan khusus untuk tanah
atau bangunan yang diperoleh dari waris atau hibah ditetapkan sebesar
2,5%.
Adapun cara perhitungan BPHTB sebagai berikut:
5% x (NPOP – NPOPTKP) atau 5% x (NJOP – NPOPTKP), sebagai
contoh:
Pada tanggal 2 Juni 2011 Tuan Yoyo membeli tanah seluas 1500
m2 di Jalan Martadinata dengan harga transaksi Rp.250.000.000.
diketahui bahwa NJOP PBB tanah per meter di daerah tersebut adalah
Rp.120.000. NPOPTKP wilayah pemerintah daerah tersebut ditetapkan
senilai Rp.60.000.000. Hitung besar BPHTB yang dibayarkan Tuan
Yoyo tahun 2011.
Jawab:
NPOP 250.000.000
NPOPTKP 60.000.000
NPOPKP 190.000.000
BPHTB (5% x 190.000.000) 9.500.000
Diketahui bahwa NPOP > NJOP PBB (120.000 x 1500 m2) maka
yang digunakan adalah NPOP.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 13 Tahun
2012 tentang Bea Perolehan Atas Tanah dan Bangunan Pasal 14
menyatakan bahwa :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
a. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak,
Pejabat yang berwenang dapat menerbitkan:
1) Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB)
dalam hal:
a) jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain,
pajak yang terutang tidak atau kurang bayar,
b) jika SSPD tidak disampaikan kepada Walikota dalam
jangka waktu tertentu dan stelah ditegur secara tertulis
tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan
dalam surat teguran,
c) jika kewajiban mengisi SSPD tidak dipenuhi, pajak yang
terutang dihitung secara jabatan.
2) Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan
(SKPDKBT) jika ditemukan data baru dan atau data yang
semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan
jumlah pajak yang terutang.
3) Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN) jika jumlah
pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak
atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
b. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (a) dikenakan sanksi
administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan
dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya
pajak.
c. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (a) dikenakan sanksi
administratif berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah
kekurangan pajak tersebut.
d. Kenaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (c) tidak dikenakan
jika Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan
pemeriksaan.
Pemeriksaan dan penelitian BPHTB juga diatur dalam Peraturan
Daerah Kota Surakarta Nomor 13 Tahun 2010 sebagai berikut.
a. Walikota atau Pejabat yang ditunjuk wajib melakukan kegiatan
penelitian atas SSPD yang disampaikan Wajib Pajak.
b. Penelitian yang dilakukan harus memperhatikan hal-hal seperti :
1) tarif dan NPOPTKP harus sesuai dengan yang ditetapkan,
2) adanya kepastian bahwa Wajib Pajak telah membayar
BPHTB dan telah disetor ke kas daerah,
C. TINJAUAN UMUM ANGGARAN
Menurut Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 bahwa
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut sebagai APBD adalah rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkanperaturan daerah tentang APBD.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Kebijakan penyusunan APBD yang perlu mendapat perhatian
pemerintah daerah dalam penyusunan APBD tahun 2013 yang terkait
dengan pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah
sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan
APBD Tahun Anggaran 2013 yang didasarkan pada Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2004 adalah pendapatan daerah yang dianggarkan dalam
APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dan memiliki
kepastian serta dasar hukum penerimaannya. Penganggaran pendapatan
daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) memperhatikan
hal-hal berikut.
1. Kondisi perekonomian yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya,
perkiraan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013 dan realisasi
penerimaan PAD pada tahun sebelumnya, serta ketentuan peraturan
perundang-undangan pejabat terkait.
2. Tidak memberatkan masyarakat dan dunia usaha.
3. Peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah berpedoman
pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
Adapun fungsi APBD ditinjau dari segi manajemen adalah:
1. Pedoman bagi pemerintah daerah untuk melakukan tugasnya pada
periode mendatang.
2. Alat kontrol masyarakat terhadap kebijakanyang dibuat oleh pemerintah
daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
3. Untuk menilai seberapa jauh pencapaian pemerintahdalam
melaksanakan kebijakan dan program-program yang direncanakan.
Dalam penganggaran bukti bahwa anggaran dapat dicapai adalah
realisasinya didasarkan pada hasil yang lampau. Oleh karena itu data dari
hasil yang lampau harus dikumpulkan sedemikian rupa sehingga bernilai
maksimal dalam menetapkan anggaran penjualan yang akan datang
(Bartizal 1973).
Penganggaran tidak hanya digunakan oleh perusahaaan tetapi juga
digunakan oleh nonperusahaan. Menurut Narafin (2007) anggaran perlu
memperhatikan hal-hal berikut.
1. Anggaran harus dibuat serealitas dan secermat mungkin sehingga tidak
terlalu rendah atau terlalu tinggi. Anggaran yang dibuat terlalu rendah
tidak menggambarkan kedinamisan, sedangkan anggaran yang terlalu
tinggi hanyalah angan-angan.
2. Anggaran dapat berfungsi sebagai motivasi bagi pelaksananya.
3. Anggaran yang dibuat harus mencerminkan keadilan sehingga
pelaksana tidak merasa tertekan tetapi justru termotivasi.
