LEARNING ISSUE DIABETES MELITUS Pengertian Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Gejala Klinis Diabetes mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh serta menimbulkan berbagai macam keluhan dan gejalanya sangat bervariasi. Diabetes mellitus dapat timbul secara perlahan- lahan sehingga penderita tidak menyadari akan adanya perubahan seperti sering merasa haus (polidipsia), sering buang air kecil (poliuria), sering merasa lapar (polifagia) serta berat badan yang menurun. Selain gejala-gejala utama di atas, gejala selanjutnya adalah badan terasa lemah, kurang gairah kerja, mudah mengantuk, timbul kesemutan pada jari tangan dan kaki, gatal-gatal, gairah seks menurun bahkan sampai impotensi, luka yang sulit sembuh, penglihatan kabur, dan keputihan. Terkadang, ada sekelompok orang yang sama sekali tidak mengalami gejala- gejala tersebut, namun penyakit ini baru diketahui secara kebetulan pada waktu “check up” atau melakukan pemeriksaan darah. Klasifikasi Klasifikasi etiologis DM menurut American Diabetes Association 2010 (ADA 2010), dibagi dalam 4 jenis yaitu: 1. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LEARNING ISSUE
DIABETES MELITUS
Pengertian
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Gejala Klinis
Diabetes mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh serta menimbulkan berbagai macam keluhan dan gejalanya sangat bervariasi. Diabetes mellitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga penderita tidak menyadari akan adanya perubahan seperti sering merasa haus (polidipsia), sering buang air kecil (poliuria), sering merasa lapar (polifagia) serta berat badan yang menurun.
Selain gejala-gejala utama di atas, gejala selanjutnya adalah badan terasa lemah, kurang gairah kerja, mudah mengantuk, timbul kesemutan pada jari tangan dan kaki, gatal-gatal, gairah seks menurun bahkan sampai impotensi, luka yang sulit sembuh, penglihatan kabur, dan keputihan. Terkadang, ada sekelompok orang yang sama sekali tidak mengalami gejala-gejala tersebut, namun penyakit ini baru diketahui secara kebetulan pada waktu “check up” atau melakukan pemeriksaan darah.
Klasifikasi
Klasifikasi etiologis DM menurut American Diabetes Association 2010 (ADA 2010), dibagi dalam 4 jenis yaitu:
1. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah ketoasidosis.
2. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Mellitus/NIDDM Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset DM tipe ini terjadi perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik. Adanya resistensi
yang terjadi perlahan-lahan akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang. DM tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi.
3. Diabetes Melitus Tipe Lain DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan kelainan genetik lain.
4. Diabetes Melitus Gestasional DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga. DM gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih besar untuk menderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan.
Determinan
Beberapa faktor yang mempengaruhi DM adalah :
1. Genetik atau Faktor Keturunan
DM cenderung diturunkan atau diwariskan, dan tidak ditularkan. Faktor genetis memberi peluang besar bagi timbulnya penyakit DM. Anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar menderita DM dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Apabila ada orangtua atau saudara kandung yang menderita DM, maka seseorang tersebut memiliki resiko 40 % menderita DM.
DM Tipe 1 lebih banyak dikaitkan dengan faktor keturunan dibandingkan dengan DM Tipe 2. Sekitar 50 % pasien DM Tipe 1 mempunyai orang tua yang juga menderita DM, dan lebih dari sepertiga pasien mempunyai saudara yang juga menderita DM. Pada penderita DM Tipe 2 hanya sekitar 3-5 % yang mempunyai orangtua menderita DM juga.
Pada DM tipe 1, seorang anak memiliki kemungkinan 1:7 untuk menderita DM bila salah satu orang tua anak tersebut menderita DM pada usia < 40 tahun dan 1:13 bila salah satu orang tua anak tersebut menderita DM pada usia ≥ 40 tahun. Namun bila kedua orang tuanya menderita DM tipe 1, maka kemungkinan menderita DM adalah 1:2.
2. Usia
DM dapat terjadi pada semua kelompok umur, terutama ≥ 40 tahun karena resiko terkena DM akan meningkat dengan bertambahnya usia dan manusia akan mengalami penurunan fisiologis yang akan berakibat menurunnya fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin. DM tipe 1 biasanya terjadi pada usia muda yaitu pada usia < 40 tahun, sedangkan DM tipe 2 biasanya terjadi pada usia ≥ 40 tahun.
3. Jenis Kelamin
Perempuan memiliki resiko lebih besar untuk menderita Diabetes Mellitus, berhubungan dengan paritas dan kehamilan, dimana keduanya adalah faktor resiko untuk terjadinya penyakit DM.
4. Pola Makan dan Kegemukan (Obesitas)
Perkembangan pola makan yang salah arah saat ini mempercepat peningkatan jumlah penderita DM di Indonesia. Makin banyak penduduk yang kurang menyediakan makanan yang berserat di rumah. Makanan yang kaya kolesterol, lemak, dan natrium (antara lain dalam garam dan penyedap rasa) muncul sebagai trenmenu harian, yang ditambah dengan meningkatnya konsumsi minuman yang kaya gula.30 Kegemukan adalah faktor resiko yang paling penting untuk diperhatikan, sebab meningkatnya angka kejadian DM Tipe 2 berkaitan dengan obesitas. Delapan dari sepuluh penderita DM Tipe 2 adalah orang-orang yang memiliki kelebihan berat badan. Konsumsi kalori lebih dari yang dibutuhkan tubuh menyebabkan kalori ekstra akan disimpan dalam bentuk lemak. Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah. Seseorang dengan IMT (Indeks Massa Tubuh) 30 kg/m2 akan 30 kali lebih mudah terkena DM dari pada seseorang dengan IMT normal (22 Kg/m2 ). Bila IMT ≥ 35 Kg/m2 , kemungkinan mengidap DM menjadi 90 kali lipat.
