i TRADISI LATAMA KAREYOO DALAM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT MUSLIM SUKU SUMBA PERSPEKTIF HUKUM KELUARGA (Studi di Desa Pero Konda Kecamatan Kodi Kabupaten Sumba Barat Daya) Oleh NURTILAWAH ABUBAKAR NIM. 152142032 JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYAH FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM 2018/2019
83
Embed
TRADISI LATAMA KAREYOO DALAM PERNIKAHAN ADAT …etheses.uinmataram.ac.id/1677/1/Nurtilawah Abubakar 152142032.pdf · DALAM PERNIKAHAN ADAT ... Sholawat serta salam selalu tercurahkan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
TRADISI LATAMA KAREYOO DALAM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT MUSLIM SUKU SUMBA PERSPEKTIF
HUKUM KELUARGA (Studi di Desa Pero Konda Kecamatan Kodi Kabupaten Sumba Barat
Daya)
Oleh
NURTILAWAH ABUBAKAR NIM. 152142032
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYAH FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM 2018/2019
ii
TRADISILATAMA KAREYOO DALAM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SUKU SUMBA BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM KELUARGA(Studi di Desa Pero Konda Kecamatan KodiKabupaten Sumba
BaratDaya)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram Untuk Melengkapi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum
oleh
NURTILAWAH ABUBAKAR NIM. 152142032
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYAH FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM 2018/2019
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi oleh : Nurtilawah Abu Bakar, Nim : 152.142.032 dengan judul, “Tradisi
Latama Kareyoo dalam Pernikahan Adat Masyarakat Suku Sumba berdasarkan
Perspektif hukum keluarga (studi di Desa Pero Konda Kecamatan Kodi
Kabupaten Sumba Barat Daya)” telah memenuhi syarat dan disetujui untuk diuji.
Disetujuipadatanggal :2018
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Khairul Hamim, M. A Nunung Susfita, M. S. I NIP: 197703222005011003 NIP: 198010282014122006
iv
NOTA DINAS PEMBIMBING
Hal: Munâqasyah
Mataram, 2018
Kepada
Yth.Rektor UIN Mataram
di-
Mataram
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Setelah diperiksa dan diadakan perbaikan sesuai masukan
pembimbing dan pedoman penulisan skripsi, kami berpendapat bahwa
skripsi Nurtilawah Abubakar, NIM. 152.142.032, yang berjudul ”Tradisi
Latama Kareyoo dalam Pernikahan Adat Masyarakat Muslim Suku Sumba
Berdasarkan Perspektif Hukum Keluarga (Studi di Desa Pero Konda
Kecamatan Kodi Kabupaten Sumba Barat Daya)” telah memenuhi syarat
untuk diajukan dalam sidang Munaqasyah skripsi Fakultas Syariah UIN
Mataram.
Demikian, atas perhatian Bapak Rektor disampaikan terima kasih.
Wassalamu’alaikumWr. Wb.
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. KhairulHamim, MA Nunung Susfita, M.S.I
vii
MOTTO
ه فيما عرض كم ول جناح علي ة خط من ۦتم ب أنفسكم في ننتم أك ء أو لنسا ٱب
Artinya : “dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita
itu”1
1 Depang RI, Al- Qur‟an dan ...., Op. Cit.,
viii
PERSEMBAHAN
Dengan penuh cinta dan kasih sayang karya Ku persembahkan untuk:
1. Orang tuaku tercinta (Bapak saya Abu Bakar Ambu Day), terimah kasih
atas dukungan serta pengorbanan bapak sehingga saya bisa menyelesaikan
pendidikan hingga bangku kuliah, dan juga terimah kasih untuk
(almarhum) ibuku tercinta (Asiyah Umar) jasa dan pengorbanan mu tak
akan pernah tergantikan dengan apapun.
2. Saudara/I kutercinta (Marlia Abubakar, Umar Abdul Kadir, Abdillah,
Nurmin, bapak Alif, Awi, Intan, Eva dan Vita) serta yang lainnya yang
tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
3. Unruk Guru dan juga dosenku tercinta yang telah membimbing serta
mengajariku untuk menimba ilmu sampai saat ini terimah kasih banyak
atas jasa-jasanya.
4. Untuk Om-Om saya yang tidak bisa saya sebutka satu –persatu, Paman
saya Pua Sulaiman dan semua keluarga besarku yang selalu mendo‟akan
dan menyemangatiku.
5. Sahabatku tercinta dan teman-teman seperjuangan Jurusan Ahwal Al-
Syakhshiyah khususnya teman-teman kelas B
6. Almamaterku dan Kampus tercinta UIN Mataram
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam atas
segala limpahan Rahmat, Taufik, Hidayah dan Karunia yang senantiasa
memberikan kemudahan kepada penulis sehingga mampu merampungkan
skripsi ini sebagai salah satu syarat tugas akhir untuk mencapai gelar Sarjana
Hukum Di Fakultas Syari‟ah Di Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram.
Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi besar
Muhammad SAW, yang telah membawa kedamaian yakni agama Islam
rahmatanlil‟alamin. Segala kemampuan penulis telah tercurahkan dalam
penyusunan tugas akhir ini. Namun demikian, penulis menyadari bahwa skripsi
ini jauh dari kata sempurna karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT.
Oleh karena itu, segala bentuk saran dan kritik konstruktif senantiasa penulis
harapkan agar kedepannya tulisan ini menjadi lebih baik. Pada kesempatan ini,
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada kedua
orang tua penulis, yakni ayahanda Abu Bakar Ambu Day, Ibunda Asiya Umar,
nenek, dan Om saya yang senantiasa merawat, mendidik, memotivasi dengan
penuh kasih sayang serta doa-doa beliau yang tiada putus untuk anak anaknya.
Ucapan terima kasih juga kepada kakak penulis,yakni Hadijha Sulaiman,
Muhlis Lepu,dan adik penulis Lia Abu Bakar dan yang selalu mengingatkan
dan memberikan semangat serta keluarga besar penulis atas doa-doa mereka
juga hingga penilis mampu menyelesaikan tugas akhir ini.
Terimakasihpenulishaturkan pula kepada :
1. Bapak Dr. Khairul Hamim, M.A selaku pembimbing I dan IbuNunung
Susfita, M. S. I selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,
motivasi, dan koreksi mendetail terus menerus, dan tanpa bosan ditengah
kesibukannya dalam suasana keakraban menjadikan skripsi ini lebih
matang dan cepat selesai.
2. Bapak Dr. H. Musawar, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Syari‟ah beserta
Bapak dan Ibu dosen yang telah bekerja keras mendidik dan memberi
x
bimbingan dengan penuh keiklasan dan kesabaran kepada peneliti selama
melaksanakan studi di UIN Mataram.
