Top Banner
HUBUNGAN ANTARA JUMLAH TOTAL BAKTERI DAN ANGKA KATALASE TERHADAP DAYA TAHAN SUSU FATKHAN ROFI’I B04102077 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
51

TPC (1)

Jul 21, 2016

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: TPC (1)

HUBUNGAN ANTARA JUMLAH TOTAL BAKTERI DAN ANGKA KATALASE TERHADAP DAYA TAHAN SUSU

FATKHAN ROFI’I

B04102077

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

Page 2: TPC (1)

ABSTRAK

FATKHAN ROFI’I. Hubungan antara jumlah total bakteri dan angka katalase

terhadap daya tahan susu. Dibimbing oleh MIRNAWATI SUDARWANTO.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara jumlah total

bakteri dan angka katalase terhadap daya tahan susu. Sebanyak 60 sampel susu

kandang hasil pemerahan pagi hari diambil dari peternak di Kawasan Usaha

Ternak (KUNAK) Bogor pada saat diserahkan ke Tempat Pengumpulan Susu

(TPS). Penelitian ini dilakukan dengan menempatkan setiap sampel pada suhu

rendah (<100C) dan suhu ruangan (±27.50C). Setiap sampel kemudian dihitung

jumlah total bakterinya dengan uji TPC (Total Plate Count) yang dilakukan

bersamaan dengan uji katalase. Pengujian setiap sampel dilakukan dua kali,

dengan selang waktu tiga jam setelah pengujian pertama. Hasil pengujian

menunjukkan perlakuan penyimpanan pada suhu rendah (<100C) berpengaruh

tidak nyata (P>0.025) terhadap pertumbuhan bakteri dan aktivitas enzimatisnya.

Perlakuan penyimpanan pada suhu ruangan (±27.50C) berpengaruh nyata

(P<0.025) terhadap pertumbuhan bakteri dan aktivitas enzimatisnya. Dapat

disimpulkan bahwa penyimpanan sampel susu pada suhu rendah (<100C) lebih

efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri dan aktivitas enzimatisnya,

dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu ruangan (±27.50C). Melalui

hambatan terhadap pertumbuhan bakteri dan aktivitas enzimatis tersebut,

diharapkan daya tahan susu dapat diperpanjang.

Kata kunci: pertumbuhan bakteri, aktivitas enzimatis, daya tahan susu.

Page 3: TPC (1)

ABSTRACT

The relationship between total bacteria count (Total Plate Count) and

catalase value to the fresh milk shelf-life. Sixty milk samples were taken from

collecting center (KUNAK) of Bogor. Each milk samples were devided into 2

groups: (1) low temperature storage (< 100C) and (2) room temperature storage

(± 27.50C). The samples were analyzed with total bacteria count (TPC) test and

catalase test and repeated after 3 hours. The result showed that milk samples

which stored at low temperature (<100C) had no significant difference (P>0.025)

to the bacterial counts and catalase value. On the other hand, milk samples which

stored at room temperature (±27.50C) had significant difference (P<0.025) to the

bacterial counts and catalase value. This research concluded that stored milk

samples at low temperatue (<100C) has the best effect on inhibiting bacterial

growth and enzimatic activity compared to the room temperature storage

(±27.50C). By inhibiting of bacterial growth and enzimatic activity, will the shelf-

life of milk be prolonged.

Key word: bacteria counts, enzimatic activity, shelf-life of milk.

Page 4: TPC (1)

HUBUNGAN ANTARA JUMLAH TOTAL BAKTERI DAN ANGKA KATALASE TERHADAP DAYA TAHAN SUSU

FATKHAN ROFI’I

B04102077

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

Page 5: TPC (1)

Judul Skripsi : Hubungan Antara Jumlah Total Bakteri dan Angka Katalase

Terhadap Daya Tahan Susu.

Nama : Fatkhan Rofi’i NIM : B04102077

Menyetujui,

Prof. Dr. drh. Mirnawati Sudarwanto Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan FKH IPB

Tanggal Lulus :

Page 6: TPC (1)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat

kehidupan dan nikmat akal. Berkat taufiq dan ridho-Nya maka penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Jumlah Total Bakteri dan

Angka Katalase Terhadap Daya Tahan Susu”. Shalawat dan salam semoga

tercurah pada Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya dan

para penerus perjuangan beliau yang senantiasa bersama kebenaran dan

memperjuangkannya.

Skripsi ini dapat diselesaikan dengan bantuan berbagai pihak. Penghargaan

dan terima kasih kepada: Prof. Dr. drh. Mirnawati Sudarwanto selaku

pembimbing. drh. Okti Nadia Poetri MSi. selaku dosen penilai seminar. Dr. drh.

A. Winny K. Sanjaya MS. selaku dosen penguji. Dr. drh. Zahid Ilyas Msi. selaku

pembimbing akademik. drh. Hadri Latif MSi. yang telah banyak membantu.

Seluruh staf Kunak Sapi Perah Cibungbulang Bogor dan staf penunjang

Laboratorium Kesmavet (Pak Tedi, Pak Hendra, Ibu Eha). Departemen Ilmu

Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner. Teman-teman sepenelitian

(Liys dan Fitrine). Keluarga di Bojonegoro; Bapak, Ibu, mbak Uswatun H, mbak

Atifah R, mas Dwi Priyo S, mas Thosim, Nuha, Ilma, Fani dan Zulfa atas

dukungan do’a dan kasih sayang yang tulus. Segenap keluarga ARTHOPODA39

(Hendra, Didid, Efal, Rinaldi, Ujang J, Abdul, Eko C, Tita, Marwah, Suci F,

Laela, Liys, Azizah dll). DPM KM FKH 2003/2004 (Septa, Nidya, Nazla, Bayu,

Salman, dll). DPM KM FKH 2004/2005 (Izzul, Kukuh Diki, Dini A, Naila, Narti

dll). Keluarga kecil saya di Tanah Sareal. Keluarga di FKH yang telah

mengajarkan arti sebuah keluarga. Tempat hatiku terpaut: Al Hurriyyah; An Nahl;

Al Inayah 1; Pondok HAMAS.

Akhirnya, saya berharap skripsi ini menjadi salah satu pengabdian saya

kepada Allah swt, kontribusi kepada ilmu pengetahuan dan memberi manfaat

kepada sesama manusia.

Bogor, Juni 2009

Fatkhan Rofi’i

Page 7: TPC (1)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bojonegoro pada tanggal 13 Januari 1984 dari

pasangan Bapak Abu Dardak dan Ibu Umi Kulsum. Penulis merupakan anak ke

tiga dari tiga bersaudara.

Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1988 – 1990 di TK

Raudhatul Athfal Pejambon. Tahun 1990 sampai 1996 penulis melanjutkan

sekolah di Madrasah Ibtida’iyah Pejambon, kemudian melanjutkan ke SLTPN 1

Sumberrejo Bojonegoro hingga lulus pada tahun 1999. Pendidikan selanjutnya di

SMUN 3 Bojonegoro hingga lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama,

penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) Fakultas Kedokteran Hewan

melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi intra dan ekstra

kampus. Organisasi intra kampus antara lain: Dewan Perwakilan Mahasiswa FKH

IPB (2003-2004) sebagai sekretaris umum, Dewan Perwakilan Mahasiswa FKH

IPB (2004-2005) sebagai ketua, ketua Komisi Pemilihan Raya FKH IPB tahun

2004, Himpunan Minat Profesi Ruminansia (2003-2005), Himpunan Minat

Profesi Ornithologi dan Unggas (2003-2004), Majelis Perwakilan Mahasiswa

Keluarga Mahasiswa IPB (2003-2004), Badan Pengawas Ikatan Mahasiswa

Kedokteran Hewan Indonesia (2003-2005). Sedangkan organisasi ekstra kampus

yang diikuti antara lain: Paguyuban Angkling Dharma (PAD) Bojonegoro (2003-

2004) sebagai ketua internal. Dan pada tahun 2007 – 2008 diamanahkan menjadi

dewan penasehat PAD. Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten praktikum

Pendidikan Agama Islam (semester ganjil 2004 dan semester ganjil 2005). Pada

tahun 2007 penulis menjadi tutor/ fasilitator Program Pendidikan Keaksaraan

Fungsional LPPM IPB.

