Top Banner
tugaaas gua..hahahha "syarat lulus ujian" > stase pertama NEUROMUSCULAR BLOCKING AGENTS Obat muscle relaksan adalah obat yang digunakan untuk melemaskan otot rangka atau untuk melumpuhkan otot. Biasanya digunakan sebelum operasi untuk mempermudah suatu operasi atau memasukan suatu alat ke dalam tubuh. Obat relaksan otot yang beredar di Indonesia terbagi dalam dua kelompok obat yaitu obat pelumpuh otot dan obat pelemas otot yang bekerja sentral Relaksasi dari otot skelet dapat terjadi oleh anestesi dalam, regional blok, dan pelumpuh otot. 1942, Harold Griffith mempublikasikan hasil dari ekstrak kurare (racun panah Amerika Selatan) selama anesthesia. Setalah itu pelumpuh otot menjadi hal rutin. Tapi tidak menyebabkan anesthesia. Dengan kata lain pelumpuh otot tidak membuat tidak sadar, amnesia atau analgesia. A. FARMAKOLOGI DASAR OBAT-OBAT PELUMPUH OTOT Berdasarkn ernedaan mekanisme kerja dan durasi kerjanya, obat-obat pelumpuh otot dapat dibagi menjadi pelumpuh otot depolarisasi (meniru kerja Ach) dan nondepolarisasi (mengganggu kerja Ach). Non depolarisasi dibagi kedalam 3 grup lagi, yaitu obat kerja lama, sedang dan singkat. Obat-obat pelumpuh otot dapat berupa senyawa benzilisokuinolin atau aminosteroid. Obat-obat pelumuh otot membentuk blockade saraf
36

tramus

Aug 10, 2015

Download

Documents

Astri Amelia

anestesi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: tramus

tugaaas gua..hahahha "syarat lulus ujian" > stase pertama

NEUROMUSCULAR BLOCKING AGENTS

Obat muscle relaksan adalah obat yang digunakan untuk melemaskan otot rangka atau

untuk melumpuhkan otot. Biasanya digunakan sebelum operasi untuk mempermudah suatu

operasi atau memasukan suatu alat ke dalam tubuh. Obat relaksan otot yang beredar di Indonesia

terbagi dalam dua kelompok obat yaitu obat pelumpuh otot dan obat pelemas otot yang bekerja

sentral

Relaksasi dari otot skelet dapat terjadi oleh anestesi dalam, regional blok, dan pelumpuh

otot. 1942, Harold Griffith mempublikasikan  hasil dari ekstrak kurare (racun panah Amerika

Selatan) selama anesthesia. Setalah itu pelumpuh otot menjadi hal rutin. Tapi tidak menyebabkan

anesthesia. Dengan kata lain pelumpuh otot tidak membuat tidak sadar, amnesia atau analgesia.

A.    FARMAKOLOGI DASAR OBAT-OBAT PELUMPUH OTOT

            Berdasarkn ernedaan mekanisme kerja dan durasi kerjanya, obat-obat pelumpuh otot

dapat dibagi menjadi pelumpuh otot depolarisasi (meniru kerja Ach) dan nondepolarisasi

(mengganggu kerja Ach). Non depolarisasi dibagi kedalam 3 grup lagi, yaitu obat kerja lama,

sedang dan singkat. Obat-obat pelumpuh otot dapat berupa senyawa benzilisokuinolin atau

aminosteroid. Obat-obat pelumuh otot membentuk blockade saraf otot fase I depolarisasi dan

blockade saraf otot fase II depolarisasi atau non-depolarisasi.

Struktur Kimia

            Semua obat pelumpuh otot memiliki kemiripan struktur dengan asetikolin (Ach).  Ciri

kimiawi lain yang dimiliki oleh semua pelumpuh otot adalah keberadaan satu dua atom

ammonium kuartener yang memberi muatan positif pada nitrogen untuk berikatan pada reseptor

nikotinik membuat obat-obat ini sulit dalam lemakdan menghambat masuknya kesistem saraf

pusat.

B.     FARMAKODINAMIK OBAT-OBAT PELUMPUH OTOT

            Farmakodinamik obat-obat pelumpuh otot ini ditentukan dengan mengukur kecepatan

onset dan durasi blockade saraf otot. Secara klinis metode pengukuran ini dilakukan dengan

Page 2: tramus

mengamati atau merekam respon otot skeletal yang ditimbulkan oleh stimulus elektrik yang

dikirim dari stimulator saraf perifer. Paling sering dilakukan untuk menentukan efek pelumpuh

otot ini adalah kontraksi dri m.adductor pollicis (respon kedutan panggul tunggal sampai/Hz)

setelah stimulasi n.ulnaris.

            Obat pelumpuh otot mempengaruhu otot skeletal yang kecil dan cepat (mata digiti)

sebelum otot abdomen (diafragma). Onset blockade saraf otot setelah pemberian obat pelumpuh

otot non-depolarisasi lenih cepat namun kurang intens pada otot-otot laring daripada otot perifer

(m.adductor pollicis). Konsentrasi reseptor Ach lebih banyak untuk memblok otot tipe ceat

disbanding otot tipe lambat. Semakin cepat onset kerja pada otot pita suara dari pada m.adducor

pollicis semakin cepat pula ekuilibriumm plasma dan konsentrasi pada otot-otot jalan nafas saat

dibandingkan dengan m.aductor pollicis. Dengan adanya obat pelumpuh otot no-depolarisasi

kerja sedang dan singkat periode paralisis ott laring adalah lebih cepat dan hilang sebelum

mencapai efek maksimum pada m.adductor pollicis.

C.    FARMAKOKINETIK OBAT PELUMPOH OTOT

            Obat pelumpuh otot adalah kelompok ammonium kuarterner  yang merupakan larut

dalam air yang mudah terionisasi pada pH fisiologis dan kelarutan terbatas dalam lipid. Volume

distribusi sama dengan volume cairan ekstravaskuler (kira-kira 200 ml/kg) obat pelumpuh otot

mudah elewati sawar membrane lipid, epitel tubulus renal, epitel gastriestetinal atau plasena.

Oleh karena itu, tidak dapat mempengaruhi system saraf pusat, reabsorpsinya ditubulus renal

minimal, absorpsi oral tidak efektif dan pemberian pada ibu hail tidak mempengaruhi fetus.

Redistribusi obat pelumpuh otot ini juga terjadi pada non-depolarisasi.

            Farmakokinetik obat non-depolarisasi dihitung setelah pemberian cepat intravena. Obat

pelumpuh otot yang hlag dari plasma dicirikan dengan penurunan inisial cepat diikuti penurunan

yang lambat (klirens).  Bila volume distribusi menurun akibat penigkatan ikatan protein

dehidrasi atau perdarahan akut dosis obat yang sama menghasilkan konsentrasi plasma yang

lebih tinggi dan potensi nyata akumulasi obat. Waktu paruh eliminasi obat pelumpuh otot

tidakdapat dihubungkan dengan durasi erja obat-obat saat diberikan injeksi cepat intravena.

