Faktor Risiko Infeksi Lokasi Pembedahan setelah Operasi Caesar di Inggris: Hasil Penelitian Kohort Multisenter C Wloch, a J Wilson, b, c T Lamagni, a P Harrington, a Charlett, d E Sheridana a a Departemen Pelayanan Kesehatan yang Berhubungan dengan Infeksi dan Resisten Antimikroba, Badan Perlindungan Kesehatan, London, UK b Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, Imperial College Healthcare NHS Trust, Rumah Sakit Hammersmith, London, UK c Bucks New University, Uxbridge, UK d Departemen Statistik, Pemodelan dan Ekonomi, Badan Perlindungan Kesehatan, London, UK Korespondensi: C Wloch, Department of Healthcare Associated Infection and Antimicrobial Resistance, Health Protection Agency, 61 Colindale Avenue, London NW9 5EQ, UK. Email [email protected]Diterima pada tanggal 18 Juni 2012. Diterbitkan online pada tanggal 1 Agustus 2012. Tujuan Penelitian Untuk menilai frekuensi dan faktor risiko terjadinya infeksi lokasi pembedahan setelah operasi Caesar. Disain Penelitian Studi kohort multisenter prospektif. Tempat dan Waktu Penelitian Empat belas rumah sakit NHS di Inggris, bulan April sampai September 2009. Populasi Wanita yang menjalani operasi Caesar di rumah sakit yang berpartisipasi selama periode studi yang ditentukan. Metode Infeksi yang memenuhi definisi kasus standar diidentifikasi melalui pemantauan aktif oleh petugas kesehatan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Faktor Risiko Infeksi Lokasi Pembedahan setelah Operasi Caesar di Inggris:
Hasil Penelitian Kohort MultisenterC Wloch,a J Wilson,b, c T Lamagni,a P Harrington,a Charlett,d E Sheridanaa
a Departemen Pelayanan Kesehatan yang Berhubungan dengan Infeksi dan Resisten Antimikroba, Badan Perlindungan Kesehatan, London, UK b Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, Imperial College Healthcare NHS Trust, Rumah Sakit Hammersmith, London, UK c Bucks New University, Uxbridge, UK d
Departemen Statistik, Pemodelan dan Ekonomi, Badan Perlindungan Kesehatan, London, UK
Korespondensi: C Wloch, Department of Healthcare Associated Infection and Antimicrobial Resistance, Health Protection Agency, 61 Colindale Avenue, London NW9 5EQ, UK. Email [email protected]
Diterima pada tanggal 18 Juni 2012. Diterbitkan online pada tanggal 1 Agustus 2012.
Tujuan Penelitian Untuk menilai frekuensi dan faktor risiko terjadinya infeksi lokasi
pembedahan setelah operasi Caesar.
Disain Penelitian Studi kohort multisenter prospektif.
Tempat dan Waktu Penelitian Empat belas rumah sakit NHS di Inggris, bulan April sampai
September 2009.
Populasi Wanita yang menjalani operasi Caesar di rumah sakit yang berpartisipasi selama
periode studi yang ditentukan.
Metode Infeksi yang memenuhi definisi kasus standar diidentifikasi melalui pemantauan
aktif oleh petugas kesehatan selama pasien dirawat di rumah sakit, pada saat pasien kontrol
kembali rumah sakit, selama kunjungan rumah oleh bidan dan melalui kuesioner yang
dilengkapi sendiri oleh pasien.
Hasil Pengukuran Utama Infeksi luka operasi dalam waktu 30 hari setelah operasi.
Hasil Secara keseluruhan, 9,6% (394/4107) wanita dalam penelitian mengalami infeksi pasca
operasi setelah operasi Caesar, 0,6% (23/4107) diantaranya dirawat kembali untuk
penatalaksanaan infeksi. Berat badan berlebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] 25-30 kg/m2 odds
ratio [OR] 1,6, interval kepercayaan 95% [CI 95%] 1,2-2,2) atau obesitas (IMT 30-35 kg/m2
atau OR 2,4, CI 95% 1,7-3,4; IMT>35 kg/m2 atau OR 3,7, CI 95% 2,6-5,2) adalah faktor
risiko independen utama untuk infeksi (dibandingkan dengan IMT 18,5-25 kg/m2). Wanita
yang lebih muda, dan operasi yang dilakukan oleh asosiasi spesialis dan staf ahli bedah
cenderung berkemungkinan lebih besar mengalami infeksi lokasi pembedahan, masing-
masingnya dengan OR 1,9, CI 95% 1,1-3,4 (<20 tahun dibandingkan 25-30 tahun), dan OR
1,6, CI 95% 1,0-2,4 (dibandingkan dengan konsultan).
