Top Banner
TRAUMA KAPITIS PENDAHULUAN(4) Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisis umum serta neurologis harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala, menjadi ringan segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit. DEFINISI Trauma kapitis adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala dan mengakibatkan gangguan fungsi neurologis. (1) SINONIM (1) Cedera kepala, Cranicerebral trauma, Head injury PATOFISIOLOGI (1) Berat ringannya daerah otak yang mengalami cedera akibat trauma kapitis bergantung pada : 1. Besar dan kekuatan benturan 2. Arah dan tempat benturan 3. Sifat dan keadaan kepala sewaktu menerima benturan Sehubungan dengan pelbagai aspek benturan tersebut maka dapat mengakibatkan lesi otak berupa : • Lesi bentur (Coup) • Lesi antara (akibat pergeseran tulang, dasar tengkorak yang menonjol/falx dengan otak, peregangan dan robeknya pembuluh darah dan lain-lain = lesi media) • Lesi kontra (counter coup) Lesi benturan otak menimbulkan beberapa kejadian berupa : 1. Gangguan neurotransmitter sehingga terjadi blok depolarisasi pada
25

Trauma Kapitis Okk

Jan 11, 2016

Download

Documents

nainazahra

trauma kapitis
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Trauma Kapitis Okk

TRAUMA KAPITIS

PENDAHULUAN(4)

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama

pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu

lintas. Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban

ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat

menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.

Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisis umum serta neurologis

harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi

kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera

kepala, menjadi ringan segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit.

DEFINISI

Trauma kapitis adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau tidak

langsung mengenai kepala dan mengakibatkan gangguan fungsi neurologis. (1)

SINONIM (1)

Cedera kepala, Cranicerebral trauma, Head injury

PATOFISIOLOGI (1)

Berat ringannya daerah otak yang mengalami cedera akibat trauma kapitis

bergantung pada :

1. Besar dan kekuatan benturan

2. Arah dan tempat benturan

3. Sifat dan keadaan kepala sewaktu menerima benturan

Sehubungan dengan pelbagai aspek benturan tersebut maka dapat

mengakibatkan lesi otak berupa :

• Lesi bentur (Coup)

• Lesi antara (akibat pergeseran tulang, dasar tengkorak yang menonjol/falx

dengan otak, peregangan dan robeknya pembuluh darah dan lain-lain = lesi

media)

• Lesi kontra (counter coup)

Lesi benturan otak menimbulkan beberapa kejadian berupa :

1. Gangguan neurotransmitter sehingga terjadi blok depolarisasi pada sistem

ARAS (Ascending Reticular Activating System yang bermula dari brain stem)

2. Retensi cairan dan elektrolit pada hari pertama kejadian

3. Peninggian tekanan intra kranial ( + edema serebri)

Page 2: Trauma Kapitis Okk

4. Perdarahan petechiae parenchym ataupun perdarahan besar

5. Kerusakan otak primer berupa cedera pada akson yang bisa merupakan

peregangan ataupun sampai robeknya akson di substansia alba yang bisa

meluas secara difus ke hemisfer sampai ke batang otak

6. Kerusakan otak sekunder akibat proses desak ruang yang meninggi dan

komplikasi sistemik hipotensi, hipoksemia dan asidosis

Akibat adanya cedera otak maka pembuluh darah otak akan melepaskan

serotonin bebas yang berperan akan melonggarkan hubungan antara endotel

dinding pembuluh darah sehingga lebih perniabel, maka Blood Brain Barrier pun

akan terganggu, dan terjadilah oedema otak regional atau diffus (vasogenik

oedem serebri)

Oedema serebri lokal akan terbentuk 30 menit sesudah mendapat trauma dan

kemudian oedema akan menyebar membesar. Oedema otak lebih banyak

melibatkan sel-sel glia, terutama pada sel astrosit (intraseluler) dan ekstraseluler

di substansia alba. Dan ternyata oedema serebri itu meluas berturut-turut akan

mengakibatkan tekanan intra kranial meninggi, kemudian terjadi kompresi dan

hypoxic iskhemik hemisfer dan batang otak dan akibat selanjutnya bisa

menimbulkan herniasi transtetorial ataupun serebellar yang berakibat fatal.

Ada sekitar 60-80 % pasien yang meninggal dikarenakan menderita trantetorial

herniasi dan kelainan batang otak tanpa adanya lesi primer akibat trauma

langsung pada batang otak. Kerusakan yang hebat yang disertai dengan

kerusakan batang otak akibata proses diatas mengakibatkan kelainan patologis

nekroskortikal, demyelinisasi diffus, banyak neuron yang rusak dan proses

gliosis, sehingga jika penderita tidal meninggal maka bisa terjadi suatu keadaan

vegetatif dimana penderita hanya dapat membuka matanya tanpa ada daya

apapun (akinetic-mutism/coma vigil, apallic state, locked in syndrome).

Akinetic mutism coma vigil lesi terutama terjadi pada daerah basal frontal yang

bilateral dan/atau daerah mesensefalon posterior. Locked in syndrome

kerusakan terutama pada eferen motor pathway dan daerah depan pons. Apallic

states kerusakan luas pada daerah korteks serebri.

Sistem peredaran darah otak mempunyai sistem autoregulasi untuk

mempertahankan Cerebral Blood Flow (CBF) yang optimal sehingga Tekanan

Perfusi Otak (TPO) juga adekuat (TPO minimal adalah sekitar 40-50 mmHg untuk

mensuplai seluruh daerah otak). Jika Tekanan Intra Kranial (TIK) meninggi maka

Page 3: Trauma Kapitis Okk

menekan kapiler serebral sehingga terjadi serebral hipoksia diffus

mengakibatkan kesadaran akan menurun.

Peninggian TIK mengakibatkan CBF dan TPO menurun, maka akan terjadi

kompensasi (Cushing respons), penekanan pada daerah medulla oblongata,

hipoksia pusat vasomotor, sehingga mengakibatkan kompensasi vasokonstriksi

perifer (peninggian tekanan darah sistemik) bradikardi,, pernafasan yang

melambat dan muntah-muntah.

