i Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI BIODEKOMPOSER LIMBAH KULIT BUAH KAKAO SERTA PENGARUHNYA DALAM MENEKAN Phytophthora palmivora Butl OLEH : A. NURHIDAYAH BAHRI G111 14 525 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018
63
Embed
Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI BIODEKOMPOSER LIMBAH KULIT BUAH KAKAO SERTA
PENGARUHNYA DALAM MENEKAN Phytophthora palmivora Butl
OLEH :
A. NURHIDAYAH BAHRI
G111 14 525
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii
Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI BIODEKOMPOSER LIMBAH KULIT BUAH KAKAO SERTA
PENGARUHNYA DALAM MENEKAN Phytophthora palmivora Butl
Oleh :
A. NURHIDAYAH BAHRI
G111 14 525
Laporan Praktik Lapang dalam Mata Ajaran Minat Utama
Hama Tumbuhan
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian
Pada
Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
iii
iv
ABSTRAK
A.Nurhidayah Bahri (G111 14 525) “Potensi penggunaan Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus sebagai biodekomposer limbah kulit buah kakao pada tumpukan terbuka dan tertutup serta pengaruhnya dalam menekan perkembangan (Phytophthora palmivora)” (di bawah bimbingan TUTIK KUSWINANTI dan A.NASRUDDIN)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi perlakuan cendawan dan metode pengomposan yang terbaik dalam proses pengomposan limbah kulit kakao serta mengetahui perlakuan terbaik yang mampu menekan perkembangan Phytophthora palmivora pada kompos limbah kulit kakao. Pembuatan kompos dilaksanakan di Botong, desa Bontomanai, kecamatan Bungayya, kabupaten Gowa. Uji kualitas kompos dan pengamatan jumlah spora Phytophthora palmivora pada kompos kulit buah kakao dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin dari bulan Februari hingga April 2018. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap pelaksanaan, yaitu pembuatan kompos, uji kualitas dan kematangan kompos, serta pengamatan jumlah spora Phytophthora palmivora dari kompos kulit buah kakao. Aplikasi Bioakivaor pada limbah kulit kakao menggunakan 8 kombinasi perlakuan, yaitu P0 : Penguraian tanpa Bioaktifator (Kontrol terbuka ), P1 : Penguraian + Trichoderma harzianum + Tumpukan terbuka, P2 : Penguraian + Pleurotus ostreatus + Tumpukan terbuka, P3 : Penguraian + Trichoderma harzianum + Pleurotus ostreatus + Tumpukan terbuka, P4 : Penguraian tanpa Bioaktifator (Kontrol tertutup), P5 : Penguraian + Trichoderma harzianum + Tumpukan tertutup , P6 : Penguraian + Pleurotus ostreatus + Tumpukan tertutup , P7 : Penguraian + Trichoderma harzianum + Pleurotus ostreatus Tumpukan tertutup. . Berdasarkan uji kematangan kompos dan analisis kandungan nutrisi limbah kakao dapat dilihat bahwa perlakuan yang paling efektif dalam pengomposan kulit buah kakao yaitu perlakuan Trichoderma harzianum + Pleurotus ostreatus tumpukan terbuka dimana pada perlakuan ini memiliki tingkat kematangan yang paling baik dilihat berdasarkan warna, aroma dan tekstrurnya, sedangkan pada kandungan nutrisi memiliki tingkat C/N paling rendah, P2o5, dan K2o yang paling tinggi. Proses pengomposan juga terbukti dapat menekan keberadaan Phytophthora palmivora pada limbah kakao. Tidak diperoleh koloni Phytopthora palmivora pada semua perlakuan pengomposan.
A.NURHIDAYAH BAHRI (G111 14 525) “Trichoderma harzianum and Pleurotus ostreatus as biodecomposers of cocoa pod husles waste in open and closed piles and their effects in suppressing Phytophthora palmivora.
” (supervised by TUTIK KUSWINANTI dan A.NASRUDDIN).
