LAPORAN
Asuhan Kebidanan Pada Persalinan Dengan Penyulit Kala III dan
IV
Robekan Jalan Lahir dan Inversio Uteri
(Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata Kuliah Asuhan
Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Dan Neonatal dengan metode
Collaborative Learning)
DISUSUN OLEH:
Kelompok 2
Jalur Umum A / Semester IV
Agni Kristia V.P17324112002
Asmanadia H.P17324112007
Erlin HerlianP17324112015
Dwi Apriliani P. P17324112012
Fauzia Hurul A.P17324112015
Ika KusumasariP17324112019
Siti FatimahP17324112038
Wina AnggraeniP17324112041
JURUSAN KEBIDANAN BANDUNG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNG
2013/2014
DAFTAR ISI
BAB I PELAKSANAAN KEGIATAN CL
1.1 Materi/topik yang dibahas dalam CL 2
1.2 Waktu (Hari/Tanggal/Jam dan tempat CL)2
1.3 Dosen Pembimbing sebagai fasilatator/narasumber2
1.4 Peserta yang mengikuti CL2
BAB II PROSES KEGIATAN
2.1 Kasus/masalah yang dibahas3
2.2 Hasil Diskusi Kelompok Berdasarkan Hasil Inkuiri 5
DAFTAR PUSTAKA21
BAB I
PELAKSANAAN KEGIATAN CL
1.1 Materi/topik yang dibahas dalam CL
Asuhan kebidanan pada persalinan dengan penyulit kala III dan
IV
robekan jalan lahir (serviks) : laserasi jalan lahir dan
inversio uteri.
1.2 Waktu (Hari/Tanggal/Jam dan tempat CL)
Hari : Senin
Tanggal : 2 Juni 2014
Jam : 10.00 s.d selesai
Tempat CL : Kelas Jalum 2-A
1.3 Dosen Pembimbing sebagai fasilatator/narasumber
Bd.Lola Noviani Fadilah SST,S.Keb
1.4 Peserta yang mengikuti CL
Kelompok 2
Ketua :
Asmanadia H.
Notulen :
Erlin Herlian
Anggota :
Agni Kristia V.
Dwi Apriliani P.
Fauzia Hurul A.
Ika Kusumasari
Siti Fatimah
Wina Anggraeni
BAB II
PROSES KEGIATAN
2.1 Kasus/Masalah Yang Dibahas
ROBEKAN SERVIKS
Seorang wanita melahirkan anak pertamanya dibidan pukul 12.00,
JK laki-laki BB 3500 gram. Lama kala I 2 jam. Setelah bayi lahir
tampak darah dari jalan lahir berwarna merah segar. Placenta lahir
spontan lengkap 10 menit kemudian, kontraksi uterus kuat, TFU 2
jari dibawah pusar. Bidan melakukan eksplorasi jalan lahir,
ternyata perineum rupture derajat 2, dari pemeriksaan inspekulo
terlihat robekan pada serviks arah jam 10 dan jam 4.
Bidan melakukan informed consent kemudian melakukan penjahitan
serviks yang rupture.
1. Apa penyebab perdarahan yang terjadi pada kasus diatas?
2. Apa predisposisi dari kasus tersebut? Apa predisposisi
lainnya?
3. Apa saja jenis trauma pada jalan lahir saat bersalin?
Jelaskan!
4. Apa data focusyang menunjukan adanya robekan jalan lahir?
5. Tindakan apa yang harus dilakukan bidan yang sesuai
kewenangannya untuk menangani kasus diatas?
6. Apa komplikasi yang dapat terjadi dari kasus diatas?
Jelaskan!
7. Bagaimana managemen kasus robekan serviks di RS?
Jelaskan!
8. Adakah tindakan yang dapat mencegah terjadinya robekan
serviks? Jelaskan!
9. Bagaimana asuhan pasca tindakan pada kasus tersebut?
10. Jelaskan langkah-langkah penjahitan robekan serviks (buat
daftar tilik)
INVERSIO UTERI
Seorang bidan dipanggil ke rumah ibu yang melahirkan karena
paraji sudah tidak dapat mengatasinya, bayi sudah lahir 2 jam yang
lalu ditolong oleh paraji. Saat bidan datang keadaan ibu lemah dan
kesakitan, TD 90/60 mmHg, Nadi 102x/menit, tampak tali pusat dari
jalan lahir, TFU tidak teraba, perdarahan sedikit, pemeriksaan
dalam teraba massa. Bidan segera memasang infus danmerujuk ibu ke
RS.