TIK yang meninggi mengakibatkan hypoxemia dan respiratori alkalosis (PO2

menurun dan PCO2 meninggi) akibatnya terjadi vasodilatasi kapiler serebral.

Selama pembuluh darah tersebut masih sensitif terhadap tekanan CO2), maka

CBF dan TPO akan tercukupi.

Jika kenaikan TIK terlalu cepat maka Cushing respons tidaklah bisa selalu terjadi.

Demikian pula jika penurunan tekanan darah sistemik terlalu cepat dan terlalu

rendah maka sistem autoregulasi tidak dapat berfungsi dan CBF pun akan

menurun sehingga fungsi serebral terganggu.

Selain yang tersebut diatas peninggian TIK juga dapat menyebabkan gangguan

konduksi pada pusat respirasi dan pusat kardiovaskuler di batang otak.

Akibatnya pols berubah cepat dan lemah serta tekanan darah sistemik akan

drops menurun secara drastis. Respirasi akan berubah irreguler, melambat dan

steatorous.

Pada cedera otak berat terjadi gangguan koordinasi di antara pusat pernafasan

volunter di korteks dengan pusat pernafasan automatik di batang otak. Ternyata

bahwa herniasi serebellar tonsil ke bawah yang melewati foramen magnum

hanya mempunyai efek yang minimal terhadap sistem kecepatan dan ritme

pernafasan, kecuali jika herniasinya memang sudah terlalu besar maka tiba-tiba

saja bisa terjadi respiratory arrest.

MONITORING KLINIS(1,5)

Untuk memudahkan para perawat memonitor secara intensif perkembangan

tingkat kesadaran penderita per-jam dan per-hari secara ketat, dibuatlah suatu

Skala Koma Glasgow (oleh Bryan Jennett) yang menyangkut masalah buka mata,

repons verbal dan respons motorik. Pelaksanaannya sangat mudah sehingga

bisa cepat di mengeti dan diterapkan oleh para perawat. Jika pengamatan

tingkat kesadaran penderita trauma kapitis tidak cukup lengkap atau hanya

Page 4: Trauma Kapitis Okk

dengan SKG, maka belumlah dapat menggambarkan keadaan neurologik

penderita yang sebenarnya.

Observasi neurologik terus menerus penderita koma haruslah disertai dengan :

1. Monitor fungsi batang otak

Besar dan reaksi pupil

Okulosefalik respons (Doll’s eye phenomen)

Okulovestibuler respons/okuloauditorik respons

2. Monitor pola pernafasan (untuk melihat lesi-proses lesi)

Cheyne Stokes : lesi di hemisfer atau mesensefalon atas

Central neurogenic hyperventilation : lesi dibatas mesensefalon dengan pons

Apneustic breathing : lesi di pons

Ataxic breathing : lesi di medulla oblongata

3. Pemeriksaan fungsi motorik

Kekuatan otot

Refleks tendon, tonus otot

4. Pemeriksaan funduskopi

5. Pemeriksaan radiologi : X foto tengkorak, CT-Scan, MRI atau kalau perlu EEG

Meskipun kenyataan bahwa 70 % X foto tengkorak yang dilakukan pada semua

kasus trauma kapitis adalah normal tetapi demi kepentingan medikolegal X-ray

foto tengkorak wajib rutin dilakukan.

SKALA KOMA GLASGOW(1,4,5)

Nilai

Buka Mata Spontan 4

Atas perintah 3

Terhadap nyeri 2

Tak ada reaksi 1

Respons Verbal Orientasi baik 5

Bingung-bingung 4

Kata-kata ngawur 3

Kata-kata tak dimengerti 2

Tak ada reaksi 1

Respons Motorik Gerak turut perintah 6

Menghindari terhadap nyeri 5

Flexi withdrawal 4

Page 5: Trauma Kapitis Okk

Flexi abnormal 3

Ekstensi terhadap nyeri 2

Tak ada reaksi 1

Dengan bantuan pemeriksaan radiologi X foto polos/Brain CT-Scan/MRI dapat

melihat kelainan-kelainan berupa fraktur, edema, kontusio jaringan, hematoma

intrakranial dan lain-lain.

KLASIFIKASI(1,3,4)

Ada beberapa jenis klasifikasi trauma kapitis, tetapi dengan pelbagai

pertimbangan dari berbagai aspek, maka bagian neurologi menganut pembagian

sebagai berikut :

a. Trauma kapitis yang tidak membutuhkan tindakan operatif (95%) terdiri atas :

1. Komosio serebri

2. Kontusio serebri

3. impressi fraktur tanpa gejala neurologis (< 1 cm) 4. Fraktur basis kranii 5.

Fraktur kranii tertutup b. Trauma kapitis yang memerlukan tindakan operatif (1-

5%) 1. Hematoma intra kranial yang lebih besar dari 75 cc Epidural Subdural

Intraserebral 2. Fraktur kranii terbuka ( + laserasio serebri) 3. Impressi fraktur

dengan gejala neurologis ( > 1 cm)

4. Likuorrhoe yang tidak berhenti dengan pengobatan konservatif

Sebagai penambah pengetahuan perlu dijelaskan bahwa ada beberapa sentra

yang membagi klasifikasi atas dasar sehubungan dengan Skala Koma Glasgow-

nya yaitu :

Mild head injury SKG score : 13-15

Moderate head injury SKG score : 9-13

Severe head injury SKG score : < 8 Jika angka SKG dibawah 8 dan komanya lebih

dari 6 jam maka menunjukkan kerusakan otak yang parah dan prognosa

biasanya jelek. Lebih dalam dan lama komanya juga menggambarkan atau

mempunyai korelasi dengan lebih dalamnya letak kerusakan otaknya. 1.