D.    TRANSMISI NEUROMUSKULAR

Page 3: tramus

Daerah antara motor neuron dan sel otot adalah neuromuscular junction, dimana

dipisahkan oleh synaptic clap. Ketika terjadi potensiasi di ujung saraf, masuk ion kalsium

melalui kalsium chanel voltage gated menuju sitoplasma sel, sehingga melepaskan acetylcholine

(Ach). Molekul Ach ini berdifusi melewati sinaptik cleft untuk berikatan dengan reseptor

nikotinik kolinergik pada motor end-plate. Setiap neuromuscular junction memiliki 5 juta

reseptor ini, tapi hanya dibutuhkan 500.000 reseptor untuk kontraksi normal otot.

Setiap Ach reseptor memiliki 5 subunit protein, 2 subunit α, dan satu unit ß,δ,ε. Hanya 2

subunit α  yg mengikat Ach. Channel akan terbuka apabila Ach pada satu sisi. Berbeda dengan

alfa, epsilon subunit terdapat pada otot fetus, menunjukan juga terdapat pada extrajunctional.

Kation memasuki chanel reseptor Ach membuat end-plate potential. Membuat extraseluler

terionisasi. Setelah endplate potential besar terdepolarisasi kuat maka sodium chanel akan

terbuka. Menyebabkan terlepasnya kalsium kedalam reticulum sarkoplasma, yang menyebabkan

berinteraksinya protein aktin dan myosin sehingga menyebabkan kontraksi otot. Ach pun

meningkat.

Ach kemudian terhidrolisa menjadi asetat dan kolin oleh substrat enzyme spesifik

asetilkolinesterase. Enzim ini menempel pada motor end plate membrane, sehingga

menyebabkan endplate terepolarisasi  yang menyebabkan sodium channel dari membrane otot

menutup juga. Kalsium keluar dari reticulum sarkoplasma, kemudian otot menjadi relax.

E.     PERBEDAAN BLOKADE DEPOLARISASI DAN NONDEPOLARISASI

Pelumpuh otot terbagi menjadi 2, depolarisasi dan nondepolarisasi. Berbeda di cara kerja,

respon terhadap stimulasi saraf, dan reverse blok.

1.      Cara kerja

Berdasarkan mekanisme kerja obat pelumpuh otot pada pertemuan neuromuscular.

1)      Depolarisasi

Golongan obat yang menimbulkan depolarisasi pelumpuh otot menyerupai asetilkolin

(Ach) sehngga akan terikat pada reseptor ACh dan menimbulkan potensial aksi dari otot skeletal

karena terbukanya kanal natrium. Namun tidak seperti ACh obat ini tidak langsung

dimetabolisme oleh asetilkolin esterase, sehingga konsentrasinya di celah sinap akan menetap

lebih lama yang akan menghasilkan pemanjangan depolarisasi dari lempeng pertemuan otot

skeletal.

Page 4: tramus

Adanya potensial aksi pada lempeng pertemuan otot skeletal ini akan menyebabkan

potensial aksi pada membran otot, yang akan membuka kanal sodium dalam waktu tertentu.

Setelah tertutup kembali kanal ini tidak dapat terbuka kembali sebelum terjadi repolarisasi dari

lempeng motorik, yang disini tidak juga akan terjadi sebelum obat yang menyebabkan

depolarisasi meninggalkan reseptor yang didudukinya. Sementara itu setelah kanal sodium di

peri junctional tertutup, otot akan kembali pada posisi relaksasi dan akan berlanjut sampai obat

golongan ini dihidrolisis oleh enzim pseudo cholinesterase yang terdapat di plasma dan di hati.

Umumnya proses ini berlangsung dalam waktu yang singkat sehingga tidak dibutuhkan

obatspesifik untuk melawan efek relaksasi dari obat golongan depolarisasi ini.

            Ciri-ciri kelumpuhan :

         Ada fasikulasi otot

         Berpotensi dengan antikoliestrase

         Kelumpuhan berkurang dengan pemberian obat non-depolarsasi dan asidosis

         Tidak menunjukkan kelumpuhan yang bertahap paa perangsangan tunggal maupun tetanik.

         Belum diatasi dengan obat spesifik.

2)      Non-depolarisasi

Pelumpuh otot Non-depolarisasi bekerja sebagai kompetitif antagonis. Sebagai contoh

pada kondisi dimana berhubungan dengan sedikit reseptor ACh (down regulasi pada myasthenia

gravis) menunjukan resistensi pada relaksan yang depolarisasi sedang sensitivitas meningkan

pada pelumpuh otot yang nondepolarisasi.

Obat golongan non-depolarisasi terikat juga pada reseptor ACh namun tidak

menyebabkan terbukanya kanal natrium sehingga tidak terjadi kontraksi otot skeletal, karena

tidak timbul potensial aksi pada lempeng akhir motorik. Obat golongan ini akan menetap pada

reseptor ACh (kecuali Atracurium dan Mivacurium) sampai terjadi redistribusi, metabolisme

ataupun eliminasi obat ini dari dalam tubuh, dapat juga dengan pemberian obat yang bersifat

melawan daya kerja obat ini. Cara melawannya dengan menekan fungsi asetilkolinesterase

sehingga meningkatkan konsentrasi ACh, untuk dapat berkompetisi dalam menduduki reseptor

ACh dan menghilangkan efek blok yang ditimbulkan oleh obat golongan non-depolarisasi.

Table 9–1. Depolarizing and Nondepolarizing Muscle Relaxants.

No Dosis Awal Dosis Durasi ESO

Page 5: tramus

(mg/kgBB) Rumatan

(mg/kgBB

(menit)

Depolarisasi

1 Suksinilkolin

2 Dekametonium

Non-depolarisasi

Long Acting

1 d-tubocurarine 0,40-0,60 0,10 30-60 hipotensi

2 Pankurorium 0,08-0,12 0,15-0,02 30-60 Vagolitis,takikardi

3 Metakurium 0,20-0,40 0,05 40-60 Hipotensi

4 Pipkurorium 0,05-0,12 0,01-0,015 40-60 Kardiovaskular

5 Doksakurium 0,02-0,08 0,005-0,01 40-60 Stabil

6 Alkurium

(alloferin)

0,15-0,30 0,05 40-60 Vagolitis,takikardi

Intermediate-

acting

1 Gallamin 4-6 0,5 30-60 Hipotensi+histamine

2 Atracurium 0,5-0,6 0,1 20-45 Aman untuk hepar

3 Vekurorium 0,1-0,2 0,015-0,02 25-45 Dan ginjal

4 Rokurorium 0,6-1,0 0,1-0,15 30-60

5 Cistacurorium 0,15-0,2 0,02 30-45

Short-Acting

1 Mivacurium 0,2-0,25 0,05 10-15 Hipotensi+histamine

2 Ropacurorium 1,5-2,0 0,3-0,15 15-30 Hipotensi+histamine

Sumber : buku Anesthesiology FK UI

Jumlah obat bebas dalam sirkulasi adalah faktor yang sangat berpengaruh dalam

menentukan jumlah obat yang dapat mencapai target organ. Begitu obat diberikan, secara

intravena, maka konsentrasinya dalam sirkulasi ditentukan oleh jumlah dan dosis obat yang

diberikan, kecepatan pemberian dan kecepatan sirkulasi. Faktor lain yang juga berpengaruh

adalah banyaknya obat yang diikat oleh protein plasma, dimana semakin banyak yang terikat

Page 6: tramus

oleh protein plasma semakin sedikit obat yang akan berdifusi keluar dari sirkulasi menuju tempat

kerjanya di pertemuan neuromuskular.

