BAB II
BAB I
PENDAHULUANTrauma tembus mata adalah trauma mata yang
menyebabkan kerusakan pada keseluruhan ketebalan dinding bola mata
(full-thickness wound of the eyewall). Trauma tembus merupakan
trauma mata terbuka (open globe injury) yang mengenai bola
mata.Trauma mata terbuka dapat berupa ruptur (diakibatkan benda
tumpul) atau laserasi (luka penetrasi/tembus, perforasi, benda
asing intraokular).1Trauma mata sering menjadi penyebab kebutaan
unilateral pada anak dan dewasa muda; kelompok usia ini mengalami
sebagian besar cedera mata yang parah. Dewasa muda terutama pria
merupakan kelompok yang memiliki kemungkinanbesar mengalami cedera
tembus pada mata. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan aki,
cedera akibat olahraga dan kecelakaan lalu lintas merupakan
keadaan-keadaan yangpaling sering menyebabkan trauma4Trauma okular
merupakan penyebab tersering kebutaan monokular pada anak-anak dan
dewasa muda (< 40 tahun). Prevalensi tertinggi didapatkan pada
remaja laki-laki. Di AS, lebih dari 2 juta trauma mata terjadi
setiap tahun, dengan lebih dari 40000 kasus mengakibatkan berbagai
derajat gangguan penglihatan permanen. Di Amerika Serikat trauma
mata menjadi penyebab terbanyak kebutaan monokular dan memegang
peranan dalam 7 persen kebutaan bilateral pada kelompok usia 20-64
tahun. 2 Pada tahun 2001, di Amerika Serikat diperkirakan 1.990.872
(6.98 per 1000 populasi) mengalami trauma mata dan memerlukan
terapi di ruang gawat darurat, poliklinik atau praktek dokter umum.
Trauma yang disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam
benda mata maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti
tajam penglihatan yang menurun, laserasi kornea, tekanan bola mata
rendah, bilik mata dangkal, bentuk dan letak pupil yang berubah,
terlihat ruptur pada kornea atau sclera, terdapat jaringan yang
prolaps seperti cairan mata, iris, lensa, badan kaca, atau retina,
katarak traumatik dan konjungtiva kemosis.Penatalaksanaan diberikan
antibiotik topikal, mata ditutup, dan segera dikirim pada dokter
mata untuk dilakukan pembedahan. Diberikan antibiotik sistemik
secara oral atau intravena, anti tetanus profilaktik, analgesik,
dan sedatif bila perlu. Steroid lokal dan bebat tidak boleh
diberikan. Pengeluaran benda asing sebaiknya dilakukan di rumah
sakit dengan fasilitas yang memadai.Tujuan penulisan referat ini
agar dapat memberikan gambaran cukup jelas sehingga pembaca dapat
memiliki konsep yang komprehensif mengenai trauma tembus bola mata,
yang diperlukan bila menemui kasus seperti ini di masyarakat,
sehingga dapat mengantisipasi dan merujuk kepada ahli untuk
penatalaksanaan lebih lanjut serta mencegah komplikasi. Perlu
diingat bahwa sebagian besar pasien dengan trauma tembus bola mata
memiliki lama hidup yang normal dan diharapkan dengan aktivitas
sehari-hari yang normal.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.3 Klasifikasi Trauma Mata
Birmingham Eye Trauma Terminology System (BETTS) merupakan
standar sistem komprehensif yang dipakai.3
* Keterangan dengan box ganda menunjukkan diagnosis yang
biasanya digunakan dalam praktek klinis
Keterangan:3 Trauma mata tertutup (Closed globe injury) Trauma
mata tanpa kerusakan seluruh dinding mata (kornea dan sklera) atau
No full-thickness wound of eyewall. Trauma mata tertutup terdiri
dari:
Kontusio: tidak terdapat luka pada dinding mata, tetapi dapat
terjadi kerusakan intraokular seperti ruptur koroid atau perubahan
bentuk bola mata. Hal ini dikarenakan energi kinetik langsung yang
dikirimkan oleh benda. Laserasi lamelar. Trauma yang menyebabkan
kerusakan parsial dinding mata.