1. Apakah kemungkinan diagnosis pada kasus tersebut? Bagaimana
patofisiologinya?
2. Apasaja data focus pada kasus diatas?
3. Apa penyebab dari inversion uteri?
4. Inversio uteri yang dialami ibu adalah inversio uteri
komplit, apa tanda dan gejala inversio komplit? Bagaimana
klasifikasi lainnya (jelaskan)?
5. Apa yang menjadi predisposisi kasus diatas? Sebutkan
predisposisi lainnya dan jelaskan!
6. Bagaimana tindakan awal pada kasus tersebut!
7. Bagaimana tindakan awal yang dilakukan bidan pada kasus
tersebut, jelaskan pendapat saudara!
8. Bagaimana menajemen kasus inversio uteri di RumahSakit?
9. Bagaimana cara mencegah kasus inversio uteri?
10. Bagaimana asuhan pasca tindakan pada kasus tersebut?
11. Jelaskan langkah-langkah penanganan inversio uteri (buat
daftar tilik !
2.2 Hasil Diskusi Kelompok Berdasarkan Hasil Inkuiri (Studi
Pustaka)
A. Robekan Jalan Lahir
1. Apa penyebab perdarahan yang terjadi pada kasus diatas?
Robekan Serviks dan Robekan Perineum
2. Apa predisposisi dari kasus tersebut? Apa predisposisi
lainnya?
Yang dapat menyebabkan terjadinya robekan jalan lahir adalah
partus presipitatus.
a. Kepala janin besar
b. Presentasi defleksi (dahi, muka).
c. Primipara
d. Letak sungsang.
e. Pimpinan persalinan yang salah.
f. Pada obstetri dan embriotomi : ekstraksi vakum, ekstraksi
forcep, dan
embriotomi (Mochtar, 2005).
Terjadinya rupture disebabkan oleh faktor ibu (paritas, jarak
kelahiran dan berat badan bayi), pimpinan persalinan tidak
sebagaimana mestinya, riwayat persalinan. ekstraksi cunam,
ekstraksi vakum, trauma alat dan episiotomi. Perdarahan karena
robekan jalan lahir banyak dijumpai pada pertolongan persalinan
oleh dukun karena tanpa dijahit. Bidan diharapkan melaksanakan
pertolongan persalinan di tengah masyarakat melalui bidan polindes,
sehingga peranan dukun makin berkurang. Bidan dengan pengetahuan
medisnya dapat mengetahui hamil dengan risiko tinggi dan
mengarahkan pertolongan pada kehamilan dengan risiko rendah yang
mempunyai komplikasi ringan sehingga dapat menurunkan angka
kematian ibu maupun perinatal. Dengan demikian komplikasi robekan
jalan lahir yang dapat menimbulkan perdarahan semakin berkurang
(Manuaba, 1998).
Risiko Robekan Jalan Lahir
Risiko yang ditimbulkan karena robekan jalan lahir adalah
perdarahan yang dapat menjalar ke segmen bawah uterus (Mochtar,
2005). Risiko lain yang dapat terjadi karena robekan jalan lahir
dan perdarahan yang hebat adalah ibu tidak berdaya, lemah, tekanan
darah turun, anemia dan berat badan turun.
Keluarnya bayi melalui jalan lahir umumnya menyebabkan robekan
pada vagina dan perineum. Meski tidak tertutup kemungkinan robekan
itu memang sengaja dilakukan untuk memperlebar jalan lahir. Petugas
kesehatan atau dokter akan segera menjahit robekan tersebut dengan
tujuan untuk menghentikan perdarahan sekaligus penyembuhan.
Penjahitan juga bertujuan merapikan kembali vagina ibu menyerupai
bentuk semula.
3.Apa saja jenis trauma pada jalan lahir saat bersalin?