3. Bapak Prof. Dr. H. Mutawalli selaku rector Universitas Islam Negeri
(UIN) Mataram beserta Staf akademika UIN Mataram, yang telah
memeberi tempat bagi penulis untuk menuntut ilmu dan memberikan
bimbingan dan keringanan untuk tidak berlama lama dikampus tanpa
pernah selesai dan jajarannya.
4. Ayah, Ibunda (alm), paman dan om-om yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu, adikku Marlia Abubakar dan Kakakku Umar Abdul Kadir, yang
senantiasa mendukung dan memberi motivasi dalam suka maupun duka.
5. Teman-teman seperjuangan Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah, kelas B
angkatan 2014, sahabatkuseperjuangan di tanah rantauan dan adek-adekku
tersayang terimahkasih telah membagi kebahagiaan denganku dan
terimahkasih juga atas cerita dan cinta yang telah kita ukir bersama yang
menjadi suatu kenangan bagiku.
Mataram,.......
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL i HALAMAN JUDUL ii PERSETUJUAN PEMBIMBING iii NOTA DINAS PEMBIMBING iv PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI v PENGESAHAN DEWAN PENGUJI vi HALAMAN MOTTO vii HALAMAN PERSEMBAHAN viii KATA PENGANTAR ix ABSTRAK x DAFTAR ISI ix BAB I PENDAHULUAN 1
A.Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah 5 C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 5
1. Tujuan Penelitian 5 2. Manfaat Penelitian 6
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian 7 E. Telaah Pustaka 7 F. Kerang kaTeori 11
1. Konsep Tradisi Latama Kareyoo 11 2. Konsep Perkawinan di Indonesia 14 3. Konsep Umum Adat Istiadat („urf) 16
G. MetodePenelitian 20 1. Pendekatan Penelitian 20 2. Jenis Penelitian 20 3. Kehadiran Peneliti 21 4. Lokasi Penelitian 21 5. Sumber Data 22 6. Teknik Pengumpulan Data 23 7. Analisis Data 26 8. Validitas Data 27
H. Sistematika Pembahasan 28
BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN 30 A. Profil Desa Pero Konda 30
1. Sejarah Singkat Desa Pero Konda 30 2. Keadaan Geografi Desa Pero Konda 32
B. Praktek Latama kareyoo dalam pernikahan adat Masyarakat suku Sumba 38
C. Pendapat Tokoh Adat, Tokoh Agama Dan Tokoh Masyarakat Atau Pelaku Yang Melakukan Adat Latama Kareyoo 46
xii
BAB III PEMBAHASAN 51 A. Analisis Praktek tradisi latama kareyoo dalam pernikahan
adat masyaraka tmuslim suku sumba 51 B. Analisis Perspektif hukum keluarga dalam merespon
tradisi latama kareyoo 55
BAB IV PENUTUP 61 A. Kesimpulan 61 B. Saran 63
DAFTAR PUSTAKA 64 LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
TRADISI LATAMA KAREYOO DALAM PERNIKAHAN ADAT
MASYARAKAT SUKU SUMBA BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM
KELUARGA (Studi di Desa Pero Konda Kecamatan Kodi Kabupaten
Sumba Barat Daya)
Oleh:
Nurtilawah AbuBakar
NIM: 152142032
ABSTRAK
Peneliti ini memaparkan bagaimana Tradisi Latama Kareyoo dalam Pernikahan Adat Masyarakat Suku Sumba (Studi Di Desa Pero Konda Kecamatan Kodi Kabupaten Sumba Barat Daya), dan bagaimana analisis hukum keluarga terhadap Praktek Tradisi Latama Kareyoo tersebut. Sebagian besar masyarakat di Sumba khususnya di Desa Pero Konda dalam melaksanakan tradisi atau upacara adat pernikahan yang sudah turun temurun telah berlaku di dalam kehidupan masyarakat Sumba itu sendiri, masyarakat seringkali mengeluh dengan tradisi adat yang ada di masyarakat dalam memulai kehidupannya untuk berkeluarga. Terkait dengan tradisi latama kareyo calon laki-laki yang mau melamar harus membawa seserahan yang telah disepakati dan apabila tidak dibawa atau di penuhi maka lamaran tersebut ditolak.
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data yaitu melalui data primer dan sekunder dan di kumpulkan melalui observasi, dan wawancara dengan beberapa masyarakat Desa Pero Konda, seperti wawancara kepada tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat dan pelaku. Berdasarkan tulisan tersebut bahwasannya diwajibkan kepada calon mempelai laki-laki untuk membawa kuda, emas, sarung sumba dan apabila semua syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi maka lamarannya akan ditolak dan sanksi adatnya yaitu pihak laki-laki harus memberikan sarung atau mamuli (emas putih) Sumba sedangkan menurut hukum keluarga islam bahwasannya, tidak menyebutkan jumlah pemberian saat lamaran, karena menurut hukum keluarga Islam peminangan tidak diwajibkan jadi dilakukan atau tidak, tidak ada masalah.
Kata Kunci: Tradisi Latama Kareyoo, perspektif Hukum Keluarga
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adapun hukum adat suatu suku atau kebudayaan masyarakat adat suku
Sumba Barat Daya Kec. Kodi tentang adat penikahan sangatlah fanatik
kepercayaannya terhadap suatu adat istiadat. Dalam acara perkawinan di
Sumba Barat Daya Kec. Kodi Desa Pero Konda mempunyai tata cara
tersediri dalam melakukan perkawinan seperti dalam hal latama kareyooo
(peminangan), di dalam peminangan terdapat beberapa tataran. Dalam adat
Sumba Barat Daya Kec. Kodi Desa Pero Konda, pernikahan tidak begitu saja
dilaksanakan, namun melalui proses yang cukup lama dan kadang memakan
waktu berbulan bahkan bertahun untuk melaksanakan latama kareyyo
(peminangan). Proses tersebut akan didahului oleh perkenalan atau
pendekatan dari pihak keluarga laki-laki untuk menyatakan keinginana nya.
Adapun proses yang dilalui oleh kedua pihak yang terlibat, yaitu latama
kareyoo adalah pelaksananan tradisis peminangan dimana adat ini
memberikan persyaratan kepada semua orang khususnya laki-laki yang ingin
menikah diwajibkan membawa seserahan berupa kuda, emas, siri pinang, dan
kain. “ konon tidak dikenal yang namanya pacaran, seperti pada saat ini yang
terjadi pada anak muda.2
Penetapan waktu untuk pertemuan keluarga kedua belah pihak,
penetapan mas kawin (belis dan mahar) bagi wanita yang dipinang aturan
2 Yasmin, Observasi Awal, Desa Pero Konda, Tanggal, 25 September 2017
2
pelaksanaan pembayaran maskawin hingga acara pernikahannya. Tahap-
tahap tersebut harus dilewati satu persatu dan setiap tahap mempunyai aturan
pelaksanaan sendiri-sendiri.