5. Kurang Gerak Badan
Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga secara teratur dapat membuang kelebihan kalori sehingga dapat mencegah terjadinya kegemukan dan kemungkinan untuk menderita DM. Pada saat tubuh melakukan aktivitas/gerakan, maka sejumlah gula akan dibakar untuk dijadikan tenaga gerak. Sehingga sejumlah gula dalam tubuh akan berkurang dan kebutuhan akan hormon insulin juga akan berkurang. Pada orang yang jarang berolah raga zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar, tetapi hanya akan ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Proses perubahan zat makanan dan lemak menjadi gula memerlukan hormon insulin. Namun jika hormon insulin kurang mencukupi, maka akan timbul gejala DM.
6. Infeksi
Virus yang dapat memicu DM adalah rubella, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta pankreas, virus ini menyebabkan kerusakan atau destruksi sel. Virus ini dapat juga menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya autoimun dalam sel beta pankreas. Pada kasus DM Tipe 1 yang sering dijumpai pada anak-anak, seringkali didahului dengan infeksi flu atau batuk pilek yang berulang-ulang, yang disebabkan oleh virus mumps dan coxsackievirus. DM akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.
Patogenesis
DM Tipe 1
Terjadi akibat destruksi autoimun sel β yang menyebabkan kerusakan sel β. Keparahan dari
DM tipe 1 ini umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja yang membutuhkan insulin. Jika
insulin tersebut tidak ada, maka dapat mengakibatkan ketosidosis akut dan koma. Namun,
penyakit autoimun ini juga dapat terjadi pada dewasa dengan tingkat keparahan ringan yang
disebut LADA ( Latent autoimmune of Diabetes in Adults).
Ada tiga mekanisme yeng menyebabkan destruksi sel islet, yaitu :
Faktor Genetik
Berdasarkan studi yang ada didapatkan berbagai gen yang dapat memicu timbulnya DM
tipe 1. Gen yang paling berpengaruh adalah lokus HLA pada kromosom 6p21 yaitu
sekitar 50% penderita DM tipe 1 memiliki HLA-DR3 atau HLA-DR4 haplotype.
Beberapa gen non-HLA yang dapat memicu timbulnya DM tipe 1 adalah insulin dengan
variable number of tandem repeats (VNTRs) pada region promoter. Polimorfisme dari
CTLA4 dan PTPN22 menganggu fungsi aktivitasnya sebagai inhibitor respon sel T dapat
memicu proses autoimun pada DM tipe 1.
Faktor Autoimmunitas
Di antara sekian banyak jenis sel pankreas, hanya sel β yang dihancurkan oleh sistem
imun. Walaupun demikian tipe sel islet lain seperti sel α yang memproduksi glukagon,
sel δ yang memproduksi somatostatin, dan sel PP yang memproduksi polipeptida
pankreas, masih berfungsi. Terlebih lagi, secara embriologi sel-sel islet lain tersebut
mirip dengan sel β dan juga mengekspresikan protein yang sebagian besar sama dengan
sel β. Sel β peka terhadap efek toksik dari beberapa sitokin seperti Tumor Necrosis
Factor α (TNF α), interferon γ, dan interleukin 1 (IL-1). Mekanisme dari proses
kematian sel β belum diketahui dengan pasti, namun proses ini dipengaruhi oleh
pembentukkan metabolit nitric oxide (NO), apoptosis, dan sitotoksisitas dari sel T CD8+.
Dasar dari abnormalitas imun pada DM tipe 1 adalah kegagalan dari self-tolerance sel T.
Kegagalan toleransi ini dapat disebabkan oleh defek delesi klonal pada sel T self-reactive
pada timus, defek pada fungsi regulator atau resistensi sel T efektor terhadap supresi sel
regulator. Hal – hal tersebut membuat sel T autoreaktif bertahan dan siap untuk berespon
terhadap self-antigens. Aktivasi awal dari sel tersebut terjadi pada nodus limfe
peripankreatik sebagai respon terhadap antigen yang dilepaskan dari sel Pulau
Langerhans yang rusak. Sel T yang teraktivasi bergerak ke pancreas → merusak sel β.
Populasi sel T yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut adalah TH1 cells (merusak
dengan mensekresi sitokin = including IFN-γ and TNF) dan CD8+ CTLs.
Sel islet pankreas yang menjadi target autoimun antara lain adalah Islet cell
autoantibodies (ICA) yang merupakan suatu komposisi dari beberapa antibodi yang
spesifik pada molekul sel islet pankreas seperti insulin, glutamic acid decarboxylase
(GAD), ICA-512/IA-2 (homolog tirosin-fosfatase), dan phogrin (protein granul yang
mensekresi insulin). Sehingga antigen tersebut merupakan marker dari proses autoimun
DM tipe 1.
