Top Banner
Seringkali terjadi pada penderita Alergi. Pada penderita alergi seringkali mengalami infeksi berulang karena bila alergi tidak dikendalikan akanmengakibatkan daya tahan tubuh menurun dan mudah terserang infekasi saluran naas khususnya tonsilitis atau amandel. Bila infeksi batuk, pilek atau demam seringkali berulang setiap bulan atau bahkan sebulan dua kali, maka akibat yang paling sering terjadi adalah tonsil membesar atau yang seringkali disebut amandel hingga mengganggu pernapasan dan gangguan tidur. Pada banyak kasus, saat alergi dikendalikan maka daya tahan tubuh membaik sehingga resiko untuk terjadi infeksi saluran anapas atas baik berupa batuk, pilek, demam (infeksi tenggorok, tonsilitis dan sebagainya) akan semakin berkurang. Sebaliknya bila alergi sulit dikendalikan maka infeksi berulang akan seriung terjadi mengakibatkan salah satunya tonsil membesar (amandel), resiko sinuitis meningkat dan resiko otitis media juga meningkat. Tonsilitis atau Penyakit Amandel Tonsilitis atau kalangan masyarakat awam menyebut dengan istilah penyakit Amandel. Tonsillitis adalah infeksi (radang) tonsil (amandel) yang pada umumnya disebabkan oleh mikro-organisme (bakteri dan virus). Terbanyak dialami oleh anak usia 5-15 tahun. Tonsillitis, berdasarkan waktu berlangsungnya (lamanya) penyakit, terbagi menjadi 2, yakni Tonsilitis akut dan Tonsilitis kronis. Dikategorikan Tonsilitis akut jika penyakit (keluhan) berlangsung kurang dari 3 minggu. Sedangkan Tonsilitis kronis jika infeksi terjadi 7 kali atau lebih dalam 1 tahun, atau 5 kali selama 2 tahun, atau 3 kali dalam 1 tahun secara berturutan selama 3 tahun. Adakalanya terdapat perbedaan penggolongan kategori Tonsilitis akut dan Tonsilitis kronis. Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil/mandel/amandel. Operasi ini merupakan operasi THT-KL yang paling sering dilakukan pada anak-anak. Para ahli belum sepenuhnya sependapat tentang indikasi tentang tonsilektomi, namun sebagian besar membagi
32

tonsilektomi.docx

Dec 28, 2015

Download

Documents

haninamauliani
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: tonsilektomi.docx

Seringkali terjadi pada penderita Alergi.

Pada penderita alergi seringkali mengalami infeksi berulang karena bila alergi tidak dikendalikan akanmengakibatkan daya tahan tubuh menurun dan mudah terserang infekasi saluran naas khususnya tonsilitis atau amandel. Bila infeksi batuk, pilek atau demam seringkali berulang setiap bulan atau bahkan sebulan dua kali, maka akibat yang paling sering terjadi adalah tonsil membesar atau yang seringkali disebut amandel hingga mengganggu pernapasan dan gangguan tidur.

Pada banyak kasus, saat alergi dikendalikan maka daya tahan tubuh membaik sehingga resiko untuk terjadi infeksi saluran anapas atas baik berupa batuk, pilek, demam (infeksi tenggorok, tonsilitis dan sebagainya) akan semakin berkurang. Sebaliknya bila alergi sulit dikendalikan maka infeksi berulang akan seriung terjadi mengakibatkan salah satunya tonsil membesar (amandel), resiko sinuitis meningkat dan resiko otitis media juga meningkat.

Tonsilitis atau Penyakit Amandel

Tonsilitis atau kalangan masyarakat awam menyebut dengan istilah penyakit Amandel. Tonsillitis adalah infeksi (radang) tonsil (amandel) yang pada umumnya disebabkan oleh mikro-organisme (bakteri dan virus). Terbanyak dialami oleh anak usia 5-15 tahun. Tonsillitis, berdasarkan waktu berlangsungnya (lamanya) penyakit, terbagi menjadi 2, yakni Tonsilitis akut dan Tonsilitis kronis.

