Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini kasus trauma zat kimia korosif (asam kuat dan basa kuat) banyak terjadi. Hal ini
pada umumnya terjadi karena ketidaksengajaan, misalnya kelalaian kerja, kecelakaan serta
anak-anak yang menelan zat-zat korosif secara tidak sengaja. Meskipun kasus pembunuhan
maupun usaha bunuh diri dengan zat kimia korosif masih rendah namun secara statistik
terjadi peningkatan kasus tersebut secara signifikan setiap tahunnya.
Asam merusak dan membunuh sel-sel dengan koagulasi sel sedangkan basa
mencairkan sel. Kontak yang terlalu lama dapat menyebabkan kerusakan parah pada
jaringan manusia dan, jika pasien selamat, menyebabkan jaringan parut dan kecacatan.
Bahan kimia lain seperti oksidan dan logam tertentu juga dapat menyebabkan trauma kimia
yang demikian. Membatasi lamanya paparan terhadap bahan kimia dapat sangat mengurangi
efek kerusakan terhadap tubuh.
Kasus trauma akibat zat kimia korosif asam dan basa kuat di Indonesia yang
menyebabkan kematian kurang terekspos di media massa sehingga sulit untuk mengetahui
statistiknya karena pada umumnya kasus-kasus tersebut sudah ditangani terlebih dahulu oleh
dokter-dokter bedah. Pencetus terjadinya kasus tersebut antara lain yaitu perselingkuhan dan
penolakan lamaran (44,3%), perselisihan (30,37%), kecelakaan industri (8,22%), ketidak
sengajaan (4,48%), dan penyebab lain (12,03%).
Zat kimia korosif (asam kuat dan basa kuat) dapat mengiritasi tubuh secara lokal
maupun sistemik. Efek zat kimia korosif yang mengiritasi jaringan tubuh menyebabkan
peradangan lokal dan kerusakan jaringan. Efek zat kimia korosif pada sirkulasi tubuh
menyebabkan reaksi sistemik antara lain paralysis saluran respirasi, kerusakan fungsi
detoksifikasi hati, gagal ginjal akut, dan reaksi peradangan pada saluran gastrointestinal.Zat
kimia korosif masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara antara lain melalui oral, inhalasi,
parenteral dan percutan.
Pada berbagai kasus trauma zat kimia korosif ditemukan tanda-tanda pemeriksaan
forensik yang berbeda. Hal ini sangat bergantung pada jenis zat kimia korosif tersebut.
Untuk itu kita perlu memahami lebih lanjut tentang jenis-jenis zat kimia korosif tersebut.
1
Page 2
B. Tujuan
Mengetahui definisi trauma zat kimia, klasifikasi zat kimia dan efek zat kimia pada
tubuh.
Mengetahui perbedaan trauma berdasarkan zat kimia.
Mengetahui patofisiologi trauma akibat zat kimia.
Mengetahui pemeriksaan forensik pada kasus trauma zat kimia.
C. Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan
kepada mahasiswa/mahasiswi mengenai trauma zat kimia, klasifikasi dan efek zat
kimia pada tubuh, perbedaan trauma berdasarkan jenis zat kimia, serta gambaran
pemeriksaan forensik pada kasus trauma zat kimia.
2
Page 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Trauma kimia adalah iritasi dan kerusakan pada jaringan manusia yang disebabkan oleh
paparan bahan kimia, biasanya melalui kontak langsung dengan bahan kimia atau
uapnya. Trauma kimia dapat terjadi di rumah, di tempat kerja atau sekolah, atau sebagai
akibat dari kecelakaan atau serangan. Banyak luka akibat cairan kimia terjadi tanpa
sengaja melalui penyalahgunaan produk seperti perawatan rambut, kulit dan kuku.
Sebagian besar trauma kimia disebabkan baik oleh asam kuat atau basa kuat (misalnya,
asam hidroklorida atau natrium hidroksida.
Trauma kimia bisa disebabkan oleh asam atau basa yang kontak langsung dengan
jaringan. Asam didefinisikan sebagai donor proton (H+), dan basa didefinisikan sebagai
akseptor proton (OH-). Basa juga dikenal sebagai alkali. Kedua asam dan basa dapat
menyebabkan kerusakan jaringan yang signifikan pada suatu kontak dengan anggota
tubuh. Kekuatan asam didefinisikan oleh betapa kuat donor proton, kekuatan basa
ditentukan oleh seberapa kuat ia mengikat proton. Kekuatan asam dan basa didefinisikan
dengan menggunakan skala pH, yang berkisar antara 1-14 dan logaritmik. Suatu asam
kuat memiliki pH 1 dan basa kuat memiliki pH 14. Apabila mempunyai pH 7 ini
dikatakan netral.
B. Epidemiologi
Di seluruh dunia bahan korosif biasanya digunakan untuk kekerasan dengan bahan
kimia. Zat yang paling umum digunakan adalah alkali dan asam sulfat . Pada tahun
2008, American Association of Poison Control Center ( AAPCC ) melaporkan 26.596
kasus tereksposur terhadap zat asam. Sebanyak 34.741 kasus terpapar zat kimia basa,
9.958 kasus terpapar peroksida, dan 58.892 kasus terpapar zat pemutih. Selama tahun
2008 tersebut, 1.868 kasus terpapar fenol. Cedera luka bakar karena zat kimia berjumlah
sekitar 2-6% dari keseluruhan cedera luka bakar pada pusat perawatan lanjutan.
3
Page 4
Diseluruh dunia, zat korosif pada umumnya digunakan untuk kejahatan
penganiayaan. Zat korosif yang paling banyak digunakan adalah larutan alkali dan asam
sulfat.
Pada tahun 2008, the American Association of Poison Control Centers,
melaporkan paparan asam dan produk yang mengandung asam dan zat kimia berbahaya
lainnya memperlihatkan bahwa 10 korban meninggal, 83 kasus keracunan tingkat berat,
dan 1788 kasus keracunan tingkat sedang. Paparan dari produk yang mengandung alkali
dan zat kimia lainnya terdapat 9 korban meninggal, 168 kasus keracunan tingkat berat,
dan 2684 kasus keracunan tingkat sedang. Paparan akibat peroksida tidak ada korban
yang meninggal, 9 orang keracunan tingkat berat, dan 154 kasus keracunan tingkat
sedang. Paparan akibat bahan pemutih dan produk yang mengandung hipoklorit terdapat
2 orang meninggal, 43 kasus keracunan tingkat berat, dan 2016 kasus keracunan tingkat
sedang. Paparan dari produk yang mengandung fenol tidak ada korban yang meninggal,
2 kasus keracunan tingkat berat, dan 70 kasus keracunan tingkat sedang.
