Bentuk non-klasik dari pemfigus : pemfigus herpetiformis,
pemfigus IgA, pemfigus paraneoplastik, dan pemfigus IgG/IgA*Adriana
Mario Porro1
Livia de Vasconcelos Nasser Caetano2Laura de Sen Nogueira
Maehara3
Milvia Maria dos Santos Enokihara4DOI:
http://dx.doi.org/10.1590/abd1806-4841.20142459Abstrak : Kelompok
pemfigus yang merupakan penyakit autoimun lepuhan intradermal
secara klasik dibagi menjadi dua tipe besar : pemfigus vulgaris dan
pemfigus foliaseosa. Pemfigus herpetiformis, pemfigus IgA, pemfigus
paraneoplastik dan penfigus IgG/IgA adalah jenis langka dilihat
dari klinis, karakteristik histologik dan imunopatologik yang
berbeda dari tipe klasik. Ini adalah artikel tijauan. Hal ini
dibahas dalam artikel ini. Penelitian di masa depan dapat membantu
menemukan secara definitif posisi bentuk-bentuk dalam kelompok
Pemfigus, khususnya yang berkaitan dengan pemfigus herpetiformis
dan pemfigus IgG/IgA.
Kata Kunci : Patologi; Pemfigus; Kulit; Penyakit;
VesikobulosaPENDAHULUAN
Pemfigus adalah sekelompok penyakit lepuhan intraepidermal
autoimun yang mengancam jiwa disebabkan oleh imunoglobulin yang
diarahkan melawan komponen permukaan sel keratinosit dan secara
histologis ia ditandai dengan adanya akantolisis. Secara klasik,
ada dua jenis utama dari pemfigus: vulgaris (PV) dan foliaceous
(PF), dimana autoantibodi IgG menemukan adanya komponen desmossomal
desmoglein-3 (Dsg-3) dan desmoglein-1 (Dsg-1) masing-masing secara
berurutan.
Sejak tahun 1975 bentuk langka dari pemfigus sudah dijelaskan,
menunjukkan adanya aspek klinis, histologis dan immunopathologis
yang membedakan mereka dari jenis klasik yaitu vulgaris dan
foliaseus.
Artikel ini meninjau pengetahuan saat ini tentang varian
pemfigus non-klasik.
Herpetiformis PemfigusSejak tahun 1955, sebelum ada penelitian
imunologi, ada sejumlah laporan kejadian yang secara klinis
menyerupai dermatitis herpetiformis (DH) pada pasien, tetapi ia
menunjukkan fitur histologis pemfigus dengan akantolisis. Kasus
lain dijelaskan setelahnya, itu menunjukkan antibodi pemfigus yang
beredar dan terikat secara in vivo. Pada tahun 1975, Jablonska et
al. menjelaskan kasus serupa dan mengusulkan nama herpetiformis
pemfigus (PH). Para penulis ini percaya bahwa itu adalah varian
dari pemfigus yang memiliki alur yang panjang, dengan fitur awal
atipikal klinis dan histologis, yang bisa berkembang menjadi
pemfigus khas jika pasien tidak menerima penanganan yang tepat.
Pada tahun 1987, tinjauan dari 205 kasus pemfigus ditemukan 15
(7,3%) kasus yang diklasifikasikan sebagai PH, lima di antaranya
juga menunjukkan fitur PF. Pada tahun 1996 Santi et al. menjelaskan
tujuh kasus PH yang menunjukkan fitur PF, atau ada penyakit yang
berkembang menjadi klasik PF (lima), fogo selvagem (FS) (satu) dan
PV (dua), dan mereka semua menunjukkan autoantibodi antiepidermal
yang merupakan Dsg-1. Ini adalah PH antigen pertama kali yang
dikenal. Kemudian, beberapa laporan juga menemukan antibodi
terhadap Dsg-3 atau DSg-1 dan DSg-3 dan, baru-baru ini,
desmocollin-1 (DSC-1) desmocollin-3 (DSC-3) dan protein 178-kDa
yang tidak diketahui.
Saat ini tampaknya ada beberapa diskusi tentang apakah PH adalah
entitas yang berbeda, dan sebagian penulis menganggap ia berbeda
dengan varian pemfigus klasik karena adanya keganjilan yang klinis
dan alur yang jinak. Namun, penulis lain menganggap ia sebagai
varian dari PF atau PV, mengingat fakta bahwa beberapa pasien
dengan PH menunjukkan fitur yang sama atau mungkin juga berkembang
menjadi memiliki PF atau PV, selain itu, ia sering juga menunjukkan
antigen permukaan sel target yang sama. Sebuah studi baru-baru ini
yang telah menganalisis epitop Dsg-1 dan Dsg-3 yang dikenal dengan
sampel serum dari kasus mukosa dominan tipe PV dan mucocutaneous
tipe PV selama alur penyakit, juga mempelajari sera dari 19 pasien
PH dan 14 kasus PNP, menemukan bahwa PNP dan PH menunjukkan
distribusi epitop yang lebih luas dibandingkan dengan pemfigus
klasik. Penelitian ini menyimpulkan bahwa profil autoantibodi yang
berbeda antara penyakit ini dan PV dapat berkontribusi ke
karakteristik klinis dan histopatologi mereka yang unik. DEFINISI
DAN EPIDEMIOLOGI
PH ditandai dengan gambaran klinis yang menyerupai DH dan temuan
imunologi dan histologis ini konsisten dengan pemfigus. Ini adalah
jenis pemfigus yang langka, ia hanya ada 6-7% kasus di beberapa
penelitian, yang bisa mempengaruhi pria dan wanita, berusia 31-83
tahun, dengan laporan bahw kasus ini jarang terjadi selama masa
kanak-kanak.