Dikategorikan Tonsilitis akut jika penyakit (keluhan) berlangsung kurang dari 3 minggu. Sedangkan Tonsilitis kronis jika infeksi terjadi 7 kali atau lebih dalam 1 tahun, atau 5 kali selama 2 tahun, atau 3 kali dalam 1 tahun secara berturutan selama 3 tahun. Adakalanya terdapat perbedaan penggolongan kategori Tonsilitis akut dan Tonsilitis kronis.

Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil/mandel/amandel. Operasi ini merupakan operasi THT-KL yang paling sering dilakukan pada anak-anak. Para ahli belum sepenuhnya sependapat tentang indikasi tentang tonsilektomi, namun sebagian besar membagi alasan (indikasi) tonsilektomi menjadi:  Indikasi absolut dan Indikasi relatif.

Tonsilektomi merupakan pembedahan yang paling banyak dan biasa dilakukan di bagian THT (Telinga, Hidung dan Teng-gorok), oleh karena itu sering dianggap sebagai pembedahan kecil saja. Tetapi bagaimanapun juga, tonsilektomi adalah suatu pembedahan yang merupakan tindakan manipulasi yang dapat menimbulkan trauma dengan risiko kerusakan jaringan. Komplikasi mulai dari yang ringan bahkan sampai mengancam kematian atau gejala subyektif pada pasien berupa rasa nyeri pasca bedah dapat saja terjadi.

GEJALA DAN TANDA

Keluhan yang dapat dialami penderita Tonsilllitis, antara lain:

Tengorokan terasa kering, atau rasa mengganjal di tenggorokan (leher)

Page 2: tonsilektomi.docx

Nyeri saat menelan (nelan ludah ataupun makanan dan minuman) sehingga menjadi malas makan.

Nyeri dapat menjalar ke sekitar leher dan telinga. Demam, sakit kepala, kadang menggigil, lemas, nyeri otot. Dapat disertai batuk, pilek, suara serak, mulut berbau, mual, kadang nyeri perut,

pembesaran kelenjar getah bening (kelenjar limfe) di sekitar leher. Adakalanya penderita tonsilitis (kronis) mendengkur saat tidur (terutama jika disertai

pembesaran kelenjar adenoid (kelenjar yang berada di dinding bagian belakang antara tenggorokan dan rongga hidung).

Pada pemeriksaan, dijumpai pembesaran tonsil (amandel), berwarna merah, kadang dijumpai bercak putih (eksudat) pada permukaan tonsil, warna merah yang menandakan peradangan di sekitar tonsil dan tenggorokan.

Tentu tidak semua keluhan dan tanda di atas diborong oleh satu orang penderita. Hal ini karena keluhan bersifat individual dan kebanyakan para orang tua atau penderita akan ke dokter ketika mengalami keluhan demam dan nyeri telan.

PENCEGAHAN

Tak ada cara khusus untuk mencegah infeksi tonsil (amandel). Secara umum disebutkan bahwa pencegahan ditujukan untuk mencegah tertularnya infeksi rongga mulut dan tenggorokan yang dapat memicu terjadinya infeksi tonsil. Namun setidaknya upaya yang dapat dilakukan adalah:

Mencuci tangan sesering mungkin untuk mencegah penyebaran mikro-organisme yang dapat menimbulkan tonsilitis.

Menghindari kontak dengan penderita infeksi tanggorokan, setidaknya hingga 24 jam setelah penderita infeksi tenggorokan (yang disebabkan kuman) mendapatkan antibiotika.

Page 3: tonsilektomi.docx

 

KAPAN PERLU OPERASI

Berdasarkan The American Academy of Otolaryngology–Head and Neck Surgery (AAO-HNS), operasi tonsillitis (tonsillectomy) perlu dilakukan jika memenuhi syarat-syarat berikut:

INDIKASI ABSOLUT:

1. Tonsil (amandel) yang besar hingga mengakibatkan gangguan pernafasan, nyeri telan yang berat, gangguan tidur atau sudah terjadi komplikasi penyakit-penyakit kardiopulmonal.

