BAB IIPEMBAHASAN2.1 EFEK RUMAH KACA Pengertian efek rumah
kacaEfek rumah kaca pertama kali diusulkan oleh Joseph Fourier pada
1824, merupakan proses pemanasan permukaan suatu benda langit
(terutama planet atau satelit) yang disebabkan oleh komposisi dan
keadaan atmosfernya.Mars, Venus, dan benda langit beratmosfer
lainnya seperti satelit alami Saturnus, Titan ternyata juga
memiliki efek rumah kaca. Efek rumah kaca dapat digunakan untuk
menunjuk dua hal berbeda. Efek rumah kaca alami yang terjadi secara
alami di bumi, dan efek rumah kaca ditingkatkan yang terjadi akibat
aktivitas manusia. Yang belakang diterima oleh semua; yang pertama
diterima kebanyakan oleh ilmuwan, meskipun ada beberapa perbedaan
pendapat.Matahari adalah sumber dari segala energi di bumi. Energi
cahaya matahari dirubah menjadi energi yang dapat menghangatkan
ketika mencapai permukaan bumi. Permukaan bumi akan menyerap
sebagian panas matahari dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian
dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke
angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer
bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air,
CO2, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini.
Gas-gas ini menyerap dan memantulkannya kembali ke permukaan bumi,
sehingga panas dari gelombang radiasi tersebut tersimpan di
permukaan bumi yang menyebabkan meningkatnya suhu rata-rata tahunan
bumi. Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh seluruh penghuni
bumi. Karena tanpa adanya efek rumah kaca, suhu permukaan bumi akan
sangat dingin. Suhu rata-rata planet bumi sudah meningkat sekitar
33C menjadi 15C dari suhu awal yang -18C. Jika tidak ada efek rumah
kaca ini maka permukaan bumi akan tertutup oleh lapisan es, namun
jika berlebihan maka akan menyebabkan pemanasan global. Penyebab
efek rumah kacaAda tiga faktor utama tingginya emisi gas rumah
kaca, yakni kerusakan hutan dan lahan, penggunaan energi yang tidak
ramah lingkungan dan pembuangan limbah. Efek rumah kaca disebabkan
karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas
lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan
oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak, batu bara dan bahan
bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan
dan laut untuk menyerapnya.Energi yang masuk ke Bumi 25%
dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer, 25% diserap
awan dan 45% diserap permukaan bumi dan 5% dipantulkan kembali oleh
permukaan bumi. Energi yang diserap dipantulkan kembali dalam
bentuk radiasi inframerah oleh awan dan permukaan bumi.
Namun,sebagian besar inframerah yang dipancarkan bumi tertahan oleh
awan dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan
bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan
adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan malam di
bumi tidak terlalu jauh berbeda.Selain gas CO2, yang dapat
menimbulkan efek rumah kaca adalah belerang dioksida, nitrogen
monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa
organik seperti gas metana dan klorofluorokarbon (CFC). Gas-gas
tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah
kaca.Gas rumah kacaGas rumah kaca adalah gas-gas yang ada di
atmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca. Gas-gas tersebut
sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi dapat juga
timbul akibat aktivitas manusia. Gas rumah kaca yang paling banyak
adalah uap air yang mencapai atmosfer akibat penguapan air dari
laut, danau dan sungai. Karbondioksida adalah gas terbanyak kedua.
Ia timbul dari berbagai proses alami seperti: letusan vulkanik;
pernapasan hewan dan manusia (yang menghirup oksigen dan
menghembuskan karbondioksida); dan pembakaran material organik.
Karbondioksida dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan
diserap tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis.
Fotosintesis memecah karbondioksida dan melepaskan oksigen ke
atmosfer serta mengambil atom karbonnya.Meningkatnya suhu permukaan
bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrem
di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan
ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap
karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan
mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan
naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan
meningkatnya suhu air laut sehingga air laut mengembang dan terjadi
kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara kepulauan akan
mendapatkan pengaruh yang sangat besar. Uap airUap air adalah gas
rumah kaca yang timbul secara alami dan bertanggungjawab terhadap
sebagian besar dari efek rumah kaca. Konsentrasi uap air
berfluktuasi secara regional, dan aktivitas manusia tidak secara
langsung memengaruhi konsentrasi uap air kecuali pada skala lokal.
Dalam model iklim, meningkatnya temperatur atmosfer yang disebabkan
efek rumah kaca akibat gas-gas antropogenik akan menyebabkan
meningkatnya kandungan uap air di troposfer, dengan kelembapan
relatif yang agak konstan. Meningkatnya konsentrasi uap air
mengakibatkan meningkatnya efek rumah kaca; yang mengakibatkan
meningkatnya temperatur; dan kembali semakin meningkatkan jumlah
uap air di atmosfer. Keadaan ini terus berkelanjutan sampai
mencapai titik ekuilibrium (kesetimbangan). Oleh karena itu, uap
air berperan sebagai umpan balik positif terhadap aksi yang
dilakukan manusia yang melepaskan gas-gas rumah kaca seperti
CO2[1]. Perubahan dalam jumlah uap air di udara juga berakibat
secara tidak langsung melalui terbentuknya awan.
KarbondioksidaManusia telah meningkatkan jumlah karbondioksida yang
dilepas ke atmosfer ketika mereka membakar bahan bakar fosil,
limbah padat, dan kayu untuk menghangatkan bangunan, menggerakkan
kendaraan dan menghasilkan listrik. Pada saat yang sama, jumlah
pepohonan yang mampu menyerap karbondioksida semakin berkurang
akibat perambahan hutan untuk diambil kayunya maupun untuk
perluasan lahan pertanian. Walaupun lautan dan proses alam lainnya
mampu mengurangi karbondioksida di atmosfer, aktivitas manusia yang
melepaskan karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan
alam untuk menguranginya. Pada tahun 1750, terdapat 281 molekul
karbondioksida pada satu juta molekul udara (281 ppm). Pada Januari
2007, konsentrasi karbondioksida telah mencapai 383 ppm
(peningkatan 36 persen). Jika prediksi saat ini benar, pada tahun
2100, karbondioksida akan mencapai konsentrasi 540 hingga 970 ppm.
Estimasi yang lebih tinggi malah memperkirakan bahwa konsentrasinya
akan meningkat tiga kali lipat bila dibandingkan masa sebelum
revolusi industri. MetanaMetana yang merupakan komponen utama gas
alam juga termasuk gas rumah kaca. Ia merupakan insulator yang
efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih banyak bila
dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan selama produksi dan
transportasi batu bara, gas alam, dan minyak bumi. Metana juga
dihasilkan dari pembusukan limbah organik di tempat pembuangan
sampah (landfill), bahkan dapat keluarkan oleh hewan-hewan
tertentu, terutama sapi, sebagai produk samping dari pencernaan.
Sejak permulaan revolusi industri pada pertengahan 1700-an, jumlah
metana di atmosfer telah meningkat satu setengah kali lipat. Metan
berasal dari gas alamiah, pertambangan batubara, kotoran hewan dan
tumbuhan yang telah membusuk. Hal yang paling dikhawatirkan para
ilmuwan adalah tumbuhan yang membusuk. Beberapa ribu tahun yang
lalu, miliaran ton metan terbentuk dari pembusukan tumbuh-tumbuhan
Arktik di Kutub Utara. Tumbuhan itu membusuk dan membeku di dasar
laut. Saat kutub utara mulai menghangat, metan yang tersimpan di
dasar laut itu dapat mempercepat pemanasan di kawasan itu. Nitrogen
OksidaNitrogen oksida adalah gas insulator panas yang sangat kuat.
Ia dihasilkan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil dan oleh
lahan pertanian. Ntrogen oksida dapat menangkap panas 300 kali
lebih besar dari karbondioksida. Konsentrasi gas ini telah
meningkat 16 persen bila dibandingkan masa pre-industri. Gas
lainnyaGas rumah kaca lainnya dihasilkan dari berbagai proses
manufaktur. Campuran berflourinasi dihasilkan dari peleburan
alumunium. Hidrofluorokarbon (HCFC-22) terbentuk selama manufaktur
berbagai produk, termasuk busa untuk insulasi, perabotan
(furniture), dan tempat duduk di kendaraan. Lemari pendingin di
beberapa negara berkembang masih menggunakan klorofluorokarbon
(CFC) sebagai media pendingin yang selain mampu menahan panas
atmosfer juga mengurangi lapisan ozon (lapisan yang melindungi Bumi
dari radiasi ultraviolet). Selama masa abad ke-20, gas-gas ini
telah terakumulasi di atmosfer, tetapi sejak 1995, untuk mengikuti
peraturan yang ditetapkan dalam Protokol Montreal tentang
Substansi-substansi yang Menipiskan Lapisan Ozon, konsentrasi
gas-gas ini mulai makin sedikit dilepas ke udara. Para ilmuan telah
lama mengkhawatirkan tentang gas-gas yang dihasilkan dari proses
manufaktur akan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Pada tahun
2000, para ilmuan mengidentifikasi bahan baru yang meningkat secara
substansial di atmosfer. Bahan tersebut adalah trifluorometil
sulfur pentafluorida. Konsentrasi gas ini di atmosfer meningkat
dengan sangat cepat, yang walaupun masih tergolong langka di
atmosfer tetapi gas ini mampu menangkap panas jauh lebih besar dari
gas-gas rumah kaca yang telah dikenal sebelumnya. Hingga saat ini
sumber industri penghasil gas ini masih belum
teridentifikasi.Selain karbon dioksida, ada dua gas lagi yang
dikhawatirkan mempercepat pemanasan global lebih buruk lagi.
Keduanya adalah metan dan nitrogen triflorida yang berasal dari
tanaman purba dan teknologi layar flat-panel. Menurut para pengamat
lingkungan, kedua gas tersebut menimbulkan efek rumah kaca seperti
karbon dioksida. Bahkan, kedua gas tersebut memberi efek hampir
sama dari yang disebabkan karbondioksida. Penelitian terbaru
menunjukkan dalam beberapa tahun terakhir efek kedua gas tersebut
semakin meningkat di luar perkiraan. Para pengamat cuaca juga
terkejut dengan peningkatan tersebut.Selama ini gas metan masih
menjadi kekhawatiran terbesar setelah karbon dioksida. Pasalnya,
gas tersebut dianggap sebagai gas efek rumah kaca kedua setelah
karbon dioksida berdasar besarnya efek pemanasan yang dihasilkan
dan jumlahnya di atmosfer. Gas metan menyumbang sepertiga dari efek
karbondioksida terhadap pemanasan global. Para ilmuwan telah
berupaya untuk mempelajari bagaimana proses tersebut akan bermula.