Penganiayaan dengan bahan zat kimia berbahaya di seluruh dunia lebih sering
terjadi terhadap wanita. Orang dewasa dan anak-anak hamper sama jumlahnya terpapar
dengan zat kimia berbahaya. Orang dewasa yang terpapar dengan zat kimia yang
bersifat korosif lebih sering menderita luka bakar yang berat.
C. Klasifikasi
Zat korosif dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Anorganik
Asam
Asam mineral contohnya asam hidroklorida (HCl), asam sulfat (H2SO4),
asam nitrat (HNO3).
Asam organik contohnya asam asetat, asam oksalat, asam karbolat,.
Basa: contohnya amoniak (NH4OH), kalium hidroksida (KOH), natrium
hidroksida (NaOH).
2. Organik: contohnya fenol dan formaldehid.
4
Page 5
D. Etiologi Dan Mekanisme Trauma Kimia
a) Mata
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi
karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan sampai
kehilangan penglihatan. Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola
mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat
merusak struktur bola mata tersebut.
Trauma Basa
Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa
memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk
penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma
basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun,
apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu
kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina
dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi
penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel
danterjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi.
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan.
Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi
asam lemak membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel akan mempermudah
penetrasi lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang
dan terjadi penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan
bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edema kornea akan terdapat serbukan
sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai
dengan pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel
basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang
baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui
plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas
juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan
penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan ulkus kornea dan dapat terjadi
perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya
5
Page 6
terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu
setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi
lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah
masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar.
Cairan mata susunannya akan berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang
berkurang. Kedua unsur ini memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan
kornea.
Trauma Asam
Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam
kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH,
sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi.
Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan
menyebabkan tampilan ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma
akibat asam.Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam
cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.
Asam hidroflorida adalah satu pengecualian.Asam lemah ini secara cepat
melewati membran sel, seperti alkali.Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan
memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan
magnesium membentuk insoluble complexes.Nyeri local yang ekstrim bisa terjadi
sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf
dengan pemindahan ion potassium. Fluorinosis akut bisa terjadi ketika ion fluoride
memasuki system sirkulasi, dan memberikan gambaran gejala pada jantung,
pernafasan,gastrointestinal, dan neurologik.
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel
kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak
tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya kerusakan
hanya pada bagian superfisial saja.Koagulasi protein ini terbatas pada daerah
kontakbahan asam dengan jaringan. Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan
yang lebih dalam.
6
Page 7
Mekanisme Trauma Mata
Mekanisme trauma kimia pada mata tidak jauh berbeda antara bahan yang bersifat
asam dan basa. Zat alkali lipofilik dan menembus lebih cepat daripada asam.
Saponifikasi asam lemak membran sel menyebabkan gangguan sel dan kematian.
Selain itu, menghidrolisis ion hidroksil intraseluler glikosaminoglikan dan kolagen
denatures. Jaringan yang rusak merangsang respon inflamasi, yang merusak jaringan
lebih lanjut oleh pelepasan enzim proteolitik. Hal ini disebut nekrosis liquefaktif.
Zat alkali dapat masuk ke ruang anterior cepat (dalam waktu kurang lebih 5-15
menit), memperlihatkan iris, tubuh ciliary, lensa, dan jaringan trabecular kerusakan
lebih lanjut. Kerusakan permanen terjadi pada nilai pH di atas 11,5.
Trauma kimia asam menyebabkan koagulasi protein dalam epitel kornea, yang
membatasi penetrasi lebih lanjut. Jadi, trauma kimia ini biasanya nonprogressive dan
dangkal. asam hydrofluoric adalah pengecualian. Ini adalah asam lemah yang dengan
cepat melintasi membran sel sebagai tetap nonionized. Dengan cara ini, asam
hydrofluoric bertindak seperti sebuah alkali, menyebabkan nekrosis liquefactive.
Selain itu, ion fluorida dilepaskan ke dalam sel. ion Fluoride dapat menghambat enzim
glikolisis dan dapat digabungkan dengan kalsium dan magnesium untuk membentuk
kompleks tak larut.
Gambar 1. Efek zat korosif pada mata
7
Page 8
b) Kulit
Luka bakar kimia iritasi dan kerusakan jaringan manusia yang disebabkan oleh
paparan bahan kimia, biasanya melalui kontak langsung dengan bahan kimia atau asap
nya. Luka bakar kimia dapat terjadi di rumah, di tempat kerja atau sekolah, atau
sebagai akibat dari kecelakaan atau penyerangan.
Banyak luka bakar kimia terjadi tanpa sengaja melalui penyalahgunaan produk seperti
untuk perawatan rambut, kulit, dan kuku. Meskipun cedera memang terjadi di rumah,
risiko mempertahankan kimia terbakar jauh lebih besar di tempat kerja, terutama
dalam bisnis dan pabrik yang menggunakan sejumlah besarbahankimia.
Sebuah perubahan permanen dalam warna kulit dapat terjadi bila bahan kimia
tertentuhubungi kulit. Bahan kimia yang dapat menyebabkan ini termasuk tar, aspal
produk,dan beberapa desinfektan.
Sejumlah besar produk industri dan komersial mengandung konsentrasi berpotensi
beracun asam, basa, atau bahan kimia lain yang dapat menyebabkan luka bakar ,
Beberapa produk lebih umum terdaftar sebagai berikut:
Asam
Asam sulfat umumnya digunakan dalam pembersih toilet bowl, pembersih saluran
air, pembersih logam, cairan baterai mobil, amunisi, dan manufaktur pupuk.