FITUR KLINIS
Pasien dengan PH jarang dianggap memiliki diagnosis ini ketika
mereka pertama kali mendapat perawatan medis. Presentasi klinis
biasanya atipikal, dan diagnosis lain justru biasanya yang menjadi
dugaan awal, seperti DH, pemfigoid bulosa dan dermatosis bulosa IgA
linear. Pasien biasanya menunjukkan lesi yang berupa eritematosa,
bergirasi, berbentuk gelang dan edema, dengan beberapa
kelompok-kelompok vesikel dan/atau pustula kecil atau hancur,
sering juga muncul dalam pola herpetiform (Gambar 1). Fitur-fitur
ini umumnya tidak terlihat di PF dan PV. Lesi lendir bukan sesuatu
yang sering terjadi, tapi dapat hadir pada beberapa pasien.
Pruritus sering terkait disini dan bisa juga menjadi parah.
Beberapa pasien dapat menunjukkan eosinofilia darah. PH
kadang-kadang dapat berkembang menjadi bentuk-bentuk klasik dari
pemfigus (PV dan PF). Hal sebaliknya juga telah dijelaskan dalam
literature lain. Kasus lain bisa saja awalnya salah didiagnosis
sebagai penyakit immunobullous lain atau sebagai varian dari
pemfigus klasik, seperti yang terjadi pada salah satu dari empat
pasien PH di klinik rawat jalan kami, yang pada awalnya dianggap
memiliki PF karena adanya hasil histopatologis dan DIF (Maehara L
de S, et al. data tidak disebarluaskan). Pasien wanita ini
menjalani beberapa tahun selanjutnya dengan plak pruritus
edematous, dengan vesikel yeng mengelompok dan lecet yang keras.
Uji histologis dan DIF mengungkapkan adanya edema interstitial,
ekstasi pembuluh darah dan epidermal eksositosis dari neutrofil dan
eosinofil, dengan deposito antar sel IgG dan C3.
Gambar 1:herpetiformis Pemfigus: (A) pasien menunjukkan vesikel
yang berkelompok, lecet, erosi dan krusta ke kulit eritematosa
dalam bentuk pola herpetiform di lengannya; (B) lesi serupa di
pantat dan punggungnya; (C) pasien yang sama setelah 10 hari terapi
pulsa dengan methylprednisolone (1 g/hari selama 3 hari),
menunjukkan respon klinis yang baik; (D) uji histopatologi pada
lesi lengan menunjukkan lepuhan suprabasal yang mengandung beberapa
sel akantolis, neutrofil, dan eosinofil, selain spongiosis
eosinophilis fokus (HE 400x); (E) DIF kulit perilesional
menunjukkan distribusi IgG dan C3 antar sel di seluruh
epidermis
HISTOPATOLOGI
Temuan histologis dapat bervariasi antar pasien dan satu pasien
dapat menunjukkan fitur histologis yang berbeda pada waktu atau
biopsi yang berbeda. Karena itu, lebih dari satu biopsi mungkin
diperlukan untuk diagnosis PH. Pustula Subcorneal dan/atau vesikel
intraepidermal diisi dengan neutrofil dan/atau eosinofil dan
neutrofil dan/atau eosinophilic spongiosis telah dijelaskan dalam
kasus-kasus tersebut (Gambar 1). Akantolisis mungkin muncul sangat
minimal atau bahkan tidak ada. Meskipun varian ini berbeda
histologis dari PF dan PV karena temuan karakteristik, pola
histologis secara luas memang heterogen: mulai dari mereka yang
hanya spongiosis dan sel-sel inflamasi exocitosis sampai ke
akantolisis yang khas. IMMUNO-PATOGENESIS
DIF sama dengan bentuk klasik pemfigus: deposito IgG dan C3
antar sel pada epidermis (Gambar 1). Imunofluoresensi yang tidak
langsung (IIF), assay Immunosorbent enzim-linked (ELISA) atau
imunoblotting dapat menunjukkan antibodi terhadap komponen
epidermal, biasanya Dsg-1, dan Dsg-3 dalam jumlah sedikit, Dsc 1
dan 3 dan protein 178-kDa yang tidak diketahui. Meskipun sebagian
besar kasus menunjukkan antigen target yang sama dari varian klasik
pemphigus, konsekuensi dari antibodi yang mengikat mungkin berbeda,
karena autoantibodi PH dapat mengenali epitop yang secarafungsional
kurang penting dibanding dengan Dsg-1 atau 3 dan karena itu ia
tidak mengarah langsung ke akantolisis. Diperkirakan bahwa
autoantibodi di PH dapat menyebabkan jalur sinyal produksi sitokin
(IL-8) oleh keratinosit yang menarik sel inflamasi ke jaringan,
dengan edema interseluler fokus dan spongiosis eosinophilic. Studi
terbaru yang lain dapat mendukung hipotesis ini sejak ditemukan
bahwa sera PH menunjukkan distribusi epitop yang lebih luas
dibandingkan dengan PV, yang dapat berkontribusi pada fitur
klinik-histopatologis khas.