KOMOSIO SEREBRI (1,2) (gegar otak, insiden : 80 %) Komosio serebri yaitu

disfungsi neuron otak sementara yang disebabkan oleh trauma kapitis tanpa

menunjukkan kelainan mikroskopis jaringan otak. Patologi dan Simptomatologi

Benturan pada kepala menimbulkan gelombang tekanan di dalam rongga

tengkorak yang kemudian disalurkan ke arah lobang foramen magnum ke arah

Page 6: Trauma Kapitis Okk

bawah canalis spinalis dengan demikian batang otak teregang dan

menyebabkan lesi iritatif/blokade sistem reversible terhadap sistem ARAS. Pada

komosio serebri secara fungsional batang otak lebih menderita daripada fungsi

hemisfer. Keadaan ini bisa juga terjadi oleh karena tauma tidak langsung yaitu

jatuh terduduk sehingga energi linier pada kolumna vertebralis diteruskan ke

atas sehingga juga meregangkan batang otak. Akibat daripada proses patologi di

atas maka terjadi gangguan kesadaran (tidak sadar kurang dari 20 menit) bisa

diikuti sedikit penurunan tekanan darah, pols dan suhu tubuh. Muntah dapat

juga terjadi bila pusat muntah dan keseimbangan di medula oblongata

terangsang. Gejala : – pening/nyeri kepala – tidak sadar/pingsan kurang dari 20

menit – amnesia retrograde : hilangnya ingatan pada peristiwa beberapa lama

sebelum kejadian kecelakaan (beberapa jam sampai beberapa hari). Hal ini

menunjukkan keterlibatan/gangguan pusat-pusat di korteks lobus temporalis. –

Post trumatic amnesia : (anterograde amnesia) lupa peristiwa beberapa saat

sesudah trauma. Derajat keparahan trauma yang dialaminya mempunyai

korelasi dengan lamanya waktu daripada retrograde amnesia, post traumatic

amnesia dan masa-masa confusionnya. Amnesia ringan disebabkan oleh lesi di

hipokampus, akan tetapi jika amnesianya berat dan menetap maka lesi bisa

meluas dari sirkuit hipokampus ke garis tengah diensefalon dan kemudian ke

korteks singulate untuk bergabung dengan lesi diamigdale atau proyeksinya ke

arah garis tengah talamus dan dari situ ke korteks orbitofrontal. Amnesi

retrograde dan anterograde terjadi secara bersamaan pada sebagian besar

pasien (pada kontusio serebri 76 % dan komosio serebri 51 %). Amnesia

retrograde lebih sering terjadi daripada amnesia retrograde. Amnesia retrograde

lebih cepat pulih dibandingkan dengan amnesia anterograde. Gejala tambahan :

bradikardi dan tekanan darah naik sebentar, muntah-muntah, mual, vertigo.

(vertigo dirasakan berat bila disertai komosio labirin). Bila terjadi keterlibatan

komosio medullae akan terasa ada transient parestesia ke empat ekstremitas.

Gejal-gejala penyerta lainnya (sindrom post trauma kapitis), adalah nyeri kepala,

nausea, dizziness, sensitif terhadap cahaya dan suara, iritability, kesukaran

konsentrasi pikiran, dan gangguan memori. Sesudah beberapa hari atau

beberapa minggu ; bisa di dapat gangguan fungsi kognitif (konsentrasi, memori),

lamban, sering capek-capek, depresi, iritability. Jika benturan mengenai daerah

temporal nampak gangguan kognitif dan tingkah laku lebih menonjol. Prosedur

Page 7: Trauma Kapitis Okk

Diagnostik : 1. X foto tengkorak 2. LP, jernih, tidak ada kelaina 3. EEG normal

Terapi untuk komosio serebri yaitu : istirahat, pengobatan simptomatis dan

mobilisasi bertahap. Setiap penderita komosio serebri harus dirawat dan

diobservasi selama minimal 72 jam. Awasi kesadarannya, pupil dan gejala

neurologik fokal, untuk mengantisipasi adanya lusid interval hematom. 2.

KONTUSIO SEREBRI (1,2,3) (memar otak, insiden : 15-19 %) Kontusio serebri

yaitu suatu keadaan yang disebabkan trauma kapitis yang menimbulkan lesi

perdarahan intersitiil nyata pada jaringan otak tanpa terganggunya kontinuitas

jaringan dan dapat mengakibatkan gangguan neurologis yang menetap. Jika lesi

otak menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan, maka ini disebut laserasio

serebri. Patofisiologi dan Gejala : Pasien tidak sadar > 20 menit

Fase I = fase shock

Keadaan ini terjadi pada awal 2 x 24 jam disebabkan :

– kolaps vasomotorik dan kekacauan regulasi sentral vegetatif

– temperatur tubuh menurun, kulit dingin, ekstremitas dan muka sianotik

– respirasi dangkal dan cepat

– nadi lambatsebentar kemudian berubah jadi cepat, lemah dan iregular

– tekanan darah menurun

– refleks tendon dan kulit menghilang

– babinsky refleks positif

– pupil dilatasi dan refleks cahaya lemah

Fase II = fase hiperaktif central vegetatif

– temperatur tubuh meninggi

– pernafasan dalam dan cepat

– takikardi

– sekret bronkhial meningkat berlebihan

– tekanan darah menaik lagi dan bisa lebih dari normal

– refleks-refleks serebral muncul kembali

Fase III = cerebral oedema

Fase ini sama bahayanya dengan fase shock dan dapat mendatangkan kematian

jika tidak ditanggulangi secepatnya.

Page 8: Trauma Kapitis Okk

Fase IV = fase regenerasi/rekonvalesens

Temperatur tubuh kembali normal, gejala fokal serebral intensitas berkurang

atau menghilang kecuali lesinya luas.

Gejala lain :

Fokal neurologik :

• Hemiplegia, tetraplegia, decerebrate rigidity

• Babinsky refleks

• Afasia, hemianopsia, kortikal blindness

• Komplikasi saraf otak :

– fraktur os criribroformis : gangguan N. I (olfaktorius)

– fraktur os orbitae : gangguan N. III, IV dan VI

– herniasi uncus, gangguan N. III

– farktur os petrosum (hematotympani) : gangguan N. VII dan N. VIII

– perdarahan tegmentum : batang otak ; opthalmoplegia total

– fraktur basis kranii post : gangguan N. X, XI, XII

• Tanda rangsang meningeal : akibat iritasi daerah yang mengalir ke arachnoid

• Gangguan organik brain sindroma : delirium

Kontusio Serebri pada Anak-anak

Kontusio serebri pada anak-anak dibawah 6 tahun kadang-kadang gejalanya

berbeda dengan dewasa antara lain :

1. adanya fase latent, dimana anak tersebut tak menunjukkan kelainan

kesadaran dan tingkah laku. Fase latent ini dapat berlangsung dampai 16 jam.