Kesimpulan Studi ini mengidentifikasi tingginya tingkat infeksi pasca operasi setelah operasi
Caesar. Mengingat jumlah wanita yang melahirkan dengan cara operasi Caesar di Inggris,
infeksi akan mengakibatkan biaya pengobatan yang cukup besar. Pencegahan infeksi ini
seharusnya menjadi prioritas kesehatan klinis dan publik.
Kata kunci Operasi Caesar, endometritis, Inggris, epidemiologi, obesitas, infeksi lokasi
pembedahan.
Mohon mencatumkan sitasi jurnal ini dengan format : Wloch C, Wilson J, Lamagni T, Harrington P, Charlett A, Sheridan E. Risk factors for surgical site infection following Caesarean section in England: results from a multicentre cohort study. BJOG 2012;119:1324–1333.
Pendahuluan
Proporsi jumlah persalinan dengan cara operasi Caesar di Inggris telah meningkat secara
substansial selama 30 tahun terakhir dari 9% pada tahun 1980 menjadi 25% pada tahun
2009/10,1 dengan variasi yang cukup besar pada Inggris NHS Trust, khususnya pada operasi
Caesar secara darurat.2 Infeksi pasca operasi merupakan salah satu dari sejumlah
kemungkinan komplikasi operasi Caesar3,4 dengan tingkat yang dilaporkan berkisar antara 1,2
hingga 5,0% untuk wanita selama dirawat inap.5-8 Mengingat singkatnya lama rawat inap di
rumah sakit pasca operasi, biasanya 2-4 hari, tingkat infeksi setelah operasi Caesar secara
keseluruhan cenderung lebih tinggi secara signifikan dari estimasi ini.5,6
Meskipun sebagian besar infeksi luka operasi Caesar dangkal, luka ini merupakan
beban besar untuk sistem kesehatan, mengingat tingginya jumlah wanita yang menjalani
operasi ini. Namun, proporsi infeksi adalah infeksi yang lebih parah pada jaringan yang lebih
dalam atau organ reproduksi yang memerlukan rawat inap yang lebih lama di rumah sakit
atau dirawat kembali untuk dirawat ke rumah sakit,9,10 sehingga menambah beban ekonomi
dari infeksi ini. Pada kejadian yang sangat langka infeksi yang berkembang setelah operasi
Caesar ini dapat menyebabkan hal yang berbahaya seperti yang didokumentasikan dalam 08
Confidential Enquiry into Maternal Deaths tahun 2006-2008.11
Mengingat pentingnya infeksi ini, dan kurangnya skema surveilans nasional yang ada
setelah operasi Caesar, kami mengembangkan penelitian untuk menilai secara komprehensif
tingkat infeksi lokasi pembedahan setelah operasi Caesar melalui deteksi infeksi selama
rawat inap pertama dan melalui sejumlah metode deteksi yang dilaksanakan setelah pasien
dipulangkan. Penelitian ini juga mengumpulkan data tentang faktor-faktor risiko potensial
infeksi ini.
Metode
Partisipasi rumah sakit
Lima belas rumah sakit telah berpartisipasi dalam Health Protection Agency’s (HPA)
Surgical Site Infection Surveillance Scheme setuju untuk berpartisipasi dalam studi
pendahuluan operasi Caesar setelah permintaan untuk sukarelawan. Seluruh rumah sakit
merupakan rumah sakit akut umum, memberikan perawatan darurat dan pengobatan umum
untuk penyakit akut, dan merupakan rumah sakit yang dipercaya, telah melaksanakan 2.100
hingga 11.284 persalinan dalam satu setahun pada tahun 2009/10, 550-2.742 diantaranya
adalah operasi Caesar.1 Kelima-belas rumah sakit tersebut memiliki unit perawatan khusus
bayi, delapan diantaranya memiliki unit bayi dengan dependensi tinggi dan delapan
diantaranya juga memiliki unit perawatan intensif neonatus.