Kecepatan perpindahan obat dari sirkulasi ke pertemuan neuromuscular dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Pertemuan neuromuskular secara umum mendapat perfusi yang lebih cepat

dibandingkan otot secara keseluruhan. Ini terjadi karena tidak banyaknya membran yang harus

dilalui untuk mencapai tempat kerja dari obat ini, begitu keluar dari kapiler obat langsung berada

di post junctional membrane dan langsung ke terminal motorik. Jadi hanya diperlukan

penyebaran ke ruang ekstraselular, tanpa harus melewati membran sel.

Penurunan konsentrasi obat dalam sirkulasi terbagi dalam dua fase. Setelah  pemberian

konsentrasi menurun secara cepat karena proses distibusi ke berbagai jaringan, diikuti oleh fase

lambat yang terjadi karena pengeluaran obat melalui ginjal dan empedu. Karena obat pelumpuh

otot sangat mudah terionisasi dalam sirkulasi yang mana akan menjadikannya sulit untuk

melewati membran sel, hal ini membuatnya mempunyai nilai volume distribusi yang kecil. VD

pada awal pemberian adalah 80-140 ml/kg, sedangkan pada keadaan stabil (VD ss) adalah 200-

450 ml/kg. Ini menunjukkan bahwa obat pelumpuh otot tidak tersebar secara luas dalam tubuh.

Sebagai perbandingan dapat dilihat obat yang sangat larut dalam lemak (sehingga mudah

menembus membran sel) seperti thiopenthal yang mempunyai VD ss mencapai 2 liter / kg.

Pengeluaran obat pelumpuh otot dari sirkulasi terjadi melalui tiga proses. Yang pertama

adalah biotransformasi. Succinylcholine dan atracurium adalah contoh obat yang dimetabolisme

secara langsung di plasma oleh pseudocholineesterase, pancuronium dan vecuronium

dimetabolisme di hati, sedangkan +-tubocurarine dan gallamine dikeluarkan dalam bentuk utuh.

Ekskresi melalui ginjal dan empedu adalah proses berikutnya untuk mengeluaran obat-obat

tersebut dari sirkulasi dan kemudian keluar dari dalam tubuh.

F.     MEKANISME NONKLASIK DARI PELUMPUH OTOT

Beberapa obat dapat mengganggu fungsi dari reseptor ACh contohnya zat inhalasi, lokal

anestesi dan ketamin.  Obat yang dapat menyebabkan tertutrupnya channel adalah neostigmin,

antibiotik, kokain dan  quinidin.

G.    REVERSAL DARI PELUMPUH OTOT

Karena pelumpuh yang depolarisasi tidak dimetabolisme oleh asetilkolinesterase,

dihidrolisa didalam plasma dan hati oleh enzim lain, pseudokolinesterase. Untungnya kerjanya

Page 7: tramus

cepat, karena tidak ada obat yang merupakan reversenya. Kecuali mivacurium,  pelumpuh otot

non-depolarisasi tidak dimetabolisme oleh asetilkolin atau pseudoasetilkolinesterase.reverse

tergantung distribusi, metabolisme, dan eksresi dari relaksan yang menghambat aktivitas enzim

asetilkolinesterase.  Jadi tidak ada obat yang dapat mereverse blokade depolarisasi.

Kenyataaanya, kolinesterse inhibitors dapat menyebabkan perpanjangan blokade depolarisasi.

H.    RESPON TERHADAP STIMULASI SARAF PERIFER

Penggunaan stimulator saraf perifer untuk monitor fungsi neuromuskular. 4 pola dari

stimulasi elektrik dengan supramaksimal square wave pulse :

1. tetany : sustaines stimulus 50 -100 Hz, selama 5 detik

2. Twich : denyut tunggal 0,2 ms lamanya

3. Train of four : 4 denyutan selama 2 detik, masing-masing selama 0,2 ms

4. Double burst stimulation (DBS) : 3 short (0,2 ms) frekuensi tinggi stimulasi dibahi oleh

20 ms interval dan diikuti 750ms berikutnya oleh 2 atau 3 impulse tambahan.

Kemampuan dari stimulus tetanik selama blockade partial nondepolarisasi meningkatkan

respon disebut potensiasi posttetanik. Fenomena ini berhubungan dengan peningkatan mobilisasi

Ach.

I.       PELUMPUH OTOT DEPOLARISASI

1.      Succinylcholine

Merupakan satu-satunya obat yang digunakan untuk sekarang ini. Disebut juga diacethylcholin

atau suxamethonium, terdiri dari 2 buah molekul Ach.

Metabolisme dan Eksresi

Onset yang cepat (30-60 detik) dan durasi yang pendek (kurang dari 10 menit). Onset

yang cepat berhubungan dengan sifat yang memiliki kelarutan dalam lemak rendah. Begitu

suksinil kolin masuk kedalam sirkulasi, sebagian besar dimetabolisme oleh pseudocholinesterase

menjadi suksinil monokolin.

Proses ini sangat efisien sehingga hanya fraksi kecil saja yang mencapai neuromuskuler

junction.  Durasi dari kerja obat akan diperlama ketika dosis besar atau metabolisme abnormal,

yang terjadi pada hipotermi, level pseudocholinesterase rendah. Hipotermi menyebabkan

Page 8: tramus

penurunan dari hidrolisis, rendahnya level pseudocholinesterase dikarenakan kehamilan,

penyakit hati, gagal ginjal dan menggunakan obat tertentu.yang dapat menurunkan kerjanya (2-

20 menit).

Satu dari 50 pasien memiliki satu normal dan satu abnormal gene psuedocholinesterase,

dilihat dari blok yang rendah ( 20-30 menit). Bahkan lebih sedikit lagi (1 dari 3000) pasien

memiliki 2 gen abnormal yang memproduksi enzim yang memiliki afinitas yang kecil terhadap

suksinil kholin. Berbeda dengan dengan yang memiliki 2 hingga 3 kali lamanya blok, pasien

dengan enzim atipikal homozygous memiliki waktu blok yang sangat lama.satu dari gen yang

diketahui ( dibukain resisten) memiliki 1/100 dari normal afinitas terhadap suksinil kholin, jenis

lain resisten fluoride dan tidak ada aktivitas.