ASOSIASI
Beberapa penyakit telah dijelaskan bersama-sama dengan PH,
seperti psoriasis, penyakit tiroid, lupus eritematosus sistemik,
infeksi HIV dan kanker: kanker paru-paru, kanker esofagus, kanker
prostat dan angiosarcoma kulit. Beberapa penulis menyarankan nama
paraneoplasic pemfigus herpetiformis, karena tentu saja mengingat
posisi paralel dari kedua penyakit itu. Namun, IIF pada kandung
kemih tikus belum dievaluasi oleh laporan-laporan tersebut dan
hanya dua dari mereka yang mencari antigen pemfigus paraneoplasic
yang dikenal dengan menggunakan imunoblotting.
PENANGANAN
PH biasanya memiliki alur yang lambat dan biasanya merespon
dengan baik terhadap penanganan, dengan kecenderungan untuk
menyelesaikan remisi bahkan dengan kortikosteroid dosis rendah.
Dapson telah digunakan dan memberikan hasil yang baik dan dapat
diberikan sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan steroid
sistemik. Imunosupresan seperti azathioprine dan cyclophosphamide
juga dapat digunakan, terutama dalam kasus-kasus pada bentuk klasik
pemfigus. Para pasien PH rawat jalan klinik dermatologis kami
ditangani dengan steroid sistemik (0,5-1,23 mg prednison)
bersama-sama dengan dapson. Satu pasien, yang menunjukkan penyakit
berat di awal, terapi pulsa diperlukan dengan methylprednisolone (1
g/hari selama 3 hari) bersama-sama dengan azathioprine 150 mg/hari
(Gambar 1). Namun, kontrol yang efektif dicapai setelah pemberian
dapson, dan semua obat kemudian secara bertahap dihentikan tanpa
menyebabkan kekambuhan (Maehara LDE S et al., Data tidak
dipublikasikan).
Pemfigus IgAPemfigus IgA pertama kali dijelaskan oleh Wallach,
Foldes, dan Cottenot pada tahun 1982 dengan nama subcorneal
dermatosis pustular dan monoklonal IgA. Ini adalah sekelompok
penyakit lepuhan intraepidermal autoimun yang mengalami ledakan
vesiculopustular, infiltrasi neutrofil, akantolisis dan antibodi
IgA yang terikat dengan jaringan yang yang beredar bebas yang
menargetkan desmosomal atau permukaan sel nondesmosomal komponen
dalam epidermis.
Ada banyak sinonim untuk Pemfigus IgA: intraepidermal
neutrophilic IgA dermatosis, IgA dermatosis antarsel, IgA
vesiculopustular dermatosis antarsel, intraepidermal IgA
pustulosis, Pemfigus IgA foliaseus, dan pemfigus IgA
herpetiform.
EPIDEMIOLOGI
Pemfigus IgA adalah entitas yang langka di antara penyakit
pemfigus mengingat hanya sekitar 70 kasus dilaporkan hingga 2010.
Frekuensinya saat ini tidak didefinisikan, dan distribusi ras-nya
juga tidak diketahui. Distribusi jenis kelamin Pemfigus IgA
mengungkapkan rasio maleto-perempuan sekitar 1: 1,33. Distribusi
usianya adalah 1 bulan hingga 85 tahun. FITUR KLINIS
Timbulnya Pemfigus IgA dilaporkan bersifat subakut. Ada dua
jenis yang berbeda dari Pemfigus IgA: jenis subcorneal pustular
dermatosis (SPD) dan jenis neutrofil intraepidermal (IEN). Pasien
dengan kedua jenis Pemfigus IgA klinis ini memiliki vesikel atau
pustula lembek pada kulit eritematosa atau normal. Para pustula
cenderung bergabung membentuk sebuah pola gelang atau melingkar
dengan remah di daerah pusat (Gambar 2A dan B). Jenis SPD
menunjukkan gambaran klinis yang mirip dengan SPD. Jenis IEN
menunjukkan fitur klinis yang khas, yang disebut konfigurasi "yang
mirip dengan bunga matahari". Munculnya herpetiform juga telah
dilaporkan. Situs predileksinya adalah daerah ketiak dan
selangkangan, tapi batang dan ekstremitas proksimal biasanya juga
terkena. Sekitar setengah dari pasien pemfigus IgA menderita
pruritus, dan membran mukosa jarang terkena.
HISTOPATOLOGI
Pemeriksaan histopatologi dari Pemfigus IgA menunjukkan sedikit
akantolisis dan infiltrasi neutrofil dalam epidermis. Akantolisis
di Pemfigus IgA jauh lebih ringan daripada yang terlihat pada
pemfigus klasik. Dalam jenis SPD pada Pemfigus IgA, pustula berada
subcorneal di epidermis atas, sedangkan pada tipe IEN, pustula
berada suprabasilar di bawah atau di seluruh epidermis.
IMMUNO-PATOGENESISDeposisi IgA dalam substansi antar sel dari
epidermis terdeteksi dalam semua kasus Pemfigus IgA dengan
menggunakan DIF kulit perilesional, biasanya dalam pola yang mirip
dengan pemfigus deposisi IgG (Gambar 2C). IgG atau komponen
pelengkap C3 juga kadang-kadang disimpan tapi lebih lemah dari IgA.