Faktor Lingkungan
Berbagai faktor lingkungan sering dikaitkan dengan DM, namun tidak satupun pernah
terbukti benar-benar berpengaruh. Faktor yang diduga memicu DM antara lain meliputi
virus (coxsackie B, mumps, cytomegalovirus dan rubella). Terdapat 3 hipotesis yang
menjelaskan bagaimana virus dapat menimbulkan DM tipe 1 :
1. Akibat infeksi virus → inflamasi serta kerusakan sel Pulau Langerhans →
pelepasan antigen sel β dan aktivasi sel T autoreaktif
2. Virus memproduksi protein yang mirip dengan antigen sel β sehingga memicu
respon imun yang juga beraksi dengan sel β pada pancreas
3. Infeksi virus terdahulu yang menetap pada jaringan Pankreas kemudian terjadi
reinfeksi dengan virus yang sama yang memiliki epitop antigenic yang sama →
memicu respon imun pada sel Pulau Langerhans
Dari ketiga hipotesis tersebut belum ada yang dapat menjelaskan secara pasti
pathogenesis infeksi virus terhadap timbulnya DM tipe 1. Vaksinasi pada anak tidak
ada hubungannya dengan timbulnya DM tipe 1. Faktor lain yang dapat memicu DM
tipe 1 adalah protein susu bovine dan komponen nitrosurea.
DM Tipe 2
Resistensi insulin dan sekresi insulin yang abnormal memegang peran sentral dalam perjalanan DM tipe 2. Walaupun sejumlah kontroversi timbul terkait yang mana dari dua hal tersebut yang merupakan defek primer munculnya DM tipe 2, kebanyakan hasil studi mendukung pendapat bahwa resistensi insulin mendahului gangguan sekresi insulin dan bahwa DM muncul hanya jika sekresi insulin menjadi tidak adekuat.
Awalnya resistensi insulin masih belum menyebabkan DM secara klinis. Pada saat tersebut sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pankreas, mula timbul DM secara klinis, yang
ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi kriteria diagnosis DM. DM tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi insulin perifer, gangguan sekresi insulin, produksi glukosa yang berlebihan oleh hepar, dan metabolisme lemak yang abnormal.
Resistensi Insulin.
Penurunan kemampuan insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan target (khususnya otot dan hepar). Mekanisme molekular terjadinya resistensi insulin pada DM tipe 2 belum dapat dijelaskan secara utuh. Terdapat pengurangan jumlah reseptor insulin dan aktivitas tirosin kinase pada otot rangka, namun perubahan ini lebih kepada akibat sekunder dari kondisi hiperinsulinemia yang terjadi dan bukan defek primernya. Patogenesis dari resistensi insulin saat ini lebih fokus pada defek sinyal PI-3-kinase, yang mengakibatkan penurunan translokasi GLUT-4 ke membran plasma, dibandingkan abnormalitasabnormalitas lainnya. Namun, tidak semua jalur transduksi sinyal insulin resisten terhadap efek insulin. Contohnya, jalur yang mengendalikan pertumbuhan dan diferensiasi sel dan menggunakan jalur MitogenActivated Protein (MAP) kinase, berpotensial meningkatkan kondisi terjadinya aterosklerosis pada diabetes.
Gangguan Sekresi Insulin.
Sekresi dan sensitivitas insulin saling berhubungan. Pada DM tipe 2, sekresi insulin terutama meningkat sebagai respon terhadap resistensi insulin guna mempertahankan kadar glukosa darah normal. Gangguan sekresi insulin yang terjadi sebenarnya ringan dan hanya secara selektif melibatkan sekresi insulin yang distimulasi glukosa saja. Respon terhadap bahan-bahan nonglukosa seperti arginin masih dipertahankan. Namun, gangguan sekresi insulin ini akan berjalan sampai pada tahap sekresi insulin inadekuat yang berat. Alasan terjadinya penurunan kapasitas sekresi insulin pada DM tipe 2 masih belum jelas.
Peningkatan Produksi Glukosa Hepar.
Pada DM tipe 2, resistensi insulin pada hepar merefleksikan kegagalan hiperinsulinemia untuk menekan glukoneogenesis, yang menyebabkan kondisi hiperglikemia dan penurunan simpanan glikogen oleh hepar pada masa pascaprandial. Peningkatan produksi glukosa oleh hepar terjadi pada masa-masa awal diabetes, meskipun sepertinya hal itu terjadi setelah onset gangguan sekresi insulin dan resistensi insulin pada otot rangka.
Metabolisme lemak yang abnormal.
Obesitas terutama viseral dan sentral sangat umum ditemui pada DM tipe 2. Adiposit menghasilkan sejumlah produk-produk biologis (leptin, TNF-α, asam lemak bebas, resistin dan adiponektin) yang memodulasi sekresi dan kerja insulin serta berat badan, dan mungkin juga berperan dalam terjadinya resistensi insulin
Komplikasi
DM sering disebut dengan the great imitator, yaitu penyakit yang dapat menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai keluhan. Penyakit ini timbul secara perlahan-lahan, sehingga seseorang tidak menyadari adanya berbagai perubahan dalam dirinya. Karena itu, jelas bahwa DM bisa menjadi penyebab terjadinya komplikasi baik yang akut maupun kronis.
