SANIMAS (Sanitasi Berbasis Masyarakat) Oleh: Hanifah Nurawaliah-15313051-Teknik Lingkungan ITB Sanitasi merupakan hal penting yang harus diketahui setiap orang karena menyangkut keberlangsungan hidup individu maupun kelompok. Sanitasi dan kesehatan merupakan dua hal yang saling berhubungan. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia mendefinisikan sanitasi sebagai upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Upaya untuk mencapai kondisi tersebut dapat diwujudkan salah satunya melalui pembangunan fasilitas sanitasi, misalnya pembangunan MCK untuk menghindari perilaku BABS (Buang Air Besar Sembarangan). Tentu saja, di samping aspek teknis yang harus sesuai dengan standar, sanitasi harus melibatkan peran serta masyarakat. Kini, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum (PU) memiliki program nasional bernama Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS). Berikut ini penjelasan SANIMAS yang penulis rangkum berdasarkan kajian pustaka dari berbagai sumber. SANIMAS diperkenalkan oleh BORDA (Bremen Overseas Research and Development Association) sejak tahun 2003 dengan pilot project di Provinsi Bali, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur (sebanyak 25 lokasi) yang dilaksanakan sejak tahun 2003 hingga 2005. Melihat keberhasilan contoh-contoh tersebut (fasilitas yang dibangun sampai saat ini masih berfungsi dan terpelihara dengan baik), maka sejak tahun 2006 Departemen Pekerjaan Umum melalui Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Ditjen Cipta Karya telah melaksanakan replikasi kegiatan SANIMAS, yang hingga saat ini SANIMAS sudah dilaksanakan di lebih dari 400 lokasi yang tersebar di hampir seluruh provinsi di Indonesia. 1 Apa itu SANIMAS?
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SANIMAS (Sanitasi Berbasis Masyarakat)
Oleh: Hanifah Nurawaliah-15313051-Teknik Lingkungan ITB
Sanitasi merupakan hal penting yang harus diketahui setiap orang karena menyangkut
keberlangsungan hidup individu maupun kelompok. Sanitasi dan kesehatan merupakan dua hal yang
saling berhubungan. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia mendefinisikan sanitasi
sebagai upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan
kesehatan. Upaya untuk mencapai kondisi tersebut dapat diwujudkan salah satunya melalui
pembangunan fasilitas sanitasi, misalnya pembangunan MCK untuk menghindari perilaku BABS
(Buang Air Besar Sembarangan). Tentu saja, di samping aspek teknis yang harus sesuai dengan
standar, sanitasi harus melibatkan peran serta masyarakat. Kini, pemerintah melalui Kementerian
Pekerjaan Umum (PU) memiliki program nasional bernama Sanitasi Berbasis Masyarakat
(SANIMAS). Berikut ini penjelasan SANIMAS yang penulis rangkum berdasarkan kajian pustaka dari
berbagai sumber.
SANIMAS diperkenalkan oleh BORDA (Bremen Overseas Research and Development Association)
sejak tahun 2003 dengan pilot project di Provinsi Bali, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur
(sebanyak 25 lokasi) yang dilaksanakan sejak tahun 2003 hingga 2005. Melihat keberhasilan contoh-
contoh tersebut (fasilitas yang dibangun sampai saat ini masih berfungsi dan terpelihara dengan baik),
maka sejak tahun 2006 Departemen Pekerjaan Umum melalui Direktorat Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman, Ditjen Cipta Karya telah melaksanakan replikasi kegiatan SANIMAS, yang
hingga saat ini SANIMAS sudah dilaksanakan di lebih dari 400 lokasi yang tersebar di hampir seluruh
provinsi di Indonesia.1
Apa itu SANIMAS?
SANIMAS atau Sanitasi Berbasis Masyarakat adalah program untuk menyediakan prasarana air
limbah bagi masyarakat di daerah kumuh padat perkotaan2. Dalam pelaksanaannya, SANIMAS
mengedepankan proses pemberdayaan masyarakat, yaitu melibatkan masyarakat secara penuh dalam
setiap tahapannya dengan pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach). Masyarakat
merupakan aktor utama pembangunan SANIMAS. Konsep pemberdayaan masyarakat diterapkan, baik
dalam proses perencanaan, pembangunan, operasional, maupun pemeliharaan. Pemberdayaan
dilakukan agar terwujud pemanfaatan yang berkelanjutan.