Seluruh data mengenai operasi Caesar yang terjadi di setiap rumah sakit yang
berpartisipasi dikumpulkan selama 3 bulan yang ditentukan untuk memastikan bahwa
surveilans dilakukan pada sampel wanita yang representatif. Penelitian ini berlangsung
selama bulan April hingga September 2009 dan surveilans dilakukan pada periode 3 bulan
pertama dan kedua.
Pengumpulan data
Protokol surveilans dan dataset adalah berdasarkan literatur yang ada dan sesuai dengan
pendapat penasehat dari Inggris Royal College of Obstetricians dan Gynaecologists dan
Royal College of Midwives. Data dikumpulkan oleh staf rumah sakit yang ditentukan dari
teater dan rekam medik rumah sakit pada serangkaian faktor demografi dan operasi termasuk
usia, skor American Society of Anaesthesiologists (ASA), indeks massa tubuh (IMT, kg/m2)
yang diukur pada awal pertemuan di klinik, diabetes, etnisitas, lama kehamilan, operasi
Caesar sebelumnya, tingkat luka, anestesi, antikoagulan, profilaksis antimikroba, jumlah
kehilangan darah dan komplikasi lainnya, metode penjahitan luka, durasi operasi dan tingkat
ahli bedah (ahli bedah junior dalam pelatihan: Tahun Ajaran 1 dan 2, Spesialis Panitera;
tingkat asisten spesialis: Tingkat Staf dan Spesialis Asosiasi; spesialis yang senior:
Konsultan). Data dimasukkan ke dalam basis data Surgical Site Infection Surveillance
System oleh staf rumah sakit via situs yang aman.
Klasifikasi faktor risiko dan definisi kasus
Indikasi untuk operasi Caesar diklasifikasikan menurut kategori urgensi risiko Royal College
of Obstetricians dan Gynaecologists12 sebagai berikut: ancaman langsung terhadap kehidupan
ibu atau janin, berbahaya untuk ibu atau janin tetapi tidak terdapat ancaman langsung
terhadap kehidupan ibu atau janin, tidak terdapat bahaya untuk ibu atau janin tetapi
membutuhkan persalinan segera, atau pada waktu yang disesuaikan dengan ibu atau staf.
Kontaminasi lokasi pembedahan diklasifikasikan menggunakan sebuah adaptasi dari
definisi standar13 untuk memasukkan faktor pecah ketuban. Oleh karena itu, dimana membran
telah pecah kurang dari 12 jam sebelum operasi Caesar, luka tersebut akan diklasifikasikan
sebagai bersih dari kontaminasi, dan jika pecah lebih dari 12 jam sebelum luka
diklasifikasikan sebagai terkontaminasi. Skor indeks risiko yang menggabungkan definisi
yang dimodifikasi dari klasifikasi luka dihitung pada setiap wanita.14 Skor tersebut terdiri dari
skor ASA ≥ 3, klasifikasi luka terkontaminasi atau kotor, dan durasi operasi >75 persentil
waktu (60 menit untuk operasi Caesar), dengan masing-masing faktor memberikan satu nilai
untuk indeks risiko.
Terdapatnya infeksi lokasi pembedahan didefinisikan dengan menerapkan satu set
standar kriteria klinis dan mikrobiologis (lihat materi Supplementary, Tabel S1).15 Infeksi
lokasi pembedahan dideteksi oleh tenaga kesehatan profesional (dokter rumah sakit dan bidan
komunitas) dikategorikan sebagai i. infeksi luka operasi dangkal, ii. infeksi luka operasi
dalam, dan iii. infeksi organ/ruang (endometritis dan infeksi saluran reproduksi lainnya),
diadaptasi dari definisi Centers for Disease Control and Prevention (CDC).16
Pemastian Kasus
Semua wanita yang menjalani operasi Caesar pada periode 3 bulan surveilans yang
ditentukan yang memenuhi kriteria untuk dimasukkan dan dilaksanakanlah penelitian kohort.
