-
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 9, No. 2, Desember 2008, hal.
121 - 136
Volume 9, No. 2, Desember 2008
DAFTAR ISI
Dampak Ketidakstabilan Nilai Tukar Rupiah terhadap Permintaan
Uang M2 di Indonesia Etty Puji Lestari ...... 121 - 136
Analisis Peranan Sektor Industri terhadap Perekonomian Jawa
Tengah Tahun 2000 dan Tahun 2004 (Analisis Input Output) Didit
Purnomo dan Devi Istiqomah .. 137 - 155
Analisis Perubahan Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Triyono
.... 156 - 167
Produktivitas Lahan dan Biaya Usahatani Tanaman Pangan di
Kabupaten Gunung Kidul Suwarto ....... 168 - 183
Analisis Kompetensi Produk Unggulan Daerah pada Batik Tulis dan
Cap Solo di Dati II Kota Surakarta Daryono Soebagiyo dan M. Wahyudi
...... 184 - 197
Analisis Dampak Otonomi Daerah terhadap Strategi Pengembangan
Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kabupaten Sleman Rudy Badrudin ...
198 - 215
Peran Aktif Wanita dalam Peningkatan Pendapatan Rumah tangga
Miskin: Studi Kasus pada Wanita Pemecah Batu di Pucanganak
Kecamatan Tugu Trenggalek Sugeng Haryanto .... 216 - 227
The Competitiveness of Soybean Production in Blitar-East Java,
Indonesia Moh. Azis Arisudi dan Salfarina Abdul Gapor ........ 228
- 247
ISSN 1411- 6081TERAKREDITASI. SK Dikti No.55a / DIKTI / Kep /
2006
-
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 9, No. 2, Desember 2008, hal.
121 - 136
DAMPAK KETIDAKSTABILAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP PERMINTAAN
UANG M2 DI INDONESIA
Etty Puji Lestari Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka,
Jakarta
E mail: [email protected]
ABSTRACT
This article attempts to estimate demand for M2 money in
Indonesia using time series non-stationary technique in 1997.1 -
2006.4. There are four methods are used in research, first, VAR
estimation used to forecast model which have interaction of data
time series. Second, function impulse response to see response from
every variable to structural innovation of the other variables at
the same time. Third, variance decomposition to know dissociating
variation change of shock from each variable to other variables in
model. Fourth method, ADL ECM to see long-range adjustment in
variable, before and after addition of variable. The result, there
are non-stationary condition in the time series data in the
research. Result of VAR estimation show that there is no causality
relation two ways among fifth of variable. From impulse, response
known that response of M2 variable to other variable very
fluctuative but finally the condition will return to stabilize.
Keywords: instability of exchange rate, M2 money, vector
autoregression
PENDAHULUAN
Perekonomian Indonesia masih menunjukkan kinerja yang cukup baik
sampai awal tahun 1997 yang ditandai oleh menguatnya bebe-rapa
indikator makro ekonomi. Pada tahun 1996, tingkat pertumbuhan
ekonomi masih mencapai 7,8 persen per tahun dan investasi langsung
luar negeri mencapai $6,5 juta pada tahun fiskal 1996/1997.
Sementara itu cada-ngan devisa resmi pemerintah mencapai $20 juta
pada bulan Maret 1997, serta tingkat depresiasi rupiah terhadap
dolar Amerika masih terpelihara pada kisaran 3-5 persen (Bank
Indonesia, 1997).
Krisis ekonomi dan keuangan yang awalnya melanda Thailand
berdampak pada perekonomian negara-negara ASEAN, ter-
masuk Indonesia. Perekonomian Indonesia mulai mengalami
perubahan yang signifikan setelah pada pertengahan tahun 1997
muncul masalah yang menghantam perdagangan valuta asing di kawasan
Asia, yang diawali dengan guncangan pasar valuta asing di Thailand
dan kemudian menjalar ke pasar valuta asing negara-negara lain
termasuk Indonesia. Pada akhir periode tahun 1997, depresiasi riil
nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencapai angka 68,7 persen.
Pada saat keseimbangan eksternal tergangggu, terjadi pula
ketidakseimbangan internal. Kenaikan harga barang-barang secara
otoma-tis akan memperbesar angka inflasi. Pada akhir tahun 1997
angka inflasi mencapai 11,1 persen per tahun dan terus meningkat
hingga
-
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 2, Desember 2008
122
mencapai 168,32 persen per tahun pada tahun berikutnya (Bank
Indonesia, 1999).
Pada kasus Indonesia, krisis nilai tukar mata uang Rupiah
terhadap dolar, terus menular ke sektor-sektor lainnya hingga
menimbulkan krisis ekonomi. Pada akhir tahun 1997, pertumbuhan
ekonomi tahunan (PDB riil) tercatat sebesar 4,7 persen sedang pada
akhir tahun 1998 turun sebesar -13,2 persen (Gambar 1). Sebelum
terjadinya krisis ekonomi, antara tahun 1990 sampai 1996,
pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata mencapai 8 persen. Setelah
terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 maka pertumbuhan ekonomi
Indonesia antara tahun 2000 sampai 2006 menurun dengan rata-rata
4,86 persen.
Perekonomian Indonesia mulai dikata-kan membaik pada tahun 2000
yang dibukti-kan dengan adanya penurunan inflasi dari 77,63 persen
pada tahun 1998 menjadi 2,01 pada tahun 2000, namun kembali
meningkat pada tahun 2002 sebanyak 12,55 persen. Membaiknya kinerja
ini juga diikuti oleh meningkatnya pendapatan perkapita masya-
rakat (percapita gross national product) yaitu dari 4.49 juta
rupiah pada tahun 1998 dan 5,78 juta rupiah (2000) menjadi 6,86
juta rupiah pada tahun 2001 (BPS, 2003). Pemu-lihan kondisi
tersebut ditunjang oleh mem-baiknya infrastuktur yang ada serta
kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah baik fiskal
maupun moneter.
Kondisi non stasioner tersebut menun-jukkan bahwa secara
teoritis terdapat masa-lah yang berkaitan dengan stabilitas.
Stabili-tas merupakan syarat utama dari stasioneritas data,
terutama data time series. Kondisi non stasioner terjadi jika nilai
rata-rata (mean), variance dan covariance tidak konsisten sepanjang
waktu. Stabilisasi pada data time series berhubungan erat dengan
stabilitas ekonomi makro. Jika ada permasalahan yang berhubungan
dengan variabel non stasioner maka hasil estimasi akan mengalami
regresi lancung (spurious regression atau spurious correlation
problem). Sejauh ini perdebatan akademik menyangkut kelancungan
pertama kali dikemukakan oleh Granger dan Newbold pada tahun 1974
dan tahun 1977 serta dikaji
Pertumbuhan Ekonomi
-20
0
20
40
60
80
100
1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008
Tahun
Pers
en
inflasi pertumbuhan PDB riil Gambar 1. Laju Inflasi dan
Pertumbuhan PDB Riil
-
Etty Puji Lestari - Dampak Ketidakstabilan Nilai Tukar
Rupiah
123
lebih lanjut oleh Phillips pada tahun 1986. Dampak yang
ditimbulkan oleh regresi lancung antara lain: koefisien penaksir
tidak efisien, peramalan berdasarkan regresi terse-but akan meleset
dan uji baku umum menjadi tidak sahih (Insukindro, 1991).
Untuk mencapai stabilisasi ekonomi maka diperlukan target-antara
di antaranya jumlah uang beredar. Di sisi lain pengenda-lian jumlah
uang beredar (JUB) sulit diukur. Pengendalian JUB berkaitan erat
dengan perilaku permintaan uang masyarakat teru-tama untuk jangka
panjang. Salah satu variabel penentu yang cukup berarti dalam dalam
teori ekonomi adalah kurs atau nilai tukar yang sifatnya
fluktuatif. Variabel ini menjadi lebih dominan pada masa krisis.
Perekonomian suatu negara dikatakan bebas dari krisis apabila mampu
mencapai nilai kurs yang stabil.
Berangkat dari kondisi yang sangat fluk-tuatif tersebut, maka
artikel ini ingin menga-nalisis permintaan uang di Indonesia dengan
teknik time series non stasioner pada saat terjadi ketidakstabilan
nilai tukar pada tahun 1997.12006.4; menganalisis perilaku
varia-bel penentu permintaan uang yang memiliki karakteristik yang
sangat fluktuatif di Indonesia terutama setelah Bank Indonesia
mengenakan sistem kurs mengambang bebas; dan mengukur besarnya
kecepatan penye-suaian (speed of adjustment) jangka panjang
permintaan uang.
METODE PENELITIAN
Model Estimasi Permintaan Uang
Penggunaan model perekonomian terbuka dapat diterima untuk kasus
permintaan uang di Indonesia, mengingat bahwa transaksi
terhadap luar negeri bebas dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
Masyarakat telah dibebaskan untuk memegang valuta asing dengan
sistem kurs mengambang terkendali (managed floating exchange rate)
sejak awal tahun 1980-an dan sekarang sistem kurs mengambang penuh
(free floating exchange rate). Kebijakan ini memungkinkan
masyara-kat di dalam negeri untuk merelokasikan kekayaannya dengan
memasukkan mata uang asing sebagai salah satu bentuk kekayaan yang
dipegang sehingga memungkinkan maksimisasi return dari asset yang
mereka pegang.
Perdebatan pemilihan variabel kunci dalam menjelaskan perilaku
permintaan uang tidak terlalu banyak variasinya. Penelitian yang
dilakukan oleh Hendry dan Erricson (1991) dan Mizao (1997)
menggunakan 4 variabel yaitu M, , Y dan R yang masing-masing
menunjukkan M1 riil, tingkat laju inflasi, output riil, dan tingkat
bunga berjang-ka. Selanjutnya melihat kondisi keterbukaan yang
dialami Indonesia sejak awal tahun 1980-an maka berbeda dengan
penelitian Morimune dan Zhao (1997), model dapat diperluas untuk
memasukkan variabel nilai tukar dan permintaan uangnya dipilih M2
karena memiliki skala yang lebih luas dibandingkan M1. Model
penelitian ini dapat dituliskan sebagai berikut:
)Inf,r,ER,Y(fM ttttd =
dimana
Md adalah permintaan uang M2 Yt adalah output atau pendapatan
nasional riil ERt adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar rt
adalah tingkat suku bunga pasar dan Inft adalah tingkat
inflasi.
-
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 2, Desember 2008
124
Penelitian ini menggunakan data sekun-der yang diperoleh dari
Badan Pusat Statis-tik, Statistik dan Keuangan Indonesia, Bank
Indonesia, International Financial Statistic (IFS), World Bank dan
beberapa sumber lite-ratur lainnya. Rentang waktu yang digunakan
dalam penelitian adalah mulai tahun 1997.1 sampai 2006.4.
Penelitian ini menggunakan 4 (empat) metode estimasi, yaitu
pertama, Vector Auto-regression/VAR untuk melihat estimasi
hubu-ngan dalam jangka panjang. Metode VAR diyakini mampu melakukan
peramalan yang lebih baik dibandingkan model persamaan struktural.
Metode kedua adalah melakukan pengujian terhadap impulse response
func-tion untuk melihat respon dari setiap variabel terhadap
struktural inovasi variabel lainnya dalam model pada periode waktu
bersamaan. Metode ketiga adalah menguji variance de-composition
yang berguna untuk memisah-kan variasi perubahan shock dari setiap
variabel terhadap variabel lain dalam model. Metode terakhir yang
dipakai adalah melaku-kan estimasi model ADL ECM. Metode estimasi
ini merupakan turunan dari model VAR atau metode estimasi VAR yang
memasukkan variabel tambahan (ECT) ke dalam analisis. Tujuannya
adalah untuk meli-hat penyesuaian jangka panjang dalam varia-bel
yang diamati sebelum dan sesudah penambahan variabel.
Uji Akar Unit Autoregressive
Tujuan uji akar unit adalah untuk mengetahui ada tidaknya akar
unit (komponen random walk). Uji akar unit yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dua uji yang dikem-bangkan oleh Dickey dan
Fuller (1981). Uji akar unit dapat dipandang sebagai uji
stasio-
neritas karena pada prinsipnya uji tersebut dimaksudkan untuk
mengamati apakah koefi-sien tertentu dari model otoregressif yang
ditaksir memiliki nilai satu atau tidak. Namun demikian model
otoregresif memiliki distribusi yang tidak baku seperti uji t dan
uji f yang tidak cukup layak digunakan untuk menguji hipotesa. Uji
tersebut dikembangkan dengan penaksiran otoregresif sebagai
berikut:
t1tt uXX ++= .(1)
dimana parameter untuk data time series diasumsikan positip. Xt
menjadi non stasio-ner jika parameter sama dengan atau lebih dari
satu. Time series persamaan 1 stasioner jika < 1. Proses
pengujiannya dilakukan dengan mengaplikasikan OLS ke dalam
per-samaan 1 sehingga kita mendapatkan nilai estimasi dari .