Dibukain, anestesi lokal, menghambat aktivitas pseudocholinesterase normal 80 %, tetapi

menghambat aktivitas enzyme atipikal hanya 20 %. Serum dari individu yang memiliki

heteroazigos untuk atipikal enzim dikategotikan oleh inhibisi intermediet 40-60%. Persentasi itu

disebut nomor dibukain. Nomer itu proporsional dengan fungsi pseudokolin esterase dan

beberapa enzim lainnya. Oleh karena itu, akekuat dari pseudokolinesterase dapat dilihat dari

hasil laboratorium kuantitatif unit per liter ( factor minor) dan kualitatif ( factor mayor). Paralysis

yang diperpanjang dari suksinil kholin disebabkan oleh pseudokolin esterase yang abnormal

( atipikal kolinesterase) yang harus dilakukan ventilasi mekanik sampai fungsi otot kembali ke

normal.

Interaksi Obat

Efek dari pelumpuh otot dapat dapat dimodifikasi dari terapi obat bersama. Suksinil

kholin memiliki 2 interaksi yang khusus.

1)      Kolinesterase inhibitor

Walaupun kolinesterase inhibitor menyebabkan kebalikan dari paralysis non depolarisasi,

mereka memperpanjang depolarisasi blok fase 1 dengan 2 mekanisme : menginhibisi

asetilkolinesterase dan juga menurunkan hidrolisis dari suksinilkholin dengan cara menghambat

pseudokolinesterase.

2)      Relaksan non depolarisasi

Secara umum, dosis kecil dari relaksan non depolarisasi menyebabkan depolarisasi blok fase

1. kecuali pancuronium, dimana menginhibisi pseudokolinesterase.

Page 9: tramus

Dosis intubasi dari suksinilkholin menurunkan atrakuriun dan rocuronium kiria-kira 30 menit.

Tidak ada laporan tentang obat yang lainnya.

Dosis

Karena onset yang cepat, durasi yang singkat dan harga yang murah, orang banyak yang

menggunakan untuk intubasi pada orang dewasa. Dasisnya 1 -1,5 mg/ kg intravena. 0,5 mg

masih dapat digunakan jika tidak digunakan nondepolarisasi untuk defasikulasi. Dosis kecil

ulangan 10 mg atau drip  1 g dalam 500 atau 1000ml dapat digunakan Methylen biru digunakan

untuk membedakan dengan cairan yang lainnya.

Karena suksinilkholin tidak larut dalam lemak, distribusinya terbatas ke ekstaseluler. Anak2

memiliki ruangan ekstraseluler yang lebih besar. Sehingga dosis yang diperlukan untuk anak

anak lebih besar. Jika pada anak diberikan suksinil kolin dengan dosis 4-5 mg /kg secara im tidak

selalu terjadi paralysis komplit. Suksnil kholin sebaiknya disimpan didalam lemari es (2-8 C),

dan digunakan 14 hari setelah dikeluarkan dari lemari es atau terkena paparan suhu ruangan.

Efek samping dan manifestasi klinis

Suksinil kholin merupakan obat yang relative aman bila kita memahami komplikasi yang

mungkin terjadi dan dapat mencegahnya. Karena risiko terjadinya hiperkalemia, rhabdomyolisis

dan henti jantung pada anak-anak , jadi suksinil kholin merupakan kontraindikasi dari pemberian

rutin pada anak-anak dan remaja. Jika tidak terjadi sulit jalan nafas atau perut yang penuh, klinisi

juga menghindari suksinilkholin digunakan untuk orang dewasa. Tetapi masih tetap digunakan

karena tidak adanya obat nondepol yang memiliki masa kerja seperti suksinilkolin.

1)      Kardiovaskuler

Tidak hanya menstimulasi nicotinic kolinergik reseptor tapi juga menstimulasi seluruh

reseptor asetilkolin. Dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan tekanan darah dan denyut

nadi. Dosis kecil menurunkan sedangkan dosis besar meningkatkan tekanan darah dan nadi.

Dapat terjadi bradikardi pada anak kecil, orang dewasa bradikardi terjadi apabila bolus kedua

setelah 3 – 8  menit bolus pertama. IV atropine ( 0,02 mg/kg anak, 0,4 mg dewasa) diberikan

untuk  mencegah bradikardi

2)      Fasikulasi

Kontraksi otot yang terlihat, dapat dicegah dengan pemberian yang nondepolarisasi.

Pemberian suksinilkolin 1,4 mg/kg. Fasikulasi tidak terlihat pada anak kecil dan orang tua.

3)      Hiperkalemia

Page 10: tramus

Setiap pemberian suksinilkolin meningkatkan serum potasium 0,5 mEq/L. Dapat berbahaya

pada luka bakar, trauma masif, gangguan neurologik. Dapat menyebabkan henti jantung.

4)      Nyeri Otot

Terutama pada wanita. Pemberian rocuronium 0,06-0,1 mg/kg sebelum pemberian

suksinilkolin dilaporkan efektif dalam mencegah fasikulasi dan menurunkan nyeri otot

postoperatif. Pemberian NSAID dapat juga mengurangi kejadian dan keparahan dari nyeri otot.

5)      Peningkatan Tekanan Intragaster

Fasikulasi dari dinding perut meningkatkan tekanan didalam gaster dimana terjadi

peningkatan tonus spingter esofagus bagian bawah.

6)      Peningkatan Tekanan Intraokuler

Depolarisasi otot yang panjang dan kontraksi dari otot extraoculer setelah pemberian

suksinilkolin meningkatkan tekanan intraokuler dan dapat menyebabkan cedera pada mata.

7)      Kekakuan Otot Masseter

Suksinilkolin dapat menyebabkan sulitnya membuka rahang. Dan juga dapat menyebabkan

terjadinya malignant hipertemi.

8)      Malignant Hipetermi

Merupakan trigger untuk terjadinya malignant hipertemi

9)      Kontraksi Otot

Dapat menyebabkan myoklonus setelah pemberian suksinilkolin

10)  Prolong Paralisis

Pasien dengan jumlah pseudocolinesterase yang rendah memiliki durasi yang lebih lama,

dimana pasien dengan atipikal pseusocolinesterase juga paralisis akan panjang.

11)  Tekanan Intrakranial

Terjadi peningkatan aliran darah ke otak dan tekanan intrakranial. Peningkatan ini dapat

diatasi dengan penanganan airway yang baik dan hiperventilasi. Dapat dikurangi dengan

pemberian pelemas otot nondepol dan lidokain iv (1,5 – 2,0 mg/kg) 2-3 menit sebelum intubasi.

12)  Histamin Release

Sedikit terjadi perlepasan histamin

Page 11: tramus

Kontraindikasi Absolut :

         Hiperkalemia >>5,5 mEq/L, misal pada gagal ginjal

         Kelainan otot, malignat hipertermia, myastenia gravis, uscular dystropy

         Trauma otot massive

         Lika bakar, 7-60 hari

         Luka tusuk orbita, karena dapat menyebabkan tekanan intraokuler

         Gangguan neurologi, parapelgia, neurodegenerative disease.