2. sesudah fase latent, diikuti serangan akut gejala fokal serebral serta

kehilangan kesadaran dan kejang-kejang.

3. jika kondisi kontusionya tidak berat maka sesudah 4 hari sang anak pulih

normal bermain-main seakan tidak ada apa-apa lagi.

Hal ini disebabkan anak-anak tidak melalui fase I shock, tapi langsung ke fase II.

Di duga hal tersebut dikarenakan tulang kranium anak masih elastis sehingga

berfungsi sebagai shock absorber yang baik terhadap trauma.

Diagnostik bantu :

1. X foto tengkorak polos, Brain CT-Scan, MRI

Page 9: Trauma Kapitis Okk

2. LP bercampur darah

3. EEG abnormal

3. EPIDURAL HEMATOM(1,2,3)

Hematoma terjadi karena perdarahan antara tabula interna kranii dengan

duramater. Insiden terjadinya 1-3 %.

Patofisiologi dan Simptomatologi

Hematoma ini disebabkan oleh :

1. pecahnya arteri dan atau vena meningea media

2. perdarahan sinus venosus : misalnya sinus sphenoparietalis, sinus sagitalis

posterior. Perdarahn sinus ini bisa bersifat progresif.

Berhubung perdarahannya kebanyakan massif atau arteriil maka lucid interval

cepat antara beberapa menit, beberapa jam sampai 1-2 hari. Volume darah

biasanya setelah mencapai 75 cc dan melepaskan duramater dari ikatannya

pada periost baru tampak ada gejala nyata penurunan kesadaran. Lucid interval

adalah waktu sadar antara terjadinya trauma sampai timbulnya penurunan

kesadaran ulang. Jadi biasanya epidural hematoma sering bersamaan dengan

komosio serebri atau kontusio serebri. Jika bersamaan dengan kontusio serebri

berat, lusid interval tidak tampak karena gejalanya berhubungan antara

superposisi dengan kontusionya.

Pada anak-anak jarang terjadi epidural hematom sebab duramaternya masih

melekat erat pada dinding periosteum kranium. Pada dewasa perlekatan

duramater paling lemah di daerah temporal.

Tanda-tanda yang paling dapat dipercaya suatu epidural hematom apabila ada

gejala-gejala seperti dibawah :

1. adanya lucid interval

2. kesadarn yang makin menurun

3. hemiparese yang terlambat kontralateral lesi

4. pupil anisokor. Unilateral midriasis terjadi karena lesi N. III pada sisi akibat

penekanan daripada herniasi uncus gyrus hipokampus lobus temporalis sehingga

N. III terjerat

5. babinsky unilateral kontralateral lesi (bisa juga bilateral)

6. fraktur kranii yang menyilang pada sisi (sering di temporal)

Page 10: Trauma Kapitis Okk

7. kejang

8. bradikardi

Jika epidural hematom terletak pada fossa kranii posterior gejalanya tidak sama

dengan yang di atas, tapi sebagai berikut :

1. lusid interval tidak jelas

2. fraktur kranii daerah oksipital

3. kehilangan kesadarannya terjadi cepat

4. terjadi gangguan pernafasan dan serebellum

5. pupil isokor

biasanya disebabkan oleh karena sinus transversus atau confluence sinuum

pecah maka prognosanya jelek.

Diagnosa bantu

1. X foto tengkorak : ada fraktur yang menyilang

2. Brain CT-Scan

3. Arteriografi karotis

4. EEG abnormal

5. LP tekana meninggi jernih

4. SUBDURAL HEMATOMA(1,2,3)

Hematoma yang terbentuk karena adanya perdarahn di antara duramater dan

arakhnoid. Hygroma subdural yaitu subdural hematom yang diikuti perobekan

arakhnoid dan darah bergabung dengan likuor serebrospinal

Penyebabnya adalah robeknya bridging vein (vena-vena yang menyebrang dari

korteks ke sinus-sinus sagitalis superior) antara lain :

1. trauma kapitis

2. kaheksia

3. gangguan diskrasia darah

lokasi : sering di daerah frontal, parietal dan temporal.

Subdural hematom sering bersamaan dengan kontusio serebral. Lusid interval

pada subdural hematoma lebih lama daripada epidural hematom karena yang

mengalami perdarahan adalah pembuluh darah venous kecil akibatnya

perdarahannya tidak masif bahkan hematomanya itu sendiri bisa sebagai

tampon bagi vena-vena yang robek dimana perdarahan dapat berhenti sendir.

Page 11: Trauma Kapitis Okk

Klasifikasi :

a. Akut Subdural Hematoma (SDH) : lusid interval 0-5 hari

Akut SDH biasanya bersamaan dengan kontusio berat akibatnya lusid interval

dan gejala subdural tidak terdeteksi. Biasanya diketahui pada diagnosa

postmortem atau pada saat otopsi. Penderita akut SDH langsung jatuh koma,

pupil anisokor dan hemiplegia kontralateral. Prognosisnya fatal.

Diagnosis bantu :

– CT-Scan

– LP berdarah

– Arteriografi karotis

– EEG abnormal

b. Subakut Subdural Hematoma : lusid interval 5-15 hari

Gejala nyeri kepala, kesadaran makin lama makin menurun, pelan-pelan visus

makin kabur disebabkan papil oedema. Jarang bersamaan dengan kontusio

serebri. Kemudian timbul hemiplegia secara perlahan.