Pendekatan dan Prinsip SANIMAS
SANIMAS dirancang untuk memberdayakan masyarakat yang berada di lingkungan permukiman
padat, kumuh, dan miskin di perkotaan, difokuskan pada penanganan pembuangan air limbah rumah
tangga. Pendekatan SANIMAS dilakukan melalui keberpihakan pada warga berpenghasilan rendah,
otonomi dan desentralisasi, pendorongan prakarsa lokal dengan iklim keterbukaan, dan partisipatif
serta keswadayaan. Adapun prinsip dasar SANIMAS diantaranya program bersifat tanggap kebutuhan,
pengambilan keputusan di tangan masyarakat, masyarakat menentukan, dan pemerintah daerah hanya
memfasilitasi.2
Kajian Pelaksanaan Program SANIMAS: Kisah Sukses SANIMAS di Pondok Pesantren Nurul
Ulum, Blitar
Penulis mengkaji salah satu program SANIMAS yang dinilai berhasil. Berikut ini adalah uraian
bagaimana sebuah pesantren di Blitar, Jawa Timur berhasil membangun fasilitas SANIMAS di lokasi
pesantren yang dikutip dari Buku Kisah Sukses SANIMAS Indonesia hal 54-59 dengan sedikit
perubahan.
Sejak awal diterapkan di tahun 2003, SANIMAS sudah ada yang diaplikasikan di pesantren.
SANIMAS untuk pesantren memiliki berbagai kekhasan yang berbeda dengan implementasi di
masyarakat, maka para pengelola sanitasi pesantren bersepakat untuk menamakannya sebagai
SANITREN: Sanitasi Untuk Pesantren.
Pondok pesantren Nurul Ulum memiliki santri dengan jumlahnya yang ribuan, tersebar di berbagai
daerah provinsi di seluruh Indonesia. Dan santriwan/santriwati datang dari seluruh penjuru daerah dari
berbagai suku di Indonesia. Mereka adalah generasi muda yang pada 10-15 tahun mendatang akan
menjadi pemimpin masyarakat di berbagai bidang. Oleh karena itu, perbaikan sarana sanitasi untuk
mereka sangatlah penting, karena apabila pemahaman mereka tentang sanitasi sejak awal sudah benar,
maka mereka juga akan mengajarkan hal yang sama nantinya.
Alasan pondok pesantren mengikuti program SANIMAS atau Sanitren adalah karena jumlah MCK
yang ada di pondok tidak mencukupi kebutuhan santri. Dari total santri, yang “mondok” atau tinggal
di pondok sekitar 400an santri atau sekitar 64%. Namun hanya ada 5 kamar mandi dan toilet yang
dapat digunakan, sehingga setiap pagi dan sore santri-santri harus antri panjang sekali. Sementara
septictank dengan kapasitas 12 m3 selalu cepat penuh dan setiap 3 bulan sekali harus dikuras sehingga
memakan biaya yang tidak sedikit. Bahkan bau septictank yang sangat menyengat sampai ke ruang-
ruang kelas sehingga sangat mengganggu kegiatan belajar-mengajar. Dan luapan dari septictank ke
selokan sering menimbulkan protes warga sekitar. Oleh karena itu, ketika ada sosialisasi program
sanitren dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Blitar, maka PP Nurul Ulum langsung mengajukan diri
sebagai calon. Setelah melalui proses seleksi terbuka, ternyata PP Nurul Ulum dinyatakan paling siap
untuk implementasi Sanitren tahun 2007.
Proses selanjutnya adalah penyusunan rencana kerja pesantren untuk perbaikan sanitasi, yang
kemudian didokumentasikan dan dilegalisasi oleh berbagai pihak yang ikut berperan serta, yaitu :
wakil pondok, pemerintah kota Blitar, Dinas PU Provinsi Jawa Timur, dan Satker PPLP Jawa Timur
dan Borda. Berdasarkan dokumen tersebut dana dari berbagai sumber bisa dicairkan. Pondok
pesantren memilih sarana MCK Plus dengan biogas. Kemudian pipa air limbah juga dihubungkan
dengan seluruh kamar mandi dan toilet yang ada di pesantren dan disalurkan ke biodigester dan IPAL.
Total biaya menghabiskan Rp.337.500.000 yang berasal dari kontribusi berbagai sumber. Total waktu
yang dibutuhkan untuk membangun sarana sanitasi adalah 3.5 bulan.