Setiap operasi Caesar yang dilakukan di rumah sakit yang berpartisipasi secara aktif dan
prospektif ditindaklanjuti untuk mengidentifikasi infeksi yang memenuhi definisi kasus
standar. Pasien dipantau selama rawat inap, pada saat dirawat kembali ke rumah sakit, pada
hari kunjungan ke rumah sakit dan kunjungan oleh bidan komunitas setelah keluar rumah
sakit sampai kunjungan terakhir oleh bidan (minimal 10 hari setelah operasi). Seorang
koordinator surveilans dari setiap rumah sakit dilatih oleh tim studi Health Protection
Agency’s dalam metodologi surveilans termasuk definisi kasus. Bidan komunitas dilatih
bergiliran secara lokal oleh koordinator surveilans dan diberikan definisi kasus dan bentuk
laporan standar untuk menunjukkan terdapatnya gejala. Infeksi yang dilaporkan oleh bidan
komunitas dikonfirmasi oleh koordinator surveilans rumah sakit sebelum dimasukkan ke
dalam basis data. Basis data menyediakan pemeriksaan validasi lebih lanjut untuk
memastikan bahwa gejala memenuhi kriteria infeksi.
Infeksi lokasi pembedahan yang terdapat di masyarakat dan tidak terdeteksi di tempat
lain juga diidentifikasi melalui kuesioner yang diisi oleh wanita pada saat 30 hari setelah
operasi. Infeksi yang potensial dilaporkan oleh para wanita tersbut dikonfirmasi oleh
koordinator surveilans rumah sakit menggunakan kriteria tertentu yang kemudian
dimasukkan kedalam akun gejala yang dilaporkan sendiri (Tabel 1). Sedangkan infeksi lokasi
pembedahan yang dilaporkan sendiri telah dideteksi langsung oleh rumah sakit atau
pelayanan kesehatan profesional berbasis komunitas, deteksi infeksi tersebut dianggap
berasal dari pelayanan kesehatan profesional.
Tabel 1. Kriteria untuk mengidentifikasi infeksi lokasi pembedahan yang dilaporkan pasienInfeksi Luka Kriteria Indikasi infeksi lokasi
Endometritis Kriteria 4 Nyeri Rahim + antibiotikKriteria 5 Nyeri perut + antibiotikKriteria 6 Drainase purulen dari rahim +
antibiotik* Tanda-tanda klinis : setidaknya dua dari nyeri, panas, kemerahan atau bengkak
Analisis data
Data dianalisis dengan menggunakan MICROSOFT EXCEL dan STATATM (versi 11).
Perbandingan antara kelompok dilakukan menggunakan tes chi-square dan Wilcoxon rank-
sum. Infeksi luka dan rahim digabungkan untuk menilai faktor risiko untuk setiap infeksi
lokasi pembedahan yang terjadi dalam 31 hari setelah prosedur. Faktor risiko dikelompokkan
menurut kategori yang diakui secara internasional, misalnya klasifikasi IMT World Health
Organization, atau sesuai dengan distribusi frekuensi. Analisis regresi logistik multivariabel
dilakukan menggunakan model efek campuran untuk membentuk faktor independen terkait
dengan terjadinya infeksi lokasi pembedahan dengan penyisihan variasi diantara rumah sakit-
rumah sakit dengan memasukkan kode identifikasi rumah sakit sebagai efek acak pada
model. Masing-masing komponen indeks risiko dimasukkan secara terpisah untuk analisis
multivariabel. Kurva receiver operating characteristic (ROC) digunakan untuk menentukan
nilai dari model akhir dalam memprediksi risiko infeksi, dengan luas di bawah kurva
menunjukkan kemampuan model untuk memprediksi risiko (nilai 0,5 mengindikasikan tidak
terdapat kemampuan prediktif dan nilai 1,0 menunjukkan kemampuan prediksi yang
sempurna). Intraclass Correlation Coefficient dihitung untuk menentukan proporsi dari total
varians karena terdapatnya varians diantara rumah sakit-rumah sakit.
Hasil
Populasi penelitian
Empat belas rumah sakit NHS dari tujuh Pengambil Kebijakan Strategis Kesehatan di Inggris
menyelesaikan surveilans. Satu rumah sakit mundur setelah 6 minggu karena mereka tidak
dapat menyelesaikan surveilans pada kohort penuh dari pasien wanita akibat kurangnya
sumber daya dan akibatnya data mereka yang tidak lengkap keluarkan dari analisis.