Selanjutnya dilakukan uji t (t-test) pada hipotesis nol Ho: =1
melawan Ha:
-
Etty Puji Lestari - Dampak Ketidakstabilan Nilai Tukar
Rupiah
125
dengan pengujian Ho: =1 melawan Ha: < 1 dalam persamaan 1
sama dengan pengujian Ho: *=0 melawan Ha: *
-
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 2, Desember 2008
126
( ) ty1yy t1t1tt += dan t1tyyt += .(5)
Jika semua variabel terintegrasi I(1), maka semua variabel M
pada sisi kiri adalah I(0). Matrik menghasilkan kombinasi linier
dari variabel dalam Yt. namun tidak semua kombinasi linier
terkointegrasi meski-pun model representasi VAR dipastikan ada.
Jika model ini diasumsikan sebagai unrestricted VAR maka hasil
matriks koefisien harus diperingkat. Implikasinya, jika variabel
benar-benar terkointegrasi maka koefisien matriksnya tidak akan
kehilangan kesesuaiannya (goodnes of fit) (Greene, 2000:794).
Menurut Morimune dan Zhao (1997), jika Xt menjadi kolom vektor
dari sejumlah p komponen dengan I(1), maka sistem yang dapat
ditulis dalam jumlah order VAR yang terbatas (restricted VAR)
seperti berikut:
tkt1tt xTk...xX ++++= .(6)
dimana t = 1,2,3t dan t independen, E( t ) = 0 dan covariance (
t ) = . Model koreksi kesalahan (ECM) terjadi ketika matrik
dibatasi. Hanya variabel xt yang menunjukkan masih ada hubungan
jangka panjang dimana masing-masing varia-bel tidak berubah
nilainya. Dalam jangka pendek variabel xt tidak cocok dengan
keseimbangan masa lalu dan sisi kiri adalah penyesuaian dari
ketidakcocokannya (Guja-rati, 1995).
Impulse Response Function dari Model Var
Impulse Response Function menggambarkan respon dari setiap
variabel terhadap struk-tural inovasi variabel lainnya dalam model
pada periode waktu bersamaan. Estimasi impulse response dapat
dilihat pada saat ini dan akan datang. Selanjutnya model VAR dapat
ditulis sebagai suatu vektor rata-rata bergerak atau VMA (vector
moving ave-rage). Jika dituliskan dalam bentuk matriks aljabar dari
bentuk standar VAR maka akan didapat persamaan berikut:
+
=
=
it
it
it
t
ee
aaaa
zy
zy
2
1
0 2222
1211
.(7)
dimana {yt} dan {zt} mempunyai hubungan dengan {e1t} dan {e2t}
secara berurutan. Dengan menggunakan {yt} dan {zt}, selan-jutnya
dengan menggunakan operasi matriks aljabar maka vector error dapat
ditentukan menjadi:
[ ]
=
zt
yt
t
t
bb
bbee
11
)1/(121
122112
2
1
...(8)
Moving average representation dalam persamaan (4) dan (5) dapat
ditulis dengan kaitan {yt} dan {zt} secara berulang menja-di:
+
=
=
10 2221
1211
)()()()(
zt
iyt
it
t
iiii
zy
zy
.(9)
Empat satuan koefisien 11(i), 12(i), 21(i), dan 22(i) inilah
yang disebut dengan impulse response function (IRF).
-
Etty Puji Lestari - Dampak Ketidakstabilan Nilai Tukar
Rupiah
127
dimana:
ij( i ) = efek dari struktural shock pada y dan z
ij( 0 ) = impact multipliers ij( i ) = cumulative multipliers
ij( i ) = pada saat n = long run
multipliers
Variance Decomposition dari M2
Variance decomposition memisahkan variasi perubahan shock dari
setiap variabel terhadap variabel lain dalam model. Setiap variabel
perubahan dalam model diasumsikan tidak berkorelasi. Variance
decomposition meng-gambarkan besarnya sumbangan pengaruh dari suatu
variabel perubahan terhadap varia-bel lain dalam model. Bentuk VMA
dari variabel x pada satu periode di depan ditulis-kan sebagai
berikut:
=
++ +=1i
i1ti1t XX .(10)
Forecast error pada satu periode ke depan adalah:
=
++ +=1i
i1ti1tt XXE .(11)
Peramalan satu periode kedepan dilam-bangkan dengan 0 t+1 .
Forecast error pada periode n ke depan adalah:
=
+++ +=1i
i1ti1ttnt XXEX .(12)
Forecast error pada n periode ke depan untuk variabel y
adalah:
Yt+n et yt+n = 11 (0) yt+n + 11 (1) yt+n-1 +
... + 11 (n-1) yt+1
12 (0) zt+n + 12 (1) zt+n-1 +
... + 12 (n-1) zt+1 .(13)
Variance dari forecast error Yt+n periode n ke depan adalah y
(n)2, dimana:
y(n)2 = 2y [11(0)2 + 11(1)2 + ... + 11(n-1)2]
+ 2z [12(0)2 + 12(1)2 + ...
+ 12(n-1)2] .(14)
forecast error variance decomposition adalah proporsi dari y(n)2
terhadap shock y dan shock z. Sehingga forecast error variance
decomposition pada shock y adalah:
2y [11(0)2 + 11(1)2 + ... + 11(n-1)2] / y(n)2
.(15)
Sedangkan forecast error variance de-composition pada shock z
adalah:
2z [11(0)2 + 11(1)2 + ... + 11(n-1)2] / y(n)2
.(16)
Estimasi Model ADL ECM
Penelitian ini menggunakan model ADL ECM (Autoregressive
Distributed Lag Error Correction Models) untuk mengestimasi fungsi
permintaan uang seperti yang dipakai oleh Hendry et al, yaitu:
t1t1t01t10t XXYY ++++= ..(17)
persamaan ini kemudian ditransformasikan kedalam bentuk ECM
menjadi
-
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 2, Desember 2008
128
( )++= 1t1t10t XY*Y tt0 X + (18)
Bentuk ECM ini berbeda dengan bentuk VAR turunan atau VAR yang
memasukkan Xt atau Xt yang disetarakan dengan variabel dependen.
Secara umum model ADL ditulis-kan sebagai berikut:
= = =
+++=m
1i
p
1i
n
0itit1ti0t tjiXjYY
...(19)
dimana p merupakan indeks variabel penjelas yang masing-masing
memiliki distribusi kelambanan. Model ADL dapat ditransfor-masikan
dalam bentuk ECM namun diseta-rakan dengan termin tambahan (extra
term)
p,..1jX ,jt = yang sangat berguna dalam studi empiris. Tetapi
termin tambahan jtX membuat estimasi menjadi bermasalah ketika
dapat berkorelasi dengan error term dari regresi. Model ADL
secara konsisten dapat diestimasi dengan teknik variabel
tambahan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasar hasil estimasi, diketahui bahwa nilai t-statistik atau
nilai hitung ADF untuk variabel M2, pendapatan nasional, dan suku
bunga sudah stasioner pada derajat keperca-yaan satu persen,
sedangkan variabel inflasi stasioner pada derajat kepercayaan lima
persen. Dalam uji ini hanya variabel kurs yang tidak lolos uji akar
unit sehingga harus diteruskan dengan uji derajat integrasi satu.
Hal ini menunjukkan ada masalah dengan akar unit yang menggambarkan
situasi non stasioner. Untuk selanjutnya perlu dilakukan uji
derajat integrasi untuk mengetahui pada derajat ke berapa data-data
tersebut stasioner. Hasil selengkapnya uji akar unit dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Uji Akar Unit dan Uji Derajat Integrasi I
NILAI KRITIS ADF VARIABEL UJI AKAR UNIT DERAJAT INTEGRASI 1
Derajat kepercayaan (%) t statistik 1 -2.627238 5 -1.949856
M2 2.707622 (lolos)
10 -1.611469 1 -2.628961 5 -1.950117
Y 3.572500 (lolos)
10 -1.611339 1 -2.627238 5 -1.949856
ER 0.673967 (tidak lolos)
1.708373 (lolos)
10 -1.611469 1 -2.625606 5 -1.949609
INF -2.073001 (lolos)
10 -1.611593 1 -2.641672 5 -1.952066
R -3.154925 (lolos)
10 -1.610400 Sumber: data di olah
-
Etty Puji Lestari - Dampak Ketidakstabilan Nilai Tukar
Rupiah
129
Dari hasil perhitungan secara keseluruh-an disimpulkan bahwa
pengujian ini tidak perlu diteruskan ke uji kointegrasi. Namun
demikian menurut Wickens & Brusch (1988), ECM standar dari
model yang dikembangkan oleh Domowitz dan El Badawi (1987) sudah
sahih dan dapat digunakan untuk melakukan inferensi.
Penentuan Lag Optimal Model Var
Untuk dapat melakukan estimasi model VAR maka perlu ditentukan
seberapa banyak variabel lag length dibutuhkan dalam model. Di
dalam model autoregresi dimana peran waktu sangat berpengaruh maka
peranan lag didalam model menjadi sangat penting. Penentuan lag
length juga bertujuan untuk mendapatkan model yang tepat untuk
diestimasi, dimana model tersebut ditentukan oleh banyaknya jumlah
lag yang digunakan.
Beberapa rumus yang biasa dipakai untuk menentukan lag optimal
disajikan dalam Tabel 3.
Hasil dari uji kelambanan optimal VAR nampak dalam Tabel 4.
Tanda (*) bintang menunjukkan rekomendasi kelambanan (lag) dari
masing-masing kriteria statistik yang dipakai. Dari hasil
perhitungan diperoleh hasil bahwa empat dari lima kriteria
pengu-jian kelambanan optimal di atas (LR, FPE, AIC, dan HQ)
menunjukkan lag optimal sebesar tiga kuartal dan hanya satu dari
kriteria yaitu SC yang menyarankan dua kuartal. Dengan hasil ini
maka kelambanan
Tabel 3. Penentuan Lag Optimal
Kriteria Rumus
Final Prediction Error (FPE) kT
kTXT
RSS+
Akaike Information Criterion (AIC)
)/2( TkeXT
RSS
Schwarz Information Criterion (SIC)
TkjTXT
RSS /
Hannan-Quinn Information Criterion (HQ)
TkTXT
RSS /2)(ln
Tabel 4. Hasil Uji Kelambanan Optimal Var VAR Lag Order
Selection Criteria Endogenous variables: M2 INF R XR Y Exogenous
variables: C Date: 11/23/07 Time: 10:12 Sample: 1997:1 2006:4
Included observations: 33
Lag LogL LR FPE AIC SC 0 256.0274 NA 1.70E-13 -15.21378
-14.98704 1 403.8607 241.9091 1.01E-16 -22.65823 -21.29776 2
468.0934 85.64361 1.05E-17 -25.03597 -22.54179* 3 510.4817
43.67280* 5.01E-18* -26.08980* -22.46191
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential
modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final
prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz
information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
-
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 2, Desember 2008
130
(lag) optimal yang disarankan dipakai dalam model VAR adalah
sebesar 3 kuartal.
Hasil Estimasi Var
Setelah dilakukan uji akar unit, uji derajat integrasi dan uji
kelambanan optimal, beri-kutnya dilakukan estimasi dengan metode
VAR untuk melihat estimasi jangka panjang-nya. Hasil estimasi model
VAR selengkap-nya disajikan pada Tabel 5. Keseluruhan
variabel memiliki nilai koefisien determinasi di atas 84 persen,
artinya sebanyak lebih dari 84 persen variasi variabel independen
mam-pu menjelaskan variabel dependennya.