Jelaskan! Bentuk
trauma jalan lahir
Bentuk Trauma
Gejala Klinik
Tindakan
Trauma Perineal :
1. Lecet ringan
2. Robekan perineum
- Perdarahan ringan
- Perdarahan sedang
- Perlukaan dalam
- Ikut serta sfingter ani
dan mukosa rektum
- Tanpa tindakan
-Tindakan disesuaikan
dengan tingkat trauma
peritoneal
Trauma Vagina :
1. Luka Terbuka
2. Hematoma
- Perdarahan
- Gangguan Vital
Tekanan Darah, nadi
dapat menurun hingga
syok
- Hentikan perdarahan
dengan ligasi
- Terapi kosmetik
menghindari rektokel
dan sistokel
- KP vagina tampon
Trauma Serviks :
1. Luka melintang
2. Luka membujur
dan dapat terus
hingga segmen
bawah rahim
- Perdarahan terus
berwarna merah
- Kontraksi rahim baik
- Ligasi luka serviks
menghindari serviks
inkompeten
- Bila berlanjut ke SBR
lakukan laparotomi
untuk ligasi atau
histerektomi
Kolporeksis :
Robekan pada forniks sehingga bahaya infeksi mengancam jiwa
- Perdarahan terus
- Kontraksi rahim baik
- Serviks utuh
- Dilakukan Ligasi atau
histerektomi totalis
- Menghindari infeksi
- Pemasangan drainase
Ruptura Uteri :
1. Inkompletus
2. Kompletus
- Tampak sakit
- Rasa nyeri menonjol
- Abdomen meteriosisme
- Janin masih intrauterine
- Hematoma
subperitoneal
- Tanda cairan bebas
minim
- Syok : hemoragik,
neurogenik, septik
- Tampak sakit
- Nyeri abdomen
- Abdomen meteriosisme
- Janin di kavum uteri
- Darah dalam kavum
abdomen
- Syok : hemoragik,
neurogenik, septik
- Perbaikan KU dengan
infus dan transfusi
darah
- Pemberian antibiotik
- Pemberian O2
Tindakan :
- Histerektomi
- Histoterapi
- Pemasangan drainase
4. Apa data fokus yang menunjukan adanya robekan jalan
lahir?
Data fokus
Subjektif
a. Robekan jalan lahir lebih sering terjadi pada kelahiran anak
pertama.
b. Keluhan ibu, seperti nyeri pada jalan lahir.
Objektif
a. Inspeksi jalan lahir, meliputi serviks, vagina, vulva dan
perineum dengan pemeriksaan dalam atau pemeriksaan spekulum.
b. Cari sumber perdarahan dengan ciri warna darah yang merah
segar dan pulsasif sesuai denyut nadi.
c. Inspeksi jumlah perdarahan sehingga segera diatasi.
5. Tindakan apa yang harus dilakukan bidan yang sesuai
kewenangannya untuk
menangani kasus diatas?
Berdasarkan Kepmenkes RI No 369/MENKES/SK/III/2007 tentang
Standar Profesi Bidan:
Pada kompetensi ke-4 mengenai Asuhan Selama Persalinan dan
Kelahiran, bidan memiliki kewenangan:
a. Memeriksa robekan vagina, serviks dan perineum.
b. Menjahit robekan vagina dan perineum tingkat II.
c. Jadi, tindakan yang harus dilakukan bidan sesuai dengan
kewenangannya untuk mengatasi kasus tersebut adalah melakukan
penjahitan perineum, karena laserasinya pada tingkat II.
6. Apa komplikasi yang dapat terjadi dari kasus diatas?
Jelaskan!
a. Robekan pada klitoris atau sekitarnya dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak.
b. Menimbulkan kelemahan dasar panggul atau prolaps jika tidak
dijahit dengan baik.
c. Robekan serviks jika tidak dijahit , selain menimbulkan
perdarahan juga dapat menjadi pernyebab servisitis, parametristis,
dan mungkin juga terjadi pembesaran karsinoma serviks.
Kadang-kadang menimbulkan perdarahan nifas yang lambat.
Menurut sumber lain:
a. Komplikasi-komplikasi yang perlu diantisipasi fistula
vesikovagina atau rektovagina yang disertai inkontinensia, infeksi
sekunder yang disertai pembentukan abses atau septikemia atau
keduanya, dan berkaitan dengan cedera tulang pelvis, usus, kandung
kemih dan kavum peritoneum.
7. Bagaimana managemen kasus robekan serviks di RS?
Jelaskan!
a. Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada vagina dan
serviks
b. Berikan dukungan emosional dan beri penjelasan pada ibu dan
keluarga
c. Pada umumnya tidak dibutuhkan anestesi. Jika robekan luas
atau jauh sampai ke atas, berikan petidin dan diazepam IV
pelan-pelan atau ketamin.
d. Asisten menahan fundus
e. Bibir serviks dijepit dengan klem ovum, pindahkan bergantian
searah jarum jam sehingga semua bagian serviks dapat diperiksa.