Diagnosa bantu : sama dengan akut SDH

Prognosis sangat baik jika operatif pada subdural yang besar cepat dilakukan 75

% kembali sembuh sempurna.

c. Kronik Subdural Hematoma : lusid interval 15 hari sampai bertahun-tahun

Pecahnya bridging vein makin lama makin besar dan hematomanya sendiri

berfungsi sebagai tampon bagi vena-vena yang pecah akibatnya perdarahn

berhenti, hematoma kemudian membeku dan dinding hematoma membentuk

jaringan ikat kapsula sebagai pembatas di sekitar hematoma. Gumpalan darah

kemudian lisis dengan osmolaritas lebih tinggi dari cairan intersitiil di sekitarnya

yang bisa menarik cairan sekitarnya atas dasar beda osmolaritas. Lama

kelamaan cairan jumlahnya bertambah sehingga mengakibatkan proses desak

ruang dan tekanan intrakranial meninggi.

Gejala awal :

1. sefalgia terus menerus intermiten, sebab tertariknya duramater dan kompresi

jaringan otak di daerah sekitar hematoma

2. kesadaran makin lama makin menurun samapi koma

3. terjadi perubahan mental dan fungsi intelelek

4. papil oedem, pandangan makin kabur dan diplopia parese N. VI

Page 12: Trauma Kapitis Okk

5. hemiparesis yang pelan-pelan

6. pupil bisa anisokor

7. tekanan LP meninggi

5. INTRASEREBRAL HEMATOMA(1,2,3)

Perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri yang besar di dalam

jaringan otak, sebagai akibat trauma kapitis berat, kontusio berat. Hematoma

dapat hanya satu saja ataupun multiple.

Jika hematoma tunggal dan letaknya di permukaan korteks, tindakan operatif

dapat dilakukan. Pada semua kasus intra kranial hematoma, bila hematomanya

kecil, pengobatan konservatif dapat dipertimbangkan tanpa memerlukan

tindakan operatif.

6. FRAKTUR BASIS KRANII (1,2,3)

Fraktur basis kranii dapat dilakukan tanpa diikuti kehilangan kesadaran, kecuali

memang diserta adanya komosio ataupun kontusio serebri. Gejala tergantung

letak frakturnya.

1. Fraktur basis kranii media biasanya fraktur terjadi pada os petrosum

– keluar darah dari telinga dan likuorrhoe

– parese N. VII dan VIII sering dijumpai

2. Fraktur basis kranii posterior

– unilateral/bilateral orbital hematom (Brill’s hematom)

– gangguan N. II jika fraktur melalui foramen optikum

– perdarahan melalui hidung dan likuorrhoe dan diikuti : Anosmia, anosmia

akibat trauma bisa persistent, jarang bisa sembuh sempurna.

3. Fraktur basis kranii posterior

– gejala lebih berat, kesadaran menurun

– tampak belakang telinga berwarna biru (Battle sign)

Diagnosa bantu : 50 % fraktur basis tidak dapat dilihat pada X foto polos basis.

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS PADA TRAUMA KAPITIS(1)

X Foto Tengkorak

Fraktur tengkorak pada trauma kapitis hanya 3-15 % saja dan kasus-kasus yang

ada fraktur tidak ada selalu ada kelainan intra kranial yang berarti. Namun

demikian X foto polos rutin dilakukan untuk setiap kasus trauma kapitis. Ini

Page 13: Trauma Kapitis Okk

penting sebab :

1. Dari semua kematian akibat trauma kepala 80 % didapati fraktur tengkorak

2. Pembuatan X foto tengkorak diperlukan untuk kepentingan medikolegal

3. Tindakan atau pengawasan klinik ditentukan dengan melihat jenis dan lokasi

fraktur

Jenis foto :

1. Foto antero-posterior

2. Foto lateral

3. Foto Towne : foto ini dibuat seperti foto AP tetapi dengan tabung rontgen

diarahkan 30 derajat kraniokaudal. Foto ini penting untuk melihat fraktur di

daerah oksipital yang sulit di lihat dengan foto AP

4. Foto Waters : dibuat bila curiga ada fraktur tulang muka

5. Foto basis kranii : dibuat bila curiga ada fraktur basis

6. Foto tangensial : dibuat bila ada fraktur impresi, untuk melihat kedudukan pas

fragmen tulang yang melesak masuk

Keterangan gambar :

1. epidural hematoma/subdural hematom

2. intra serebral hematoma

3. impresio/depressed fraktur

4. herniasi uncus

Jenis-jenis fraktur tengkorak : (1,2,3)

1. Fraktur linier : garis fraktur terlihat lebih radiolusen dibandingkan dengan

gambaran pembuluh darah dan sutura, dan biasanya melebar pada bagian

tengah dan menyempit pada ujung-ujungnya. Perhatikan juga lokasi pembuluh

darah dan sutura mempunyai lokasi anatomis tertentu.

2. Fraktur impressi : jika impressi melebihi 1 cm dapat merobek duramater dan

atau jaringan otak dibawahnya. Fraktur impressi terlihat sebagai garis atau

daerah yang radiopaque dari tulang sekitarnya disebabkan bertumpuknya

tulang.

3. Fraktur diastasis sutura : tampak sebagai pelebaran sutura (dalam keadaan

normal sutura tidak melebihi 2 mm)

Page 14: Trauma Kapitis Okk

CT-Scan Otak(1)

Tidak semua penderita trauma kepala dilakukan CT-Scan otak, penguasaan klinis

mengenai trauma kapitis yang kuat dapat secara seleksi menentukan kapan

penderita secara tepat dilakukan CT-Scan. Dari CT-Scan dapat dilihat kelainan-

kelainan berupa : oedema serebri, kontusio jaringan otak, hemaroma

intraserebral, epidural, subdural, fraktur dan lain-lain.

Angiografi (1)

Sistem rapid serial film 10 film/detik

Memakai kontras : angiografin 65 %, conray 60, hypaque sodium dan lain-lain

Jenis angiografi :

– karotis (paling sering)

– vertebralis (jarang)

Cara melakukan dengan ;

1. Fungsi langsung (pada a. karotis komunis, sedikit dibawah bifurcatio)

2. Fungsi tak langsung (dengan kateter dari daerah a. femoralis) angiografi pada

trauma kapitis penting untuk memperlihatkan epidural atau subdural

hematomanya.