Setelah biodigester cukup terisi, kemudian dipasang pipa penyambung gas dari biodigester ke dapur
dan disambungkan ke 5 unit kompor. Tiap hari kebutuhan masak sudah bisa memanfaatkan biogas,
dan telah terjadi penghematan biaya beli kayu bakar dan minyak sebesar Rp. 13.000.000/tahun.
Jumlah yang cukup besar dan bisa disimpan untuk kebutuhan lain.
Sekarang, setelah dibangun Sanitren, PP Nurul Ulum selain memiliki jumlah kamar mandi dan toilet
yang cukup, yakni sebanyak 12 kamar mandi dan WC serta ruang cuci, juga sudah tidak mencemari
lingkungan lagi. Bahkan banyak manfaat lain yang dirasakan. Sanitren di Pondok Pesantren Nurul
Ulum, Kota Blitar yang diresmikan penggunaannya pada tanggal 15 April 2008 ini pada saat
pelaksanaan pembangunannya melibatkan berbagai unsur pondok pesantren seperti: santri, pengurus
pondok, pengasuh serta wali/orang tua santri. Salah satu yang menonjol di sanitren adalah
ketersediaan lahan dan keterlibatan yang tinggi dari semua unsur pondok, termasuk orang tua/wali
santri.
Banyak manfaat dan pembelajaran yang didapat dari program SANIMAS di PP Nurul Ulum,
diantaranya:
a. Kebutuhan Toilet Santri tercukupi dan nyaman.
Dengan dibangunnya sarana MCK Plus ini, santri yang belajar di pesantren ini merasa lebih
nyaman. Jika dulu untuk sekitar 400an santri hanya ada 5 toilet, sekarang bertambah 12 lagi
sehingga mencukupi kebutuhan sanitasi dasar mereka. Selain itu, kondisi MCK lama yang
sangat kotor dan tidak terawat sering menimbulkan bau tidak sedap yang sampai tercium di
ruang belajar. Namun sekarang bau tak sedap di ruang belajar sudah hilang sehingga santri
dapat lebih maksimal dalam menuntut ilmu.
b. Pemanfaatan Biogas.
Pembangunan IPAL di pesantren ini juga dilengkapi dengan biodigester sehingga dapat
memproduksi biogas yang dimanfaatkan kantin untuk memasak. Karena jumlah air limbah
yang masuk ke IPAL cukup banyak, biogas yang diproduksi juga cukup besar. Hal ini
tentunya dapat mengurangi biaya produksi dan sekaligus meningkatkan pendapatan kantin.
c. Lingkungan yang bersih dan sehat.
MCK Plus yang dilengkapi dengan taman ini membuat lingkungan pesantren Nurul Ulum
terlihat bersih, asri dan sehat. Banyak santri diwaktu senggangnya duduk di taman ini sambil
membaca buku atau sekedar bercanda dengan temannya.
d. Pernah di satu pesantren yang sedang membangun sanitren tiba-tiba ada orang yang datang
dan protes. Tadinya semua pekerja bingung, kenapa orang ini datang tiba-tiba langsung
“marah-marah”. Ternyata dia protes karena di pondok pesantren tempat anaknya “nyantri”
(sekolah di pondok), sedang ada gotong royong tetapi dirinya tidak dikabari. Padahal kalau
dikabari dia bisa kirim beberapa anggota keluarganya untuk membantu, meskipun dia tinggal
cukup jauh dari pondok yakni sekitar 15 km. Hal seperti ini tentu tidak akan terjadi dalam
pelaksanaan SANIMAS di masyarakat perkotaan, bahkan kalau ada gotong-royong dan tidak
diundang, maka akan sangat “berbahagia”.
Gambar 1. MCK Plus di PP Nurul Ulum
(Sumber: Buku Kisah Sukses SANIMAS di Indonesia)
Referensi:
1. Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2009. Kisah Sukses SANIMAS di Indonesia. Jakarta:
Kementerian Pekerjaan Umum RI.
2. Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL). Diambil dari
http://www.ampl.or.id/program/sanitasi-berbasis-masyarakat-SANIMAS-/3 pada tanggal 26
Agustus 2015 pukul 21.07 WIB.
3. Irman, Joy. Tujuan, Pendekatan, dan Prinsip SANIMAS. Diambil dari