Pada bagian yang terdapat robekan, tinggalkan 2 klem di antara
robekan.
f. Jahit robekan serviks secara jelujur
g. Jika sulit dicapai dan diikat, apeks dapat dicoba dijepit
dengan klem ovum atau klem arteri dan dipertahankan 4 jam. Kemudian
:
Sesudah 4 jam klem dilepas sebagian saja
Sesudah 4 jam berikutnya dilepas semuanya
h. Jika robekan meluas sampai melewati puncak vaginan, lakukan
laparatomi.
8. Adakah tindakan yang dapat mencegah terjadinya robekan
serviks? Jelaskan!
Mencegah terjadinya robekan ini dapat dengan menhindari penyebab
terjadinya, yakni :
a. Persalinan per vaginam denga serviks belum lengkap
b. Persalinan presipitatus
c. Persalinan buatan
d. Persalinan dengan tindakan (ekstraksi dengan forceps,
ekstraksi pada letak sungsang, versi dan ekstraksi, dekapitasi
(memotong leher janin sehingga badan terpidah dari kepala),
perforasi dan kranioklasi terutama jika dilakukan pada pembukaan
belum lengkap)
e. Segera rujuk bila terdapat tanda adanya partus lama, karena
partus lama dapat menyebabkan edema serviks hingga serviks dapat
mengalami perlukaan sampai kolpoporeksis (robekan-robekan)
9. Jelaskan asuhan pasca tindakan pada kasus tersebut!
a. Evaluasi keadaan umum ibu
b. Evaluasi perdarahan
c. Evaluasi tanda-tanda infeksi
10. Jelaskan langkah-langkah penjahitan robekan serviks (buat
daftar tilik)
Perbaikan robekan serviks
a. Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada vagina dan
serviks.
b. Berikan dukungan emosional dan penjelasan.
c. Pada umumnya tidak diperlukan anestesia. Jika robekan luas
atau jauh sampai ke atas, berikan petidin dan diazepam IV secara
perlahan atau ketamin.
d. Minta asisten menahan fundus.
e. Jepit bibir serviks dengan klem ovum, lalu pindahkan
bergantian searah jarum jam sehingga semua bagian serviks dapat
diperiksa. Pada bagian yang terdapat robekan, tinggalkan 2 klem di
antara robekan.
f. Jahit robekan serviks dengan catgut kromik 0 secara jelujur,
mulai dari apeks.
g. Jika sulit dicapai dan diikat, apeks dapat dicoba dijepit
dengan klem ovum atau klem arteri dan dipertahankan 4 jam. Kemudian
setelah 4 jam, klem dilepas sebagian saja, dan 4 jam berikutnya
dilepas seluruhnya
h. Jika robekan meluas sampai melewati puncak vagina, lakukan
laparotomi
Catatan : selalu pastikan pasien dalam keadaan hemodinamik yang
stabil
selama tindakan.
B. Inversio Uteri
1.Apakah kemungkinan diagnosis pada kasus tersebut? bagaimana
patofisiologinya?
P1A0 Kala III suspect inversio uteri
Patofisiologi
Mekanisme patofisiologis yang mendasari inversio uteri yang
sebenarnya masih belum diketahui. Secara klinis, faktor utama yang
mempengaruhi untuk inversi uteri adalah plasenta yang berimplantasi
di fundus, lemah dan lunaknya endometrium di lokasi implantasi
plasenta, serta dilatasi serviks segera post partum. Dalam beberapa
kasus, terdapatnya tali pusat yang pendek dan tarikan tali pusat
yang berlebihan juga berkontribusi untuk inversi uteri.
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik
sebagian atau seluruhnya masuk. Ini adalah merupakan komplikasi
kala III persalinan yang sangat ekstrem. Inversio uteri terjadi
dalam beberapa tingkatan, mulai dari bentuk ekstrem berupa
terbaliknya terus sehingga bagian dalam fundus uteri keluar melalui
servik dan berada diluar seluruhnya ke dalam kavum uteri.
