Trauma Kepala
A. PengertianCedera kepala adalah cedera yang terjadi pada kulit
kepala, tengkorak dan otak. (Brunner & Suddarth, 2001 :
2010).Cedera kepala adalah cedera kepala (terbuka dan tertutup)
yang terjadi karena: fraktur tengkorak, komusio (gegar serebri),
kontusio (memar /laserasi) dan perdarahan serebral (subarakhnoid,
subdural, epidural, intraserebral, batang otak). (Doenges, 1999 :
270).Cedera kepala adalah trauma yang terjadi karena adanya pukulan
/benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran.(Tucker, 1998).Cedera kepala adalah suatu trauma yang
mengenai kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi
akibat injuri baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan
disertai atau tanpa disertai perdarahan yang mengakibatkan gangguan
fungsi otak. (Price, 1995 : 1015).Cedera kepala gangguan traumatik
yang menyebabkan gangguan fungsi otak disertai / tanpa disertai
perdarahan interstisial dan tidak mengganggu jaringan otak. Dari
beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa cedera kepala
adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak dan otak yang terjadi
baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat
menyebabkan kematian.
Macam-macam cedera kepalaCedera kepala dibagi menjadi:1. Cedera
kepala terbukaLuka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan
pecahnya tengkorak atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada
tipe ini ditentukan oleh velositas, masa dan bentuk dari benturan.
Kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan
masuk ke dalam jaringan otak dan melukai durameter saraf otak,
jaringan sel otak akibat benda tajam / tembakan. Cedera kepala
terbuka memungkinkan kuman pathogen memiliki abses langsung ke
otak.2. Cedera kepala tertutupBenturan kranium pada jaringan otak
didalam tengkorak ialah goncangan yang mendadak. Dampaknya mirip
dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian serentak berhenti dan
bila ada cairan dalam otak cairan akan tumpah. Cedera kepala
tertutup meliputi: komusio (gegar otak), kontusio (memar) dan
laserasi. (Brunner & Suddarth, 2001 : 2211; Long, 1990 :
203)Klasifikasi cedera kepala berdasarkan nilai GCS:1. Cedera
kepala ringanNilai GCS: 13-15, kehilangan kesadaran kurang dari 30
menit. Ditandai dengan: nyeri kepala, muntah, vertigo dan tidak ada
penyerta seperti pada fraktur tengkorak, kontusio / hematoma.2.
Cedera kepala sedangNilai GCS: 9-12, kehilangan kesadaran antara 30
menit 24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak dan disorientasi
ringan (bingung).3. Cedera kepala beratNilai GCS: 3-8, hilang
kesadaran lebih dari 24 jam, meliputi: kontusio serebral, laserasi,
hematoma dan edema serebral.(Hudack dan Gallo, 1996 : 226)
B. Anatomi KepalaTulang TengkorakStruktur tulang yang menutupi
dan melindungi otak, terdiri dari tulang kranium dan tulang muka.
Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan: lapisan luar, diploe dan
lapisan dalam. Lapisan luar dan dalam merupakan struktur yang kuat
sedangkan diploe merupakan struktur yang menyerupai busa. Lapisan
dalam membentuk rongga / fosa: fosa anterior (didalamnya terdapat
lobus frontalis), fosa tengah (berisi lobus temporalis, parietalis,
oksipitalis), fosa posterior (berisi otak tengah dan
sereblum).MeningenAdalah selaput yang menutupi otak dan medula
spinalis yang berfungsi sebagai pelindung. Pendukung
jaringan-jaringan dibawahnya, meningen terdiri dari:1. Durameter
(lapisan sebelah luar)Selaput keras pembungkus otak yang berasal
dari jaringan ikat tebal dan kuat. Durameter ditempat tertentu
mengandung rongga yang mengalirkan darah vena ke otak.2. Arakhnoid
(lapisan tengah)Merupakan selaput halus yang memisahkan durameter
dengan piameter membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan
otak yang meliputi susunan saraf sentral.3. Piameter (lapisan
sebelah dalam)Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan
jaringan otak, piameter berhubungan dengan araknoid melalui
struktur-struktur jaringan ikat yang disebut trabekel.(Ganong,
2002)OtakOtak terbagi menjadi 3 bagian utama, yaitu:a.
SereblumSereblum merupakan bagian otak yang terbesar dan paling
menonjol. Disini terletak pusat-pusat saraf yang mengatur semua
kegiatan sensorik dan motorik, juga mengatur proses penalaran,
ingatan dan intelegensia. Sereblum dibagi menjadi hemisfer kanan
dan kiri oleh suatu lekuk atau celah dalam yang disebut fisura
longitudinalis mayor. Bagian luar hemisferium serebri terdiri dari
substansial grisea yang disebut sebagai kortek serebri, terletak
diatas substansial alba yang merupakan bagian dalam (inti) hemisfer
dan dinamakan pusat medulla. Kedua hemisfer saling dihubungkan oleh
suatu pita serabut lebar yang disebut korpus kalosum. Di dalam
substansial alba tertanam masa substansial grisea yang disebut
ganglia basalis. Pusat aktifitas sensorik dan motorik pada
masingmasing hemisfer dirangkap dua, dan biasanya berkaitan dengan
bagian tubuh yang berlawanan. Hemisferium serebri kanan mengatur
bagian tubuh sebelah kiri dan hemisferium kiri mengatur bagian
tubuh sebelah kanan. Konsep fungsional ini disebut pengendalian
kontra lateral. Setiap hemisfer dibagi dalam lobus dan terdiri dari
4, yaitu:- Lobus Frontalis : Kontrol motorik gerakan volunteer,
terutama fungsi bicara, kontrol berbagai emosi, moral tingkah laku
dan etika.- Lobus Temporal : Pendengaran, keseimbangan, emosi dan
memori.- Lobus Oksipitalis : Visual senter, mengenal objek.- Lobus
Parietalis : Fungsi sensori umum, rasa (pengecapan)Kerusakan Pada
Bagian Sebrum TertentuKerusakan pada lapisan otak paling atas
(korteks serebri) biasanya akan mempengaruhi kemampuan berpikir,
emosi dan perilaku seseorang. Daerah tertentu pada korteks serebri
biasanya bertanggung jawab atas perilaku tertentu, lokasi yang
pasti dan beratnya cedera menentukan jenis kelainan yang terjadi.1.