J.      PELUMPUH OTOT NONDEPOLARISASI

Terdapat beberapa macam, secara kimiawi terdiri dari benzylisoquinolines atau steroid.

Steroid dapat menyebabkan vagolitik sedangkan benzylisoquinolines menyebabkan pelepasan

histamin.

            Manfaat obat pelumpuh otot non-depolarisasi dibidang anestesiologi antara lain :

1)      Kenyamanan dalam intubasi atau mengurangi cidera dalam tindakan laringoskopi

intubasi trakea.

Walaupun dosis yang lebih besar dapat mempercepat onset, tapi dapat menyebabkan

perpanjangan durasi pelemas otot. Semakin besar potensi pelemas otot nondepolarisasi semakin

lama onsetnya.

Pemberian 10 – 15 % dosis intubasi 5 menit sebelum dapat memberikan reseptor yang cukup

sehingga dapat mempercepat onset intubasi, 60 detik pada penggunaan rocuronium atau 90 detik

pelemas otot nondepolarisasi yang intermediate acting.  Pemberian dosis awal ini dapat

menyebabkan gangguan dari fungsi respirasi dan dapat menyebabkan penurunan saturasi

oksigen, efek negatif ini lebih sering pada pasien dewasa.

2)      Mencegah terjadinya fasikulasi otot karena obat pelumpuh otot depolarisasi.

Untuk mencegah fasikulasi, 10 – 15 % dosis pelemas otot nondepolarisasi diberikan 5 menit

sebelum suksinilkolin. Penggunaan tubokurarin dan rocuronium harus menjadi perhatian;

tubekurarin sudah tidak ada lagi di Amerika Serikat. Karena sifat antagonis antara kebanyakan

pelemas nondepol dan blok fase 1, dosis suksinil harus dinaikkan menjadi 1,5 mg/kg.

3)      Membuat relaksasi selama tindan pembedahan

Diperlukan untuk memfasilitasi operasi, terutama operasi abdomen, atau memerlukan kontrol

ventilasi, monitoring dengan stimulator saraf membantu mencegah berlebih atau kurangnya

Page 12: tramus

pelemas otot, adanya sisa pelemas otot pada ruang perawaatan setelah operasi. Dosis rumatan

dengan drip iv harus sesuai dengan stimulator saraf atau keadaan klinis. Ketika menggunakan

relaksan untuk rumatan, maka kecepatan harus lebih cepat dari rata-rata untuk dapat

mengembalikan transmisi neuromuskuler.

4)      Memudahkan pernapasan kendali selama anestesia atau potensiasi inhalasi

Volatile mengurangi kebutuhan relaksan sampai 15%. Untuk postsinaptik augmentasi

tergantung dari anestetik inhalasi ( desfluran>sevofluran>isofluran> enfluran> halotan> N2O)

dan kebutuhan relaksan ( pancuronium > vecuronium dan atracurium). Volatil anestesi

mempengaruhi afinitas dari pelemas otot nondepol telah diketahui.

5)      Potensiasi dengan pelumpuh otot nondepolrisasi lainnya

Kombinasi dengan relaksan lainnya ( mivacurium dan pancuronium) memberikan hasil yang

lebih baik daripada tambahan pelemas otot. Hal ini dikarenakan adanya kerusakan pada saat

augmentasi.

Adapula dampak dari pemberian pelumpuh otot non-depolarisasi, yaitu :

1)      Efek samping otonom Non-Depolarisasi

Dosis secara klinis, nondepolarisi dapat dibedakan dari efeknya terhadap nikotinik atau

muscarinik kolinergik reseptor. Obat lama (tubokuronium dan metokurine) memblok ganglia

otonom, menyebabkan peningkatan kontraktilitas jantung, dan respon dari hipotensi dan stress

didalam operasi. Berbeda dengan pacuronium yang menghambat reseptor vagal muskarinik

sehingga menyebabkan takikardi. Semua pelemas nondepol yang terbaru,

atrakurium,cisatrakurium, mivakurium, doxacurium vecuronium dan pipecuronium memberikan

efek otonom yang signifikan pada dosis yang direkomendasikan.

2)      Pelepasan Histamin

Menyebabkan spasme bronkhus, kulit kemerahan dan hipotensi karena vasodilatasi perifer.

Baik atrakurium maupun mivakurium dapat menyebabkan pelepasan histamin, terutama pada

dosis yang besar. Penyuntikan yang lambat dan H1 da H2 antihistamin sebelumnya

menghilangkan efek ini.

Page 13: tramus

3)      Hepatic Clearence

Hanya pankuronium dan vecuronium yang metabolisme signifikan di hepar. Vecuronium dn

rocuronium tergantum dari ekskresi bilier. Gangguan liver menyebabkan prolong dari

pancuronium dan rocuronium sedikit efek pada vekuronium dan tidak berefek pada

pipekuronium. Atrakurium cisatracurium dan mivakurium tergantung ddari mekanisme diluar

hepar. Penyakit liver yang berat tidak berefek pada atrakurium tapi menurunkan metabolisme

mivakurium.

4)      Ekresi Ginjal

Doxacurium, pancuronium, vecuronium dan pipecuronium diekresi di ginjal, sehingga

kerusakan ginjal memperlama kerjanya. Sedangkan atrakurium, cisatrakurium dan mivakurium

dan rocuronium tidak tergantung dari fungsi ginjal.

Farmakologik umum obat pelumpuh otot non-depolarisasi

Beberapa hal yang mempengaruhi kerja dari pelemas otot nondepolarisasi

1)      Temperatur

Hipotermi memperlambat kerja dengan menurunkan metabolisme (mivacurium, atrakurium

dan cisatrakurium) dan memperlambat pengeluaran (pancuronium dan vecuronium).

2)      Keseimbangan Asam Basa

Asidosis respiratorik mempotensiasi blockade dari pelemas otot dan antagonis terhadap

reversenya.Efeknya tergantung juga dari pH ekstraseluler, pH intraseluler, konsentrasi elektrolit

dan perbedaan struktur antara masing-masing obat.

3)      Abnormal Elektrolit

Hypokalemia dan hypokalsemi meningkatkan kerja pelemas nondepol. Hyperkalemia belum

diketahui. Hypermagnesia potensiasi blokade non depoldengan kompetisis dengan kalsium pada

motor end-plate.

4)      Umur

Neonatus meningkat sensitivitasnya. Peningkatan sensitivitas ini tidak berhubungan langsung

dengan kebutuhan dosisnya. Karena besarnya area extraseluler pada neonatus.

5)      Interaksi Obat

Page 14: tramus

Banyak obat yang mempotensiasi pelemas otot, interaksi pada beberapa tempat : struktur

prejunctional, postjunctional reseptor kolinergik, dan membran otot.