Saat ini data yang terkumpul masih berupa data awal, belum ada
kesimpulan. Tetapi para ilmuwan tersebut mengatakan apa yang mereka
lihat di awal ini adalah permulaan pelepasan metan di kutub
utara.Dalam delapan tahun terakhir kadar metan di atmosfer masih
stabil yang diperkirakan setiap 40 menit oleh monitor pengawas
dekat tebing di tepi laut. Tetapi pada 2006 hasilnya menunjukkan
terjadinya peningkatan. Jumlah gas metan di udara melonjak dari
sekitar 28 juta ton pada Juni 2006 hingga Oktober 2007. Saat ini
jumlahnya sudah mencapai 5,6 miliar ton metan di udara. Jika hal
ini terus terjadi, maka akan buruk efeknya. Saat kadar metan terus
meningkat, tentunya akan mempercepat perubahan iklim. Di lain
pihak, kadar nitrogen triflorida di udara diperkirakan meningkat
empat kali lipat beberapa tahun terakhir dan 30 kali lipat sejak
1978. Namun, peningkatan tersebut hanya menyumbang 0,04 persen dari
total efek pemanasan global yang disebabkan oleh karbondioksida.
Gas ini biasanya digunakan sebagai semacam pembersih pada industri
manufaktur televisi dan monitor komputer serta panel.Nitrogen
triflorida yang dihitung dengan skala bagian per triliun di udara
selama ini memang dianggap ancaman tak berarti. Menurut profesor
geofisika Ray Weiss di Lembaga Oseanografi, upaya awal untuk
mengetahui jumlah gas tersebut di udara memang diremehkan mengingat
jumlahnya yang tak terlalu besar. Tetapi, gas tersebut justru
dikategorikan sebagai salah satu gas yang lebih berbahaya karena
ratusan kali lebih kuat menyimpan panas daripada karbondioksida.
Sedangkan metan hanya 20 kali lebih berbahaya dari karbondioksida
per basis molekul. Karbondioksida masih menjadi gas yang paling
berbahaya karena kadarnya yang sangat tinggi dan pertumbuhannya
yang cepat.
Dampak rumah kacaMenurut perhitungan simulasi, efek rumah kaca
telah meningkatkan suhu rata-rata bumi 1-5 C. Bila kecenderungan
peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan
peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5 C sekitar tahun 2030.
Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan
semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan bumi
diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi
menjadi meningkat.Dunia telah kehilangan hampir 20 persen terumbu
karangnya akibat emisi karbon dioksida. Laporan yang dirilis Global
Coral Reef Monitoring Network ini merupakan upaya memberi tekanan
atas peserta konferensi PBB mengenai iklim agar membuat kemajuan
dalam memerangi kenaikan suhu global. Jika kecenderungan emisi
karbon dioksida saat ini terus berlangsung, banyak terumbu karang
mungkin akan hilang dalam waktu 20 sampai 40 tahun mendatang, dan
ini akan memiliki konsekuensi bahaya bagi sebanyak 500 juta orang
yang bergantung atas terumbu karang untuk memperoleh nafkah mereka.
Jika tak ada perubahan, kita akan menyaksikan berlipatnya karbon
dioksida di atmosfer dalam waktu kurang dari 50 tahun. Karena
karbon ini diserap, samudra akan menjadi lebih asam, yang secara
serius merusak sangat banyak biota laut dari terumbu karang hingga
kumpulan plankton dan dari udang besar hingga rumput laut. Saat
ini, perubahan iklim dipandang sebagai ancaman terbesar bagi
terumbu karang. Ancaman utama iklim, seperti naiknya temperatur
permukaan air laut dan tingkatan keasaman air laut, bertambah besar
oleh ancaman lain termasuk pengkapan ikan secara berlebihan, polusi
dan spesies pendatang. Pencegahan efek rumah kacaPenanaman satu
miliar pohon per tahun bisa menurunkan emisi gas rumah kaca,
sehingga target 26 persen pada 2020 diharapkan bisa tercapai.
Penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sekitar 26 persen pada 2020
mendatang, antara lain melakukan upaya pengendalian kerusakan
hutan, penggunaan energi dan transportasi, serta pengolahan limbah.
Penurunan gas rumah kaca di Indonesia bisa diturunkan hingga 41
persen, bila mendapatkan dukungan dari luar negeri. Kalau ada
dukungan dari luar negeri, maka penurunan emisi bisa bertambah 15
persen, sehingga bisa 41 persen penurunannya.Penting dilakukan
upayapengendalian kebakaran hutan dan lahan, pengelolaan sistem
jaringan dan tata air, rehabilitasi hutan dan lahan, pemberantasan
pembalakan liar, pencegahan deforestasi dan pemberdayaan
masyarakat. Penggunaan energi ramah lingkungan dan transportasi
yang efisien juga bisa membantu mengurangi emisi gas rumah kaca.
Kawasan Konservasi Mangrove ini sangat baik untuk membantu
penurunan emisi gas rumah kaca, selain merupakan elemen yang paling
banyak berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan
menetralisir bahan-bahan pencemar.Protokol KyotoProtokol Kyoto
adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang
Perubahan Iklim (UNFCCC), sebuah persetujuan internasional mengenai
pemanasan global. Negara-negara yang meratifikasi protokol ini
berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran karbon dioksida dan
lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan
emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas
tersebut, yang telah dikaitkan dengan pemanasan global. Jika sukses
diberlakukan, Protokol Kyoto diprediksi akan mengurangi rata-rata
cuaca global antara 0,02 C dan 0,28 C pada tahun 2050. (sumber:
Nature,Oktober2003)
2.2 Pemanasan global Pengertian pemanasan globalPemanasan global
atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata
atmosfer, laut, dan daratan Bumi.Suhu rata-rata global pada
permukaan Bumi telah meningkat 0.74 0.18 C (1.33 0.32 F) selama
seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change
(IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu
rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar
disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat
aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini
telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik,
termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan
tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan
beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.Model iklim yang
dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global
akan meningkat 1.1 hingga 6.4 C (2.0 hingga 11.5 F) antara tahun
1990 dan 2100.Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh
penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah
kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang
berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode
hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan
terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat
emisi gas rumah kaca telah stabil.Ini mencerminkan besarnya
kapasitas panas dari lautan.Meningkatnya suhu global diperkirakan
akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya
permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang
ekstrem,serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat
pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian,
hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan. Hubungan
Pemanasan Global dengan Efek Rumah KacaBumi ini sebetulnya secara
alami menjadi panas karena radiasi panas matahari yang masuk ke
atmosfer. Panas ini sebagian diserap oleh permukaan Bumi lalu
dipantulkan kembali ke angkasa. Karena ada gas rumah kaca di
atmosfer, di antaranya karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitro
oksida (N2O), sebagian panas tetap ada di atmosfer sehingga Bumi
menjadi hangat pada suhu yang tepat (60F/16C) bagi hewan, tanaman,
dan manusia untuk bisa bertahan hidup. Mekanisme inilah yang
disebut efek gas rumah kaca. Tanpa efek gas rumah kaca, suhu
rata-rata di dunia bisa menjadi -18C. Sayangnya, karena sekarang
ini terlalu banyak gas rumah kaca di atmosfer, terlalu banyak panas
yang ditangkapnya. Akibatnya, Bumi menjadi semakin panas. Penyebab
pemanasan global1. Efek Rumah kacaSegala sumber energi yang
terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi
tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya
tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari
cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan
menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian
dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke
angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer
bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air,
karbon dioksida, sulfur dioksida dan metana yang menjadi perangkap
gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali
radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas
tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi
terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi
terus meningkat.Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam
rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di
atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.Efek
rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada
di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin.
Dengan suhu rata-rata sebesar 15 C (59 F), bumi sebenarnya telah
lebih panas 33 C (59 F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek
rumah kaca suhu bumi hanya -18 C sehingga es akan menutupi seluruh
permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut
telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan
global.2. Efek umpan balikEfek umpan balik karena pengaruh awan
sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah,
awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan,
sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat
dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan
radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek
pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau
pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti
tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit
direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat
kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas
komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500km untuk
model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat).
Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila
dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif
(menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan
Pandangan IPCC ke Empat. Umpan balik penting lainnya adalah
hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika
temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair
dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya
es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik
daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih
sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap
lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan
menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus
yang berkelanjutan.3. Bocornya lapisan ozonSebelum energi matahari
mencapai bumi,energi tersebut akan difilter terlebih dahulu oleh
lapisan ozon yang ada di atmosfer.Tetapi hasil penelitian
menunjukkan telah terjadinya penipisan lapisan ozon.Sudah bisa
ditebak apa akibat yang terjadi jika lapisan ozon ini rusak,atau
bahkan bolong.Salah satu penyebab penipisan ozon ini adalah
meningkatnya pemakaian Chloro Flouro Carbon (CFC).CFC dipakai dalam
kehidupan sehari-hari pada lemari es,air conditioner,bahan
pendorong pada penyembur,pembuat buih,dan sebagai bahan pelarut.4.
Pelepasan Gas Metan / CH4Hasil penelitian yang dilakukan baru baru
ini di daerah Siberia , Arktik menunjukan berjuta-juta ton gas
rumah kaca metan dilepaskan. Daratan beku itu mulai mencair dan
karbon yang terkurung di dalamnya mulai bocor keluar dalam bentuk
karbon dioksida dan metana, gas rumah kaca yang mudah terbakar dan
72 kali lebih kuat daripada CO2. Adapun konsentrasi gas metan di
beberapa tempat mencapai hingga 100 kali diatas normal. Pelepasan
gas metan setelahnya mencapai 0.5 megaton per tahun. Kemungkinan
kenaikan gas metan di planet di pengaruhi oleh oleh dua faktor
yakni pelepasan gas metan dari dasar laut dan terlepasnya gas metan
dari tanah beku yang mencair.5. Variasi Matahari Variasi matahri
adalah pengaruh penyinaran matahari pada suatu tempat berbeda
dengan tempat yang lain.Ada beberapa penelitian menunjukkan bahwa
kontribusi matahri dalam pemanasan global mungkin telah
diabaikan.Dua ilmuwan dari Duke University mengemukakan bahwa
matahari telah berkontribusi sekitar 45-50% terhadap rata rata suhu
bumi dalam rentang periode tahun 1900 2000 , dan 25 35% rentang
tahun 1980 2000.Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi
dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari
awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan
antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah
meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer
sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer.
Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati
sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari
menjadi kontributor utama pemanasan saat ini6. Penebangan Hutan
Dengan adanya pembabatan hutan di dunia yang tiap tahun mencapai 30
juta hektar, jelas turut meperparah keadaan .Hutan yang selama ini
menjadi pelindung bagi berbagai jenis satwa dari ancaman pemanasan
global seharusnya dapat membantu mengurangi pemanasan global .Tapi
, dalam kenyataan di lapangan masalah tersebut sangat akut.Yakni
hutan amazon, yang hamper 70% wilayahnya habis dibabati oleh
manusia dalam rangka produksi hasil daging.Sedangkan di Indonesia
itu sendiri, masalah pembabatan hutan tersebut disebabkan karena
pembukaan lahan baru yang bertujuan membuka perkebunan, keinginan
memperoleh penghasilan dari penjualan kayu atau hasil hutan yang
jika dilakukan secara legal memerlukan baiya yang sangat tinggi.Hal
tersebut dipengaruhi karena tingkat kesadaran masyarakat terhadap
lingkungan yang masih sangat rendah.7. Gas Metana dari peternakan
Dari hasil penelitian di sebutkan bahwa total emisi gas rumah kaca
negara Argentina 30% nya berasal dari hewan . Para peneliti
menemukan bahwa sumber gas metan terbesar berasal dari sapi dan
domba yang sengaja diternakan untuk diambil wol. Pada suatu
perhitungan ditemukan bahwa metan memiliki kekuatan 72 kali lebih
besar daripada CO2 selama lebih dari 20 tahun. Kenyatan ini sangat
mengejutkan, karena pada dasarnya, jumlah ini melebihi dari
pembangkit listrik tenaga batu bara. Terlebih lagi sapi sapi
tersebut melepaskan 800 hingga 1000 liter gas setiap hari.8. Gas
metana dari pertanianGas metana menempati urutan kedua setelah
karbondioksida yang menjadi penyebab terdinya efek rumah kaca. Gas
metana dapat bersal dari bahan organik yang dipecah oleh bakteri
dalam kondisi kekurangan oksigen, misalnya dipersawahan. 9. Alih
Fungsi Lahan dan Pembabatan HutanSumber lain CO2 berasal dari alih
fungsi lahan di mana ia bertanggung jawab sebesar 17.4%. Pohon dan
tanaman menyerap karbon selagi mereka hidup. Ketika pohon atau
tanaman membusuk atau dibakar, sebagian besar karbon yang mereka
simpan dilepaskan kembali ke atmosfer. Pembabatan hutan juga
melepaskan karbon yang tersimpan di dalam tanah. Bila hutan itu
tidak segera direboisasi, tanah itu kemudian akan menyerap jauh
lebih sedikit CO2.10. TransportasiSumbangan seluruh sektor
transportasi terhadap emisi gas rumah kaca mencapai 13,1%. Sektor
transportasi dapat dibagi menjadi transportasi darat, laut, udara,
dan kereta api. Dari total sumbangan 13,1% itu, sumbangan terbesar
berasal dari transportasi darat (79,5%), disusul kemudian oleh
transportasi udara (13%), transportasi laut (7%), dan terakhir
kereta api (0,5%).11. Kerusakan hutan Keberadaan hutan sebagai
paru-paru dunia memiliki peran yang sangat penting dalam mencegah
pemanasan global. Hutan yang lebat dan subur bisa mengubah
karbondoksida menjadi O2 yang merupakan bagian penting dari
hidupnya suatu mahluk. Jadi tumbuhan memang sangat diperlukan.
Tetapi dalam kondisi sekarang ini, sebagian besar hutan di dunia
telah rusak dan telah digantikan oleh kota-kota dengan gedung yang
megah.
12. Polusi Karbondioksida dari pembangkit listrik bahan bakar
fosilKetergantungan kita yang semakin meningkat pada listrik dari
pembangkit listrik bahan bakar fosil membuat semakin meningkatnya
pelepasan gas karbondioksida sisa pembakaran ke atmosfer. Sekitar
40% dari polusi karbondioksida dunia, berasal dari produksi listrik
Amerika Serikat. Kebutuhan ini akan terus meningkat setiap harinya.
Sepertinya, usaha penggunaan energi alternatif selain fosil harus
segera dilaksanakan. Tetapi, masih banyak dari kita yang enggan
untuk melakukan ini.13. Polusi Karbondioksida dari pembakaran
bensin untuk transportasiSumber polusi karbondioksida lainnya
berasal dari mesin kendaraan bermotor. Apalagi, keadaan semakin
diperparah oleh adanya fakta bahwa permintaan kendaraan bermotor
setiap tahunnya terus meningkat seiring dengan populasi manusia
yang juga tumbuh sangat pesat. Sayangnya, semua peningkataan ini
tidak diimbangi dengan usaha untuk mengurangi dampak.14. Penggunaan
pupuk kimia yang berlebihanPada kurun waktu paruh terakhir abad
ke-20, penggunaan pupuk kimia dunia untuk pertanian meningkat
pesat. Kebanyakan pupuk kimia ini berbahan nitrogenoksida yang 300
kali lebih kuat dari karbondioksida sebagai perangkap panas,
sehingga ikut memanaskan bumi. Akibat lainnya adalah pupuk kimia
yang meresap masuk ke dalam tanah dapat mencemari sumber-sumber air
minum kita. Dampak pemanasan globalPemanasan global mengakibatkan
dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik (seperti
pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun
pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya
flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb).
Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-ekonomi masyarakat meliputi
: a. gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai,b.
gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan
jalan, c. pelabuhan dan bandara gangguan terhadap permukiman
penduduk, d. pengurangan produktivitas lahan pertanian, e.
peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb). Dalam makalah
ini, fokus diberikan pada antisipasi terhadap dua dampak pemanasan
global, yakni : kenaikan muka air laut (sea level rise) dan banjir.
Dampak-dampak lainnya : Musnahnya berbagai jenis keanekragaman
hayati Meningkatnya frekuensi dan intensitas hujan badai, angin
topan, dan banjir Mencairnya es dan glasier di kutub .Meningkatnya
jumlah tanah kering yang potensial menjadi gurun karena kekeringan
yang berkepanjangan Kenaikan permukaan laut hingga menyebabkan
banjir yang luas. Pada tahun 2100 diperkirakan permukaan air laut
naik hingga 15 - 95 cm. Kenaikan suhu air laut menyebabkan
terjadinya pemutihan karang (coral bleaching) dan kerusakan terumbu
karang di seluruh dunia Meningkatnya frekuensi kebakaran hutan
Menyebarnya penyakit-penyakit tropis, seperti malaria, ke
daerah-daerah baru karena bertambahnya populasi serangga (nyamuk)
Daerah-daerah tertentu menjadi padat dan sesak karena terjadi arus
pengungsian.
Solusi pemanasan global1. Menjaga kelestarian pohon dan
hutanCara yang paling mudah untuk menghilangkan karbondioksida di
udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih
banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya,
menyerap karbondioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui
fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya (Dinkes Kutai
Kertanegara, 2009). Pemeliharaan kelestarian hutan bukan hanya
dilakukan oleh negara-negara berkembang yang masih mempunyai hutan
saja, melainkan negara-negara maju yang dalam hal ini merupakan
penyumbang emisi karbon terbesar harus turut mengambil bagian
walaupun hutan mereka sudah sedikit atau bahkan habis.
Negara-negara maju dapat mengambil bagian dengan cara bersama-sama
negara berkembang mengumpul dana bagi pemeliharaan, turut serta
melakukan riset untuk mempercepat proses reboisasi, dan mengirim
tenaga-tenaga ahli untuk terjun langsung ke daerah yang hutannya
mengalami kerusakan.2. Berupaya untuk mencari alternative bahan
bakar lain yang lebih efisien dan ramah lingkungan.3.
Mensosialisasikan tatacara penggunaan kendaraan bermotor (khususnya
mobil) dengan seksama. Kalau tidak perlu sekali tidak perlu memakai
kendaraan yang membuang banyak buangan energi tersebut. Sekilas
solusi ini berdampak tidak menguntungkan bagi negara-negara maju,
khususnya negara industri kendaraan bermotor (khususnya mobil),
namun keputusan ini agaknya sudah tepat, negara-negara maju justru
harus lebih berinovasi untuk membuat mobil yang ramah lingkungan.4.
Green Building. Salah satu gagasan yang dianggap dapat mengurangi
pemanasan global dan kerusakan lingkungan adalah green building.
Definisi green building menurut Zigenfus (2008: 9) mengutip
definisi dari The United States Environmental Protection Agency
(USEPA) adalah pembangunan struktur bangunan dengan menggunakan
proses yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya
yang efisien di seluruh lifecycle bangunan mulai dari penentuan
desain, konstruksi, pemanfaatan, pemeliharaan, renovasi, dan
dekonstruksi. (Deka et al, 2014)5. Mensosialisasikan pada
pabrik-pabrik untuk menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan
dalam menghasilkan barang jadi. Masyarakat pun diminta untuk
memilih dengan seksama barang-barang terutama disarankan untuk
membandingkan dan memilih produk yang paling kecil resikonya
terhadap lingkungan.2.3 Perubahan iklim globalPERUBAHAN IKLIM
GLOBAL Dewasa ini meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca (CO2,
CH4, CFC, HFC, N2O), terutama peningkatan konsentrasi CO2, di
atmosfir menyebabkan terjadinya global warming (peningkatan suhu
udara secara global) yang memicu terjadinya global climate change
(perubahan iklim secara global). Fenomena ini memberikan berbagai
dampak yang berpengaruh penting terhadap keberlanjutan hidup
manusia dan makhluk hidup lainnya di planet bumi ini, di antaranya
adalah pergeseran musim dan perubahan pola/distribusi hujan yang
memicu terjadinya banjir dan tanah longsor pada musim penghujan dan
kekeringan pada musim kemarau, naiknya muka air laut yang
berpotensi menenggelamkan pulau-pulau kecil dan banjir rob, dan
bencana badai/gelombang yang sering meluluhlantakan
sarana-prasarana penopang kehidupan di kawasan pesisir. Perubahan
iklim global sebagai implikasi dari pemanasan global telah
mengakibatkan ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama
yang dekat dengan permukaan bumi. Pemanasan global ini disebabkan
oleh meningkatnya gas-gas rumah kaca yang dominan ditimbulkan oleh
industri-industri. Gas-gas rumah kaca yang meningkat ini
menimbulkan efek pemantulan dan penyerapan terhadap gelombang
panjang yang bersifat panas (inframerah) yang diemisikan oleh
permukaan bumi kembali ke permukaan bumi. Pengamatan temperatur
global sejak abad 19 menunjukkan adanya perubahan rata-rata
temperatur yang menjadi indikator adanya perubahan iklim. Perubahan
temperatur global ini ditunjukkan dengan naiknya rata-rata
temperatur hingga 0.74oC antara tahun 1906 hingga tahun 2005.