Tapi saat keluarga mempelai perempuan sudah menerima lamaran dari si
mempelai pria, akan ada tanda mata atau sebagai bukti bahwa telah diterima
lamaran dari peminang. Setelah peminangan diterima maka dari pihak laki-
laki akan memberikan hewan yaitu kuda atau kerbau 1 ekor dan sebaliknya
pihak wanita memberi sarung (kain) kepada pihak peminang sebagai tanda
bahwa lamaran peminang telah diterima. Setelah itu, laki-laki peminang dan
wanita yang dipinang boleh bertatap muka, bepergian, dan juga laki-laki
peminang boleh ke rumah perempuan yang dipinang untuk bersilahturahim
dan sebaliknya wanita yang dipinang boleh ke rumah laki-laki peminang
untuk bersilahturahim.
Bagi masyarakat kodi, istilah perkawinan dapat diartikan sebagai hasil
upaya kedua calon pengantin, laki-laki dan perempuan beserta keluarga
besarnya yang hendak dipersatukan dalam ikatan perkawinan. Perkawinan
dalam masyarakat kodi, banyak melibatkan pihak-pihak yang mempunyai
hubungan darah yang dalam kepercayaan sumba disebut kabisu (klan) yang
berasal dari satu keturunan atau satu Marapu (leluhur) yang terikat oleh garis
keturunan.3
Dalam proses penyelesaian adat ini calon pria dan wanita yang akan
menikah, sama sekali tidak diikut sertakan dan keduanya hanya akan
3 Hasan, Observasi Awal, Desa Pero, tanggal 10-Oktober-2017
3
menjalani pernikahan apabila proses adat telah diselesaikan. Hal ini
mengingatkan agar kedua calon yang akan menikah tersebut tetap taat dan
patuh pada aturan-aturan dan norma yang telah ditetapkan dan berlaku dalam
masyarakat tersebut, dapat menjaga keutuhan perkawinan. 4
Norma-norma yang mengatur perkawinan ini dalam bahasa hukum
adat sumba yang tinggi nilai budayanya. Ungkapannya antara lain :
1) Setiap perempuan mempunyai nilai, punya harga, sedangkan sarung dan
bajunya juga mempunyai nilai dan harga, sehingga setiap laki-laki harus
membayar
2) Ibulah yang memelihara dan membesarkannya
3) Dan ayah yang menjaga dan mendewasakannya
4) Dan ibu pula yang memberikannya perhiasan
5) Ayah yang memberikan sandang.
Ungkapan ini memberi keyakinan bahwa martabat perempuan sangat
dihargai, oleh karena itu maka pihak klen penerima wanita, harus membayar
sejumlah belis kepada klen pemberi wanita sesudah itu baru dinyatakan
seluruh perkawinan prosesnya sah.5
Karena Mengingat begitu fanatiknya adat dan prosesnya yang
memakan waktu sangat lama untuk menjadikan mereka pasangan suami
istri. 6 Adapun hukum adat suatu suku atau kebudayaan masyarakat adat
suku Sumba Barat Daya Kec. Kodi tentang adat penikahan sangatlah
4 Abdurahim, Observasi Awal,Desa Pero, tanggal 15 desember 2017
5 http://dartowisnuwardhanamalangsumbaindah.blogspotperkawinan-kodi-sumba-barat-dayahtm?m=1 di ambil pada tanggal 5-12-2018 jam 12.33
6 H. Jummah Pua Nggolo, Observasi Awal, Desa Pero tanggal 17 oktober 2017
Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari,
Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, tangan kedua atau dari
sumber-sumber lainnya yang telah tersedia sebelum penelitian
dilakukan.27 Sedangkan data sekunder, sumber datanya diperoleh
peneliti secara tidak langsung melalui media perantara, seperti buku,
jurnal, Al-Qur‟an dan Hadits yang terkait dengan permasalahan yang
penulis teliti.
Berangkat dari hal tersebut di atas, tepatlah apa yang dikatakan
oleh Suharsimi Arikunto yang menyatakan bahwa sumber data
dalam penelitian adalah subyek darimana data dapat diperoleh.28
Sumber data sekunder ini diperoleh melalui berbagai media
baik secara langsung atau secara tidak langsung yang berupa buku,
catatan, jurnal, dan bukti yang telah ada, atau arsip baik yang di
publikasikan maupun yang tidak di publikasikan.
6. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa
cara, diantaranya adalah :
a. Observasi
Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala
27 Ibid.,hlm.291. 28Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik(Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), hlm. 129
30
yang di selidiki.29 Obervasi ada dua yaitu observasi partisipan dan
non partisipan teknik observasi yang digunakan oleh peneliti adalah
observasi non partisipan, karena peneliti hanya melakukan
pengamatan terhadap tradisi dan praktek adat latama kareyoo, tidak
mengikuti secara langsung proses berjalannya acara adat latama
kareyoo tersebut. Data yang diperoleh melalui observasi adalah
terkait dengan letak dan kondisi desa Pero Konda dan Tradisi adat
latama kareyoo.
b. Wawancara
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.30
Wawancara ada dua yaitu wawancara struktur dan wawancara tidak
terstruktur.
Tehnik wawancara yang peneliti gunakan adalah wawancara
tidak terstruktur. Artinya, peneliti tidak menyusun terlebih dahulu
pedoman pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada informan
atau responden. Namun, peneliti hanya menyusun point-point besar
atau umum dari pertanyaan yang diajukan.
Wawancara yang bersangkutan dengan cara melakukan tekhnis
snowball, yaitu bergulir bagaikan bola salju. Pertama peneliti
melakukan wawancara pada informan kunci yaitu tokoh adat
29 Cholid Narbuko, Metodologi Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 70 30Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D
(Bandung: Alfabeta, 2010), hlm.126.
31
setempat lalu tokoh adat tersebut kemudian memberikan informasi
kepada peneliti pada orang-orang yang dianggap memiliki
pengetahuan yang lainnya. Sehingga berdasarkan snowball itulah
kemudian tokoh adat yang peneliti wawancara sebanyak 3 orang,
dan tokoh agama sebanyak 4 orang dan masyarakat yang terkena
adat latama kareyoo sebanyak 5 pasangan yang memungkinkan
dapat memberikan informasi valid terkait obyek penelitian.
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variable yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya.31
Bentuk dokumentasi itu berrupa resmi maupun tidak resmi,
baik itu berbentuk lapoan, surat resmi, buku harian, dan
semacamnya. Dokumen berkaitan dengan bentuk dokumen yang
merupakan informasi, dengan kata lain bahwa metode dokumentasi
sebagai sumber informasi merupakan cara pengumpulan data yang
dilakukan dengan mempelajari tulisan-tulisan yang ada, serta data
sarana dan prasarana yang mendukung pencarian data tersebut.