4. Untuk membuat laporan realisasi anggaran diperlukan laporan yang
akurat dan tepat waktu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
D. PEMBAHASAN
1. Evaluasi capaian penerimaan BPHTB oleh DPPKA Kota
Surakarta tahun 2011.
Sebelum tahun 2011 pemungutan BPHTB menjadi tanggung jawab
KPP Pratama Surakarta yang bertindak sebagai fiskus pusat, namun
melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 BPHTB yang semula
pajak pusat dialihkan menjadi pajak daerah dengan Dinas Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan dan Aset sebagai pemungut pajak tersebut
dimulai sejak 1 Januari 2011. Perpindahan kewenangan dalam
pemungutan pajak tersebut tentu menjadi tantangan baru bagi pihak
DPPKA Kota Surakarta. Berikut adalah tabel yang menggambarkan
anggaran serta besar realisasi dari pemungutan BPHTB oleh KPP
Pratama Surakarta pada tahun anggaran 2008 sampai 2010.
Tabel II.1
Anggaran dan Realisasi BPHTB di Kota Surakarta Tahun 2008 s/d 2010
Dari data tabel di atas dapat dilihat bahwa anggaran BPHTB pada
tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 19,3% dari anggaran tahun
2010. Berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu NPOPTKP yang semula Rp.20 juta
naik menjadi Rp.60 juta dan untuk waris dan hibah wasiat NPOPTKP
yang semula sebesar RP.200 juta menjadi Rp.300 juta. Berdasarkan
berita harian JOGLOSEMAR yang diterbitkan pada tanggal 8 Januari
2011, pejabat Kabid Penagihan Pajak DPPKA Kota Surakarta Kinkin
Sultanul Hakim menyatakan
target tersebut turun karena Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) mengalami kenaikan. Target tersebut sudah bagus untuk Kota Surakarta, di samping itu Surakarta nyaman, kondusif dan investasi banyak berdatangan. Jika kita melihat pada realisasi anggaran BPHTB tahun 2011
tentunya anggaran tersebut dirasa kecil dengan persentase realisasi
sebesar 144,43% karena realisasi tahun sebelumnya seharusnya menjadi
dasar penetapatan anggaran ditahun kemudian. Berdasarkan tabel yang
telah dicantumkan di atas Pemerintah Kota Surakarta dirasa mampu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
untuk memenuhi anggaran BPHTB yang lebih tinggi dibandingkan
anggaran yang telah ditetapkan dengan persentase kenaikan realisasi
dari tahun 2010 ke tahun 2011 sebesar 14%. Untuk memperkuat
anggapan tersebut dapat dilihat pada tabel yang memaparkan proyeksi
anggaran BPHTB untuk tahun 2011 dan 2012 berdasarkan realisasi
yang terjadi pada tahun yang lalu sebagai berikut.
Sumber : Modul Analisis Laporan Keuangan Universitas Sebelas Maret Surakarta
Adapun rumus menghitung proyeksi adalah:
a. Kenaikan (penurunan)
Tahun 2009 = realisasi tahun 2009 – realisasi tahun 2008
realisasi tahun 2009
= 39.568.136.752 – 30.366.526.176
39.568.136.752
= 23,3%
Tahun 2010 = realisasi tahun 2010 – realisasi tahun 2009
realisasi tahun 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
= 43.688.716.095 – 39.568.136.752
43.688.716.095
= 9,4%
b. Rata-rata kenaikan (penurunan) dalam (%)
Rata-rata = kenaikan (penurunan) tahun 2009 + tahun 2010
2
= 23,3% + 9,4%
2
= 16,3%
c. Proyeksi
Proyeksi = {100% + rata-rata kenaikan (penurunan)} x tahun realisasi
sebelum tahun proyeksi
Tahun 2011 = (100% + 16,3%) x 43.688.716.095 = 50.831.821.180
Tahun 2012 = (100% + 16,3%) x 50.831.821.180 = 59.142.823.490
Dapat dilihat berdasarkan tabel proyeksi realisasi di atas, pada
tahun 2011 realisasinya mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya
meskipun dalam pencapaian realisasi tersebut tidak sama seperti yang
diproyeksikan yaitu sebesar 49,8M. Dengan kondisi realisasi yang
cenderung meningkat dapat dikatakan bahwa anggaran tahun 2011
seharusnya mengalami kenaikan dibanding tahun 2010 karena realisasi
yang terjadi mampu mengalami kenaikan mengingat anggaran yang
dibuat seharusnya didasarkan pada realisasi tahun yang lalu meskipun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
dasar pengenaan pajak atas BPHTB meningkat. Namun jika kita
melihat pada anggaran tahun 2011 yang jauh menurun terlihat “rasa
pesimis” pemerintah kota Surakarta dalam realisasi BPHTB jika
anggaran yang ditetapkan lebih tinggi dari anggaran pada tahun 2010
mengingat perpindahan kewenangan pemungutan BPHTB menjadi
“barang baru” bagi pemerintah kota Surakarta.