Temperatur rata-rata global ini diproyeksikan akan terus meningkat
sekitar 1.8-4.0oC di abad sekarang ini, dan bahkan menurut kajian
lain dalam IPCC diproyeksikan berkisar antara 1.1-6.4oC. A.
Pengertian Perubahan Iklim Global Iklim merupakan sintesis kejadian
cuaca selama kurun waktu yang panjang, yang secara statistik cukup
dapat dipakai untuk menunjukkan nilai statistik yang berbeda dengan
keadaan pada setiap saatnya (World Climate Conference, 1979).
Sedangkan menurut Paulus Winarso (2007) iklim adalah rata-rata
kondisi fisis udara(cuaca) pada kurun waktu tertentu (harian,
mingguan, bulanan, musiman dan tahunan yang diperlihatkan dari
ukuran catatan unsur-unsurnya (suhu, tekanan, kelembaban, hujan,
angin, dan sebagainya). Menurut Hidayati (2007) studi tentang iklim
mencakup kajian tentang fenomena fisik atmosfer sebagai hasil
interaksi proses-proses fisik dan kimiafisik yang terjadi di udara
(atmosfer) dengan permukaan bumi. Keduanya saling mempengaruhi,
aktivitas atmosfer dikendalikan oleh fisiografi bumi, dan fluktuasi
iklim berpengaruh terhadap aktivitas di muka bumi. Iklim selalu
berubah menurut ruang dan waktu. Dalam skala waktu perubahan iklim
akan membentuk pola atau siklus tertentu, baik harian, musiman,
tahunan maupun siklus beberapa tahunan . Selain perubahan yang
berpola siklus, aktivitas manusia menyebabkan pola iklim berubah
secara berkelanj utan, baik dalam skala global maupun skala lokal.
Menurut Kolaborasi Bali Climate Change (2007) Perubahan Iklim
Global adalah perubahan pola perilaku iklim dalam kurun waktu
tertentu yang relatif panjang (sekitar 30 tahunan). Sedangkan
menurut Agus Winarso (2007) Perubahan Iklim Global adalah perubahan
unsur-unsur iklim (suhu, tekanan, kelembaban, hujan, angin,dan
sebagainya) secara global terhadap normalnya.. Ini bisa terjadi
karena efek alami. Namun, saat ini yang terjadi adalah perubahan
iklim akibat kegiatan manusia. Perubahan iklim terjadi akibat
peningkatan suhu udara yang berpengaruh terhadap kondisi parameter
iklim lainnya. Perubahan iklim mencakup perubahan dalam tekanan
udara, arah dan kecepatan angin, dan curah hujan. B. Perubahan
Iklim Global Indonesia Belum ada data komprehensif mengenai dampak
perubahan iklim di Indonesia. Namun beberapa data menunjukkan
bahwa: 1. Suhu rata-rata tahunan menunjukkan peningkatan 0,3
derajat Celcius sejak tahun 1990. 2. Musim hujan datang lebih
lambat, lebih singkat, namun curah hujan lebih intensif sehingga
meningkatkan risiko banjir. Pada 2080 diperkirakan sebagian
Sumatera dan Kalimantan menjadi 10-30% lebih basah pada musim
hujan; sedangkan Jawa dan Bali 15% lebih kering. 3. Variasi musiman
dan cuaca ekstrim diduga meningkatkan risiko kebakaran hutan dan
lahan, terutama di Selatan Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi
(CIFOR 2004). 4. Perubahan pada kadar penguapan air, dan kelembaban
tanah akan berdampak pada sektor pertanian dan ketahanan pangan.
Perubahan iklim akan menurunkan kesuburan tanah sekitar 2% sampai
dengan 8%, diperkirakan akan mengurangi panen padi sekitar 4% per
tahun, kacang kedelai sekitar 10%, dan jagung sekitar 50%. 5.
Kenaikan permukaan air laut akan mengancam daerah dan masyarakat
pesisir. Sebagai contoh air Teluk Jakarta naik 57 mm tiap tahun.
Pada 2050, diperkirakan 160 km2 dari Kota Jakarta akan terendam
air, termasuk Kelapa Gading, Bandara Sukarno-Hatta dan Ancol
(Susandi, Jakarta Post, 7 Maret 2007). Di Bali kerusakan lingkungan
pada 140 titik abrasi dari panjang pantai sekitar 430 km. Laju
kerusakan pantai di Bali diperkirakan 3,7 km per tahun dengan erosi
ke daratan 50-100 meter per tahun (Bali Membangun, 2004). Kerusakan
ini ditambah potensi dampak dari perubahan iklim diduga akan
menyebabkan muka air laut naik 6 meter pada 2030, sehingga Kuta dan
Sanur akan tergenang (Bali Post, 16 Agustus 2007). Hal ini
mengancam keberlangsungan pendapatan dari pariwisata yang
mengandalkan kekayaan dan keindahan pantai dan laut di Bali. Daerah
yang lebih aman adalah pantai berkarang yang bersifat terjal,
seperti Uluwatu dan Nusa Penida serta daerah perbukitan dan
pegunungan yang saat ini mempunyai ketinggian di atas 50 meter. 6.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia menghadapi
risiko kehilangan banyak pulau-pulau kecilnya dan penciutan kawasan
pesisir akibat kenaikan permukaan air laut. Wilayah Indonesia akan
berkurang dan akan ada pengungsi dalam negeri. 7. Dampak kenaikan
muka air laut akan mengurangi lahan pertanian dan perikanan yang
pada akhirnya akan menurunkan potensi pendapatan rata-rata
masyarakat petani dan nelayan. Kerusakan pesisir dan bencana yang
terkait dengan hal itu akan mengurangi pendapatan negara dan
masyarakat dari sektor pariwisata. Sementara itu, negara harus
menaikkan anggaran untuk menanggulangi bencana yang meningkat,
mengelola dampak kesehatan, dan menyediakan sarana bagi pengungsi
yang meningkat akibat bencana. Industri di kawasan pesisir juga
kemungkinan besar akan menghadapi dampak ekonomi akibat permukaan
air laut naik. Kesemuanya ini akan meningkatkan beban anggaran
pembangunan nasional dan daerah. Dampak-dampak ini memang sering
dikatakan sebagai diperkirakan, tetapi perubahan pola cuaca,
intensitas hujan dan musim kering, serta peningkatan bencana sudah
mulai kita rasakan sekarang, tidak perlu menunggu 2030 atau 2050.
Kalau peningkatan suhu rata-rata bumi tidak dibatasi pada 2oC maka
dampaknya akan sulit dikelola manusia maupun alam C. Penyebab
Perubahan Iklim Global Penyebab perubahan iklim global seharusnya
dibiarkan terjadi secara alami. Namun, campur tangan manusia
terhadap alam semesta telah mempercepat perubahan tersebut secara
signifikan. Pemanasan Global Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC), sebuah wadah diskusi Internasional yang khusus
menyoroti tentang perubahan iklim dunia, pada 2007 lalu telah
menyatakan secara eksplisit apa yang terjadi muka bumi ini. Di
antaranya isu pemanasan global yang telah dan sedang terjadi saat
ini, temperatur bumi yang makin meningkat sebagai dampak dari
tangan-tangan manusia, dilihat dari gejala yang sedang terjadi
sekarang seperti suhu yang ekstrem, gelombang panas bumi, dan hujan
lebat yang turun tidak sesuai dengan siklusnya dalam frekuensi yang
terus meningkat. Dapat dipastikan, hal-hal tersebut akan terus
meningkat pada tahun-tahun selanjutnya. Pada 2009 akhir, kondisi
kaki Gunung Mount Everest terlihat cukup memprihatinkan. Es dan
salju yang membentuk gletser pada puncak Mount Everest telah
mencair hingga membentuk danau es. Kejadian ini mencemaskan para
penduduk Nepal yang ada di sekitar kaki gunung. Untuk membicarakan
hal tersebut kepala pemerintah Nepal bersama para perdana
menterinya berdiskusi dengan cara berkumpul di kaki Gunung Everest.
Tindakan ini merupakan inisiatif pemerintah terhadap perubahan
iklim yang ternyata bukan hanya mempengaruhi kondisi geografis
Nepal, namun juga kondisi bumi secara keseluruhan. Hasil pembahasan
ini dibawa ke Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) PBB di Dalam
konferensi itu disepakati beberapa hal untuk menghentikan perubahan
iklim global. Di antaranya pengakuan mendesak bahwa suhu bumi tidak
boleh naik 2 derajat Celcius, bantuan finansial untuk negara
berkembang dalam bentuk dana iklim senilai 100 miliar dolar mulai
tahun 2020, dan pengawasan terhadap janji mengurangi emisi CO2
namun prosentase kadar emisinya tidak ditentukan sampai batas
tertentu. Untuk bisa melakukan semua ide tersebut dibutuhkan kerja
keras seluruh pihak baik pemerintah maupun warga masyarakat tanpa
terkecuali sebagai penduduk bumi. Memulai sesuatu memang tidak
mudah, tapi dengan tekad yang kuat dan konsep yang tepat dan
terarah, panas bumi dapat diturunkan hingga batas normal. Efek
Rumah Kaca Perlu diketahui bahwa faktor utama penyebab terjadinya
perubahan iklim global adalah adanya efek rumah kaca yang banyak
digunakan untuk kegiatan industri yang dimulai sejak Revolusi
Industri sejak abad 19. Lahan hijau banyak yang diratakan dengan
tanah untuk dijadikan kawasan industri dengan dibangunnya
bangunan-bangunan untuk kegiatan produksi dan pemukiman penduduk.
Hal ini membuat penduduk dunia di berbagai belahan bumi
berbondong-bondong melakukan migrasi dari desa ke kota untuk ambil
bagian dalam kegiatan industri tersebut. Radiasi sinar matahari
leluasa dipancarkan ke bumi dan terperangkap dalam rumah-rumah
kaca. Hal ini menyebabkan peningkatan konsentrasi gas-gas rumah
kaca di atmosfer bumi. Atmosfer pun mengalami peningkatan suhu.