Sebanyak 4.107 operasi yang dimasukkan dalam penelitian ini, dengan jumlah
prosedur per rumah sakit pada setiap 3 bulan periode surveilans berkisar antara 120 hingga
408 operasi. Usia rata-rata wanita yang dimasukkan dalam studi ini adalah 31 tahun (kisaran
14-56) dan median IMT adalah 25,3 (kisaran interdesil 20,4-35,0). Etnisitas tercatat untuk
3.883 (94,5%) wanita 9,3% diantaranya adalah Asia, 5,7% kulit hitam dan 81,8% kulit putih.
Rata-rata lama rawat inap di rumah sakit pasca operasi adalah 3 hari.
Tujuh puluh enam persen (3.137) wanita dipantau setelah keluar dari rumah sakit.
Pemantauan setelah keluar dari rumah sakit setidaknya selama 10 hari tercapai pada 74%
diantaranya (3.029/4.107) dengan 36% dipantau selama 30 hari (1.482/4.107). Perbandingan
karakteristik mereka dipantau hingga 30 hari menggunakan salah satu metode deteksi,
termasuk kuesioner yang dilengkapi sendiri oleh pasien, dapat dilihat pada Tabel 2.
Kegagalan untuk memantau hingga 30 hari berhubungan dengan usia yang sedikit lebih muda
(30,9 vs 31,9 tahun), IMT yang sedikit lebih tinggi (26,4 vs 25,8 kg/m2), proporsi lebih tinggi
pada etnis non-kulit putih dan tidak dapat membaca bahasa Inggris (4,9% vs 2,1%). Tidak
terdapat perbedaan yang signifikan dalam pemantauan menurut status diabetes, indikasi
untuk operasi Caesar atau untuk jumlah operasi Caesar sebelumnya.
Tabel 2. Perbandingan karakteristik wanita yang dipantau hingga 30 hari pascaoperasi melalui metode apapun dengan mereka yang dipantau selama < 30 hari
Karakteristik Semua wanita(n=4.107)
Pemantauan selama 30 hari
(n=1.482)
Pemantauan selama < 30 hari
(n=2.625)
SignifikansiStatistik
Rata-rata usia (tahun)Rata-rata IMTEtnis (%)AsiaKulit hitamKulit putihCampuranLainnyaDiabetes (%)Urgensi risiko RCOG (%)Waktu persalinan yang dibutuhkanAncaman langsungBahaya terhadap ibu dan janinTidak terdapat bahaya pada ibu dan janin, namun membutuhkan persalinan segeraJumlah operasi Caesar sebelumnya (%)0123Tidak dapat berbicara bahasa Inggris (%)**Informasi didapatkan oleh 12 dari 14 rumah sakit
Profilaksis antibiotik
Sembilan puluh delapan persen (3.699/3.776) wanita yang dikumpulkan informasinya
diberikan profilaksis antimikroba. Pada kebanyakan rumah sakit (9/14) pilihan pertama agen
antibiotik adalah co-amoxiclav. Selanjutnya empat rumah sakit menggunakan cefuroxime dan
satu rumah sakit menggunakan kombinasi cefradine dan metronidazole. Waktu pemberian
antibiotik bervariasi pada masing-masing rumah sakit yaitu delapan rumah sakit memberikan
antibiotik setelah persalinan, dimana tiga diantaranya lebih tepatnya memberikannya setelah
plasenta di klem. Berikutnya tiga rumah sakit memberikan antibiotik pada saat induksi
anestesi dan tiga rumah sakit lainnya memberikannya selama operasi.
Infeksi lokasi pembedahan yang terdeteksi
Setelah menerapkan semua metode deteksi, terdapat 394 infeksi lokasi pembedahan yang
teridentifikasi dari 4.107 operasi, menunjukkan risiko sebanyak 9,6%. Tiga wanita dilaporkan
telah mengalami infeksi luka dan infeksi uterin. Sebelas persen (44/394) infeksi terdeteksi
pada saat awal dirawat inap (21) atau melalui pendaftaran kembali ke rumah sakit (23), 55%
(218/394) terdeteksi setelah keluar dari rumah sakit oleh bidan komunitas atau lainnya
kesehatan berbasis rumah sakit profesional dan 34% (132/394) dilaporkan oleh wanita dan
dikonfirmasi oleh koordinator surveilans. Dalam semua, 95% dari infeksi diidentifikasi
setelah awal rawat inap tinggal.