Trauma mata terbuka (Open globe injury). Trauma yang menyebabkan
kerusakan pada seluruh ketebalan dinding mata (kornea dan/atau
sklera) atau Full-thickness wound of the eyewall. Trauma mata
terbuka terdiri atas:
Ruptur: kerusakan seluruh ketebalan dinding mata akibat cedera
benda tumpul
Laserasi: kerusakan seluruh ketebalan dinding mata yang
disebabkan oleh benda tajam
Penetrasi/luka tembus: trauma laserasi tunggal yang disebabkan
benda tajam. Perforasi: ditandai oleh adanya luka masuk dan luka
keluar. Kedua luka disebabkan oleh benda yang sama. Benda asing
intraokular: terdapat benda asing yang tertinggal dalam bola
mata.2.4 Etio-Patogenesis
Penyebab tersering ruptur mata pada dewasa dapat terjadi setelah
trauma tumpul akibat kecelakaan kendaraan bermotor, aktivitas
olahraga, penganiayaan atau trauma lain. Trauma tembus atau
perforasi dapat terjadi akibat tembakan senapan, luka tusuk,
kecelakaan di tempat kerja atau kecelakaan lain yang melibatkan
benda tajam atau proyektil yang menembus jaringan mata.3 Trauma
tembus pada kecelakaan sering terjadi akibat partikel kecil yang
masuk ke dalam mata dengan kecepatan tinggi.4 Beratnya trauma yang
terjadi ditentukan oleh ukuran benda, komposisi dan kecepatan pada
saat bertumbukan.5
Ruptur bola mata dapat terjadi saat benda tumpul mengenai
orbita, menyebabkan kompresi antero-posterior dan meningkatkan
tekanan intraokular sampai menimbulkan robekan sklera. Ruptur
akibat trauma tumpul biasanya terjadi pada tempat di mana sklera
paling tipis, pada insersi otot ekstraokular, pada limbus, dan
sekitar nervus optikus. Benda tajam atau yang melaju dengan
kecepatan tinggi dapat secara langsung menimbulkan perforasi pada
bola mata. Benda asing kecil dapat menembus mata dan tertinggal
dalam bola mata. Kemungkinan ruptur bola mata harus dipikirkan dan
disingkirkan saat mengevaluasi semua kasus trauma tumpul dan trauma
tembus mata begitu pula pada kasus yang melibatkan proyektil
berkecepatan tinggi dengan potensi penetrasi okular.3 Benda tajam
seperti pisau akan menimbulkan luka laserasi yang jelas pada bola
mata. Berbeda dengan kerusakan akibat benda asing yang
terbang/meloncat, beratnya kerusakan ditentukan oleh energi kinetik
yang dimiliki. Contohnya pada peluru pistol angin yang besar dan
memiliki kecepatan yang tidak terlalu besar memiliki energi kinetik
yang tinggi dan menyebabkan kerusakan mata yang cukup parah.
Kontras dengan pecahan benda tajam yang memiliki massa yang kecil
dengan kecepatan tinggi akan menimbulkan laserasi dengan batas yang
jelas dan beratnya kerusakan lebih ringan dibandingkan kerusakan
akibat peluru pistol angin.5
2.5 Gejala KlinisTajam penglihatan akan menurun akibat
terdapatnya kekeruhan media penglihatan secara langsung atau tidak
langsung akibat trauma tembus tersebut.3 Namun cedera akibat
partikel berukuran kecil berkecepatan tinggi yang dihasilkan dari
tindakan menggerinda dan memalu mungkin hanya menimbulkan nyeri
ringan dan kekaburan penglihatan.5 Bila terdapat perforasi kornea
akan terlihat bilik mata yang dangkal. Jaringan uvea akan menempel
pada kornea atau malahan akan terlihat jaringan iris yang prolaps
keluar. Akibat perlengketan iris dengan bibir luka kornea akan
terdapat bentuk pupil yang lonjong atau terjadinya perubahan bentuk
pupil. Kadang-kadang terdapat hifema, Hal ini menunjukkan
terjadinya ruptur iris atau badan siliar oleh trauma tembus
tersebut. Tekanan bola mata akan rendah akibat cairan mata keluar
melalui luka tembus atau malahan badan kaca dapat keluar.3
Tanda-tanda lain adalah kemosis hemoragik, laserasi konjungtiva,
atau kamera anterior yang dangkal dengan atau tanpa dilatasi pupil
yang eksentrik.5Selain ruptur dinding sklera, gaya kontusif pada
bola mata dapat menimbulkan gangguan motilitas, perdarahan
subkonjungtiva, edema kornea, iritis, hifema, glaukoma sudut
sempit, midriasis traumatik, ruptur sfingter iris, iridodialisis,
paralisis akomodasi, dislokasi lensa dan katarak. Cedera yang
dialami struktur-struktur posterior adalah perdarahan korpus
vitreus dan retina, edema retina, lubang pada retina avulsi dasar
vitreosa, pelepasan retina, ruptur koroid atau avulsi saraf optik.