Terjadinya perpindahan kewenangan pemungutan yang semula di
pihak Pemerintah Pusat melalui KPP Pratama Kota Surakarta menjadi
wewenang DPPKA Kota Surakarta melalui Walikota menjadi tantangan
tersendiri bagi DPPKA Kota Surakarta karena selain harus
mempersiapkan Sumber Daya Manusia yang kompeten selain itu juga
harus memiliki kesiapan baik organisasi maupun prosedurnya. Dalam
perpindahan kewenangan tersebut tentunya tidak lepas dari hambatan-
hambatan yang terkadang dapat menyulitkan DPPKA Kota Surakarta
sebagai fiskus. Oleh karena itu dengan persiapan yang singkat tentunya
DPPKA Kota Surakarta masih memerlukan pembelajaran yang banyak
mengenai BPHTB dalam menjalankan serta menghadapi hambatan-
hambatan yang mungkin terjadi guna memaksimalkan penerimaan
BPHTB di Kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
2. Hambatan-hambatan yang dialami oleh DPPKA Kota Surakarta
dalam pemungutan BPHTB.
Hambatan-hambatan yang terjadi dalam pemungutan BPHTB dapat
dibagi ke dalam dua kelompok yaitu hambatan yang timbul dari pihak
DPPKA itu sendiri dan hambatan yang timbul dari Wajib Pajak.
a. Hambatan yang timbul dari pihak DPPKA itu sendiri.
Hambatan yang timbul dari DPPKA dapat berasal dari hambatan
mental dan hambatan teknis. Berikut uraian dari hambatan-
hambatan tersebut.
1) masih kurangnya sumber daya manusia yang ahli dalam
pemahaman BPHTB,
2) masih kurangnya teknologi yang mendukung kelangsungan
pemungutan BPHTB,
3) masih rumitnya prosedur pemungutan BPHTB yang memakan
waktu yang cukup lama,
4) lamanya waktu yang digunakan untuk berkas permohonan
validasi yang memerlukan kendali cek lapangan.
Hambatan-hambatan di atas memiliki peran penting dalam
penerimaan BPHTB karena apabila kurangnya tenaga kerja yang
ahli dalam BPHTB akan menentukan besar penerimaan BPHTB itu
sendiri sedangkan kurangnya teknologi mengakibatkan kinerja
pemungutan BPHTB memerlukan waktu yang lama karena
sebagian besar dilaksanakan secara manual. Rumitnya prosedur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
serta lamanya waktu untuk kendali cek lapangan mengakibatkan
penerimaan BPHTB menjadi terhambat.
b. Hambatan yang timbul dari Wajib Pajak
Sama halnya dengan hambatan yang timbul dari DPPKA,
hambatan yang timbul dari Wajib Pajak dapat diuraikan
berdasarkan hambatan mental dan hambatan teknis. Berikut
hambatan-hambatan mental yang terjadi pada Wajib Pajak.
1) kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya BPHTB,
2) kurangnya pemahaman masyarakat tentang mekanisme Self
Assessment System dalam pengajuan permohonan BPHTB,
3) kecenderungan Wajib Pajak yang ingin membayar rendah atas
kewajibannya atau bahkan menghindari kewajiban pajaknya,
4) rumitnya prosedur permohonan validasi atas BPHTB yang
membuat Wajib Pajak menjadi malas untuk mengajukan
permohonan BPHTB.
Hambatan-hambatan di atas jelas dapat mempengaruhi
penerimaan BPHTB karena kurangnya kesadaran dan pemahaman,
sikap malas serta kecenderungan menghindari pajak dapat
menyulitkan pihak DPPKA sebagai pemungut pajak dalam
memenuhi target BPHTB yang telah ditetapkan.
Hambatan-hambatan teknis yang berasal dari Wajib Pajak juga
mempersulit DPPKA Kota Surakarta sebagai pemungut pajak.
Hambatan-hambatan teknis yang sering terjadi adalah pada kasus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
jual beli tanah, tukar menukar, waris dan hibah wasiat. Berikut
contoh-contoh hambatan teknis yang sering dialami oleh DPPKA
Kota Surakarta.
1) dalam Formulir Permohonan SSPD BPHTB terdapat dokumen
pendukung yang terlampir sebagai syarat pemenuhan BPHTB
oleh Wajib Pajak kepada DPPKA Kota Surakarta terdapat
hambatan seperti syarat yang tercantum dalam Formulir
tersebut tidak dipenuhi oleh Wajib Pajak. Banyak Wajib Pajak
yang lupa melampirkan copy sertifikat tanah, copy kuitansi
jual beli, surat keterangan lunas PBB, dan denah lokasi. Hal
tersebut akan menyulitkan pihak DPPKA Kota Surakarta juga
pihak Wajib Pajak karena akan memakan waktu yang lebih
lama sehingga Wajib Pajak harus bolak-balik untuk mengurus
dokumen pendukung yang belum dipenuhi. Bagi DPPKA
Kota Surakarta kekurangan dokumen pendukung tersebut akan
menghambat pengecekan atas SSPD BPHTB oleh bidang
penetapan karena dari dokumen tersebutlah dapat diketahui
secara pasti mengenai kebenaran BPHTB terutang yang
tercantum pada SSPD BPHTB oleh Wajib Pajak. Berdasarkan
copy sertifikat tanah, bidang penetapan dapat mengetahui
kepemilikan tanah tersebut dan dari denah lokasi bidang
penetapan dapat mengetahui apakah dalam gambaran tanah
tersebut terdapat bangunan atau tidak karena apabila ternyata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
terdapat bangunan sedangkan Wajib Pajak menyatakan tidak
ada bangunan hal tersebut akan menambah jumlah BPHTB
yang terutang.