Page 8: TPC (1)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... i

DAFTAR TABEL .................................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... iv

PENDAHULUAN

Latar belakang …………………………………………………................ 1

Tujuan ….…………………………...…………………...……................. 2

Manfaat penelitian ………………………………………...…................... 2

TINJAUAN PUSTAKA

Komposisi dan karakteristik susu ..….…….….…………….…................. 3

Mikrobiologi susu ...………………………...……………….................... 4

Kandungan bakteri dalam susu …….…………….……….…................... 5

Pertumbuhan bakteri ………………………………………….................. 6

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri …………................... 10

Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri ………………................. 10

Karakteristik enzim ..................................……………………................ 13

Kandungan enzim dalam susu …….…………………………................. 14

Enzim katalase …….…….………..…………......................................... 15

BAHAN DAN METODE

Waktu dan tempat ……………………………………………................ 16

Bahan dan alat ………………………………………………….............. 16

Metode penelitian ……………………………………………................. 16

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh suhu penyimpanan terhadap jumlah total bakteri (TPC) …..... 21

Pengaruh suhu penyimpanan terhadap angka katalase ............................ 25

Hubungan antara jumlah total bakteri (TPC) dan angka katalase

dengan daya tahan susu ............................................................................ 28

SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 31

DAFTAR PUSTAKA ...………………………………………………............... 32

LAMPIRAN …………………………………………………………................. 35

Page 9: TPC (1)

DAFTAR TABEL

1. Rataan komposisi susu ..................................................................................... 3

2. Jumlah mikroba pencemar dalam susu segar…................................................ 5

3. Jumlah sel yang dihasilkan dengan pembelahan biner..................................... 7

4. Rataan hasil uji TPC, uji katalase dan paramater SNI 01-3141-1998 …….... 28

Page 10: TPC (1)

DAFTAR GAMBAR

1. Kurva pertumbuhan populasi mikroorganisme ................................................... 7

2. Pertumbuhan sel dan pembelahan biner bakteri .................................................. 8

3. Kurva suhu optimum pertumbuhan bakteri .........……...................................... 11

4. Kurva pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri ...…………...…………. 12

5. Kurva pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim ...…......................................... 14

6. Skema metode hitungan cawan (TPC) ……….................................................. 18

7. Hasil uji TPC dengan dua kali pemeriksaan pada sampel suhu rendah

(<100C) dan suhu ruangan (±27.50C) .……....................................................... 22

8. Pengaruh interaksi suhu dan lama penyimpanan terhadap jumlah total

bakteri (log CFU/ml) ........................................................................................ 24

9. Hasil uji katalase dengan dua kali pemeriksaan pada sampel suhu rendah

(<100C) dan suhu ruangan (±27.50C) ............................................................... 25

10. Pengaruh interaksi suhu dan lama penyimpanan terhadap angka

katalase (cc) ....................................................................................................... 27

Page 11: TPC (1)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil uji deskriptif pemeriksaan pertama dan kedua ..................................... 35

2. Hasil uji t-Student pemeriksaan TPC pertama dan kedua pada sampel suhu

rendah (<100C) ................................................................................................36

3. Hasil uji t-Student pemeriksaan TPC pertama dan kedua pada sampel suhu

ruangan (±27.50C) .......................................................................................... 37

4. Hasil uji t-Student pemeriksaan katalase pertama dan kedua pada sampel

suhu rendah (<100C) ...................................................................................... 38

5. Hasil uji t-Student pemeriksaan katalase pertama dan kedua pada sampel

suhu ruangan (±27.50C) ................................................................................. 39

Page 12: TPC (1)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu merupakan bahan makanan bergizi yang memiliki susunan dan

perbandingan gizi yang sempurna, mudah dicerna dan diserap oleh darah. Bila

dibandingkan dengan bahan makanan yang lain, susu mengandung zat gizi yang

lebih tinggi. Lebih dari 100 komponen yang telah diidentifikasi dalam susu sapi.

Komponen penting dalam susu dan produk susu diantaranya adalah kalsium,

vitamin D, protein, potassium, vitamin A, vitamin B12, riboflavin, niacin, dan

fosfor (Miller et al. 2007). Kandungan zat gizi yang tinggi ini menjadikan susu

sebagai bahan makanan yang sangat baik untuk dikonsumsi oleh manusia maupun

anak hewan. Disamping itu, kandungan zat gizi yang tinggi juga menyebabkan

susu menjadi media pertumbuhan yang sangat baik bagi bakteri.

Pertumbuhan bakteri dalam susu dapat memberikan efek yang

menguntungkan dan merugikan dalam proses pengolahan susu. Bakteri yang

menguntungkan misalnya bakteri yang digunakan untuk pengolahan yogurt, kefir,

mentega, keju dan lainnya Pelczar dan Chan (1986). Kelompok bakteri yang

merugikan dapat bersifat patogen dan non-patogen. Bakteri patogen dapat

menyebabkan gangguan kesehatan dengan kata lain susu tidak aman untuk

dikonsumsi. Bakteri non-patogen dapat menyebabkan penurunan mutu, penolakan

oleh konsumen dan daya tahan susu menjadi pendek, dengan kata lain,

pertumbuhan bakteri dalam susu menyebabkan susu menjadi bahan makanan yang

mudah rusak (perishable food) dan berpotensi mengandung bahaya (potentially

hazardous food/ PHF).

Secara alami, susu yang keluar dari ambing selalu mengandung bakteri.

Dalam perkembangannya, jumlah bakteri tersebut dapat bertambah atau tetap

sesuai dengan kondisi lingkungan yang mempengaruhinya. Perubahan tersebut

terjadi karena adanya pencemaran dan pertumbuhan atau dapat berkurang karena

ada faktor penghambat.

Pencemaran bakteri dapat terjadi mulai dari peternakan, transportasi sampai

di tangan konsumen. Pencemaran di peternakan dapat berasal dari dalam ambing

secara langsung, melalui puting, pemerah, sarana dan prasarana pemerahan

Page 13: TPC (1)

(Sudarwanto 2006). Pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh ketersediaan makanan,

oksigen (O2), aktivitas air (aw), suhu, pH dan potensial oksidasi-reduksi. Adapun

faktor yang menghambat pertumbuhan bakteri antara lain produk yang dihasilkan

bakteri itu sendiri dan bakteriophage. Selain itu, pertumbuhan bakteri dalam susu

dapat dihambat dengan menggunakan suhu rendah (Fardiaz 1989). Penyimpanan

pada suhu rendah juga dapat digunakan untuk memperoleh kesegaran susu dan

memperoleh umur simpan yang panjang.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jumlah total

bakteri dan angka katalase terhadap daya tahan susu

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan sebagai

rujukan kepada pihak terkait (dunia kesehatan masyarakat veteriner, peternak,

peneliti) untuk melakukan tindakan preventif agar daya tahan susu lebih baik.

2

Page 14: TPC (1)

TINJAUAN PUSTAKA

Susu adalah sekresi yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang

diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak

dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun.

Sedangkan susu segar adalah susu murni yang disebutkan di atas dan tidak

mendapat perlakuan apapun kecuali pendinginan tanpa mempengaruhi

kemurniannya (SNI 01-3141-1998).

Dasar dari ilmu pengetahuan dan teknologi produk susu adalah susu –

karena susu adalah bahan baku dari semua produk susu. Susu sebagian besar

digunakan sebagai produk pangan. Dipandang dari segi gizi, susu merupakan

makanan yang hampir sempurna (Buckle et al. 1987). Hal ini disebabkan karena

susu memiliki susunan dan perbandingan zat gizi sempurna, kandungan zat gizi

lengkap, mudah dicerna dan diserap darah, serta mutu dan lemak susu lebih tinggi

daripada bahan makanan lain (Sudarwanto 2006).

Komposisi dan Karakteristik Susu

Komposisi susu pada dasarnya sangat bervariasi, tergantung dari berbagai

faktor seperti: faktor genetik, makanan, iklim, suhu, waktu laktasi, dan prosedur

pemerahan (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Rataan komposisi susu menurut

Walstra et al. (2006) ada dalam Tabel 1.

Tabel 1. Rataan komposisi susu.

Komponen Rataan dalam

Susu (%) Kisaran

(%) Rataan dalam

Berat Kering (%) Air 87.10 85.30 – 88.70 – BKTL 8.90 7.90 – 10.00 – Lemak kering 31.00 22.00 – 38.00 – Laktosa 4.60 3.80 – 5.30 36.00 Lemak 4.00 2.50 – 5.50 31.00 Protein 3.30 2.30 – 4.40 25.00 Kasein 2.60 1.70 – 3.50 20.00 Mineral 0.70 0.57 – 0.83 5.40 Asam organik 0.17 0.12 – 0.21 1.30 Dan lain-lain 0.15 – 1.20

Page 15: TPC (1)

Secara kimiawi susu segar mempunyai pH dengan kisaran 6,6 – 6,7 dan

bila terjadi pembentukan asam karena aktivitas bakteri, angka tersebut akan turun

secara nyata. Berat jenis (BJ) susu berkisar antara 1,0260 – 1,0320 pada suhu

200C, keragamannya disebabkan karena perbedaan kandungan lemak dan zat-zat

padat bukan lemak (Buckle et al. 1987). Karakteristik fisik susu antara lain: susu

mempunyai warna putih kebiru-biruan sampai kuning kecokelatan (Buckle et al.

1987); rasa asli susu sedikit manis akibat laktosa dan berbau khas aromatis

(Sudarwanto 2006); dan susu mempunyai titik beku antara -0,550C hingga -0,610C

serta titik didih sekitar 100,170C (Muchtadi dan Sugiyono 1992).

Mikrobiologi Susu

Susu merupakan sumber nutrisi dan energi yang baik, tidak hanya bagi

mamalia tetapi juga bagi sebagian besar mikroorganisme yang dapat tumbuh di

dalamnya (Walstra et al. 2006). Menurut Spreer (1998), berdasarkan reaksi dan

perubahan yang dihasilkan, mikroorganisme dikelompokkan menjadi:

a. Mikroorganisme yang menguntungkan, digunakan dalam teknologi

pengolahan seperti pembuatan yogurt, kefir, dan keju.

b. Mikroorganisme yang merugikan, menyebabkan perubahan yang tidak

diinginkan dalam proses pengolahan susu, seperti perubahan rasa, aroma

dan rasa susu.

c. Mikroorganisme patogen, yang dapat menyebabkan penyakit baik pada

manusia, hewan, atau tanaman.