2. Abses peritonsiler (Peritonsillar abscess) yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan. Dan pembesaran tonsil yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan wajah atau mulut yang terdokumentasi oleh dokter gigi bedah mulut.

3. Tonsillitis yang mengakibatkan kejang demam.4. Tonsil yang diperkirakan memerlukan biopsi jaringan untuk menentukan gambaran

patologis jaringan.

INDIKASI RELATIF:

1. Jika mengalami Tonsilitis 3 kali atau lebih dalam satu tahun dan tidak menunjukkan respon sesuai harapan dengan pengobatan medikamentosa yang memadai.

Page 4: tonsilektomi.docx

2. Bau mulut atau bau nafas tak sedap yang menetap pada Tonsilitis kronis yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan.

3. Tonsilitis kronis atau Tonsilitis berulang yang diduga sebagai carrier kuman Streptokokus yang tidak menunjukkan repon positif terhadap pengobatan dengan antibiotika.

4. Pembesaran tonsil di salah satu sisi (unilateral) yang dicurigai berhubungan dengan keganasan (neoplastik)

Alasan Yang Tidak benar yang dijadikan Pertimbangan Operasi

Bila tidak operasi kecerdasan menurun Bila tidak dioperasi mengakibatkan sakit jantung dan sakit paru-paru Bila tidak di operasi maka oksigen ke otak berkurang anak jadi kurang konsentrasi

dan kurang cerdas

KONTRAINDIKASI  Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi melakukan pembedahan tonsil karena bila dikerjakan dapat terjadi komplikasi pada penderita, bahkan mengancam kematian. Keadaan tersebut adalah kelainan hematologik, kelainan alergi-imunologik dan infeksi akut. Kontraindikasi pada kelainan hematologik adalah anemi, gangguan’ pada sistem hemostasis dan lekemi. Pada kelainan alergi-imunologik seperti penyakit alergi pada saluran pernapasan, sebaiknya tidak dilakukan tonsilektomi bila pengobatan kurang dari 6 bulan kecuali bila terdapat gejala sumbatan karena pembesaran tonsil. Pembedahan tonsil sebagai pencetus serangan asthma pernah dilaporkan. Tonsilektomi juga tidak dikerjakan apabila terdapat infeksi akut lokal, kecuali bila disertai sumbatan jalan napas atas. Tonsilektomi sebaiknya baru dilakukan setelah minimal 23 minggu bebas dari infeksi akut. Di samping itu tonsilektomi juga tidak dilakukan pada penyakit-penyakit sistemik yang tidak terkontrol seperti diabetes atau penyakit jantung pulmonal 

Page 5: tonsilektomi.docx

 JENIS TEKNIK OPERASI  1) Cara Guillotine  Diperkenalkan pertama kali oleh Philip Physick (1828) dari Philadelphia, sedangkan cara yang masih digunakan sampai sekarang adalah modifikasi Sluder. Di negara-negara maju cara ini sudah jarang digunakan dan di Indonesia cara ini hanya digunakan pada anak-anak dalam anestesi umum. Teknik

Posisi pasien telentang dalam anestesi umum. Operator di sisi kanan berhadapan dengan pasien.

Setelah relaksasi sempurna otot faring dan mulut, mulut difiksasi dengan pembuka mulut. Lidah ditekan dengan spatula.

Untuk tonsil kanan, alat guillotine dimasukkan ke dalam mulut melalui sudut kiri. Ujung alat diletakkan diantara tonsil dan pilar posterior, kemudian kutub bawah tonsil

dimasukkan ke dalam Iubang guillotine. Dengan jari telunjuk tangan kiri pilar anterior ditekan sehingga seluruh jaringan tonsil masuk ke dalam Iubang guillotine.

Picu alat ditekan, pisau akan menutup lubang hingga tonsil terjepit. Setelah diyakini seluruh tonsil masuk dan terjepit dalam lubang guillotine, dengan

bantuan jari, tonsil dilepaskan dari jaringan sekitarnya dan diangkat keluar. Perdarahan dirawat.