Banyak cedera di atas tidak dapat dilihat melalui pemeriksaan
eksternal. Sebagian misalnya katarak, mungkin belum terbentuk
sampai beberapa hari atau minggu setelah cedera.3
2.5.1 Perdarahan SubkonjungtivaPerdarahan Subkonjungtiva adalah
terdapatnya darah antara konjungtiva bulbi dengan sklera dan
merupakan salah satu diagnosis banding mata merah. Perdarahan
subkonjungtiva berasal dari perdarahan pembuluh darah konjungtiva
atau episklera ke ruang subkonjungtiva. Perdarahan dapat akibat
dari trauma, spontan, atau terkait dengan penyakit sistemik. Adanya
Manuver valsava, Hipertensi/arteriosklerosis, Kelainan darah,
diabetes, SLE, parasit, dan defisiensi vitamin C, penggunaan
antibiotik, steroid, kontrasepsi, dan vitamin A dan D juga dapat
menyebabkan perdarahan subkonjungtiva.
Gejala klinisnya berupa mata merah, iritasi ringan, biasanya
asimptomatik. Dari pemeriksaan fisik terlihat seperti bercak
berwarna merah terang dengan sekelilingnya normal.6
2.5.2 Prolaps IrisHanya bagian akar iris yang terikat pada
korpus siliaris, sedangkan sisanya tidak terikat. Adanya luka pada
kornea akan menyebabkan iris keluar dari luka di kornea. Disebut
iris inkarserata jika jaringan iris mencapai luka tetapi tidak
keluar dari bola mata. Prolaps iris dapat juga pada intraoperative
floppy iris syndrome (IFIS) selama operasi katarak atau
trabekulektomi. Hal ini terkait dengan penggunaan antagonis
adrenergik alfa-1 sistemik. IFIS ditandai dengan dilatasi pupil
yang lambat dan konstriksi pupil yang progresif.7
Prolaps iris dapat terjadi ketika kornea mengalami perforasi.
Pada tahun 1995, Alan dengan menggunakan prinsip Bernoulli
menjelaskan bahwa dengan adanya perforasi kornea, aquous humor akan
keluar dengan cepat, akan tercipta suatu kondisi vakum yang relatif
di depan iris yang akan memicu prolaps iris. 7Prolaps iris
merupakan kondisi serius dan jika tidak ditanggulangi dapat
menghasilkan infeksi dan kehilangan penglihatan. Prolaps iris yang
terekspos memerlukan tindakan bedah secepatnya sedangkan prolaps
iris yang masih ditutupi oleh konjungtiva, tindakan pembedahan
secepatnya belum diperlukan.7Pada pemeriksaan fisik, pada jaringan
iris yang prolaps di bagian perifer, iris tampak seperti tonjolan
jaringan berwarna yang menghasilkan sinekia perifer. Ketika prolaps
terjadi di sentral kornea, seluruh batas pupil dapat prolaps
sehingga menghasilkan sinekia total anterior. Tergantung dari
durasi terjadinya prolaps, bentuk iris dapat bervriasi. Pada
prolaps yang baru, iris masih baik atau viable. Seiring dengan
berjalannya waktu iris akan kering dan nonviable. 7Tekanan
intraokuler dapat lebih rendah dari normal, tetapi hipotoni jarang
terjadi setelah prolaps iris. Prolaps iris yang berlangsung lama
dapat terjadi iridosiklitis kronik, edema makula sistoid, atau
glaukoma.72.6 Diagnosis2.6.1 Anamnesis 3Mekanisme trauma: Tentukan
jenis trauma : tumpul, penetrasi atau perforasi.
Tanyakan benda penyebab : bentuk dan ukuran benda.
Tanyakan kemungkinan adanya benda asing pada bola mata karena
dapat menimbulkan komplikasi nantinya seperti infeksi oleh benda
organik.
Keadaan saat terjadinya trauma: Waktu dan lokasi terjadinya
trauma. Penggunaan kacamata koreksi atau pelindung mata lainnya
karena benda-benda tersebut dapat melindungi atau malah
berkontribusi pada trauma akut. Tanyakan apakah pasien mempunyai
miopia berat karena mata miopia lebih rentan terhadap trauna
kompresi anterior-posterior.Riwayat medis: Tanyakan riwayat trauma
mata atau operasi mata sebelumnya karena dapat membuat jaringan
lebih rentan ruptur. Tanyakan visus dan fungsi penglihatan sebelum
trauma pada kedua mata. Tanyakan penyakit mata yang ada pada pasien
saat ini. Tanyakan penggunaan obat saat initermasuk obat tetes mata
dan alergi.2.6.2 Gejala3 Nyeri : dapat tersamar oleh trauma lain
dan dapat tidak berat pada awalnya pada trauma tajam, baik dengan
atau tanpa benda asing. Tajam penglihatan biasanya berkurang jauh
Diplopia : akibat terjepitnya otot ekstraokular, akibat truma saraf
kranial, monokular diplopia akibat dari dislokasi atau subluksasi
lensa. 2.6.3 Pemeriksaan Fisik3 Trauma tembus mungkin dapat tampak
dengan mudah atau tertutupi oleh luka yang lebih superficial
sehingga sebaiknya dicari dengan teliti.