Untuk menghasilkan suatu inversi, uterus harus melanjutkan
kontraksi pada waktu yang tepat untuk memaksa fundus sebelumnya
terbalik atau massa fundus plasenta, terbalik ke arah segmen bawah
uterus. Jika serviks berdilatasi kekuatan kontraksi cukup dan cukup
kuat, dinding endometrium melalui itu, menghasilkan inversi
lengkap. Jika situasi kurang ekstrem dari dinding itu, fundus
sendiri terjebak dalam rongga rahim, menghasilkan inversi
parsial.
Dalam inversi lengkap pada fundus melalui serviks, jaringan
serviks berfungsi sebagai band konstriksi dan edema cepat bentuk.
Massa kemudian tumbuh semakin prolaps dan akhirnya menghalangi
aliran vena dan arteri, menyebabkan terjadinya edema. Jadi,
penanganan inversi uteri menjadi lebih sulit. Dalam kasus-kasus
kronis atau yang lambat ditangani, bisa menyebabkan nekrosis
jaringan.
Oleh karena servik mendapatkan pasokan darah yang sangat banyak,
maka inversio uteri yang total dapat menyebabkan renjatan vasovagal
dan memicu terjadinya perdarahan pasca persalinan yang masif akibat
atonia uteri yang menyertainya. Inversio Uteri dapat terjadi pada
kasus pertolongan persalinan kala III aktif khususnya bila
dilakukan tarikan talipusat terkendali pada saat masih belum ada
kontraksi uterus dan keadaan ini termasuk klasifikasi tindakan
teratogenik.
2. Apa saja data focus pada kasus diatas?
a. Data Subjektif :
1) Keadaan ibu
2) Keluhan yang dirasakan
b. Data Objektif
1) Kesadaran
2) Tekanan Darah
3) Nadi
4) TFU
5) Pemeriksaan Dalam
6) Inspeksi Jalan lahir
3. Apa penyebab dari inversio uteri?
Penyebab inversio uteri bisa spontan maupun karena tindakan.
a. Penyebab spontan
1) Peningkatan tekanan abdomen mendadak, seperti batuk keras
atau bersin.
2) Atonia uteri (uterus tidak berkontraksi)
3) Serviks yang masih terbuka
b. Penyebab karena tindakan
Penatalaksanaan persalinan dan kala III yang salah, seperti:
1) Melakukan tekanan fundus
2) Meminta ibu mengejan tanpa memeriksa ada/tidaknya
kontraksi
3) Kesalahan penatalaksanaan kala tiga persalinan, seperti
menarik tali pusat sebelum plasenta terlepas atau ketika plasenta
akreta, inkreta dan perkreta.
4) Manual plasenta yang dipaksakan
4.Inversio uteri yang dialami ibu adalah inversio uteri komplit,
apa tanda dan gejala inversio komplit? Bagaimana klasifikasi
lainnya (jelaskan)?
a.Inversio uteri komplit
Seluruh uterus terbalik keluar, menonjol melalui cincin serviks.
Diatas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba
lunak.
b.Inversio inkomplit
Fundus uteri tidaterbalik keluar serviks. Pada daerah simfisis
uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam.
c.Inversio paksa
Inversio uteri yang ditimbulkan dengan menorong korda atau
dengan menekan paksa plasenta secara manual ketika uterus
atoni.
d.Inversio spontan
Inversio uteri setelah tindakan spontan dari pasien seperti
mengejan, mengkontraksikan otot abdomen dengan tiba-tiba, batuk
atau peningkatan tekanan intraabdomen.
5.Apa yang menjadi predisposisi kasus diatas? Sebutkan
predisposisi lainnya dan jelaskan!
Kemungkinan faktor predisposisi pada kasus tersebut adalah
kesalahan pada kala III yaitu kesalahan penarikan tali pusat.
Fakto Predisposisi :
a. Multipara / grande multipara
b. Penekanan fundus yang tidak tepat dan penarikan tali
pusat
c. Traksi tali pusat
d. Dinding uterus yang tipis atau kendor
e. Tekanan intra-abdominal yang tinggi mendadak
6. Bagaimana tindakan awal pada kasus tersebut!
a. Terapi suportif untuk syok dan perdarahan sangatlah penting.