Kerusakan Lobus FrontalisLobus frontalis pada korteks serebri
terutama mengendalikan keahlian motorik (misalnya menulis,
memainkan alat musik atau mengikat tali sepatu). Lobus frontalis
juga mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan, daerah tertentu
pada lobus frontalis bertanggung jawab terhadap aktifitas motorik
tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan. Efek perilaku dari
kerusakan lobus frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan
lokasi kerusakan fisik yang terjadi.Kerusakan yang kecil, jika
hanya mengenai satu sisi otak, biasanya tidak menyebabkan perubahan
perilaku yang nyata, meskipun kadang menyebabkan kejang. Kerusakan
luas yang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis bisa
menyebabkan apati, ceroboh, lalai dan kadang inkontinensia.
Kerusakan luas yang mengarah ke bagian depan atau samping lobus
frontalis menyebabkan perhatian penderita mudah teralihkan,
kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam,
penderita mengabaikan akibat yang terjadi akibat perilakunya.2.
Kerusakan Lobus ParientalisLobus parientalis pada korteks serebri
menggabungkan kesan dari bentuk, tekstur dan berat badan ke dalam
persepsi umum. Sejumlah kecil kemampuan matematika dan bahasa
berasal dari daerah ini. Lobus parientalis juga membantu
mengarahkan posisi pada ruang di sekitarnya dan merasakan posisi
dari bagian tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian depan lobus
parientalis menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang
berlawanan.Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya
kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan (keadaan ini
disebut apraksia) dan untuk menentukan arah kiri-kanan. Kerusakan
yang luas bias mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali
bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan bisa
mempengaruhi ingatan akan bentuk yang sebelumnya dikenal dengan
baik (misalnya bentuk kubus atau jam dinding). Penderita bisa
menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian maupun
melakukan pekerjaan sehari-hari lainnya.3. Kerusakan Lobus
TemporalisLobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi
menjadi dan mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus
temporalis juga memahami suara dan gambaran, menyimpan memori dan
mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur emosional. Kerusakan
pada lobus temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya
ingatan akan suara dan bentuk.Kerusakan pada lobus temporalis
sebelah kiri menyebabkan gangguan pemahaman bahasa yang berasal
dari luar maupun dari dalam dan menghambat penderita dalam
mengekspresikan bahasanya. Penderita dengan lobus temporalis
sebelah kanan yang non-dominan, akan mengalami perubahan
kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan agama
yang tidak biasa, obsesif dan kehilangan gairah
seksual.(Mediastore.Com)b. SerebellumSereblum terletak di dalam
fosa kranii posterior dan ditutupi oleh durameter yang menyerupai
atap tenda, yaitu tentonium yang memisahkan dari bagian posterior
serebrum. Serebrum terdiri dari bagian tengah (vermis) dan 2
hemisfer lateral. Serebrum dihubungkan dengan batang otak oleh tiga
berkas serabut yang dinamakan pedunkulus. Pedunkulus serebri
superior berhubungan dengan kedua hemisfer otak sedangkan
pedunkulus serebri inferior berisi serabut-serabut traktus spino
sereberalis dorsalis dan berhubungan dengan medulla oblongata.
Semua aktifitas serebrum dibawah kesadaran fungsi utamanya adalah
sebagai pusat reflek yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan
otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh.c. BrainstemKe arah
kaudal batang otak berlanjut sebagai medulla spinalis dan ke
rostral berhubungan langsung dengan pusat-pusat otak yang lebih
tinggi. Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medulla
oblongata, pors dan mesenfalon (otak tengah). Di seluruh batang
otak banyak ditemukan jaras-jaras yang berjalan naik dan turun.
Batang otak merupakan pusat penyampaian dan reflek yang penting
dari SSP. Selain nervus alfaktorius dan optikus, nuclei nervus
kranialis, juga terletak dari batang otak. Seringkali terdapat satu
saraf kranialis atau lebih yang turut terlibat dalam lesi batang
otak. Letak dan penyebaran lesi ini dapat dideteksi menggunakan
pemeriksaan fungsi saraf kranialis. Nervus kranialis I
(alfaktorius) dan II (optikus) merupakan jaras SSP, nervus optikus
dapat terkena pada penyakit-penyakit SSP (misal sclerosis multiple
dan tumor).(Sylvia A. Price & Lorrain M. Wilson,
2006)Saraf-Saraf Otak:a. Nervus Alfaktorius (Nervus Kranialis
I)Nervus alfaktorius menghantarkan bau menuju otak dan kemudian
diolah lebih lanjut. Dengan mata tertutup dan pada saat yang sama
satu lubang hidung ditutup, penderita diminta membedakan zat
aromatis lemah seperti vanila, cau de cologne, dan cengkeh. Fungsi
saraf pembau.b. Nervus Optikus (Nervus Kranialis II)Nervus optikus
menghantarkan impuls dari retina menuju plasma optikum, kemudian
melalui traktus optikus menuju korteks oksipitalis untuk dikenali
dan diinterpretasikan. Fungsi: Bola mata untuk penglihatan.c.
Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III)Sifatnya motorik,
mensarafi otot-otot orbital (otot penggerak bola mata). Fungsi
sebagai penggerak bola mata.d. Nervus Troklearis (Nervus Kranialis
IV)Sifatnya motorik, fungsi memutar mata, sebagai penggerak mata.e.
Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V)Nervus Trigeminus membawa
serabut motorik maupun sensorik dengan memberikan persarafan ke
otot temporalis dan maseter, yang merupakan otot-otot
pengunyah.Nervus trigeminus dibagi menjadi 3 cabang utama:- Nervus
oftalmikus sifatnya motorik dan sensorik. Fungsi: Kulit kepala dan
kelopak mata atas.- Nervus maksilaris sifatnya sensorik. Fungsi :
Rahang atas, palatum dan hidung.- Nervus mandibularis sifatnya
motorik dan sensorik. Fungsi : Rahang bawah dan lidah.f. Nervus
Abdusen (Nervus Kranialis VI)Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot
orbital. Fungsi: Sebagai saraf penggoyang bola mata.g. Nervus
Facialis (Nervus Nervus Kranialis VII)Sifatnya motorik dan
sensorik, saraf ini membawa serabut sensorik yang menghantar
pengecapan bagian anterior lidan dan serabut motorik yang mensarafi
semua otot ekspresi wajah, termasuk tersenyum, mengerutkan dahi dan
menyeringai.Fungsi: Otot lidah menggerakkan lidah dan selaput
lendir rongga mulut.h. Nervus Auditorius (Nervus Kranialis
VIII)Sifatnya sensorik, mensarafi alat pendengar membawa rangsangan
dari pendengaran dari telinga ke otak. Fungsinya: Sebagai saraf
pendengar.i. Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX)Sifatnya
majemuk, mensarafi faring, tonsil dan lidah.j. Nervus Vagus (Nervus
Kranialis X)Sifatnya majemuk, fungsinya: Sebagai saraf perasa.k.
Nervus Assesoris (Nervus Kranialis XI)Sifatnya motorik, fungsinya:
Sebagai saraf tambahan.l. Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis
XII)Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot lidah.(Patofisiologi,
2005)FisiologiPerdarahan intrakranial (hematoma intrakranial)
adalah penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan
tulang tengkorak. Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera
atau stroke. Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam
pembungkus otak sebelah luar (hematoma subdural) atau diantara
pembungkus otak sebelah luar dengan tengkorak (hematoma epidural).
Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT Scan
atau MRI. Sebagian besar perdarahan terjadi dengan cepat dan
menimbulkan gejala dalam beberapa menit.Perdarahan menahun
(hematoma kronis) lebih sering kali pada usia lanjut dan membesar
secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau
hari. Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan
pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan jaringan otak.
Hematoma yang luas akan menyebabkan otak bagian atas atau batang
otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi
penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau
kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau
bahkan kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan,
terutama pada usia lanjut.1. Hematoma EpiduralBerasal dari
perdarahan di arteri yang terletak diantara meningens dan tulang
tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah
merobek arteri darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi
sehingga lebih cepat memancar. Gejala berupa sakit kepala hebat
bias segera timbul tetapi bisa juga baru muncul beberapa jam
kemudian. Sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam
kemudian muncul lagi dan lebih parah dari sebelumnya.Selanjutnya
bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan,
pingsan dan koma. Diagnosis dini sangat penting dan biasanya
tergantung kepada CT Scan darurat. Hematoma epidural diatasi
sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak
untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan
penyumbatan sumber perdarahan.2. Hematoma SubduralBerasal dari
perdarahan pada vena di sekeliling otak. Perdarahan bisa terjadi
segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat
kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan.
Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala
neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk
dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:- Sakit kepala yang
menetap- Rasa mengantuk yang hilang-timbul- Linglung- Perubahan
ingatan- Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan
C. Etiologi1. Trauma tajamKerusakan terjadi hanya terbatas pada
daerah dimana itu merobek otak, misalnya tertembak peluru / benda
tajam.2. Trauma tumpulKerusakan menyebar karena kekuatan benturan,
biasanya lebih berat sifatnya.3. Cedera akselerasiPeristiwa
gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan maupun
bukan dari pukulan.4. Kontak benturan (Gonjatan langsung)Terjadi
benturan atau tertabrak sesuatu obyek.5. Kecelakaan lalu lintas6.
Jatuh7. Kecelakaan industri8. Serangan yang disebabkan karena olah
raga9. Perkelahian(Smeltzer, 2001 : 2210; Long, 1996 : 203)
D. PatofisiologiCedera kepala terjadi pada waktu benturan,
mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi cedera robekan,
hemoragi, akibatnya akan terjadi kemampuan autoregulasi cerebral
yang kurang atau tidak ada pada area cedera, dan konsekuensinya
meliputi hiperemia. Peningkatan / kenaikan salah satu otak akan
menyebabkan jaringan otak tidak dapat membesar karena tidak ada
aliran cairan otak dan sirkulasi pada otak, sehingga lesi yang
terjadi menggeser dan mendorong jaringan otak. Bila tekanan terus
menerus meningkat akibatnya tekanan pada ruang kranium terus
menerus meningkat. Maka aliran darah dalam otak menurun dan
terjadilah perfusi yang tidak adekuat, sehingga terjadi masalah
perubahan perfusi serebral. Perfusi yang tidak adekuat dapat
menimbulkan tingkatan yang gawat, yang berdampak adanya
vasodilatasi dan edema otak. Edema akan terus bertambah menekan /
mendesak terhadap jaringan saraf, sehingga terjadi peningkatan
tekanan intra kranial. (Price, 2005). Edema jaringan otak akan
mengakibatkan peningkatan TIK yang akan menyebabkan herniasi dan
penekanan pada batang otak. Dampak dari cedera kepala:1. Pola
pernafasanTrauma serebral ditandai dengan peningkatan TIK, yang
menyebabkan hipoksia jaringan dan kesadaran menurun. Dan biasanya
menimbulkan hipoventilasi alveolar karena nafas dangkal, sehingga
menyebabkan kerusakan pertukaran gas (gagal nafas) dan atau resiko
ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang akan menyebabkan laju
mortalitas tinggi pada klien cedera kepala. Cedera serebral juga
menyebabkan herniasi hemisfer serebral sehingga terjadi pernafasan
chyne stoke, selain itu herniasi juga menyebabkan kompresi otak
tengah dan hipoventilasi neurogenik central.(Long, 1996; Smeltzer
2001; Price, 1996)2. Mobilitas FisikAkibat trauma dari cedera otak
berat dapat mempengaruhi gerakan tubuh, sebagai akibat dari
kerusakan pada area motorik otak. Selain itu juga dapat menyebabkan
kontrol volunter terhadap gerakan terganggu dalam memenuhi
perawatan diri dalam kehidupan sehari-hari dan terjadi gangguan
tonus otot dan penampilan postur abnormal, sehingga menyebabkan
masalah kerusakan mobilitas fisik.(Doenges, 2000; Price, 2005)3.