Menurut Frazier dan Westhoff (1988) susu mengandung mikroorganisme

yang relatif sedikit pada saat keluar dari ambing sapi yang sehat, dan pada

umumnya bakteri tersebut tidak tumbuh selama penanganan susu baik.

Mikroorganisme tersebut berjumlah sampai 500 sel/ml, tapi dapat meningkat

menjadi lebih dari 20.000 sel/ml jika ambing sapi menderita sakit (Buckle et al.

1987). Menurut Lund et al. (2000) selain pencemaran langsung dari ambing,

pencemaran juga dapat timbul dari pemerah, udara, air, alat-alat pemerahan,

tempat penyimpanan, selama proses transportasi dan fasilitas pengolahan susu.

Rincian jumlah cemaran mikroba dapat dilihat pada Tabel 2.

4

Page 16: TPC (1)

Tabel 2. Jumlah mikroba pencemar dalam susu segar. Pencemar Jumlah Mikroba (CFU/ml susu)

Udara 100 – 1.500 Ambing 300 – 4.000 Sanitasi buruk 500 – 15.000 Ambing sakit < 25.000 Peralatan susu > 1.000.000 Sumber: Sudarwanto, 2006

Kandungan Bakteri Dalam Susu

Nama bakteri berasal dari bahasa Yunani “bakterion” yang berarti tongkat

atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok

mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil (meskipun ada

pengecualiannya), berkembang biak dengan pembelahan diri, serta hanya terlihat

dengan bantuan mikroskop (Dwidjoseputro 1987). Menurut Winarno (2004),

bakteri merupakan sel tunggal prokaryote, yaitu suatu organisme yang tidak

memiliki inti yang jelas dan terpisah, mereka dibedakan dari eukaryote sel yang

membangun tubuh manusia. Bakteri memiliki berbagai ukuran dan bentuk.

Sebagian besar bakteri tersebut berdiameter 0.2-2,0 µm dan panjang 2,0-8,0 µm

(Tortora et al. 1998). Berdasarkan morfologinya, bakteri terdiri dari tiga bentuk

dasar yaitu:

1. Bentuk bulat atau kokus, contohnya: stafilococcus sp

2. Bentuk batang atau basilus, contohnya: bacillus sp

3. Bentuk spiral, contohnya: spirilla sp

Menurut Dwidjoseputro (1987), susunan sel bakteri terdiri dari dinding

luar, sitoplasma, dan bahan inti. Dinding luar terdiri atas tiga lapis, dari luar ke

dalam berturut-turut yaitu lapisan lendir, dinding sel, dan membran sitoplasma.

Dinding sel dapat terdiri atas bermacam-macam bahan organik seperti selulosa,

hemiselulosa, khitin (karbohidrat yang mengandung unsur N), hal ini bergantung

pada spesies bakteri. Berdasarkan komposisi dinding sel ini serta sifat

pewarnaannya bakteri dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu bakteri gram

positif dan bakteri gram negatif (Buckle et al. 1987).

5

Page 17: TPC (1)

Bakteri yang hampir selalu ada di dalam susu adalah bakteri penghasil

asam laktat (asam susu); bakteri ini kebanyakan dari famili lactobacteriaceae

(Dwidjoseputro 1978). Sifat terpenting dari bakteri asam laktat adalah

kemampuannya untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Produksi asam

laktat ini berjalan sangat cepat dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme

lain yang tidak diinginkan. Dalam pengolahan susu, bakteri asam laktat berperan

memfermentasi gula susu (laktosa) menjadi asam susu (asam laktat). Yang

termasuk bakteri asam laktat adalah famili Lactobacillacea, yaitu Lactobacillus,

dan famili Streptococcaceae, terutama Leuconostoc, Streptococcus dan

Pediococcus (Fardiaz 1989).

Pertumbuhan Bakteri

Menurut Tortora et al. (1998) yang dimaksud pertumbuhan adalah

pertambahan jumlah bakteri, bukan pertambahan ukuran sel. Proses perbanyakan

diri ini disebut dengan pembelahan biner. Bahan inti memperbanyak diri dan

membagi menjadi dua bagian yang terpisah dan kemudian sel membagi diri,

menghasilkan dua buah sel anak dengan ukuran yang sama. Pada saat

perbanyakan bahan inti ukuran dan massa sel yang asli (sel induk) bertambah, dan

secepatnya membagi dalam dua sel (sel anak) (Garbutt 1997). Waktu yang

dibutuhkan oleh bakteri untuk membelah ini disebut waktu generasi, dan sangat

bervariasi tergantung dari spesies dan kondisi pertumbuhan (Fardiaz 1989). Pada

kondisi optimal, hampir semua bakteri memperbanyak diri dengan pembelahan

biner sekali setiap 20 menit (Gaman dan Sherrington 1994).

Menurut Garbutt (1997), mengamati pertumbuhan populasi

mikrorganisme lebih mudah dilakukan daripada pertumbuhan individu sel

mikroorganisme, hal ini karena ukuran sel mikroorganisme yang sangat kecil.

Laju pertumbuhan sel mikroorganisme yang berbiak dengan pembelahan biner

bersifat logaritmik atau eksponensial.

6

Page 18: TPC (1)

Tabel 3. Jumlah sel yang dihasilkan dengan pembelahan biner.

Generasi Jumlah sel Jumlah sel dalam pertumbuhan eksposensial

0 1 20

1 2 21

2 4 22

3 8 23

4 16 24

5 32 25

6 64 26

7 128 27

8 256 28

9 512 29

10 1024 210 Sumber: Garbutt 1997

Tahap Kematian

Tahap Adaptasi

Tahap Tetap Tahap Eksponensial

Waktu

Jumlah organisme

hidup

Gambar 1. Kurva pertumbuhan mikroorganisme (Garbutt 1997)

7

Page 19: TPC (1)

Fase Adaptasi (Lag Phase)

Kurun waktu ini merupakan penyesuaian bakteri dalam lingkungan yang

baru. Pada fase ini tidak ada pertambahan jumlah sel, melainkan peningkatan

ukuran sel (Lay dan Hastowo 1992). Waktu yang dibutuhkan fase adaptasi ini

tergantung kondisi lingkungan mikroorganisme tersebut sebelum diinokulasikan,

Terjadi pemisahan secara fisik

Kromosom menempel pada dinding sel

Suatu sekat terbentuk untuk memisahkan sitoplasma untuk dua sel

Selaput dan dinding sel baru terbentuk menghasilkan dua sel yang lengkap

DNA membelah diri menjadi dua kromosom

Pengait kromosom membelah

Kromosom terpisah

Pengait kromosom

Kromosom

Dinding sel

Keseluruhan proses menghabiskan waktu sekitar 30 menit

Gambar 2. Pertumbuhan sel dan pembelahan biner bakteri (Garbutt 1997)

8

Page 20: TPC (1)

jumlah inokulum serta kondisi media dan kondisi inkubasi yang digunakan untuk

pertumbuhan (Garbutt 1997).

Fase Logaritmik (Log Phase) atau Fase Eksponensial

Pada fase ini sel memperbanyak diri secara cepat untuk beberapa jam atau

bahkan beberapa hari (Gaman dan Sherrington 1994). Dalam kondisi

pertumbuhan yang optimum, sel membelah dalam jumlah yang luar biasa dalam

waktu yang singkat. Laju pertumbuhan selama fase logaritmik ini ditentukan oleh

beberapa faktor seperti suhu inkubasi, aktivitas air dan pH media penanaman

(Garbutt 1997).

Fase Pertumbuhan Statis (Stationary Phase)

Dalam fase ini kecepatan tumbuh dan kecepatan mati sama, sehingga

jumlah sel akan konstan (Lay dan Hastowo 1992). Menurut Garbutt (1997),

jumlah populasi akan berhenti tumbuh karena suatu hal, atau kombinasi dari

beberapa penyebab berikut:

• Zat makanan penting dalam media yang dibutuhkan untuk pertumbuhan telah

habis.

• Perubahan pH akibat metabolisme sel akan menghambat pertumbuhan.

• Bahan beracun yang dihasilkan oleh metabolisme sel.

• Kekurangan oksigen bagi organisme aerobik.

Fase Kematian (Death Phase)

Fase ini merupakan kebalikan dari fase logaritmik pertumbuhan. Jumlah

sel menurun terus sampai didapatkan jumlah sel yang konstan untuk beberapa

waktu (Lay dan Hastowo 1992). Menurut Garbutt (1997), kematian ini dapat

diakibatkan oleh beberapa penyebab berikut:

• Sel kehabisan energi (organisme menghabiskan energi cadangannya dan

kelaparan);

• Perubahan pH dalam media penanaman merusak sel organisme dan

menyebabkan kematian sel;

• Akumulasi bahan beracun hasil proses metabolisme.

9

Page 21: TPC (1)

Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri

Menurut Muchtadi dan Betty (1980), seperti halnya pada makhluk hidup

lain, pertumbuhan mikroba sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya.

Pengaruh lingkungan ini dapat digolongkan menjadi faktor abiotik dan faktor

biotik.