6)      Penyakit Penyerta

Gangguan neurologis dan otot mempengaruhi kerja pelemas otot. Gangguan hati dan

gangguan ginjal terjadi peningkatan volume distribusi dan penurunan konsentrasi didalam

plasma. Sehingga memerlukan dosis awal yang besar tetapi dosis rumatan yang kecil.

7)      Kelompok Otot

Onset masing-masing berbeda tergantung aliran darah, jarak dengan sirkulasi sentral dan

perbedaan tipe serabut. Diapragma, rahang, laring dan otot wajah (orbikularis oris) rewspon dan

kembali lebih cepat dibandingkan jempol. ED95 untuk otot laring hampir 2 x lipat daripada otot

adduktor pollicis. Intubasi yang baik berhubungan dengan hilangnya respon orbicularis oculi

respon.

Karena banyak factor yang mempengaruhi lamanya kerja dari pelemas otot, maka tiap

individu memberikan respon yang berbeda. Rekomendasi dosis harus dimonitor untuk masing-

masing individu. Perbedaan yang besar pada pelemas nondepol terjadi pada praktik klinis.

Ciri-ciri kelumpuhan otot Non-deolarisasi

         Tidak ada fasikulasi otot

         Berpotensi dengan hypokalemia, hipotermia, obat anastetik inhalasi (eter, halotan, enfluran,

isofluran)

         Menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada perangsangan tunggal atau tetanik.

         Dapat diantagonis oleh antikolinesterase.

1.      D-TUBOKURARIN

Struktur fisik

Merupakan alkaloid kuartener, suatu derivate isoquinolin yang berasal dari tanaman tropis

Chondronderon tomentosum. Pada dosis terapeutik menyebabkan kelumpuhan otot mulai dengan

ptosis, diplopia, otot muka, rahang, leher dan eksremitas. Paralisis otot dinding abdomen dan

diafragma terjadi paling akhir. Lama paralisis bervariasi antara 15-50 menit.

Sifat

Page 15: tramus

Blockade ganglion simpatis, dilatasikapiler, inotropic negative. Ekresi terjadi di ginjal,

kadang-kadang hepar.

Kontraindikasi

         Asma bronchial

         Renal disfungsi

         Myasthenia grevis

         Diabetes mellitus

         Hipotesi

Dosis

-          Paralisis otot intraabdomen : 10-15 mg

-          Intubasi traea : 10-20 mg

Dilakukan secara intravena atau inramuskular, dengan efek samping hipotensi dan bradikardia.

Reaksi utama yang sering terjadi adalah :

         Kardiovaskular : hipotensi, vasodilatasi, takikardia sinus, bradikardi sinus

         Pulmonary : hipoventilasi, apnue, bronkospasme, laringospasme, dyspnue

         Muskuloskelet : apabila tidak adekuat akan menyebabkan blok lama

         Dermatologi : ruam dan urtikaria

2.      PANCURONIUM

Struktur fisik

Cincin Steroid dari 2 molekul Ach ( relaksasi  bisquaternary). Pancuronium adalah pelumpuh

otot golongan non-depolarisasi dengan mula kerja yang lambat dan masa kerja panjang. Masa

kerja obat golongan ini ditentukan oleh konsentrasinya di plasma yang akan menurun sampai

batas minimal yang dapat menimbulkan efek blok pada otot skeletal

Metabolisme dan eksresi

Dimetabolisme oleh hepar. Eksresi terutama pada ginjal 40%, sebagian oleh empedu (10%).

Eliminasi pancuronium melambat bila ada gagal  ginjal. Pasien dengan sirosis membutuhkan

dosis awal yang besar tapi dosis rumatan yang kecil karena penurunan plasma clearance.

Dosis

0,08 – 0,12 mg/kg pancuronium memberikan relaksasi adekuat untuk intubasi 2 – 3 menit.

Selama operasi dosis awal 0,04 mg/kg diikuti setiap 20 – 40 menit dengan 0,01 mg/kg.Anak-

Page 16: tramus

anak membutuhkan dosis lebih besar. Sediaan cairan 1 sampai 2 mg/cc disimpan dalam suhu 2 –

8 0C  dan stabil selama 6 bulan pada suhu ruangan.

Efek samping dan pertimbangan klinis

1)      Hipertensi dan Takikardi

Terjadi karena vagal refleks dan stimulasi simpatis. Perhatian bila memberikan pancuronium

pada pasien dengan peningkatan denyut jantung. ( penyakit jantung koroner, stenosis subaortik

hipertropic idiopathic)

2)      Aritmia

Peningkatan konduksi atrioventikuler dan pelepasan katekolamin menyebabkan disritmia.

Kombinasi pancuronium, trisiclic antidepressant dan halotan dapat menyebabkan aritmogenik.

3)      Reaksi Alergi

Hipersensitif pada bromida dapat menyebabkan reaksi alergi pada pancuronium

3.      PIPEKURORIUM

Struktur Fisik

Struktur steroid bisquaternary, mirip pancuronium.

Metabolisme dan eksresi

Terutama pada ginjal 70% dan empedu 20%. Masa kerja memanjang pada pasien dengan

gagal ginjal, tapi    tidak pada pasien insufisiensi hati.

Dosis

Lebih poten dibandingkan pancuronium. Dosis intubasi 0,06 – 0,1 mg/kg. relaksasi rumatan

berkurang 20% bila digabung dengan pancuronium. Infants memerlukan dosis yang lebih kecil

dibandingkan anaK kecil dan dewasa.

Efek samping dan pertimbangan klinis

Tidak ada efek kardiovaskuler dan tidak ada pelepasan histamine. Onset dan durasi sama

seperti pancuronium

4.      DOXACURIUM

Page 17: tramus

Struktur Fisik

Merupakan coumpound benzylisoquinoline mirip dengan mivacurium dan atracurium

Metabolisme dan eksresi

Rute eliminasinya dengan eksresi ginjal. Durasi dari doxacurium memanjang dan bervariabel

pada pasien penyakit ginjal. Eksresi melalui hepatobiliar tidak terlalu banyak.

Dosis

Dosis intubasi 0,05 mg/kg selama 5 menit. Selama operasi dosis inisial 0,02 mg/kg diikuti 0,005

mg/kg. Dosis sama pada pasien muda dan tua.

Efek Samping dan pertimbangan anestesi

Tidak memiliki efek kardiovaskuler dan histamin release. Karena potensinya yang besar

memiliki onset yang lebih lambat dibandingkan nondepol lainnya ( 4 – 6 menit). Durasinya sama

dengan pancuronium ( 60 -90 menit).

5.      ALKURIUM (ALLOFERIN)

Merupakan sintetik toksiferin, suatu alkaloid dari tanaman Strychnos toksifera. Bentuk

keasan ampul 2 ml yang mengandung 10 mg alkuronium klorida. Larutan ini tidak dapat

dicampur dengan thiopental.