Penggunaan aerosol dan emisi gas nuangan yang tidak sesuai semakin
menambah jumlah emisi yang terperangkap dalam rumah kaca. D. Dampak
Perubahan Iklim Global Menurut laporan IPCC tahun 2001, bahwa suhu
udara global sejak 1861 telah meningkat 0.6oC, dan pemanasan
tersebut terutama disebabkan oleh aktifitas manusia yang menambah
gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi pada tahun 2100
akan terjadi peningkatan suhu rata-rata global akan meningkat 1.4
5.8 oC (2.5 10.4 oF). Dilaporkan pula bahwa suhu bumi akan terus
meningkat walaupun konsentrasi GRK di atmosfer tidak bertambah lagi
di tahun 2100, karena GRK yang telah dilepaskan sebelumnya sudah
cukup besar dan masa tinggal nya (life time) cukup lama bisa sampa
seratus tahun. Bila emisi GRK masih terus meningkat, para ahli
memprediksi konsentrasi CO2 akan meningkat hingga 3x lipat pada
awal abad ke 22 bila dibandingkan dengan kondisi pra-industri.
Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan kehidupan,
dapat dibedakan menurut tingkat kenaikan suhu dan rentang waktu
(Gambar 1). Bila suhu bumi meningkat hingga 3oC diramalkan sebagian
belahan bumi akan tenggelam, karena meningkatnya muka air laut
akibat melelehnya es di daerah kutub, misalnya Bangladesh akan
tenggelam. Bencana tzunami akan terjadi lagi di beberapa tempat,
kekeringan dan berkurangnya beberapa mata air, kelaparan
dimana-mana. Akibatnya banyak penduduk dari daerah-daerah yang
terkena bencana akan mengungsi ke tempat lain. Peningkatan jumlah
pengungsi di suatu tempat akan berdampak terhadap stabilitas sosial
dan ekonomi, kejadian tersebut sudah sering kita dengar terjadi di
Indonesia paska bencana. Perubahan yang lain adalah meningkatnya
intensitas kejadian cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan
pola presipitasi. Perubahan-perubahan tersebut akan berpengaruh
terhadap hasil pertanian, berkurangnya salju di puncak gunung,
hilangnya gletser dan punahnya berbagai jenis flora dan fauna.
Akibat perubahan global tersebut akan mempengaruhi kebijakan
pemerintah dalam perencanaan dan pengembangan wilayah, pengembangan
pendidikan dan sebagainya. Guna menghindari terjadinya bencana
besar yang memakan banyak korban, para ilmuan telah membuat
beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global. 1. Tinggi muka
laut Peningkatan suhu atmosfer akan diikuti oleh peningkatan suhu
di permukaan air laut, sehingga volume air laut meningkat maka
tinggi permukaan air laut juga akan meningkat. Pemanasan atmosfer
akan mencairkan es di daerah kutub terutama di sekitar pulau
Greenland (di sebelah utara Kanada), sehingga akan meningkatkan
volume air laut. Kejadian tersebut menyebabkan tinggi muka air laut
di seluruh dunia meningkat antara 10 - 25 cm selama abad ke-20.
Para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut akan terjadi
pada abad ke-21 sekitar 9 - 88 cm (Gambar 2). Perubahan tinggi muka
laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan
100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 % daerah Belanda, 17.5%
daerah Bangladesh dan banyak pulau-pulau. Dengan meningkatnya
permukaan air laut, peluang terjadi erosi tebing, pantai, dan bukit
pasir juga akan meningkat. Bila tinggi lautan mencapai muara
sungai, maka banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan.
Bahkan dengan sedikit peningkatan tinggi muka laut sudah cukup
mempengaruhi ekosistem pantai, dan menenggelamkan sebagian dari
rawa-rawa pantai. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang
sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan
negaranegara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi penduduk
dari daerah pantai. 2. Mencairnya es di kutub utara Para ilmuan
juga memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian
Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas
lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es
akan mencair dan daratan akan mengecil, akan lebih sedikit es yang
terapung di perairan Utara sehingga populasi flora dan fauna
semakin terbatas. Pada daerahdaerah pegunungan subtropis, bagian
yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat
mencair dan musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. 3.
Jumlah curah hujan Meningkatnya suhu di atmosfer akan berpengaruh
terhadap kelembaban udara. Pada daerah-daerah beriklim hangat akan
menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari
lautan, sehingga akan meningkatkan curah hujan, rata-rata, sekitar
1 % untuk setiap 1oC F pemanasan. Dalam seratus tahun terakhir ini
curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 %.
Intensitas curah hujan telah meningkat akhir-akhir ini bila
dibandingkan dengan waktu 1950 -1999. Para ahli telah memperkirakan
perubahan curah hujan yang akan terjadi di Asia Tenggara (Lal et
al., 2001 dalam Santoso dan Forner, 2006) bahwa presipitasi di Asia
Tenggara akan meningkat 3.6% di tahun 2020-an dan 7.1% di tahun
2050, serta 11.3% di tahun 2080-an. Dengan menggunakan model
simulasi (IS92a pakai dan tanpa aerosol) diperkirakan iklim di Asia
Tenggara akan menjadi lebih panas dan lebih basah dari pada kondisi
yang kita miliki saat ini (Gambar 3). Dengan berpeluang besar untuk
terjadi banjir dan longsor di musim penghujan dan kekeringan di
musim kemarau. E. Dampak Perubahan Iklim Global terhadap Indonesia
Perubahan iklim global akan memberikan dampak yang sangat parah
bagi Indonesia karena posisi geografis yang terletak di ekuator,
antara dua benua dan dua samudera, negara kepulauan dengan 81.000
km garis pantai dengan dua pertiga lautan, populasi penduduk nomor
empat terbesar di dunia dengan tingkat kesadaran lingkungan yang
rendah, degenerasi kearifan budaya lokal, pendidikan yang tidak
memadai, keterampilan rendah, keterbelakangan iptek, kepedulian
sosial minim, dibelit kemiskinan dan kesulitan ekonomi, kelemahan
pemerintahan, korupsi, kurangnya kepemimpinan, serta kelakuan yang
buruk dari pengusaha dan institusi internasional. Posisi geografis
Indonesia menyebabkan bahwa pada setiap saat di dalam wilayah
negara ini ada musim-musim yang saling berlawanan dan bersifat
ekstrim, di satu wilayah terjadi kekeringan dan kekurangan air, di
wilayah lain terjadi banjir. Pengamatan temperatur global sejak
abad 19 menunjukkan adanya perubahan rata-rata temperatur yang
menjadi indikator adanya perubahan iklim. Perubahan temperatur
global ini ditunjukkan dengan naiknya rata-rata temperatur hingga
0.74oC antara tahun 1906 hingga tahun 2005. Temperatur rata-rata
global ini diproyeksikan akan terus meningkat sekitar 1.8-4.0oC di
abad sekarang ini, dan bahkan menurut kajian lain dalam IPCC
diproyeksikan berkisar antara 1.1-6.4oC. Perubahan temperatur
atmosfer menyebabkan kondisi fisis atmosfer kian tak stabil dan
menimbulkan terjadinya anomali-anomali terhadap parameter cuaca
yang berlangsung lama. Dalam jangka panjang anomali-anomali
parameter cuaca tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan
iklim. Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim tersebut
diantaranya adalah : 1. Semakin banyak penyakit (Tifus, Malaria,
Demam, dll.) 2. Meningkatnya frekuensi bencana alam/cuaca ekstrim
(tanah longsor, banjir, kekeringan, badai tropis, dll.) 3.
Mengancam ketersediaan air 4. Mengakibatkan pergeseran musim dan
perubahan pola hujan 5. Menurunkan produktivitas pertanian 6.
Peningkatan temperatur akan mengakibatkan kebakaran hutan 7.
Mengancam biodiversitas dan keanekaragaman hayati 8. Kenaikan muka
laut menyebabkan banjir permanen dan kerusakan infrastruktur di
daerah pantai Terdapat dua dampak yang menjadi isu utama berkenaan
dengan perubahan iklim, yaitu fluktuasi curah hujan yang tinggi dan
kenaikan muka laut yang menyebabkan tergenangnya air di wilayah
daratan dekat pantai. Dampak lain yang diakibatkan oleh naiknya
muka laut adalah erosi pantai, berkurangnya salinitas air laut,
menurunnya kualitas air permukaan, dan meningkatnya resiko banjir.
Musibah angin kencang dan gelombang pasang bisa terjadi setiap
waktu dan sulit diprediksi jauh-jauh. Produksi pertanian, khususnya
tanaman pangan, menjadi semakin sulit dan menimbulkan kerawanan
pangan. Hubungan transportasi dan komunikasi antar pulau akan
semakin sulit dan berbahaya. Semuanya akan bermuara pada
disintegrasi negara kesatuan RI. Panjang garis pantai akan
berkurang dengan naiknya permukaan laut, ratusan ribu kilometer
persegi daratan di pesisir pantai akan hilang ditelan laut dan
bersamanya akan ikut tenggelam pula kota -kota dan desa pesisir
yang menjadi permukiman dari lebih seratus juta orang yang sebagian
besar miskin serta asset dan infrastruktur bernilai trilyunan Euro.
Pesatnya peningkatan permukaan laut ini tidak akan mampu diimbangi
dengan kecepatan untuk memindahkan penduduk dan menggantikan
infrastruktur yang hilang. Belum lagi tiadanya modal untuk
melaksanakannya. Bencana besar itu akan datang dalam hitungan
beberapa dekade saja apabila upaya antisipasi tidak dilakukan, baik
secara regional maupun global. Kepedulian terhadap lingkungan
sangat minim. Kearifan budaya lokal untuk menjaga keseimbangan
lingkungan dikalahkan oleh kebutuhan ekonomi, keserakahan, serta
inefisiensi dalam pemanfaatan sumberdaya. Erosi hutan alam terjadi
dengan kecepatan tinggi menyebabkan banjir, tanah longsor dan
kekeringan. Erosi hutan bakau menyebabkan abrasi pantai. Penduduk
yang di pantai tenggelam, yang di gunung tertimbun, yang di tengah
kehausan. Kebakaran dan pembakaran hutan menimbulkan asap yang
menyesakkan bagi penduduk sendiri maupun penduduk negara tetangga.
Belum lagi dampak ke penduduk dunia lain karena menurunnya
kemampuan hutan untuk menghasilkan oksigen dan menyerap gas-gas
polutan lainnya yang berpengaruh besar pada perubahan iklim dunia.
Indonesia adalah pemilik wilayah hutan tropis terluas kedua di
dunia. Kemampuan pemerintah untuk menata ruang dan membuat
peraturan kurang mempertimbangkan lingkungan. Itupun masih ditambah
lagi dengan kelemahan penegakan hukum dan disiplin kepemimpinan.