Dari 394 infeksi, 348 (88,3%) adalah luka dangkal, 19 (4,8%) luka dalam dan 27
(6,9%) yang organ / infeksi ruang, 25 di antaranya digolongkan sebagai endometritis. Waktu
rata-rata terinfeksi untuk semua infeksi lokasi pembedahan adalah 10 hari dan untuk infeksi
dalam dan organ/ruang saja adalah 8 hari. Dari 4107 wanita yang dipantau oleh penelitian,
0,6% (23/394) dirawat kembali di rumah sakit untuk pengobatan infeksi mereka.
Mikroorganisme penyebab dicatat pada 39,8% kasus infeksi (157/394). Dari infeksi
tersebut 24,2% (38/157) diantaranya diketahui merupakan polimikroba. Patogen yang paling
sering dilaporkan adalah Staphylococcus aureus (40,4%) dimana 17,1% diantaranya resisten
terhadap methicillin. Patogen lainnya adalah kokus anaerob (23,2%), Enterobacteriaceae
(13,3%) dan streptokokus (7,4%) sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 3.
Faktor risiko
Analisis variabel tunggal menunjukkan bahwa sejumlah faktor yang terkait dengan terjadinya
infeksi (Tabel 4 dan 5) adalah mencakup IMT, diabetes, tingkat dokter bedah dan skor ASA.
Obesitas sangat terkait dengan terjadinya infeksi lokasi pembedahan, dimana risiko
meningkat pada setiap kategori IMT secara berturut-berturut (Gambar 1). Variabel analisis
tunggal yang terpisah yang berkaitan dengan IMT baik luka dangkal maupun dalam dan
Tabel 3. Mikroorganisme yang dilaporkan sebagai penyebab infeksi lokasi pembedahan setelah operasi Caesar dalam studi multisenter
di Inggris (2009)
Organisme Jumlah %
* Mikroorganisme kausatif tidak dilaporkan pada 60% dari infeksi (237 dari 394 infeksi lokasi pembedahan).
infeksi organ/ruang menunjukkan bahwa IMT secara bermakna berhubungan dengan
terjadinya luka dangkal (P < 0,0001) dan infeksi dalam/organ-ruang (P < 0,003).
Status diabetes dilaporkan pada 3.917 wanita, 5,6% (218) diantaranya memiliki
gestational diabetes (160; 4,1%) dan diabetes tipe I (41, 1,0%) atau tipe II (17; 0,4%) yang
sudah diderita sebelumnya. Risiko infeksi lokasi pembedahan untuk wanita dengan diabetes
adalah 15,6% (CI 95% 11,0-21,1%) dibandingkan dengan 9,6% (CI 95% 8,7-10,6%) untuk
wanita non-diabetes (OR 1,8, CI 95% 1,2-2,6). Operasi di mana ahli bedah memimpin adalah
asosiasi spesialis atau tingkat staf dikaitkan dengan kemungkinan infeksi yang lebih tinggi
daripada yang dilakukan oleh konsultan (13,1%, CI 95% 10,3-16,3% berbanding 7,9%, CI
95% 6,0-10,2%; OR 1,8, CI 95% 1,2-2,6). Sebagian besar prosedur (61%) dilakukan oleh
panitera spesialis. Wanita dengan skor ASA dari 2 juga memiliki risiko yang jauh lebih tinggi
mengalami infeksi dibandingkan dengan wanita dengan skor 1 (OR 1,5, CI 95% 1,2-2,0).
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada risiko infeksi lokasi pembedahan sehubungan
dengan skor indeks risiko atau kategori risiko Royal College of Obstetricians and
Gynaecologists.
Tingkat infeksi lokasi pembedahan menunjukkan distribusi luas berbentuk U untuk
usia wanita; lebih tinggi pada wanita < 20 tahun (13%, CI 95% 7,9-19,3%) dan wanita di atas
45 tahun (16%, CI 95% 5,3-32,8%; Tabel 4) dibandingkan dengan kelompok usia 25-30
tahun (9,2 %, CI 95% 7,4-11,2%) tetapi tidak signifikan dalam analisis variabel tunggal.