Dalam jenis SPD dari Pemfigus IgA, deposisi IgA terbatas pada
permukaan sel epidermis atas, sedangkan di tipe IEN pada Pemfigus
IgA, ada deposisi IgA yang terbatas pada epidermis bawah atau di
seluruh epidermis. IIF yang menggunakan serum pasien dan substrat
seperti kulit manusia yang sehat atau kerongkongan monyet
menunjukkan hasil yang positif di daerah kontak sel-sel di seluruh
epidermis pada sekitar 50% pasien (Gambar 2D). Titer untuk
autoantibodi lebih rendah dibanding pemfigus klasik. Ada beberapa
laporan kasus dimana ditemukan adanya antibodi IgA dan IgG, yang
menimbulkan pertanyaan apakah pemfigus autoantibodi IgG dan IgA
adalah bagian dari Pemfigus IgA atau tidak. Subkelas dari
autoantibodi IgA yang terikat dengan in vivo dan beredar bebas juga
telah ditentukan dan hasilnya secara eksklusif adalah IgA1. Assay
Immunosorbent Enzim-Linked (ELISA) dapat digunakan untuk diagnosis
Pemfigus IgA dan untuk mendeteksi autoantibodi pada pasien
individu.
Pemfigus IgA adalah suatu kondisi di mana reaksi IgA pada
permukaan sel keratinosit dianggap faktor patogen yang terkenal.
Antigen dari jenis SPD diidentifikasi sebagai DSC-1, sedangkan
antigen dari jenis IEN masih belum diketahui, meskipun hanya
sedikit kasus menunjukkan antibodi IgA baik Dsg-1 atau Dsg-3. Tidak
ada penjelasan yang jelas untuk mekanisme yang digunakan
autoantibodi IgA untuk menghasilkan lesi kulit yang khas di
Pemfigus IgA. Autoantibodi IgA mungkin berikatan dengan reseptor Fc
CD89 pada monosit dan granulosit, menyebabkan akumulasi neutrofil
dan pembelahan proteolitik yang diikuti dengan persimpangan sel-sel
keratinosit. Masalah lain yang perlu dipertimbangkan adalah
fenomena persebaran epitop yang mungkin terjadi, di mana inflamasi
melepaskan antigen target baru, membawa mereka pada sistem
kekebalan tubuh, dan kemudian menginduksi autoimunitas pada antigen
baru yang terkait.
ASOSIASI
Pemfigus IgA, khususnya jenis SPD, dilaporkan terkait dengan
beberapa keganasan, termasuk Gammopati IgA yang berkembang menjadi
myeloma berlipat ganda. Dalam kasus yang ditinjau oleh Wallach pada
tahun 1992, enam dari 29 pasien memiliki Gammopati yang terkait
dengan monoklonal dari kelas IgA, dengan rantai k yang ringan yang
terjadi pada lima dari enam pasien. Dua gammopati tersebut bersifat
jinak, satu pasien memiliki limfoma sel-B, dan dua pasien memiliki
myeloma. Dalam dua pasien, Gammopati monoklonal muncul hanya tahun
setelah timbulnya dermatosis tersebut. Kasus lain menunjukkan
keganasan hematologis termasuk yang berasal dari sel-B, sementara
beberapa kasus dikaitkan dengan tumor padat, seperti kanker
paru-paru. Penyakit pencernaan juga dapat dikaitkan dengan Pemfigus
IgA: satu kasus, masing-masing dari jenis penyakit Crohn dan
enteropati yang sensitive dengan gluten telah dilaporkan.
GAMBAR 2: Pemfigus IgA (tipe IEN): (A) dan (B) vesikel, lecet,
pustula dan kerak konfluen, menempati hampir seluruh batang, leher
dan bagian dari tungkai atas; (C) DIF: deposito IgA interselular,
(D) IIF menunjukkan adanya IgA dalam serum patient's (1: 640)
PENANGANAN
Sedikitnya jumlah kasus yang dilaporkan dari Pemfigus IgA
membuat analisis perawatan yang efektif menjadi terganggu. Andalan
untuk penanganan Pemfigus IgA adalah kortikosteroid oral dan
topikal, mengingat bahwa penyakit itu memiliki sifat inflamasi.
Dosis kortikosteroid yang disarankan adalah 0,5-1 mg/kg sehari.
Selain itu, dapson yang biasanya digunakan dengan dosis 100 mg
sehari dapat sangat berguna dalam mengobati Pemfigus IgA karena
efeknya dalam menekan infiltrasi neutrofil. Isotretinoin dan
acitretin juga dilaporkan berguna untuk penanganan Pemfigus IgA.
Baru-baru ini, mycophenolate mofetil dan adalimumab, yang juga
diketahui efektif dalam menangani pemfigus klasik, juga dilaporkan
berguna dalam mengobati Pemfigus IgA. Colchicine juga berhasil
dalam salah satu dari dua pasien dan juga telah digunakan selama
penanganan pada satu pasien (Pemfigus IgA, tipe IEN -Gambar 2) di
klinik rawat jalan dermatologi kami (rumah sakit universitas)
dengan hasil yang baik, bersama dengan steroid sistemik.
Azathioprine, sebuah imunosupresan yang sering digunakan pada
pemfigus, tampaknya tidak efektif dalam mengobati Pemfigus IgA.
Terapi agresif dengan prednison, siklofosfamid dan plasmapheresis
juga telah digunakan untuk menangani jika ada kekambuhan setelah
penanganan awal dengan dapson dan prednison.