Faktor abiotik merupakan faktor fisik dan kimia yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan mikroba. Diantara faktor fisik dan kimia tersebut adalah:

1. Suhu

2. pH

3. Tekanan osmotik

4. Oksigen

5. Sinar gelombang pendek

6. Tegangan permukaan

7. Daya oligo dinamik logam berat

Sedangkan faktor biotik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba adalah

pertumbuhan spesies mikroba lain. Pertumbuhan dan aktivitas tiap spesies

mikroba umumnya tergantung pada aktivitas mikroba lain yang banyak

jumlahnya; ada yang menguntungkan, ada yang menyaingi dan ada pula yang

sifatnya berlawanan.

Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan Bakteri

Menurut Gaman dan Sherrington (1994), tiap-tiap mikroorganisme

memiliki suhu pertumbuhan maksimum, minimum dan optimum. Suhu

maksimum yaitu suhu tertinggi, di atas suhu tersebut mikroba tidak dapat tumbuh.

Suhu minimum yaitu suhu terendah, di bawah suhu tersebut mikroba tidak dapat

tumbuh. Suhu optimum yaitu suhu di mana mikroba tumbuh sangat baik. Ini

berarti suhu memberikan kesempatan pertumbuhan yang sangat cepat dan

menghasilkan jumlah sel yang maksimal (Muchtadi dan Betty 1980).

10

Page 22: TPC (1)

Menurut Muchtadi dan Betty (1980), berdasarkan suhu pertumbuhannya,

bakteri dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Bakteri termofil, yang memerlukan suhu tinggi untuk dapat tumbuh

dengan baik. Suhu optimumnya di atas 500 C,

2. Bakteri mesofil, yang mempunyai suhu optimum antara 20 – 450 C,

3. Bakteri psikhrofil, yang tumbuh pada suhu rendah yaitu antara 5 – 100 C,

tetapi sebenarnya mempunyai suhu optimum di atas 200 C.

Gambar 3. Kurva suhu optimum pertumbuhan bakteri (Dwidjoseputro 1978) Keterangan:

A. Psikhrofil B. Mesofil C. Termofil

Peranan suhu terhadap pertumbuhan mikroba sebenarnya merupakan

petunjuk adanya pengaruh suhu terhadap enzim di dalam sel mikroba (Muchtadi

dan Betty 1980). Menurut Garbutt (1997), rentang suhu optimum ditentukan oleh

pengaruh suhu terhadap membran sel dan enzim, untuk organisme tertentu,

pertumbuhan dibatasi oleh suhu dimana enzim dan membran sel dapat berfungsi.

Hubungan antara pertumbuhan dan suhu untuk berbagai organisme dapat dilihat

pada Gambar 3.

80 40 60 20

A B C Pertumbuhan

Suhu (0C) Suhu (0C) Log.

11

Page 23: TPC (1)

Gambar 4. Kurva pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri (Garbutt 1997) Keterangan • A adalah suhu minimum, pada suhu ini tidak terjadi pertumbuhan. • B adalah suhu optimum, pada suhu ini mikroorganisme tumbuh sangat cepat. • C adalah suhu maksimum, di atas suhu ini mikroorganisme tidak tumbuh. • (a) menunjukkan bahwa pertumbuhan meningkat seiring dengan peningkatan reaksi katalisasi

enzim. • (b) menunjukkan bahwa reaksi katalisasi mencapai maksimum. • (c) menunjukkan bahwa pertumbuhan menurun seiring dengan denaturasi enzim dan

kerusakan membran sel.

Menurut Garbutt (1997), suhu memiliki pengaruh yang sangat penting

terhadap fase adaptasi pertumbuhan mikroorganisme. Ketika suhu mendekati suhu

minimum, tidak hanya mengurangi kecepatan pertumbuhan tetapi juga

memperpanjang fase adaptasi. Hal ini sangat penting dalam proses penyimpanan

makanan pada suhu dingin. Jika makanan disimpan di bawah suhu minimum,

maka sel-sel mikroorganisme akan tumbuh lambat. Dan jika makanan disimpan di

atas suhu maksimum, maka sel-sel mikroorganime akan mati dengan cepat (Ray

2001).

Menurut Jay (1997), penggunaan suhu rendah untuk menyimpan makanan

didasarkan atas fakta bahwa aktivitas mikroorganisme dapat diperlambat dan/atau

dihentikan pada suhu di atas suhu beku dan biasanya berhenti pada suhu di bawah

titik beku. Hal ini disebabkan karena semua reaksi metabolisme mikroorganisme

dikatalisasi oleh enzim dan tingkat reaksi katalisasi enzim tergantung pada suhu.

10 10 50 30 40 20

(b)

(a)

(c)

A B C

Kecepatan pertumbuhan

Suhu (0C)

12

Page 24: TPC (1)

Karakteristik Enzim

Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel

hidup, dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia

(Wirahadikusumah 1977). Enzim bertindak sebagai katalisator untuk

meningkatkan tingkat reaksi kimia, akan tetapi enzim bukan penyebab terjadinya

suatu reaksi melainkan suatu reaksi tidak akan terjadi secara spontan tanpa enzim.

Enzim yang dihasilkan oleh sel mikroorganisme mempunyai sifat-sifat

umum yang sama. Menurut Dwidjoseputro (1978), sifat-sifat umum enzim itu

sebagai berikut:

a. Enzim menggiatkan atau kadang-kadang memulai suatu proses.

b. Enzim bekerja spesifik. Untuk merubah suatu zat tertentu diperlukan enzim

tertentu pula.

c. Enzim adalah protein, jadi suatu kolloid.

d. Reaksi beberapa enzim dapat bersifat bolak-balik.

e. Enzim tidak tahan suhu tinggi. Kegiatan enzim sangat dipengaruhi oleh

suhu. Di bawah suhu maksimum, kenaikan suhu berarti bertambah giatnya

enzim.

f. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh pH, konsentrasi, suhu, subtrat, dan hasil

akhir.

g. Beberapa enzim memerlukan ko-enzim untuk melaksanakan tugasnya.

Menurut Pelczar dan Chan (1986), enzim bersifat labil. Aktivitasnya dapat

berkurang dengan nyata atau berubah oleh berbagai kondisi fisik atau kimiawi.

Kondisi yang mempengaruhi aktivitas enzim diantaranya ialah:

a. Konsentrasi enzim

b. Konsentrasi subtrat

c. pH

d. Suhu

Pada umumnya, terdapat hubungan optimum antara konsentrasi enzim dan

subtrat bagi aktivitas maksimum. Demikian juga, setiap enzim berfungsi secara

optimum pada pH dan suhu tertentu. Suhu yang tinggi selama beberapa menit

13

Page 25: TPC (1)

akan mendenaturisasi (menghancurkan) sebagian besar enzim. Suhu yang sangat

rendah pada prakteknya menghentikan aktivitas enzim tetapi tidak

menghancurkannya. Pengaruh suhu pada aktivitas enzim dapat dilihat pada

Gambar 5.

Gambar 5. Kurva pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim (Pelczar dan Chan 1986).

Kurva di atas (Gambar 5), dimulai pada suhu rendah, aktivitas enzim

bertambah seiring naiknya suhu sampai aktivitas optimumnya dicapai. Kenaikan

suhu lebih lanjut berakibat dengan berkurangnya aktivitas dan pada akhirnya

terjadi kerusakan enzim.

Kandungan Enzim Dalam Susu

Menurut Fox dan McSweeney (1998), seperti halnya makanan yang

berasal dari tumbuhan atau hewan lainnya, susu mengandung beberapa enzim

yang merupakan unsur yang disekresi. Sampai saat ini ada sekitar 60 enzim yang

telah ditemukan dalam susu sapi. Secara teknologi, banyaknya enzim dalam susu

sangat penting, bila dilihat dari lima hal.

1. Penurunan atau pengawetan kualitas susu.

2. Sebagai indeks suhu yang digunakan untuk menyimpan susu.

3. Sebagai indeks mastitis (peradangan kelenjar ambing).

4. Aktivitas antimikrobial.

5. Sebagai sumber enzim yang dikomersialkan.

Jenis-jenis enzim dalam susu antara lain: Lipase, Proteinase (plasmin),

Catalase, Lysozime, Xanthine oxidase, Sulphydryl oxidase, Superoxidase

dismutase, Lactoperoxidase, Alkaline phosphomonoesterase, Asam

phosphomonoesterase.

Aktivitas enzim

10 50 30 40 20 10 60 70

Suhu (0C)

14

Page 26: TPC (1)

Enzim Katalase

Katalase adalah suatu enzim yang dapat ditemukan dalam sebagian besar

bakteri (Muchtadi dan Betty 1980). Menurut Dwidjoseputro (1978), katalase

merupakan enzim yang tergolong ke dalam kelompok enzim yang menolong

proses oksidasi (oksidase). Enzim ini mengkatalisis penguraian hidrogen-

peroksida dan membebaskan O2 serta air dengan reaksi sebagai berikut:

2 H2O2 2 H2O + O2

Menurut Fox dan McSweeney (1998), katalase dalam susu pertama kali

ditemukan pada tahun 1907. Katalase dalam susu adalah protein dengan berat

molekul 200 kDa, dan pH isoelektrik 5.5, stabil pada pH 5 – 10 tetapi aktivitasnya

akan segera hilang bila di luar interval ini. Pemanasan di atas 700C selama satu

jam akan menginaktivasi aktivitas enzim. Seperti halnya katalase yang lain,

aktivitas katalase dihambat oleh Hg2+, Fe2+, Cu2+, Sn2+, CN-, dan NO-3. Aktivitas

katalase dalam susu bervariasi tergantung pada pakan, masa laktasi dan adanya

infeksi mastitis.