Konsentrasi berkisar dari asam 8% menjadi asam hampir murni. The
terkonsentrasi asam yang sangat kental dan lebih padat daripada air. Hal ini juga
menghasilkan panas yang signifikan bila diencerkan. Atribut ini membuat asam
sulfat pembersih saluran yang efektif. Asam sulfat pekat bersifat higroskopis.
8
Page 9
Dengan demikian, menghasilkan luka dermal oleh dehidrasi, cedera termal, dan
cedera kimia.
Asam nitrat umumnya digunakan dalam ukiran, pemurnian logam, electroplating,
dan pupuk manufaktur.
Asam fluorida umumnya digunakan dalam karat, pembersih ban, pembersih
keramik, etsa kaca, perawatan gigi, penyamakan, semikonduktor, pendingin dan
pupuk manufaktur, dan penyulingan minyak bumi. Ini sebenarnya adalah asam
lemah, dan dalam bentuk encer, tidak akan menyebabkan pembakaran langsung
atau nyeri pada kontak.
Asam klorida umumnya digunakan dalam pembersih toilet bowl, pembersih
logam, flux solder, manufaktur pewarna, pemurnian logam, aplikasi pipa, kolam
renang pembersih, dan bahan kimia laboratorium. Konsentrasi berkisar 5-44%.
Asam klorida juga dikenal sebagai asam muriatic.
Asam fosfat umumnya digunakan dalam pembersih logam, rustproofing,
disinfektan, deterjen, dan manufaktur pupuk.
Asam asetat umumnya digunakan dalam pencetakan, pewarna, rayon dan topi
manufaktur, desinfektan dan penetralisir gelombang rambut. Cuka asam asetat
encer.
Asam format umumnya digunakan dalam lem pesawat, penyamakan, dan
pembuatan selulosa.
Asam Chloroacetic
Asam Monochloroacetic digunakan dalam produksi karboksimetilselulosa,
phenoxyacetates, pigmen, dan beberapa obat. Ini memiliki toksisitas sistemik
9
Page 10
signifikan karena masuk dan blok siklus asam trikarboksilat, respirasi sel
menghambat. Hal ini sangat korosif.
Asam Dichloroacetic digunakan dalam manufaktur bahan kimia. Ini adalah asam
lemah dari asam trikloroasetat, dan tidak menghambat respirasi selular.
Asam trikloroasetat digunakan di laboratorium dan manufaktur kimia. Hal ini
sangat korosif dan "perbaikan" jaringan itu kontak. Ini tidak menghambat
respirasi selular.
Fenol dan Kresol. Fenol, juga dikenal sebagai asam karbol, merupakan asam
organik lemah yang digunakan dalam pembuatan resin, plastik, farmasi, dan
disinfektan. Kresol adalah dihydroxybenzenes yang digunakan sebagai pengawet
kayu, agen degreasing, dan intermediet kimia. Zat-zat ini sangat mengiritasi kulit
dan dapat diserap melalui kulit untuk menghasilkan toksisitas sistemik.
Basa
Natrium hidroksida dan kalium hidroksida digunakan dalam pembersih drain,
pembersih oven, tablet CLINITEST, dan pembersih gigi tiruan. Mereka sangat
korosif. Tablet CLINITEST mengandung 45-50% natrium hidroksida (NaOH)
atau kalium hidroksida (KOH). Padat atau terkonsentrasi NaOH atau KOH lebih
padat daripada air dan menghasilkan panas yang signifikan bila diencerkan.
Kedua panas yang dihasilkan dan alkalinitas berkontribusi untuk luka bakar.
Kalsium hidroksida juga dikenal sebagai kapur dipuaskan. Hal ini digunakan
dalam mortar, plester, dan semen. Hal ini tidak seperti kaustik NaOH, KOH, atau
kalsium oksida.
Sodium dan kalsium hipoklorit merupakan bahan umum dalam pemutih rumah
tangga dan solusi klorinasi kolam renang. Renang chlorinators juga mengandung
NaOH dan memiliki pH sekitar 13,5, membuat mereka sangat kaustik. Rumah
Tangga pemutih memiliki pH sekitar 11 dan jauh lebih korosif.
Kalsium oksida, juga dikenal sebagai kapur, adalah bahan kaustik dalam semen.
Ini menghasilkan panas bila diencerkan dengan air dan dapat menghasilkan luka
bakar termal atau kaustik.
10
Page 11
Amonia digunakan dalam pembersih dan deterjen. Bentuk encer tidak sangat
korosif. Gas amonia anhidrat digunakan dalam sejumlah aplikasi industri,
terutama di bidang manufaktur pupuk. Hal ini sangat higroskopis (memiliki
afinitas tinggi untuk air). Ini menghasilkan cedera dengan pengeringan dan panas
pengenceran selain menyebabkan luka bakar kimia. Hal ini dapat menyebabkan
luka bakar pada kulit serta cedera paru.
Fosfat yang biasa digunakan dalam berbagai jenis deterjen rumah tangga dan
pembersih. Zat meliputi kalium fosfat tribasic, trisodium fosfat, dan natrium
tripolifosfat.
Silikat termasuk natrium silikat dan natrium metasilicate. Mereka digunakan
untuk menggantikan fosfat dalam deterjen. Pencuci Piring deterjen alkali,
terutama untuk pembangun seperti silikat dan karbonat. Mereka cukup korosif.
Natrium karbonat digunakan dalam deterjen. Hal ini cukup basa, tergantung pada
konsentrasi.
Lithium hidrida digunakan untuk menyerap karbon dioksida dalam aplikasi
teknologi ruang angkasa. Ini keras bereaksi dengan air untuk menghasilkan
hidrogen dan litium hidroksida. Hal ini dapat menghasilkan luka bakar termal dan
basa.
Oksidan Pemutih: klorit adalah bahan kimia utama yang digunakan sebagai
pemutih di Amerika Serikat. Rumah Tangga pemutih bersifat basa dengan pH 11-
12, tetapi cukup encer bahwa itu adalah minimal mengiritasi kulit. Lebih
terkonsentrasi, industri klorit kekuatan mungkin lebih merusak kulit.
Peroksida: Rumah Tangga-grade hidrogen peroksida (3%) menghasilkan
minimal-untuk-tidak iritasi kulit. Konsentrasi 10% dapat menyebabkan parestesia
dan blansing kulit. Konsentrasi 35% atau lebih akan menyebabkan terik langsung.