1. Komplikasi Akut
Komplikasi yang akut akibat DM terjadi secara mendadak. Keluhan dan gejalanya terjadi dengan cepat dan biasanya berat. Komplikasi akut umumnya timbul akibat glukosa darah yang terlalu rendah (hipoglikemia) atau terlalu tinggi (hiperglikemia).
a. Hipoglikemia
Kadar glukosa darah yang terlalu rendah sampai di bawah 60 mg/dl disebut hipoglikemia. Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita DM yang diobati dengan suntikan insulin ataupun minum tablet anti-diabetes, tetapi tidak makan dan olah raganya melebihi biasanya. Bisa juga terjadi pada alkoholik, adanya tumor yang mensekresi glukagon, malnutrisi, dan yang jarang terjadi pada sepsis. Hipoglikemia dapat juga terjadi tanpa gejala awal pada sebagian pasien DM yang juga menderita hipertensi, khususnya di malam hari atau saat menggunakan obat bloker beta (obat hipertensi). Keluhan dan gejala hipoglikemia dapat bervariasi, tergantung pada sejauh mana glukosa turun. Keluhan hipoglikemia pada dasarnya dapat dibagi dalam dua kategori besar, yaitu:
Keluhan akibat otak tidak mendapat cukup kalori sehingga menggangu fungsi intelektual, antara lain sakit kepala, kurang konsentrasi, mata kabur, capek, bingung, kejang, dan koma.
Keluhan akibat efek samping hormon lain (adrenalin) yang berusaha menaikkan kadar glukosa darah, yaitu pucat, berkeringat, nadi berdenyut cepat, berdebar, cemas, serta rasa lapar Pada awalnya ketika glukosa darah berada pada tingkat 40-50 mg/dl, pasien DM mengalami gemetaran, keringat dingin, mata kabur, lemah, lapar, pusing, sakit kepala, tegang, mual, jantung berdebar, dan kulit dingin. Pada saat glukosa darah di bawah 40 mg/dl, pasien akan merasa mengantuk, sukar bicara seperti orang mabuk, dan bingung. Dan pada saat glukosa di bawah 20 mg/dl keluhan atau gejala yang terjadi adalah kejang, tidak sadarkan diri (koma hipoglikemia), dan bisa menyebabkan kematian.
b. Hiperglikemia
Hiperglikemia dapat terjadi karena meningkatnya asupan glukosa dan meningkatnya produksi glukosa hati. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisme habis secara normal melalui glikolisis. Tetapi, sebagian melalui perantara enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol, yang selanjutnya akan tertumpuk dalam sel/jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi . Hiperglikemia terdiri dari:
Ketoasidosis Diabetik
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah gawat darurat akibat hiperglikemia dimana terbentuk banyak asam dalam darah. Hal ini terjadi akibat sel otot tidak mampu lagi membentuk energi sehingga dalam keadaan darurat ini tubuh akan memecah lemak dan terbentuklah asam yang bersifat racun dalam peredaran darah yang disebut keton. Keadaan ini terjadi akibat suntikan insulin berhenti atau kurang, atau mungkin karena lupa menyuntik atau tidak menaikkan dosis padahal ada makanan ekstra yang menyebabkan glukosa darah naik. Biasanya paling sering ditemukan pada penderita DM Tipe 1, namun pada penderita DM Tipe 2 pada keadaan tertentu seperti stress, infeksi, kelainan vaskuler ataupun stress emosional juga beresiko mendapatkan KAD. Keluhan dan gejala KAD timbul akibat adanya keton yang meningkat dalam darah. Keluhan dan gejala tersebut berupa nafas yang cepat dan dalam, nafas bau keton atau aseton, nafsu makan turun, mual, muntah, demam, nyeri perut, berat badan turun, capek, lemah, bingung, mengantuk, dan kesadaran menurun sampai koma.
Hiperosmolar Non-Ketotik
Hiperosmolar Non-Ketotik adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa darah sangat tinggi sehingga darah menjadi sangat “kental”, kadar glukosa darah DM bisa sampai di atas 600 mg/dl. Glukosa ini akan menarik air keluar sel dan selanjutnya keluar dari tubuh melalui kencing. Maka, timbulah kekurangan cairan tubuh atau dehidrasi. Gejala Hiperosmolar Non-Ketotik mirip dengan ketoasidosis. Perbedaannya, pada Hiperosmolar Non-Ketotik tidak dijumpai nafas yang cepat dan dalam serta berbau keton. Gejala yang ditimbulkan adalah rasa sangat haus, banyak kencing, lemah, kaki dan tungkai kram, bingung, nadi berdenyut cepat, kejang dan koma.
2. Komplikasi Kronik
Kadar gula darah pada penderita DM dapat dikontrol. Jika kadar gula darah tetap tinggi akan timbul komplikasi kronik. Komplikasi kronik diartikan sebagai kelainan pembuluh darah yang akhirnya bisa menyebabkan serangan jantung, gangguan fungsi ginjal, dan gangguan saraf. Komplikasi kronik sering dibedakan berdasarkan bagian tubuh yang mengalami kerusakan, seperti kerusakan pada saraf, ginjal, mata, jantung, dan lainnya.