Oksigen dan cairan intravena (RL) segera diberikan.
b. Rujuk dengan diantar petugas.
c. Beri profilaksis: analgesiik dan antibiotika.
d. Jika plasenta belum lepas, baiknya plasenta jangan dilepaskan
dulu sebelum uterus direposisi.
e. Lalu segara rujuk ke tempat dengan fasilitas yang
mencukupi.
Bidan sebaiknya memulai terapi IV dan memberi kompres normal
saline pada uterus yang inversi. Keadan klien harus stabil dan jika
syok harus ditangani sampai tiba di rumah sakit. Mengembalikan
posisi uterus dapat dilakukan secara manual. Jika terdapat jarak
(interval waktu) antara pendiagnosisan dan penanganan awal, maka
prosuder operatif dibutuhkan dalam rangka mengembalikan posisi
uterus.
Reposisi uterus dilakukan dengan plasenta masih melekat.
Kehilangan darah biasanya berhubungan dengan lama waktu uterus
mengalami inversi, tetapi akan berkurang jika plasenta dilahirkan
setelah posisi uterus dikembalikan. Pengembalian posisi secara
manual dilakukan dengan menempatkan satu tangan di dalam vagina
dengan ujung-ujung jari disekeliling tempat uterus membalik dan
tangan lainya berada di fundus. Tangan yang terdapat di fundus
memberikan tekanan sedikit dengan ujung-ujung jari dan tangan yang
berada didalam menggerakkan dinding uterus ke atas. Tindakan ini
harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menusuk atau membuar
ruptur dinding uterus. Pada saat yang sama, seluruh uterus diangkat
tinggi diatas umbilikus dan tahan selama beberapa menit. Prosedur
ini biasanya cukup menyakitkan, pemberian anestesi dianjurkan.
Varney, Helen. Kriebs, Jan M. Gegor, Carolyn L. 2007. Buku Ajar
Asuhan Kebidanan . Jakarta : EGC.
Penanganan inversio uterus dengan menempatkan segera uterus
kedalam pelvis. Penempatan segera uterus dapat dilakukan dengan
menggunakan sebuah kepalan atau penekanan beberapa jari-jari pada
tangan yang dominan. Setelah uterus ditempatkan kembali, penekanan
bimanual dapat mengurangi perdarahan lebih lanjut. Cairan intravena
dapat diberikan untuk stabilisasi, oksitosin dan methergin
diberikan untuk mencegah atonus. Jika penempatan uterus kembali
tidak dilakukan denfgan segera, maka perlu dilakukan anastesi dan
pembedahan darurat.
Walsh, Linda V. 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta :
EGC.
Bila terjadi inversio uteri, maka terapinya adalah :
Bila ada perdarahan atau syok, berikan infus dan transfusi darah
serta perbaiki keadaan umum. Sesudah itu segera dlakukan reposisi
kalau perlu dengan narkosa.
Bila tidak berhasil maka dilakukan tindakan operatif secara
perabdominam (operasi Haultein) atau pervaginam (operasi menurut
spinelli).
Di luar rumah sakit dapat dibantu dengan melakukan reposisi
ringan, yaitu dengan tamponade vaginal, kemudian berikan antibiotik
untuk mencegah infeksi.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi,
Obstetri Patologi. Jakarta : EGC.
a. Reposisi sebaiknya dilakukan segera. Pasang sarung tangan
DTT. Pegang uterus pada daerah insersi tali pusat dan masukkan
kembali melalui serviks. Gunakan tangan lain untuk membantu menahan
uterus dari dinding abdomen. Masukkan bagian fundus uteri terlebih
dahulu. Jika plasenta masih belum terlepas, lakukan plasenta manual
setelah tindakan.
b. Dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus
yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
c. Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1 mg/kg BB (tetapi
jangan lebih dari 100 mg) I.M. atau I.V secara perlahan atau
berikan morfin 0,1 mg/kg BB I.M. Jangan berikan oksitosin sampai
inversi telah direposisi.
d. Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah dengan
menggunakan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya
bekuan darah setelah 7 menit atau terbentuknya bekuan darah yang
lunak yang mudah hancur menunjukkan adanya kemungkinan
koagulapati.
e. Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal setelah
mereposisi uterus.
Ampisillin 2g I.V. ditambah metronidazol 500 mg I.V.
Atau sefazolin 1 g I.V. ditambah metronidazol 500 mg I.V.
f. Jika terdapat tanda-tanda nfeksi berikan antibiotika untuk
metritis.
g. Jika dicurigai terjadi nekrosis, lakukan histerektomi
vaginal. Hal ini mungkin membutuhkan rujukan ke pusat pelayanan
kesehatan tersier.