Chromates: dikromat Kalium dan asam kromat adalah bahan kimia industri umum
digunakan dalam penyamakan, kain waterproofing, inhibitor korosi, lukisan, dan
percetakan, dan mereka juga digunakan sebagai agen pengoksidasi dalam reaksi
kimia. Kromat dapat menyebabkan luka bakar pada kulit dan toksisitas sistemik
berikutnya, termasuk gagal ginjal.
11
Page 12
Manganates: Kalium permanganat merupakan oksidator kuat yang digunakan
dalam larutan encer sebagai desinfektan atau agen pembersih. Dalam larutan
encer, itu minimal mengiritasi kulit. Dalam bentuk terkonsentrasi atau kristal
murni, dapat menyebabkan luka bakar parah, ulserasi, dan toksisitas sistemik.
Zat lain
Fosfor putih: Bahan kimia ini digunakan sebagai pembakar dalam pembuatan
amunisi, kembang api, dan pupuk. Fosfor putih secara spontan teroksidasi di
udara pada fosfor pentoksida, memberi dari api kuning dan asap putih tebal
dengan bau bawang putih. Setelah ledakan amunisi atau kembang api, partikel
kecil fosfor dapat menjadi tertanam di kulit dan terus membara.
Logam: lithium Elemental, natrium, kalium, dan magnesium bereaksi dengan air,
termasuk air pada kulit.
Pewarna rambut mengandung persulfat dan solusi terkonsentrasi peroksida.
Straightening agen mungkin berisi terkonsentrasi alkali. Luka bakar kimia dapat
terjadi jika ini tidak diencerkan dengan benar atau memiliki waktu kontak yang
lama dengan kulit kepala. Luka bakar dengan berbagai produk yang telah
dilaporkan dalam literatur.
Cedera Airbag: Inflasi cepat airbag dicapai melalui dekomposisi cepat natrium
azida untuk menghasilkan gas nitrogen. Natrium yang dihasilkan kemudian
bereaksi dengan kalium nitrat dan silikon dioksida untuk menghasilkan gas. Pada
langkah kedua, sejumlah kecil natrium hidroksida dan natrium karbonat
dihasilkan. Airbag dapat menghasilkan lecet, luka dan memar melalui kekuatan
fisik ekspansi yang cepat. Mereka juga dapat menghasilkan luka bakar kimia
alkali. Ini terutama tentang kapan lecet kornea terjadi karena airbag.
12
Page 13
Zat korosif dapat menyebabkan kerusakan parah atau serius pada kulit.
Luka bakar kimia dapat mengakibatkan dari paparan singkat ke korosif substansi.
zat korosif termasuk basa kuat (dasar) bahan atau asam. Kulit adalah jaringan
parut hasil yang umum.
Mekanisme Trauma Kulit
Tubuh memiliki beberapa proteksi yang spesifik dan perbaikan untuk mekanisme
termal, listrik, radiasi dan kimia luka bakar. Denaturasi protein merupakan efek
umum dari semua jenis luka bakar. Namun, trauma kimia memiliki beberapa
perbedaan dibandingkan dengan luka bakar termal. Trauma kimia lebih dihasilkan
dari terpaparnya bahan kimia dalam tempo waktu yang lama, dan paparan ini akan
berlanjut sampai ke ruang gawat darurat sedangkan trauma termal, dihasilkan dari
terpaparnya bahan kimia dalam waktu yang singkat. Ada juga beberapa perbedaan
dari segi biokimia. Diantaranya Struktur protein yang tidak melibatkan urutan asam
amino yang spesifik, namun ada sturktur tiga dimensi tergantung pada kekuatan
ikatan yang lemah, seperti ikatan hidrogen atau ikatan van der Waal. Ketiga struktur
dimensi ini merupakan kunci elemen pada akitivitas biologi pada protein, dan mudah
di pengaruhi oleh faktor eksternal.
Aplikasi panas atau bahan kimia, terutama gangguan pH, yang bisa
menyebabkan struktur menjadi tidak teratur. Luka termal merupakan koagulasi
protein yang cepat disebabkan oleh reaksi silang, sedangkan pada proses
penghancuran protein pada luka bakar kimia kelnjutan dari mekanisme lain terutama
hydrolisi mekanisme ini mungkin kelanjutan sampai ada munculnya unsur agen
pertahanan terutama pada lapisan dalam . Selain itu, bahan kimia yangt bertindak
dalam sistem tubuh jika komponen kimia ini bersikulasi dalam tubuh koban dengan
potensi. Tingkat keparahan kimia luka bakar ditentukan oleh:
a. Konsentrasi,
b. Jumlah pembakaran agen,
c. Durasi kontak dengan kulit,
d. Penetrasi dan,
13
Page 14
e. Mekanisme aksi.
Cedera kimia diklasifikasikan baik oleh mekanisme tindakan pada kulit atau
kelas kimia agen. Khas luka bakar pada kulit dapat dibagi menjadi tiga derajat,
berdasarkan jumlah kerusakan yang disebabkan oleh luka bakar:
Derajat satu
Hampir semua orang memiliki pengalaman beberapa luka bakar tingkat pertama
selama ada kehidupan dalam bentuk sunburns. Luka bakar tingkat pertama
cukup kecil, hanya menyebabkan kerusakan kulit sementara untuk lapisan atas
kulit, epidermis. Warna kulit berubah menjadi merah muda atau merah dan
mungkin menjadi sangat sensitif atau menyakitkan. Setelah 3-6 hari, epidermis
kulit yang rusak, meninggalkan bekas luka-bebas, kulit dan jaringan benar-
benar sembuh. Setiap pengobatan untuk luka bakar tingkat pertama hanya
bertujuan untuk meringankan ketidaknyamanan yang disebabkan oleh luka
bakar.
Derajat dua
Luka bakar tingkat dua lebih parah daripada luka bakar tingkat pertama.