Keseimbangan CairanTrauma kepala yang berat akan mempunyai masalah
untuk mempertahankan status hidrasi hidrat yang seimbang, sehingga
respon terhadap status berkurang dalam keadaan stress psikologis
makin banyak hormon anti diuretik dan main banyak aldosteron
diproduksi sehingga mengakibatkan retensi cairan dan natrium pada
trauma yang menyebabkan fraktur tengkorak akan terjadi kerusakan
pada kelenjar hipofisis / hipotalamus dan peningkatan TIK. Pada
keadaan ini terjadi disfungsi dan penyimpanan ADH sehingga terjadi
penurunan jumlah air dan menimbulkan dehidrasi.(Price, 2005).4.
Aktifitas MenelanAdanya trauma menyebabkan gangguan area motorik
dan sensorik dari hemisfer cerebral akan merusak kemampuan untuk
mendeteksi adanya makanan pada sisi mulut yang dipengaruhi dan
untuk memanipulasinya dengan gerakan pipi. Selain reflek menelan
dan batang otak mungkin hiperaktif / menurun sampai hilang sama
sekali.(Smeltzer, 2001; Price, 2005)5. Kemampuan KomunikasiPada
pasien dengan trauma cerebral disertai gangguan komunikasi,
disfungsi ini paling sering menyebabkan kecacatan pada penderita
cedera kepala, kerusakan ini diakibatkan dari kombinasi efek-efek
disorganisasi dan kekacauan proses bahasa dan gangguan. Bila ada
pasien yang telah mengalami trauma pada area hemisfer cerebral
dominan dapat menunjukkan kehilangan kemampuan untuk menggunakan
bahasa dalam beberapa hal bahkan mungkin semua bentuk bahasa
sehingga dapat menyebabkan gangguan komunikasi verbal.(Price,
2005).6. GastrointestinalSetelah trauma kepala perlukaan dan
perdarahan pada lambung jarang ditemukan, tetapi setelah 3 hari
pasca trauma terdapat respon yang bias dan merangsang aktifitas
hipotalamus dan stimulasi fagus yang dapat menyebabkan
hiperkardium. Hipotalamus merangsang anterior hipofisis untuk
mengeluarkan kartikosteroid dalam menangani cedera cerebral.
Hiperkardium terjadi peningkatan pengeluaran katekolamin dalam
menangani stress yang mempengaruhi produksi asam lambung.(Price,
2005)
E. Manifestasi Klinik1. Cedera kepala ringana. Kebingungan,
sakit kepala, rasa mengantuk yang abnormal dan sebagian besar
pasien mengalami penyembuhan total dalam beberapajam atau hari.b.
Pusing, kesulitan berkonsentrasi, pelupa, depresi, emosi, atau
perasaannya berkurang dan cemas, kesulitan belajar dan kesulitan
bekerja.
3. Cedera kepala sedanga. Kelemahan pada salah satu tubuh yang
disertai dengan kebingungan atau bahkan koma.b. Gangguan kesadaran,
abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba deficit neurologik, perubahan
tanda-tanda vital, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi
sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan
pergerakan.(Brunner & Suddarth, 2001; www. Mediatore)4. Cedera
kepala berata. Amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa sesaat
sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesehatan.b. Pupil tak
ekual, pemeriksaan motorik tidak ekual, adanya cedera terbuka,
fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
F. KomplikasiKemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari
perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif dan
herniasi otak. Komplikasi dari cedera kepala adalah:1. Peningkatan
TIKLebih dari separuh kematian karena trauma kepala disebabkan oleh
hipertensi intrakranial. Kenaikan tekanan intrakranial (TIK)
dihubungkan dengan penurunan tekanan perfusi dan aliran darah
serebral (CBF) dibawah tingkat kritis (60 mmHg) yang berakibat
kerusakan otak iskemik.Pengendalian TIK yang berhasil mampu
meningkatkan outcome yang signifikan. Telah dikembangkan pemantauan
TIK tapi belum ditemukan metode yang lebih akurat dan non
invasive.Pemantauan TIK yang berkesinambungan bisa menunjukkan
indikasi yang tepat untuk mulai terapi dan mengefektifkan terapi,
serta menentukan prognosis.TIK yang normal: 5-15 mmHgTIK Ringan :
15 25 mmHgTIK sedang : 25-40 mmHgTIK berat : > 40 mmHgSebagian
besar CSF diproduksi oleh pleksus choroidalis dari ventrikulus
lateralis, sisanya dihasilkan oleh jaringan otak kemudian dialirkan
langsung ke rongga sub arachnoid untuk diabsorpsi lewat vili
arachnoid di sagitalis.Pengikatan / penghilangan pleksus
choroidalis akan menurunkan CSF 60%. Produksi CSF 0,3 0,5 cc/menit
(450-500 cc/hari). Karena hanya ada volume 150cc CSF di otak
dewasa, jadi ada 3 kali penggantian CSF selama sehari. Produksi CSF
bersifat konstan dan tidak tergantung tekanan. Variasi pada TIK
tidak mempengaruhi laju produksi CSF.Absorpsi CSF secara langsung
dipengaruhi oleh kenaikan TIK. Tempat utama penyerapan CSF, vili
arachnoidalis (merupakan suatu katub yang diatur oleh tekanan).
Bila fungsi katub rusak / jika tekanan sinus vena meningkat, maka
absorpsi CSF menurun, maka terjadilah peningkatan CSF. Obstruksi
terutama terjadi di aquaductus Sylvii dan cisterna basalis. Kalau
aliran CSF tersumbat mengakibatkan hidrocephalus tipe obstruktif.2.