Saifudin, Abdul Bari. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Reposisi Uterus
7. Bagaimana tindakan awal yang dilakukan bidan pada kasus
tersebut, jelaskan pendapat saudara!
Berdasarkan kasus tersebut, penanganan bidan dengan memberikan
cairan infus serta merujuk sudah benar. Sebaiknya Bidan melakukan
reposisi ulang jika memungkinkan, namun apabila tidak berhasil
bidan dapat segera merujuk karena tindakan reposisi dan penanganan
lebih lanjut memerlukan tindakan spesialistis.
8. Bagaimana menajemen kasus inversio uteri di Rumah Sakit?
Secara garis besar tindakan yang dilakukan sebagai berikut :
a. memanggil bantuan anestesi dan memasang infus untuk
cairan/darah pengganti dan pemberian obat
b. beberapa senter memberikan tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan
uterus yang terbalik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu
mendorong endrometrium ke atas atas masuk ke dalam vagina dan terus
melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada posisi
normalnya. Hal itu dapat dilakukan sewaktu plasenta sudah terlepas
atau tidak
c. di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila
berhasil dikeluarkan dari rahim dan cambil memberikan uterotonika
lewat infus atau IM, tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi
uterus kembali normal dan tangan operator baru dilepaskan
d. pemberian antibiotika dan transfusi darah sesuai dengan
keperluannya
e. intervensi bedah dilakukan dola karena jepitan serviks yang
keras menyebabkan menuver di atas tidak bisa dikerjakan, maka
dilakukan laparotomi untuk reposisi dan kalau terpaksa dilakukan
histerektomi bila uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis.
9. Bagaimana cara mencegah kasus inversio uteri?
a. Perhatikan tanda-tanda pelepasan plasenta
Tanda-tanda dari pelepasan plasenta adalah sebagai berikut
1) Perubahan bentuk dan tinggi uterus
2) Tali pusat memanjang
3) Semburan darah mendadak dan singkat
b. Perhatikan pelepasan plasenta dengan melakukan uji plasenta
lepas
Uji plasenta lepas menurut Kussner, Klein, Strassman,
Manuaba
1) Kussner :
a) Tali pusat dikencangkan
b) Tangan ditekankan diatas simphisis, bila tali pusat masuk
kembali berarti plasenta belum lepas
2) Klein
a) Ibu disuruh mengejan sehingga tali pusat ikut serta turun
atau memanjang.
b) Bila mengejan dihentikan dapat terjadi :
Tali pusat tertarik kembali, berarti plasenta belum lepas
Tali pusat tetap ditempat, berarti plasenta sudah lepas
3) Strassman
Tali pusat dikencangkan dan rahim diketuk-ketuk, bila getarannya
sampai tali pusat berarti plasenta belum lepas
4) Manuaba
Tangan kiri memegang uterus pada segmen bawah rahim, sedangkan
tangan kanan memegang dan mengencangkan tali pusat. Kedua tangan
ditarik berlawanan, dapat terajdi :
Tarikan terasa berat dan tali pusat tidak memanjang, berarti
plasenta belum lepas
Tarikan terasa ringan (mudah) dan tali pusat memanjang, berarti
plasenta telah lepas
c. Lakukan crede dengan benar
Perasat crede bertujuan melahirkan plasenta yang belum terlepas
dengan ekspresi :
1) Syarat
Uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria kosong
2) Teknik pelaksanaan
Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa,
sehingga ibu jari terletak pada permukaan depan uterus sedangkan
jari lainnya pada fundus dan permukaan belakang. setelah uterus
dengan rangsangan tangan berkontraksi baik, maka uterus ditekan ke
arah jalan lahir. gerakan jari-jari seperti meremas jeruk. perasat
Crede tidak boleh dilakukan pada uterus yang tidak berkontraksi
karena dapat menimbulkan inversion uteri.
10. Bagaimana asuhan pasca tindakan pada kasus tersebut?
a. Apabila reposisi telah berhasil dilakukan maka infus
diteruskan, dapat ditambah transfusi darah.
b. Beri profilaksis antibiotika dan antitetanus serum.