Kerusakan Ginjal (Nephropathy)
DM dapat mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal. Ginjal menjadi tidak dapat menyaring zat yang terkandung dalam urin. Bila ada kerusakan ginjal, racun tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor keluar. Penderita DM memiliki resiko 20 kali lebih besar menderita kerusakan ginjal dibandingkan dengan orang tanpa DM. Gambaran gagal ginjal pada penderita DM yaitu : lemas, mual, pucat, sesak nafas akibat penimbunan cairan. Adanya gagal ginjal dibuktikan dengan kenaikan kadar kreatinin/ureum serum ditemukan berkisar 2-7 % dari
penderita DM. selain itu adanya proteinuria tanpa kelainan ginjal yang lain merupakan salah satu tanda awal nefropati diabetik.
Kerusakan Saraf (Neuropathy)
Kerusakan saraf adalah komplikasi DM yang paling sering terjadi. Baik penderita DM Tipe 1 maupun Tipe 2 bisa terkena neuropati. Hal ini bisa terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Akibatnya saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim, atau terlambat dikirim. Keluhan dan gejala neuropati tergantung pada berat ringannya kerusakan saraf. Kerusakan saraf yang mengontrol otot akan menyebabkan kelemahan otot sampai membuat penderita tidak bisa jalan. Gangguan saraf otonom dapat mempercepat denyut jantung dan membuat muncul banyak keringat. Kerusakan saraf sensoris (perasa) menyebabkan penderita tidak bisa merasakan nyeri panas, dingin, atau meraba. Kadang-kadang penderita dapat merasakan kram, semutan, rasa tebal, atau nyeri. Keluhan neuropati yang paling berbahaya adalah rasa tebal pada kaki, karena tidak ada rasa nyeri, orang tidak tahu adanya infeksi.
Kerusakan Mata Penyakit
DM dapat merusak mata dan menjadi penyebab utama kebutaan. Setelah mengidap DM selama 15 tahun, rata-rata 2 persen penderita DM menjadi buta dan 10 persen mengalami cacat penglihatan. Kerusakan mata akibat DM yang paling sering adalah Retinopati (Kerusakan Retina). Glukosa darah yang tinggi menyebabkan rusaknya pembuluh darah retina bahkan dapat menyebabkan kebocoran pembuluh darah kapiler. Darah yang keluar dari pembuluh darah inilah yang menutup sinar yang menuju ke retina sehingga penglihatan penderita DM menjadi kabur. Kerusakan yang lebih berat akan menimbulkan keluhan seperti tampak bayangan jaringan atau sarang laba-laba pada penglihatan mata, mata kabur, nyeri mata, dan buta. Selain menyebabkan retinopati, DM juga dapat menyebabkan lensa mata menjadi keruh (tampak putih) yang disebut katarak serta dapat menyebabkan glaucoma (menyebabkan tekanan bola mata).
Penyakit jantung
DM merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Jika pembuluh darah koroner menyempit, otot jantung akan kekurangan oksigen dan makanan akibat suplai darah yang kurang. Selain menyebabkan suplai darah ke otot jantung, penyempitan pembuluh darah juga mengakibatkan tekanan darah meningkat, sehingga dapat mengakibatkan kematian mendadak.
Hipertensi Penderita
DM cenderung terkena hipertensi dua kali lipat dibanding orang yang tidak menderita DM. Hipertensi bisa merusak pembuluh darah. Hipertensi dapat memicu terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Antara 35-75% komplikasi
DM disebabkan oleh hipertensi. Faktor-faktor yang dapat mengakibatkan hipertensi pada penderita DM adalah nefropati, obesitas, dan pengapuran atau pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah.
Gangguan Saluran Pencernaan
Mengidap DM terlalu lama dapat mengakibatkan urat saraf yang memelihara lambung akan rusak sehingga fungsi lambung untuk menghancurkan makanan menjadi lemah. Hal ini mengakibatkan proses pengosongan lambung terganggu dan makanan lebih lama tinggal di dalam lambung. Gangguan pada usus yang sering diutarakan oleh penderita DM adalah sukar buang air besar, perut gembung, dan kotoran keras. Keadaan sebaliknya adalah kadang-kadang menunjukkan keluhan diare, kotoran banyak mengandung air tanpa rasa sakit perut.
Tatalaksana
Pada penatalaksanaan diabetes mellitus, langkah pertama yang harus dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah raga. Apabila dalam langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat dikombinasi dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya.
1. Terapi non farmakologi
a. Pengaturan diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak. Tujuan pengobatan diet pada diabetes adalah:
Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar normal.
Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.
Mencegah komplikasi akut dan kronik.
Meningkatkan kualitas hidup.
Terapi nutrisi direkomendasikan untuk semua pasien diabetes mellitus, yang terpenting dari semua terapi nutrisi adalah pencapian hasil metabolis yang optimal dan pencegahan serta perawatan komplikasi. Untuk pasien DM tipe 1, perhatian utamanya pada regulasi administrasi insulin dengan diet seimbang untuk mencapai dan memelihara berat badan yang sehat. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel β terhadap stimulus glukosa.
b. Olahraga
Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Prinsipya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olahraga akan memperbanyak jumlah dan juga meningkatkan penggunaan glukosa.
2. Terapi farmakologi
a. Insulin
Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel β pankreas dalam merespon glukosa. Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino tersusun dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian metabolisme, efek kerja insulin adalah membantu transport glukosa dari darah ke dalam sel.