Pengujian parsial dengan uji-t diketahui memiliki 3 (tiga)
hubungan antarvariabel yang lolos uji-t, yaitu M2(-1)M2, InfY(-1),
InfY(-2), InfY(-3), RR(-3), R Y(-3), XR R(-3), YY(-2), YY(-3), Y
R(-1), Y(R-3), YY(-3). Dari hasil
Tabel 5. Hasil Perhitungan VAR Vector Autoregression Estimates
Date: 11/23/07 Time: 10:18 Sample(adjusted): 1998:4 2006:4 Included
observations: 33 after adjusting endpoints Standard errors in ( )
& t-statistics in [ ]
M2 INF R XR Y M2(-1) 0.783374 1.844524 0.251858 -0.468354
0.044517
(0.37096) (1.29575) (0.27842) (0.69119) (0.37265) [ 2.11176] [
1.42351] [ 0.90460] [-0.67761] [ 0.11946]
M2(-2) 0.101779 -2.377601 -0.153366 1.043349 0.678514 (0.45664)
(1.59505) (0.34273) (0.85084) (0.45873) [ 0.22288] [-1.49061]
[-0.44748] [ 1.22626] [ 1.47913]
M2(-3) -0.105720 -1.172032 -0.384822 -0.423674 0.555252
(0.32894) (1.14898) (0.24688) (0.61289) (0.33044) [-0.32140]
[-1.02006] [-1.55873] [-0.69127] [ 1.68035]
INF(-1) 0.016692 0.597428 0.044956 -0.057750 0.016844 (0.05924)
(0.20694) (0.04447) (0.11039) (0.05951) [ 0.28175] [ 2.88695] [
1.01104] [-0.52316] [ 0.28302]
INF(-2) -0.011220 -0.438280 0.007151 0.005899 -0.028079
(0.06488) (0.22663) (0.04870) (0.12089) (0.06518) [-0.17294]
[-1.93391] [ 0.14686] [ 0.04880] [-0.43082]
INF(-3) 0.026202 0.155418 -0.050401 -0.001466 -0.039886
(0.04825) (0.16853) (0.03621) (0.08990) (0.04847) [ 0.54307] [
0.92221] [-1.39185] [-0.01630] [-0.82294]
R(-1) -0.035488 0.583482 -0.047829 -0.044903 1.039238 (0.27803)
(0.97115) (0.20867) (0.51804) (0.27930) [-0.12764] [ 0.60081]
[-0.22920] [-0.08668] [ 3.72091]
R(-2) -0.078593 -1.580649 0.389580 0.849796 -0.308423 (0.38304)
(1.33797) (0.28749) (0.71371) (0.38479) [-0.20518] [-1.18138] [
1.35511] [ 1.19068] [-0.80153]
-
Etty Puji Lestari - Dampak Ketidakstabilan Nilai Tukar
Rupiah
131
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ditemukan hubungan
kausalitas dua arah di antara kelima variabel tersebut.
R(-3) -0.001224 1.600961 0.575622 -1.621212 -0.945592 (0.29013)
(1.01341) (0.21775) (0.54057) (0.29145) [-0.00422] [ 1.57978] [
2.64349] [-2.99905] [-3.24446]
XR(-1) -0.176861 -0.173906 0.139247 0.569632 0.119205 (0.18946)
(0.66178) (0.14220) (0.35301) (0.19032) [-0.93351] [-0.26279] [
0.97926] [ 1.61365] [ 0.62633]
XR(-2) 0.054334 0.982400 0.074591 -0.322684 -0.381226 (0.20502)
(0.71612) (0.15387) (0.38199) (0.20595) [ 0.26503] [ 1.37184] [
0.48476] [-0.84473] [-1.85106]
XR(-3) 0.017595 -0.197403 0.137369 0.047209 0.026610 (0.13497)
(0.47143) (0.10130) (0.25147) (0.13558) [ 0.13037] [-0.41873] [
1.35609] [ 0.18773] [ 0.19627]
Y(-1) 0.237431 2.356010 -0.063190 -0.535039 0.409370 (0.23503)
(0.82096) (0.17640) (0.43792) (0.23610) [ 1.01022] [ 2.86984]
[-0.35822] [-1.22178] [ 1.73388]
Y(-2) -0.103522 -2.557144 0.018346 1.142768 0.390319 (0.30269)
(1.05730) (0.22718) (0.56399) (0.30407) [-0.34200] [-2.41856] [
0.08075] [ 2.02622] [ 1.28364]
Y(-3) -0.001688 1.416462 0.243388 -0.900841 -0.699599 (0.15802)
(0.55198) (0.11860) (0.29444) (0.15875) [-0.01068] [ 2.56615] [
2.05211] [-3.05952] [-4.40706]
C 1.796884 5.118083 -0.023133 4.989832 -4.886436 (1.74706)
(6.10247) (1.31124) (3.25520) (1.75502) [ 1.02852] [ 0.83869]
[-0.01764] [ 1.53288] [-2.78425]
R-squared 0.990984 0.930770 0.979846 0.846529 0.996698 Adj.
R-squared 0.983029 0.869685 0.962063 0.711114 0.993785 Sum sq.
resids 0.003030 0.036968 0.001707 0.010519 0.003058 S.E. equation
0.013350 0.046633 0.010020 0.024875 0.013411 F-statistic 124.5714
15.23727 55.09962 6.251360 342.1365 Log likelihood 106.5544
65.27937 116.0241 86.01784 106.4043 Akaike AIC -5.488144 -2.986628
-6.062068 -4.243506 -5.479048 Schwarz SC -4.762565 -2.261049
-5.336488 -3.517926 -4.753469 Mean dependent 14.94122 0.102758
0.185773 3.953862 14.67097 S.D. dependent 0.102480 0.129179
0.051444 0.046281 0.170120
Determinant Residual Covariance 6.94E-19 Log Likelihood (d.f.
adjusted) 455.7600 Akaike Information Criteria -22.77333 Schwarz
Criteria -19.14543
Sumber : Data diolah Keterangan: - Angka dalam kurung
menunjukkan nilai t-stat. - Tanda * menunjukan signifikan pada
derajat 5%.
-
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 2, Desember 2008
132
Pengujian Impulse Response dari Var
Impulse Response Function menggambarkan respon dari setiap
variabel terhadap struk-tural inovasi variabel lainnya dalam model
pada periode waktu bersamaan. Estimasi impulse response dapat
dilihat pada masa sekarang dan diwaktu yang akan datang.
Berdasarkan gambar 2 dapat dilihat bahwa respon variabel M2
terhadap inflasi adalah ketika ada shock dari kenaikkan inflasi
maka dampaknya terhadap permintaan uang M2 mula-mula mengalami
penurunan pada kuartal ke-2 kemudian naik dan mencapai titik
tertingginya pada kuartal ke-4 setelah itu turun dan stabil setelah
kuartal ke 10. Walaupun kenaikannya semakin lama semakin besar
sampai dengan periode kuartal ke-10 namun kenaikan tersebut tidak
menca-pai titik keseimbangan.
Jika dilihat pada respon permintaan uang M2 terhadap suku bunga
maka ketika ada kenaikkan suku bunga maka dampaknya cukup
fluktuatif (naik turun) dan mulai stabil pada kuartal ke 11
walaupun tidak mencapai titik keseimbangan. Sementara itu respon M2
terhadap variabel kurs adalah ketika ada shock kenaikan nilai tukar
maka dampaknya akan mengalami penurunan permintaan uang M2 yang
besarannya cukup fluktuatif dan mulai stabil setelah kuartal
ke-8.
Dari gambar 2 tersebut juga dapat dilihat bahwa respon variabel
permintaan uang M2 terhadap pendapatan nasional adalah apabila ada
kenaikan shock dari variabel pendapatan nasional maka akan
berdampak terhadap peningkatan permintaan uang M2 yang besarannya
cukup fluktuatif. Pergerakan ini mulai stabil pada kuartal ke
8.
-.008
-.004
.000
.004
.008
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of M 2 to INF
-.008
-.004
.000
.004
.008
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of M2 to R
-.008
-.004
.000
.004
.008
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of M2 to XR
-.008
-.004
.000
.004
.008
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of M2 to Y
Response to C holesk y One S.D. Innovations 2 S.E.
Gambar 2. Impulse Response dari VAR
-
Etty Puji Lestari - Dampak Ketidakstabilan Nilai Tukar
Rupiah
133
Variance Decomposition dari M2
Dari hasil analisis diketahui bahwa kontri-busi shock variabel
inflasi terhadap permin-taan uang M2 mula-mula hanya sebesar 5,12
persen pada kuartal ke-2 setelah itu mengala-mi kenaikan dan
mencapai titik tertingginya pada kuartal ke-5 sebesar 52,26 persen
setelah itu kontribusinya mengalami keadaan yang fluktuatif dan
setelah kuartal ke-12 kondisinya cenderung menurun. Kontribusi
shock variabel tingkat bunga terhadap permintaan uang M2 sebesar
43,73 persen, setelah itu kontribusinya selalu mengalami penurunan,
sampai dengan periode kuartal ke-20 kontribusinya menjadi sebesar
15,8 persen.
Kontribusi shock variabel nilai tukar terhadap permintaan uang
M2 sebesar 0,55 persen, setelah itu kontribusinya selalu mengalami
kenaikan. Sampai dengan periode
kuartal ke-10 kontribusinya sebesar 1,13 persen namun terus
mengalami penurunan. Kontribusi shock variabel pendapatan nasio-nal
terhadap permintaan uang M2 sebesar 2,05 persen pada kuartal kedua,
setelah itu kontribusinya selalu mengalami kenaikan, sampai dengan
periode kuartal ke-20 kontribusinya menjadi sebesar 5,42
persen.
Estimasi Model ADL ECM
Nilai ECT yang diperoleh dari hasil estimasi dengan metode
kemungkinan terbesar (maxi-mum likelihood methods) periode
1997.1.-2006.4 seperti terlihat dalam persamaan 20.
ECTt-1 = M2t-1 0.992216 Yt-1
0.102853 XRt-1 .(20)
Setelah didapatkan nilai ECT-nya selan-
Tabel 6. Variance Decomposition dari M2
Period S.E. M2 INF R XR Y
1 0.013350 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 2
0.015438 97.31852 0.051243 0.020625 0.557130 2.052477 3 0.018161
94.96562 0.044148 0.437314 0.444897 4.108023 4 0.019645 93.94593
0.500858 0.380871 0.508195 4.664150 5 0.021823 93.44062 0.522639
0.331059 0.616973 5.088714 6 0.024060 93.67414 0.430552 0.287892
0.612195 4.995224 7 0.025671 93.65795 0.393043 0.253987 0.849843
4.845173 8 0.027307 93.39646 0.365960 0.237812 1.004539 4.995226 9
0.028899 93.30018 0.398452 0.215920 1.068344 5.017104 10 0.030400
93.11123 0.436917 0.196797 1.139797 5.115263 11 0.032042 93.02633
0.434180 0.195401 1.128380 5.215709 12 0.033581 93.00438 0.441786
0.185527 1.119366 5.248945 13 0.035130 92.95221 0.441626 0.182093
1.111660 5.312411 14 0.036721 92.95073 0.433587 0.181513 1.082086
5.352081 15 0.038253 92.96421 0.430030 0.175938 1.065414 5.364405
16 0.039796 92.96678 0.420388 0.173802 1.048806 5.390225 17
0.041324 92.98871 0.412407 0.170359 1.032688 5.395835 18 0.042813
92.99650 0.407306 0.165528 1.026657 5.404008 19 0.044307 93.00097
0.401069 0.162298 1.019942 5.415724 20 0.045776 93.00743 0.397324
0.158005 1.016614 5.420625
Cholesky Ordering: M2 INF R XR Y
-
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 2, Desember 2008
134
jutnya dilakukan estimasi ADL ECM dengan simulasi pertama yaitu
memasukkan ECT tetapi tanpa variabel kurs, sehingga didapat-kan
hasil seperti pada persamaan 21.
DM2 = - 0.002147 ECTt-1 + 0.068736 DY + (-0.042568)
(0.599131)
0.004333 DINF - 0.145937DR (0.143676) (0.990927)
..(21)
R2 = 0.530476; DW = 1.615692;
JB(2) = 2.0294
Angka koreksi kesalahan (error correc-
tion term) atau ECTt-1 memiliki koefisien yang negatif yang
menunjukkan adanya penyesuaian menuju keseimbangan jangka panjang
(long run equilibrium) dengan nilai t-statistik yang tidak
signifikan. Koefisien ECT lebih kecil dari keseluruhan koefisien
masing-masing variabel. Hal ini menunjuk-kan kecepatan penyesuaian
menuju keseim-bangan jangka panjang lebih rendah dari kecepatan
penyesuaian pendapatan nasional (DY), inflasi (DINF) dan suku bunga
(DR).
Tanda pada regressor sesuai dengan hipotesis dimana pendapatan
nasional (LYR) memiliki tanda positif. Tingkat inflasi alamiah
(rate of inflation naturally) memiliki koefisien positif yang
dampaknya akan menambah tingkat keseimbangan permintaan uang M2 di
Indonesia ketika terjadi tingkat inflasi yang meningkat.
Simulasi yang kedua adalah dengan menghilangkan ECT dan variabel
kurs, didapatkan hasil estimasi seperti disajikan pada persamaan
22.