2) Cara diseksi Cara ini diperkenalkan pertama kali oleh Waugh (1909).  Cara ini digunakan pada pembedahan tonsil orang dewasa, baik dalam anestesi umum maupun lokal. Teknik :

Page 6: tonsilektomi.docx

Bila menggunakan anestesi umum, posisi pasien terlentang dengan kepala sedikit ekstensi. Posisi operator di proksimal pasien.

Dipasang alat pembuka mulut Boyle-Davis gag. Tonsil dijepit dengan cunam tonsil dan ditarik ke medial Dengan menggunakan respatorium/enukleator tonsil, tonsil dilepaskan dari fosanya

secara tumpul sampai kutub bawah dan selanjutnya dengan menggunakan jerat tonsil, tonsil diangkat. Perdarahan dirawat.

3) Cryogenic tonsilectomy  Tindakan pembedahan tonsil dapat menggunakan cara cryosurgery yaitu proses pendinginan jaringan tubuh sehingga terjadi nekrosis. Bahan pendingin yang dipakai adalah freon dan cairan nitrogen.4) Electrosterilization of tonsil Merupakan suatu pembedahan tonsil dengan cara koagulasi listrik pada jaringan tonsil. KOMPLIKASI Komplikasi tonsilektomi dapat terjadi saat pembedahan atau pasca bedah.

Komplikasi saat pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma akibat alat. Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan faktor operatornya sendiri.Perdarahan mungkin lebih banyak bila terdapat jaringan parut yang berlebihan atau adanya infeksi akut seperti tonsilitis akut atau abses peritonsil. Pada operator yang lebih berpengalaman dan terampil, kemungkinan terjadi manipulasi trauma dan kerusakan jaringan lebih sedikit sehingga perdarahan juga akan sedikit. Perdarahan yang terjadi karena pembuluh darah kapiler atau vena kecil yang robek umumnya berhenti spontan atau dibantu dengan tampon tekan. Pendarahan yang tidak berhenti spontan atau berasal dari pembuluh darah yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengan kauterisasi. Bila dengan cara di atas tidak menolong, maka pada fosa tonsil diletakkan tampon atau gelfoam,  kemudian pilar anterior dan pilar posterior dijahit. Bila masih juga gagal, dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna. Dari laporan berbagai kepustakaan, umumnya perdarahan yang terjadi pada cara guillotine lebih sedikit dari cara diseksi. Trauma akibat alat umumnya berupa kerusakan jaringan di sekitarnya seperti kerusakan jaringan dinding belakang faring, bibir terjepit, gigi patah atau dislokasi sendi temporomandibula saat pemasangan alat pembuka mulut.

Komplikasi pasca bedah dapat digolongkan berdasarkan waktu terjadinya yaitu immediate, intermediate dan late complication.

Komplikasi segera (immediate complication) pasca bedah dapat berupa perdarahan dan komplikasi yang berhubungan dengan anestesi. Perdarahan segera atau disebut juga perdarahan primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca bedah. Keadaan ini cukup berbahaya karena pasien masih dipengaruhi obat bius dan refleks batuk belum sempurna sehingga darah dapat menyumbat jalan napas menyebabkan asfiksi. Asfiksi inilah yang dapat mengakibatkan tersumbatnya saluran napas dan membuat komplikasi yang berat dan mengancam jiwa. Penyebabnya diduga karena hemostasis yang tidak cermat atau terlepasnya ikatan.

Yang penting pada perawatan pasca tonsilektomi adalah(1) baringkan pasien pada satu sisi tanpa bantal,