Apabila Wajib Pajak lupa melampirkan kuitansi jual beli
maka bidang penetapan tidak dapat mengecek kebenaran
BPHTB yang terutang karena dari kuitansi tersebut bidang
penetapan dapat mengetahui dasar pengenaan pajak yang
seharusnya dipakai. Apabila NJOP lebih tinggi dari NPOP
maka yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP). Dapat kita bayangkan apabila dokumen
pendukung seperti sertifikat tanah, denah lokasi, kuitansi jual
beli dan surat keterangan lunas PBB tidak dipenuhi maka hal
tersebut akan membuang waktu bahkan membuat penerimaan
BPHTB terhambat.
2) Wajib Pajak yang menginginkan kewajiban pajaknya rendah
bahkan jika mungkin terbebas dari pajak membuat Wajib
Pajak terkadang tidak jujur dalam memberikan informasi.
Seperti terdapatnya kasus perumahan yang NJOPnya sebesar
Rp.60.000.000, tentunya pihak DPPKA melalui bidang
penetapan waspada sehingga melakukan pengecekan kepada
Wajib Pajak apakah benar NJOP dari perumahan tersebut
sebesar Rp.60.000.000. Pokok permasalahannya adalah
ketidakjujuran Wajib Pajak dalam menghitung kewajiban
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
pajaknya. Hal tersebut dimungkinkan karena kurangnya
pengetahuan Wajib Pajak atas BPHTB atau dapat juga
dikarenakan motivasi menghindari pajak dari Wajib Pajak
sendiri.
3) hambatan yang juga sering terjadi adalah dalam kasus tukar
menukar. Dalam hal tukar menukar penentuan pajak yang
terutang menjadi sulit karena selain susahnya menentukan
nilai pasar dari tukar menukar tersebut juga sulitnya
menentukan pihak mana yang terutang BPHTB karena hal
tersebut berbeda dengan jual beli. Jika dalam hal jual beli
pihak pembeli sebagai yang terutang BPHTB jelas dan
didasarkan pada harga transaksi maka dalam hal tukar
menukar akan sulit menetukan pihak mana yang terutang
BPHTB karena yang terjadi adalah tukar menukar antara tanah
dan atau bangunan dengan tanah atau bangunan yang mungkin
memiliki nilai berbeda.
4) dalam hal hibah wasiat juga terdapat kendala seperti masalah
dalam perhitungan terhadap hibah wasiat yang diterima secara
bersama oleh keluarga sedarah dari garis keturunan lurus satu
derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus ke samping. Dalam hal
tersebut bidang penetapan akan mengalami kesulitan dalam
mengecek besarnya BPHTB yang terutang karena Wajib Pajak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
yang kurang memahami tentang BPHTB dalam perkembangan
kasus seperti di atas. Wajib Pajak biasanya hanya mengetahui
tentang dasar-dasar pengenaan BPHTB seperti yang tercantum
dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2009. Dalam kasus
tersebut Wajib Pajak tidak dapat menghitung BPHTB yang
terutang dengan benar. Apakah dihitung sebesar nilai pasar
langsung atau harus dibagikan kepada ahli waris masing-
masing baru dihitung secara terpisah.
3. Upaya-upaya yang dilakukan oleh DPPKA Kota Surakarta dalam
mengatasi hambatan yang ada untuk kelancaran penerimaan
pendapatan daerah dari BPHTB
Dalam mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi tentunya pihak
DPPKA Kota Surakarta memiliki upaya-upaya demi kelancaran
penerimaan BPHTB baik yang dilaksanakan bagi pihak DPPKA itu
sendiri maupun upaya yang dilaksanakan untuk menghadapi hambatan-
hambatan yang datang dari Wajib Pajak.
a. Upaya-upaya yang dilakukan dalam menghadapi hambatan yang
timbul dari pihak DPPKA itu sendiri.
Berikut upaya-upaya yang telah dilakukan oleh DPPKA Kota
Surakarta untuk menghadapi hambatan-hambatan yang terjadi
karena DPPKA itu sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
1) diadakannya pelatihan-pelatihan bagi karyawan untuk dapat
memahami BPHTB lebih baik,
2) diadakannya sistem komputerisasi untuk memproses
penerimaan berkas pelayanan BPHTB,
3) pemahaman mendalam mengenai prosedur pembayaran dan
validasi BPHTB sesuai dengan tugas masing-masing bidang,
4) dibaginya fungsi bagian cek lapangan dengan fungsi yang lain
untuk mempercepat proses pengecekan lapangan.
b. Upaya-upaya yang dilakukan DPPKA dalam menghadapi
hambatan-hambatan yang timbul dari Wajib Pajak.