Enzim katalase

15

Page 27: TPC (1)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2005 sampai Agustus 2005.

Pengambilan sampel di Kawasan Usaha Ternak (KUNAK) Cibungbulang

Kabupaten Bogor. Pemeriksaan mikrobiologik dan angka katalase dilakukan di

Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Departemen Ilmu

Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Bahan dan alat

Penelitian ini menggunakan 60 sampel susu kandang yang diperoleh dari

KUNAK Bogor. Bahan yang digunakan dalam uji jumlah total bakteri (TPC)

adalah buffered peptone water (BPW) 0.1 %, Plate Count Agar (PCA), alkohol

70%, dan es. Sedangkan bahan yang digunakan dalam uji Katalase adalah

Hidrogen Peroksida (H2O2) 0.5 %.

Peralatan yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah botol sampel

steril, kantong plastik steril, termos, termometer, tissue, dan kain lap. Peralatan

yang digunakan dalam uji jumlah total bakteri (TPC) adalah tabung reaksi steril,

pipet 1 ml dan 10 ml, api bunsen, tube shaker, cawan petri steril, lemari es, dan

inkubator dengan suhu 370C. Peralatan yang digunakan untuk penghitungan

jumlah koloni adalah spidol, alat hitung (counter) dan Quebec Colony Counter.

Peralatan yang digunakan dalam uji Katalase adalah tabung katalase steril,

kantong plastik steril, api bunsen, dan inkubator dengan suhu 370C.

Metode Penelitian

Pengambilan Sampel

Sampel susu yang digunakan dalam penelitian adalah sampel susu

kandang hasil pemerahan pagi, yang diambil dari peternak pada saat disetorkan ke

Tempat Pengumpulan Susu (TPS). Sampel susu diambil dari 30 kandang yang

berasal dari peternakan KUNAK I dan 30 sampel yang berasal dari peternakan

Page 28: TPC (1)

KUNAK II. Sampel kandang tersebut masing-masing diambil sebanyak ± 30 ml

dan dimasukan dalam 2 botol sampel dengan masing-masing ± 15 ml. Satu botol

disimpan pada suhu rendah (<100C) dan satu botol lagi disimpan dalam suhu

ruangan (±27.50C). Kegiatan pengambilan sampel ini dilakukan secara aseptis

untuk meminimalkan kontaminasi.

Pemeriksaan Mikrobiologik

Pemeriksaan status mikrobiologik yang dilakukan adalah jumlah total

bakteri dan uji Katalase. Pemeriksaan jumlah total bakteri dilakukan dengan

menggunakan metode hitungan cawan atau Total Plate Count (TPC). Setelah itu

dilakukan uji Katalase. Jumlah sampel setiap kali pengujian adalah 15 sampel.

Pengujian setiap sampel dilakukan 2 kali, dengan selang 3 jam setelah pengujian

pertama.

Pemeriksaan Jumlah Total Bakteri Prinsip

Pemeriksaan jumlah total bakteri dalam penelitian ini menggunakan

metode hitungan cawan (Total Plate Count). Prinsip metode hitungan cawan

(TPC) adalah jika satu sel bakteri ditumbuhkan pada media agar, maka akan

tumbuh menjadi satu koloni yang tampak oleh mata.

Cara Kerja

Pemeriksaan jumlah total bakteri dilakukan dengan pengenceran desimal

10-1, 10-2, 10-3, 10-4,10-5.

Pengenceran desimal 10-1 dilakukan dengan cara memindahkan 1 ml

sampel susu ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan BPW 0,1%.

Kemudian tabung reaksi dihomogenkan dengan menggunakan tube shaker.

Kemudian dengan menggunakan pipet 1 ml yang berbeda, pengenceran 10-2

dilakukan dengan memindahkan 1 ml larutan pengenceran 10-1 ke dalam 9 ml

larutan BPW 0,1 %. Sehingga didapatkan pengenceran desimal 10-2 kemudian

dihomogenkan. Selanjutnya, pengenceran dilakukan dengan cara yang sama

untuk memperoleh pengenceran 10-3, 10-4 dan 10-5.

17

Page 29: TPC (1)

Setelah pengenceran selesai dilakukan, kemudian dilakukan pemupukan.

Dalam pemeriksaan jumlah bakteri ini, pemupukan dilakukan dari pengenceran

desimal 10-3 sampai pengenceran desimal 10-5. Pemupukan dilakukan dengan cara

memasukkan 1 ml masing-masing pengenceran ke dalam cawan petri steril yang

telah diberi label sebelumnya, yang disesuaikan dengan angka pengenceran.

Masing-masing cawan petri tersebut dituangkan 10-15 ml PCA (suhu 40-45oC).

Setelah itu dihomogenkan isinya secara perlahan (perhatikan jangan sampai cairan

tersebut keluar dari cawan petri) dan didiamkan pada suhu ruangan agar memadat.

Setelah memadat, diinkubasi pada suhu 35-37oC, selama 18-24 jam.

Susu 10-1 10-2 10-3 10-4 10-5 1 ml 1 ml 1 ml 1 ml 1 ml 9 ml BPW 9 ml BPW 9 ml BPW 9 ml BPW 9 ml BPW 0,1 % 0,1 % 0,1 % 0,1 % 0,1 % 1 ml 1 ml 1 ml cawan petri

15-20 ml agar PCA dituangkan sesudah larutan sample dimasukkan kedalam cawan petri

Gambar 6. Skema metode hitungan cawan (TPC)

18

Page 30: TPC (1)

Pengamatan dan Penghitungan Jumlah Bakteri

Pengamatan dan penghitungan jumlah bakteri dilakukan setelah 18-24 jam

masa inkubasi. Penghitungan bakteri dilakukan dengan melakukan penghitungan

jumlah koloni yang tumbuh. Penghitungan jumlah koloni ini menggunakan alat

bantu hitung dan Quebec Colony Counter.

Penghitungan jumlah bakteri dilakukan pada semua koloni yang tumbuh

dalam setiap cawan petri. Jumlah mikroba per ml dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut :

Jumlah bakteri per gram/ ml = jumlah koloni x 1 faktor pengenceran

Pedoman penghitungan jumlah bakteri (Lukman DW et al. 2007)

� Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni

antara 25 sampai 250.

� Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan suatu kumpulan

koloni yang besar yang jumlah koloni yang diragukan dapat dihitung sebagai

satu koloni.

� Suatu deretan (rantai) koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung

sebagai satu koloni.

� Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua, yaitu angka pertama di depan

koma dan angka ke dua dibelakang koma. Jika angka ketiga ≥ 5 maka ia harus

dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka yang ke dua.

� Jika semua pengenceran yang dipupuk menghasilkan angka kurang dari 25

koloni per cawan petri, maka hitunglah jumlah koloni pada pengenceran

terendah. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 25 dikalikan dengan

besarnya pengenceran dan cantumkan jumlah sesungguhnya di dalam tanda

kurung.

� Jika semua pengenceran yang dipupuk menghasilkan angka lebih dari 250

koloni per cawan petri, hanya koloni pada pengenceran tertinggi yang dihitung

hasilnya dilaporkan sebagai lebih besar dari 250 dikalikan besarnya

pengenceran dan jumlah sesungguhnya dilaporkan di dalam tanda kurung.

� Jika terdapat dua cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan jumlah

koloni antara 25-250 dan perbandingan antara hasil pengenceran tertinggi dan

19

Page 31: TPC (1)

terendah < 2,0 maka dilaporkan rata-rata jumlah kedua cawan petri tersebut

dengan memperhitungkan pengencerannya. Jika perbandingan keduanya >2,0

maka dilaporkan hasil dari pengenceran terkecil (dengan memperhitungkan

pengencerannya).

� Jika digunakan dua cawan petri (duplo) setiap pengenceran, data yang diambil

harus dari kedua cawan tersebut, tidak boleh diambil salah satu, meskipun

salah satu cawan tidak menghasilkan 25-250 koloni.

� Jika pada pengenceran yang terendah menghasilkan angka 0, misal 0 x 101

maka hasilnya dilaporkan sebagai est < 101 di dalam tanda kurung.

Uji Katalase Prinsip

Bakteri, reruntuhan sel ambing dan sel organis yang ada di dalam susu

dapat menghasilkan berbagai enzim. Salah satunya adalah enzim katalase. Enzim

katalase akan membebaskan oksigen (O2) dari larutan peroksida-nya (H2O2).

Volume gas O2 yang dibebaskan ini yang akan diukur.

Cara Kerja

Dengan menggunakan pipet 10 ml, sampel susu dimasukkan ke dalam

tabung katalase steril. Kemudian, 5 ml H2O2 0,5% ditambahkan ke dalamnya dan

dihomogenkan dengan cara membolak-balik tabung. Kemudian susu ditempatkan

pada bagian vertikal tabung yang terdapat skala di puncaknya. Tabung disumbat

dengan kapas, kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 37 0C

selama 3 jam. Setelah diinkubasi, volume gas O2 yang terbentuk di puncak tabung

dihitung. Jumlah ml O2 menunjukkan angka katalase. Bila terdapat busa, maka

rasio cairan dan gas adalah 1:1.

Analisis Statistik

Data yang diperoleh diolah dengan analisa metode statistik uji t-Student

dan analisa secara deskriptif.