Lapisan atas kulit (epidermis) hancur dan dermis juga rusak, menyebabkan kulit
menjadi merah atau pucat, peningkatan atau penurunan sensasi tergantung pada
kedalaman luka bakar, dan pembentukan blister. Luka bakar tingkat dua
memakan waktu sekitar 21 hari untuk sembuh, dengan gelar dalam kedua
membakar mungkin membutuhkan cangkok kulit yang kemudian mengambil
lebih banyak waktu untuk menyembuhkan. Untuk informasi tentang pengobatan
luka bakar tingkat dua lihat halaman berikut: Pengobatan Luka bakar minor dan
Pengobatan Luka bakar sedang dan berat.
Derajat ketiga
Luka bakar tingkat tiga menghancurkan semua lapisan kulit, mungkin
menyebabkan kerusakan lebih dalam. Karena kulitnya hancur, luka bakar
tingkat tiga tampak kering dan kulit seperti, pucat, merah atau jerawatan coklat,
dan benar-benar sensitif karena saraf yang hancur juga. Luka bakar tingkat tiga
biasanya membutuhkan cangkok kulit dan dapat mengambil bulan untuk
menyembuhkan, dengan pengrusakan permanen mungkin. Untuk informasi
14
Page 15
tentang pengobatan luka bakar tingkat tiga, lihat Pengobatan Luka bakar sedang
dan berat.
c) Paru
Sumber yang paling umum dari cedera yang disebabkan kebakaran inhalasi
disebabkan oleh sesak nafas adalah yang disebabkan oleh karbon monoksida. Karbon
monoksida (CO) dilepaskan selama pembakaran semua bahan organik, yang paling
umum kayu dalam kebakaran.
Sesak nafas umum yang terkait dengan cedera inhalasi hidrogen sianida. Hal ini
biasanya dihasilkan dari pembakaran polyurethane (busa), wol, sutra, dan kertas,
semua yang biasanya ditemukan di rumah. Konsentrasi serendah 45-55 bagian per
juta dapat menyebabkan kematian dalam waktu kurang dari satu jam, sedangkan
konsentrasi lebih dari 280 bagian per juta penyebab kematian hampir seketika.9
Sianida mengikat sitokrom c oksidase dalam membran mitokondria dan denatures
itu, yang mencegah fosforilasi oksidatif (sel tidak dapat menghasilkan energi yang
diperlukan). Hal ini menyebabkan kematian sel dan menyebabkan kerusakan pada
sistem saraf pusat dan jantung.
Peran sebenarnya dari hidrogen sianida dalam menyebabkan kematian cedera
inhalasi masih bisa diperdebatkan. Hal ini terutama diyakini cedera yang disebabkan
oleh senyawa asfiksia lebih umum seperti karbon monoksida.
Cedera inhalasi kimia sangat bervariasi dan benar-benar tergantung pada toksin
yang menyebabkan cedera, konsentrasi dihirup, dan panjang eksposur. Ukuran dari
partikel terhirup juga mempengaruhi jenis cedera. Partikel yang lebih besar tetap
dalam nasofaring dan saluran udara utama. Partikel kecil yang dapat menyebar
dengan mudah dapat pindah ke saluran udara yang lebih kecil dan alveoli, berpotensi
menyebabkan kerusakan lebih parah daripada partikel yang lebih besar.
Partikel itu sendiri biasanya tidak menyebabkan kerusakan langsung, tetapi bahan
kimia beracun yang dihasilkan oleh api dapat larut dalam air pada partikel. Kelarutan
bahan kimia juga dapat mempengaruhi lokasi cedera. Misalnya, HCl dan SO2
merupakan gas yang sangat larut ketika diproduksi oleh kebakaran. Karena mereka
begitu larut, mereka dengan cepat dapat mengiritasi saluran udara utama. Tapi bahan
15
Page 16
kimia kurang larut seperti nitrogen dioksida dan fosgen jauh lebih larut dan
mempengaruhi area yang lebih dalam ke paru-paru.
Mekanisme Trauma Pada Paru
Ada tiga mekanisme yang menyebabkan cedera pada trauma inhalasi, yaitu kerusakan
jaringan karena suhu yang sangat tinggi, iritasi paru-paru dan asfiksia. Hipoksia
jaringan terjadi karena sebab sekunder dari beberapa mekanisme. Prosespembakaran
menyerap banyak oksigen, dimana di dalam ruangan sempit seseorangakan
menghirup udara dengan konsentrasi oksigen yang rendah sekitar 10-13%.Penurunan
fraksi oksigen yang diinspirasi (FIO2) akan menyebabkan hipoksia.
Keracunan karbonmonoksida dapat menyebabkan turunnya kapasitas transportasi
oksigen dalam darah oleh hemoglobin dan penggunaan oksigen ditingkat seluler.
Karbonmonoksida mempengaruhi berbagai organ di dalam tubuh,organ yang paling
terganggu adalah yang mengkonsumsi oksigen dalam jumlahbesar, seperti otak dan
jantung.
Beberapa literatur menyatakan bahwa hipoksia ensefalopati yang terjadiakibat
dari keracunan CO adalah karena injuri reperfusi dimana peroksidasi lipid
danpembentukan radikal bebas yang menyebabkan mortalitas dan morbiditas.
Efek toksisitas utama adalah hasil dari hipoksia seluler yang disebabkan
olegangguan transportasi oksigen. CO mengikat hemoglobin secara reversible, yang
menyebabkan anemia relatif karena CO mengikat hemoglobn 230-270 kali lebih kuat
dar ipada oksigen. Kadar HbCO 16% sudah dapat menimbulkan gejala klinis .CO
yang terikat hemoglobin menyebabkan ketersediaan oksigen untuk jaringanmenurun.
CO mengikat myoglobin jantung lebih kuat daripada mengikat hemoglobinyang
menyebabkan depresi miokard dan hipotensi yang menyebabkan
hipoksiajaringan.Keadaan klinis sering tidak sesuai dengan kadar HbCO yang
menyebabkankegagalanrespirasi di tingkat seluler.CO mengikatcytochromes c dan
P450 yang mempunyai daya ikat lebihlemah dari oksigen yang diduga menyebabkan
defisit neuropsikiatris. Beberapapenelitian mengindikasikan bila CO dapat
menyebabkan peroksidasi lipid otak danperubahan inflamasi di otak yang dimediasi
oleh lekosit. Proses tersebut dapatdihambat dengan terapi hiperbarik oksigen. Pada
16
Page 17
intoksikasi berat, pasienmenunjukkan gangguan sistem saraf pusat termasuk
demyelisasi substansia alba.Hal ini menyebabkan edema dan dan nekrosis fokal.