DM2 = 0.067259 DY + 0.004331 DINF + (0.624268) (1.004939)
0.145596DIR (22) (0.145767)
R2 = 0.530; DW = 1.61
Dari hasil estimasi di atas, dapat disim-
pulkan bahwa ketidakseimbangan jangka pendek (short run
disequilibrium) tidak ber-pengaruh pada angka koefisien yang
diesti-masi ketika kecepatan penyesuaian menuju keseimbangan jangka
panjang kecil (bisa dilihat angka koefisien ECT pada simulasi 1 di
atas yang sebesar -0.002). Hal ini bisa ditunjukkan koefisien
pendapatan nasional berubah dari 0.068 menjadi 0.067, koefisien
inflasi tidak berubah (0.00433) dan variabel suku bunga berubah
dari 0.145 menjadi 0.146.
Simulasi yang ketiga adalah dengan memasukkan ECT dan variabel
kelambanan kurs, didapatkan hasil estimasi sebagai berikut:
DM2 = - 0.008258 ECT + 0.079827 DY + (-0.202947) (0.862622)
0.218982 DXR + 0.012486 DINF (4.331162) (0.511945)
-0.015018DR .(23) (0.122563)
R2 =0.035; DW = 1.23
Dari hasil estimasi tersebut, ditemukan
bahwa nilai koefisien yang diestimasi tidak berubah banyak dari
hasil estimasi mula-mula. Nilai kelambanan dari variabel kurs DXR
signifikan. Hal ini menunjukkan
-
Etty Puji Lestari - Dampak Ketidakstabilan Nilai Tukar
Rupiah
135
masyarakat akan melakukan keseimbangan portofolionya dalam
mengalokasikan aset-asetnya utamanya dalam bentuk aset-aset luar
negeri (terutama dollar).
Dari hasil estimasi di atas diakui bahwa kemampuan nilai tukar
atau kurs dalam men-jelaskan variasi ketidakseimbangan jangka
pendek permintaan uang tidaklah terlalu efektif karena model ECM
nya sendiri tidak memberikan hasil yang signifikan. Kesim-pulan ini
sama dengan yang dikemukakan oleh Baba, et.al (1992) dan Morimune
dan Zhao (1997). Hubungan antara nilai tukar dan jumlah uang
beredar tergantung pada harapan (expectation) pemegang uang
sehingga sulit untuk mempertahankan hubu-ngan yang stabil antara
nilai tukar dan permintaan uang M2.
Dalam kondisi semacam ini, masyarakat Indonesia pada periode
penelitian cenderung berpendapat bahwa memegang uang bukan hanya
untuk tujuan transaksi, tetapi lebih kepada tujuan untuk
berjaga-jaga, bahkan tidak tertutup kemungkinan untuk motif
spekulasi. Selama masa krisis ini, mata uang asing khususnya dolar
menjadi salah satu alat bagi para pelaku ekonomi untuk menimbun
kekayaan bahkan mampu meningkatkan nilai atau harga assetnya
(kekayaan) terutama bagi para spekulan.
KESIMPULAN
Dari hasil analisis dapat ditarik tiga kesim-pulan sebagai
berikut:
1. Terdapat kondisi non stasionaritas terha-dap data time series
(runtun waktu) dalam periode penelitian sehingga menyebabkan
stabilitas ekonomi makro sulit dicapai.
2. Kecepatan penyesuaian menuju keseim-bangan di antara
variabel-variabel per-mintaan uang riil, pendapatan nasional, kurs,
inflasi dan suku bunga membutuh-kan waktu tiga kuartal dan tidak
ditemu-kan hubungan kausalitas dua arah di antara kelima variabel
yang dipakai dalam penelitian. Sementara itu dari impulse response
diketahui bahwa respon variabel M2 terhadap empat variabel lainnya
sangat fluktuatif terutama ketika variabel lain mengalami shock,
namun kondisi ini pada akhirnya akan kembali stabil.
3. Hubungan antara nilai tukar dan jumlah uang beredar di
Indonesia selama periode pengamatan tergantung pada harapan
(expectation) pemegang uang sehingga sulit untuk mempertahankan
hubungan yang stabil antara nilai tukar dan permin-taan uang M2.
Masyarakat Indonesia cenderung berpendapat bahwa meme-gang uang
bukan hanya untuk tujuan transaksi, tetapi lebih kepada tujuan
untuk berjaga-jaga, bahkan tidak tertutup kemungkinan untuk motif
spekulasi.
Dua kebijakan yang direkomendasikan antara lain pertama,
otoritas moneter diha-rapkan mampu mengontrol keberadaan
fak-tor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang termasuk kurs,
inflasi, suku bunga dan pendapatan nasional. Hal ini dilakukan agar
pertumbuhan permintaan uang dapat dilaku-kan dengan stabil. Saran
kedua, strategi dengan target nilai kurs layak dipertimbang-kan
terutama pada kondisi ketidakstabilan permintaan uang yang
diakibatkan oleh adanya kurs yang sangat fluktuatif. Target nilai
kurs merupakan target yang sederhana. Untuk itu keberadaan Bank
Sentral dibu-tuhkan untuk mempertahankan nilai tukar
-
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 2, Desember 2008
136
yang tetap agar mata uang dari negara yang banyak melakukan
perdagangan (baskets of trading partner currencies) terjaga tingkat
kestabilannya.
DAFTAR PUSTAKA Baba, Y., D.F. Hendry, dan R.M. Starr, 1992,
The Demand for M1 in the USA, 1960-1988. Review Economic
Studies. 59. 25-61.
Badan Pusat Statistik. 2003. Indikator Eko-nomi.
www.bps.go.id
Bank Indonesia. 1997. Laporan Tahunan Bank Indonesia.
www.bi.go.id
Bank Indonesia. 1999. Laporan Tahunan Bank Indonesia.
www.bi.go.id
Dickey, D.P., dan W.A., Fuller. 1981. Like-lihood Ratio
Statistics for Autoregres-sive Time Series with a Unit Root.
Econometrica (Journal). 49. 1057 1072.
Domowitz, I, dan Elbadawi. 1987. An Error Correction Approach to
Money De-mand: The Case of Sudan. Journal of Development Economics.
25.257-275.
Dutton, D.S dan Gramm, W.P. 1973. Trans-action Cost, The Wage
Rate dan The Demand for Money. American Eco-nomic Review. No. 63,
652-665
Greene, W.H. 2000. Econometric Analysis. Fourth Edition.
Prentice Hall
Gujarati, D., 2003. Basic Econometric. Fifth Edition. New
Jersey: McGraw-Hill, Inc.
Handoyo, R.D. (2002). Permintaan Uang M1 Asean-4, Singapura,
Thailand, Malaysia dan Indonesia, 1980.11999.4, Estimasi Data Non
Stasioner. Tesis. Universitas Gadjah Mada, tidak
dipublikasikan.
Hendry, D., dan Ericson N. 1991. Econome-tric Analysis U.K.
Money Demand in Monetary Trends in the United States and the United
Kingdom. The American Economic Review. 81. 1-80.
Insukindro. 1991. Regresi Linier Lancung dalam Analisis Ekonomi:
Suatu tinjauan dengan Studi Kasus Indonesia. Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Indonesia. 18-23.
Insukindro. 1998. Sindrum R2 dalam Analisis Regresi Linier
Runtun Waktu. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. 7, 1-17
Morimune, K dan Zhao,G.Q. 1997. Non Sta-tionary Estimation of
the Japanese Money Demand Function. Journal of Economic Research.
2.1-28
Wickens, M.R., dan Brusch T.S.1988. The Dynamics Specification,
The Long-run and Estimation of Transformed Regres-sion Models.
Economic Journal. 98. (Suplemen). 189-205.
-
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 9, No. 2, Desember 2008, hal.
137 - 155
ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI TERHADAP
PEREKONOMIAN JAWA TENGAH TAHUN 2000 DAN TAHUN 2004 (ANALISIS
INPUT OUTPUT)
Didit Purnomo 1 Devi Istiqomah 1
1 Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta E-mail:
[email protected]
ABSTRACT
This research aim to analyse role of industrial sector to other
economy sectors in Central Java and the role in Central Java
economy. Research method, which applied that, is Input Output
Analysis Model (Analysis I-O), accompanied by analysis of role of
production sector and output creator of Central Java economy,
backward and forward linkage index analysis, and key sector
analysis. Data which used that is I-O table of Central Java year
2000 and year 2004 with classification 19 sector is obtained from
Central Java BPS. Research result indicate that industrial sector
role is seen enough dominant in Central Java economy in the year
2000 and 2004. From the result, author suggests government so that
more give priority to industrial sectors that become key sector in
Central Java in the year 2000 and 2004. Keywords: backward and
forward linkage, key sector
PENDAHULUAN
Sejak terjadinya krisis ekonomi yang mulai dirasakan sejak bulan
Juni 1997, membuat pembangunan ekonomi di Indonesia menga-lami
stagnasi, bahkan di beberapa bidang mengalami kemunduran. Dalam
menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas, Indonesia
dituntut untuk siap bersaing dengan negara-negara lain. Agar bisa
ber-saing dengan negara lain, sebelumnya Indonesia harus
memantapkan terlebih dahulu perekonomian yang goncang akibat krisis
multidimensi yang berkepanjangan. Fundamental perekonomian yang
kuat akan meningkatkan kesiapan pemerintah dalam menghadapi era
globalisasi. Pembangunan
ekonomi secara nasional tidak bisa terlepas dari pembangunan
ekonomi secara regional.
Pada hakekatnya pembangunan regional merupakan pelaksanaan dari
pembangunan nasional pada wilayah tertentu yang disesuai-kan dengan
kemampuan fisik, sosial ekonomi regional tersebut, serta harus
tunduk pada peraturan tertentu. Demi keberhasilan pem-bangunan
ekonomi regional itulah, maka pemerintah memberlakukan otonomi
daerah.
Otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonomi untuk
mengatur dan mengu-rus kepentingan masyarakat setempat menu-rut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Ini karena daerah
akan diberi peran yang lebih besar melalui penyerahan
-
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 2, Desember 2008
138
semua urusan pemerintahan serta sumber-sumber keuangannya,
kecuali kewenangan dalam politik politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama dan perencanaan
sosial. Ketidakmam-puan keuangan pusat akibat krisis ekonomi,
mengakibatkan daerah diberikan wewenang untuk mencari sumber-sumber
pendapatan dan mengurus kebutuhan sendiri agar beban pusat menjadi
berkurang.
Menurut Kamaluddin (1987:46), maksud dan tujuan yang hakiki dari
otonomi daerah dan desentralisasi daerah adalah:
1. Mengurangi beban pemerintah pusat dan campurtangannya tentang
masalah-masa-lah tingkat lokal atau daerah di samping itu memberi
peluang untuk koordinasi pelaksanaan pada tingkat lokal
tersebut.
2. Meningkatkan pengertian serta dukungan pusat dalam kebutuhan
usaha pemba-ngunan daerah.
3. Penyusunan program-program pemba-ngunan untuk perbaikan dan
penyempur-naan sosial ekonomi pada tingkat lokal akan menjadi
realistis.
4. Melatih dan mengajar masyarakat untuk bisa mengatur dan
mengatur rumah tangganya.
5. Terciptanya pembinaan dan pengem-bangan daerah dalam rangka
kesatuan nasional.
Di era otonomi daerah ini setiap wilayah atau daerah dituntut
untuk bisa mencari, mengelola dan mengidentifikasi kemampuan daerah
bersangkutan. Untuk itu perlu adanya perencanaan pembangunan yang
tepat dengan memperhatikan potensi ekonomi yang dimilikinya.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tahun 2005 yang ditunjukkan oleh
laju per-
tumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga
konstan 2000, semakin membaik dari tahun sebelumnya, yaitu 5,35
persen (2004 = 5,13%). Hal cukup beralasan mengingat kondisi
perekonomian relatif terus membaik selama tahun 2001 sampai tahun
2005.
Sedangkan, saat ini perekonomian Pro-vinsi Jawa Tengah terus
mengalami pertum-buhan, yaitu pada tahun 2003 (4,98 persen), tahun
2004 (5,13 persen) dan tahun 2005 (5,43 persen). Pertumbuhan
ekonomi Pro-vinsi Jawa Tengah mengandalkan berbagai sektor antara
lain Pertanian (5,33 persen), Pertambangan (2,73 persen), Industri
(6,41 persen), Listrik, Gas, dan Air Bersih (8,65 persen), Gedung
(7,84 persen), Perdagangan, Hotel, dan Restoran (2,63 persen),
Trans-portasi dan Komunikasi (4,67 persen), Keuangan (2,67 persen),
dan Jasa (5,58 persen). Sebagai cara untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi yang signifikan, menciptakan lapangan kerja, mengurangi
kemiskinan, dan meningkatkan kesejahteraan penduduk, Pemerintah
Daerah Provinsi Jawa Tengah mentargetkan komposisi investasi dari
Pemerintah Daerah sebesar 25 persen dan investasi swasta sebesar 75
persen (BPS Jawa Tengah, 2006).
Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan dan daerah,
khususnya pemba-ngunan ekonomi di Jawa Tengah dan untuk dapat
memanfaatkan sumberdaya ekonomi daerah secara optimal, maka
pembangunan daerah dapat disusun menurut tujuan antar sektor.
Perencanaan sektoral dimaksudkan untuk pengembangan sektor-sektor
tertentu disesuaikan dengan keadaan dan potensi masing-masing
sektor dan juga tujuan pem-bangunan yang ingin dicapai.
-
Didit dan Devi Analisis Peranan Sektor Industri
139
Dengan menggunakan Tabel Input-Output (I-O) Jawa Tengah tahun
2000 dan 2004 akan dijabarkan sektor-sektor yang menjadi sektor
industri di Jawa Tengah. Selanjutnya diharapkan dapat dipakai
sebagai informasi yang komprehensif agar tepat guna dan tepat
sasaran bagi perekonomian Jawa Tengah.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah
daerah mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada membentuk suatu
pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk
menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut
(Arsyad, 1999)
Untuk mempercepat pengembangan per-ekonomian daerah, maka perlu
memperbesar penanaman investasi pada lapangan usaha yang memiliki
keterkaitan yang besar terhadap lapangan usaha lainnya. Dengan
demikian akan dapat mendorong lapangan usaha lainnya yang mendukung
lapangan usaha yang dijadikan kunci atau leading tersebut, sehingga
akan bisa meningkatkan produksi regional secara keseluruhan melalui
dampak multipliernya. (Ropingi dan Dany Artanto, 2002).
Industrialisasi merupakan suatu proses interaksi antara
pengembangan teknologi, inovasi spesialisasi, dalam produksi dan
perdagangan antarnegara yang pada akhirnya sejalan dengan
peningkatan pendapatan perkapita mendorong perubahan struktur
ekonomi. Industrialisasi sering juga diartikan sebagai suatu proses
modernisasi ekonomi yang mencakup semua sektor ekonomi yang
mencakup semua ekonomi yang ada yang terkait langsung maupun tidak
langsung dengan industri manufaktur. Walaupun
sangat penting bagi kelangsungan pertum-buhan ekonomi,
industrialisasi itu sendiri bukan tujuan akhir, melainkan hanya
merupakan salah satu strategi yang harus ditempuh untuk mendukung
proses pemba-ngunan ekonomi guna mancapai tingkat pendapatan
perkapita yang tinggi (Tambu-nan, 2001)
Industri mempunyai peranan sebagai sektor pemimpin maksudnya
dengan adanya pembangunan industri maka akan memacu dan mengangkat
pembangunan sektor-sektor lainnya seperti sektor pertanian dan
jasa. Sebagai misal pertumbuhan sektor industri yang pesat akan
merangsang pertumbuhan sektor pertanian untuk menyediakan bahan-
bahan baku bagi suatu industri. Dengan adanya industri tersebut
memungkinkan juga berkembangnya sektor jasa.
Menurut Hirschman, pertumbuhan yang cepat dari satu atau
beberapa industri men-dorong perluasan industri-industri lainnya
yang terkait dengan sektor industri yang tumbuh lebih dulu. Dalam
sektor produksi mekanisme pendorong pembangunan (in-ducement
mechanisme) yang tercipta sebagai akibat dari adanya hubungan
antara berbagai industri dalam menyediakan barang-barang yang
digunakan sebagai bahan mentah bagi industri lainnya, dibedakan
menjadi dua macam yaitu pengaruh keterkaitan ke be-lakang (backward
linkage effect) dan penga-ruh keterkaitan ke depan (forward linkage
effect). Pengaruh keterkaitan ke belakang maksudnya tingkat
rangsangan yang dicipta-kan oleh pembangunan suatu industri
terha-dap perkembangan industri lainnya. Sedang-kan pengaruh
keterkaitan ke depan adalah tingkat rangsangan yang dihasilkan oleh
in-dustri yang pertama bagi input mereka (Arsyad, 1999).
-
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 2, Desember 2008
140
METODE PENELITIAN
Data dan Sumber Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yaitu Tabel Input Output perekonomian Jawa Tengah tahun 2000 dan
Tahun 2004. Tabel input output disajikan dalam bentuk matriks yang
diklasifikasikan menjadi 19 sektor perekono-mian. Data tabel input
output perekonomian Jawa Tengah tahun 2000 dan tahun 2004 diperoleh
dari Badan Pusat Statistik Jawa Tengah dan dari instansi terkait
lainnya.
Metode dan Alat Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Model Input-Output. Model input-output pertama kali dikembang-kan
oleh Wassily Leontief pada tahun 1930-an. Idenya sangat sederhana
namun mampu menjadi salah satu alat analisis yang ampuh dalam
melihat hubungan antarsektor dalam perekonomian (Nazara, 1997:48).
Komponen yang paling penting dalam analisis input out-put adalah
inverse matriks tabel input output, yang sering disebut sebagai
inverse Leontif (Miller, 1999:15). Matriks ini mengandung informasi
penting tentang bagaimana kenaik-an produksi dari suatu sektor
(industri) akan menyebabkan berkembangnya sektor-sektor lainnya.
Matriks kebalikan Leontif merang-kum seluruh dampak dari perubahan
produk-si suatu sektor terhadap total produksi sektor-sektor lainya
ke dalam koefisien-koefisien yang disebut sebagai multiplier (ij).
Multi-plier ini adalah angka-angka yang terlihat di dalam matriks
(1-A)-1. Adapun analisis yang akan dihitung dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Analisis Keterkaitan ke Depan. b. Analisis Keterkaitan ke
Belakang. c. Analisis Sektor Kunci Menggunakan
Forward dan Backward Process.
Konsep Dasar Input Output
Jhingan (1996:751) menyebutkan bahwa analisis input output juga
merupakan variasi terbaik keseimbangan umum yang mempu-nyai tiga
unsur utama. Pertama, melalui analisis input output memusatkan
perhatian-nya pada perekonomian dalam keadaan seimbang. Kedua,
tidak memusatkan perha-tian pada analisis permintaan tetapi masalah
teknis produksi. Ketiga, analisis ini didasar-kan pada penelitian
empiris.
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan model
input output. Pertama, melalui model ini dapat diperkirakan dampak
permintaan akhir terha-dap output, nilai tambah, impor, penerimaan
pajak dan kesempatan kerja yang ditawarkan diberbagai sektor
produksi yang ada. Kedua, sektor-sektor yang pengaruhnya paling
dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang paling
peka terhadap perekonomian dapat diketahui melalui anali-sis input
output. Ketiga, model input output juga dapat digunakan untuk
melihat kompo-sisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa,
terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan
subtitusi-nya. Keempat, dengan menggunakan model ini dapat dilihat
konsistensi dan kelemahan berbagai data statistik yang pada
gilirannya dapat dijadikan sebagai landasan perbaikan,
penyempurnaan dan pengembangan lebih lanjut. Kelima, penyusunan
proyeksi varia-bel-variabel ekonomi makro dapat dilakukan dengan
memanfaatkan model input output. Keenam, model ini berguna dalam
mengana-
-
Didit dan Devi Analisis Peranan Sektor Industri
141
lisis perubahan harga yang dapat ditinjau dari pengaruh secara
langsung dan tidak langsung dalam perubahan harga input terhadap
harga output (Tabel Input Output Indonesia, 2000:5).
Suatu tabel input output menyajikan informasi tentang transaksi
barang dan jasa yang terjadi pada semua sektor yang ada dalam
perekonomian, dengan bentuk penya-jian berupa matriks. Dalam suatu
Tabel Input Ouput yang bersifat terbuka dan statis, transaksi yang
digunakan dalam penyusunan tabel input output harus memenuhi tiga
asumsi dasar, yaitu (Tabel Input Output Indonesia, 2000:3):
1. Keseragaman (homogeneity), yaitu asum-si bahwa setiap sektor
ekonomi hanya memproduksi satu jenis barang dan jasa dengan susunan
input tunggal (seragam) dan tidak ada subtitusi otomatis terhadap
input dari sektor yang berbeda.
2. Kesebandingan (proportionality), yaitu asumsi bahwa hubungan
antara input dan ouput pada setiap sektor produksi meru-pakan
fungsi linier, artinya kenaikan dan penurunan output suatu sektor
akan sebanding dengan kenaikan dan penurun-an input dari sektor
yang bersangkutan.
3. Penjumlahan (additivity), yaitu asumsi
bahwa total efek dari kegiatan produksi di berbagai sektor
merupakan penju-mlahan dari efek pada masing- masing kegiatan.
Berdasarkan asumsi tersebut, maka tabel input output sebagai
model kuantitatif memi-liki keterbatasan, yaitu bahwa koefisien
input atau koefisien teknis diasumsikan tetap (konstan) sepanjang
periode analisis atau proyeksi. Maka produsen tidak dapat
menye-suaikan perubahan-perubahan inputnya atau mengubah proses
produksi. Karena koefisien teknis dianggap konstan, maka teknologi
yang digunakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam proses produksi pun
dianggap konstan. Akibatnya perubahan kuantitas dan harga input
akan selalu sebanding dengan peruba-han kuantitas dan harga output.
Walaupun mengandung keterbatasan, model input ouput tetap merupakan
alat analisis ekonomi yang lengkap dan komprehensip (Tabel I-O
Indonesia, 2000:3).
Pada Tabel 1 disajikan contoh Tabel I-O untuk sistem
perekonomian yang terdiri dari tiga sektor produksi yaitu sektor 1,
2, dan 3.
Dari gambaran tersebut tampak bahwa penyusunan angka-angka dalam
bentuk matriks memperlihatkan suatu jalinan yang saling kait dari
berbagai kegiatan antarsektor. Sebagai ilustrasi dapat diamati
proses
Tabel 1. Bagan Tabel Input Output Sistem Perekonomian dengan
Tiga Sektor Produksi
Permintaan Antara Sektor Produksi Alokasi Output Input
Antara 1 2 3
Permintaan Akhir
Jumlah Output
1 X11 X12 X13 F1 X1 2 X21 X22 X23 F2 X2
Input Antara
Sektor Produksi
3 X31 X32 X33 F3 X3 Input Primer V1 V2 V3 Jumlah Input X1 X2
X3
-
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 2, Desember 2008
142
pengalokasian output pada Tabel 1 Output sektor 1 pada tabel
tersebut adalah sebesar X1 dan didistribusikan sepanjang baris
sebesar X11, X12, dan X13 masing-masing untuk memenuhi permintaan
antara sektor 1, 2, dan 3, sedangkan sisanya sebesar F1 digunakan
untuk memenuhi permintaan akhir.
Begitu juga dengan output sektor 2 dan 3 masing-masing sebesar
X2 dan X3, dapat dilihat dengan cara yang sama dalam proses
pengalokasian output sektor 1 (Tabel I-O DKI Jakarta, 2000:65).
Cara Perhitungan
X11 + Xi2 + ... + X1j ... + X1n + F1 + E1 = X1 + M1
X21 + X22 + ... + X2j ... + X2n + F2 + E2 = X2 + M2
Xi1 + Xi2 + ... + Xij ... + Xin + Fi + Ei = Xi + M3 .... ....
....
Xn1 + Xn2 + .... + XnJ + ... + Xnn + Fn + En = Xn + Mn .(1)
Di sini Xij adalah jumlah output sektor i yang diminta sektor j
sebagai input bagi produksi output sektor j (permintaan antara), Fi
adalah permintaan akhir domestik terhadap output sektor i, Ei
adalah ekspor atau permintaan akhir luar negeri atau daerah, Xi
adalah total sektor i dan Mi adalah jumlah sektor i. Dengan
mensubstitusikan Xij maka persamaan (1) di atas akan menjadi:
a11X1 + a12X2 + ... + a1j Xj ... + a1n Xn + F1 + E1 = X1 + M1
a21X1 + a22X2 + ... + a2j Xj ... + a2n Xn + F2 + E2 = X2 + M2 ai1X1
+ ai2 X2 + ... + aij Xj ... + ain Xn + Fi + Ei = Xi + Mi .... ....
....