Analisis multivariabel dihasilkan oleh model dimana faktor dipertahankan jika
mereka signifikan secara keseluruhan, atau signifikan (atau mendekati signifikansi) pada
salah satu strata individu (Tabel 4 dan 5). Setelah penyesuaian untuk faktor risiko pasien dan
segala hal yang terkait dengan operasi pada analisis multivariabel, termasuk variasi antara
rumah sakit, hanya IMT yang ditemukan berhubungan secara bermakna dengan terjadinya
infeksi lokasi pembedahan. Dibandingkan dengan wanita dengan IMT normal (18,5-25
kg/m2), wanita gemuk (IMT 25-30) diketahui memiliki peluang untuk terinfeksi 1,6 kali (CI
95% 1,2-2,2) lebih besar dibandingkan wanita dengan berat badan normal, dan wanita
obesitas (IMT > 30) 2,4 kali lebih besar (CI 95% 1,7-3,4). Mengingat potensi efek modifikasi
antara IMT dan variabel lain pada model, hal ini juga diuji namun diketahui tidak signifikan.
Meskipun hubungan usia dan tingkat ahli bedah dengan terjadinya infeksi luka
operasi dalam model multivariabel secara keseluruhan tidak bermakna, kategori tertentu
dalam variabel ini menunjukkan bukti peningkatan kemungkinan infeksi. Terdapat beberapa
bukti dari kemungkinan terjadinya infeksi pada wanita berusia < 20 tahun (OR 1,9, CI 95%
1,1-3,4) dibandingkan dengan wanita berusia 25-30 tahun, dan operasi yang dilakukan oleh
asosiasi spesialis dan ahli bedah tingkat staf (OR 1,6, CI 95% 1,0-2,4) dibandingkan dengan
konsultan. Baik etnis maupun durasi operasi berhubungan dengan infeksi lokasi pembedahan
secara signifikan namun terdapat bukti lemah bahwa wanita dari etnis kulit hitam dan operasi
selama 55-70 menit dikaitkan dengan peningkatan kemungkinan terjadinya infeksi.
Mengingat bahwa hanya 36% wanita yang telah didokumentasikan pemantauannya
untuk periode 30 hari, sedangkan 74% lainnya telah didokumentasikan pemantauannya untuk
setidaknya periode 10 hari, analisis multivariabel diulangi untuk infeksi yang terdeteksi
dalam 10 hari pertama (55% dari semua infeksi). Hal mengkonfirmasi IMT (P < 0,0001) dan
usia muda (usia < 20 tahun, P = 0,04) sebagai faktor risiko untuk infeksi tanpa faktor-faktor
lain yang mencapai signifikansi statistik dalam pengurangan dataset ini.
Daerah di bawah kurva ROC untuk memprediksi risiko infeksi lokasi pembedahan
setelah operasi Caesar berdasarkan IMT, usia, etnis, tingkat ahli bedah dan durasi operasi
adalah 0,64. Hal ini dibandingkan dengan nilai yang lebih rendah yaitu 0,52 untuk kurva
ROC berdasarkan indeks risiko dengan tingkat luka yang disesuaikan, yang menunjukkan
kekuatan prediksi minimal.
Intraclass Correlation Coefficient adalah 0,06 (P <0,01), menunjukkan bahwa hanya
6% total varians dalam terjadinya infeksi yang dihitung pada varians rumah sakit.
Diskusi
Hasil dari penelitian ini telah mengidentifikasi tingginya tingkat infeksi lokasi pembedahan
setelah operasi caesar, dengan satu dari sepuluh operasi yang menyebabkan infeksi. Ini jauh
lebih tinggi daripada tingkat infeksi untuk histerektomi abdominal (6,6%) dan mendekati
jumlah kasus yang terkait dengan operasi usus besar (12,7%) yang diidentifikasi
menggunakan metode deteksi setara (Wloch 2011, pengamatan pribadi).
Table 4. Faktor risiko terkait pasien untuk infeksi luka pembedahan setelah operasi Caesar di Inggris (2009)Faktor Risiko Tingkat No. Unadjusted P Adjusted Z2; (df), PTerkait Pasien Infeksi (%) ops OR (95% CI) OR* (95% CI) Umur dalam tahun (n = 4105)<20 12.84 148 1 .3 7 (0.80-2.36) 0.2