Mula kerjanya terjadi pada 3 menit untuk selama 15-20 menit. Tidak bersifat pelepas

histamine jaringan, tidak menghambat ganglion simpatik sehingga dapat menyebabkan hipotesi

terutama pada pasien dengan penyakit jantung. Dapat juga berpotensi ringan dengan N2O,

Thiopental, dan analgeti narkotik. Ekskresi terjadi 70% pada ginjal dalam bentuk utuh dan

sebagian kecil melalui empedu.

Dosis

Dosis yang diberkan pada relaksasi pembedahan 0,15mg/kgBB/IV dewasa dan 0,125-0,2

mg/kgBB/IV pada anak-anak. Sedangkan dosis pada intubasi trakea 0,3 mg/kgBB/IV.

6.      GALLAMIN

Page 18: tramus

Obat pelumpuh otot non depolarisasi sintetik. Lama kerja obat berkisar 15-20 menit. Mula

kerja sangat berhubungan dengan aliran darah otot. Mempunyai efek yang lemah pada ganglion

saraf dan tidak menyebabkan pelepasan histamine, memilikisifat seperti atropine yaitu

menyebabkan takikardia walaupun pada dosiskecil 20 mg. karena itu gallamin cukup baik

dipakai bersama anestetik halotan. Kenaikan tekanan darah dapat terjadi, tetapi ringan. Gallamin

dapat menembus sawar darah plasenta, tetapi tidak sampai mempengaruhi kontraksi uterus. Eresi

gallamin terjadi diginjal, dan sebgian ecil diempedu.

Penggunaan dalam klinik :

         Memudahkan intubai trakea   : 80-100mg/IV ditunggu selama 2-3 menit

         Relaksasi pembedahan            : 2 mg/kgBB/IV, pada dosis besar 40mg jarang sampai

menimbulkan paralisis diafragma dan pasien dapat tetap bernafas spontan walaupun sebagian

otot rangka mengalami kelumpuhan. Tehnik seperti ini sering dipakai untuk prosedur

ginekologik.

         Sebagai profilaksis bradikardi selama anesthesia umum, misalnya pada pembedahan bula mata.

Kontaindikasi :

         Pasien dengan takikardia, aritmia, hipotensi, hipoventilasi dan apnue

         Fungsi ginjal yang buruk atau ancaman gagal ginjal

         Dapat berakibat pada musculoskeletal apabila pemberian tidak adekuat dan pemberian

diperpanjang.

7.      ATRACURIUM

Struktr fisik

Memiliki quaternary group, struktur benzylisoquinolone mempengaruhi terhadap

degradasinya. Obat ini campuran 10 steroisomer. Atracurium adalah obat pelumpuh otot dengan

masa kerja yang relatif singkat, ini disebabkan karena pengubahan bentuk quaternary ammonium

menjadi tertiary amine yang terjadi secara spontan dalam plasma (dikenal dengan reaksi

Hoffman). Reaksi ini meningkat bila terjadi kenaikan pH darah, misalnya pada penderita dengan

hiperventilasi. Reaksi lain yang berperan dalam penurunan konsentrasi atracurium dalam

sirkulasi adalah hidrolisis ester oleh plasma esterase. Pada kenyataannya reaksi hidrolisis ester

Page 19: tramus

merupakan cara metabolisme utama dari atracurium, namun reaksi Hoffman memberikan suatu

keamanan pada pemakaian atracurium untuk penderita dengan kelainan fungsi hati maupun

ginjal.

Metabolisme dan Ekskresi

Tidak tergantung fungsi ginjal dan hati. Kurang dari 10% dieksresi tidak berubah dengan

jalur ginjal dan hepar. Poses yang mempengaruhi :

a)      Ester Hydrolisis

Dikatalisasi oleh nonspesifik esterase, bukan oleh asetilkolinesterase atau

pseudokolinesterase.

b)      Hofmann Elimination

Spontan nonenzim tergantung pH fisiologis dan suhu.

Dosis

0,5 mg/kg iv, 30-60 menit untuk intubasi. Relaksasi intraoperative 0,25 mg/kg initial, lalu 0,1

mg/kg setiap 10-20 menit. Infuse 5-10 mcg/kg/menit efektif menggantikan bolus. Lebih cepat

durasinya pada anak dibandingkan dewasa.

Tersedia dengan sediaan cairan 10 mg/cc. disimpan dalam suhu 2-8OC, potensinya hilang 5 -

10 % tiap bulan bila disimpan pada suhu ruangan. Digunakan dalam 14 hari bila terpapar suhu

ruangan.

Efek samping dan Pertimbangan Klinis

Histamine release pada dosis diatas 0,5 mg/kg

1)      Hypotensi dan Takikardi

Tidak memberikan efek terhadap jantung apabila dosis kurang dari 0,5 mg/kg dapat

menyebabkan hilangnya resistensi vaskuler dan peningkatan cardiac index karena pelepasan

histamin. Dicegah dengan pemberian yang pelan-pelan

2)      Spasme Bronkus

Dihindarkan pada pasien asma

3)      Toksisitas Laudanosine

 Laudanosine, tertier amin produk dari hoffman eliminasi dan dihubungkan dengan eksitasi

sistem saraf sentral, peningkatan mac dan presipitasi kejang. Terjadi bila diberikan pada dosis

besar atau adanya gangguan fungsi hepar. Dimetabolisme di hepar dan dieksresi melalui urin dan

empedu.

Page 20: tramus

4)      Suhu dan Sensitivitas terhadap pH

Durasi meningkat pada hipotermi dan pH asidosis.

5)      Inkompatibilitas kimia

Menjadi asam yang bebas bila disatukan dengan obat yang alkali seperti thiopental.

6)      Reaksi Alergi

Jarang terjadi. Mekaisme karena imunogenitas dan acrylate mediated reaksi imun.

Berhubungan dengan Ig-E. Reaksi terhadap acrylate terjadi pada saat hemodialisa.

8.      VECURONIUM

Struktur fisik

Pancuronium tanpa quaternary methyl group. Vecuronium mempunyai rumus bangun yang

menyerupai pancuronium, namun mempunyai masa kerja yang lebih singkat, sekitar setengah

kali masa kerja pancuronium.

Metabolisme dan eksresi

Tergantung dari eksresi empedu dan ginjal. Pemberian jangka panjang dapat memperpanjang

blokade neuromuskuler. Karena akumulasi metabolit 3-hidroksi, perunbahan klirens obat atau

terjadi polineuropati.

Faktor risiko wanita, gagal ginjal, terapi kortikosteroid yang lama dan sepsis.  Efek pelemas otot

memanjang pada pasien AIDS . Toleransi dengan pelemas otot memperpanjang penggunaan.

Dosis

Dosis intubasi 0,08 – 0,12 mg/kg. Dosis 0,04 mg/kg diikuti 0,01 mg/kg setiap 15-20 menit.

Drip 1 – 2 mcg/kg/menit.