11. Penatalaksanaa inversio uteri
Daftar Tilik
No
Tindakan
1
Segera meminta bantuan (asisten)
2
Pasang infus
3
Berikan tokolitik/MgSO44
KOREKSI MANUAL
Gambar 2. Teknik reposisi manual
4.
Pasang sarung tangan DTT
5
Seluruh telapak tangan di masukkan ke dalam vagina untuk
mendorong nversion uteri untuk masuk kembali
6
Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual
7
Setelah berhasil lakukan kompresi bimanual antara tangan intra
uterine dan tangan lainnya di fundus uteri yang telah di reposisi
(KBI)
8
Masukkan bolus uterotonik ( oksitosin atau methergin) sehingga
timbul kontraksi yang dapat mempertahankan fundus uteri di
tempatnya. Jika kontraksi baik, keluarga tangan dengan
hati-hati
9
Berikan antibiotika dan transfusi darah jika perlu
10
Jika tindakan manual tidak berhasil maka lakukan koreksi
hidrostatik
KOREKSI HIDROSTATIK
11
Posisikan klien Trendelenburg dengan kepala lebih rendah sekitar
50 cm dari perineum
12
Siapkan sistem bilas yang sudah disinfeksi, berupa selang 2 m
berujung penyemprot berlubang lebar. Selang disambung dengan tabung
berisi air hangat 3-5L atau NaCl atau infus lain dan dipasang
setinggi 2 m
13
Identifikasi forniks posterior
14
Pasang ujung selang douche pada forniks posterior sampai menutup
labia sekitar ujung selang dengan tangan.
15
Guyur air dengan leluasa agar menekan uterus ke posisi
semula
16
Jika koreksi hidrostatik gagal, upayakan reposisi dalam
anestesia umum.
17
Halotan merupakan pilihan untuk relaksasi uterus
Jika tidak berhasil,
Koreksi kombinasi abdominal-vaginal
18
Kaji ulang indikasi
19
Kaji ulang prinsip dasar perawatan operatif
20
Lakukan insisisi dinding abdomen sampai peritoneum dan
singkirkan usus dengan kasa. Tampak uterus berupa lekukan
21
Dengan jari tangan lakukan dilatasi cincin konstriksi
serviks
22
Pasang tenakulum melalui cincin serviks pada fundus
23
Lakukan tarikan/traksi ringan pada fundus sementara asisten
melakukan koreksi manual pada vagina
24
Jika tindakan traksi gagal, lakukan insisi cincin kontriksi
serviks di bagian belakang untuk menghindari risiko cedera kangung
kemih, ulang tindakan dilatasi,pemasangan tenakulum dan traksi
fundus
25
Jika koreksi berhasil, tutup dinding abdomen setelah melkaukan
penjahitan hemostasis dan pastikan tidak adak perdarahan
26
Jika ada infeksi, pasang drain karet
DAFTAR PUSTAKA
Kepaniteraan Klinik Obsterri & Ginekologi
Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi
Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri, ginekologi, dan
KB
Manuaba. 2000. Penuntun kepaniteraan klinik ibstetri dan
ginekologi.
Jakarta: EGC.
Manuaba, Ida. 2001. Penatalaksanaan Rutin Obstetri dan KB.
Jakarta : EGC
Manuaba. 2003. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: EGC.
Manuaba, Ida B.G.. 2004. Penuntun Kepaniteraan klinik Obstetri
dan Ginekologi. Jakarta: EGC.
Manuaba, Ida Ayu. 2010. Ilmu Kebidanan, penyakit kandungan, dan
KB untuk pendidikan bidan. Jakarta: EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sipnosis Obstetri: Obstetri Fisiologi,
Obstetri patologi. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, sarwono. 2008. Ilmu kebidanan. Jakarta:
BP-SP.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina
Pustaka
Sastrawinata, Sulaiman. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi:
Obstetri Patologi. Jakarta: EGC
Sastrawinata, Sulaiman. 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi:
obstetri patologi. Jakarta: EGC.
Saiffudin, Abdul. dkk.. 2009. Buku Acuan Nasional Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta :PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Sastrawinata, sulaiman. 2003. Ilmu kesehatan reproduksi:
obstetri patologi. Jakarta: EGC.
Taber, Ben-zion. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan
Ginekologi. Jakarta: EGC
Taber, Ben-Zion.2008. Kapita Selekta Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta: EGC.
Varney, Helen, et.al. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta:
EGC