Korupsi dan ketidakpedulian membuat upaya menjaga dan memperbaiki
ekosistem makin parah. Hal yang paling merisaukan adalah perbuatan
dari pengusaha dan institusi internasional yang mempunyai
kepentingan politik, ekonomi dan lainnya. Mereka memberikan
iming-iming dan arahan yang menyesatkan ditengah keluguan,
kerakusan, serta kebodohan pejabat pemerintah pusat, daerah dan
pengusaha lokal. Mereka inilah yang menjadi penadah dari penggalian
sumberdaya alam yang tidak bertanggungjawab ini. Barulah setelah
dampak perubahan iklim global mulai mengancam kehidupan mereka juga
maka Indonesia ditekan untuk memperhatikan lingkungan. Sayangnya,
mereka sendiri enggan mengurangi polusi yang dihasilkan oleh
industri di negara masing-masing. Padahal, mereka justru pencemar
lingkungan yang paling besar yang selama ini menjadi sumber utama
perubahan iklim global. Kegagalan Indonesia untuk menyelamatkan
diri dari perubahan iklim dapat dipastikan akan menyeret juga
negara-negara lain di dunia ke dalam permasalahan yang sama, hanya
waktunya saja yang berbeda. Kiamat akan datang dari Indonesia dan
menyebar ke seluruh dunia. Grup pemerhati pemanasan global telah
merangkum dan menyusun informasi di internet tentang akibat dari
pemanasan global di Indonesia baik ditinjau dari aspek lingkungan,
sosial, ekonomi, kesehatan dan budaya. 1. Ketahanan Pangan Terancam
Produksi Pertanian Tanaman pangan dan perikanan akan berkurang
akibat banjir, kekeringan, pemanasan dan tekanan air, serangan hama
dan penyakit, kenaikan air laut, serta angin yang kuat. Perubahan
iklim juga akan mempengaruhi waktu tanam dan waktu panen, di
beberapa tempat masa tanam lebih panjang tetapi di lain tempat
justru menjadi lebih singkat. Peningkatan suhu 1oC diperkirakan
akan menurunkan panen padi di negara tropis sebanyak 10%. Dengan
demikian bahaya kelaparan akan mengancam penduduk di mana-mana. 2.
Risiko Kesehatan Cuaca yang ekstrim akan mempercepat penyebaran
penyakit baru dan bisa memunculkan penyakit lama yang sudah jarang
ditemukan saat ini. Badan Kesehatan PBB memperkirakan bahwa
peningkatan suhu dan curah hujan akibat perubahan iklim sudah
menyebabkan kematian 150.000 jiwa setiap tahun. Penyakit seperti
malaria, diare, dan demam berdarah (dengee) diperkirakan akan
meningkat di negara tropis seperti Indonesia. 3. Air Ketersediaan
air berkurang 10%-30% di beberapa kawasan terutama di daerah
tropika kering. Kelangkaaan air akan menimpa jutaan orang di Asia
Pasifik akibat musim kemarau berkepanjangan dan intrusi air laut ke
daratan. Masyarakat yang tinggal di sepanjang pantai akan sangat
menderita. 4. Ekonomi Kehilangan lahan produktif akibat kenaikan
permukaan laut dan kekeringan, bencana, dan risiko kesehatan
mempunyai dampak pada ekonomi. Sir Nicolas Stern, penasehat perdana
menteri Inggris mengatakan bahwa dalam 10 atau 20 tahun mendatang
perubahan iklim akan berdampak besar terhadap ekonomi. Stern
mengatakan bahwa dunia harus berupaya mengurangi emisi dan membantu
negara-negara miskin untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim
demi kelangsungan pertumbuhan ekonomi. Ia menjelaskan bahwa
dibutuhkan investasi sebesar 1% dari total pendapatan dunia untuk
mencegah hilangnya 5%-20% pendapatan di masa mendatang akibat
dampak perubahan iklim. 5. Dampak sosial, budaya dan politik
Bencana terkait perubahan iklim akan meningkatkan jumlah pengungsi
di dalam suatu negara maupun antar negara. Proses mengungsi ini
membuat orang menjadi miskin dan terpisah dari akar sosial dan
budaya mereka, terutama hubungan dengan tanah leluhur dan kearifan
budaya mereka. Di sisi lain, krisis pangan, air dan sumberdaya
terus meningkat, sehingga akan menimbulkan konflik horizontal dan
akhirnya bisa memicu konflik politik di dalam negara maupun antar
negara. 6. Dampak Lingkungan kepunahan. Hewan dan tumbuhan menjadi
makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan global
karena sebagian besar lahan akan dihuni manusia. Tumbuhan akan
mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat
lamanya menjadi terlalu hangat. Banyak jenis makhluk hidup akan
terancam punah akibat perubahan iklim dan gangguan pada
kesinambungan wilayah ekosistem (fragmentasi ekosistem), misalnya
terumbu karang akan kehilangan warna akibat cuaca panas, menjadi
rusak atau bahkan mati karena suhu tinggi. Para peneliti
memperkirakan bahwa 15%-37% dari seluruh spesies dapat menjadi
punah di enam wilayah bumi pada 2050. Keenam wilayah yang
dipelajari mewakili 20% muka bumi. F. Dampak Perubahan Iklim
terhadap Pertanian dan Perikanan Berdasarkan data dan keterangan
dari beberapa lembaga dan peneliti iklim dan cuaca, perubahan iklim
global telah mempengaruhi pertanian dan perikanan dunia. Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika juga menerangkan bahwa telah
terjadi penyimpangan cuaca di Indonesia sebagai akibat dari anomali
suhu permukaan laut yang cenderung hangat. Anomali ini juga terjadi
di beberapa negara diantaranya Pakistan, Cina dan Rusia. Di
Kabupaten Sumbawa sendiri dampak dari global climate change ini
tidak hanya dirasakan oleh para nelayan yang fokus usahanya mencari
dan menangkap ikan di laut, namun juga seluruh kalangan masyarakat
terutama petani yang mana profesi ini digeluti oleh sebagian besar
masyarakat Pulau Sumbawa dan Indonesia umumnya. Setahun terakhir
banyak sekali petani yang mengalami gagal panen dan nelayan tidak
melaut akibat kondisi iklim dan cuaca yang tidak menentu. Jadwal
dan pola tanampun mengalami perubahan, kondisi ini diperparah
karena sebagian besar petani dan nelayan kita khususnya di
Kabupaten Sumbawa merupakan bertani dan nelayan tradisional yang
mana iklim dan cuaca merupakan faktor penentu sekaligus pembatas
keberhasilan usaha mereka. Jane Lubchenco Kepala Badan Nasional
Kelautan dan Atmosfir (NOAA) Amerika Serikat dalam kunjungannya ke
Indonesia beberapa waktu lalu menerangkan bahwa perubahan iklim
telah menimbulkan sirkulasi arus laut dunia atau yang selama ini
dikenal dengan sebutan Great Ocean Conveyor Belt telah berubah. Hal
ini menimbulkan dampak yang signifikan terhadap laut dan
mengakibatkan kondisi yang ekstrem. Air laut bisa menjadi sangat
panas atau sebaliknya sangat dingin sekali. Sementara itu Kepala
Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Dr. Gellwynn Yusuf dalam
salah satu media masa nasional mengatakan, dengan berubahnya
sirkulasi arus laut dunia, akan membawa dampak yang sangat besar
khususnya di bidang perikanan. Hasil kajian ilmiah yang dilakukan
oleh K.E.Trenberth membuktikan bahwa selama 50 tahun terakhir, suhu
atmosfir bumi dan konsentrasi karbon dioksida (CO2) terus
meningkat, yang secara langsung kondisi ini juga menaikkan suhu
bumi termasuk komponen akuatik, yaitu sungai, danau dan laut. Dalam
salah satu tulisannya Effects of Global Climate Change on Marine
and Estuarine Fishes and Fisheries, J.M. Roessig menyebutkan bahwa
dalam 10 tahun terakhir, paras laut meningkat setinggi 0,1-0,3 m
dan kemungkinan menutupi area seluas 1 juta km2. Armi Susandi,
pakar perubahan iklim dari Institut Teknologi Bandung juga sepakan
akan hal ini, dia mengatakan bahwa jika permukaan air laut naik
setinggi 1 meter, diperkirakan lahan persawahan seluas 346.808
hektar dan juga 700 buah pulau di Indonesia akan terancam tenggelam
yang mana 5% diantaranya pulau yang berpenghuni. Jika tidak segera
ditangani dan berupaya mencari solusi yang tepat, perubahan iklim
global (global climate change) dikhawatirkan akan mengancam sistem
ketahanan pangan kita. Bahkan saat ini disadari atau tidak global
climate change telah memberikan dampak pada sektor industri
pertanian dan perikanan di Indonesia dan dunia baik yang bersekala
besar maupun tradisional, pada akhirnya kondisi ini berimbas pada
menurunya pendapatan sekaligus menghambat perputaran roda
perekonomian masyarakat. Karena dampak dari global climate change
ini dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung serta
muncul dalam variasi waktu yang berbeda, maka dibutuhkan kesigapan,
strategi dan perencanaan yang matang dari pemerintah dan pmerintah
daerah dengan memanfaatkan inovasi teknologi, melakukan kajian yang
konfrehansif dan multidisipliner serta menjalin kerja sama dengan
semua pihak untuk dapat menduga sekaligus mengantisipasi dampak
yang lebih luas dari fenomena perubahan iklim global (global
climate change) ini. G. Dampak Perubahan Iklim terhadap Mangrove di
Indonesia Perubahan iklim memiliki dampak yang cukup besar bagi
Indonesia. Dampak tersebut diantaranya adalah perubahan pola dan
distribusi curah hujan, bencana banjir dan tanah longsor, dan
naiknya permukaan air laut. Sebagai negara kepulauan terbesar di
dunia, Indonesia menghadapi resiko kehilangan banyak pulau-pulau
kecil dan menyempitnya kawasan pesisir akibat naiknya permukaan air
laut. Gregory dan Oerlemans (1998) memprediksi suhu udara meningkat
sekitar 0,30C dan peningkatan muka air laut global sekitar 6 cm
setiap 10 tahun. Susandi et al. (2008) memprediksi kenaikan muka
air laut untuk wilayah Indonesia hingga tahun 2100 sekitar 1,1 m
yang berdampak pada hilangnya daerah pantai dan pulau-pulau kecil
seluas 90.260 km2 atau tenggelamnya sekitar 115 buah pulau. Selain
itu para ahli telah memperkirakan presipitasi di Asia Tenggara yang
akan meningkat sekitar 3,6% di tahun 2020-an, 7,1% di tahun 2050,
dan 11,3% di tahun 2080-an. Nampaknya iklim di Asia Tenggara di
masa yang akan datang akan menjadi lebih panas dan lebih basah
daripada kondisi saat ini yang memicu terjadinya banjir dan longsor
di musim penghujan, dan kekeringan di musim kemarau. Berdasarkan
fenomena di atas, maka perubahan iklim global akan menyebabkan
hilangnya hutan mangrove yang tumbuh di pulau-pulau kecil seiring
dengan tenggelamnya pulau-pulau tersebut. Disamping itu, akan
terjadi penyempitan lebar hutan mangrove yang tumbuh di
pantai-pantai pulau yang tidak tenggelam tetapi lahan di kawasan
pesisir di belakang mangrove banyak diokupasi oleh penduduk. Namun,
bagi mangrove yang tumbuh di kawasan pesisir yang tidak banyak
diokupasi oleh penduduk, diperkirakan lebar mangrove akan meluas ke
pedalaman. H. Pencegahan dan Penanggulangan Perubahan Iklim Global
Perubahan iklim ini harus diatasi bersama-sama dan tidak
ditunda-tunda. Setiap negara harus memberi kontribusi dengan
tindakan-tindakan yang dilakukan di dalam negerinya sendiri sesuai
kemampuan masing-masing. Negara maju harus membantu negara miskin.