This study aims to determine the combination of fungus treatment and composting method in the process of composting the cocoa skin waste and to know the best treatment that can suppress the development of Phytophthora palmivora on cocoa leaf waste compost. Composting was conducted in Botong, Bontomanai village, Bungayya sub-district, Gowa district. Compost quality test and observation of Phytophthora palmivora spores on cocoa compost was conducted at Plant Disease Laboratory, Department of Plant Pests and Diseases, Faculty of Agriculture, Hasanuddin University from February to April 2018. This research consists of three stages implementation, including composting, quality test and compost maturity, as well as observation of the number of Phytophthora palmivora spores from cocoa compost. Application of Bioakivator on cocoa pod husles waste using 8 treatment combinations including P0: Decomposition without Bio-activator (Open Control), P1: Decomposition + Trichoderma harzianum + Open Pile, P2: Decomposition + Pleurotus ostreatus + Open pile, P3: Decomposition + Trichoderma harzianum + Pleurotus ostreatus + Open stack, P4: Decomposition without Bioactivator (Closed control), P5: Decomposition + Trichoderma harzianum + Closed pile, P6: Decomposition + Pleurotus ostreatus + Closed pile, P7: Decomposition + Trichoderma harzianum + Pleurotus ostreatus Closed pile. . Based on the compost maturity test and nutrient waste nutrient analysis, it can be seen that the most effective treatment in cocoa leaf composting is the Trichoderma harzianum + Pleurotus ostreatus stack treatment which has the best maturity level based on the color, aroma and texture, while on nutrient content has the lowest C / N, P2o5, and K2o levels highest. The composting process is also proven to suppress the presence of Phytophthora palmivora in cocoa waste. Phytopthora palmivora colony was not obtained on all composting treatments.
dan Cloromfenicol 1 kapsul serta 1000 ml Aquades. Pengenceran juga dilakukan
pada media V-8 Juice. Pembuatan media terdiri dari difco bacto agar 15 gram, 50
ml clarified V8 concentrate, chlorampenicol 250 mg, dan 950 ml akuades untuk
pembuatan 1 liter media. Clarified V8 concentrate mereupakan V8 yang sudah di
jernihkan (diganti dengan V8 jus modifikasi) yaitu 50 ml V8 jus yang
ditambahkan CaCO3 0,5 gram kemudian disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm
selama 20 menit dan disaring (Jeffer, 2000), cairan hasil penyaringan digunaakan
sebagai bahan pembuatan media. Selanjutnya media diautoclave dan dituang pada
cawan petri untuk keperluan Isolasi.
Proses kerja isolasi kulit buah kakao yang sudah dikomposkan yaitu
dengan mengambil kulit buah kakao yang sudah dikomposkan sebanyak 1 gram
dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer/wadah kecil. Memasukkan aquades
sebanyak 9 ml dan dihomogenkan selama 3 menit. Mengambil 1 ml larutan
tersebut menggunakan pipet effendorf dan dimasukkan kedalam tabung reaksi
yang berisi 9 ml aquades steril, kemudian dihomogenkan dan lakukan hal yang
sama hingga 10-3. Mengambil larutan pada tabung reaksi 10-3 sebanyak 0,1 ml dan
dimasukkan ke dalam media V8 juice yang sudah di tuang sebelumnya di cawan
petridish, kemudian diratakan menggunakan spatula. Setelah dilakukan isolasi,
ditunggu hingga 7-14 hari kemudian dihitung jumlah koloni yang tumbuh.
3.2.4 Analisis Kandungan Nutrisi pada Limbah Kakao Hasil Dekomposisi.
Kandungan nutrisi dari limbah kakao yang ingin dianalisis adalah N, P, K,
C-Organik dan Ratio C/N. Untuk pengamatan kandungan nutrisi pada limbah
26
kakao hasil dekomposisi akan dilakukan di laboratorium Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian.
3.2.5 Uji Kematangan Kompos
Untuk mengetahui kematangan kompos maka dilakukan pengujian secara
organoleptik dengan perent test. Asngad dan Suparti (2005) merumuskan kriteria
organoleptik kompos meliputi warna (coklat hingga kehitaman), aroma (harum
atau tidak) dan tekstur hasil kompos.