Hindari memberikan tekanan pada bola mata yang mengalami trauma
tembus untuk mencegah mengalir keluarnya cairan bola mata.
Pemeriksaan segmen posterior mungkin sulit dilakukan karena trauma
yang terjadi dapat menghalangi pemeriksaan segmen posterior.
Pemeriksaan harus dilakukan dengan sistematis dengan tujuan
mengidentifikasi dan melindungi mata.
Hindari manipulasi mata yang berlebihan untuk pemeriksaan untuk
menghindari kerusakan lebih lanjut dan minimalisasi kemungkinan
ekstrusi intraokular.Tajam penglihatan dan gerak bola mata: Periksa
tajam penglihatan kedua mata.
Tajam penglihatan dapat turun banyak.
Periksa gerak bola mata kedua mata, jika terganggu harus
dievaluasi kemungkinan adanya fraktur orbita.
Bola Mata
Harus dievaluasi apakah ada deformitas tulang, benda asing dan
gangguan kedudukan bola mata.
Benda asing yang menembus bola mata harus dibiarkan sampai
tindakan bedah.
Apabila terdapat trauma tembus bola mata dapat timbul
enoftalmus.Kelopak mata
Trauma kecil pada kelopak mata tidak menyingkirkan kemungkinan
adanya trauma tembus bola mata.
Perbaikan kelopak harus ditunda sampai kemungkinan adanya trauma
tembus bola mata dapat disingkirkan.Konjungtiva
Perdarahan konjungtiva yang berat dapat mengindikasikan adanya
ruptur bola mata. Laserasi konjungtiva bisa terjadi bersamaan
dengan trauma sklera yang serius.
Kornea dan sklera.
Luka tembus kornea atau sklera merupakan suatu trauma tembus
bola mata, dapat diperiksa dengan Seidels Test.(Gambar 1.
http://www.bausch.co.uk/ecp/
/m/BL/Global/Images/Clinical%20Photos/Miscellaneous/Positive-Seidel-test-with-blue-light-fluorescein.jpg)
Pada luka tembus kornea dapat terjadi prolaps iris. Laserasi pada
kornea dan sklera bisa menunjukkan adanya perforasi bola mata dan
harus dipersiapkan untuk ditatalaksana di ruang operasi.
Prolaps iris dengan laserasi kornea bisa terlihat diskolorasi
gelap pada daerah trauma
Penonjolan sklera merupakan indikasi ruptur dengan ekstrusi isi
okular Tekanan intraokular biasanya rendah akan tetapi pemeriksaan
tekanan bola mata dikontraindikasikan untuk mencegah penekanan bola
mata.
Pupil
Periksa bentuk, ukuran, refleks cahaya, dan RAPD.
Adanya deformitas bentuk pupil dapat menjadi tanda adanya trauma
tembus bola mata. Pupil biasanya midriasis.Lensa
Dapat timbul dislokasi lensa.Bilik Mata Depan
Pemeriksaan slit lamp pada pasien yang kooperatif bisa
menunjukkan kelainan yang berhubungan dengan seperti defek
transiluminasi iris (red reflex gelap karena perdarahan vitreous),
laserasi kornea, prolaps iris, hifema dari disrupsi siliar dan
kerusakan lensa termasuk dislokasi atau subluksasi. Bilik mata yang
dangkal bisa jadi merupakan satu-satunya tanda adanya ruptur bola
mata dan merupakan petanda prognosis buruk. Ruptur posterior bisa
terjadi dan ditunjukkan dengan bilik mata depan yang dalam karena
adanya ekstrusi vitreous ke segmen posterior
Temuan lain
Adanya reflex fundus negatif akibat perdarahan vitreus dapat
menjadi tanda adanya trauma tembus bola mata.
Ditemukannya prolaps uvea pada permukaan bola mata merupakan
tanda trauma tembus bola mata.
Pada trauma tembus dapat juga ditemukan hifema. Perdarahan
vitreous setelah trauma menunjukkan adanya robekan retina atau
khoroid avulsi nervus optikus atau benda asing.
Robekan retina, edema, pelepasan retina dan perdarahan bisa
mengikuti ruptur bola mata.2.6.4 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan
Laboratorium Pemeriksaan koagulasi dan darah perifer lengkap
dilakukan pada pasien yang memiliki kelainan perdarahan.