Umur tidak mempengaruhi dosis . Dapat memanjang durasi pada pasien post partum. Karena

gangguan pada hepatic blood flow.Sediaan 10 mg serbuk. Dicampur cairan sebelumnya.

Efek samping dan manifestasi klinis

1)      Jantung

Dosis sampai 0.28 mg/kg tidak berefek pada jantung.

2)      Gangguan hati

Page 21: tramus

Tidak terpengaruh pada pasien sirosis kecuali dosis sampai 0,15 mg/kg dapat

memperpanjang durasi.

9.      ROCURONIUM

Struktur Fisik

Analog steroid monoquaternary seperti vecuronium, tapi onsetnya lebih cepat.

Metabolisme dan eksresi

Eliminasi terutama oleh hati dan sedikit oleh ginjal. Durasi tidak terpengaruh oleh kelainan

ginjal, tapi diperpanjang oleh kelainan hepar berat dan kehamilan.baik untuk infusan jangka

panjang (di ICU). Pasien orang tua menunjukan prolong  durasi.

Dosis

Potensi lebih kecil dibandingkan relaksant steroid lainnya. 0,45 – 0,9 mg / kg iv untuk

intubasi dan 0,15 mg/kg bolus untuk rumatan. Dosis kecil 0,4 mg/kg dapat pulih 25 menit setelah

intubasi. Im ( 1 mg/kg untuk infant ; 2 mg/kg untuk anak kecil) adekuat pita suara dan paralisis

diafragma untuk intubasi. Tapi tidak sampai 3 – 6 menit dapat kembali sampai 1 jam. Untuk drip

5 – 12 mcg/kg/menit. Dapat mamanjang pada pasien orang tua.

Efek samping dan manifestasi klinis

Onset cepat hampir mendekati suksinilkolin tapi harganya mahal. Diberikan 20 detik

sebelum propofol dan thiopental. Rocuronium ( 0,1 mg/kg) cepat 90 detik dan efektif untuk

prekurasisasi sebelum suksinilkolin. Ada tendensi vagalitik.

10.  CISATRAKURIUM

Steroisimer atrakurium 4 x lebih poten. Atracurium 15 % cisatrakurium

Metabolisme dan eksresi

Degradasi di plasma tergantung pH fisiologis dan suhu oleh Hofmann Eliminasi. Hasil

metabolitnya(monoadequaternary acrylate dan laudanosine) tidak memiliki efek pelmas otot.

Metabolisme dan eliminasi tidak tergantung fungsi hati dan ginjal. Usia tidak mempengaruhi

kerja.

Dosis

Page 22: tramus

0,1 – 0,15 mg/kg selama 2 menit untuk intubasi. Infus rata-rata 1,0 – 2,0 mcg/kg/menit.

Equipoten dengan vecuronium dan lebih poten dari atracurium. Harus disimpan didalam kulkas

(2-8OC) dan harus digunakan paling lambat 21 hari setelah terpapar suhu ruangan.

Efek Samping dan pertimbangan klinis

Berbeda dengan atrakurium, tidak ada histamin dalam plasma. Tidak mempengaruhi denyut

jantung atau tekanan darah, atau efek otonom, walaupun dosisnya 8 kali ED95.

11.  MIVACURIUM 

Struktur Fisik

Derivat benzylisoquinoline

Dimetabolisme oleh pseudokolinesterase. Dapat terjadi efek yang memanjang pada pasien

dengan level pseudokolinesterase yang sedikit. Karena atipikal homozigot tidak dapat

memetabolisme mivacurium maka blokade dapat bertahan 3-4 hari. Edrophonium lebih efektif

dalam mereverse mivacurium dibandingkan neostigmin. Walaupun mivakurium metabolismenya

dan eksresinya tidak tergantung ginjal dan hati tapi pada pasien dengan kelainan hati dan ginjal

pada pasien hamil dapat memperlama kerja mivakurium.

Dosis

Dosis intubasi 0,15-0,2 mg/kg. dosis infuse dapat ditingkatkan menjadi 4-10 mcg/kg/menit.

anak- anak memerlukan dosis yang lebih besar dibandingkan dewasa. Mivakuranium memiliki

shelf-life 18 bulan bila disimpan pada suhu ruangan.

Efek samping dan pertimbangan klinis

Efek pada jantung dikurangi dengan penyuntikan yang lambat lebih dari 1 menit. Pasien dengan

kelainan jantung dpat menurun tensinya bila diberikan dosis lebih besar dari 0,15 mg/kg.

onsetnya (2-3 Menit) durasinya (20-30 menit) 2 – 3 kali lebih lama dibandingkan fase 1 pada

suksinilkolin.. anak onset dan dutasi lebih cepat dibandingkan dengan dewasa. Cepatnya waktu

kerja dapat diperlama dengan diberikan pancuronium sebelumnya.

RELAKSAN LAINNYA

Pelemas otot terutama dari minat historis yang manapun tidak lagi secara klinis

dinggunakan. Mereka termasuk tubokurarina, metocurine, gallamine, alcuronium, rapacuronium,

dan decamethonium. Tubokurarina, otot yang pertama relaxant menggunakan secara klinis,

Page 23: tramus

sering kali menghasilkan tekanan darah rendah dan kontraksi cepat jantung melalui pelepasan;

pembebasan histamin; kemampuan nya untuk menghalangi ganglia autonomic berasal dari arti

penting yang sekunder. Pelepasan histamin dapat juga menghasilkan atau memperburuk

bronkospasme. Tubokurarina bukanlah metabolized dengan mantap dan penghapusan nya

terutama berkenaan dengan ginjal dan secondarily biliary. Metocurine, suatu agen yang

berhubungan erat,   dari efek samping dari tubokurarina. Itu adalah terutama tergantung di fungsi

ginjal untuk penghapusan. Pasien-pasien alergi yodium (misalnya, shellfish alergi-alergi) bisa

memperlihatkan hipersensitivitas pada persiapan-persiapan metocurine sebagai mereka juga

berisi iodid. Gallamine mempunyai kekayaan vagolytic kuat dan adalah sama sekali tergantung

di fungsi ginjal untuk penghapusan. Alcuronium, suatu akting panjang nondepolarizer dengan

kekayaan vagolytic yang lembut, adalah juga terutama tergantung di fungsi ginjal untuk

penghapusan. Rapacuronium mempunyai suatu serangan yang cepat tindakan, efek samping

cardiovasculer minimal, dan suatu durasi kerja yang pendek. Itu menarik mundur oleh pabrikan

mengikuti beberapa laporan-laporan dari bronkospasme yang serius, termasuk beberapa

kematian-kematian yang tak diterangkan. Pelepasan; pembebasan histamin mungkin telah suatu

faktor. Decamethonium adalah satu agen depolarizing yang lebih tua.

Secara umum pemilihan pelumpuh otat berdasarkan hal berikut :

1.      Gangguan faal ginjal   : atrakurium dan vekurorium

2.      Ganggual faal hati       : atrakurium

3.      Miastenia gravis          : dosis 1/10 atrakurium