An1X1 + an2X2 + ... + anj Xj ... + ann Xn + Fn + En = Xn + Mn
.(2)
Persamaan (2) disederhanakan ke dalam persamaan matriks menjadi
sebagai berikut:
Ax + F + E =X + M .(3)
dimana
A disebut matriks koefisien teknologi, matrik yang menunjukkan
technological input struc-ture antarsektor perekonomian aij dibaca
sebagai jumlah output sektor i yang dibutuh-kan sektor j untuk
memproduksi satu unit output sektor j (Xij/Xj).
Persamaan (3) di atas adalah persamaan identitas untuk analisis
input output dengan perlakuan impor secara kompetitif. Impor setiap
sektor ekonomi dianggap proporsional terhadap tingkat konsumsi
domestik terhadap output sektor tersebut. Misalnya ditentukan
proporsi ini sebagai koefisien import, maka koefisien suatu sektor
ekonomi dapat dihi-tung sebagai berikut:
akhir permintaan antara permintaanimpor
+=
atau
F XM
ij +
= sehingga ( )FXiji +=
-
Didit dan Devi Analisis Peranan Sektor Industri
143
Dengan demikian persamaan AX + F + E = X + M dapat diubah
menjadi:
X = AX + F + E AX F ..........(4)
Selanjutnya suku yang mengandung X dipindahkan ke sebelah kiri
tanda persa-maan, menjadi:
X AX + AX = F F + E ..........(5)
[I (I ) A]X = (I ) F + E .......(6) Maka X dalam persamaan (4)
di atas berubah menjadi:
X = [I (I )A]-1[(I )F + E] ...........(7)
X = [I (I )A]-1 adalah invers yang digunakan dalam analisis
seperti diketahui dari persamaan (7) persamaan ini terbentuk dari
dua bagian:
X = [I (I )A]-1 (I )F, tanpa dengan ekspor ..........(8)
X = [I (I )A]-1 E, hanya ekspor ... (9)
X = AX + F + E .........(10)
Selanjutnya suku yang mengandung matriks X dipindahkan ke
sebelah kiri tanda persamaan:
X AX = F + E ..........(11)
(I A)X = F + E ..........(12)
Maka X dalam persamaan (4) berubah men-jadi:
X = (I A)-1 (F + E) ..........(13)
(I A)-1 adalah invers matriks leontief, (I A)-1 F adalah output
yang disebabkan oleh domestik (Final Demand) dan (I A)-1 E adalah
output yang disebabkan oleh ekspor (Foreign Final Demand). Domestik
Final Demand biasanya terdiri dari elemen kon-sumsi rumah tangga,
pengeluaran pemerin-tah, dan investasi. Matriks Inverse Leontief
sering dilambangkan sebagai B, dengan ele-men matriknya bij dibaca
sebagai besarnya output sektor i yang disebabkan oleh per-mintaan
di sektor j sebesar satu unit.
Analisis Data dengan Matriks Inverse Leontief
1. Analisis Indeks Total Keterkaitan
Indeks total keterkaitan digunakan sebagai dasar perumusan
strategi pembangunan eko-nomi dengan melihat keterkaitan antar
sektor dalam suatu sistem perekonomian. Menurut Rasmussen indeks
total keterkaitan meliputi indeks total keterkaitan ke belakang dan
indeks total keterkaitan ke depan. Indeks total keterkaitan ke
belakang suatu industri atau suatu sektor menunjukkan hubungan
keterkaitan tentang pengaruh yang ditimbul-kan oleh satu unit
permintaan akhir pada sektor tersebut terhadap total pembelian
input semua sektor di dalam suatu perekonomian.
Indeks total keterkaitan ke depan menunjukkan hubungan
keterkaitan tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit
permintaan akhir suatu sektor terhadap total penjualan output semua
sektor di dalam suatu perekonomian.
2. Indeks Total Keterkaitan ke Belakang
Konsep ini diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk
meningkatkan pertumbuh-an industri hulunya. Indeks total
keterkaitan
-
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 2, Desember 2008
144
ke belakang disebut juga sebagai indeks daya penyebaran (power
of dispersion) yang digu-nakan untuk mengukur kaitan ke belakang.
Rumus untuk mencari nilai indeks total keterkaitan ke belakang
yaitu:
= =
=
= n
1i
n
1jij
n
1iij
j
bnBL
dimana:
BLj = indeks total keterkaitan ke belakang sektor j
ij = unsur matriks kebalikan Leontief
Besaran BLj dapat mempunyai nilai sama dengan 1, lebih besar 1
atau lebih kecil 1. Bila BLj = 1 hal tersebut berarti bahwa daya
penyebaran sektor j sama dengan rata-rata penyebaran seluruh sektor
ekonomi. Bila BLj > 1 hal tersebut berarti daya penyebaran
sektor j berada di atas rata-rata daya penye-baran seluruh sektor
ekonomi. Sebaliknya, bila BLj < 1 hal tersebut berarti bahwa
daya penyebaran sektor j lebih rendah dari rata-rata daya
penyebaran seluruh sektor ekono-mi.
3. Indeks Total Keterkaitan ke Depan
Konsep ini diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk
mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai
input dari sektor ini. Total keterkaitan ke depan disebut juga
sebagai indeks derajat kepekaan (degree of sensitivity) yang
diguna-kan untuk mengukur kaitan ke depan. Rumus untuk mencari
nilai indeks total keterkaitan ke depan yaitu:
= =
=
= n
1i
n
1jij
n
1ij
i
aXvn
FL
dimana:
FLi = indeks total keterkaitan ke depan sektor i
ij = unsur matriks kebalikan Leontief
Nilai FLi dapat bernilai sama dengan 1, lebih besar 1 atau lebih
kecil 1. Bila FLi = 1 hal tersebut berarti bahwa derajat kepekaan
sektor I sama dengan rata-rata derajat kepekaan seluruh sektor
ekonomi. Bila Fli > 1 hal tersebut berarti derajat kepekaan
sektor i lebih tinggi dari derajat kepekaan seluruh sektor ekonomi.
Sebaliknya, bila FLi < 1 hal tersebut berarti bahwa derajat
kepekaan sektor i dibawah rata-rata derajat kepekaan seluruh sektor
ekonomi.
4. Analisis Sektor Kunci Menggunakan Forward dan Backward
Process
Dari analisis I-O dapat dilihat sektor-sektor kunci yang
memiliki backward linkages (keterkaitan ke belakang) atau disebut
juga derajat kepekaan yang tinggi dan forward linkages (keterkaitan
ke depan) atau daya sebar yang tinggi. Sektor yang mempunyai daya
penyebaran tinggi menunjukan sektor tersebut mempunyai daya dorong
yang cukup kuat dibandingkan sektor lainnya. Sedangkan sektor yang
mempunyai derajat kepekaan yang tinggi menunjukkan bahwa sektor
tersebut mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sektor lain.
Sektor kunci didefinisikan sebagai sektor yang memegang peranan
penting dalam menggerakkan roda perekonomian dan ditentukan
berdasarkan
-
Didit dan Devi Analisis Peranan Sektor Industri
145
indeks total keterkaitan ke belakang dan ke depan. Sektor kunci
adalah sektor yang memiliki indeks total keterkaitan ke belakang
dan ke depan lebih besar dari satu.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis Indeks Keterkaitan Ke Depan
Indeks total keterkaitan ke depan yang memiliki nilai lebih
besar dari satu menun-jukkan bahwa sektor tersebut mempunyai
kemampuan yang kuat untuk mendorong pertumbuhan output industri
hilirnya atau dengan kata lain kemampuan sektor tersebut untuk
mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai
input dari sektor ini. Output yang dihasilkan oleh sektor tersebut
merupakan komoditi intermedier, dalam artian merupakan bahan baku
bagi industri-industri dan sektor-sektor perekono-mian lainnya.
Nilai tersebut juga menunjuk-kan besarnya peranan sektor industri
tersebut dalam mendorong pertumbuhan perekono-mian di Jawa Tengah.
Dari hasil olah data tabel Input Output Jawa Tengah Tahun 2000 maka
dapat diperoleh indeks derajat kepeka-an atau indeks keterkaitan ke
depan. Dalam
Tabel 2 menyajikan tujuh sektor yang memi-liki nilai indeks
total keterkaitan ke depan terbesar berdasarkan tabel input output
Jawa Tengah Tahun 2000.
Dari hasil olahan data tabel input output Jawa Tengah tahun
2000, sektor industri lainnya memiliki nilai indeks paling besar
yaitu dengan nilai 3,14516. Nilai tersebut menunjukkan bahwa bila
terjadi kenaikan permintaan akhir atas sektor-sektor lain sebe-sar
satu unit maka sektor industri lainnya akan mengalami peningkatan
output sebesar 3,14516 unit. sektor industri makanan, minuman dan
tembakau sebesar 1,24356, sektor industri pengilangan minyak
1,00214. Sedangkan sektor lainnya hanya pelengkap yaitu sektor
pertambangan dan penggalian yang memiliki nilai indeks total
keterkaitan ke depan atau indeks daya kepekaan sebesar 1,40276,
sektor perdagangan dengan nilai 1,26291, sektor lembaga keuangan,
real estate dan jasa perdagangan sebesar 1,06582 dan sektor
pengangkutan dan komunikasi sebesar 1,00164. Output yang dihasilkan
oleh sektor tersebut merupakan komoditi interme-dier, dalam artian
merupakan bahan baku bagi industri-industri dan sektor-sektor
per-ekonomian lainnya.
Tabel 2. Tujuh Sektor dengan Indeks Total Keterkaitan Ke Depan
Terbesar Menurut Tabel Input Output Tahun 2000
No Kode I-O Sektor Indeks DK 1 9 Industri lainnya 3,14516 2 7
Pertambangan dan penggalian 1,42076 3 13 Perdagangan 1,26291 4 8
Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau 1,24356 5 16 Lembaga
Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan 1,06582 6 10 Industri
Pengilangan Minyak 1,00214 7 15 Pengangkutan dan Komunikasi
1,00164
Sumber: Tabel Input Output Jawa Tengah Tahun 2000, diolah.
-
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 2, Desember 2008
146
Sedangkan dari hasil olahan data tabel input output Jawa Tengah
tahun 2004, juga dapat diperoleh indeks derajat kepekaan atau
indeks keterkaitan ke depan yang disajikan dalam Tabel 3.
Dari hasil olah data tabel input output Jawa Tengah tahun 2004,
sektor industri lainnya yang memiliki nilai indeks total
keterkaitan ke depan atau indeks daya kepe-kaan sebesar 1,98493,
selanjutnya sektor industri makanan, minuman dan tembakau dengan
nilai 1,17136 maka sektor industri pada tahun 2004 mengalami
penurunan. Sedangkan sektor lainnya yang sebagai pelengkap yaitu
sektor pertambangan dan penggalian memiliki nilai indeks paling
besar yaitu dengan nilai 4,07757. Nilai tersebut menunjukkan bahwa
bila terjadi kenaikan permintaan akhir atas sektor-sektor lain
sebe-sar satu unit maka sektor pertambangan dan penggalian akan
mengalami peningkatan out-put sebesar 4,07757 unit dan sektor
perdaga-ngan sebesar 1,39055. Dimana semua sektor-sektor tersebut
yang memiliki nilai indeks total keterkaitan ke depan lebih besar
dari satu merupakan sektor-sektor yang mampu meningkatkan
pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang menggunakan input dari
sektor ini.
Dari hasil olahan tabel input-output Jawa Tengah tahun 2000 dan
2004, terlihat sektor
industri yang mempunyai indeks total keter-kaitan ke depan pada
tahun 2004 menurun dari tahun 2000. Di tahun 2000 terdapat tujuh
sektor yang mempunyai indeks keterkaitan ke depan atau derajat
kepekaan, antara lain sektor Industri lainnya, sektor pertambangan
dan penggalian, sektor perdagangan, sektor industri makanan,
minuman dan tembakau, sektor, lembaga keuangan, real estate dan
jasa perusahaan, sektor industri pengilangan minyak dan sektor
pengangkutan dan komu-nikasi. Sedangkan pada tahun 2004, hanya
terdapat empat sektor yang mempunyai derajat kepekaan lebih dari
satu yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri
lainnya, industri makanan minuman dan tembakau dan sektor
perdagangan. Selanjut-nya sektor industri lainnya pada tahun 2000
mempunyai nilai 3,14516 dan menurun secara tajam pada tahun 2004
manjadi 1,98493. Sektor industri Makanan, Minuman dan Tembakau pada
tahun 2000 sebesar 1,24356 dan pada tahun 2004 meningkat menjadi
1,17136. Industri Pengilangan Minyak pada tahun 2004 tidak
mempunyai indeks derajat kepekaan yang tinggi.