Pemeriksaan laboratorium diindikasikan untuk kasus dengan trauma
yang koeksis dan gangguan medikal lain
CT-Scan CT-Scan adalah pemeriksaan penunjang yang paling
sensitif untuk mendeteksi ruptur bola mata, kerusakan saraf optic,
mendeteksi benda asing dan memberi gambaran bola mata dan
orbita.
Kurang dapat mendeteksi adanya benda asing non-logam.
Foto Rontgen
Foto polos tiga posisi Waters, Caldwell dan lateral lebih
bermanfaat untuk mengetahui kondisi tulang dan sinus daripada
keadaan bola mata.
MRI
MRI berguna untuk mendeteksi kerusakan jaringan lunak.
MRI juga berguna untuk mendeteksi benda asing non-logam.
MRI dikontraindikasikan bagi kecurigaan benda asing logam.
Ultrasonografi
Ultrasonografi memiliki resiko untuk memberikan tekanan pada
bola mata apabila terjadi trauma tembus.
Dapat berguna untuk menentukan lokasi rupture dan untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya benda asing.
2.7 Manajemen Perujukan pada Kasus Trauma
Dokter umum tidak dapat memberikan terapi definitif pada kasus
trauma yang berat sehingga diperlukan pengetahuan tentang
kasus-kasus yang harus dirujuk dan pengetahuan tentang penanganan
pertama pada setiap kasus.8True Emergency
Kondisi ini memerlukan terapi dalam hitungan menit. Contoh
kasusnya yaitu trauma bakar oleh bahan kimia pada konjungtiva dan
kornea. Semua trauma kimia memerlukan terapi secepatnya dan irigasi
yang banyak dan langsung dirujuk ke spesialis mata. 8Urgent
Situation
Situasi urgensi memerlukan terapi dalam hitungan jam. Contoh
kasus urgensi antara lain81. Trauma tembus bola mata, walaupun
masih berupa kecurigaan langsung dipakaikan pelindung mata. Tidak
diperbolehkan untuk memerban ataupun memberikan salep pada mata.
Perlu dilakukan pemeriksaan imaging berupa foto x-ray atau CT scan.
Ini merupakan kasus rujukan
2. Benda asing di kornea atau konjungtiva. Adanya benda asing
pada kornea dan konjungtiva memerlukan anestesi topikal yang
diikuti dengan pengambilan benda asing baik dengan irigasi atau
dengan aplikator berujung kapas.
3. Abrasi kornea. Langkah yang dapat dilakukan adalah pemberian
anestesi topikal, lakukan pemeriksaan secara menyeluruh termasuk
pewarnaan dengan florescen, berikan antibiotik tetes dan siklopegik
tetes untuk mengurangi sakit, tutup mata dengan peban yang lunak
namun ketat untuk menjaga agar mata tetap tertutup, dan ujuk ke
spesialis mata.
4. Hifema. Perlu dirujuk secepatnya ke spesialis mata. Adanya
peningkatan tekanan bola mata akan memerlukan tindakan medis atau
bedah. Selain itu, hifema dapat juga merupakan tanda dari ruptur
bola mata atau cedera serius lainnya sepeti dislokasi lensa atau
ablasio retina.
5. Laserasi kelopak mata. Dapat dijahit sendiri jika tidak dalam
dan luka tidak mengenai margo palpebra atau kanalikuli. Jika luka
dalam dan mengenai margo palpebra atau kanalikuli, maka harus
dirujuk ke spesialis mata.
Semiurgent Situation
Merujuk pasien pada kondisi ini dapat dilakukan dalam 1-2 hari.
Kasus yang termasuk dalam kondisi ini antara lain fraktur orbita
dan perdarahan konjungtiva kecuali terdapat suspek ruptur bola mata
atau perdarahan intraokuler. 82.8 Tatalaksana Trauma Tembus
Penilaian Awal
Langkah awal yang harus segera dilakukan adalah menerapkan
prinsip umum bantuan hidup lanjut pada kasus trauma, evaluasi untuk
visual dilakukan sembari pertolongan bantuan hidup lanjut
dilaksanakan.9 Pada trauma mata yang lebih berat dapat diperiksa
fungsi aferen dan eferennya, ketajaman penglihatan, pergerakan bola
mata, deformitas, perforasi, darah, kemosis, distopia, enoftalmus,
eksoftalmus dan telekantus.10 Apabila terdapat ruptur dari bola
mata, sebaiknya dihindari untuk memanipulasi yang lebih lanjut
hingga pembedahan dalam keadaan steril bisa dilaksanakan, yang
biasanya dilakukan dengan anestesi umum. Tidak perlu diberikan
siklopegik maupun antibiotik topikal sebelum operasi dilakukan,
karena adanya toksisitas potensil terhadap jaringan yang terpapar.