Sebagai penyakit lepuhan yang dangkal, Pemfigus IgA biasanya
sembuh tanpa bekas luka jika diberi perawatan yang tepat. Meskipun
data klinis adanya prognosis masih terbatas, presentasi klinis
Pemfigus IgA tampaknya lebih ringan dan tentu saja lebih ramah
daripada pemfigus klasik. Kekambuhan lesi telah terjadi setelah
penghentian penanganan atau pengurangan dosis obat. Dalam
kasus-kasus yang terkait dengan Gammopati IgA yang ganas, atau
keganasan lainnya, prognosis itu terkait dengan keganasan.
Pemfigus paraneoplastik
Pada tahun 1990, Anhalt et al. menjelaskan lima kasus pemfigus
atipikal yang berhubungan dengan penyakit limfoproliferatif. Anhalt
menyebut penyakit ini sebagai pemfigus paraneoplastic (PNP).
Istilah sindrom multiorgan autoimun paraneoplastik (PAMS) diusulkan
untuk menggantinya beberapa waktu oleh Nguyen et al., Mengingat
bahwa ini bukan penyakit kulit, tapi sindrom yang ditandai oleh
adanya patologi mukokutan dan non-kutan yang terkait dengan
neoplasia. Pada artikel ini, kita mengadopsi PNP istilah karena
alasan historis. DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI
Dalam deskripsi pertama oleh Anhalt, PNP didefinisikan sebagai
penyakit akantolistik mukokutan baru yang ditandai dengan adanya
autoantibodi (karena itu disebut sebagai pemfigus), pada pasien
dengan neoplasia. Antibodi ini yang terbukti menjadi patogen
setelah inokulasi pada tikus.
Banyaknya kejadian yang tepat dari PNP ini tidak diketahui. Ini
adalah bentuk penfigus yang lengka: sekitar 450 kasus telah
dilaporkan dalam literatur. Ini mendominasi pada pria usia 45
sampai 70 tahun. Namun, laporan kasus penyakit pada anak-anak juga
ada, dan di dalamnya PNP memiliki kecenderungan untuk terjadi apda
orang-orang asal Hispanik. Ada hubungan dengan HLA kelas II DRB1 *
03 dan HLA Cw * 14 pada populasi Cina, yang berbeda dari risiko HLA
pada pemfigus vulgaris dan foliaseus (HLA DRB1 * 04 dan DRB1 *
14).
FITUR KLINIS
Manifestasi awal yang khas adalah stomatitis progresif yang
menyakitkan (Gambar 3 dan 4). Fitur kutan dari PNP bersifat
polimorfik, meliputi vesikula, lecet, erosi, tambalan (tempelan),
papula dan plak. Tanda Nikolsky mungkin tidak ada. Gejalanya
meliputi: (I) mirip pemfigus: vesikula dangkal, lecet yang lembek,
erosi dan krusta, eritema yang muncul sesekali dan terbatas; (II)
bulosa yang mirip dengan pemphigoid: papula eritematosa yang
mungkin berhubungan atau tidak berhubungan dengan lecet-lecet yang
menegang; (III) multiforme mirip eritema: lesi polimorfik, terutama
papula eritematosa dengan erosi atau jerawat yang sulit
disembuhkan; (IV) penyakit yang mirip dengan graft versus host:
papula merah kehitaman yang bersisik dan tersebar luas; (V) lichen
yang mirip planus: skuamosa kecil dengan papula violaceus dengan
bagian atas yang datar dan keterlibatan membran mukosa yang intens
(Gambar 4).
Lesi PNP tidak hanya akan menyerang mukosa mulut, tetapi juga
kerongkongan, lambung, usus dua belas jari, dan usus besar. Sering
juga, immunoglobulin dan deposisi komplemen pada jaringan paru
dikaitkan dengan obliterans bronchiolitis, menyebabkan kegagalan
pernapasan. Asosiasi PNP dengan glomerulonefritis dan sindrom
neurologis paraneoplastik juga telah dilaporkan.
Karena berbagai kasus klinis PNP, diagnosis diferensial
disarankan sesuai dengan dominasi presentasi klinis berikut: (I)
lesi hanya di mulut: PV, planus lichen oral, stomatitis aphthous
mayor; (II) mucositis terkait dengan lesi lichenoid: planus lichen;
(III) lesi kulit dan mukosa: multiforme eritema, nekrolisis
epidermal toksik, pemfigus vulgaris. Diferensiasi dari PV mungkin
sulit karena dominasi lesi mukosa.
Czernik et al. menunjukkan karakteristik agar bisa dibedakan:
(I) di PV, mungkin ada daerah dengan mukosa yang sehat, sedangkan
PNP ditandai dengan keterlibatan difus mukosa mulut; (II) di PV,
mukosa lain seperti konjungtiva jarang ada, meskipun keterlibatan
mukosa lain lebih sering di PNP; (III) di PV, telapak tangan dan
kaki tidak terkena, yang umumnya tidak terjadi di PNP; (IV) di PV,
kulit kepala sering terkena, sementara di PNP kulit kepala tidak
terkena; (V) di PV, tanda Nikolsky muncul, namun, tanda ini tidak
ada dalam PNP. Kematian di PV bervariasi antara 5 dan 10% dengan
penanganan, sementara angka kematian jauh lebih tinggi di PNP,
independen dari terapi.
Gambar 3: paraneoplastik pemfigus: (A); ulkus di sisi lidah,
organ yang biasanya terkena pada pemfigus paraneoplastic. Pasien
ini juga memiliki erosi pada mukosa Jugal dan enanthema gingiva.