Selain itu mendapatkan data seperti catatan-catatan penting yang
berkaitan dengan obyek penelitian yang diteliti di Desa Pero dalam
hal praktik Latama Kareyoo, seperti profil Desa Pero.
7. Analisis Data
31 Ibid. 23
32
Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi
satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang
dapat disertakan kepada orang lain dalam mengalisis data.32
Setelah data terkumpul, maka peneliti melakukan analisis dan
diinterpretasikan dengan teliti, ulet dan kecakapan sehingga diperoleh
suatu kesimpulan yang objektif dari suatu penelitian. Bila data dan
informasi yang diperoleh itu sudah dianalisis dan diinterpretasikan,
maka akan diketahui respon hukum keluarga terhadap Tradisi adat
latama kareyo dalam perkawinan.
Mengingat penelitian ini menggunakan pendekatan normatif
sosiologis, maka peneliti menggunakan analisis data filosofi atau logika
dengan metode induksi yaitu berangkat dari fakta-fakta khusus,
peristiwa-pristiwa yang konkrit, kemudian dari fakta-fakta khusus atau
pristiwa yang konkrit tersebut ditarik kesimpulan yang bersifat umum.
Merujuk pada pengertian di atas, peneliti menggunakan metode ini
adalah untuk menyimpulkan hasil observasi, dan wawancara.
Ada beberapa metode yang kita kenal dalam menganalisis data
yang telah didapatkan dilapangan diantaranya:33
a. Metode Deduktif
32Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Thesis Bisnis (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2007), hlm. 248. 33 Hilalul Hairi,TKI Tujuan Malaysia dan dampaknya terhadap angkaperceraian,
(Skripsi IAIN Mataram, Mataram, 2008), hlm. 51
33
Metode deduktif adalah metode yang bertolak dari suatu dalil
atau definisi untuk meneliti suatu kajian. Menurut pendapat lain
bahwa pola berfikir deduktif, yaitu suatu pola berfikir yang
berangkat dari pengetahuan dan bersifat umum dalam rangka menilai
masalah yang bersifat khusus.
b. Metode Induktif
Metode induktif yaitu metode berfikir yang berangkat dari
fakta-fakta khusus atau peristiwa-peristiwa konkrit, kemudian dari
data-data tersebut ditarik generalisasi yang bersifat umum.
8. Validitas Data
Teknik validitas data yang digunakan peneliti adalah:triangulasi,
membicarakan dengan teman sejawat dan perpanjangan penelitian dan
pengamatan. Untuk lebih jelasnya dibawah ini diuraikan secara rinci
sebagai berikut:
a. Triangulasi
Triangulasi dalam penelitian ini adalah untuk mengecek data
tertentu dengan membandingkan data yang diperoleh dengan sumber
lain. Triangulasi yang dipergunakan adalah triangulasi sumber, dan
triangulasi metode. Triangulasi sumber dilakukan untuk
mendapatkan informasi dari informan atau sumber lain yang
berbeda. Hal tersebut dilakukan dengan cara: Membandingkan data
hasil wawancara yang satu dengan hasil wawancara yang lain; hasil
34
observasi yang satu dengan observasi yang lain.34 Seperti hasil
wawancara antara tokoh adat yang bernama bapak Lepu di Dusun
Trenen dengan bapak Murni di Dusun pasir putih. Hasil wawancara
dengan tokoh agama seperti bapak H. Ahmad di Dusun trenen
dengan bapak Mukhlis di Dusun pasir putih. sehingga memperoleh
hasil yang sama dengan bahasa yang berbeda.
b. Perpanjangan Penelitian dan Pengamatan
Perpanjangan penelitian dan pengamatan merupakan salah satu
cara untuk menggali lebih dalam data-data lapangan apabila data-
data yang dibutuhkan masih kurang. Tujuannya untuk menghindari
kesalah pahaman terhadap data yang dihasilkan.35
Perpanjangan penelitian dan pengamatan merupakan salah satu
cara peneliti untuk mendapatkan data yang lebih valid dan akurat.
Apabila dalam data penelitian masih kurang dan membutuhkan yang
lebih lengkap maka peneliti memperpanjang penelitian dan mencari
data yang lebih banyak. Yang awalnya penelitian dilakukan pada
bulan april sampai mei.
H. Sistematika Penulisan
Sebagai upaya untuk menjaga keutuhan pembahasan dalam proposal
skripsi ini agar terarah secara metodis maka penyusun menggunakan
sistematika sebagai berikut:
34 Sutrisno Hadi, Metode Research (Jakarta: Andi Offsel, 1986), hlm. 43. 35 Ibid., hlm. 44.
35
1. Bagian awal yang berisi mulai dari halaman Cover sampai dengan daftar
isi.
2. Bagian isi mulai dari Bab I - IV
BAB I Pendahuluan berisikan konteks penelitian, fokus kajian,
tujuan dan manfaat, ruang lingkup dan setting penelitian, telaah pustaka,
kerangka teoritik, Metode penelitian, sistematika penulisan.
BAB II tradisis adat latama kareyoo dalam pernikahan di Desa Pero
Kecamatan Kodi Kabupaten Sumba Barat Daya berisikan : gambaran
umum Desa Pero, proses dan Tradisi adat latama kareyoo di Desa Pero,
keadaan dari tradisis peminangan dalam masyarakat muslim di Desa
Pero Konda dan akibat dari tradisis itu sendiri Desa Pero Konda,
perspektif hukum keluarga.
BAB III Analisis terhadap tradisi latama kareyoo dalam pernikahan
adat masyarakat susku sumba, berisikan : analisis terhadap proses dan
Tradisis adat latama kareyoo di Desa Pero Konda, analisis terhadap
alasan perspektif hukum keluarga tentang tradisi latama kareyoo Desa
Pero Konda.
BAB IV. Bab ini merupakan penutup, yang berisikan kesimpulan
dan saran-saran yang berisikan kontribusi yang dapat diambil dari
skripsi ini.
3. Bagian Akhir mulai dari daftar pustaka sampai lampiran
36
BAB II
PAPARAN DATA DAN TEMUAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah Desa Pero Konda
Desa Pero Konda pada masa yang lalu, terdiri dari sebuah
perkampungan (dalam bahasa sumba dinamakan PARONA). Dan
Parona ini adalah sebuah kumpulan pemukiman masyarakat adat yang
batas-batasnya jelas, dan batas yang dimaksud pada masa itu terdiri dari
pagar batu. Kumpulan pemukiman masyarakt yang dimaksud pada masa
itu dinamai Pero. (Parona Pero). Kumpulan pemukiman masyarakat adat
ini di mulai dengan kedatangan nenek moyang mereka dari pulau Flores
(Ali Pua Story, Kae Hada, Juru Batu dan lain-lain ). Ketiga orang
tersebu merupakan orang Ende etnis Flores. Konon dan Ketiga orang
inilah yang pertama menempati kampung Pero.