Pada Tabel 4 disajikan hasil indeks keterkaitan ke depan pada
tahun 2000 dan 2004 sebagai perbandingan.
Tabel 3. Empat Sektor dengan Indeks Total Keterkaitan Ke Depan
Terbesar Menurut Tabel Input Output Tahun 2004
No Kode I-O Sektor Indeks DK 1 7 Pertambangan dan Penggalian
4,07757 2 9 Industri lainnya 1,98493 3 8 Industri Makanan, Minuman,
dan Tembakau 1,17136 4 13 Perdagangan 1,39055
Sumber: Tabel Input Output Jawa Tengah Tahun 2004, diolah
-
Didit dan Devi Analisis Peranan Sektor Industri
147
Hasil Analisis Indeks Keterkaitan ke Belakang
Indeks total keterkaitan ke belakang yang memiliki nilai lebih
besar dari satu tersebut menunjukkan bahwa sektor-sektor industri
mempunyai kemampuan yang kuat untuk menarik pertumbuhan output
sektor hulunya. Nilai indeks lebih besar dari satu menunjukkan daya
penyebaran di sektor industri berada di atas rata-rata daya
penye-baran seluruh sektor perekonomian di Jawa Tengah. Dari hasil
olah data tabel Input Output Jawa Tengah Tahun 2000 maka dapat
diperoleh indeks daya penyebaran atau indeks keterkaitan ke
belakang seperti yang disajikan dalam Tabel 5.
Sektor industri lainnya merupakan sektor yang memiliki nilai
indeks keterkaitan ke belakang yang paling tinggi yaitu sebesar
1,65850, artinya apabila terjadi kenaikan permintaan akhir terhadap
sektor industri lainnya sebesar satu unit maka untuk sektor-sektor
ekonomi lainnya yang ada di Jawa Tengah akan mengalami pertumbuhan
output sebesar 1,65850 unit. Begitu juga dengan sektor-sektor
industri lain yang memiliki
Tabel 4. Indeks Total Keterkaitan Ke Depan Terbesar Menurut
Tabel Input Output Tahun 2000 dan 2004
2000 2004
No Kode I-O
Sektor Indeks DK No Kode I-O
Sektor Indeks DK
1 9 Industri lainnya 3,14516
1 7 Pertambangan dan Penggalian
4,07757
2 7 Pertambangan dan Penggalian 1,42076 2 9 Industri Lainnya
1,98493 3 13 Perdagangan 1,26291 3 8 Industri Makanan,
Minuman, dan Tembakau
4 8 Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau
1,24356 4 13 Perdagangan
5 16 Lembaga Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan
1,06582
6 10 Industri Pengilangan Minyak 1,00214 7 15 Pengangkutan dan
Komunikasi 1,00164
Sumber: Tabel Input Output Jawa Tengah Tahun 2000 dan 2004,
diolah.
Tabel 5. Delapan Sektor dengan Indeks Total Keterkaitan Ke
Belakang Terbesar Menurut Tabel Input Output Tahun 2000
No Kode I-O Sektor Indeks DP 1 9 Industri Lainnya 1,65850 2 12
Bangunan 1,30056 3 11 Listrik, Gas, dan Air Minum 1,26897 4 8
Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau 1,22679 5 14 Restoran dan
Hotel 1,20395 6 10 Industri Pengilangan Minyak 1,16144 7 18
Jasa-jasa 1,03612 8 15 Pengangkutan dan Komunikasi 1,01495
-
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 2, Desember 2008
148
nilai indeks keterkaitan ke belakang yang lebih besar dari satu
antara lain sektor sektor industri makanan, minuman dan tembakau
sebesar 1,22629, sektor industri pengilangan minyak sebesar
1,16144. Sektor industri yang mempunyai daya penyebaran tinggi
menunjukan sektor tersebut mempunyai daya dorong yang cukup kuat
dibandingkan sektor lainya.
Berdasarkan Tabel 6 maka peranan sektor industri terhadap sektor
perekonomian terlihat dominan pada perekonomian Jawa Tengah. Semua
kelompok sektor industri Pada tahun 2000 yaitu sektor industri
makan-an, minuman dan tembakau, sektor industri lainnya, sektor
industri pengilangan minyak kesemuanya menjadi sektor unggulan.
Sektor-sektor industri inilah yang memegang peranan penting dalam
menggerakkan roda perekonomian Jawa Tengah pada tahun 2000. Sektor
industri makanan, minuman dan tembakau memiliki nilai indeks daya
penye-baran sebesar 1,22629 dan nilai indeks daya kepekaan sebesar
1,24356. Besaran tersebut menunjukkan apabila terjadi kenaikan
per-mintaan akhir terhadap sektor industri makanan. minuman dan
tembakau sebesar satu unit maka sektor-sektor ekonomi lainnya yang
ada di Jawa Tengah akan mengalami peningkatan output sebesar
1,22629 unit. Sebaliknya, apabila terjadi kenaikan permin-taan
akhir atas sektor-sektor ekonomi lainnya sebesar satu unit maka
sektor industri maka-
nan, minuman dan tembakau akan mengala-mi peningkatan output
sebesar 1,24356 unit. Selanjutnya industri lainnya yang memiliki
nilai indeks daya penyebaran sebesar 1,65850 dan nilai indeks daya
kepekaannya sebesar 3,14516. Nilai kedua indeks pada sektor
industri lainnya ini menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan
permintaan akhir terhadap sektor industri lainnya sebesar satu unit
maka sektor-sektor ekonomi lainnya yang ada di Jawa Tengah akan
mengalami peningkatan output sebesar 1,65850 unit. Sebaliknya,
apabila terjadi kenaikan permin-taan akhir atas sektor-sektor
ekonomi lainnya sebesar satu unit maka sektor listrik dan gas akan
mengalami peningkatan output sebesar 3,14516 unit. Selanjutnya,
industri pengila-ngan minyak yang memiliki nilai indeks daya
penyebaran sebesar 1,11644 dan nilai indeks daya kepekaannya
sebesar 1,00214. Nilai kedua indeks pada sektor industri
pengila-ngan minyak ini menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan
permintaan akhir terhadap sektor industri pengilangan minyak
sebesar satu unit maka sektor-sektor ekonomi lainnya yang ada di
Jawa Tengah akan mengalami peningkatan output sebesar 1,11644 unit.
Sebaliknya, apabila terjadi kenaikan permin-taan akhir atas
sektor-sektor ekonomi lainnya sebesar satu unit maka sektor
industri pengi-langan minyak akan mengalami peningkatan output
sebesar 1,00214 unit.
Tabel 6. Sektor Industri Perekonomian Jawa Tengah Menurut Tabel
Input Output Jawa Tengah Tahun 2000
No Kode I-O Sektor Indeks DK Indeks DP
1 8 Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau 1,24356 1,22629 2 9
Industri lainnya 3,14516 1,65850 3 10 Industri Pengilangan Minyak
1,00214 1,16144
Sumber: Tabel Input Output Jawa Tengah Tahun 2000, diolah.
-
Didit dan Devi Analisis Peranan Sektor Industri
149
Berdasarkan Tabel 7 hanya terdapat dua sektor perekonomian yang
menjadi sektor industri perekonomian Jawa Tengah pada tahun 2004
yaitu sektor indutri makanan, minuman dan tembakau, dan sektor
industri lainnya. Sektor-sektor inilah yang memegang peranan
penting dalam menggerakkan roda perekonomian Jawa Tengah pada tahun
2004. Sektor industri makanan, minuman dan tembakau memiliki nilai
indeks daya penyebaran sebesar 1,20178 dan nilai indeks daya
kepekaan sebesar 1,17136. Besaran tersebut menunjukkan apabila
terjadi kenaikan permintaan akhir terhadap sektor industri makanan,
minuman dan tembakau sebesar satu unit maka sektor-sektor ekonomi
lainnya yang ada di Jawa Tengah akan mengalami peningkatan output
sebesar 1,20178 unit. Sebaliknya, apabila terjadi kenaikan
permintaan akhir atas sektor-sektor ekonomi lainnya sebesar satu
unit maka sektor indutri makanan, minuman dan tembakau akan
mengalami peningkatan output sebesar 1,17136 unit. Selanjutnya
industri lainnya yang memiliki nilai indeks daya penyebaran sebesar
1,42724 dan nilai indeks daya kepekaannya sebesar 1,98493. Nilai
kedua indeks pada sektor industri lainnya ini menunjukkan bahwa
apabila terjadi kenaikan permintaan akhir terhadap sektor industri
lainnya sebesar satu unit maka sektor-sektor ekonomi lainnya yang
ada di Jawa Tengah akan mengalami peningkatan output sebesar
1,98493 unit. Sebaliknya,
apabila terjadi kenaikan permintaan akhir atas sektor-sektor
ekonomi lainnya sebesar satu unit maka sektor listrik dan gas akan
mengalami peningkatan output sebesar 1,42724 unit. Sedangkan sektor
industri pengilangan minyak pada tahun 2004 tidak menjadi sektor
kunci. Dalam pembangunan di Jawa Tengah untuk memacu pertumbuhan
ekonomi di Jawa Tengah, maka sektor-sektor tersebut layak untuk
diprioritaskan. Hal ini dikarenakan sektor-sektor tersebut memiliki
daya dorong yang kuat terhadap penciptaan sektor-sektor ekonomi
lainnya dan juga memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap
perubahan permintaan akhir dari sektor- sektor ekonomi lainnya.
Pada tahun 2000 terdapat empat sektor yang menjadi sektor
industri perkonomian Jawa Tengah antara lain sektor industri
makanan, minuman dan tembakau, sektor industri lainnya, sektor
industri pengilangan minyak, dan sektor pengangkutan dan
komunikasi. Sedangkan pada tahun 2004 hanya menjadi dua sektor
yaitu sektor industri makanan, minuman dan tembakau dan sektor
industri lainnya. Dalam Tabel 8 disajikan perbandingan sektor
industri Jawa Tengah pada tahun 2000 dan 2004.
Interpretasi ekonomi dimaksudkan untuk menginterpretasikan hasil
analisis berdasar-kan ilmu-ilmu ekomomi terhadap keselu-ruhan hasil
analisis. Dari analisis mengenai sektor industri perekonomian Jawa
Tengah
Tabel 7. Sektor Industri Perekonomian Jawa Tengah
No Kode I-O Sektor Indeks DK Indeks DP
1 8 Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau 1,17136 1,20178
2 9 Industri Lainnya 1,98493 1,42724
Menurut Tabel Input Output Jawa Tengah Tahun 2004
-
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 2, Desember 2008
150
tahun 2000 dan 2004 maka dapat dilakukan interpretasi ekonomi
berdasarkan hasil anali-sis nilai tambah bruto, analisis indeks
keter-kaitan ke belakang, analisis indeks keterkait-an ke depan dan
analisis sektor kunci.
Komponen upah dan gaji sebagai pembentuk nilai tambah bruto pada
tahun 2000 yang diciptakan oleh kegiatan ekonomi di Jawa Tengah
mencapai Rp. 33.893.355,43 juta atau sebesar 28,78 persen dari
total Rp.117.750.498,96 juta di tahun 2000 dan meningkat sebesar
Rp. 58.450.517,29 juta dan memberikan kontribusi 30,21 persen pada
tahun 2004 dengan nilai total Rp.193.435.263,05 juta. Namun
ternyata komponen upah dan gaji ternyata relatif lebih rendah bila
dibandingkan dengan surplus usaha, surplus usaha yang diterima oleh
pengusaha satu setengah kali lebih besar dibandingkan komponen upah
dan gaji. Komponen surplus usaha memberikan kontribusi sebesar
57,86 persen atau senilai Rp. 68.133.212,52 juta pada tahun 2000,
dan meskipun pada tahun 2004 menurun menjadi 51,92 persen dengan
nilai Rp.100.442.999,19 juta. Padahal upah dan gaji merupakan
satu-
satunya komponen nilai tambah yang bisa langsung diterima oleh
pekerja. Surplus usaha sendiri belum tentu dapat langsung dinikmati
oleh masyarakat, karena surplus usaha tersebut sebagian ada yang
tersimpan atau ditanam di perusahaan dalam bentuk laba yang
ditahan. Dalam surplus usaha termasuk juga bagian pendapatan dari
tenaga kerja yang tidak dibayar.