Diagnosis tumor myofibroblastic perut menyebabkan kecurigaan adanya
PNP, yang dikonfirmasi oleh imunofluoresensi tidak langsung pada
kandung kemih tikus dan immunoblotting. Pasien awalnya diobati
dengan prednison dan azathioprine, dan kemudian, rituximab, dengan
peningkatan; (B) DIF kulit pasien perilesional menunjukkan
pewarnaan zona membrane antarsel dan membran basal (IgG, 10x); (C)
IIF di epitel transisi: tes positif untuk pasien dengan PNP
(kandung kemih tikus, 10x); (D) Immunobloiting (kiri) dan
immunopresipitasi (kanan): deteksi antibodi yang ditujukan terhadap
periplakin (190 kd) dan envoplakin (210 kd) adalah kriteria yang
didiagnosis.
GAMBAR 4: Pemfigus paraneoplastic pada pasien menunjukakan
limfoma sel B non-Hodgkin: (A) lesi yang menyerang bibir dan mukosa
mulut; (B) erosi di bagian belakang; (C) lecet pada tangan; (D)
histopatologi menunjukkan lepuhan suprabasal yang mengandung sel
akantolisis (HE 40x); (E) pandangan yang lebih dekat pada sel
akantolisis dan kehilangan kekompakan antar sel (HE 400x); (F) DIF
yang menunjukkan deposito IgG dan C3 antar sel, serta deposito
linear di BMZ (DIF, 400x); (G) IIF (kandung kemih tikus)
menunjukkan distribusi anti-IgG antar sel (1: 320)
HISTOPATOLOGI
Fitur histopatologi utama dari PNP adalah vacuolar atau pola
dermatitis antarmuka lichenoid. Mungkin ada celah intraepidermal
dan akantolisis, atau lebih jarang, lepuhan subepidermal. Varian
klinis juga memiliki fitur histologis mereka masing-masing: (I)
mirip pemfigus: sumbing intra-epidermal yang dikelilingi oleh
sel-sel mononuklear; (II) mirip pemfigoid bulosa: sumbing
subepidermal dengan atau tanpa vakuolisasi selular basal, dan
infiltrasi mononuklear moderat di persimpangan dermo-epidermal;
(III) berbbagai bentuk mirip eritema: dyskeratosis tanpa sumbing
atau dengan daerah pemisahan epidermal, karena disintegrasi sel
basal, dan infiltrat perivaskular yang berbeda; (IV) penyakit yang
mirip dengan graft versus host: tidak adanya pemisahan epidermal,
hiperkeratosis atau hyperparakeratosis dan dyskeratosis dengan atau
tanpa degenerasi vacuolar lapisan sel basal dan mononuklear
dermatitis antarmuka yang intens; (V) mirip planus lichen:
hipergranulosis, dyskeratosis dan infiltrasi lichenoid
mononuklear.
Rentang variasi gambaran klinis dan histologis ini disebabkan
oleh mekanisme yang berbeda dari pathogeni di PNP: mungkin penyakit
yang diperantarai sel B seperti pemfigus atau penyakit yang
diperantarai sel T seperti planus lichen.
Imunopatogenesis
Meskipun asal penyakit ini tidak jelas, diduga bahwa respon imun
di PNP mungkin memiliki dua asal-usul: (I) respon imun terhadap
antigen neoplastik dengan autoantibodi yang bereaksi silang dengan
antigen epitel, atau (II) tumor yang mensintesis patogen
autoantibodi atau men-deregulasi sistem kekebalan tubuh dengan
sitokin sintesis, seperti IL6, yang mempromosikan diferensiasi
sel-B dan tingkat PNP yang meningkat dan penyakit Castleman, yang
menyebabkan respon autoimun.
ASOSIASI
Menurut definisi yang didasarkan pada kasus pertama, PNP
dikaitkan dengan neoplasia, dan kasus yang jarang dijelaskan di
mana neoplasia tidak teridentifikasi. Tiga neoplasias yang umumnya
terkait dengan PNP: limfoma non-Hodgkin (42%), leukemia limfositik
kronis (29%) dan penyakit Castleman (10%) (Gambar 4). Neoplasias
lain yang dijelaskan adalah thymoma (6%), sarkoma (6%) dan
macroglobulinemia Waldenstrom (6%). Pada anak-anak, penyakit
Castleman adalah neoplasia terkait yang cukup dikenal.
KRITERIA DIAGNOSTIK
Pada tahun 1990, Anhalt awalnya mengusulkan lima kriteria untuk
definisi kasus PNP: (1) erosi mukosa menyakitkan dan erupsi kulit
polimorf dalam konteks neoplasia; (2) Perubahan histologis
(akantolisis, keratinosit nekrosis, dermatitis antarmuka); (3) DIF
yang menunjukkan IgG dan melengkapi deposisi di zona substansi dan
membran basal antar sel; (4) IIF dengan deposisi sama seperti DIF,
di kulit, mukosa dan sederhana, kolumnar, dan epitel transisi dan
(5) demonstrasi antibodi serum melalui immunopresipitasi kompleks
empat protein keratinosit (250, 230, 210 e 190 kd ) (Gambar 3 dan
4).