Mata diberi perlindungan, dengan Fox shield atau dengan gelas
berbahan kertas yang dipotong pada sepertiga bawah yang ditutupkan
ke mata, dan bisa diberikan antibiotik oral, seperti ciprofloxacin
2x500 mg. Analgesik dan antiemetik dapat diberikan selama
diperlukan. Anti-tetanus juga dapat diberikan karena semua trauma
tembus bola mata tergolong pada luka dengan risiko tinggi tetanus
dan merupakan luka yang sangat mungkin terjangkit tetanus karena
luka yang tampak nyata mendevitalisasi jaringan dan terdapat kotak
nyata jaringan dengan bahan yang menembus mata yang kemungkinan
sudah tercemar tanah atau kotoran lainnya yang mungkin mengandung
kuman tetanus. Anestetik topikal, pewarna, dan pengobatan topikal
lain yang digunakan pada mata yang terkena trauma harus steril.
Untuk tetrakain dan fluoresin terdapat juga yang steril, dengan
unit dose. Agen neuromuscular blocking dapat meningkatkan tekanan
intraokuler dan dapat menyebabkan herniasi. Pada trauma yang berat,
perlu diperhatikan untuk dokter selain dokter mata, untuk tidak
melakukan pemeriksaan mata yang dapat menambah derajat keparahan
penyakit.9Pada setiap trauma mata, perlu dilakukan system scoring.
Hal ini diperlukan untuk apat mendeskripsikan beratnya trauma /
luka, memberikan pelayanan triage yang efektif, membantu dalam hal
kesiapan operasi, serta untuk memprediksikan prognosis penglihatan.
Berikit disajikan tabel untuk menghitung skor pada trauma mata
sesuai dengan BETT (Birmingham Eye Trauma Terminology), dengan
memperhatikan enam aspek, meliputi ketajaman penglihatan awal, ada
tidaknya rupture, ada tidaknya endoftalmitis, ada tidaknya
perforasi, ada tidaknya retinal detachment, serta ada tidaknya RAPD
(tabel 1)11Tabel 1. Perhitungan Ocular Trauma Score (OTS) (diambil
dari Kuhn Ferenc, Maisiak Richard, Mann LoRetta, Morris Robert,
Witherspoon Douglas C. The OTS: Predicting the final vision in the
injured eye. Dalam: Kuhn, Ferenc; Pieramici, Dante C. Ocular trauma
principles and practice.New York:Thieme Medical
Publishers.2002)
Pengobatan1. Tanpa Operasi
Pada luka tembus yang minimal, tanpa kerusakan intraokuler,
tidak ada prolap, diberikan terapi antibiotik sistemik dengan atau
topical, dengan observasi yang ketat2. Operasi
a. Repair korneosklera
Tujuan primer repair korneosklera adalah untuk memperbaiki
integritas bola mata. Tujuan sekunder adalah untuk memperbaiki
visus. Bila prognosis visus kurang baik dan mempunyai resiko
oftalmia simpatis maka sebaiknya dilakukan enukleasi.
Enukleasi primer lebih baik, bila perlu ditunda tidak lebih dari
14 hari untuk mencegah oftalmia simpatis. Kemudian diikuti dengan
pemeriksaan fungsi visus, vitroretina atau konsultasi ke subbagian
plastic rekonstruksi.b. Anastesi
Anastesi umum dipergunakan untuk repair bola mata, sebab
anastesi retrobulber atau peribulber akan meningkatkan tekanan bola
mata. Diberikan pelumpuh otot yang cukup untuk menghindari
prolapsnya isi bola mata.c. Langkah-langkah repair korneosklera
- Anastesi umum
- Eksisi prolap vitreous, fragmen lensa, benda asing
transkornea
- Reposisi prolap iris
Jika prolaps berlangsung dalam 24-36 jam dan iris masih viabel,
iris dapat direposisi. Jika iris tidak lagi viabel, maka iris di
eksisi.7
- Tutup laserasi kornea dengan limbus sebagai patokan
- Selesaikan repair kornea secara watertight dengan nilon
10-0
- Peritomi konjungtiva untuk memaparkan sklera
- Eksisi prolap vitreous bagian posterior secara perlahan
- Reposisi prolap uvea dan retina bagian posterior secara
perlahan
- Selesaikan penutupan sklera dengan nilon 9-0 atau silk 8-0
- Selesaikan penutupan konjungtiva
- Tutup konjungtiva
- Antibiotik dan steroid subkonjungtivad. Yang perlu
diperhatikan
Tidak dipasang fiksasi rektus karena repair palpebra kan menekan
permukaan mata, maka selesaikan dulu repair kornea. Bila vitreous
ata massa lensa prolap melui bibir luka , maka potong diatas
kornea, tidak dengan menariknya keluar. Bila uvea atau retina
menonjol keluar lakukan reposisi dengan bantuan vikoelastik secara
hati-hati. Reposisi iris segera dilakukan setiap selesai jahitan
untuk mencegah iris terjepit dibibir luka. Jahitan yang dikerjakan
sebaiknya mendekati full thickness.