Hambatan-hambatan yang terjadi dapat berasal dari mental
Wajib Pajak untuk itu DPPKA Kota Surakarta menempuh upaya
dengan mengadakan penyuluhan bagi masyarakat untuk
memberikan pengertian seberapa pentingnya BPHTB, mengadakan
pelatihan untuk mengajari masyarakat tentang mekanisme
perhitungan BPHTB dan penyuluhan mengenai prosedur
permohonan validasi dan pembayaran BPHTB, serta mengadakan
sosialisasi melalui media elektronik.
DPPKA Kota Surakarta juga memiliki upaya dalam
menghadapi hambatan-hambatan teknis yang berasal dari Wajib
Pajak. Berikut upaya-upaya tersebut.
1) dalam kasus kurangnya pemenuhan dokumen pendukung
seperti tidak adanya denah lokasi dan copy sertifikat tanah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
maka pihak DPPKA akan meminta denah dan copy sertifikat
tersebut kemudian mengecek kebenaran dari denah tersebut
dengan dilakukannya kendali cek lapangan jika dirasa
meragukan atau terdapat ketidakcocokan antara perhitungan
dengan denah lokasi yang terlampir, seperti apakah benar
tidak ada bangunan sebagaimana yang tercatat dalam
perhitungan atau justru terdapat bangunan namun tidak
diperhitungkan dalam perhitungan. Jika ternyata setelah
dilakukan kendali cek lapangan ternyata kebenaran dari cek
lapangan tersebut tidak sesuai dengan informasi yang
diberikan Wajib Pajak dan perhitungan yang dilakukan Wajib
Pajak maka DPPKA akan melakukan koreksi dengan
mengeluarkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan Bangunan Kurang Bayar (SKBPHTBKB) karena hal
tersebut akan menambah jumlah BPHTB yang terutang. Sama
seperti yang sebelumnya, apabila Wajib Pajak tidak
melampirkan copy kuitansi jual beli maka DPPKA melalui
bidang penetapan tidak dapat mengetahui secara pasti dasar
pengenaan jual beli yang seharusnya dipakai. Apabila ternyata
NJOP lebih tinggi dari NPOP sedangkan yang digunakan oleh
Wajib Pajak dalam menghitung BPHTB yang terutang adalah
NPOP maka akan terjadi kurang bayar sehingga DPPKA akan
menerbitkan SKBPHTBKB.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
2) dalam menangani Wajib Pajak yang tidak memberikan
informasi secara jujur pihak DPPKA memiliki batas toleransi.
Batas tersebut ditentukan apabila BPHTB yang terutang oleh
Wajib Pajak tersebut dirasa telah memberikan penerimaan
BPHTB yang cukup baik maka hal tersebut tidak akan
menjadi masalah bagi Wajib Pajak tersebut. Namun, apabila
ternyata setelah dilakukan pengecekan diketahui bahwa Wajib
Pajak telah memanipulasi harga transaksi dan ditemukan
bahwa NPOP yang sebenarnya bukan seperti yang dikatakan
Wajib Pajak maka DPPKA akan menerbitkan Surat Ketetapan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar
(SKBPHTBKB). Kasus tersebut hampir sama penyelesaiannya
dengan poin (1) di atas namun yang menjadi pembeda adalah
sumber dari permasalahannya.
Berikut contoh kasus untuk mempermudah pemahaman
mengenai kesalahan informasi yang diberikan oleh Wajib
Pajak.
Pada 2 Juni 2011 Tuan B membeli tanah seluas 200 m2 di
jalan Slamet Riyadi dengan mengakui harga transaksi sebesar
Rp.250.000.000 diketahui bahwa NJOP PBB tanah per meter
di wilayah tersebut adalah Rp. 950.000 maka BPHTB yang
terutang menurut transaksi diatas adalah 5% x
(Rp.250.000.000-Rp.60.000.000) = Rp.9.500.000.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Berdasarkan informasi tersebut patut diwaspadai karena harga
transaksi yang dirasa tidak rasional melihat tanah yang dibeli
adalah di daerah Slamet Riyadi maka DPPKA melakukan
pemeriksaan terhadap Tuan B pada bulan Januari, setelah
dilakukan pemeriksaan Tuan B diketahui telah memanipulasi
harga Transaksi dan ditemukan bahwa NPOP sebenarnya atas
transaksi tersebut adalah Rp. 350.000.000 sehingga BPHTB
yang seharusnya terutang adalah 5% x (Rp.350.000.000-
Rp.60.000.000) = Rp.14.500.000 maka DPPKA Kota
Surakarta menerbitkan SKBPHTBKB karena BPHTB yang
kurang bayar sebesar Rp.5.000.000 ditambah dengan sanksi
administrasi sebesar Rp.800.000 (2% x Rp.5.000.000 x 8
bulan).
3) dalam kasus tukar menukar pihak DPPKA Kota Surakarta
memperlakukan tukar menukar seperti jual beli dengan
mengunakan dasar pengenaan pajaknya dalah harga transaksi
karena jika menggunakan nilai pasar akan sulit untuk
menentukan nilai pasar sekarang dari tukar menukar tersebut.