Bentuk bantuan itu tidak saja berupa bantuan teknis dan ekonomi,
namun dibutuhkan juga tekanan politik yang positif untuk menanamkan
urgensi masalah ini dan mendapatkan komitmen dari para pemimpin
untuk bertindak. Apabila negara-negara maju mau memperlambat laju
pertumbuhan kemakmurannya dan memberikan kesempatan kepada negara
yang miskin untuk meningkatkan kemakmuran dengan cara yang
bertanggungjawab terhadap lingkungannya, maka pada suatu saat akan
tercapai suatu ekuilibrium yang membuat perbuatan manusia semakin
berimbang dan perubahan iklim global pun akan cenderung kembali ke
arah yang positif. Mengingat begitu seriusnya dampak pemanasan
global dan perubahan iklim kiranya sangat penting untuk melakukan
upaya-upaya pencegahan terutama dimulai dari hal-hal kecil yang
dapat kita lakukan pada skala rumah tangga seperti di bawah ini 1.
Hemat penggunaan listrik a. Gunakan lampu hemat energi b. Pilih
alat-alat elektronik yang kapasitasnya sesuai kebutuhan rumahtangga
kita, misalnya Magic Com/Magic Jar sesuai kebutuhan sekeluarga
sehari; c. Gunakan mesin cuci sesuai kapasitasnya, bila cucian
sangat sedikit sebaiknya dikumpulkan dahulu hingga sesuai dg
kapasitas mesin cuci kita; d. Matikan alat-alat elektronik yang
sedang tidak digunakan; e. Upayakan rumah berventilasi baik
sehingga tidak terlalu tergantung pada penggunaan Air Condition
(AC); f. Upayakan rumah mendapatkan cahaya matahari secara optimal
sehingga pada siang hari tidak perlu menggunakan lampu. 2. Hemat
penggunaan kertas dan tinta a. Untuk keperluan menulis
konsep/corat-coret sebaiknya menggunakan kertas bekas, misalnya
bekas print yang baliknya masih kosong b. Batasi penggunaan produk
disposable/sekali pakai misalnya: tissue, diaper/pamper, dsb c.
Kertas-kertas bekas dikumpulkan dan diberikan kepada pemulung. 3.
Hemat penggunaan air Berikut ini tips-tips hemat air: a. Bila
menggunakan shower atau washtafel, matikan kran pada saat anda
bercukur, menggosok gigi dan kramas dengan cara ini anda dapat
berhemat sampai dengan lebih dari 6000 L air perminggu; b.
Kumpulkan air bekas mencuci sayur, gunakan air bekas ini untuk
sekedar menyiram tanaman, merendam lap-lap kotor dll.; c. Lakukan
cuci mobil menggunakan air dalam ember dan lap, jangan gunakan kran
air; d. Periksa secara berkala dan ganti kran atau pipa air yang
mulai bocor, anda dapat menghemat hingga 9500 Liter air perbulan.
4. Hemat penggunaan bahan bakar a. Lakukan perawatan yang baik pada
mesin kendaraan anda; b. Periksa tekanan ban kendaraan anda,
tekanan ban yang akurat dapat menghemat BBM; c. Hindari penggunaan
kendaraan yang sistem pembakaran pada mesinnya sudah tidak efisien;
d. Gunakan kendaraan sesuai kebutuhan, misalnya jika hanya
bepergian sendiri lebih baik gunakan sepeda motor daripada mobil;
5. Pengelolaan sampah/limbah yang baik a. Pisahkan sampah organik
dan non organik, sampah organik. Dapat dibuat kompos; b. Sampah
organik dapat dibuat bahan isian untuk biopori; c. Hindari membakar
sampah; d. Bila berbelanja bawalah tas belanjaan sendiri, sehingga
menghindari penggunaan tas plastik. 2.4 Dampak perubahan iklim
terhadap pertanianPerpaduan antara meningkatnya suhu rata-rata,
siklus hidrologi yang terganggu sehingga menyebabkan musim kemarau
lebih panjang dan musim hujan yang lebih intensif namun lebih
pendek, meningkatnya siklus anomali musim kering dan hujan dan
berkurangnya kelembaban tanah akan menganggu sektor
pertanian.Perubahan iklim akan mempengaruhi hasil panen yang
kemungkinan besar akan berkurang disebabkan oleh semakin keringnya
lahan akibat musim kemarau yang lebih panjang. Pada skala yang
ekstrem, berkurangnya hasil panen dapat mengancam ketahanan pangan.
Selain itu, kebutuhan irigasi pertanian juga akan semakin meningkat
namun disaat yang sama terjadi kekurangan air bersih karena
mencairnya es di kutub yang menyebabkan berkurangnya cadangan air
bersih dunia. Hal ini dapat berujung pada kegagalan panen
berkepanjangan yang juga menyebabkan pasokan pangan menjadi sangat
tidak pasti.
Sektor pertanian perlu beradaptasi terhadap perubahan iklim
karena seiring dengan semakin tingginya suhu bumi dan berubahnya
pola presipitasi terjadi juga: perubahan zona iklim dan pertanian,
perubahan pola produksi pertanian, makin meningkatnya produktivitas
karena pertambahan CO2 di atmosfer dan bertambahnya kerentanan
orang-orang yang tidak memiliki tanah dan miskin. Dampak perubahan
iklim terhadap Indonesia dapat positif maupun negatif. Di beberapa
daerah, konsentrasi CO2 di atmosfer dan radiasi matahari dapat
berakibat positif untuk proses fotosintesis. Namun demikian,
penelitian pemodelan yang dilakukan Amin (2004, dalam PEACE, 2007)
menyimpulkan bahwa pemanasan global menyebabkan penurunan hasil
panen di Jawa Barat dan Jawa Timur. Sementara konsentrasi CO2 yang
dilipatgandakan akan mempengaruhi hasil panen di benua Asia antara
-22% hingga +28% pada tahun 2100 (Reilley, 1996 dalam PEACE, 2007).
Dampak perubahan iklim sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Salah
satu sektor yang paling terpengaruh dengan perubahan iklim adalah
sektor pertanian. perubahan iklim akan berdampak pada pergeseran
musim, yakni semakin singkatnya musim hujan namun dengan curah
hujan yang lebih besar. Sehingga, pola tanam juga akan mengalami
pergeseran. Disamping itu kerusakan pertanaman terjadi karena
intensitas curah hujan yang tinggi yang berdampak pada banjir dan
tanah longsor serta angin.
Fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat yang
mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme
pengganggu tanaman. Salah satunya adalah serangan wereng cokelat di
pantura jawa telah memporakporandakan sedikitnya 10.644 ha tanaman
padi di Kabupaten Cirebon. Seluas 419 ha diantaranya telah
dinyatakan puso alias gagal panen (Sumber: Pikiran Rakyat, 2005).
Serangan hama dan penyakit tanaman padi di beberapa tempat
mengalami fluktuasi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Total serangan organisme pengganggu tanaman secara nasional pada
periode Januari-Juni 2006 mencapai 135.988 hektar dengan puso 1.274
hektar. Luas serangan ini lebih besar dibandingkan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya. Luas sawah yang terkena serangan
129.284 hektar pada Januari-Juni 2005. Beberapa jenis hama yang
ditemukan antara lain penggerek batang padi, wereng batang coklat,
tikus, dan tungro (sumber: Kompas,2006). menurunnya kesejahteraan
ekonomi petani. Dua hal diatas jelas merugikan petani dan sektor
pertanian karena akan semakin menyusutkan dan menurunkan hasil
pertanian yang berefek pada menurunnya pendapatan petani. Sebab
perekonomian petani bergantung pada keberhasilan panen, jika
terjadi kegagalan maka petani akan merugi. Lha wong sukses panen
saja masih merugi, apalagi jika gagal panen.
DAMPAK DAN UPAYA ANTISIPASIUntuk menekan dampak yang negatif
akibat kejadian ekstrim atau penyimpangan iklim, maka peningkatan
kemampuan antisipasi sangat diperlukan. Menurut Boer (2003)
pengamatan terhadap data anomali produksi padi nasional dari tahun
1979-1997 menunjukkan bahwa penurunan produksi akibat iklim ekstrim
(penyimpangan iklim) cendrung meningkat (Gambar 3). Hal ini
ditunjukkan oleh semakin melebarnya perbedaan antara anomali
produksi tahun-tahun ekstrim dengan tahun-tahun normal. Dalam
rangka meningkatkan kemampuan untuk mengantisipasi penyimpangan
iklim, langkah-langkah umum yang dapat dilakukan diantaranya: (1)
melakukan pemetaan daerah-daerah yang sensitif terhadap
penyimpangan iklim terutama akibat fenomena ENSO, (2) meningkatkan
kemampuan peramalan sehingga langkah-langkah antisipasi dapat
dilakukan lebih awal, khususnya pada daerah-daerah yang rawan, dan
(3) menerapkan teknologi budidaya (dalam bidang pertanian) yang
dapat menekan risiko terkena dampak kejadian puso. Berbagai upaya
untuk mengantisipasi dampak penyimpangan iklim terhadap bencana
banjir dan kekeringan pada sektor pertanian telah dilakukan oleh
pemerintah maupun masyarakat. Secara umum upaya antisipasi
dikelompokkan menjadi antisipasi secara teknis dan antisipasi
sosial-kelembagaan. Antisipasi secara teknis antara lain :
Pembuatan waduk untuk menampung air hujan, sehingga tidak terjadi
banjir dan memanfaatkannya untuk irigasi atau lainnya pada saat
kekurangan air (kekeringan). Pembuatan embung mulai dari hulu
hingga hilir. Embung ini dapat dimanfaatkan untuk :1. mengurangi
dan atau meniadakan aliran permukaan (run off)2. meningkatkan
infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga meningkatkan cadangan air
tanah, kandungan air tanah disekitar embung tetap tinggi dan untuk
daerah dekat pantai dapat digunakan untuk menekan intrusi air
laut.3. mencegah erosi4. menampung sedimen dan sedimen tersebut
mudah diangkut karena ukuran embung yang relatif kecil.5. sebagian
air embung dapat digunakan sebagai cadangan pada musim kemarau.