Selanjutnya, banyak penulis mengusulkan kriteria diagnostik yang
sama untuk PNP. Pada tahun 2004, Anhalt mengusulkan kriteria
diagnostik minimal untuk PNP. (1) klinis: stomatitis progresif yang
menyakitkan dengan keterlibatan preferensial lidah; (2) histologis:
akantolisis atau dermatitis antarmuka; (3) imunologi: adanya
antiplakin antibodi (setidaknya periplakin dan envoplakin).
Criterium penting dari PNP adalah autoantibodi yang ditujukan
terhadap protein plakin desmosomal: desmoplakin I (250 kDa),
desmoplakin II (210 kDa), envoplakin (210 kDa), periplakin
(190kDa), dan protein yang mirip dengan 2macroglobulin (170 kDa).
Selain itu, autoantibodi terhadap Dsg-1, Dsg-3, plektin dan 230kDa
bulosa antigen pemfigoid dapat dideteksi. Antibody antiplakin ini
harus diungkapkan oleh immunopresipitasi atau imunoblotting, selain
IIF positif pada esofagus monyet dan kandung kemih tikus (Gambar
3). Anti-Dsg-3 ELISA mungkin juga positif - tapi ini tidak berbeda
antara PNP dan varian pemfigus lainnya (PV dan PF). (4) Asosiasi
dengan gangguan limfoproliferatif: limfoma nonHodgkin dan leukemia
limfositik kronis umumnya dalam kasus-kasus dengan diagnosis
sebelumnya (2/3 kasus), dan penyakit Castleman, limfoma perut,
thymoma atau sarkoma retroperitoneal pada kasus dengan neoplasia
ocult pada saat diagnosis PNP (1/3 kasus).
PENANGANAN
Pasien dengan diagnosis PNP tanpa diagnosis neoplasia
sebelumnya- sekitar 17% dari kasus PNP - harus diselidiki dengan
jumlah darah lengkap dengan leukosit diferensial, SPE, computerized
tomography (dada, perut, dan panggul), dan biopsi tulang sumsum,
kelenjar getah bening, atau tumor padat, menurut indikasi.
Perlakuan khusus yang paling banyak disarankan menggabungkan
prednisone (0.5-1.0 mg/kg) dengan siklosporin (5 mg/kg), dan
mungkin juga termasuk siklofosfamid (2 mg/kg). Namun, penyakit ini
umumnya resisten terhadap terapi. Angka kematian pasien dengan PNP
adalah 75% sampai 90%. Gagal napas karena obliterans bronchiolitis
merupakan salah satu penyebab kematian yang paling penting pada
pasien dengan PNP/PAMS. Namun, sebuah studi baru-baru ini, yang
dilakukan di Perancis, telah membuat kontribusi yang berharga untuk
mengevaluasi prognosis PNP. Para penulis menganalisis pasien dari
27 pusat kesehatan yang berbeda, menunjukkan bahwa perjalanan
penyakit sangat bervariasi, tidak hanya pada kasus yang berat,
tetapi juga pada penyakit yang lambat, dan prognosis yang buruk
dengan adanya eritema multiforme seperti lesi dan keratinosit
nekrotik di ujian histopatologi. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah kematian dari 51%, 59% dan 69% pada 1, 2 dan 5 tahun,
masing-masing secara berurutan. Semakin rendah angka kematian
daripada yang ditemukan sebelumnya mungkin disebabkan karena
masuknya kasus lebih ringan karena batas bawah, karena diagnosis
dibuat jika 4 dari 7 kriteria dipenuhi. Ketujuh kriteria didasarkan
pada 5 kriteria Anhalt, dengan tambahan adanya neoplasia dan
imunofluoresensi tidak langsung pada kulit manusia sebagai kriteria
independen.
Rituximab dapat diindikasikan, terutama karena hubungan dengan
limfoma non-Hodgkin, meskipun ada laporan adanya komplikasi dan
respon terapi yang rendah.
Secara umum, penanganan neoplasia tidak terkait dengan
peningkatan PNP, kecuali dalam kasus-kasus yang berhubungan dengan
penyakit Castleman. Tumor reseksi atau respon lengkap untuk
perawatan neoplasia tidak mengubah perkembangan penyakit
pernapasan, meskipun lesi mukokutan bisa sembuh. Penyakit paru,
saat ini, tidak dapat diubah. Meskipun mekanisme lengkap dari
obliterans bronchiolitis tidak dijelaskan, beberapa penulis telah
mempelajari karakteristik penyakit paru, yang mungkin berkontribusi
untuk terapi masa depan.
Pemfigus IGG/IgA
Selama tiga puluh tahun terakhir, beberapa kasus atipikal dan
pemfigus yang khas telah dijelaskan dengan nama Pemfigus IgG/ IgA.
Dalam sebagian besar dari mereka, pola IgG dan IgA antarsel (dan
kadang-kadang juga C3) terlihat di DIF. Nishikawa et al mungkin
adalah yang pertama dilaporkan pada tahun 1987, ketika mereka
menggambarkan kasus PF atipikal selama XVII World Congress of
Dermatology. Sejak itu kami telah menemukan 14 laporan kasus lain
yang serupa. Dua artikel lainnya yang mempelajari frekuensi
antibodi IgA dalam penyakit bulosa yang berbeda dan autoantigen
yang dikenali dengan anti-keratinosit IgA antibodi permukaan sel
menggambarkan enam artikel sebelumnya yang tidak melaporkan kasus
yang mengalami IgG dan IgA antarsel di DIF. Tiga kasus lainnya juga
disebut Pemfigus IgG/ IgA, meskipun mereka menunjukkan DIF negatif
atau hanya IgG antarsel dengan DIF (namun IgG dan IgA antarsel
dengan IIF) atau hanya IgA antarsel dengan DIF (namun IgG dan IgA
antarsel dengan IIF). Dua kasus ini berbeda dari semua kasus lain
yang juga menunjukkan IgG atau IgG dan IgA di BMZ dengan DIF.
DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI
Tampaknya tidak ada konsensus tentang apakah ini adalah bentuk
unik dari pemfigus. Mengingat laporan sebelumnya, formulir ini
dapat didefinisikan sebagai kasus yang menunjukkan deposito IgG dan
IgA antarsel dalam studi DIF dan/atau IIF, menunjukkan gambaran
klinis dan histologis yang dapat menyerupai Pemfigus PF, PV, PH
atau IgA atau yang tidak terlihat seperti salah satu bentuk ini
(atipikal). Usia pasien dari laporan berkisar 11-81 tahun. Sebuah
studi Tunisia hanya menemukan satu kasus Pemfigus IgG/ IgA dari 92
pasien pemfigus yang dievaluasi selama periode 11 tahun.
Namun sebuah studi baru-baru ini membawa keraguan apakah ini
benar-benar sebuah entitas yang unik. Mentink et al menguji serum
dari 100 kasus pasien pemfigus (34 PF, 58 PV dan 8 PNP) apakah ada
anti-Dsg-1 dan 3 IgA tes ELISA dan 54 sera ditemukan memiliki IgA
yang masuk ke salah satu atau kedua jenis Dsg. Mereka juga
menemukan bahwa lebih dari setengah dari kasus menunjukkan IgA
anti-Dsg pada tes ELISA yang menunjukkan pewarnaan negatif untuk
IgA di IIF dan/atau DIF. ELISA tampaknya alat tes yang lebih
sensitif daripada analisis IIF untuk mendeteksi antibodi IgA
anti-Dsg. Dengan demikian mereka menyimpulkan bahwa, di sejumlah
besar pasien pemfigus seharusnya IgG dimediasi, IgA ke Dsg-1 dan
Dsg-3 juga muncul dan menunjukkan bahwa spektrum dengan
meningkatnya kontribusi IgA mungkin ada, mulai dari bentuk klasik
murni dari IgG melalui campuran bentuk IgG/ IgA sampai jenis
pemfigus dengan hanya IgA melawan Dsgs.
KLINIS
Gambaran klinis dari kasus yang dilaporkan adalah heterogen:
mirip PF, mirip PV, mirip PH, mirip Pemfigus IgA, atau kasus
campuran/atipikal. Pruritus, pustula dan lesi berbentuk gelang
muncul pada hampir setengah dari kasus. Kebanyakan dari mereka
tidak menunjukkan lesi mukosa.
HISTOPATOLOGI
Kasus yang dilaporkan juga menunjukkan beberapa fitur
histologis, dengan akantolisis pada hampir setengah dari mereka.
Tingkat belahan dada bervariasi dari subcorneal dan intraepidermal
(pola yang paling umum) sampai ke bentuk suprabasal bula.
Eksositosis neutrophilic muncul pada sebagian besar laporan,
kadang-kadang bersama-sama dengan eosinofil dan/atau
spongiosis.
IMMUNO-PATOGENESIS
Laporan kasus biasanya menunjukkan deposito IgG dan IgA antar
sel di studi DIF dan/atau IIF. Dua kasus layak mendapatkan catatan
khusus karena mereka juga menunjukkan IgG atau IgA dan IgG di BMZ
pada DIF: keduanya ditunjukkan dengan kulit dan lesi mukosa dan
belahan dada subepidermal dan luas diselidiki untuk mengecualikan
kemungkinan keganasan.
Kasus-kasus itu juga heterogen (berbeda-beda) mengenai antigen
sasaran: Dsg-1, Dsg-3, Dsc-1, Dsc-2, Dsc3, dan Desmoplakin 1 dan
2.
ASOSIASI
Minoritas kasus dikaitkan dengan penyakit lain: Gammopati
monoclonal IgA-lambda, keganasan (kanker paru-paru, kanker ovarium,
kanker kandung empedu dan adenocarcinoma pada pankreas), kista hati
jinak dan tumor ovarium, ulkus lambung, lupus antikoagulan IgM
positif dan peningkatan antibodi anticardiolipin dan penggunaan
obat antihipertensi. Namun, tidak jelas apakah mereka hanyalah
asosiasi sporadis.
PENANGANAN
Sebagian besar kasus yang dilaporkan menunjukkan respon yang
baik terhadap dapson, dengan atau tanpa kortikosteroid sistemik
atau steroid topikal atau sistemik saja. Obat penekan kekebalan
lainnya diperlukan hanya dalam satu kasus. Obat lain yang digunakan
adalah acitretin, antimalaria dan nicotinamide dan minocycline.
KESIMPULAN
Artikel ini telah mengkaji pengetahuan tentang bentuk-bentuk
non-klasik dari pemfigus. Penelitian di masa depan pada
patofisiologi dan peran antigen sasaran dapat membantu untuk
menjawab beberapa pertanyaan yang masih belum jelas, terutama
menyangkut posisi yang tepat dari pemfigus herpetiformis dan
Pemfigus IgG/ IgA dalam kelompok pemfigus.