Tabel 1 Warna, Tekstur, dan Bau Kompos sesuai Standar SNI 19-7030-2004
Parameter
Katerangan
Pupuk Kompos Pupuk Kompos SNI
Warna Kehitaman Kehitaman
Tekstur Halus Halus
Bau Berbau Tanah Berbau Tanah
27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Pengamatan Tingkat Kematangan Kompos
Pengamatan Tingkat Kematangan kompos dilakukan dengan pengujian secara
organoleptik. Asngad dan Suparti (2005) merumuskan kriteria organoleptik
kompos meliputi warna (coklat hingga kehitaman), aroma (berbau atau tidak) dan
tekstur kompos.
Tabel 2. Tingkat Kematangan Kompos pada Kulit Buah Kakao
Perlakuan
30 hari Setelah Aplikasi Warna Aroma Tekstur
Kontrol Terbuka Kehitaman Berbau seperti tanah X
T. harzianum Tumpukan Terbuka Kehitaman Berbau seperti
tanah XX
P. ostreatus Tumpukan Terbuka Kehitaman Berbau seperti
tanah XX
T. harzianum + P. ostreatus Tumpukan
Terbuka Kehitaman Berbau seperti
tanah XXXX
Kontrol Tertutup Kehitaman Berbau seperti tanah X
T. harzianum Tumpukan Tertutup Kehitaman Berbau seperti
tanah XX
P. ostreatus Tumpukan Tertutup Kehitaman Berbau seperti
tanah XX
T. harzianum + P. ostreatus Tumpukan
Tertutup Kehitaman Berbau seperti
tanah XXXX
Keterangan: X = Keras XX = Tekstur Lunak 1%-35% XXX = Tekstur Lunak 36%-70% XXXX = Tekstur Lunak 71%-100% Sumber Fitri, 2013
28
4.1.2 Analisis Kandungan Nutrisi Kompos
Pengamatan Analisis Kandungan Nutrisi Kompos yang dilakukan di
Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin dilakukan
untuk mengetahui ratio N, kandungan C-Organik, C/N, P2O5 dan K2O. Hasil
analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata sehingga
dilakukan Uji BNT. Rerata kandungan N kompos berkisar antara 0,80% - 2,01%,
dengan nilai BNT = 0,21, kandungan C-Organik kompos berkisar antara 19,06% -
34,76% dengan nilai BNT = 3,59, kandungan C/N kompos berkisar antara 13,50%
- 24.50% dengan nilai BNT = 3,89, kandungan P2O5 kompos berkisar antara
1,42% - 2,37% dengan nilai BNT = 0,64 dan K2O kompos berkisar antara 0,50% -
2,00% dengan nilai BNT = 0,68 Rerata Analisis Kandungan Nutrisi dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-Rata Analisis Kandungan Nutrisi
29
4.1.3 Pengamatan Keberadaan Inokulum Phytopthora palmivora, Trichoderma, P. Ostreatus dan bakteri pada Kompos
Pengamatan koloni mikroba yang muncul dari isolasi hasil kompos pada
media PDA dan V-8 dikelompokkan berdasarkan kesamaan bentuk koloninya.
Dari keseluruhan perlakuan, secara makroskopis yang diamati terdapat 2 jenis
mikroorganisme yaitu cendawan dan bakteri sedagkan koloni P.palmivora tidak
ditemukan, untuk mengetahui jenis dari cendawan tersebut maka dilakukan
identifikasi secara lanjut sedangkan bakteri tidak dilakukan uji secara lanjut.