Page 7: tonsilektomi.docx

(2) ukur nadi dan tekanan darah secara teratur,(3) awasi adanya gerakan menelan karena pasien mungkin menelan darah yang terkumpul di faring dan(4) napas yang berbunyi menunjukkan adanya lendir atau darah di tenggorok. Bila diduga ada perdarahan, periksa fosa tonsil. Bekuan darah di fosa tonsil diangkat, karena tindakan ini dapat menyebabkan jaringan berkontraksi dan perdarahan berhenti spontan. Bila perdarahan belum berhenti, dapat dilakukan penekanan dengan tampon yang mengandung adrenalin 1:1000. Selanjutnya bila masih gagal dapat dicoba dengan pemberian hemostatik topikal di fosa tonsil dan hemostatik parenteral dapat diberikan. Bila dengan cara di atas perdarahan belum berhasil dihentikan, pasien dibawa ke kamar operasi dan dilakukan perawatan perdarahan seperti saat operasi.Mengenai hubungan perdarahan primer dengan cara operasi, laporan di berbagai kepustakaan menunjukkan hasil yang berbeda-beda, tetapi umumnya perdarahan primer lebih sering dijumpai pada cara guillotine.  Komplikasi yang berhubungan dengan tindakan anestesi segera pasca bedah umumnya dikaitkan dengan perawatan terhadap jalan napas. Lendir, bekuan darah atau kadang-kadang tampon yang tertinggal dapat menyebabkan asfiksi.

Pasca bedah, komplikasi yang terjadi kemudian (interme-diate complication) dapat berupa perdarahan sekunder, hematom dan edem uvula, infeksi, komplikasi paru dan otalgia. Perdarahan sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pasca bedah. Umumnya terjadi pada hari ke 5 10. Jarang terjadi dan penyebab tersering adalah infeksi serta trauma akibat makanan; dapat juga oleh karena ikatan jahitan yang terlepas, jaringan granulasi yang menutupi fosa tonsil terlalu cepat terlepas sebelum luka sembuh sehingga pembuluh darah di bawahnya terbuka dan terjadi perdarahan. Perdarahan hebat jarang terjadi karena umumnya berasal dari pembuluh darah permukaan.

Cara penanganannya sama dengan perdarahan primer. Pada pengamatan pasca tonsilektomi, pada hari ke dua uvula mengalami edem. Nekrosis uvula jarang terjadi, dan biladijumpai biasanya akibat kerusakan bilateral pembuluh darah yang mendarahi uvula. Meskipun jarang terjadi, komplikasi infeksi melalui bakteremia dapat mengenai organ-organ lain seperti ginjal dan sendi atau mungkin dapat terjadi endokarditis. Gejala otalgia biasanya merupakan nyeri alih dari fosa tonsil, tetapi kadang- kadang merupakan gejala otitis media akut karena penjalaran infeksi melalui tuba Eustachius. Abses parafaring akibat tonsilektomi mungkin terjadi, karena secara anatomik fosa tonsil berhubungan dengan ruang parafaring. Dengan kemajuan teknik anestesi, komplikasi paru jarang terjadi dan ini biasanya akibat aspirasi darah atau potongan jaringan tonsil.

Late complication pasca tonsilektomi dapat berupa jaringan parut di palatum mole. Bila berat, gerakan palatum terbatas dan menimbulkan ri nolalia. Komplikasi lain adalah adanya sisa jaringan tonsil. Bila sedikit umumnya tidak menimbulkan gejala, tetapi bilacukup banyak dapat mengakibatkan tonsilitis akut atau abses peritonsil

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher Indonesia (PERHATI-KL) dan The American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery (AAO-HNS) antara lain :

Page 8: tonsilektomi.docx

Pembesaran amandel yang mengakibatkan penutupan jalan nafas, nyeri tenggorok hebat, gangguan tidur atau komplikasi jantung-paru.

Abses (nanah) di dalam amandel yang tak membaik dengan pengobatan, Tonsillitis/radang amandel yg mengakibatkan kejang demam Radang amandel berulang ( lebih dari 3 kali dalam satu tahun) walapun telah dilakukan

pengobatan optimal. Bau mulut dan nafas yang diakibatkan oleh radang amandel berulang dan tidak beresopon

baik dengan pengobatan. Tonsillitis yang disebabkan kuman streptococcus yang tidak berespon baik dengan

pengobatan Pembesaran amandel 1 sisi yang dicurigai suatu keganasan.

Tonsil atau amandel adalah benda bulat mirip bakso yang posisinya berada di belakang kiri dan kanan tenggorokan. Ukuran amandel juga beragam, mulai dari sebesar kelereng hingga seukuran bola pimpong seperti yang di jelaskan oleh dr Kristiawan SpTHT-KL dari Rumah Sakit Mitra Keluarga Cikarang.