Sepuluh sampai dua puluh tahun kemudian berdatanganlah
beberapa keluarga dari flores datang untuk mengunjungi keluarga yang
sudah menetap di Pero. Pada waktu itu jumlah kepala Keluarga ± 10
(KK). Dan Kedatangan masyarakat pendatang ini kemudian masuk
dalam perkampuangan Pero yang saat itu merupakan daerah swapraja
Kodi pada masa kerajaan Raja /RATO LOGHE selanjutnya disusul Raja
37
Ndero Wula dan terakhir oleh Raja Horo.36 Pada saat itu Kampung pero
dipimpin oleh seorang kepala kampung (dalam bahasa Kodi dinamakan
Kapala Parona), yang bernama Abdul Rahman Story. pada saat Abdul
Rahman story Meninggal, kepemimpinan selanjutnya diganti oleh
anaknya yang bernaman Tamo Bapa dan tidak lama kemudian setelah
tamo Bapa meninggal, kepemimpinan selanjuatnya diganti oleh daudara
dari Tamo Bapak yang bernama Muhamad Story dan setelah
kepemimpinannya berakhir pula, akhirnya dilanjutkan lagi oleh
Abdulah Story.
Pada masa kepemimpinan Abdullah Story terjadi konflik sosial
dimana Abdullah Story diturunkan dari kepemimpinan itu dan kemudian
diganti oleh Muda Samana, namun kepemimpinan Muda Samana
tersebut tidak langgeng sehingga baru berumur 3 (tiga) bulan dalam
kepemipinannya beliau mengundurkan diri dan mengembalikan
kepemimpinan itu ke Abdullah Story. Setelah Abdullah Story meninggal
wilayah perkampungan Pero berubah menjadi Dusun Pero dan kepala
dusun tersebut dijabat oleh Muhamad Haji. Dalam perkembangan
selanjutnya karena jumlah warga perkampungan Pero sudah mengalami
pertambahan maka dusun ini menjadi 2 (dua) dusun dimana dusun 1
(satu) dijabat oleh Muhammad Haji Hada dan dusun 2 (dua) di jabat
oleh Koda Sanggore. Dua dusun tersebut masuk dalam wilayah desa
Pero Batang kemudian sekitar tahun 2011 wacana pemekran desa mulai
36 Taufan, Wawancara, Desa Pero, tanggal, 15-05-2018.
38
muncul ke permukaan dan pada akhirnya kedua dusun (dusun 1 dan
dusun 2) mengajukan pemekaran desa dan pada tahun 2011 dua dusun
tersbut disepakati untuk memekarkan diri dengan nama Desa Pero
Konda dan yang menjabat sebagai pejabat kepala desa pada saat itu
bernama Muhammad Amin. 37Pero Konda sendiri merupakan bahasa
Ende yang terdiri dari dua suku kata yaitu: “Pero” yang artinya Burung
Nuri dan “Ana Konda” yang artinya Juragan Perahu. Jadi Pero Konda
berarti Seorang Nahkoda / Anakonda. Jadi Pero Konda mengandung
makna yaitu, seorang nahkoda Yang Datang Dari Tempat Yang Jauh
(Ende Flores). Sehingga tidak mengherankan apabila sampai dengan
sekarang hampir 90 % warga Desa Pero Konda mata pencaharian
sebagai petani nelayan.
Ketika terbentuk desa baru, maka pada saat itu Muhamad Amin
ditunjuk oleh pemerintah untuk menjadi Penjabat kepala desa Desa Pero
Konda hingga tahun 2013. Pada saat masa kepemimpinan Muhamad
Amin berakhir dimulailah pemilihan Kepala Desa Pero Konda untuk
yang pertama kali oleh masyarakat. Dan yang berhasil meraih
kemenangan untuk menjadi Kepala Desa Pero Konda adalah Bapak Ali
Pua Story, SH dengan masa jabatan periode 2013 sampai 2018.38
37 Ibid 38 Ibid
39
2. Keadaan Geografis Desa
a. Letak Wilayah
Desa Pero Konda memiliki luas wilayah yang tidak terlalu
besar, serta daerah administratif Desa Pero Konda jika menilik ke
Desa lainnya yang terdapat di Kecamatan Kodi adalah menjadi salah
satu desa yang memiliki wilayah administratif terkecil. Namun
demikian, dengan tidak terlalu besarnya wilayah yang harus
dikembangkan oleh Pemerintahan Desa Pero Konda maka hal itu
dirasa akan cukup memabantu dalam meningkatkan potensi yang
terdapat di Desa Pero Konda pada masa ke masa.
Desa Pero Konda merupakan 1 dari 19 wilayah desa dan
kelurahan yang berada di Kecamatan Kodi. Desa Pero Konda
merupakan desa pemekaran dari desa Pero Batang yang mulai
dimekarkan sejak tahun 2011 dan definitifnya pada tahun 2013. Luas
wilayah desa mencapai 4.36 Km2. Jarak dari Kota kecamatan 2 km.
Jarak dari Kota kabupaten 30 km;
Sebagai sebuah wilayah administrative pedesaan, desa Pero
Konda memiliki batas-batas wilayah definitive yakni:
40
Gambar 01 : Peta Desa Pero Konda
Sebelah barat berbatasan dengan Desa Pero Batang.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kali Bondo Kodi.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Hindia.
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bondo Kodi
b. Luas Wilayah.
Jumlah luas tanah Desa Pero Konda seluruhnya mencapai
4.360 ha dan terdiri dari tanah Ladang, tanah pemukiman dan hutan
Mangruf :
a) Tanah Ladang : 2.439 Ha
b) Tanah Pemukiman : 1.862 Ha
c) Hutan Mangruf : 59 Ha
41
Gambar 02 : Diagram Luas Wilayah
c. Sumber daya alam
Pertanian
Perikanan
Perdagangan
Peternakan
Perkebunan
Lahan Tanah Kosong
d. Karakteristik Desa
Desa Pero Konda merupakan kawasan pedesaan yang
bersifat agraris, dengan mata pencaharian dari sebagian besar
penduduknya adalah Nelayan terutama sector perikanan.