IskemiaIskemia adalah simtoma berkurangnya aliran darah yang dapat
menyebabkan perubahan fungsional pada sel normal.Otak merupakan
jaringan yang paling peka terhadap iskemia hingga episode iskemik
yang sangat singkat pada neuron akan menginduksi serangkaian
lintasan metabolisme yang berakhir dengan apoptosis. Iskemia otak
diklasifikasikan menjadi dua subtipe yaitu iskemia global dan
fokal. Pada iskemia global, setidaknya dua, atau empat pembuluh
cervical mengalami gangguan sirkulasi darah yang segera pulih
beberapa saat kemudian. Pada iskemia fokal, sirkulasi darah pada
pembuluh nadi otak tengah umumnya terhambat oleh gumpalan trombus
sehingga memungkinkan terjadi reperfusi. Simtoma terhambatnya
sirkulasi darah oleh gumpalan trombus disebut vascular
occlusion.(Wikipedia.org)3. Perdarahan otak- Epidural
hematom:Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan
duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri
meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini
tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat
terjadi dalam beberapa jam sampai 1 2 hari. Lokasi yang paling
sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.Tanda dan gejala:
penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa.
Dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian
dangkal, irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu.- Subdural
hematomaTerkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak,
dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh
darah vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater,
perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam 2
hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau
beberapa bulan. Tanda dan gejala: Nyeri kepala, bingung, mengantuk,
menarik diri, berfikir lambat, kejang dan edema pupil.- Perdarahan
intraserebral Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh
darah arteri, kapiler, vena.Tanda dan gejala: Nyeri kepala,
penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegi
kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.-
Perdarahan subarachnoid:Perdarahan didalam rongga subarachnoid
akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu
ada pada cedera kepala yang hebat.Tanda dan gejala: Nyeri kepala,
penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan
kaku kuduk.(Smeltzer, 2001; Tucker, 1998)4. Kejang pasca
trauma.Merupakan salah satu komplikasi serius. Insidensinya 10 %,
terjadi di awal cedera 4-25% (dalam 7 hari cedera), terjadi
terlambat 9-42% (setelah 7 hari trauma). Faktor risikonya adalah
trauma penetrasi, hematom (subdural, epidural, parenkim), fraktur
depresi kranium, kontusio serebri, GCS 1/3 pasien pada stadium awal
dalam bentuk delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi
labil. Agitasi juga sering terjadi akibat nyeri dan penggunaan
obat-obat yang berpotensi sentral. Penanganan farmakologi antara
lain dengan menggunakan antikonvulsan, antihipertensi,
antipsikotik, buspiron, stimulant, benzodisepin dan terapi
modifikasi lingkungan.9. Mood, tingkah laku dan kognitifGangguan
kognitif dan tingkah laku lebih menonjol dibanding gangguan fisik
setelah cedera kepala dalam jangka lama. Penelitian Pons
Ford,menunjukkan 2 tahun setelah cedera kepala masih terdapat
gangguan kognitif, tingkah laku atau emosi termasuk problem daya
ingat pada 74 %, gangguan mudah lelah (fatigue) 72%, gangguan
kecepatan berpikir 67%. Sensitif dan Iritabel 64%, gangguan
konsentrasi 62%.Cicerone (2002) meneliti rehabilitasi kognitif
berperan penting untuk perbaikan gangguan kognitif. Methyl
phenidate sering digunakan pada pasien dengan problem gangguan
perhatian, inisiasi dan hipoarousal (Whyte). Dopamine, amantadinae
dilaporkan dapat memperbaiki fungsi perhatian dan fungsi luhur.
Donepezil dapat memperbaiki daya ingat dan tingkah laku dalam 12
minggu. Depresi mayor dan minor ditemukan 40-50%. Faktor resiko
depresi pasca cedera kepala adalah wanita, beratnya cedera kepala,
pre morbid dan gangguan tingkah laku dapat membaik dengan
antidepresan.10. Sindroma post kontusioMerupakan komplek gejala
yang berhubungan dengan cedera kepala 80% pada 1 bulan pertama, 30%
pada 3 bulan pertama dan 15% pada tahun pertama:Somatik : nyeri
kepala, gangguan tidur, vertigo/dizzines, mual, mudah lelah,
sensitif terhadap suara dan cahaya, kognitif: perhatian,
konsentrasi, memori,Afektif: iritabel, cemas, depresi, emosi
labil.
G. Prognosis cedera kepalaMortalitas pasien dengan peningkatan
tekanan Intrakranial > 20 mmHg selama perawatan mencapai 47%,
sedangkan TIK di bawah 20 mmhg kematiannya 39%. Tujuh belas persen
pasien sakit cedera kepala berat mengalami gangguan kejang-kejang
dalam dua tahun pertama post trauma. Lamanya koma berhubungan
signifikan dengan pemulihan amnesia.Pemeriksaan penunjang preditor
prognosis cedera kepala:Skor GCS: Penurunan kesadaran pada saat
kejadian, penurunan kesadaran < 30 menit, penurunan kesadaran
setelah 30 menit, amnesia < 24 jam.William, 2001 meneliti 215
cedera kepala : pasien-pasien cedera kepala sedang dengan
komplikasi (CT Scan +) terdapat gangguan fungsi neuropsikiatri
setelah 6 bulan. Rontgen tulang tidak direkomendasikan untuk
evaluasi cedera kepala ringan dan sedang dan sensitifitasnya rendah
terhadap adanya lesi intrakranial.Faktor-faktor yang dapat
menjadikan Predictor outcome cedera kepala adalah: lamanya koma,
durasi amnesia post trauma, area kerusakan cedera pada otak
mekanisme cedera dan umur.Pengukuran outcome:Beberapa pengukuran
outcome setelah cedera kepala yang sering digunakan antara
lain:Glasgow Outcome Scale (GOS) :Terdiri 5 kategori, meninggal,
status vegetative, kecacatan yang berat, kecacaatan sedang (dapat
hidup mandiri tetapi tidak dapat kembali ke sekolah dan
pekerjaannya), kembali pulih sempurna (dapat kembali
bekerja/sekolah).Dissabily Rating Scale (DRS)Merupakan skala
tunggal untuk melihat progress perbaikan dari koma sampai ke
kembali ke lingkungannya. Terdiri dari 8 kategori termasuk komponen
kesadaran (GCS), kecacatan (activity of daily living, handicap
dalam bekerja).Fungsional Independent Measure (FIM)Banyak digunakan
untuk rehabilitasi terdiri dari 18 items skala yang digunakan untuk
mengevalusi tingkat kemandirian mobilitas, perawatan diri,
kognitif.Beberapa pendekatan farmakologi yang digunakan banyak yang
tidak efektif. Strategi terapi masa yang akan datang lebih
ditujukan pada fase hipoperfusi awal antara lain: induksi
hipertensi arterial, terapi farmakologi yang dapat memperbaiki
peningkatan resistensi mikrosirkulasi dan terapi hipotermi yang
dapat memproteksi neuron akibat iskemik.