Amandel merupakan salah satu bagian tubuh (kelenjar getah bening) yang berfungsi sebagai penghadang agar kuman tidak mudah masuk ke saluran pernapasan manusia, selain kelenjar getah bening yang ada diseluruh bagian tubuh.

Amandel pada orang sehat akan berwarna sesuai dengan warna jaringan disekitarnya dan berpermukaan rata. Sedangkan pada orang yang mengalami tonsilitis (infeksi atau radang amandel) warnanya bisa menjadi kemerahan atau terdapat bercak putih pada amandel dan ukuran tonsil kemudian membesar.

Sesuai dengan berbagai tingkatan kondisi penyakit amandel, penanganan tonsilitis (radang amandel) sangatlah beragam, mulai dari terapi obat hingga operasi pengangkatan tonsil atau amandel sebagai solusi akhir.

“Karena amandel sebenarnya mempunyai manfaat untuk tubuh, maka operasi dilakukan bila efek buruknya lebih besar dibandingkan manfaatnya,” lanjut Dr. Kristiawan dengan ramah. Dr Kristiawan menjelaskan ada dua macam operasi amandel, yaitu cara tradisional dan cara modern.

Cara tradisional

1. Teknik Guillotine

Yaitu dengan menjepit tonsil dengan alat guillotine kemudian dipotong. Teknik ini dalam pengerjaannya sangat cepat namun demikian dalam pengelolaan perdarahan saat operasi cukup lama dan resiko perdarahan pasca operasi juga cukup besar selain itu nyeri pasca oparasi juga cukup mengganggu pasien dalam hal kenyamanan pasca operasi.

2. Teknik Diseksi

Page 9: tonsilektomi.docx

Yaitu dengan menggunakan pisau potong untuk memisahkan tonsil dari jaringan pengikatnya. Operasi dengan teknik ini bisa cepat tapi komplikasinya sangat besar antara lain resiko perdarahan pasca operasi, sehingga teknik ini sudah jarang dilakukan.

Cara modern

1. Teknik Elektrokauter

Teknik ini lebih cepat tapi panas yang dihasilkan sangat tinggi mencapai 400-600 derajat C, sehingga dapat terjadi kerusakan jaringan yang hebat pasca operasi.

2. Teknik Microderider

Teknik dengan menggunakan alat yang diputar dan bila terjadi perdarahan langsung disedot. Tetapi kelemahannya harga alat masih mahal.

3. Teknik Radiofrekuensi

Teknik operasi dengan menggunakan energi temperatur rendah (40-70 derajat C), berbeda dengan teknik elektrokauter yang menggunakan energi dengan temperatur mencapai 400 derajat C. Teknik radiofrekuensi menggunakan gelombang radio pada frekuensi 1,5-4,5 MHz.

4. Teknik Thermal welding

Teknik operasi ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari teknik radiofrekuensi dimana penggunaan energi temperature rendah hanya disebarkan diujung alat pemotong yang dilidungi suatu bahan peredam panas, sehingga luas jaringan yang terpapar panas sangat minimal. Dengan paparan panas yang minimal ini resiko nyeri pasca operasi lebih minimal, proses pemulihan lebih cepat.

Hingga saat ini kebanyakan dokter THT khususnya di Indonesia masih menggunakan cara konvensional untuk prosedur operasi amandel, yaitu dengan teknik Guillotine dan teknik diseksi. Namun sejak satu dekade terakhir, diperkenalkan cara baru dengan menggunakan teknologi mutakhir dalam operasi pengangkatan tonsil, yaitu dengan menggunakan teknik radiofrekuensi dan teknik thermal welding.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di beberapa negara, disimpulkan bahwa penggunaan radiofrekuensi dan thermal welding dalam tonsilektomi (pengangkatan tonsil/amandel) memiliki beberapa keuntungan, diantaranya:

Waktu operasi menjadi lebih singkat Jumlah perdarahan saat operasi lebih minimal Nyeri pasca operasi lebih ringan Kemungkinan perdarahan pasca operasi lebih kecil Penyembuhan luka operasi lebih singkat Biaya relatif lebih murah dibanding beberapa teknik modern lainnya