PRIORITAS PENANGGULANGAN CEDERA KEPALA AKUT(1)

a. Perbaiki kardiovaskular (atasi shock)

b. Perbaiki keseimbangan respirasi, ventilasi atau jalan nafas yang baik

c. Evaluasi tingkat kesadaran

d. Amati jejas di kepala, apakah ada impressi fraktur, tanda-tanda fraktur basis

kranii, likuorhoe, hati-hati terhadap adanya fraktur servikalis (stabilisasi leher)

e. Amati jejas di bagian tubuh lainnya

f. Pemeriksaan neurologik lengkap dan X fot kepala, leher, CT-Scan

g. Perhatikan pupil

h. Atasi oedema serebri

i. Perbaiki keseimbangan cairan, elektrolit dan kalori

j. Monitor tekanan intra kranial

k. Pengobatan simptomatis atau konservatif

l. Jika ada pemburukan kesadaran disertai perdarahan intra kranial yang lebih

Page 15: Trauma Kapitis Okk

dari 75 cc, perlukaan tembus kranioserebral terbuka, impressi fraktur lebih dari 1

cm secepatnya dilakukan tindakan operatif

OEDEMA SEREBRI(1)

Meningkatnya massa jaringan otak yang disebabkan peningkatan kadar cairan

intraseluler maupun ekstraseluler otak sebagai reaksi daripada proses patologik

lokal atau pengaruh umum yang merusak.

Jenis-jenis

1. Vasogenik oedema serebri

2. sitotoksik oedema serebri

3. osmotik oedema serebri

4. hidrostatik oedema serebri

Vasogenik Sitotoksik Osmotik Hidrostatik

Kausa BBB kapiler Sodium pump Osmotik Gangguan absorbsi LSC

Lokalisasi Subs. alba Alba + grisea Alba + grisea Subs. Alba

Permeabilitas vaskuler Meningkat Normal Normal Normal

Histologis Ekstraseluler Interseluler Ekstra / intra Ekstraseluler

Unsur Plasma Plasma Air Air + Na

Pada oedema serebri tahap permulaan, tekanan intra kranial, tekanan perfusi

otak masih dapat dikompensasi dengan mengatur otoregulasi cerebral blood

flow, dan volume likuor serebro spinal. Untuk setiap penambahan 1 cc volume

intra kranial tekanan intra kranial akan meningkat 10-15 mmHg.

1. Vasogenik oedema serebri

Lesi terutama pada sistem Blood Brain Barrier yang dibentuk dari ikatan fusi sel

membran endotel kapiler pembuluh darah otak pada keadaan tertentu secara

langsung dapat merusak dinding kapiler dan secara tidak langsung dapat

menyebabkan pelepasan serotonin, yang mengakibatkan gangguan dan

pengurangan eratnya ikatan fusi membran sel. Dengan endotel kapiler cairan

plasma dapat mengalir ke jaringan otak dan mengakibatkan terjadi oedema

serebri. Vasogenik oedema serebri dapat terjadi pada kasus-kasus :

– trauma kapitis

– stroke

– iskhemia

Page 16: Trauma Kapitis Okk

– radang : meningitis, ensefalitis

– space occupying lesion : tumor otak

– malignant hipertensi

– konvulsi

2. Sitotoksik oedema serebri

Ini bisa terjadi bila ada gangguan sodium pump membran sel otak, akibatnya

permeabilitas membran terganggu dan akan masuk cairan ke intraseluler otak

Sitotoksik oedema serebri dapat terjadi pada kasus-kasus :

– neonatal asphyxia

– cardiac arrest

– zat-zat toksik hexachlorophene, golongan alkyl metal

3. Osmotik oedema serebri

Bila osmolaritas plasma dikurangi 12 % atau lebih, maka cairan akan meloloskan

diri dari sistem vaskuler dan menyebabkan pembengkakan otak. Ini bisa terjadi

apabila membran sel masih intak. Osmotik oedema serebri ini terdapat pada

kasus-kasus :

– water intoksikasi

– hemodialisis yang terlalu cepat

4. Hidrostatik oedema serebri

Ini terjadi bila jumlah cairan ekstraseluler berlebihan (cairan likuor

serebrospinal). Contohnya pada hidrosefalus.

Pengobatan Odema Serebri

1. Hipertonic Solution Therapy

Pengobatan cairan hipertonis bertujuan untuk mengurangi oedema serebri

dengan cara perbedaan osmolaritas cairan jaringan otak dengan plasma.

Contoh cairan hipertonik :

a. Manitol

b. Glyserol

Pemberian cairan hipertonis yang berlebihan dapat menimbulkan bahaya berupa

:

• Dehidrasi berat

• Pengeluaran Na+ dan Cl- mengakibatkan neuron rusak

• Timbul rebound phenomen sehingga tekanan intrakranial meninggi

Page 17: Trauma Kapitis Okk

• Hati-hati pada perdarahan intrakranial sebab :

– dengan mengeriputnya jaringan otak akibat cairan hipertonis itu, maka darah

akan menempati daerah yang kosong dan dengan demikian akan mengaburkan

gejala perdarahan yang sebenarnya

– cairan hipertonis bisa mempercepat proses perdarahan itu sendiri

– cairan hipertonis bisa mencetuskan proses perdarahan baru

Kontraindikasi :

Renal Failure

Hepatic Failure

Congestive Heart Failure

Manitol

a. Mempunyai efek :

– meninggikan cerebral blood flow

– meninggikan eksresi Na+ urine

– menurunkan tekanan likuor serebro spinal

– diuresis secara ekstrem

Jika berlebihan dapat menyebabkan :

– dehidrasi berat

– hipotensi

– takikardi

– hemokonsentrasi

– overshoot obat masuk intraseluler padahal kadang di plasma sudah menurun

maka bisa terjadi rebound phenomen

b. Dosis

Manitol 20 % dengan dosis 0,25-1 gr/KgBB diberikan cepat dalam 30-60 menit.

Efek samping jika diberikan dalam dosis besar : sering nyeri kepala, chest pain.