Jumlah koloni pada setiap perlakuan dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Pengamatan Jumlah Koloni P. palmivora pada media PDA
Kode Rata-Rata Jumlah Koloni pada Pengamatan ke-
30 Hari Setelah Aplikasi
Kode Rata-Rata
N (%) C (%) C/N (%)
P2O5 (%) K20(%)
Kontrol Terbuka 0.80e 19.06e 24.00c 2.07a 1.40a
T. harzianum Tumpukan Terbuka 0.92e 22.13e 19.00ab 1.42b 0.70b
P. ostreatus Tumpukan Terbuka 1.35d 28.83d 21.50cb 2.13a 0.70b
T. harzianum + 1.98ab 26.69cd 13.50a 2.37a 2.00a P. ostreatus Tumpukan
Terbuka
Kontrol Tertutup 1.58c 29.87cd 24.50cb 1.94ab 0.71b
T. harzianum Tumpukan Tertutup 2.01a 30.42bc 15.50a 2.18a 0.50b
P. ostreatus Tumpukan Tertutup 1.79b 33.91ab 19.00ab 2.11a 0.58b
T. harzianum + P. ostreatus Tumpukan Tertutup 2.00a 34.76a 17.50ab 2.24a 0.50b
NPp BNT0.05 0.21 3.59 3.89 0.64 0.68
30
Bakteri
Cendawan
P. palmivora
Kontrol ( Limbah Kako ) 1000 0 0
Kontrol Terbuka 0 23000
(Aspergillus sp ) 0
T. harzianum Tumpukan Terbuka 2000 4500
(T. harzianum) 0
P. ostreatus Tumpukan Terbuka 0 6000
(Aspergillus sp, P. ostreatus) 0
T. harzianum + P. ostreatus Tumpukan Terbuka 0
8500 (T. harzianum, P. ostreatus)
0
Kontrol Tertutup 0 39500
(Aspergillus sp) 0
T. harzianum Tumpukan Tertutup 1000 31500
(T. harzianum) 0
P. ostreatus Tumpukan Tertutup 0 9000
(P. ostreatus) 0
T. harzianum + P. ostreatus Tumpukan Tertutup 1000
6500 (T. harzianum, P. ostreatus)
0
Tabel 5. Pengamatan Jumlah Koloni P. palmivora pada media V8
Kode
Rata-Rata Jumlah Koloni pada Pengamatan ke- 30 Hari Setelah Aplikasi
Bakteri
Cendawan
P. palmivora
Kontrol (Limbah kakao) 0 0 3500
Kontrol Terbuka 6000 2500
(Aspergillus sp) 0
T. harzianum Tumpukan Terbuka 2000 14000
(T. harzianum) 0
P. ostreatus Tumpukan Terbuka 1000 11000
(P. ostreatus) 0
T. harzianum + P. ostreatus Tumpukan Terbuka 1000
29500 (T. harzianum, P. ostreatus)
0
Kontrol Tertutup 2500 7000 0
31
(Aspergillus sp, T. harzianum)
T. harzianum Tumpukan Tertutup 0 15000
(T. harzianum) 0
P. ostreatus Tumpukan Tertutup 0 14500
(Aspergillus sp, P. ostreatus) 0
T. harzianum + P. ostreatus Tumpukan Tertutup 0
18500 (T. harzianum, P. ostreatus)
0
Jumlah koloni pada media PDA yang sudah di Isolasi dapat dilihat pada
gambar 7. Pada gambar terlihat bahwa jenis cendawan yang ditemukan adalah
cendawan dari Aspergillus sp., Pleurotus ostreatus dan Trichoderma harzianum
sedangkan untuk kelompok bakteri tidak dilakukan identifikasi lebih lanjut.
Gambar 7. Koloni bakteri dan cendawan pada media PDA Juice selama 2 minggu penanaman : (a) cendawan (b) bakteri
a
b a
b
a a
32
Gambar 8. Kenampakan cendawan setelah di identifikasi (a) Aspergillus sp. (b)
Trichoderma harzianum dan (c) Pleurotus ostreatus
Jumlah koloni pada media V8 juice yang sudah di Isolasi dapat dilihat
pada gambar 8. Pada gambar terlihat bahwa jenis cendawan yang ditemukan
adalah cendawan dari Aspergillus sp., Pleurotus ostreatus dan Trichoderma
harzianum sedangkan untuk kelompok bakteri tidak dilakukan identifikasi lebih
lanjut.