20

Page 32: TPC (1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel susu yang digunakan dalam penelitian adalah sampel susu segar

hasil pemerahan pagi, yang diambil dari peternak pada saat disetorkan ke Tempat

Pengumpulan Susu (TPS). Sebanyak 30 sampel susu diambil dari 30 kandang

yang berasal dari peternakan KUNAK I dan 30 sampel yang berasal dari

peternakan KUNAK II. Sampel kandang tersebut masing-masing diambil

sebanyak ± 30 ml dan dimasukkan ke dalam 2 botol sampel dengan masing-

masing ± 15 ml. Satu botol disimpan dalam cool box bersuhu rendah (<100C) dan

satu botol lagi disimpan dalam suhu ruangan (±27.50C). Jumlah sampel untuk

setiap kali pengujian adalah 15 sampel untuk uji TPC dan 11 sampel untuk uji

katalase. Pengujian setiap sampel dilakukan 2 kali, dengan selang 3 jam setelah

pengujian pertama. Total data yang diperoleh adalah 240 data TPC dan 176 data

katalase.

Pengambilan sampel susu segar di KUNAK dilakukan mulai jam 06.00 –

08.00 WIB. Pada saat pengumpulan susu dilakukan uji alkohol dan Berat Jenis

(BJ) susu. Sampel susu yang diambil adalah susu yang tidak pecah ketika

dilakukan uji alkohol. Sampel susu diberangkatkan dari KUNAK ke laboratorium

pada jam 08.00 – 09.00 WIB, perjalanan ke laboratorium menghabiskan waktu

kurang lebih satu jam.

A. Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap Jumlah Total Bakteri (TPC).

Hasil penghitungan nilai TPC dianalisa dengan menggunakan metode

statistika uji t-Student untuk mengetahui tingkat perbedaan diantara dua

perlakuan. Hasil uji TPC ditampilkan dalam grafik boxplot pada Gambar 7 di

halaman berikut.

Page 33: TPC (1)

Keterangan : Pertama rendah = pemeriksaan pertama pada suhu rendah (<100C)

Kedua rendah = pemeriksaan kedua pada suhu rendah (<100C) Pertama ruangan = pemeriksaan pertama pada suhu ruangan (±27.50C) Kedua ruangan = pemeriksaan kedua pada suhu ruangan (±27.50C)

Gambar 7. Hasil uji TPC dengan dua kali pemeriksaan pada sampel suhu rendah (<100C) dan suhu ruangan (±27.50C)

Dari hasil penelitian (Gambar 7) menunjukkan pengaruh suhu dan lama

penyimpanan terhadap nilai TPC. Hasil analisa uji t-Student antara pemeriksaan

pertama dan kedua pada sampel suhu rendah (<100C) menunjukkan tidak ada

perbedaan yang nyata (P>0.025). Melalui uji deskriptif juga dapat dilihat

hubungan hasil pemeriksaan pertama dan kedua pada sampel suhu rendah

(<100C). Pemeriksaan pertama sampel suhu rendah (<100C) menghasilkan nilai

TPC dengan rataan 5.374 ± 0.490 log CFU/ml, maksimum 6.415 log CFU/ml, dan

minimum 4.176 log CFU/ml. Pada pemeriksaan kedua sampel suhu rendah

TP

C (

Log

cfu/

ml)

Pertama Rendah Kedua Rendah Pertama Ruangan Kedua Ruangan

Perlakuan

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

98

223

214

208

22

Page 34: TPC (1)

(<100C) terdapat peningkatan nilai TPC dengan rataan 5.494 ± 0.674 log CFU/ml,

maksimum 7.568 log CFU/ml dan minimum 4.079 log CFU/ml. Dari pembahasan

di atas dapat dijelaskan bahwa perlakuan penyimpanan pada suhu rendah (<100C)

ternyata mampu untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Menurut Jay (2000)

suhu yang rendah dapat digunakan untuk menghambat atau menurunkan

pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme dalam makanan. Bakteri memiliki

suhu optimum atau terbaik untuk tumbuh dan memiliki suhu yang minimum,

dimana suhu tersebut dapat menurunkan atau menghambat pertumbuhan bakteri

(Frazier 1988).

Hasil analisa uji t-Student antara pemeriksaan pertama dan kedua pada

sampel suhu ruangan (±27.50C) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata

(P<0.025). Melalui uji deskriptif juga dapat dilihat hubungan hasil pemeriksaan

pertama dan kedua pada sampel suhu ruangan (±27.50C). Pemeriksaan pertama

sampel suhu ruangan (±27.50C) menghasilkan nilai TPC dengan rataan 6.260 ±

0.512 log CFU/ml, maksimum 7.544 log CFU/ml, dan minimum 5.204 log

CFU/ml. Pada pemeriksaan kedua sampel suhu ruangan (±27.50C) terdapat

peningkatan nilai TPC dengan rataan 7.446 ± 0.454 log CFU/ml, maksimum

8.462 log CFU/ml dan minimum 6.114 log CFU/ml. Hal ini menunjukkan bahwa

bakteri akan tumbuh dengan cepat pada suhu yang optimum. Hasil tersebut di atas

sesuai dengan pendapat Frazier (1988) yang menyatakan bahwa pertumbuhan dan

reaksi metabolisme mikroorganisme dipengaruhi oleh suhu.

Pada Gambar 7 terlihat rataan nilai TPC pada pemeriksaan sampel suhu

rendah (<100C) lebih rendah dari standar maksimum SNI 01-3141-1998 (6 log

CFU/ml), yaitu pemeriksaan pertama 5.374 ± 0.490 log CFU/ml dan pemeriksaan

kedua 5.494 ± 0.674 log CFU/ml. Rataan nilai TPC pada pemeriksaan sampel

suhu ruangan (±27.50C) menunjukkan hasil yang lebih tinggi dari standar

maksimum SNI 01-3141-1998 (6 log CFU/ml), yaitu pemeriksaan pertama 6.260

± 0.512 log CFU/ml dan pemeriksaan kedua 7.446 ± 0.454 log CFU/ml.

Pengaruh interaksi suhu dan lama penyimpanan terhadap rata-rata jumlah

total bakteri (log CFU/ml) terlihat pada Gambar 8 di halaman berikut.

23

Page 35: TPC (1)

Keterangan : Suhu rendah = penyimpanan pada suhu rendah (<100C)

Suhu ruangan = penyimpanan pada suhu ruangan (±27.50C)

Gambar 8. Pengaruh interaksi suhu dan lama penyimpanan terhadap jumlah total

bakteri (log CFU/ml). Melihat Gambar 8 dapat dijelaskan bahwa sampel susu yang disimpan di

suhu ruangan (±27.50C) bakteri tumbuh dengan cepat, sehingga jumlah total

bakterinya lebih banyak dibandingkan sampel susu yang disimpan di suhu rendah

(<100C). Dapat dikatakan bahwa penyimpanan sampel susu pada suhu rendah

(<100C) lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri dibandingkan

dengan penyimpanan pada susu ruangan (±27.50C). Pelczar dan Chan (1986)

menjelaskan pada dasarnya penyimpanan pada suhu rendah bertujuan untuk

mengurangi atau menarik kadar air bebas. Suhu rendah mengubah air bebas

menjadi kristal es sehingga tidak dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk

aktivitasnya. Karena aktivitas yang terhambat tersebut maka dapat diharapkan

memperpanjang daya tahan susu (Fardiaz 1989).

Pertama Kedua

Pemeriksaan

5.000

5.500

6.000

6.500

7.000

7.500

Rat

aan

TP

C (

log

CF

U/m

l)

Suhu Rendah

Suhu Ruangan

24

Page 36: TPC (1)

B. Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap Angka Katalase.

Hasil penghitungan nilai katalase dianalisa dengan menggunakan metode

statistika uji t-Student untuk mengetahui tingkat perbedaan diantara dua

pemeriksaan. Hasil pengujian katalase ditampilkan dalam grafik boxplot berikut.

Pertama Rendah Kedua Rendah Pertama Ruangan Kedua Ruangan

Perlakuan

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

Ang

ka K

atal

ase

(cc)

168

Keterangan : Pertama rendah = pemeriksaan pertama pada suhu rendah (<100C)

Kedua rendah = pemeriksaan kedua pada suhu rendah (<100C) Pertama ruangan = pemeriksaan pertama pada suhu ruangan (±27.50C) Kedua ruangan = pemeriksaan kedua pada suhu ruangan (±27.50C)

Gambar 9. Hasil uji katalase dengan dua kali pemeriksaan pada sampel suhu

rendah (<100C) dan suhu ruangan (±27.50C)

Dari hasil penelitian (Gambar 9) menunjukkan pengaruh suhu dan lama

penyimpanan terhadap angka katalase. Hasil analisa uji t-Student antara

pemeriksaan pertama dan kedua pada sampel suhu rendah (<100C) menunjukkan

tidak ada perbedaan yang nyata (P>0.025). Melalui uji deskriptif juga dapat

dilihat hubungan hasil pemeriksaan pertama dan kedua pada sampel suhu rendah

25

Page 37: TPC (1)

(<100C). Pemeriksaan pertama sampel suhu rendah (<100C) menghasilkan angka

katalase dengan rataan 1.939 ± 0.821 cc, maksimum 3.6 cc, dan minimum 0.5 cc.