Memanfaatkan informasi dan prakiraan iklim untuk memberikan
peringatan dini dan rekomendasi pada masyarakat. Mempelajari
sifat-sifat iklim dan memanfaatkan hasilnya untuk menyesuaikan pola
tanam agar terhindar dari puso. Meningkatkan sistem pengamatan
cuaca sehingga antisipasi penyimpangan iklim dapat diketahui lebih
awal. Memetakan daerah rawan bencana alam banjir dan kekeringan
untuk penyusunan pola tanam dan memilih jenis tanaman yang sesuai.
Memilih tanaman yang sesuai dengan pola hujan, misal: menggunakan
tanaman atau varietas yang tahan genangan, tahan kering, umur
pendek dan persemaian kering; kombinasi tanaman, sehingga kalau
sebagian tanaman mengalami puso, yang lainnya tetap bertahan dan
memberikan hasil. Melakukan sistem pertanian konservasi seperti
terasering, menanam tanaman penutup tanah, melakukan pergiliran
tanaman dan penghijauan DAS (Daerah Aliran Sungai). Pompanisasi
dengan memanfaatkan air tanah, air permukaan, air bendungan atau
checkdam, dan air daur ulang dari saluran pembuangan. Efisiensi
penggunaan air seperti gilir iring dan irigasi hemat air.1.
Perbaikan dan pemeliharaan jaringan pengairan di tingkat usaha
tani.2. Memberi bantuan penanggulangan seperti : benih, pompa air,
arakton.3. Upaya-upaya khusus lain seperti gerakan percepatan tanam
dan pengolahan tanah.Upaya-upaya Antisipasi Sosial - Kelembagaan
meliputi : Meningkatkan kesiapan dan peran serta masyarakat dalam
upaya antisipatif bencana alam banjir sehingga mereka beranggapan
bahwa upaya itu adalah untuk kepentingan mereka dan dilaksanakan
secara bersama-sama dalam koordinasi yang baik dengan pihak lain.
Memanfaatkan kemampuan dan peran serta kelembagaan masyarakat
petani, instansi pemerintah maupun swasta dalam pemakaian teknologi
perkreditan persediaan saran produksi, penyediaan peralatan dan
mesin, peitaman serta pengolahan dan pemasaran hasil.Perubahan
Iklim, Sektor Pertanian Paling TerpukulSemula banyak pihak yang
berpandangan bahwa pemanasan global merupakan persoan di
awang-awang. Persoalan nun jauh di sana, di Kutub Utara. Dampak
yang akan dialami pun beberapa puluh tahun mendatang dan akan
menimpa cicit atau setidaknya cucu kita.Namun, pandangan ini
perlahan mulai berubah. Ternyata pemanasan global yang menyebabkan
perubahan iklim merupakan persoalan konkret yang terjadi di
tengah-tengah kita. Peristiwanya pun sedang berlangsung
sekarang.Cuaca yang tidak menentu, curah hujan yang tinggi, ombak
besar, banjir, dan berbagai bencana alam yang datang merupakan
salah satu ciri-cirinya. Intensitas bencana maupun frekuensinya pun
semakin meningkat dari tahun ke tahun."Kejadian-kejadian ini cukup
menyadarkan masyarakat bahwa dampak pemanasan global yang
menyebabkan perubahan iklim mulai terjadi di tengah-tengah kita,"
ungkap Dr Heru Santoso, Koordinator untuk Asia, Proyek Hutan Tropis
dan Adaptasi Perubahan Iklim, Center for Internationl Forestry
Research (CIFOR) yang berkedudukan di Bogor.Apabila dibandingkan
dengan tahun-tahun sebelumnya, intensitas maupun frekuensi bencana
memang meningkat. Berdasarkan catatan Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana (Bakornas PB), periode tahun 2003-2005,
tercatat 1.429 kejadian bencana di Tanah Air dan sekitar 53,3
persen di antaranya berkaitan dengan bencana iklim hidrologi,
seperti banjir, longsor, kekeringan, dan angin topan."Jika
dibandingkan dengan kejadian-kejadian bencana pada tahun
1950-1960-an, peningkatannya sekitar empat kali lipat," tutur
Rizaldi Boer, Kepala Laboratorium Klimatologi Geomet-Fakultas MIPA
Institut Pertanian Bogor.Banyaknya bencana ini, jika dibandingkan
dengan tahun 1950-an, biaya ekonominya meningkat sekitar 14 kali
lipat. Ini membuktikan, selain frekuensinya meningkat,
intensitasnya juga lebih tinggi dari tahun-tahun
sebelumnya.Berdampak luasBagi Indonesia, pemanasan global ini
akibatnya tidak bisa dibilang enteng karena akan berdampak sangat
luas. Saat ini saja, menurut Heru Santoso, rata-rata tahunan curah
hujan di beberapa wilayah mengalami penurunan, sedangkan di wilayah
lain justru mengalami peningkatan. Selain itu, masa musim hujan dan
musim kemarau juga mengalami pergeseran."Akibatnya, sumber daya air
akan menjadi masalah. Akan terjadi defisit air di sejumlah wilayah
yang rata-rata curah hujannya menurun," kata Heru.Defisit air bukan
hanya berpengaruh langsung pada sektor pertanian, tetapi juga pada
sektor energi karena berkurangnya pasokan air untuk pembangkit
listrik tenaga air.Selain berbagai dampak tersebut, pemanasan
global juga akan berdampak pada sektor kehutanan, kelautan,
keanekaragaman hayati serta dampak sosial-ekologis lainnya. Namun,
yang paling mencemaskan, dampak langsung pada manusia. Laju
pemanasan global yang terlalu cepat akan mengancam kehidupan
manusia karena manusia akan sulit beradaptasi."Kenaikan suhu global
pada abad yang lalu mencapai 0,74 derajat Celsius. Jika tak ada
usaha mengurangi emisi gas rumah kaca, laju tersebut akan meningkat
menjadi 0,2 derajat Celsius per dekade atau tiap sepuluh tahun,"
ujar Heru Santoso dari CIFOR.Estimasi model dari beberapa skenario
emisi gas rumah kaca memperlihatkan kenaikan sebesar 1,8 C hingga 4
C pada tahun 2100. Sungguh angka yang mengerikan.Karena tingginya
laju pemanasan global ini, sejumlah negara sepakat meredam laju
kenaikan suhu global agar tidak lebih dari 2 C dari suhu rata-rata
sebelum era industrialisasi (tahun 1860). Salah satu caranya adalah
melalui penurunan emisi gas rumah kaca (karbon) sebesar 20-30
persen pada tahun 2020, serta 60-90 persen pada tahun 2050."Namun,
itu bukan hal gampang. Jepang saja sekarang makin tinggi. Padahal,
Jepang targetnya 6 persen di bawah level 1960," kata Rizaldi
Boer.Pertanian terpukulIndonesia juga tak terlepas dari dampak
langsung perubahan iklim ini. Sebagai contoh, El-Nino yang
siklusnya antara 4-7 tahun sekarang makin sering terjadi. Selain
tahun 1991, El-Nino juga terjadi tahun 1994, 1997, 2002, 2203,
2006. "Berarti dalam tempo 12 tahun sudah terjadi enam kali
El-Nino. Frekuensi yang sangat sering," ungkap Rizaldi
Boer.Perubahan iklim yang berlangsung selama ini terbukti telah
berpengaruh langsung pada sektor pertanian. Produksi beras
nasional, misalnya, antara tahun 1980-1990 rata-rata turun sekitar
100.000 ton per tahun. Adapun kurun waktu 1990-2000 turun rata-rata
300.000 ton per tahun.Penurunan produksi ini berpengaruh langsung
pada tingkat kesejahteraan petani. Sebagai contoh, dari hasil
penelitian di sentra produksi beras Kabupaten Indramayu, Jawa
Barat, ketika terjadi El-Nino tahun 2002- 2003, jumlah keluarga
prasejahtera langsung naik sekitar 14 persen. "Ini disebabkan
petani yang gagal panen tidak lagi memiliki pendapatan," kata
Rizaldi Boer.Perubahan iklim diperkirakan akan semakin parah pada
masa-masa mendatang. Karena itu, pemerintah harus segera menyusun
kebijakan yang adaptif terhadap perubahan iklim. Misalnya, musim
tanam tidak lagi bisa berpatokan pada anggapan dulu, yakni musim
hujan setiap Oktober-Maret dan musim kemarau setiap
April-September."Sektor pertanian memang perlu mendapat perhatian
serius karena sangat rentan terhadap perubahan iklim," kata Irsal
Las, profesor peneliti yang juga Direktur Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian Departemen
Pertanian.Kerentanan ini terutama dari tiga faktor, yakni
peningkatan suhu udara, terjadinya iklim ekstrem, dan naiknya
permukaan air laut. "Peningkatan suhu udara akan berdampak terhadap
penurunan produktivitas tanaman, terutama tanaman semusim. Selain
itu juga akan meningkatkan populasi beberapa jenis hama penyakit
tanaman," ujar Irsal.Adapun iklim ekstrem akan menyebabkan
kegagalan panen dan luas panen. Sementara naiknya permukaan laut
akan menyebabkan menciutnya lahan pertanian pantai dan peningkatan
salinitas tanah di sekitar pantai.Menyikapi ini, Departemen
Pertanian telah menyusun tiga strategi atau pendekatan. Pertama,
pendekatan strategis dengan melakukan identifikasi lahan-lahan yang
terkena, rawan, atau sensitif terhadap perubahan hidrologi atau
sumber daya air, serta menyiapkan varietas-varietas tanaman yang
adaptif terhadap salinitas dan kekeringan.Langkah kedua, melakukan
pendekatan taktis dengan mengembangkan sistem pengamatan dan
pemantauan perubahan iklim diikuti dengan sistem informasi. Adapun
langkah ketiga lebih bersifat operasional, yakni menyesuaikan pola
tanam dengan mendorong diversifikasi tanaman."Badan Litbang Deptan
sedang menyiapkan sistem kalender tanaman yang bersifat dinamis,
yakni bisa mengikuti perubahan dan anomali iklim," kata
Irsal.Sungguh perencanaan yang bagus. Namun, tetap saja perencanaan
ini akan efektif jika diterapkan dengan baik sehingga bisa menekan
kerugian petani akibat perubahan iklim.