Dalam proses tukar menukar kedua belah pihak memperoleh
hak baru sehingga kedua belah pihak terutang BPHTB sesuai
dengan nilai asset yang diperolehnya. Untuk mempermudah
memahami penyelesaian kasus di atas berikut contohnya:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Tuan Y memiliki tanah dan bangunan dengan NJOP
sebesar Rp.250.000.000, sedangkan Tuan X memiliki sebidang
tanah sebesar Rp.200.000.000 karena suatu hal kedua belah
pihak setuju melakukan tukar menukar maka kedua belah
pihak akan memperoleh hak baru sehingga kedua belah pihak
terutang BPHTB. Tuan Y membayar BPHTB sebesar
Rp.7.000.000 yang berasal dari 5% x (Rp.200.000.000-
Rp.60.000.000) sedangkan Tuan X membayar BPHTB sebesar
Rp.9.500.000 yang berasal dari 5% x (Rp.250.000.000-
Rp.60.000.000).
4) dalam kasus hibah wasiat sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 pasal 87 berbunyi:
Besarnya NPOPTKP ditetapkan paling rendah Rp.60.000.000 untuk setiap Wajib Pajak kecuali dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima oleh orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hadiah wasiat, termasuk suami/istri, NPOPTKP ditetapkan paling rendah sebesar Rp.300.000.000
Dalam kasus pemberian hibah wasiat kepada dua orang
yang berbeda perhitungan atas kewajiban BPHTB dari hibah
wasiat adalah setelah dilakukan pengesahan hibah wasiat
dengan pembuatan akta hibah wasiat antara dua orang yang
berbeda yaitu antara keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat ke atas atau lurus satu derajat ke bawah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
dengan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
kesamping harus segera dilakukan pembagian secara merata
atau langsung dibagi dua sehingga dalam melakukan
pendaftaran peralihan haknya dilakukan oleh masing-masing
pihak yang menerimanya. Dari kasus hibah wasiat di atas yang
menjadi pembeda dalam kasus hibah wasiat yang diterima
secara bersama oleh keluarga sedarah dari garis keturunan
lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus ke samping
adalah tarif pajak. Dalam perhitungan BPHTB yang terutang
pihak penerima dari garis keturunan lurus satu derajat ke atas
atau satu derajat ke bawah dikenai tarif pajak sebesar 2,5%
dari NJOP sedangkan penerima dari pihak keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus ke samping dikenai 5% dari NJOP
meskipun sama-sama berasal dari hibah wasiat.
Berikut contoh untuk memperjelas kasus diatas.
Diketahui Nilai Jual Objek Pajak dari harta hibah wasiat
adalah Rp.4.000.000.000 yang diberikan kepada saudara dan
anaknya dengan jumlah sama besar masing-masing
Rp.2.000.000.000 sesuai dengan akta hibah wasiat maka
berikut perhitungannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Besar BPHTB yang terutang dari hibah wasiat bagi saudara
pemberi hibah wasiat sebagai keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus kesamping:
NJOP BPHTB 2.000.000.000
NPOPTKP ( 300.000.000)
NPOPKP 1.700.000.000
BPHTB terutang 5% x 1.700.000.000 85.000.000
BPHTB Hibah Wasiat 50% x 85.000.000 42.500.000
Besar BPHTB yang terutang dari hibah wasiat bagi anak
pemberi hibah wasiat sebagai keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat ke atas atau lurus satu derajat ke
bawah adalah berikut perhitungannya.
NJOP Rp.2.000.000.000
NPOPTKP (300.000.000)
NPOPKP 1.700.000.000
BPHTB terutang 2,5% x 1.700.000.000 42.500.000
BPHTB dari hibah wasiat 50% x 42.500.000 21.250.000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
BAB III
TEMUAN
Penelitian atas evaluasi capaian penerimaan BPHTB oleh DPPKA Kota
Surakarta Tahun 2011 yang dilakukan oleh penulis telah menemukan hasil
penelitian yang dapat diuraikan ke dalam dua golongan yaitu kelebihan dan
kelemahan. Pelaksanaan pemungutan BPHTB yang sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 dan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah menjadi kelebihan bagi pihak DPPKA karena pelaksanaan telah mengacu
pada aturan yang berlaku, pengoptimalan Wajib Pajak dan pengoptimalan
penerimaan BPHTB juga menjadi kelebihan DPPKA Kota Surakarta mengingat
BPHTB adalah “barang baru” yang telah berubah menjadi kewenangan
Pemerintah Daerah sejak awal tahun 2011. Di samping kelebihan dalam
pelaksanaan pemungutan BPHTB di atas tentu terdapat kelemahan yang menjadi
evaluasi bagi DPPKA Kota Surakarta di masa datang. Penulis berupaya
memaparkan kelebihan dan kelemahan yang lebih terperinci sebagai berikut:
A. KELEBIHAN
Kelebihan dapat diuraian sebagai berikut:
1. Dalam pelaksanaan pemungutan BPHTB oleh DPPKA Kota Surakarta
telah dilakukannya pembagian fungsi, antara lain Bagian
Pelayanan/CSO yang berfungsi sebagai melayani permohonan BPHTB
oleh Wajib Pajak, Divisi DAFDA dan Dokumentasi yang berfungsi
mendata Surat Setoran Pajak NPWPD dengan menerbitkan Tanda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Terima Berkas, serta Bidang Penetapan yang berfungsi sebagai
pengecek kebenaran data Wajib Pajak atas permohonan validasi
BPHTB, menghitung BPHTB yang terutang dan menerbitkan
SKBPHTB bagi Wajib Pajak yang kurang bayar.