Pada pemeriksaan kedua sampel suhu rendah (<100C) terdapat peningkatan angka

katalase dengan rataan 2.109 ± 0.864 cc, maksimum 4.1 cc dan minimum 0.8 cc.

Dari hasil analisa di atas dapat dijelaskan bahwa perlakuan dengan cara

penyimpanan pada suhu rendah (<100C) ternyata mampu untuk menghambat

reaksi kimia suatu enzim. Menurut Spreer (1998) pada suhu rendah aktivitas

enzim dihambat, tetapi masih aktif. Pada suhu >700C proses inaktivasi enzim

dimulai. Suhu optimum bagi aktivitas enzim adalah pada kisaran 30 – 400C. Hal

ini dikarenakan reaksi kimia sangat dipengaruhi oleh suhu dan reaksi yang

dikatalisis oleh enzim juga peka terhadap suhu (Girindra 1986).

Hasil analisa uji t-Student antara pemeriksaan pertama dan kedua pada

sampel suhu ruangan (±27.50C) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata

(P<0.025). Melalui uji deskriptif juga dapat dilihat hubungan hasil pemeriksaan

pertama dan kedua pada sampel suhu ruangan (±27.50C). Pemeriksaan pertama

sampel suhu ruangan (±27.50C) menghasilkan nilai rataan 1.793 ± 0.730 cc,

maksimum 3.6 cc, dan minimum 0.5 cc. Pada pemeriksaan kedua sampel suhu

ruangan (±27.50C) terdapat peningkatan angka katalase dengan rataan 2.391 ±

0.930 cc, maksimum 5.5 cc dan minimum 0.5 cc. Susu segar yang disimpan pada

suhu ruangan (±27.50C) bila semakin lama disimpan maka aktivitas metabolisme

dan reaksi enzimnya akan semakin tinggi. Ini sesuai dengan pernyataan Ito dan

Okuzawa (1983), bahwa suhu optimum bagi aktivitas enzim katalase adalah 200C.

26

Page 38: TPC (1)

Pengaruh interaksi suhu dan lama penyimpanan terhadap rataan angka

katalase (cc) terlihat pada Gambar 10.

Keterangan : Suhu rendah = penyimpanan pada suhu rendah (<100C) Suhu ruangan = penyimpanan pada suhu ruangan (±27.50C)

Gambar 10. Pengaruh interaksi suhu dan lama penyimpanan terhadap angka

katalase (cc). Melihat Gambar 10 dapat dijelaskan bahwa sampel susu yang disimpan di

suhu ruangan (±27.50C) aktivitas enzim berjalan dengan cepat, sehingga angka

katalasenya lebih tinggi dibandingkan sampel susu yang disimpan di suhu rendah

(<100C). Dapat dikatakan bahwa penyimpanan sampel susu pada suhu rendah

(<100C) lebih efektif dalam menghambat aktivitas enzim dibandingkan dengan

penyimpanan pada suhu ruangan (±27.50C). Menurut Jay (2000) suhu yang

diturunkan akan menurunkan sintesa protein. Hal ini mungkin terjadi karena

peningkatan ikatan intramolekuler hidrogen yang terjadi pada suhu rendah, ini

Pertama Kedua Pemeriksaan

1.70

1.80

1.90

2.00

2.10

2.20

2.30

2.40 Suhu Rendah

Suhu Ruangan

Rat

aan

Ang

ka K

atal

ase

(cc)

27

Page 39: TPC (1)

menyebabkan hilangnya aktivitas katalisasi. Dapat dikatakan, penurunan sintesa

protein tampak berhubungan dengan penurunan sintesa enzim yang terjadi pada

suhu rendah.

Pada Gambar 10 menunjukkan angka katalase pemeriksaan pertama suhu

rendah (<100C) ternyata lebih tinggi dari pada pemeriksaan pertama suhu ruang

(±27.50C) (1.939 ± 0.8213 cc > 1.793 ± 0.7302 cc). Seperti pada pH dan suhu

optimum bagi pertumbuhan bakteri, demikian pula ada pH dan suhu optimum

bagi aktivitas enzim. Hal ini tidak berarti bahwa nilai-nilai tersebut sama untuk

setiap enzim. Alasan bagi perbedaan ini ialah selama pertumbuhan, aktivitas atau

respon diukur sebagai aktivitas total yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bila

semua enzim dan sistem enzim berfungsi secara harmonis di dalam sel. Keadaan

optimum bagi aktivitas suatu enzim tidak berarti optimum untuk enzim-enzim lain

atau bagi berfungsinya seluruh sel. Beberapa enzim menjadi tidak aktif oleh

perubahan-perubahan yang amat kecil di sekitarnya, misalnya dalam waktu yang

singkat disimpan dalam suhu ruangan (Pelczar dan Chan 1986). Hasil

pemeriksaan pertama suhu rendah (<100) yang lebih tinggi juga dapat dikarenakan

enzim katalase tidak hanya dihasilkan oleh bakteri saja atau dengan kata lain

karena keragaman penghasil enzim katalase (Nugraheni 2003). Penghasil enzim

katalase dalam susu antara lain bakteri, sel somatis dan bahan organik.

C. Hubungan Antara Jumlah Total Bakteri (TPC) dan Angka Katalase

dengan Daya Tahan Susu.

Hubungan antara rataan jumlah total bakteri (TPC) dan angka katalase hasil

penelitian dengan SNI 01-3141-1998 susu segar dapat dilihat pada Tabel 4 di

bawah ini.

Tabel 4. Rataan jumlah total bakteri (TPC), angka katalase dan paramater

SNI 01-3141-1998.

Jenis uji Rendah (<100C) Ruangan (±27.50C) SNI

01-3141-1998 Pertama Kedua Pertama Kedua TPC

(log CFU/ml) 5.374±0.490 5.494±0.674 6.260±0.512 7.446±0.454 < 6

Katalase (cc)

1.939±0.821 2.109±0.864 1.793±0.730 2.391±0.930 < 3

28

Page 40: TPC (1)

Dari hasil penelitian (Tabel 4) menunjukkan nilai rataan TPC selama

penyimpanan pada suhu rendah (<100C) adalah 5.374 ± 0.490 log CFU/ml dan

5.494 ± 0.674 log CFU/ml yang masih berada dalam kisaran yang sesuai dengan

SNI 01-3141-1998 (6 log CFU/ml). Pada penyimpanan di suhu ruangan (±27.50C)

menunjukkan rataan nilai TPC lebih tinggi dari SNI 01-3141-1998 (6 log

CFU/ml), yaitu 6.260 ± 0.512 log CFU/ml dan 7.446 ± 0.454 log CFU/ml. Jumlah

bakteri yang masih di bawah standar SNI 01-3141-1998 (6 log CFU/ml)

diharapkan mampu untuk meningkatkan daya tahan susu segar. Menurut Barbano

et al. (2006) perlakuan suhu rendah pada susu segar akan mengurangi

pertumbuhan bakteri kontaminan. Jika jumlah bakteri dalam susu segar rendah,

maka kerusakan susu akan terjadi lebih lama (Simon dan Hansen 2001). Susu

yang disimpan pada suhu ruangan cenderung lebih cepat rusak karena kondisi

tersebut mendukung pertumbuhan mikroorganisme pembentuk asam (Prastiwi

1996). Kelompok bakteri pembentuk asam laktat sebagian besar berasal dari

genus Lactococcus dan Lactobacillus. Lactococcus lactis sspp. lactis dan

cremoris tumbuh dengan cepat dalam susu, khususnya pada suhu di atas 200C

(Walstra et al. 2006). Bakteri lain yang menghasilkan asam laktat antara lain

famili Micrococcaaceae, Enterobacteriaceae (terutama Escherichia coli dan

Aerobacter aerogenes) (Dwidjoseputro 1994).

Menjaga kualitas susu segar memiliki peranan yang sangat penting, karena

kualitas produk susu ditentukan oleh bahan dasar. Mengontrol jumlah

mikroorganisme dalam susu segar merupakan prioritas utama, karena susu segar

merupakan bahan dasar semua produk susu (Janzen et al. 1982). Menurut Pelczar

dan Chan (1986) perubahan yang disebabkan oleh mikroorganisme pada makanan

termasuk susu, tidak terbatas pada terbentuknya hasil penguraian saja, melainkan

juga dapat berupa produk hasil sintesis mikroba. Beberapa mikroorganisme dapat

membentuk pigmen yang merubah warna makanan. Seperti Serratia marcescens

yang menyebabkan warna merah atau Pseudomonas syncyanea yang

menyebabkan warna biru pada susu. Ada pula bakteri yang mensintesis

polisakarida dan menghasilkan lendir di dalam atau pada susu. Bakteri penyebab

lendir tersebut diantaranya Alcaligenes viscolactis (Dwidjoseputro 1994).

29

Page 41: TPC (1)

Hasil uji katalase menunjukkan rataan angka katalase selama penyimpanan

pada suhu rendah (<100C) adalah 1.939 ± 0.821 cc dan 2.109 ± 0.864 cc. Pada

suhu ruangan (±27.50C) adalah 1.793 ± 0.730 cc dan 2.391 ± 0.930 cc. Hasil ini

menunjukkan adanya kecenderungan kenaikan angka katalase pada pemeriksaan

kedua. Pada penyimpanan suhu rendah (<100C) terjadi kenaikan ±4.20%,

sedangkan pada penyimpanan suhu ruangan (±27.50C) terjadi kenaikan ±14.29%.