Gambar 9 . Koloni bakteri dan cendawan pada media V-8 Juice selama 2 minggu penanaman : (a) cendawan (b) bakteri
a b c
a
a
b
a b c
33
Gambar 10. Kenampakan cendawan setelah di identifikasi (a) Aspergillus sp. (b) Trichoderma harzianum dan (c) Pleurotus ostreatus
Jumlah koloni pada Perlakuan Kontrol (diambil dari bahan baku limbah
kakao yang tidak dikomposkan) dilakukan Isolasi dapat dilihat pada gambar 11.
Pada gambar terlihat bahwa jenis cendawan yang ditemukan adalah cendawan
Phytophthora palmivora.
(a) (b)
Sporagiophore Oospore
34
Gambar 11. (a) Koloni cendawan Phytophthora palmivora pada perlakuan Kontrol ( tidak dikomposkan ) pada media V-8 Juice selama 5 hari, (b) kenampakan cendawan setelah di identifikasi.
4.2 Pembahasan
Pada Tabel 2, dari dua formulasi mikroba yang diuji, masing-masing
memperlihatkan kematangan kompos yang berbeda pada setiap perlakuan.
Parameter kematangan kompos pada kulit limbah kakao dimulai dari pengamatan
warna, aroma hingga tekstur, diamati 30 hari setelah aplikasi. Menurut Fitri
(2013) bahwa aroma harum pada kompos kulit buah kakao yang dihasilkan
menunjukkan keberhasilan dari proses pengomposan. Warna kehitaman juga
menunjukkan tingkat keberhasilan dari proses pengomposan karena warna hitam
menunjukkan seberapa banyak bahan organik yang terkandung di dalam kompos.
Sedangkan dari tekstur dilihat seberapa lunak kompos dari limbah kulit kakao.
Menurut Yuniasmara (2004) kelompok jamur dapat tumbuh optimal pada
media yang banyak mengandung selulosa yang tinggi, ada pula yang tumbuh
optimal pada media yang mengandung komponen lignin. Kulit limbah kakao
mengandung lignin yang tinggi sehingga sulit untuk terurai dan membututuhkan
waktu yang sangat lama agar terdekomposisi. Oleh karena itu formulasi
P.ostreatus dan T. harzianum digunakan dalam penelitian ini, karena berdasarkan
hasil skrining dari beberapa koleksi isolat jamur pelapuk yang ada di laboratorium
Bioteknologi Pusat Kegiatan Penelitian (PKP) Universitas Hasanuddin isolat
jamur tiram (P.ostreatus), Trichoderma merupakan isolat jamur pelapuk yang
memiliki kemampuan menguraikan kadungan lignoselulotik. Faktor yang paling
penting untuk memilih jenis jamur yang akan digunakan untuk mendegradasi
35
lignin adalah kemampuannya menghasilkan enzim pendegradasi lignin (Lignin
Peroksidase, Manganese Peroksidase dan Lakase) yang merupakan hasil
metabolisme sekunder dari jamur pelapuk putih pada kondisi tertentu (Van der
Merwe, 2002).
Kematangan kompos limbah kulit kakao tumbuh terbaik pada perlakuan
empat dan delapan yaitu T. harzianum + P.ostreatus tumpukan tebuka dan T.
harzianum + P.ostreatus tumpukan tertutup yang menunjukkan warna yang
hitam, aroma seperti tanah dan tekstur lunak yang berkisar antara 71%-100%
dilihat dari mudahnya kulit kakao dihancurkan bahkan menggunakan jari.
Tabel 3. menunjukkan bahwa kandungan C-Organik terbesar berasal dari
perlakuan delapan yaitu T. harzianum + P.ostreatus tumpukan tertutup.