Macam-macam sediaan insulin:
Insulin kerja singkat Sediaan ini terdiri dari insulin tunggal biasa, mulai kerjanya baru sesudah setengah jam (injeksi subkutan), contoh: Actrapid, Velosulin, Humulin Regular.
Insulin kerja panjang (long-acting) Sediaan insulin ini bekerja dengan cara mempersulit daya larutnya di cairan jaringan dan menghambat resorpsinya dari tempat injeksi ke dalam darah. Metoda yang digunakan adalah mencampurkan insulin dengan protein atau seng atau mengubah bentuk fisiknya, contoh: Monotard Human.
Insulin kerja sedang (medium-acting) Sediaan insulin ini jangka waktu efeknya dapat divariasikan dengan mencampurkan beberapa bentuk insulin dengan lama kerja berlainan, contoh: Mixtard 30 HM.
Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM tipe 2 kemudian akan memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Untuk pasien yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan kombinasi metformin dan sulfonilurea, langkah selanjutnya yang mungkin diberikan adalah insulin.
b. Obat Antidiabetik
Oral Obat-obat antidiabetik oral ditujukan untuk membantu penanganan pasien diabetes mellitus tipe 2. Farmakoterapi antidiabetik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat:
Golongan Sulfonilurea
Golongan obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dikelenjar pankreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans pankreas masih dapat berproduksi Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Obat golongan ini
merupakan pilihan untuk diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya.
Sulfonilurea generasi pertama Tolbutamid diabsorbsi dengan baik tetapi cepat dimetabolisme dalam hati. Masa kerjanya relatif singkat, dengan waktu paruh eliminasi 4-5 jam. Dalam darah tolbutamid terikat protein plasma. Di dalam hati obat ini diubah menjadi karboksitolbutamid dan diekskresi melalui ginjal.
Asektoheksamid dalam tubuh cepat sekali mengalami biotransformasi, masa paruh plasma 0,5-2 jam. Tetapi dalam tubuh obat ini diubah menjadi 1- hidroksilheksamid yang ternyata lebih kuat efek hipoglikemianya daripada asetoheksamid sendiri. Selain itu itu 1-hidroksilheksamid juga memperlihatkan masa paruh yang lebih panjang, kira-kira 4-5 jam. Klorpropamid cepat diserap oleh usus, 70-80% dimetabolisme di dalam hati dan metabolitnya cepat diekskresi melalui ginjal. Dalam darah terikat albumin, masa paruh kira-kira 36 jam sehingga efeknya masih terlihat beberapa hari setelah pengobatan dihentikan. Tolazamid diserap lebih lambat di usus daripada sulfonilurea lainnya dan efeknya pada glukosa darah tidak segera tampak dalam beberapa jam setelah pemberian. Waktu paruhnya sekitar 7 jam.
Sulfonilurea generasi kedua Gliburid (glibenklamid) khasiat hipoglikemisnya yang kira-kira 100 kali lebih kuat daripada tolbutamida. Sering kali ampuh dimana obat-obat lain tidak efektif lagi, risiko hipoglikemia juga lebih besar dan sering terjadi. Pola kerjanya berlainan dengan sulfonilurea yang lain yaitu dengan single-dose pagi hari mampu menstimulasi sekresi insulin pada setiap pemasukan glukosa (selama makan). Obat ini dimetabolisme di hati, hanya 21% metabolit diekresi melalui urin dan sisanya diekskresi melalui empedu dan ginjal. Glipizid memiliki waktu paruh 2-4 jam, 90% glipizid dimetabolisme dalam hati menjadi produk yang aktif dan 10% diekskresikan tanpa perubahan melalui ginjal.
Glimepiride dapat mencapai penurunan glukosa darah dengan dosis paling rendah dari semua senyawa sulfonilurea. Dosis tunggal besar 1 mg terbukti efektif dan dosis harian maksimal yang dianjurkan adalah 8 mg. Glimepiride mempunya waktu paruh 5 jam dan dimetabolisme secara lengkap oleh hati menjadi produk yang tidak aktif.
Golongan Biguanida
Golongan ini yang tersedia adalah metformin, metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat selular dan menurunkan produksi gula hati. Metformin juga menekan nafsu makan hingga berat badan tidak meningkat, sehingga layak diberikan pada penderita yang overweight.
Golongan Tiazolidindion
Golongan obat baru ini memiliki kegiatan farmakologis yang luas dan berupa penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan bagi insulin dari otot, jaringan lemak dan hati, sebagai efeknya penyerapan glukosa ke dalam jaringan lemak dan otot meningkat. Tiazolidindion diharapkan dapat lebih tepat bekerja pada sasaran kelainan
yaitu resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel β pankreas. Contoh: Pioglitazone, Troglitazon.
Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan hiperglikemia postprandrial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Contoh: Acarbose
ANALISIS MASALAH
1.1 Bagaimana cara untuk mendiagnosis appendisitis? 1, 12
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini terjadi karena
hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh saluran cerna,
sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau rangsangan viseral
akibat aktivasi n.vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk mengejan. Panas akibat
infeksi akut jika timbul komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi,
antara 37,5 -38,5 C. Tetapi jika suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi perforasi .
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan membungkuk sambil
memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan perut
bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler abses. Pada palpasi, abdomen biasanya
tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-
hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status
lokalis abdomen kuadran kanan bawah:
Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran
kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri lepas
tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-
tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan dan dalam di
titik Mc. Burney.
Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence muscular
adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietale.
Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah
apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan
oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang
berlawanan.
Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks.
Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan
lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal
tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium.
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat peristaltik normal,
peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat
apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis
apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik
usus. Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-
12.
Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan jumlah leukosit
(sel darah putih). Urinalisa diperlukan untuk menyingkirkan penyakit lainnya berupa
peradangan saluran kemih. Pada pasien wanita, pemeriksaan dokter kebidanan dan
kandungan diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis kelainan peradangan saluran
telur/kista indung telur kanan atau KET (kehamilan diluar kandungan) (Sanyoto, 2007).
Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram) dapat
membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala) didalam lumen
usus buntu. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan CT scan bisa membantu dakam
menegakkan adanya peradangan akut usus buntu atau penyakit lainnya di daerah
rongga panggul.
Namun dari semua pemeriksaan pembantu ini, yang menentukan diagnosis apendisitis
akut adalah pemeriksaan secara klinis. Pemeriksaan CT scan hanya dipakai bila didapat
keraguan dalam menegakkan diagnosis. Pada anak-anak dan orang tua penegakan
diagnosis apendisitis lebih sulit dan dokter bedah biasanya lebih agresif dalam
bertindak.
1.2 Apa penyebab dari appendisitis? 3, 1
Inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen.
1.3 Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik? SEMUA
Anam perempuan M, 9 tahun pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran berkabut,
gelisah, kulit kering, nyeri titik McBurney tidak jelas, dan miksi yang cukup banyak.
1.4 Bagaimana mekanisme abnormal dari permeriksaan fisis? SEMUA
Kesadaran berkabut (mata kabur): Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi
(glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat
terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
Gelisah:-
Kulit kering: akibat dehidrasi
Nyeri titik McBurney:-
Miksi yang cukup banyak: gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari
kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL,
maka glukosa akan dikeluarkan melalui air kemih. Karena di saluran pembuluh darah
kental karena tercampur dengan glukosa. Ginjal yang berfungsi menyaring maka
kinerjanya berkurang, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan
sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam
jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak.
1.5 Apa saja dd dari miksi yang banyak?1, 12
Infeksi saluran kemih, kelainan kongenital saluran kemih (ureter ektopik, epispadia,
1.6 Adakah kemungkinan dehidrasi yang terjadi pada anak ini? Kalau ada, kenapa? 3, 1
Ada, karena anak tersebut sering miksi yang cukup banyak menyebabkan kekurangan
cairan. Hal ini menyebabkan dehidrasi.
1.7 Apa tipe-tipe dari DM? Jelaskan! 10, 1
Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association 2010 (ADA 2010), dibagi dalam 4 jenis yaitu:
Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM
DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah ketoasidosis.
Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Mellitus/NIDDM
Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset DM tipe ini terjadi perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik. Adanya resistensi yang terjadi
perlahan-lahan akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang. DM tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi.
Diabetes Melitus Tipe Lain
DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan kelainan genetik lain.
Diabetes Melitus Gestasional
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilsan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga. DM gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih besar untuk menderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan.
1.8 Apa saja mekanisme dari trias DM?1,12
Poliuria: gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah
yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan
dikeluarkan melalui air kemih. Karena di saluran pembuluh darah kental karena
tercampur dengan glukosa. Ginjal yang berfungsi menyaring maka kinerjanya
berkurang, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar
glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang
berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak.
Polidipsi: karena terjadi poliuri. Dengan kencing teruscairan dalam tubuh
kurangsehingga selalu merasa haus. Karena peningkatan gula darah , air akan tertarik
keluar dari sel, menyebabkan dehidrasi intraseluler dan stimulasi rasa haus di
hipotalamus.
Polifagi:
Terjadi defisiensi insulin: Glikogen terus menerus dipecah menjadi glukosa terjadi
perubahan dari anabolisme menjadi katabolisme protein dan lemak
(glukoneogenesis). Karena lemak terurai maka energy yang dihasilkan sedikit.
Sel tidak menerima suplay makanan walaupun di saluran pembuluh darah banyak
glukosa.
Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, sehingga penderita mengalami
penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali
merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan.
Berat badan turun: makanan masuk dlm tubuh (polisakarida) diproses pemecahan
sampai glukosa gangguan insulin glukosa tdk dapat ditransport dalam
otot,glukosa menumpuk dlm darah otot butuh suplai energy proses glikugenolisis
sinyal ke hipotalamus selalu merasa lapar akibat keadaan pasca absorptif yang
kronik, katabolisme protein dan lemak, dan kelaparan relatif sel-sel sering terjadi
penurunan berat badan.
1.9 Bagaimana patogenesis dari DM tipe 1? 3,1
Terjadi akibat destruksi autoimun sel β yang menyebabkan kerusakan sel β. Keparahan
dari DM tipe 1 ini umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja yang membutuhkan
insulin. Jika insulin tersebut tidak ada, maka dapat mengakibatkan ketosidosis akut dan
koma. Namun, penyakit autoimun ini juga dapat terjadi pada dewasa dengan tingkat
keparahan ringan yang disebut LADA ( Latent autoimmune of Diabetes in Adults).