Penelitian terakhir menunjukkan adanya pelepasan radikal bebas nitric oxidedari
platelet dan lapisan endothelium vaskuler pada keadaan keracunan CO
padakonsentrasi 100 ppm yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan edema serebri.
CO dieliminasi di paru-paru. Waktu paruh dari CO pada temperatur ruanganadalah 3
- 4 jam. Seratus persen oksigen dapat menurunkan waktu paruh menjadi 30– 90
menit, sedangkan dengan hiperbarik oksigen pada tekanan 2,5 atm denganoksigen
100% dapat menurunkan waktu paruh samapai 15-23 menit.
d) Saluran Pencernaan
Di negara maju dan berkembang, trauma kimia pada sistem pencernaan akibat
menelan baik tidak disengaja atau untuk mencederai diri sendiri telah berkurang
dibandingkan sebelumnya. Hal ini dikaitkan dengan peraturan yang lebih ketat
terhadap deterjen dan bahan korosif lainnya, serta kesan dari kesadaran umum.
Dilaporkan bahwa luka lambung terjadi pada 85,4% dari trauma kimia asam pada
saluran pencernaan, terutama melibatkan bagian distal gaster dengan 44,4%
menyebabkan komplikasi stenosi pilorus atau antrum.
Mekanisme Trauma Pada Saluran Pencernaan
Trauma yang disebabkan oleh asam menyebabkan nekrosis koagulasi pada jaringan
yang terkontak sehingga koagulum terbentuk sehingga menghalangi penetrasi lanjut
ke jaringan di bawahnya. Di sisi lain, trauma kaustik menyebabkan nekrosis
likuefikasi yaitu sebuah proses yang menyebabkan pembubaran protein dan kolagen,
saponifikasi lemak, dehidrasi jaringan dan trombosis darah sehingga menyebabkan
cedera jaringan yang lebih dalam.
E. Dampak Terhadap Organ
1) Mata
Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat
terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak
struktur bola mata tersebut. Trauma kimia biasanya hasil dari suatu zat yang
17
Page 18
disemprotkan atau disiramkan di muka. Trauma kimia alkali lebih sering terjadi
daripada trauma kimia asam dan cenderung lebih merugikan.
Insidens terjadinya trauma kimia pada mata lebih dari 60% trauma kimia
terjadi di tempat kerja, 30% terjadi di rumah dan 10% adalah dari tindakan
kekerasan. Trauma kimia pada mata lebih sering terjadi pada laki-laki daripada
perempuan. Hal ini mungkin mencerminkan dominasi laki-laki dalam bidang
industri, seperti konstruksi dan pertambangan, sehingga terjadi resiko tertinggi
untuk cedera mata.
2) Kulit
Luka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang akut yang dapat menyebabkan
trauma pada kulit yang irrefersibel dan terjadi kematian sel. Bahan kimia pun
dapat menyebabkan luka bakar pada kulit. Luka bakar dapat merusak jaringan
otot, tulang, pembuluh darah dan jaringan epidermal yang mengakibatkan
kerusakan yang berada di tempat yang lebih dalam dari akhir sistem persarafan.
Seorang korban luka bakar dapat mengalami berbagai macam komplikasi yang
fatal termasuk diantaranya kondisi shock, infeksi, ketidakseimbangan elektrolit
(inbalance electrolit) dan distress pernapasan. Selain komplikasi yang berbentuk
fisik, luka bakar dapat juga menyebabkan distress emosional dan psikologis yang
berat dikarenakan cacat akibat luka bakar dan bekas luka (scar).
3) Paru
Luka bakar inhalasi dapat disebabkan oleh asam hidroklorik, amonia, klorin, atau
bahan kimia lainnya setelah seseorang menghirup zat kimia ini. Edema saluran
pernapasan atas, gangguan pernapasan, dan toksisitas karbon monoksida (CO)
adalah contoh dari trauma kimia dari inhalasi. Gejala ini muncul dalam waktu 12
sampai 24 jam setelah kejadian luka bakar. Juga suatu kondisi yang jarang dapat
terjadi di mana bahan kimia mengoksidasi hemoglobin paru-paru yang
mengakibatkan gangguan transportasi oksigen (methemoglobinemia) dan
gangguan pernapasan.
18
Page 19
4) Saluran Pencernaan
Di negara maju dan berkembang, trauma kimia pada sistem pencernaan akibat
menelan baik tidak disengaja atau untuk mencederai diri sendiri telah berkurang
dibandingkan sebelumnya. Hal ini dikaitkan dengan peraturan yang lebih ketat
terhadap deterjen dan bahan korosif lainnya, serta kesan dari kesadaran umum.
Dilaporkan bahwa luka lambung terjadi pada 85,4% dari trauma kimia
asam pada saluran pencernaan, terutama melibatkan bagian distal gaster dengan
44,4% menyebabkan komplikasi stenosi pilorus atau antrum.
F. Pemeriksaan Kedokteran Forensik
1. Asam
1. Pada pemeriksaan luar didapatkan:
Tanda terbakar yang berwarna coklat kemerahan atau hitam, kering dan keras
sesuai dengan bagian yang terkena
2. Pada pemeriksaan dalam didapatkan:
Mukosa teriritasi, memberikan gambaran merah terang atau merah kecoklatan,
mungkin didapatkan ulserasi.
Tanda iritasi pada laring dan edema pada glotis.
Peradangan yang memberikan gambaran pseudomembran pada trakea dan
bronkus yang mengakibatkan kerusakan epitel superfisial dan nekrosis yang
dapat terjadi sampai kelapisan submukosa.
2. Basa
1. Pada pemeriksaan luar didapatkan:
Luka terlihat basa dan edematous berwarna merah kecoklatan, perabaan lunak
dan licin.
2. Pada pemeriksaan dalam didapatkan:
Membran mukosa lembut, bengkak, edema dan merah dengan sedikit bintik
coklat.