Jarang : kejang, renal failure

Gliserol

a. Sifat dan kegunaannya :

– meninggikan osmolaritas plasma yang lebih berperanan untuk menarik cairan

di otak dibandingkan dengan efek diuresisnya

– dimetabolisir oleh tubuh sebagai bahan substrat energi

– tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap kadar gula darah dan keton

bodies darah

Page 18: Trauma Kapitis Okk

– tidak mempunyai efek rebound phenomen

b. Dosis

– per oral : 0,5-1 gr/Kg diberikan setiap 4 jam dalam larutan 50 % gliserol untuk

mempertahankan kadar dalam darah. Dalam 30 menit sesudah pemberian akan

terlihat efek penurunan tekanan intra kranial

– per infus : 1 gr/Kg BB/hari dalam 10 % gliserol diberikan jangan melebihi 5

cc/menit. Efeknya akan kelihatan setelah 1 jam sesudah pemberian dan akan

menetap bertahan selama 12 jam

Jika infus diberikan dengan dosis melebihi 2,5 cc/menit maka akan terjadi efek

diuresis. Jika gliserol diberikan dalam dosis besar akan mempunyai komplikasi :

hemolisis intravaskuler

hemoglobinuria

gastric iritasi

nonketotic hiperosmolar hiperglikemia

2. Kortikosteroid

Sifat dan kegunaannya :

Memperbaiki membran sel yang rusak dengan cara :

• membentuk ikatan dengan fatty acid atau phospolipid membran

• melindungi sel otak dari anoksia

• memperbaiki sistem sodium pump

• memperbaiki capillary tissue junction dan intercelluler junction sehingga

permeabilitas membran sel menjadi normal kembali dan akibatnya BBB pun

membaik dan edema sel-sel otak berkurang

Dosis :

• dexamethason : initial 10 mg IV kemudian diikuti dengan pengurangan 4 mg/4

jam/hari dan pengurangan dosis secara tappering off. (diberikan dalam waktu

singkat 7-10 hari)

• methyl prednisolon sodium succinat : initial 60 mg kemudian diikuti 20 mg/6

jam kemudian taffering off

Hati-hati pada perdarahan lambung.

Akhir-akhir ini penggunaan kortikosteroid pada oedema serebri mulai

dipertanyakan. Banyak kontroversi diperdebatkan dalam penggunaannya pada

kasus trauma kapitis.

Page 19: Trauma Kapitis Okk

3. Barbiturat

Berguna untuk melindungi otak dari kerusakan lebih parah dengan cara :

a. menurunkan metabolisme otak

b. menstabilkan membran sel

c. menurunkan aktivitas lysozim

d. menurunkan tekanan intra kranial

e. menurunkan pembentukan oedema otak

f. melindungi sel otak terhadap iskhemia

Dosis :

Tiopental atau pentotal : 3-5 mg/KgBB/hari yang bisa dinaikkan sampai 30-50

mg/KgBB kemudian di monitor terus kadarnya dalam plasma untuk mencapai

kadar optimal 2-2,5 mg %.

Pemberian barbiturat terapi adalah pilihan terakhir sesudah gagal dalam

penggunaan hiperventilasi artifisiil, cairan hiperosmolar dan deksametason.

4. Hipothermi

30 derajat celcius bertujuan mengurangi metabolisme otak dan mengurangi

tekanan darah. Penyulit yang timbul adalah timbulnya aritmia cordia dan

asidosis biasanya ini dilakukan hanya dalam 5 hari saja.

5. Hiperventilasi Artifisial

Memakai alat bantu ventilator melakukan induksi hipokapnia dimana PaCO2

arteri diturunkan dan dipertahankan pada 26-28 mmHg (3,5-3,7 kPa) sehingga

cerebral blood flow berkurang dan akibatnya akan menurunkan tekanan intra

kranial.

PENATALAKSANAAN(4)

Pedoman Resusitasi dan Penilaian awal

1. Menilai jalan napas: bersihkan jalan napas, lepaskan gigi palsu, pertahankan

tulang servikal segaris dengan badan, pasang guedel, bila perlu intubasi.

2. Menilai pernapasan: tentukan apakah pasien bernapas spontan atau tidak.

3. Menilai sirkulasi: otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua

perdarahan. Pasang jalur intravena yang besar, ambil darah vena untuk

pemeriksaan darah perifer lengkap, ureum, elektrolit, glukosa, dan analisis gas

darah arteri. Berikan larutan koloid, larutan kristaloid (dekstrosa atau dekstrosa

Page 20: Trauma Kapitis Okk

dalam salin) dapat menimbulkan eksaserbasi edema otak pasca cedera kepala.

4. Obati kejang: Mula-mula berikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan

dan dapat diulangi sampai 3 kali bila masih kejang. Bila tidak berhasil dapat

diberikan fenitoin 15 mg/kgBB diberikan intravena perlahan-lahan dengan

kecepatan tidak melebihi 50 mg/menit.

5. Menilai tinglcat keparahan

Pedoman Penatalaksanaan

1. Pada sernua pasien dengan cedera kepala dan atau leher, lakukan foto tulang

belakang servikal (proyeksi antero-posterior. lateral, dan odontoid), kolar servikal

baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh tulang servikal Cl -C7 normal.

2. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat, lakukan

prosedur berikut:

– Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal (NaCI 0,9%) atau larutan

Ringer laktat: cairan isotonis lebih efektif mengganti volume intravaskular

daripada cairan hipotonis, dan larutan ini tidak menambah edema serebri.

– Lakukan pemeriksaan: hematokrit, periksa darah perifer lengkap, trombosit,

kimia darah: glukosa, ureum, dan kreatinin, masa protrombin atau masa

tromboplastin parsial, skrining toksikologi dan kadar alkohol bila perlu

3. Lakukan CT Scan dengan jendela tulang: foto rontgen kepala tidak diperlukan

jika CT- Scan dilakukan, karena CT Scan ini lebih sensitif untuk mendeteksi

fraktur. Pasien dengan cedera kepala ringan, sedang, atau berat, harus

dievaluasi adanya:

– Hematoma epidural

– Darah dalarn subaraknoid dan intraventrikel

– Kontusio dan perdarahan jaringan otak

– Edema serebri

– Obliterasi sisterna perimesensefalik

– Pergeseran garis tengah

– Fraktur kranium, cairan dalarn sinus, dan pneumosefalus.