Sedangkan kandungan N terbesar pada perlakuan enam yaitu T. harzianum
tumpukan tertutup. Perbedaan kandungan C-Organik dan Nitrogen pada bahan
akan menyebabkan perbedaan rasio C/N. Menurut Djaja, dkk (2006), setiap bahan
organik memiliki rasio C/N yang berbeda. Menurut Rynk (1992), rasio C/N sesuai
dengan persyaratan karakteristik bahan baku yang layak untuk proses
pengomposan yaitu rasio C/N berkisar antara 20% - 40%. Menurut Farius dkk
(2011) bahwa proses pengomposan dilakukan bertujuan menurunkan C-Organik
yang terdapat dibahan baku kompos dengan cara mendekomposisinya menjadi
CH4 dan CO2 sehingga dapat terlepas pada lingkungan. Penurunan C-Organik
akan menyebabkan peningkatan kandungan nitrogen sehingga menyebabkan rasio
C/N menurun yaitu <20%.
36
Pengamatan terhadap C/N merupakan salah satu parameter yang sering
digunakan untuk mengetahui kematangan kompos. Setelah matang ke 30 hari,
kemudian dilakukan uji laboratorium akhir untuk mengetahui karakteristik
kompos matang. Hasil analisis terhadap kandungan C/N kompos kulit kakao dapat
dilihat pada tabel 3. Kandungan C/N terendah terdapat pada perlakuan T.
harzianum + P.ostreatus tumpukan tebuka . Apabila kandungan C/N lebih tinggi
maka kompos belum cukup matang dan perlu waktu dekomposisi lebih lama lagi
(Tambunan, 2009). Kompos matang bila rasio C/N < 20 (Mathur dan Owen,
1993). Salah satu indikator yang menandakan berjalannya proses dekomposisi
dalam pengomposan adalah penguraian C/N substrat oleh mikroorganisme
maupun agen dekomposer lainnya. Perubahan rasio C/N terjadi selama
pengomposan diakibatkan adanya penggunaan karbon sebagai sumber energi dan
hilang dalam bentuk CO2 sehingga kandungan karbon semakin lama berkurang
(Graves dkk., 2000).
Pada tabel 4, berdasarkan pengamatan koloni mikroba yang muncul dari
isolasi hasil kompos pada media PDA dan V-8 dikelompokkan berdasarkan
kesamaan bentuk koloninya. Dari keseluruhan perlakuan yang diamati terdapat 4
bentuk koloni mikroba yang berbeda, setelah dilakukan identifikasi secara
mikroskopis terdapat cendawan Aspergillus sp., Trichoderma harzianum,
Pleurotus ostreatus dan bakteri. Namun tidak ada yang menyerupai ciri-ciri
Phytopthora palmivora pada berbagai jenis perlakuan untuk dekomposer limbah
kulit kakao. Phytopthora palmivora merupakan cendawan heterotalik, tidak
menghasilkan stadium seksual dalam medium buatan. Miselium tidak bersepta
37
dan mengandung banyak inti diploid. Hifa tidak berwarna, mempunyai cabang
yang banyak, agak keras, sinosis, kadang-kadang bersepta, berdiameter antara 5 –
8 µ. Pada jaringan tanaman, pertumbuhan hifa biasanya intraseluler dan
membentuk haustrorium di dalam sel inang (Alexopoulos dan Mims, 1979),
mikroba yang berkembang dalam bahan kompos diduga mikroba yang terbawa
dari limbah kulit kakao. Hasil pengelompokkan jamur berdasarkan ciri-ciri
mikroba yang berkembang pada media PDA dan V8 tidak menunjukkan adanya
ciri-ciri yang menyerupai Phytopthora palmivora yang terdapat di dalam kompos
pada kulit kakao, ini menunjukkan bahwa menggunakan formulasi Pleurotus
ostreatus dan Trichoderma harzianum dapat mengendaikan perkembangan dari
penyebab penyakit busuk buah kakao.
38
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Beradasarkan Uji kematangan kompos dan Analisis kandungan nutrisi
limbah kakao dapat dilihat bahwa perlakuan yang paling efektif dalam
pengomposan kulit buah kakao yaitu perlakuan Trichoderma harzianum +
Pleurotus ostreatus tumpukan terbuka dimana pada perlakuan ini memiliki
tingkat kematangan yang paling baik dilihat berdasarkan Warna, aroma
dan tekstrurnya. Sedangkan pada kandungan nutrisi memiliki tingkat C/N
paling rendah, P2o5, dan K2o yang paling tinggi.