Pemeriksaan Luar
19
Page 20
1. Mata
Pada pemeriksaan fisik awal, penilaian terhadap luka-luka yang berpotensi
mengancam jiwa. Pemeriksaan fisik awal pada mata mungkin terbatas pada pH dan
ketajaman visual. Setelah irigasi berlebihan, pemeriksaan ophthalmologi penuh
diperlukan. Ini dapat mengungkapkan robek, injeksi konjungtiva, injeksi scleral,
kerusakan kornea, opacification kornea, uveitis, glaukoma, atau perforasi. Kemudian
pencatatan penurunan ketajaman visual. Evaluasi fluorescein diperlukan untuk
menentukan tingkat cedera.
Tingkat trauma pada mata adalah berdasarkan:
Klasifikasi Hughes Klasifikasi Thoft
1. Ringan:
- Prognosis baik
- Terdapat erosi epitel kornea
- Pada kornea terdapat kekeruhan
ringan
- Tidak ada iskemia dan nekrosis
kornea ataupun konjungtiva
Derajat 1: hiperemi
disertai dengan keratitis pungtata
2. Sedang:
- Prognosis baik
- Kekeruhan kornea sehingga sulit
melihat iris & pupil secara jelas
- Terdapat iskemia & nekrosis
ringan kornea dan konjungtiva
Derajat 2: hiperemi
disertai dengan hilang epitel kornea.
3. Sangat berat:
- Prognosis buruk
- Kekeruhan kornea pupil tidak
dapat dilihat
Derajat 3: hiperemi
dengan nekrosis konjungtiva dan
lepasnya epitel kornea.
Derajat 4: konjungtiva perilimal
20
Page 21
nekrosis sebanyak 50%
2. Kulit
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan
benda-benda yang menghasilkan panas (api, cairan panas, listrik, dll) atau zat-zat yang
bersifat membakar (asam kuat, basa kuat). Perubahan-perubahan pada kulit sesuai
dengan derajat luka bakarnya. Oleh karena itu, pada pemeriksaan luar perlu ditentukan:
keadaan luka, luas luka, dan dalamnya luka. Pada pemeriksaan luka ini perlu dicari
adanya tanda-tanda reaksi vital berupa daerah yang berwarna merah pada perbatasan
pada daerah yang terbakar.
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor
antara lain :
a) Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
b) Kedalaman luka bakar.
c) Anatomi lokasi luka bakar.
d) Umur klien.
e) Riwayat pengobatan yang lalu.
f) Trauma yang menyertai atau bersamaan.
Berdasarkan derajat kedalamannya Luka bakar diklasifikasi menjadi derajat 1, 2,
dan 3. Kadang-kadang digunakan pula istilah derajat 4 pada kulit yang hangus terbakar
mirip arang. Klasifikasi tersebut ialah:
a) Luka bakar derajat 1 atau superficial burn. Luka bakar permukaan yang tidak
terlalu serius dan hanya mengenai lapisan kulit bagian atas. Kulit kering, eritema,
nyeri karena ujung saraf sensorik teriritai. Sering kali disertai pembentukan vesikel
(gelembung berisi cairan).
b) Luka bakar derajat 2 atau partial thickness burn (luka bakar parsial). Artinya luka
bakar mengenai sebagian dari ketebalan kulit, bagian dermis masih ada yang sehat.
Luka bakar dengan kedalaman ini sering kali disertai dengan rusaknya struktur di
bawah kulit, seperti folikel rambut, kelenjar sebaseus (minyak), atau jaringan
kolagen.
21
Page 22
c) Luka bakar derajat 3 atau full thickness burn. Luka bakar mengenai seluruh
ketebalan kulit. Struktur di bawah kulit pun sering kali mengalami kerusakan.
Sekalipun demikian, kulit tidaklah lenyap, musnah, atau hilang, tetapi rusak.
d) Luka bakar derajat 4 yakni luka terlihat hitam bagai arang, nekrotik.
3. Paru
Jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi harus diperiksa pada korban trauma kimia.
Pada pemeriksaan paru-paru bisa didapatkan peningkatan laju napas, bunyi mengi, dan
suara ronki kasar di paru-paru yang berhubungan dengan edema. Semua tanda ini
menunjukkan individu mengalami kesulitan pernafasan.
4. Pencernaan
Pada pemeriksaan luar, tanda khususnya yaitu bercak pada bibir, pipi, dagu dan
leher, sama halnya dengan luka bakar pada mukosa dari bibir sampai ke lambung,
kadang-kadang sampai ke usus halus. Perforasi esophagus dan gaster umumnya terjadi
karena asam sulfat dan asam hidroklorida.
Pemeriksaan Dalam
1. Mata
Pada mata dilakukan beberapa pemeriksaan dalam untuk mengetahui penyebab
trauma pada mata. Pada palpebra: permukaan tarsal kelopak mata. Pada kornea dinilai
pada korpus alienum, aberasi, laserasi. Konjungtiva bulbaris terjadi perdarahan, laserasi.
Pada sklera terdapat luka tertutup oleh perdarahan.
2. Kulit
Pada korban yang meninggal karena luka bakar bahan kimia, tidak ditemukan
kelainan yang spesifik, dimana kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan
dalam juga bisa dijumpai pada keadaan-keadaan lain. Efek sistemik jika mengalami
trauma kimiawi haruslah selalu diantisipasi. Contohnya, dalam menggunakan asam
karbolik atau phenol untuk pengelupasan yang dalam, setiap dokter membutuhkan
pemeriksaan jantung dan resiko dari kerusakan ginjal. Asam hydrofluoric bisa
22
Page 23
menyebabkan hipokalemia dan tetanus, disamping itu asam monocloroasetic dapat
memproduksi metabolik asidosis dan masalah CNS.