Pada akhir operasi diberikan antibiotik subkonjungtiva
(tobramisin 20 mg atau vankomisin 25 mg) dan kortikosteroid
(deksametason 2 mg). Antibiotik intravitreal (vankomisin 1 mg atau
amikacin 200 mcg) diberikan pada luka yang terkontaminasi menutupi
vitreous. Diberikan antibiotik salep mata (kombinasi
bacitasin-polimyxin) dan kemudian mata ditutup.e. Repair sekunder-
Pengangkatan benda asing intraokuler, rekonstruksi iris, ekstraksi
katarak, vitrektomi, insersi lensa intraokuler dan krioterapi pada
robekan retina.
- Bila kekeruhan lensa bertambah inflamasi intraokuler akan
bertambah parah sehingga kesempatan untuk meletakkan lensa
intraokuler akan hilang.
- Bila benda asing terlihat di segmen anterior sebaiknya
diangkat melalui lubang atau insisi limbal.
- Bila pengangkatan lensa diperlukan perlu diketahui apakah
kapsula posterior masih utuh atau tidak.
- Perbaikan ruptur iris tidak hanya memperbaiki fungsi iris dan
visus tapi juga mengembalikan iris pada tempatnya untuk
menghindarkan sinekia. Bila terjadi iridodialis akan menyebabkan
diplopia dan eksentrik pupil sehingga perlu reposisi.f. Pengobatan
paska operasi
- Terapi untuk cegah infeksi, supresi inflamasi, kontrol TIO dan
hilangkan rasa sakit.
- Antibiotik intravena sampai 3-5 hari. Antibiotik topikal
sampai 7 hari sedangkan kortikosteroid dan sikloplegia dikurangi
berdasarkan tingkat inflamasinya.
- Jahitan kornea bila tak longgar dapat diletakkan sampai 3
bulan lalu diangkat bertahap
- Karena risiko ablatio retina maka pemeriksaan segmen posterior
harus sering dilakukan, bila tak terlihat dapat dengan menggunakan
USG.
- Koreksi penglihatan sesegera mungkin karena pada anak-anak
resiko ambliopia meningkat apabila rehabilitasi visus ditunda
- profilaksis sistemik untuk cegah traumatik endoftalmitis :
* gram positif : vankomisin 1g IV tiap 12 jam selama hari
* gram negatif : Gentamisin 1-2 mg/kg BB IV pada kali pertama,
dilanjutkan 1 mg/kg BB tiap 8 jam selama 3 hari atau ceftazidim 1 g
IV tiap 12 jam selama 3 hari.* Fungus : tidak rutin diberikan
2.9 Komplikasi3 Endoftalmitis dapat terjadi baik eksogen maupun
pasca operasi.
Endoftalmitis yang terjadi dapat bakteri atau jamur.
Oftalmia simpatetik, adalah peradangan pada mata yang tidak
mengalami luka beberapa minggu atau bulan setealh cedera.
Diperkirakan suatu proses autoimun pada jaringan uvea. Gejalanya
adalah nyeri, penurunan tajam penglihatan dan fotofobia.