Sedangkan pencaharian lainnya adalah sektor industri kecil yang
bergerak di bidang kerajian dan pemanfaatan hasil olahan
perikanan.
e. DemografiWilayah Administratif Desa
1) Keadaan Penduduk
42
Berdasarkan pemutahira data pada bulan Desember 2015
jumlah penduduk Desa Pero Konda terdiri dari 1.359 Jiwa degan
rincian sebagai berikut :39
a. Data Jumlah Dusun, RT, dan RW
Jumlah Dusun : 4 Wilayah
Jumlah RW : 8 Wilayah
Jumalah RT : 20 Wilayah
B. Praktek Latama Kareyoo dalam Pernikahan Adat Masyarakat Muslim
Suku Sumba di Desa Pero Konda Kecamatan Kodi Kabupaten Sumba
Barat Daya
1. Pengertian Latama Kareyo Masyarakat Muslim Suku Sumba
Melalui perkawinan seseorang akan mengalami perubahan status
yaitu dari status lajang menjadi berkeluarga, dengan demikian pasangan
tersebut diakui dan di perlukan sebagai anggota penuh dalam
masyarakat. Perbedaan adat suatu suku atau kebudayaan suata suku
adat di masyarakat setempat akan berberbeda.
Rangkaian penyelenggaraan proses perkawinan masyarakat kodi
terdiri dari beberapa tahap, mulai dari minang hingga pernikahan
berlangsung. Sebuah perkawinan yang normal biasanya didahului
dengan masa pertunangan/ikat janji antara pihak pria dan pihak wanita
yang lamanya sekitar satu tahun. Kemudian dilanjutkan dengan
pernikahan atau peresmian. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan
yang direstui oleh kedua orang tua ataupun keluarga masing-masing
39 Ibid
43
pihak, biasanya dilaksanakan menurut tatacara atau adat istiadat
perkawinan masyarakat kodi yang berlandasan kepada kaidah-kaidah
ajaran agama serta pengaruh tradisional. 40
Berdasarkan hasil wawacara penulis bahwa perspektif Latama
Kareyoo adalah sebagai berikut :
Nikah ndudolo diyo ala todanga humba, mengeka apa sah walli
ole al toyyo mengeka bandadika latama kareyoo ndungo adat, wunni
belis walli kabana, warcoyo pap ngindi ndungo paluhongu umma orang
tuyondung ngandi walli pihak kabni ndangu warcoyo ap
himbayo.41(Perkawinan dalam konteks tata bermasyarakat orang sumba,
baru dianggap sah oleh keluarga dan masyarakat apabila telah
dilaksanakan transaksi peminangan secara adat, pemberian belis dari
keluarga laki-laki, pengantin perempuan telah dibawa keluar dari rumah
orang tuanya dengan membawa serta mbola ngandi, dan kedua pihak
saling menerima).
Hal yang sama di paparkan bapak Haji).
Pap nikango ndidoyaka halahatu hal sakral ala mopir to humba,
ndungo pap walling indiyo wal nduyo toyyo ana toyo,mengeka wal
nduyo keluarga bokolo aldidoyaka wal mahsyarakat
madeta.42(Perkawinan merupakan salah satu peristiwa sakral dalam
kehidupan masyarakat Sumba, dan merupakan persekutuan bukan hanya
antara dua orang anak manusia, namun dua keluarga besar yang
bermakna sosial kemasyarakatan tinggi).
Taddu madeta loni a nila adat al pap anggap ndilolo, pap
tahanguyo ala budaya nda amupodica ne‟e lolo haspicoya aldaha loloya
toyo masharakat kodi, pegeniki bayo warcoyo tolmipiro lolo mere
ndungo kabana. Ndahaka kabana ndung warcoyo mere ek pap dabango
40 Ahmad, Wawancara, Desa Pero, Tanggal, 7-November-2017. 41 Wuddah, Wawancara, Desa pero, tanggal 04 januari 2019 42 Haji,Wawancara, Desa Pero, tanggal 03 januari 2019
44
mupir, mengeka era nei pap walli wungo al dolo mupir
wung.43(Menjunjung tinggi nilai-nilai adat yang di anggap penting, patut
dipertahankan dan dibudayakan dalam kehidupan masyarakat dan harus
memilah sebaik mungkin. Masyarakat Kecamatan Kodi, memahami
bahwa perempuan sebagai makhluk yang penting, sama dengan
keberadaan laki-laki. Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama
membutuhkan keselamatan, saling menghargai dan dihormati dalam
seluruh aspek hidupnya).
2. Pelaksanaan Latama Kareyoo
Dalam pelaksanaan latama kareyoo adalah terjadinya suatu poses
pihak keluarga laki-laki beserta tokoh adat melakukan musyawarah
dengan keluarga laki-laki untuk mengetahui siapa yang akan dilamar
oleh laki-laki tersebut. Setelah itu dilanjutkan dengan tokoh adat
memanggil jubir untuk membantu proses berjalannya lamaran tersebut.
Pelaksanaan upacara perkawinan yang direstui oleh kedua orang tua
ataupun keluarga masing-masing pihak, biasanya dilaksanakan menurut
tatacara atau adat istiadat.
3. Tahap-tahap Peaksanaan Latama Kareyoo
Dalam melaksanakan latama kareyoo masyarakat harus melalui
tahap-tahap tradisi adat, bahwasannya penulis uraikan hasil dari
wawancara sebagi berikut: pak muklin memaparkan.
"wal adat al deha pero konda papnikah jandadi pawal melalui
proses aldeyo do'o lolo pap latama kareyoo mengeka engulu naka pah
pege pah benye inyika welodona pap tukuwana hakluarga wal kudu
warcoyo ndugo kabani didoyaka pap taki abelis wal warcoyoo pap
dara ndungo katopo humba, ndungo ewalbani pap ngandi pap
lohongo hek ndango lolo wunni ah toyyo ala kabana ala benggo nika
meng pangadani malonni meng apa siapwunni ngarkehe alnganna
tandadi wango ap nikani.56 (Tata cara pertalian adat seperti pada
waktu peminangan atau pas waktu perkenalan yang menuntut atau
mengharuskan seseorang laki-laki peminang membawa hewan
seperti kuda dan parang (kris) asli sumba, dan juga masih ada lagi
seperti pembelisan yang juga pengeluwarannya lebih banyak lagi
sehingga membuat seseorang laki-laki yang ingin menikah harus
berpikir panjang atau mepersiapkan semua dengan benar-benar
untuk melanjutkan pernikahannya).
Hal ini senada dengan pemaparan bapak Iwan:
Adato alaku al masyarakat kodi heka panghilona pap Tanana
kabana apa latama kareyoo enge bayar niki walini belis mengeka
akabani engekahani ahraga akabani pap takina bengoka nikah jang
hambatn wali ndung pap ngindi wali haronga en ndik engharto na
nikah wango.57 (Adat yang berlaku di masyarakat kodi sangat kuat
sehingga mengikat para laki-laki yang ingin melamar harus member
seserahan dan membayar belis seperti diwajibkannya seseorang laki-
laki membawa hewan dan itu dan itu membuat para laki-laki yang
ingin cepat menikah, akhhir menunda dan memperlambat
pernikahannya karena kewajiban membawa seserahan seperti hewan
pada saat lamaran yang lainnya).