2. Tidak diperoleh koloni Phytopthora palmivora pada semua perlakuan
pengomposan.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian Potensi penggunaan Trichoderma harzianum dan
Pleurotus ostreatus sebagai biodekomposer limbah kulit buah kakao pada tumpukan
terbuka dan tertutup serta pengaruhnya dalam menekan perkembangan (Phytophthora
palmivora Butl) disarankan sebaiknya dilakukan pengukuran suhu pada kompos.
39
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2004. Panduan lengkap budidaya kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Agromedia Pustaka, Jakarta, hal. 222-245
Anonim. 2009. Silase Kulit Buah Kakao Sebagai Pakan Kambing. Pada situs : http://www. [email protected]. Tanggal 9 Desember 2017.
E.R. Tambunan, 2009. Respon Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cocoa L) pada Media Tumbuh sub soil dengan Aplikasi Kompos Limbah Pertanian dan Pupuk Anorganik. Tesis. Program Studi Agronomi. Universitas Sumatra Utara. Medan.
Epstein, Eliot. 1997. The Science of Composting. Technomic Publishing CoInc. USA. Fitrianti Dzulfikar, 2016. Efektifitas Isolat Jamur Pelapuk dan Mikroorganisme
Lokal dalam Mengurai limbah kulit kakao.
Goenadi, D.H.,T.Y. Suswant, M.Romli. 2000. Kajian aspek tekno-ekonomi produksi kompos bioaktif tandan kosong kelapa sawit di PKS Kertajaya- PT Perkebunan Nusantara VIII. Warta Penelitian Bioteknologi Perkebunan. (1) : 29-31.
Haryati,T dan Hardjosuwito. 1984. Pemanfaatan Limbah Hasil Perkebunan Coklat sebagai Dasar Pembuatan Pektin. Balai Penelitian Perkebunan, Bogor.
Kuswinanti Tutik, 2006. Efektivitas Trichoderma harzianum dan Gliocladium virens Dalam Menekan Pertumbuhan Sclerotium rolfsii , Penyebab Penyakit Busuk Pangkal Batang Pada Tanaman Kacang Tanah.
Kuswinanti, Langga, I. F., M. Restu. 2012. Optimalisasi Suhu dan Lama Inkubasi dalam Ekstraksi DNA Tanaman Bitti (Vitex cofassus Reinw) serta Analisis Keragaman Genetik dengan Teknik RAPD-PCR. J. Sains & Teknologi. Vol.12 (3) : 265 – 276.
Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan Penting di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 529-535.
Sunanto H., 1994. Cokelat Pengelolaan Hasil dan Aspek Ekonominya. Kanisius. Yogyakarta.
Soesanto, F. X. 2006. Tanaman Kakao Budidaya dan Pengolahan Hasil. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
40
Swandana, M 1999. “ Pendidikan dan Pelatihan budidaya jamur Edibel”, Dalam Soenanto Hardi, Jamur tiram budi daya dan peluang usaha, Semarang : Aneka Ilmu.
Tambunan, E.R. 2009. Respon Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cocoa L.) pada Media Tumbuh Sub Soil dengan Aplikasi Kompos Limbah Pertanian dan Pupuk Anorganik. Tesis. Program Studi Agronomi. Universitas Sumatera Utara. Medan. http://repository.usu.ac.id (diakses 9 Oktober 2017)
Tillman,A.D, Hari H., Soedomo P., dan Sukato, L., 1989. Ilmu Makanan ternak dasar. UGM-Press, Yogjakarta.
Elna Karmawati, dkk. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.
Firdausil AB, Nasriati, A. Yani. 2008. Teknologi Budidaya Kakao. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan TeknologiPertanian.
Hatta Sunanto. 1994. Cokelat, Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonominya. Kanisius.
Rijadi Subiantoro. 2009. Penyakit Penting pada Tanaman Kakao. Politeknik Negeri Lampung.