2.10 Prognosis
Prognosis pasien pada kejadian trauma tembus dapat diprediksi
dengan memperhatikan beberapa faktor, meskipun ada pro kontra
terhadapnya, yaitu diantaranya usia, penyebab trauma,
endoftalmitis, luasnya luka, fraktur wajah, hifema, ketajaman
penglihatan inisial, tipe trauma, benda asing intra okuler, lokasi
benda asing intra okuler, trauma mata sebelahnya, trauma lensa,
keberadaan lensa, no light perception, trauma perforasi, ablasi
retina, jenis kelamin, prolaps jaringan, perdarahan vitreal, lokasi
dan panjangnya luka. Oleh karena terdapatnya kontroversial pada
penentuan prognostik ini, maka peran individu (pasien) menjadi
pertimbangan utama. Dengan diberlakukannya OTS, maka diharapkan
dapat dengan mudah memprediksi untuk prognosis pasien, dan hal ini
akan sangat membantu pasien, dokter, dokter mata, dan tenaga
paramedis lain. Dengan OTS diharapkan dokter mata dapat memprediksi
prognosis pasien, dan pada penelitian didapatkan hasil hingga 77%
kesempatan dokter mata untuk hasil fungsional final pasien.BAB
III
KESIMPULANTrauma tembus bola mata menurut Birmingham Eye Trauma
Terminology System didefinisikan sebagai trauma mata yang
menyebabkan kerusakan pada keseluruhan ketebalan dinding bola mata
(full-thickness wound of the eyewall). Trauma tembus merupakan
trauma mata terbuka (open globe injury) yang mengenai bola mata,
sedangkan trauma mata tertutup merupakan luka penetrasi yang
mengenai kornea.Penyebab tersering ruptur mata pada dewasa dapat
terjadi setelah trauma tumpul akibat kecelakaan kendaraan bermotor,
aktivitas olahraga, penganiayaan atau trauma lain. Trauma tembus
atau perforasi dapat terjadi akibat tembakan senapan, luka tusuk,
kecelakaan di tempat kerja atau kecelakaan lain yang melibatkan
benda tajam atau proyektil yang menembus jaringan mata. Ruptur bola
mata dapat terjadi saat benda tumpul mengenai orbita, menyebabkan
kompresi antero-posterior dan meningkatkan tekanan intraokular
sampai menimbulkan robekan sklera. Ruptur akibat trauma tumpul
biasanya terjadi pada tempat di mana sklera paling tipis, pada
insersi otot ekstraokular, pada limbus, dan sekitar nervus optikus.
Benda tajam atau yang melaju dengan kecepatan tinggi dapat secara
langsung menimbulkan perforasi pada bola mata.Manajemen utama yang
harus dilakukan dokter umum ketika mendapat kasus trauma tembus
bola mata adalah dengan melakukan penanganan awal dan kemudia
merujuk pasien. Dokter umum tidak dapat memberikan terapi definitif
pada kasus trauma yang berat sehingga pada kasus trauma tembus bola
mata yang cukup berat yang tergolong dalam situasi urgen harus
dilakukan perujukan. Sebelum merujuk luka tembus tersebut boleh
ditutup namun tidak boleh diberikan manipulasi yang akan
memperberat trauma yang ada.DAFTAR PUSTAKA1. American Society of
Ocular Trauma. Birmingham Eye Trauma Terminology System (BETTS).
Diunduh dari: http://www.asotonline.org/bett.html. Diakses tanggal
26 Februari 2015.
2. James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. 9th ed.
Erlangga: Indonesia;2006. Halaman.176-185.
3. Robson J. Globe Rupture. Diunduh dari:
http://www.emedicine.com/emerg/topic218.htm. Last update: 16
Februari 2012. Diakses tanggal: 27 Februari 2015.
4. Vaughan D, Asbury T, Riordan P. Ocular and orbital trauma.
Dalam: General Ophthalmology, Chapter 19. 17th ed. McGraw Hill
Company: USA; 2007.
5. Kanski jj. Clinical Ophtalmology. 4th ed. Oxford:
Butterworth-Heinemann; 1999. Halaman 657-9.
6. Subconjungtiva Bleeding. Diunduh dari www.emedicine.com.
Diakses pada tanggal 26 Februari 2015.
7. Prolaps Iris. Diunduh dari www.emedicine.com. Diakses pada 26
Februari 2015.8. Berson FG. Basic Ophthalmology for Medical
Students and Primary Care Residents. 6ed. USA: American Academy of
Ophthalmology. 1993.p82-4.9. Vaughan D, Asbury T, Riordan P. Ocular
and orbital trauma. Dalam:General Ophthalmology, Chapter 19. 17th
ed. McGraw Hill Company: USA; 2007.10. Mechanism and emergency
management of blast eye/orbital injuries. Expert Rev Ophthalmol.
2008;3(2):229-246. Diunduh dari: http://www.medscape.com. Diakses
pada tanggal: 28 Februari 2015.11. Kuhn Ferenc, Maisiak Richard,
Mann LoRetta, Morris Robert, Witherspoon Douglas C. The OTS:
Predicting the final vision in the injured eye. Dalam: Kuhn,
Ferenc; Pieramici, Dante C. Ocular trauma principles and
practice.New York:Thieme Medical Publishers.2002. Hlm:9-1112. Ilyas
S, Sukardi I, Harmani B, Sudiro SH, Gondowiardjo TD. Prosedur
Diagnostik dan Penatalaksanaan Pengobatan di Sub Bagian Kornea,
Lensa, dan Bedah Refraktif. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata
FKUI. 2000. p23-31.12