Hal senada juga dipaparkan oleh bapak Amasitti:
56 Kadir,Wawancara, Desa Pero, tangal 02-Mei-2018 57 Iwan,Wawancara Desa Pero, tanggal 24 April 2018
54
Ladango maharakat wal khusus na kabana apa nikah la
mengelu tradihi adato la mengikat alwajib la kabana al kodi
persyaratan la turun temurun.58 (Banyaknya masyarakat khususnya
laki-laki yang mau menikah banyak mengeluh dikarenakan oleh
tradisi adat yang mewajibkan setiap pemuda apabila mau melamar
diwajibkan membawa semua persyaran yang telah adat atau tradisi
turun temurun dilakukan).
Setelah semua acara telah selesai dan kedua pengantin tersebut
telah sah jadi suami istri maka pihak keluarga kedua pengantin akan
memberikan sehelai kain Sumba kepada setiap wunang (jubir) dan
itu bertanda ucapan terimah kasih dari pihak.
b. Apakah mengalami perubahan
Dengan banyaknya masyarakat yang mengeluh tentang
kewajiban adat yang menuntutnya sedangkan keadaan
perekonomian masyarakat setempat tidak memadai dalam
membantunya untuk menyelesaikannya maka dari itu para tokoh
adat, tokoh agama dan sebagian tokoh masyarakat dengan
bermusyawarah untuk mencoba secara sedikitt demi sedikit
merubahnya sesuai dengan apa yang dikeluhkan oleh masyarakat
setempat.
58 Amasiti, Wawancara, Desa Pero, tanggal 15 April 2018
55
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian di bab paparan data dan temuan tentang
tradisis latama kareyoo di desa Pero Konda, maka selanjutnya peneliti akan
membahas dan menganalisis data tertsebut dalam bab pembahasan ini.
Sebagaimana yang dijelaskan paa BAB II bahwa masyarakat Desa Pero Konda
merupakan masyarakat yang masih terikat dengan tradisi peninggalan leluhur
zaman dahulu, yang dimana keterkaitan antara mayoritas adat dan mayoritas
Islam disini saling bertolak belakang, maka masyarakat memiliki keterkaitan
terhadap adat, budaya dan agama.
A. Analisis Tradisi Latama Kareyoo dalam Pernikahan Adat pada
Masyarakat Muslim Suku Sumba
Pelaksanaan tradisi latama kareyoo pada saat proses perkawinan di
Desa Pero Konda merupakan bentuk dari kearifan lokal yang dari
masyarakat di Desa Pero Konda. Pelaksanaan tradisi ini bertujuan untuk
menyambung silaturahmi antara keluarga dengan cara yang baik dan ramah
dalam mempersatukan anak mereka dengan sebuah pernikahan.
Desa Pero Konda merupakan salah satu Dusun yang berada di Desa
Pero Konda yang memiliki mayoritas penduduk muslim, dengan budaya dan
tradisi yang dilakukan oleh masyarakat di Dusun Pero Konda sangat erat
kaitannya dengan ajaran tradisi adat marapu (leluhur) yang fanatik dan juga
ajaran islam yang berbaur di dalamnya.
56
Perkawinan Adat Sumba yang melalui proses sangat panjang dengan
peraturan nilai-nilai dan etika sosial, sejak awal hingga rampungnya proses
perkawinan. Dalam membina rumah tangga, masyarakat Sumba harus
melalui proses atau perjalanan yang cukup panjang sampai akhirnya seluruh
rangkaian upacara adat perkawinan berakhir. Salah satu acara inti dan akhir
dari rangkaian upacara adat dalam proses perkawinan adat Sumba adalah
lado, setelah acara lado berakhir baru diadakan katedehong mbinya. pada
saat proses katedehong mbinya berlangsung pada saat itu pula tradisi
latama kareyoo itu dilakukan, menurut tokoh adat Desa Pero tersebut
diwajibkan membawa berbagai macam persyaratan seperti Jenis-jenis
barang bawaan dalam tradisi Latama Kareyoo diwajibkan membawa Kuda
(dewasa) 1 ekor: yang bermakna kejantanan seorang laki-laki karena sudah
berani melamar perempuan yang ingin dinikahi, emas (2gm): sebagai
lambang bahwa perempuan tersebut sudah memiliki ikatan, kain maknanya
untuk tanda mata kepada orang tua dari perempuan untuk melepas anaknya
dan memberikan hak kepada laki-laki atau calon suaminya, siri pinang yang
bermakna untuk diberikan kepada para perempuan yang belum menikah
secepatnya memiliki calon.dan dilanjutkan dengan proses keagamaan
Kemudian menurut tokoh adat lain, praktek latama kareyoo sudah
menjadi tradisi marapu (leluhur) pada zaman dahulu, bahwasannya
diwajibkan membawa seserahan berupa persyaratan pada saat latama
kareyoo (peminangan).
57
Dari pendapat kedua tokoh di atas maka dapat diambil kesimpulan,
bahwa tradisi adat latama kareyoo tersebut dilakukan semata-mata untuk
menghargai tradisi leluhur (marapu) dan juga untuk lebih menghargai atau
mengangkat derajat seorang perempuan yang akan memberinya keturunan,
dengan memberinya semua persyaratan yang telah ditentukan dalam
kesepakatan bersama oleh para petua adat atau sesepu di Desa Pero Konda.
Tradisi yang berlaku di masyarakat dengan persyaratan yang wajib di
penuhi oleh laki-laki atau calon mempelai, membuat masyarakat atau lebih
khususnya laki-laki yang ingin menikah ingin menunda lamaran di
karenakan beratnya persyaratan yang harus dibawah dan juga harus
memerlukan waktu yang cukup lama. Sehingga para pelaku banyak yang
mengeluh akan beratanya persyaratan dan waktu yang harus d tempu dalam
mengikuti tradisi tersebut.
Kemudian hasil yang didapatkan dari wawancara kepada tiga orang
pasangan suami istri di Desa Pero bahwa, ketiga pasangan tersebut sama-
sama berpendapat bahwa adat atau tradisi latama kareyoo tersebut sudah
menjadi suatu adat kebiasaan yang dilakukan pada saat proses adat dan
menjadi tradisi yang turun temurun dilakukan oleh generasi berukutnya.
Dikarenakan adat atau tradisi tersebut sudah menjadi suatu kebiasaan yang
berulang-ulang dilakukan dan telah mendarah daging pada setiap grnerasi
atau keturunan. Namun karena tradisi tersebut sudah turun temurun
sehingga mewajibkan masyarakat khususnya laki-laki (calaon suami)
dengan banyak membawa barang yang pada saat latama kareyoo dan syarat
58
tersebut diwajibkan untuk di bawah, jadi banyak para pasangan suami istri
khususnya suami keberatan dengan diwajibkannya membawa semua barang
atau persyaratan tersebut.