a) Jantung
Udem interstitial dan fragmentasi myocardium dapat terjadi pada penderita
dengan luka bakar thermis, tetapi perubahan-perubahan ini tidak khas dan dapat
ditemukan keadaan-keadaan lain. Pada penderita dengan septicemia, ditemukan adanya
metastase fokus sepsis pada myokardium dan endokardium. Perubahan lain berupa
gambaran peteki pada pericardium dan endokardium
b) Ginjal
Organ ini tidak terpengaruh langsung pada luka bakar thermik. Perubahan yang
terjadi pada organ ini biasanya merupakan akibat dari komplikasi yang terjadi. Pada
korban ynang mengalami komplikasi berupa syok yang lama, dapat terjadi acute tubular
necrosis pada tubulus proksimal dan distal serta thrombosis vena. Acute tubular
nekrosis in diduga disebabkan adanya heme cast pada medulla yang bisa ditemukan
pada pemeriksaan mikroskopik. Pada korban yang mengalami luka bakar yang fatal,
dapat ditemukan adanya pembesaran ginjal. Traktus genitalis merupakan sumber infeksi
yang potensial pada luka bakar, terutama pada korban yang memakai dauer kateter,
dimana populasi bakteri yang ditemukan biasanya tidak berbeda dengan populasi yang
terjadi, bakteri tersebut antara lain: pseudomonas, aerobacter, staphylococcus, dan
proteus.
c) Susunan saraf pusat
Dilaporkan adanya perubahan-perubahan pada susunan saraf pusat berupa edema,
kongesti, kenaikan tekanan intracranial dan herniasi dari tonsilla cerebellum melewati
foramen magnum serta adanya perdarahan intracranial. Tetapi perubahan-perubahan ini
diduga terjadi akibat adanya gangguan keseimbangan air dan elektrolit, karena
kebanyakan pada pasien dengan luka bakar terjadi kenaikan temperature tubuh tidak
lebih dari satu derajat, jadi dengan demikian, otak tidak selalu terpengaruh oleh jejas
23
Page 24
thermik. Sel-sel neuron tidak menunjukkan perubahan-perubahan abnormal kecuali sel-
sel purkinye yang menunjukkan perubahan degenerative. Pada penderita yang
mengalami komplikasi berupa sepsis, maka dapat ditemukan adanya mikroabses dan
meningitis hematogenous.
3. Paru
Pada pemeriksaan post mortem, trauma kimia meninggalkan kesan korosi pada
saluran pernapasan dari tahap ringan hingga petengahan. Selain itu didapatkan juga
kongesti dan edema paru pada trauma kimia yang disebabkan oleh bahan korosif asam.
Inhalasi bahan kimia menyebabkan kerusakan sel yang parah pada saluran pernapasan.
4. Pencernaan
Pada pemeriksaa dalam yang didapatkan pada trauma kimia, ditemukan perforasi
atau ruptur gaster yang paling sering ditemukan oleh kerana trauma asam sulfurik,
diikuti oleh asam nitrik dan asam hidroklorik.
Pada gambaran post mortem ditemukan kerusakan pada kulit dengan warna
kehitaman pada daerah trauma. Tergantung dari kepekatan dari asam, dinding gaster
akan mengalami edema, deskuamasi, perdarahan, ulserasi hingga perforasi.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu:
1. Pemeriksaan dengan menggunakan kertas lakmus yang akan menunjukkan perubahan
warna.
2. Pemeriksaan patologi anatomi pada lapisan kulit.
Asam kuat (H2SO4)
Pada pemeriksaan jaringan akibat luka asam kuat, terjadi penebalan pada lapisan
epidermis dan adanya granul-granul pada vesikel kolagen berbentuk gelombang
dan hiperemis.
Basa (NaOH)
Pada pemeriksaan jaringan akibat luka basa kuat akan terjadi penebalan dan
nekrosis di semua jaringan sel di lapisan epidermis dan dermis.
24
Page 25
H. Aspek Medikolegal
Dalam Pasal 131 menyebut bahwa:
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah
sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat
tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap
jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
Trauma kimia yang disebabkan oleh penganiayaan dapat diancam dalam Pasal 35 KUHP
di mana:
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan
atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana
penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 352 KUHP
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencaharian, diancam sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling
lama tiga bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah. Pidana ditambah
sepertiga bagi orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.
(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
25
Page 26
Derajat berat dari trauma kimia dapat dikenakan pidana sesuai dengan Pasal 90
KUHP. Yang mendifinisikan luka berat sebagai:
- Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama
sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut.
- Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencaharian.
- Kehilangan salah satu panca indera.
- Mendapat cacat berat (verminking).
- Menderita sakit lumpuh.
- Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih.
- Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.
BAB III
PENUTUP
26
Page 27
A. Kesimpulan
Trauma kimia adalah iritasi dan kerusakan pada jaringan manusia yang disebabkan oleh
paparan bahan kimia, biasanya melalui kontak langsung dengan bahan kimia atau
uapnya. Trauma kimia
Klasifikasi
Anorganik
Asam
Asam mineral contohnya asam hidroklorida (HCl), asam sulfat (H2SO4),
asam nitrat (HNO3).
Asam organik contohnya asam asetat, asam oksalat, asam karbolat,.
Basa: contohnya amoniak (NH4OH), kalium hidroksida (KOH), natrium
hidroksida (NaOH).
Organik: contohnya fenol dan formaldehid.
Trauma kimia bisa mengenai mata,kulit,paru, dan pencernaan
DAFTAR PUSTAKA
27
Page 28
Ahmad Yani Dwi, Suhendro Gatut. 2007. The Comparison Of Tetracycline And
Doxycycline Treatment On Corneal Ephitelial Wound Healing In The Rabbit Acid-Burn
Model. Jornal Oftalmologi Indonesia Vol 5. Surabaya: Departement of Oftalmologi
Universitas Airlangga
Budiyanto A, Widhiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Mun’im A, Sidhi, Hertian S, et al.
Ilmu Kedokteran Forensik. 1997. First Edition. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Corrosive Acid Poisoning-A Case Report.New Delhi 2011. www.ijfmt.com (Diakses
Pada Tanggal 30 Oktober 2014)
Idries, Dr. Abdul Mun’im. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama.
Binapura Aksara: Jakarta Barat.
Ilyas S. 2002. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto
Snepherd R, Simpsons. Forensik Medicine 12th edition. USA: Oxford University Prees.
2003
Vaughan, Daniel G. 2000. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika
http://www.jasajurnal.com/201/12/trauma-kimia-kecelakaan-kerja-regulasi.html (Diakses
Pada Tanggal 30 Oktober 2014)
28