2. Pelatihan bagi karyawan di Semarang untuk pengoptimalan tenaga
kerja ahli BPHTB pada DPPKA Kota Surakarta.
3. Sosialisasi mengenai Peraturan-Peraturan Daerah tentang BPHTB serta
mengajarkan mekanisme perhitungan BPHTB sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 kepada masyarakat.
4. Bekerja sama dengan Notaris Di wilayah kota Surakarta untuk
mempermudah Wajib Pajak dalam melakukan pengajuan permohonan
BPHTB.
5. Diterbitkannya SKBPHTBKB atau SKBPHTBLB yang sesuai dengan
Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2010 sebagai wujud atas BPHTB
yang kurang bayar maupun lebih bayar untuk pengoptimalan
penerimaan BPHTB.
6. Pelaksanaan sanksi administratif sebesar 2% sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 kepada Wajib Pajak yang kurang bayar
atas permohonan BPHTB yang diajukan.
7. Dilaksanakannya kendali cek lapangan bagi permohonan validasi
BPHTB yang diragukan kebenarannya untuk pengoptimalan
penerimaan BPHTB.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
8. Sosialisasi persuasif melalui brosur maupun media iklan elektronik
telah dilaksanakan.
9. Kerja sama dengan bank milik pemerintah demi kelancaran pembayaran
BPHTB.
B. KELEMAHAN
1. Masih kurangnya tenaga kerja ahli yang paham mengenai BPHTB
sehingga masih harus dilaksanakannya pelatihan bagi karyawan yang
menangani BPHTB.
2. Minimnya teknologi yang digunakan dalam pelaksanaan BPHTB
karena sebagian besar pelaksanaan dilaksanakan secara manual.
3. Rumitnya prosedur pengajuan permohonan BPHTB yang terkadang
dapat mendorong Wajib Pajak untuk menghindari pajak.
4. Sosialisasi tentang Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 tentang
BPHTB dan sosialisasi mekanisme perhitungan yang belum
menyaluruh sehingga banyak Wajib Pajak yang masih belum mengerti
apa itu BPHTB dan tidak dapat menghitung BPHTB.
5. Kendali cek lapangan yang dilakukan karena adanya keraguan atas
kebenaran permohonan BPHTB memakan waktu yang lama sehingga
tidak sesuai dengan tata cara cek lapangan yang biasanya dilaksanakan
maksimal dua hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
6. Kurangnya penyuluhan kepada notaris sehingga banyak dimungkinkan
notaris yang ikut melakukan pemberian informasi yang salah atas
permohonan validasi BPHTB dari Wajib Pajak.
7. Lamanya proses validasi permohonan BPHTB membuat Wajib Pajak
harus bolak-balik ke DPPKA untuk mengambil validasi tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada awal tahun 2011 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 bahwa kewenangan pemungutan yang semula menjadi tanggung jawab
Pemerintah Pusat melalui KPP Pratama beralih ke Pemerintah Daerah
melalui DPPKA Kota Surakarta. Peralihan BPHTB yang masih tergolong
baru bagi DPPKA Kota Surakarta menjadi tantangan tersendiri. Jika melihat
pada realisasi anggaran BPHTB tahun 2011 kinerja DPPKA dapat dikatakan
cukup baik karena berdasarkan proyeksi atas realisasi yang telah dibuat
peneliti pada pembahasan sebelumnya pemerintah kota Surakarta cukup
mampu memenuhi realisasi yang seharusnya meskipun terdapat sedikit
selisih, namun mengingat anggaran BPHTB tahun 2011 menurun jauh
dibandingkan tahun 2010 menjadi pertanyaan yang cukup kompleks
mengingat kemampuan pemerintah kota Surakarta yang cukup baik dalam
melaksanakan pemungutan BPHTB sehingga dapat dikatakan bahwa masih
adanya kemungkinan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pemungutan
BPHTB pada tahun 2011 yang menjadi awal perpindahan kewenangan
pemungutan BPHTB. Hambatan-hambatan yang terjadi dapat
mempengaruhi besar kecilnya penerimaan BPHTB karena apabila
pemerintah kota Surakarta tidak tanggap dan kritis terhadap hambatan yang
terjadi serta besar penerimaan BPHTB yang sebenarnya tidak dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
diprediksi dapat membuat penerimaan BPHTB tidak maksimal. Pergerakan
property yang tidak dapat diprediksikan membuat pemerintah kota
Surakarta haruslah pandai dalam memaksimalkan penerimaan BPHTB.
Berdasarkan penelitian ini penulis menemukan hambatan hambatan
yang terjadi dalam pelaksanaan pemungutan BPHTB karena peralihan
BPHTB yang telah menjadi kewenangan baru bagi DPPKA Kota Surakarta
agar dapat dievaluasi untuk memaksimalkan penerimaan BPHTB.