4. Pada pasien yang korna (skor GCS < 8) atau pasien dengan tanda-tanda

hemiasi, lakukan tindakan berikut ini :

– Elevasi kepala 30o

– Hiperventilasi

Page 21: Trauma Kapitis Okk

– Berikan manitol 20 % 1g/kgbb intravena dalarn 20-30 menit. Dosis ulangan

dapat diberikan 4-6 jam kemudian 1/4 dosis semula setiap 6 jam sampai

maksimal 48 jam pertama

– Pasang kateter Foley

– Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi

Penatalaksanaan Khusus

1. Cedera kepala ringan: pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat

dipulangkan ke rumah tanpa perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan bila

memenuhi kriteria berikut:

– Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini mental dan gaya berjalan)

dalam batas normal

– Foto servika1jelas normal

– Ada orang yang bertanggung-jawab untuk mengamati pasien selama 24 jam

pertama, dengan instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat darurat jika

timbul gejala perburukan

Kriteria perawatan di rumah sakit:

– Adanya darah intrakranial atau fraktur yang tampak pada CT Scan

– Konfusi, agitasi, atau kesadaran menurun

– Adanya tanda atau gejala neurologis fokal

– Intoksikasi obat atau alkohol

– Adanya penyakit medis komorbid yang nyata

– Tidak adanya orang yang dapat dipercaya untuk mengamati pasien di rumah.

2. Cedera kepala sedang: pasien yang menderita konkusi otak (komosio otak),

dengan skala korna Glasgow 15 dan CT Scan normal, tidak pertu dirawat. Pasien

ini dapat dipulangkan untuk observasi di rumah, meskipun terdapat nyeri kepala,

mual, muntah, pusing, atau amnesia. Risiko timbuInya lesi intrakranial lanjut

yang bermakna pada pasien dengan cedera kepala sedang adalah minimal.

3. Cedera kepala berat: Setelah penilaian awal dan stabilisasi tanda vital,

keputusan segera pada pasien ini adalah apakah terdapat indikasi intervensi

bedah saraf segera (hematoma intrakranial yang besar). Jika ada indikasi, harus

segera dikonsulkan ke bedah saraf untuk tindakan operasi. Penatalaksanaan

Page 22: Trauma Kapitis Okk

cedera kepala berat seyogyanya dilakukan di unit rawat intensif.

– Penilaian ulang jalan napas dan ventilasi

– Monitor tekanan darah

– Pemasangan alat monitor tekanan intrakranial pada pasien dengan skor GCS <

8, bila memungkinkan.

– Penatalaksanaan cairan: hanya larutan isotonis (salin normal atau larutan

Ringer laktat) yang diberikan kepada pasien dengan cedera kepala karena air

bebas tambahan dalam salin 0,45% atau dekstrosa 5 % dalam air (D5W) dapat

menimbulkan eksaserbasi edema serebri.

– Nutrisi: cedera kepala berat menimbulkan respons hipermetabolik dan

katabolik, dengan keperluan 50-100% lebih tinggi dari normal.

– Temperatur badan: demam mengeksaserbasi cedera otak dan harus diobati

secara agresif dengan asetaminofen atau kompres dingin.

– Antikejang: fenitoin 15-20 mg/kgBB bolus intravena, kemudian 300 mg/hari

intravena. Jika pasien tidak menderita kejang, fenitoin harus dihentikan setelah

7- 10 hari. Steroid: steroid tidak terbukti mengubah hasil pengobatan pasien

dengan cedera kepala dan dapat meningkatkan risiko infeksi, hiperglikemia, dan

komplikasi lain. Untuk itu, Steroid hanya dipakai sebagai pengobatan terakhir

pada herniasi serebri akut (deksametason 10 mg intravena sebap 4-6 jam

selama 48-72 jam).

– Profflaksis trombosis vena dalam

– Profilaksis ulkus peptik

– Antibiotik masih kontroversial. Golongan penisilin dapat mengurangi risiko

meningitis pneumokok pada pasien dengan otorea, rinorea cairan serebrospinal

atau udara intrakranial tetapi dapat meningkatkan risiko infeksi dengan

organisme yang lebih virulen.

– CT Scan lanjutan

Komplikasi Cedera Kepala Berat

1. Kebocoran cairan serebrospinal

2. Fistel karotis-kavemosus ditandai oleh trias gejala: eksolftalmos, kemosis, dan

bruit orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.

3. Diabetes insipidus oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis.

4. Kejang pasca trauma

Page 23: Trauma Kapitis Okk

PROGNOSIS(4)

Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar, terutama

pada pasien dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki

nilai prognostik yang besar: skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal

85% atau tetap dalam kondisi vegetatif, sedangkan pada pasien dengan GCS 12

atau lebih kemungkinan meninggal atau vegetatif hanya 5 – 10%. Sindrom

pascakonkusi berhubungan dengan sindrom kronis nyeri kepala, keletihan,

pusing, ketidakmampuan berkonsentrasi, iritabilitas, dan perubahan kepribadian

yang berkembang pada banyak pasien setelah cedera kepala. Sering kali

berturnpang-tindih dengan gejala depresi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hasan Sjahrir, Ilmu Penyakit Saraf Neurologi Khusus, Dian Rakyat, Jakarta,

2004

2. Harsono, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada Universiti Press, Yogyakarta,

2005

3. Mahar Mardjono, Priguna Sidharta, Neurologi Klinis Dasar, dian Rakyat,

Jakarta, 2004

4. Arif Mansjoer dkk Editor, Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta

Kedokteran edisi Ketiga jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta, 2000

5. Robert L. Martuza, Telmo M. Aquino, Trauma dalam Manual of Neurologic

Therapeutics With Essentials of Diagnosis, 3th ed, Litle Brown & Co, 2000