Nilai indeks keterkaitan ke depan atau indeks daya kepekaan pada
tahun 2000 terdapat tujuh sektor yang mempunyai indeks keterkaitan
ke depan atau derajat kepekaan, antara lain sektor Industri
lainnya, sektor pertambangan dan penggalian, sektor perda-gangan,
sektor industri makanan, minuman dan tembakau, sektor, lembaga
keuangan, real estate dan jasa perusahaan, sektor industri
pengilangan minyak dan sektor pengangkutan dan komunikasi.
Sedangkan pada tahun 2004, hanya ter-dapat empat sektor yang
mempunyai derajat kepekaan lebih dari satu yaitu sektor
pertam-bangan dan penggalian, sektor industri lain-nya, industri
makanan minuman dan tem-bakau dan sektor perdagangan. Sektor
Tabel 8. Sektor Industri yang Menjadi Sektor Kunci Perekonomian
Jawa Tengah Menurut Tabel Input Output Jawa Tengah Tahun 2000 dan
2004
2004 2000
Kode I-O Sektor Indeks DK
Indeks DP Kode I-O Sektor Indeks DK
Indeks DP
8 Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau
1,17136 1,20178 8 Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau
1,24356 1,22629
9 Industri Lainnya 1,98493 1,42724 9 Industri Lainnya 3,14516
1,65850
10 Industri Pengilangan Minyak
1,00214 1,16144
Sumber: Tabel Input Output Jawa Tengah Tahun 2000 dan 2004,
diolah
-
Didit dan Devi Analisis Peranan Sektor Industri
151
Industri lainnya memberikan kontribusinya yang paling tinggi
dibandingkan dengan sektor lainnya pada tahun 2000 sebesar 3,14516.
Nilai ini berarti menunjukkan pengaruh sektor industri lainnya
apabila terjadi kenaikan permintaan akhir atas sektor-sektor lain
sebesar satu juta maka sektor industri lainnya akan mengalami
peningkatan output sebesar 3,14516. Sedangkan pada tahun 2004
sektor yang memiliki indeks keterkaitan ke depan atau daya kepekaan
tinggi adalah sektor yang pertambangan dan penggalian sebesar
4,07757. Nilai ini berarti menunjukkan pengaruh sektor pertambangan
dan penggalian apabila terjadi kenaikan permintaan akhir atas
sektor-sektor lain sebesar satu juta maka sektor pertambangan dan
penggalian akan mengalami peningkatan output sebesar 4,07757.
Output yang dihasilkan merupakan komoditi intermedier, dalam artian
merupakan bahan baku bagi industri-industri dan sektor-sektor
perekono-mian lainnya.
Nilai indeks keterkaitan ke belakang atau daya penyebaran pada
tahun 2000 terdapat delapan sektor antara lain industri lainnya,
bangunan listrik, gas dan air minum, industri makanan, minuman dan
tembakau, restoran dan hotel, industri pengilangan minyak,
jasa-jasa, pengangkutan dan komu-nikasi. Sektor yang mempunyai
nilai indek penyebaran paling tinggi pada tahun 2000 adalah sektor
Industri lainnya yang memberi-kan kontribusi sebesar 1,65850 yang
artinya apabila terjadi kenaikan permintaan akhir terhadap sektor
industri lainnya sebesar satu unit maka untuk sektor-sektor ekonomi
lain-nya yang ada di Jawa Tengah akan menga-lami pertumbuhan output
sebesar 1,65850 unit. Sedangkan pada tahun 2004, sektor industri
pengilangan minyak merupakan
sektor yang memiliki nilai indeks keterkaitan ke belakang yang
paling tinggi yaitu sebesar 2,30278, artinya apabila terjadi
kenaikan permintaan akhir terhadap sektor industri pengilangan
minyak sebesar satu unit maka untuk sektor-sektor ekonomi lainnya
yang ada di Jawa Tengah akan mengalami pertum-buhan output sebesar
2,30278 unit. Sektor yang mempunyai daya penyebaran tinggi
menunjukan sektor tersebut mempunyai daya dorong yang cukup kuat
dibandingkan sektor lainnya.
Peranan sektor industri dalam dalam tabel input output Jawa
Tengah pada tahun 2000 dan 2004 mempunyai peranan yang cukup
signifikan dalam proses produksi. Terlihat dari beberapa sektor
industri menjadi sektor kunci perekonomian Jawa Tengah. Pada tahun
2000 sektor industri makanan, minuman, dan tembakau menyumbang
sebesar Rp. 27.744.377,35 juta dengan indeks keterkaitan ke depan
sebesar 1,24356 dan ke belakang sebesar 1,22629 atau sebesar 13,4
persen dari jumlah output. Selanjutnya industri lainnya menyumbang
Rp. 27.901.202,3 juta dengan indeks keterkaitan ke depan sebesar
3,14516 dan ke belakang sebesar 1,65850 atau sebesar 13,48 persen
dari jumlah output. Sedangkan sektor industri penanggulangan minyak
menyumbang Rp. 11.101.830,81 juta dengan indeks keterkaitan ke
depan sebesar 1,00214 dan ke belakang sebesar 1,16144 atau sebesar
5,36 persen dari jumlah output. Dalam hasil analisis pada tahun
2004 sektor industri makanan, minuman dan tembakau menyumbang
sebesar Rp. 47.409.368,92 juta dengan indeks keterkaitan ke depan
sebesar 1.17136 dan ke belakang sebesar 1.20178 atau sebesar 22,9
persen dari jumlah output. Selanjutnya industri lainnya menyumbang
Rp.
-
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 2, Desember 2008
152
49.280.413,96 juta dengan indeks keterkaitan ke depan sebesar
1.98493 dan ke belakang sebesar 1.42724 atau sebesar 23,8 persen
dari jumlah output. Pada 2004 industri pengilangan minyak tidak
termasuk menjadi sektor kunci karena mengalami penurunan dari tahun
2000.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis input output dengan menggunakan Tabel
Input Output Jawa Tengah tahun 2000 dan tahun 2004 tentang peranan
sektor industri terhadap perekonomian Jawa Tengah tahun 2000 dan
tahun 2004 maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Komponen pembentuk nilai tambah bruto dengan peranan terbesar
adalah surplus usaha. Pada tahun 2000 peranan kompo-nen ini dalam
pembentukan nilai tambah di Jawa Tengah adalah sebesar 57,86 persen
dengan nilai sebesar Rp.68.133.212,52 juta dan pada tahun 2004
menurun menjadi 51,92 persen dengan nilai sebesar Rp.100.442.999,19
juta.
2. Jumlah permintaan akhir yang tercipta masing-masing pada
tahun 2000 dan 2004 adalah sebesar Rp. 272.703.047 juta dan
Rp.170.021.068 juta. Komponen konsumsi rumah tangga menjadi
peng-guna PDRB terbesar selama kurun waktu tersebut. Bila pada
tahun 2000 sebanyak 55,38 persen PDRB Jawa Tengah digunakan untuk
memenuhi konsumsi rumah tangga maka pada tahun 2004 meningkat
menjadi sekitar 65,25 persen. Sebaliknya, terjadi penurunan
persentase penggunaan PDRB untuk pembentukan modal tetap bruto.
Pada tahun 2000
sebanyak 17,13 persen PDRB digunakan untuk investasi melalui
pembentukan modal tetap bruto namun pada tahun 2004 persentasenya
turun menjadi hanya sebesar 16,81 persen. Sementara itu ekspor
netto Jawa Tengah mengalami sedikit peningkatan. Pada tahun 2000
komponen ekspor netto PDRB menun-jukkan peranan sebesar 8,50 persen
namun pada tahun 2004 peranannya meningkat cukup signifikan, yakni
menjadi 10,63 persen.
3. Nilai indeks keterkaitan ke depan atau indeks daya kepekaan
pada tahun 2000 terdapat tujuh sektor yang mempunyai indeks
keterkaitan ke depan atau derajat kepekaan, antara lain sektor
Industri lain-nya, sektor pertambangan dan peng-galian, sektor
perdagangan, sektor indus-tri makanan, minuman dan tembakau,
sektor, lembaga keuangan, real estate dan jasa perusahaan, sektor
industri pengila-ngan minyak dan sektor pengangkutan dan
komunikasi. Sedangkan pada tahun 2004, hanya terdapat empat sektor
yang mempunyai derajat kepekaan lebih dari satu yaitu sektor
pertambangan dan peng-galian, sektor industri lainnya, industri
makanan minuman dan tembakau dan sektor perdagangan. Sektor
Industri lain-nya memberikan kontribusinya yang paling tinggi
dibandingkan dengan sektor lainnya pada tahun 2000 sebesar 3,14516.
Nilai ini berarti menunjukkan pegaruh sektor industri lainnya
apabila terjadi kenaikan permintaan akhir atas sektor-sektor lain
sebesar satu juta maka sektor industri lainnya akan mengalami
peningkatan output sebesar Rp. 3,14516 juta. Sedangkan pada tahun
2004 sektor yang memiliki indeks keterkaitan ke
-
Didit dan Devi Analisis Peranan Sektor Industri
153
depan atau daya kepekaan tinggi adalah sektor yang pertambangan
dan pengga-lian sebesar 4,07757. Nilai ini berarti menunjukkan
pengaruh sektor pertamba-ngan dan penggalian apabila terjadi
kenaikan permintaan akhir atas sektor-sektor lain sebesar satu juta
maka sektor pertambangan dan penggalian akan mengalami peningkatan
output sebesar Rp. 4,07757 juta.
4. Nilai indeks keterkaitan ke belakang atau daya penyebaran
pada tahun 2000 terda-pat delapan sektor antara lain industri
lainnya, bangunan listrik, gas dan air minum, industri makanan,
minuman dan tembakau, restoran dan hotel, industri pengilangan
minyak, jasa-jasa, pengang-kutan dan komunikasi. Sektor yang
mempunyai nilai indeks penyebaran paling tinggi pada tahun 2000
adalah sektor industri lainnya yang memberikan kontribusi sebesar
1,65850 yang artinya apabila terjadi kenaikan permintaan akhir
terhadap sektor industri lainnya sebesar satu unit maka untuk
sektor-sektor eko-nomi lainnya yang ada di Jawa Tengah akan
mengalami pertumbuhan output sebesar 1,65850 unit. Sedangkan pada
tahun 2004, sektor industri pengilangan minyak merupakan sektor
yang memiliki nilai indeks keterkaitan ke belakang yang paling
tinggi yaitu sebesar 2,30278, artinya apabila terjadi kenaikan
permin-taan akhir terhadap sektor industri pengi-langan minyak
sebesar satu unit maka untuk sektor-sektor ekonomi lainnya yang ada
di Jawa Tengah akan mengala-mi pertumbuhan output sebesar 2,30278
unit.
5. Sektor kunci perekonomian Jawa Tengah pada tahun 2000 yaitu
sektor indutri
makanan, minuman dan tembakau, sektor industri lainnya, sektor
industri pengila-ngan minyak dan sektor pengangkutan dan
komunikasi. Sektor-sektor inilah yang memegang peranan penting
dalam menggerakkan roda perekonomian Jawa Tengah pada tahun 2000.
Sedangkan tahun 2004 hanya terdapat dua sektor perekonomian yang
menjadi sektor kunci perekonomian Jawa Tengah yaitu sektor industri
makanan, minuman dan temba-kau, dan sektor industri lainnya. Ini
memperlihatkan bahwa terjadi penurunan dalam perekonomian Jawa
Tengah pada tahun 2004 bila dibandingkan dengan tahun 2000.
6. Peranan sektor industri dalam dalam tabel input output Jawa
Tengah pada tahun 2000 dan 2004 mempunyai peranan yang cukup
signifikan dalam proses produksi. Terlihat dari beberapa sektor
industri menjadi sektor kunci perekonomian Jawa Tengah. Pada tahun
2000 sektor industri makanan, minuman dan tembakau menyumbang
sebesar Rp.27.744.377,35 juta dengan indeks keterkaitan ke depan
sebesar 1,24356 dan ke belakang sebesar 1,22629 atau sebesar 13,4
persen dari jumlah output. Selanjut-nya industri lainnya menyumbang
Rp.27.901.202,3 juta dengan indeks keterkaitan ke depan sebesar
3,14516 dan ke belakang sebesar 1,65850 atau sebesar 13,48 persen
dari jumlah output. Sedangkan sektor industri pengilangan minyak
menyumbang Rp. 11.101.830,81 juta dengan indeks keterkaitan ke
depan sebesar 1,00214 dan ke belakang sebesar 1,16144 atau sebesar
5,36 persen dari jumlah output. Dalam hasil analisis pada tahun
2004 sektor industri makanan,
-
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 2, Desember 2008
154
minuman dan tembakau menyumbang sebesar Rp.47.409.368,92 juta
dengan indeks keterkaitan ke depan sebesar 1.17136 dan ke belakang
s