Ada tiga mekanisme yeng menyebabkan destruksi sel islet, yaitu :
Faktor Genetik
Berdasarkan studi yang ada didapatkan berbagai gen yang dapat memicu timbulnya
DM tipe 1. Gen yang paling berpengaruh adalah lokus HLA pada kromosom 6p21
yaitu sekitar 50% penderita DM tipe 1 memiliki HLA-DR3 atau HLA-DR4 haplotype.
Beberapa gen non-HLA yang dapat memicu timbulnya DM tipe 1 adalah insulin
dengan variable number of tandem repeats (VNTRs) pada region promoter.
Polimorfisme dari CTLA4 dan PTPN22 menganggu fungsi aktivitasnya sebagai
inhibitor respon sel T dapat memicu proses autoimun pada DM tipe 1.
Faktor Autoimmunitas
Di antara sekian banyak jenis sel pankreas, hanya sel β yang dihancurkan oleh sistem
imun. Walaupun demikian tipe sel islet lain seperti sel α yang memproduksi glukagon,
sel δ yang memproduksi somatostatin, dan sel PP yang memproduksi polipeptida
pankreas, masih berfungsi. Terlebih lagi, secara embriologi sel-sel islet lain tersebut
mirip dengan sel β dan juga mengekspresikan protein yang sebagian besar sama
dengan sel β. Sel β peka terhadap efek toksik dari beberapa sitokin seperti Tumor
Necrosis Factor α (TNF α), interferon γ, dan interleukin 1 (IL-1). Mekanisme dari
proses kematian sel β belum diketahui dengan pasti, namun proses ini dipengaruhi oleh
pembentukkan metabolit nitric oxide (NO), apoptosis, dan sitotoksisitas dari sel T
CD8+.
Dasar dari abnormalitas imun pada DM tipe 1 adalah kegagalan dari self-tolerance sel
T. Kegagalan toleransi ini dapat disebabkan oleh defek delesi klonal pada sel T self-
reactive pada timus, defek pada fungsi regulator atau resistensi sel T efektor terhadap
supresi sel regulator. Hal – hal tersebut membuat sel T autoreaktif bertahan dan siap
untuk berespon terhadap self-antigens. Aktivasi awal dari sel tersebut terjadi pada
nodus limfe peripankreatik sebagai respon terhadap antigen yang dilepaskan dari sel
Pulau Langerhans yang rusak. Sel T yang teraktivasi bergerak ke pancreas → merusak
sel β. Populasi sel T yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut adalah TH1 cells
(merusak dengan mensekresi sitokin = including IFN-γ and TNF) dan CD8+ CTLs.
Sel islet pankreas yang menjadi target autoimun antara lain adalah Islet cell
autoantibodies (ICA) yang merupakan suatu komposisi dari beberapa antibodi yang
spesifik pada molekul sel islet pankreas seperti insulin, glutamic acid decarboxylase
(GAD), ICA-512/IA-2 (homolog tirosin-fosfatase), dan phogrin (protein granul yang
mensekresi insulin). Sehingga antigen tersebut merupakan marker dari proses
autoimun DM tipe 1.
Faktor Lingkungan
Berbagai faktor lingkungan sering dikaitkan dengan DM, namun tidak satupun pernah
terbukti benar-benar berpengaruh. Faktor yang diduga memicu DM antara lain
meliputi virus (coxsackie B, mumps, cytomegalovirus dan rubella). Terdapat 3
hipotesis yang menjelaskan bagaimana virus dapat menimbulkan DM tipe 1 :
1. Akibat infeksi virus → inflamasi serta kerusakan sel Pulau Langerhans → pelepasan
antigen sel β dan aktivasi sel T autoreaktif.
2. Virus memproduksi protein yang mirip dengan antigen sel β sehingga memicu
respon imun yang juga beraksi dengan sel β pada pancreas.
3. Infeksi virus terdahulu yang menetap pada jaringan Pankreas kemudian terjadi
reinfeksi dengan virus yang sama yang memiliki epitop antigenic yang sama →
memicu respon imun pada sel Pulau Langerhans.
Dari ketiga hipotesis tersebut belum ada yang dapat menjelaskan secara pasti
pathogenesis infeksi virus terhadap timbulnya DM tipe 1. Vaksinasi pada anak tidak
ada hubungannya dengan timbulnya DM tipe 1. Faktor lain yang dapat memicu DM
tipe 1 adalah protein susu bovine dan komponen nitrosurea.
1.10 O2 saturasi (1,12)
Interpretasi: 95.5% (normal). Nilai normal 95-99%.
Mekanisme:-
1.11 Keton darah 3, 1
Interpretasi: > 2,5 mmol/L (meningkat).
Mekanisme: Pada DM kekurangan hormon insulin dan meningkatnya hormon
kontrainsulin pada KAD juga mengakibatkan perlepasan asam lemak bebas dari
jaringan adiposa dari proses lipolisis ke dalam aliran darah dan oksidasi asam lemak
hepar menjadi benda keton (ß - hydroxybutyrate [ß-OHB] dan acetoacetate) tak
terkendali, sehingga mengakibat kan ketonemia dan asidosis metabolik.
Daftar Pustaka:
Sinto Dewi S. 2012. http://eprints.undip.ac.id/35606/3/Bab_2.pdf. Diakses pada tanggal 15
Desember 2015 pukul18.45 WIB.
Zahara F. 2013. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35195/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses pada tanggal 15 Desember 2015 pukul18.50 WIB.