Dapat dikatakan bahwa penyimpanan pada suhu rendah (<100C) lebih efektif

untuk menghambat aktivitas enzimatis bakteri dalam susu. Aktivitas bakteri yang

terhambat diharapkan dapat meningkatkan daya tahan susu. Menurut Tortora et al.

(1998) pada suhu rendah (±70C) aktivitas metabolisme sebagian besar

mikroorganisme berkurang, sehingga mikroorganisme tersebut tidak dapat

berkembang biak dan tidak mensintesa toksin.

30

Page 42: TPC (1)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa:

1. Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan melakukan aktivitas

enzimatis dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan.

2. Penyimpanan sampel susu pada suhu rendah (<100C) lebih efektif dalam

menghambat pertumbuhan bakteri dibandingkan dengan penyimpanan

pada suhu ruangan (±27.50C). Pertumbuhan bakteri yang terhambat

diharapkan mampu untuk meningkatkan daya tahan susu.

3. Penyimpanan sampel susu pada suhu rendah (<100C) lebih efektif untuk

menghambat akvitas enzimatis bakteri dibandingkan dengan penyimpanan

pada suhu ruangan (±27.50C). Aktivitas enzimatis yang terhambat

diharapkan dapat meningkatkan daya tahan susu.

Saran

Perlu penelitian lebih lanjut tentang hubungan jumlah total bakteri dan

angka katalase terhadap daya simpan susu dengan rentang penyimpanan yang

lebih lama.

Page 43: TPC (1)

DAFTAR PUSTAKA

Barbano DM, Ma Y, Santos MV. 2006. Influence of Raw Milk Quality on Fluid

Milk Shelf Life. Dairy Sci. 89(E. Suppl.):E15–E19

Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH dan Woortom M. 1987. Ilmu Pangan. Hari

Purnomo, Adiono. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Dwidjoseputro D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Cet ke-12. Jakarta:

Djambatan.

Fardiaz S. 1989. Petunjuk Praktikum Analisis Mikrobiologi Pangan. Bogor: PAU

IPB.

Fox PF, McSweeney PLH. 1998. Dairy Chemistry and Biochemistry. London:

Blackie Academic & Professional.

Frazier WC, Westhoff DC. 1988. Food Microbiology. Edisi ke-4. New York:

McGraw-Hill Book Company.

Gaman PM. Dan Sherrington KB. 1994. ILMU PANGAN. Pengantar Ilmu

Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi, Edisi kedua. Murdijati Gardjito, Sri

Naruki, Agnes Murdiati, Sardjono. Yogyakarta: Gajah Mada University

Press. Terjemahan dari: The Science of Food: An Introduction to Food

Science, Nutrition, and Microbiology.

Garbutt J. 1997. Essentials of Food Microbiology. London: Arnold.

Girindra A. 1993. Biokimia 1. Cet. 3. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Ito Osamu, Akuzawa Ryozo. 1983. Purification, Crystallization, and Properties of

Bovine Milk Catalase. J Dairy Sci 66:967—973.

Janzen JJ, Bishop JR, Bodine AB, Caldwell CA. 1982. Shelf-Life of Pasteurized

Fluid Milk as Affected by Age of Raw Milk. J Dairy Sci 65:2233-2236

Jay JM. 2000. Modern Food Microbiology. Ed ke-6. Maryland: Aspen Publisher,

Inc.

Lay BW, Hastowo S. 1992. Mikrobiologi. Jakarta: Rajawali Pers.

Page 44: TPC (1)

Lukman DW et al. 2007. Penuntun Praktikum Higiene Pangan. Bogor: FKH IPB

[Tidak Diterbitkan].

Lund BM, Baird-Parker TC, Gould GW. 2000. The Microbiological Safety and

Quality of Food. Volume 1. Maryland: Aspen Publishers, inc.

Milller GD, Jarvis JK, McBean LD. 2007. Handbook of Dairy Foods and

Nutrition/ National Dairy Council. Third edition. New York: CRC Press.

Muchtadi D, Betty SK. 1980. Petunjuk Praktek Mikrobiologi Hasil Pertanian 2.

Jakarta: Departemen Pendidikan Tinggi dan Kebudayaan.

Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan

Pangan. PAU. IPB. IPB

Nugraheni TW. 2003. Kemampuan Uji Katalase Sebagai Uji Penentuan Kualitas

Susu Segar [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut

Pertanian Bogor.

Pelzar MJJr, Chan ECS. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Volume ke-1, 2,

Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta:

UI Pr. Terjemahan dari: Elements of Microbiology.

Prastiwi AR. 1996. Pengaruh Cara Pemanasan, Temperatur Penyimpanan dan

Lama Penyimpanan terhadap Daya Tahan Susu Kambing Peranakan

Etawah [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Bogor.

Ray B. 2001. Fundamental Food Microbiology. Ed-2. New York: CRC Press.

Simon M dan Hansen AP. 2001. Effect of Various Dairy Packaging Materials on

the Shelf Life and Flavor of Pasteurized Milk. J. Dairy Sci. 84:767–773

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1998. Standar Susu Segar Nomor 01-3141.

Badan Standarisasi Nasional.

Spreer E. 1998. Milk and Dairy Product Technology. New York: Marcel Dekker.

Sudarwanto M. 2006. Mikrobiologi Susu [Bahan Kuliah]. Bogor: [Tidak

Diterbitkan].

33

Page 45: TPC (1)

Tortora GJ, Funke BR, Case CL. 1998. Microbiology an Introduction. Ed ke-6.

California: The Benjamin/ Cumming Publishing.

Walstra P, Wouters JTM, Geurts TJ. 2006. Dairy Science and Technology. Boca

Raton: CRC Press.

Winarno FG. 2004. Keamanan Pangan Jilid 2. Cet ke-1. Bogor: M-BRIO Press.

Wirahadikusumah M. 1977. Biokimia: Protein, Enzim, dan Asam Nukleat.

Cetakan ke-7. Bandung: Penerbit ITB.

34

Page 46: TPC (1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Uji Deskriptif Pemeriksaan Pertam a dan Kedua. Uji Total Plate Count (TPC)

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation TPC Pertama Rendah 60 4.18 6.42 5.3738 .48947 TPC Kedua Rendah 60 4.08 7.57 5.4943 .67378 TPC Pertama Ruangan 60 5.20 7.54 6.2600 .51165 TPC Kedua Ruangan 60 6.11 8.46 7.4458 .45416 Valid N (listwise) 60

Uji Katalase

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Katalase Pertama Rendah

44 .5 3.6 1.939 .8213

Katalase Kedua Rendah 44 .8 4.1 2.109 .8640 Katalase Pertama Ruangan

44 .5 3.6 1.793 .7302

Katalase Kedua Ruangan 44 .5 5.5 2.391 .9298 Valid N (listwise) 44

Page 47: TPC (1)

Lampiran 2. Hasil Uji t-Student Pemeriksaan TPC Pertama dan Kedua pada Sam pel Suhu Rendah (<10 0C). Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean Pair 1 TPC Pertama

Rendah 5.3738 60 .48947 .06319

TPC Kedua Rendah 5.4943 60 .67378 .08699

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 TPC Pertama

Rendah & TPC Kedua Rendah

60 .652 .000

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error

Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper Pair 1 TPC Pertama

Rendah - TPC Kedua Rendah

-.12052 .51313 .06624 -.25307 .01204 -1.819 59 .074

36

Page 48: TPC (1)

Lampiran 3. Hasil Uji t-Student Pemeriksaan TPC Pertama dan Kedua pada Sam pel Suhu Ruangan (±27.5 0C). Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean Pair 1 TPC Pertama

Ruangan 6.2600 60 .51165 .06605

TPC Kedua Ruangan 7.4458 60 .45416 .05863

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 TPC Pertama

Ruangan & TPC Kedua Ruangan

60 .350 .006

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error

Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper Pair 1 TPC Pertama

Ruangan - TPC Kedua Ruangan

-1.18573 .55278 .07136 -1.32853 -1.04293 -16.615 59 .000

37

Page 49: TPC (1)

Lampiran 4. Hasil Uji t-Student Pemeriksaan Katalase Pertama dan Kedua pad a Sampel Suhu Rendah (<10 0C). Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean Pair 1 Katalase

Pertama Rendah

1.939 44 .8213 .1238

Katalase Kedua Rendah 2.109 44 .8640 .1302

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 Katalase

Pertama Rendah & Katalase Kedua Rendah

44 .466 .001

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error

Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper Pair 1 Katalase

Pertama Rendah - Katalase Kedua Rendah

-.1705 .8717 .1314 -.4355 .0946 -1.297 43

.202

38

Page 50: TPC (1)

Lampiran 5. Hasil Uji t-Student Pemeriksaan Katalase Pertama dan Kedua pad a Sampel Suhu Ruangan (±27.5 0C). Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean Pair 1 Katalase

Pertama Ruangan

1.793 44 .7302 .1101

Katalase Kedua Ruangan 2.391 44 .9298 .1402

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 Katalase

Pertama Ruangan & Katalase Kedua Ruangan

44 .369 .014

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error

Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper Pair 1 Katalase

Pertama Ruangan - Katalase Kedua Ruangan

-.5977 .9466 .1427 -.8855 -.3099 -4.189 43

.000

39

Page 51: TPC (1)