Hambatan yang dialami oleh DPPKA berasal dari dua macam, yaitu
hambatan yang berasal dari DPPKA itu sendiri dan hambatan yang berasal
dari Wajib Pajak. Hambatan yang berasal dari DPPKA itu sendiri adalah
masih kurangnya tenaga kerja yang ahli dalam BPHTB, kurangnya
diterapkan teknologi dalam pelaksanaan BPHTB sehingga sebagian besar
dilaksanakan secara manual, masih rumitnya prosedur pelaksanaan
pemungutan, serta lamanya waktu yang digunakan berkas cek lapangan
untuk kembali pada Bidang Penetapan yang menghambat proses
pemungutan. Sedangkan hambatan yang berasal dari Wajib Pajak adalah
masih kurangnya kesadaran Wajib Pajak akan pentingnya BPHTB,
kurangnya pemahaman Wajib Pajak tentang BPHTB dan mekanisme
perhitungan BPHTB sebagai wujud dari pelaksanaan Self Assessment
System membuat banyak terjadi masalah yang berhubungan dengan
perhitungan BPHTB yang terutang, serta masih rumitnya prosedur dan
lamanya proses validasi permohonan BPHTB membuat Wajib Pajak
cenderung enggan atau menghindari membayar pajak. Sebagai akibat dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
hambatan mental yang berasal dari Wajib Pajak, DPPKA Kota Surakarta
sering mengalami hambatan dalam validasi atas SSPD BPHTB. Dalam
proses validasi Bidang Penetapan akan mengkoreksi SSPD BPHTB yang
diajukan oleh Wajib Pajak apakah sesuai dengan yang sebenarnya atau tidak
jika ternyata terdapat ketidakcocokan maka Bidang Penetapan akan
menerbitkan SKBPHTBKB atau SKBPHTBLB. Hambatan dalam proses
validasi sering terjadi pada kasus tukar menukar, kasus jual beli, pemenuhan
persyaratan formulir permohonan validasi SSPD BPHTB, dan kasus hibah
wasiat.
B. SARAN
Hambatan mental yang terjadi dalam pengumutan BPHTB
mengakibatkan terjadinya hambatan teknis yang dapat mempengaruhi
penerimaan BPHTB. Sebagai contoh riil yang ada adalah hambatan mental
yang berasal dari Wajib Pajak seperti kurangnya kesadaran akan pentingnya
BPHTB berakibat pada ketidakjujuran Wajib Pajak dalam menyampaikan
informasi dalam permohonan validasi BPHTB untuk menghindari atau
mengurangi pajak yang terutang. Ketidakjujuran tersebut yang
mengakibatkan terjadinya kasus seperti dalam transaksi jual beli. Salah satu
cara yang dapat ditempuh untuk mencegah terjadinya hambatan teknis
adalah dengan meminimalkan terjadinya hambatan mental. Berdasarkan
hambatan-hambatan yang penulis temukan dalam penelitian atas evaluasi
capaian penerimaan BPHTB oleh DPPKA Kota Surakarta Tahun 2011,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
penulis berupaya menyampaikan saran-saran yang ditujukan untuk
pengoptimalan penerimaan BPHTB di tahun mendatang sebagai berikut.
1. Perlunya pengoptimalan kinerja DPPKA Kota Surakarta dalam
melaksanakan pemungutan BPHTB, seperti ditambahnya tenaga kerja
ahli dalam BPHTB dan pengadaan sistem komputerisasi dalam
pendataan Wajib Pajak yang mengajukan permohonan BPHTB pada
masing-masing bidang dalam DPPKA dan pangadaan komputerisasi
untuk mekanisme perhitungan BPHTB sehingga dapat meminimalkan
terjadinya kesalahan oleh manusia.
2. Perlu diadakannya pendampingan bagi Wajib Pajak yang hendak
mengajukan permohonan validasi SSPD BPHTB di DPPKA sehingga
Wajib Pajak yang tidak memahami mekanisme perhitungan BPHTB
dapat didampingi dan dibantu oleh karyawan tersebut sebelum
melakukan pembayaran atas pajak yang terutang sehingga dapat
membantu meminimalkan kesalahan perhitungan oleh Wajib Pajak.
3. Perlu diadakannya sosialisasi yang rutin kepada Wajib Pajak untuk
memberikan pemahaman tentang BPHTB baik untuk meningkatkan
kesadaran Wajib Pajak atas pentingnya BPHTB atau penyuluhan atas
terbitnya peraturan-peraturan baru sehingga pengoptimalan jumlah
Wajib Pajak dapat dilaksanakan.
4. Perlunya diadakan inspeksi mendadak untuk memantau dan mengawasi
pegawai yang telah melanggar aturan yang telah ditetapkan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
bertindak diluar fungsi jabatannya sehingga dapat meminimalkan tindak
korupsi dan kolusi yang mungkin terjadi.
5. Bagi penulis selanjutnya dapat melaksanakan penelitian mengenai
BPHTB yang lebih baik dan mendalam untuk membantu
pengoptimalan kinerja DPPKA Kota Surakarta karena masih banyaknya
kekurangan-kekurangan yang disadari penulis dalam penelitian ini.
Selain itu dapat melakukan penelitian tidak hanya terbatas pada BPHTB
saja melainkan juga pajak reklame, pajak hiburan, pajak air tanah, dan