Apabila lamaran tersebut putus maka akan diberikan sanksi kepada
laki-laki yang melamar sebelumnya. Adapun bentuk sanksi adat yang harus
dilakukan oleh laki-laki tersebut maka diberikan sanksi seperti harus
membuat upacara adat dengan persyaratan membawa siri pinang, kain
Sumba dan hewan seperti kerbau, ayam dan lainnya.
Sedangkan yang membedakan daerah Sumba proses perkawinannya
lebih memengutamakan adat budaya dan juga mengkedepankan upacara
adat dan proses adat yang harus di ikuti secara saksama sampai selesai baru
dilanjutkan dengan proses keagamaan. Dengan itu peneliti akan
menganalisis secara satu persatu dari proses adat masyarakat muslim di
Sumba dengan mengutamakan budaya atau adat kebiasaanya sebagai poin
utama dalam suatu perkawinan.
Sering dijumpai pada setiap kebudayaan dipengaruhi oleh logika
berpikir masyarakat yang membuat kebudayaan tersebut, dan logika berpikir
manusia dipengaruhi oleh latar belakang kebudayaan yang telah ada dari
zaman dadulu dan masih sangat dominan pada masyarakat sampai saat ini.
Peneliti melihat adanya budaya yang menonjol di masyarakat tersebut
sehingga membuat masyarakat mau tidak mau harus melaluinya dengan cara
mengimbangi dengan syari‟at Islam, dan secara kebudayaan yang lebih
menonjol sehingga masyarakat tersebut harus menjalankan tradisi yang
59
harus dilaksanakan dengan sebenar-benarnya adat yang telah ada turun
temurun, sehingga tidak ada kesenjangan karena di Desa Pero Konda di
Kecamatan Kodi sangatlah terikat dengan adat yang telah turun temurun
dari dahulu, hingga sekarangpun masih dijalankan tetapi para tokoh adat dan
tokoh agama masih melakukan musyawarah agar adanya keseimbangan
antara adat dan syari‟at Islam, itupun masih ada sebagian masyarakat yang
sangat fanatik dengan adat tersebut. Desa Pero Konda. Berdasarkan
perenungan dan pemikiran yang mendalam terhadap fakta-fakta kebudayaan
yang ditemukan oleh peneliti di dalam masyarakat selama melakukan
penelitian dilapangan, maka dibawah ini peneliti akan mencoba berargumen.
Dalam hal ini peneliti memaparkan dari hasil yang ditemukan di atas
bahwa masyarakat Sumba khususnya Desa Pero Konda, dengan tradisi yang
di jalani masih di pertahankan dan juga para tokoh adat, tokoh agama, dan
tokoh masyarakat mencoba untuk mempertimbangkan dengan diadakannya
musyawarah untuk memberikan keringanan terhadap para pemuda yang
ingin menikah. Dan juga untuk lebih mengimbangi dengan syari‟at Islam.
B. Analisis Pandangan Hukum Keluarga Terhadap Tradisi latama kareyoo
pada Masyarakat Suku Sumba
Hukum adalah peraturan yang diatur penguasa (manusia atau
pemerintah) atau adat yang berlaku bagi semua orang dalam masyarakat,
bisa berupa undang-uandang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur
60
pergaulan hidup masyarakat sebagai patokan.59 Keluarga adalah sanak
saudara, kaum kerabat, kaum saudara atau satuan kekerabatan yang sangat
mendasar dalam masyarakat. sementara keluarga adalah perihal yang
bersifat atau berciri keluarga/ hal yang berkaitan dengan keluarga atau
hubungan dalam suatu anggota satu keluarga.60
Dari defenisi di atas, tentang hukum keluarga maka peneliti
menyimpulkan bahwa hukum keluarga Islam adalah keseluruhan kaidah-
kaidah hukum (baik tertulis maupun tidak tertulis) yang mengatur hubungan
hukum mengenai perkawinan, perceraian, harta benda dalam perkawinan,
kekuasaan orang tua, pengampuan dan perwalian dalam hubungan hukum
suatu keluarga muslim.
Pengertian peminangan menurut KHI diatur dalam pasal 1 (a) dengan
rumus; peminangan ialah kegiatan upaya ke arah terjadinya hubungan
perjodohan antara seorang pria dan seorang perempuan.61
Dalam masa pertunangan ini biasanya adalah pemberian barang-
barang sebagai hadiah dari pihak calon suami kepada calon istrinya.
Pemberian ini dalam adat jawa disebut peningset atau tanda ikatan cinta.
Pemberian dan hadiah yang telah diberikan hukumnya sama dengan hibah.62
Permintaan dari pihak laki-laki dan diserahkannya uang atau cincin
untuk pihak perempuan merupakan upacara simbolik tentang akan
59 Asep saepudin dkk, Hukum Keluarga, Pidana dan Bisnis “Kajian Perundang-
Undangan Indinesia, Fikih dan Hukum Internasional” (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 9. 60 Ibid, hlm. 10. 61 Ibid. hlm 58 62 Abd shomad, Hukum Islam: penormaan prinsip syari‟ah dalam hukum Indonesia,
(Jakarta, Kencana, 2012), hlm. 278
61
bersatunya dua calon suami istri yang hendak membangun keluarga bahagia
dan abadi. Biasanya sebelum dilakukan pertunangan, kedua calon mempelai
sudah lama saaling mengenal, tetapi tidak menutup kemungkinan apabila
orang tuanya menjodohkan anak-anaknya.63
Dalam KHI pasal 31 dikatakan: “penentuan mahar berdasarkan asas
kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran Islam.” Pasal ini
yang memberikan penjelasan bahwa jumlah yang dianjurkan dari mahar
adalah ukuran kesederhanaan, sedangkan kesederhanaan sifatnya relatif,
bergantung kepada batas kemampuan dan kesanggupan calon mempelai
laki-laki.64
Maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa dalam Islam pemberian
suatu barang diperbolehkan, apabila tidak dipenuhi tidak menjadi persoalan
dikarenakan tidak wajib. Tetapi di dalam adat masyarakat sumba,
bahwasannya diwajibkan untuk membawa persyaratan yang sudah di
tentukan oleh tradisi yang ada dalam masyarakat sumba khususnya Desa
Pero, apabila syarat dari tradisi tersebut tidak di penuhi akan dikenakan
sanksi berupa hewan, siri pinang, kain sumba dan bisa juga berupa uang
yang akan digunakan untuk memenuhi perlengkapan atau bahan-bahan
pada proses upacara adat. Tradisi tersebut justru bertolak belakang dari
firman Allah dalam surat An-Nisa : 4
Islam sejatinya, tidak pernah membebankan umatnya dalam proses
peminangan (lamaran) menjelang pernikahan. Terkait dengan tradisi latama