H. Penataksanaan1. Dexamethason / kalmetason sebagai pengobatan
anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.2.
Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi
vasodilatasi3. Pemberian analgetik4. Pengobatan anti edema dengan
laruitan hipertonis yaitu manitol 20% glukosa 40% atau gliserol.5.
Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidazole.6. Makanan atau cairan
infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama dari
terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.7.
Pembedahan(Smeltzer, 2001; Long, 1996)
I. Pengkajian Fokus dan Pemeriksaan PenunjangPengkajian fokus
menurut Doenges (2000) dan Engram (1998) :1. Aktifitas dan
IstirahatGejala merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan,
perubahan kesadaran, letarghi, hemiparesis, quadreplagia, ataksia,
cara berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera
(trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot dan spastik otot.2.
SirkulasiGejala: Perubahan tekanan darah (hipertensi), perubahan
frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan
bradikardi dan distritmia). 3. Integritas EgoGejala: Perubahan
tingkah laku / kepribadian (demam). Tanda: Cemas, mudah
tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif.4.
EliminasiGejala: Inkontinensia kandung kemih.5. Makanan /
CairanGejala : Mual, muntah dan mengalami penurunan selera makan.
Tanda: Muntah (mungkin proyektif), gangguan menelan (batuk, air
liur keluar, dan disfagia).6. NeurosensorikGejala: Kehilangan
kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,
tinitus, kehilangan pendengaran, rasa baal dan ekstremitas.
Perubahan dalam penglihatan seperti ketajamannya, displopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, fotofotobia, gangguan
pengecapan dan penciuman. Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai
koma, perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi tingkah laku dan
emosi). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri) deviasi
pada mata, ketidakmampuan mengikuti cahaya, kehilangan pengindraan
seperti: pengecapan, penciuman dan pendengaran, wajah tidak
simetris, lemah dan tidak seimbang. Reflek tendon dalam tidak ada /
lemah, apiaksia, hemiparesis, quadreplagia, postur (dekortikasi
deselerasi), kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan,
kehilangan sensasi sebagian tubuh dan kesulitan menentukan posisi
tubuh.7. Nyeri / KenyamananGejala: Sakit kepala dengan intensitas
dan lokasi yang berbeda dan biasanya lama. Tanda: Wajah
menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat,
gelisah, tidak bisa beristirahat dan merintih).8. PernafasanTanda:
Perubahan pola nafas (apneu yang diselingi oleh hiperventilasi),
nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronkhi, mengi positif
(kemungkinan karena aspirasi).9. KeamananGejala: Trauma karena
kecelakaan. Tanda: Fraktur / dislokasi dan gangguan penglihatan.
Kulit: Laserasi, abrasi, perubahan warna seperti racoon eye rasa
gatal di sekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma). Adanya
aliran cairan (drainase) dari telinga / hidung. Gangguan kognitif,
gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum
mengalami paralisis. Demam gangguan dalam regulasi suhu tubuh.10.
Interaksi SosialTanda: Afasia motorik / sensorik, bicara tanpa
arti, bicara berulang-ulang.11. Penyuluhan / PembelajaranGejala:
Penggunaan alkohol / obat lain. Rencana pemulangan: Membutuhkan
bantuan pada perawatan diri, ambulasi, transportasi, menyiapkan
makan, belanja, perawatan, pengobatan, tugas-tugas rumah tangga,
perubahan tata ruang / penempatan fasilitas lainnya di
rumah.Pemeriksaan Penunjang12. CT Scan (tanpa / dengan kontras) :
mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ventrikuler,
pergeseran jaringan otak.13. MRI (Magnetic Resonance Imaging): sama
dengan CT Scan dengan / tanpa kontras. Menggunakan medan magnet
kuat dan frekuensi radio dan bila bercampur frekuensi radio radio
yang dilepaskan oleh jaringan tubuh akan menghasilkan citra MRI
yang berguna dalam mendiagnosis tumor, infark dan kelainan pada
pembuluh darah.14. Angiografi serebral: Menunjukkan kelainan
sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema,
pendarahan trauma. Digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan
kelainan serebral vaskuler.15. Angiografi Substraksi Digital: Suatu
tipe angiografi yang menggabungkan radiografi dengan teknik
komputerisasi untuk mempelihatkan pembuluh darah tanpa gangguan
dari tulang dan jaringan lunak di sekitarnya.16. EEG: Untuk
memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis.
EEG (elektroensefalogram) mengukur aktifitas listrik lapisan
superfisial korteks serebri melalui elekroda yang dipasang di luar
tengkorak pasien.17. ENG (Elektronistagmogram) merupakan
pemeriksaan elekro fisiologis vestibularis yang dapat digunakan
untuk mendiagnosis gangguan system saraf pusat.18. Sinar X:
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur). Pergeseran
struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema) adanya
fragmen tulang.19. BAEK (Brain Auditon Euoked Tomografi) :
Menentukan fungsi korteks dan batang otak.20. PET (Positron
Emmision Tomografi): Menunjukkan perubahan aktifitas metabolisme
batang otak.21. Fungsi lumbal, CSS: Dapat menduga kemungkinan
adanya perubahan subaraknoid.22. GDA (Gas Darah Arteri): Mengetahui
adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan meningkatkan
TIK.23. Kimia / elekrolit darah: Mengetahui ketidakseimbangan yang
berperan dalam peningkatan TIK / perubahan mental.24. Pemeriksaan
toksilogi: Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap
penurunan kesadaran.25. Kadar anti konvulsan darah: Dapat dilakukan
untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi
kejang.(Doenges 2000; Price & Wilson 2006)
A. Diagnosa Keperawatan1. Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan hipoksia dan edema serebral ditandai dengan
perubahan tingkat kesadaran, perubahan respon motorik atau
sensorik, gelisah, perubahan tanda-tanda vital. (Doenges, 1999).2.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi dan
kerusakan neurovaskuler ditandai dengan kelemahan atau paralisis
otot pernafasan. (Doenges, 1999).3. Gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit berhubungan dengan peningkatan ADH dan aldosteron,
retensi cairan dan natrium ditandai dengan edema, dehidrasi,
sindrom kompartemen dan hemoragi. (Carpenito, 2006).4. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
asam lambung, mual, muntah dan anoreksia ditandai dengan penurunan
BB, penurunan masa atau tonus otot buruk. (Carpenito, 2006).5.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan vaskuler
serebral dan edema otak ditandai dengan tengangan maskuler, wajah
menahan nyeri dan perubahan tanda-tanda vital. (Engram, 1998).6.
Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan serebral ditandai
dengan respon inflamasi tertekan, hipertemia. (Doenges, 1999).7.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan tonus otot
dan penurunan kesadaran ditandai dengan ketidakmampuan bergerak,
kerusakan koordinasi, keterbatasan rentang gerak, penurunan
kekuatan otot atau control otot. (Doenges, 1999).8. Gangguan
persepsi sensorik berhubungan dengan penurunan kesadaran ditandai
dengan disorientasi terhadap waktu, tempat, orang, perubahan
terhadap respon rangsang. (Doenges, 1999).9. Gangguan komunikasi
verbal berhubungan dengan cedera otak dan penurunan kesadaran
ditandai dengan ketidakmampuan untuk bicara dan menyebutkan
kata-kata. (Carpenito, 2006).B. Fokus Intervensi1. Perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia dan edema serebral
ditandai dengan perubahan tingkat kesadaran, perubahan respon
motorik / sensorik, gelisah, perubahan tanda vital. (Doenges,
2001).Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tingkat
kesadaran membaik.Kriteria Hasil : Mempertahankan tingkat kesadaran
biasa atau perbiakan, tanda-tanda vital (TTV) kembali normal dan
tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial (TIK).Intervensi:a.
Tentukan faktor-faktor yang menyebabkan koma atau penurunan perfusi
jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.Rasional : Untuk
mengetahui penyebab cedera, untuk memantau tekanan TIK dan atau
pembedahan.b. Pantau status neurologik secara teratur dan
bandingkan dengan nilai standarRasional : Untuk mengetahui
perubahan nilai GCS, mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat
kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam
menentukan lokasi.c. Pantau TTVRasional : Ketidakstabilan TTV
mempengaruhi tingkat kesadaran.d. Pertahankan kepala pada posisi
tengah atau pada posisi netralRasional : Kepala yang miring pada
salah satu sisi menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah
venae. Perhatikan adanya gelisah yang meningkat.Rasional : Petunjuk
nonverbal ini mengidentifikasi adanya peningkatan TIK atau
menandakan adanya nyeri.f. Kolaborasi pemberian cairan sesuai
indikasi.Rasional : Pembatasan cairan dapat menurunkan edema
serebral.g. Berikan obat sesuai indikasi.Rasional : Dapat
menurunkan komplikasi.2. Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan kerusakan neurovaskuler, kerusakan persepsi dan obstruksi
trakeobronkial ditandai dengan kelemahan atau paralisis otot
pernafasan. (Doenges, 1999).Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan pola nafas kembali normal.Kriteria Hasil :
Mempertahankan pola pernafasan efektif, bebas sanasis, Nafas normal
(16-24 x / mnt), irama regular, bunyi nafas normal, GDA normal, PH
darah normal (7,35-7,45). PaO2 (80-100 mmHg), PaCO2 (35-40 mmHg),
HCO2 (22-26). Saturasi oksigen (95-98%).Intervensi:a. Pantau
frekuensi pernafasan, irama dan kedalaman pernafasan.Rasional :
Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi, pulmonal atau
menandakan lokasi / luasnya keterlibatan otak.b. Angkat kepala
tempat tidur sesuai aturan, posisi miring sesuai indikasiRasional :
Untuk memudahkan ekspansi paru dan menurunkan adanya kemungkinan
lidah jatuh dan menyumbat jalan nafasc. Lakukan penghisapan dengan
ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detikRasional : Untuk
membersihkan jalan nafas, penghisapan dibutuhkan jika pasien koma
atau dalam keadaan imobilisasi, dan tidak dapat membersihkan jalan
nafas sendiri.d. Auskultasi bunyi nafas, perhatikan daerah
hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normalRasional :
Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis
kongesti atau obstruksi jalan nafas.e. Kolaborasi pemberian
oksigen.Rasional : Menentukan kecukupan pernafasan, memaksimalkan
oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia.3.
Gangguan keseimbangan cairan dan elekrolit berhubungan dengan
peningkatan ADH dan aldosteron, retensi cairan dan natrium ditandai
dengan edema, dehidrasi, sindrom, kompartemen dan hemoragi.
(Carpenito, 2006).Tujuan : Tidak terjadi gangguan keseimbangan
cairan.Kriteria Hasil : Asupan intake dan output seimbang, tidak
terjadi edema dan dehidrasi.Intervensi:a. Pantau berat badan
(BB)Rasional : Satu liter retensi sama dengan penambahan satu kg
berat badan.b. Pantau kecepatan infuseRasional : Pemberian
berlebihan menimbulkan kelebihan cairan.c. Pantau input dan output
cairanRasional : Kelebihan cairan dapat menimbulkan edema.d.
Berikan cairan oral dengan hati-hatiRasional : Untuk mengatasi
edema serebral.e. Kolaborasi pemberian dieresisRasional : Untuk
menstabilkan cairan4. Perubahan nutrisi kebutuhan kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan asam lambung, mual,
muntah dan anoreksia ditandai dengan penurunan BB, penurunan masa
otot, tonus otot buruk. (Carpenito, 2006).Tujuan : Kebutuhan akan
nutrisi tidak terganggu.Kriteria Hasil : BB meningkat, tidak
mengalami tanda-tanda mal nutrisi, nilai laboratorium dalam batas
normal.Intervensi:a. Kaji kemampuan klien untuk mengunyah, menelan,
batuk dan mengatasi sekresi.Rasional : Faktor ini dapat menentukan
pemilihan terhadap jenis makanan.b. Auskultasi bising ususRasional
: Fungsi saluran pencernaan biasanya baik pada kasus cedera
kepala.c. Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien lewat
NGTRasional : Menurunkan resiko regurgitasi / terjadi aspirasi.d.
Tingkatkan kenyamananRasional : Lingkungan yang nyaman dapat
meningkatkan nafsu makan.e. Kolaborasi pemberian makan lewat
NGTRasional : Makan lewat NGT diperlukan pada awal pemberian.5.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan vaskuler
serebral dan edema otak ditandai dengan tengangan maskuler, wajah
menahan nyeri dan perubahan TTV. (Engram, 1998).Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang atau
hilang.Kriteria Hasil : Nyeri berkurang atau hilang, TTV dalam
batas normal.Intervensi:a. Kaji karakteristik nyeri (P, Q, R, S,
T)Rasional : Untuk mengetahui letak dan cara mengatasinya.b. Buat
posisi senyaman mungkinRasional : Menurunkan tingkat nyeric.
Pertahankan tirah baringRasional : Tirah baring dapat mengurangi
pemakaian oksigen jaringan dan menurunkan resiko meningkatnya
TIK.d. Kurangi stimulus yang dapat merangsang nyeriRasional :
Stress dapat menyebabkan sakit kepala dan menyebabkan kejang.e.
Kolaborasi pemberian obat analgetikRasional : Menurunkan rasa
nyeri.6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan perdarahan
serebral ditandai dengan respon inflamasi tertekan, hipertemia.
(Doenges, 1999).Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
tidak ada tanda-tanda infeksi.Kriteria Hasil : Tidak terdapat
tanda-tanda infeksi dan mencapai penyembuhan luka tepat
waktu.Intervensi:a. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan tindakan keperawatan.Rasional : Untuk menurunkan
terjadinya infeksi nasokomialb. Observasi daerah yang mengalami
luka / kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi Rasional :
Deteksi dini terjadinya perkembangan infeksi, memungkinkan untuk
melakukan tindakan dengan segera dan mencegah komplikasi.c. Monitor
suhu tubuh dan penurunan kesadaran Rasional : Suhu yang tinggi
dapat mengidentifikasi terjadinya infeksi yang selanjutnya
memerlukan tindakan dengan segera.d. Kolaborasi pemberian obat anti
biotic Rasional : Menurunkan terjadinya infeksi nasokomiale.
Kolaborasi pemeriksaan laboratorium Rasional : Untuk mengetahui
adanya resiko infeksi melalui hasil laboratorium darah.7. Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri kepala, pusing dan vertigo
ditandai dengan ketidakmampuan bergerak, kerusakan koordinasi,
keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan atau kontrol otak.
(Doenges, 1998).Tujuan : Mempertahankan posisi yang
optimal.Kriteria Hasil : - Mempertahankan kekuatan dan fungsi
bagian tubuh yang sakit.- Mendemonstrasikan teknik yang
memungkinkan dilakukan aktifitasIntervensi:a. Kaji derajat
imobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan
(0-4)Rasional : Untuk mengetahui tingkat imobilisasi pasien.b. Ubah
posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan
posisiRasional : Perubahan posisi dapat meningkatkan sirkulasi pada
seluruh tubuh.c. Bantu pasien untuk melakukan latihan rentang
gerakRasional : Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi / posisi
normal ekstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis.d.
Sokong kepala dan badan,, tangan dan lengan, kaki dan paha ketika
pasien berada pada kursi rodaRasional : Mempertahankan kenyamanan,
keamanan dan postur tubuh yang normal8. Gangguan persepsi sensorik
berhubungan dengan penurunan kesadaran ditandai dengan disorientasi
terhadap waktu, tempat, orang, perubahan terhadap respon rangsang.
(Doenges, 1999).Tujuan : Kesadaran mulai membaik dan fungsi
persepsi membaikKriteria Hasil : Kesadaran mulai membaik dan nilai
GCS meningkat.Intervensi:a. Kaji kesadaran sensorik pasien seperti
sentuhanRasional : Untuk mengetahui peningkatan kesadaran pasien
atau penurunan sensitivitas untuk berespon.b. Pantau perubahan
orientasi klienRasional : Fungsi serebral bagian atas biasanya
berpengaruh adanya gangguan sirkulasi.c. Catat adanya perubahan
spesifik yang terjadi pada pasien. Rasional : Membantu melokalisasi
daerah otak yang mengalami gangguan dan mengidentifikasi tanda
perkembangan terhadap peningkatan fungsi fisiologisd. Berikan
stimulasi yang bermanfaat bagi klien Rasional : Untuk menstimulasi
pasien koma dengan baik selama melatih fungsi kognitif.9. Gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan cedera otak dan edema otak
ditandai dengan ketidakmampuan untuk bicara dan menyebutkan
kata-kata. (Carpenito, 2006).Tujuan : Kerusakan komunikasi verbal
tidak terjadi.Kriteria Hasil : Mengidentifikasi pemahaman tentang
masalah komunikasi dan pasien dapat menunjukkan komunikasi dengan
baik.Intervensi:a. Kaji derajat disfungsiRasional : Membantu
menentukan daerah / derajat kerusakan serebral yang terjadi dan
kesulitan pasien dalam proses komunikasi.b. Bedakan antara afasia
dengan disatriaRasional : Intervensi yang dipilih tergantung tipe
kerusakan.c. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana
seperti buka mataRasional : Melakukan penilaian terhadap adanya
kerusakan sensorik.d. Anjurkan keluarga untuk berkomunikasi dengan
pasienRasional : Untuk merangsang komunikasi pasien, mengurangi
isolasi social dan meningkatkan penciptaan komunikasi yang
efektif.