Page 10: tonsilektomi.docx

Lebih aman TONSILEKTOMI

IV.1 INDIKASI DAN KONTRAINDKASI

IV.1.1 INDIKASI

Pembesaran tonsil jarang merupakan indikasi untuk pengakalan kebanyakan anak anak

mempunyai tonsil yang besar, yang ukurannya akan menurun sejalan dengan perlambatan

usia.12

Tonsilektomi dilakukan jika pasien mempunyai masalah-masalah berikut :12

Saat ini indikasi tonsilektomi masih beragam. Di abad ke 20 tonsilektomi dilakukan

karena tonsil merupakan fokus infeksi untuk penyakit sistemik seperti reumatisme.

Menurut Ballenger (1997), tidak ada rumusan baku untuk indikasi tonsilektomi. Grey

(1994) dan Simpson (1967) membagi indikasi tonsilektomi menjadi indikasi local, fokal,

dan umum, sedangkan Boies (1997) atas indikasi relatif dan indikasi absolut. Royal

College Paediatric Child Health / RCPCH (2000) dan Scottish Intercollegiate Guideline

Network / SIGN (2001), tidak membagi indikasi tonsilektomi menjadi indikasi relatif dan

indikasi absolut.4

Antoni W (2002) menyatakan bahwa Kriteria pasien dirujuk untuk tonsilektomi adalah :4

Rekomendasi kriteria rujukan indiksai tonsilektomi pada tonsillitis dari Scottish

Intercollegiate Guidelines Network (SIGN) adalah adanya semua kriteria berikut:4

Indikasi yang menjadi perdebatan adalah definisi tonsillitis kronis dan tonsilitis rekuren,

di samping itu sampai sekarang belum ada definisi praktis tonsilitis yang jelas dan

diterima secara luas. Hal ini menyulitkan penelitian mengenai tonsilitis. Paradise et al.

(2003) mendefinisikan secara klinis sebagai :4

Capper dan Canter menyatakan bahwa kesepakatan gambaran diagnostik tonsilitis dan

indikasi tonsilektomi sangat rendah. Indikasi yang paling banyak dianut adalah tonsilitis

rekuran dan obstruksi traktus aerodigestif. Perbedaan definisi antara peneliti

menyebabkan banyak penlitian sulit dibandingkan.4

Simpson et al. (1967) dan Gray (1992) membedakan indikasi tonsilektomi dalam indikasi

lokal, fokal dan general (umum).4

Page 11: tonsilektomi.docx

Indikasi tonsilektomi menurut Adam (1996) dibagi atas indikasi absolut dan indikasi

relatif.4

Rekomendasi indikasi tonsilektomi dari Scottish Intercollegiate Guidelines Network

(SIGN) adalah pasien yang memenuhi semua criteria berikut :4

Pasien jarang dirujuk ke spesialis dalam kondisi akut, oleh sebab itu pisode sakit dan

disability pasien harus dikonfirmasi. Dianjurkan periode 6 bulan pengamatan untuk

menentukan pola gejala sakit tenggorokan dan memberi kesempatan pasien

mempertimbangkan secara penuh implikasi operasi. Saaat keputusan tonsilektomi

diambil, seharusnya segera dilakukan saat keuntungan maksimal sebelum penyembuhan

alami terjadi.4

Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan

prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi

di indikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini indikasi utama adalah

obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil. Berdasarkan the American Academy of

Otolaryngology- Head and Neck Surgery (AAO-HNS) tahun 1995 indikasi tonsilektomi

terbagi menjadi : 5,13

IV.1.2 KONTRAINDIKASI

Kontraindikasi :5,8

IV.2 TEKNIK OPERASI

Teknik operasi yang optimal dengan morbiditas yang rendah sampai sekarang masih

menjadi kontroversi, masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan.

Penyembuhan luka pada tonsilektomi terjadi per sekundam. Pemilihan jenis teknik

operasi difokuskan pada morbiditas seperti nyeri, perdarahan perioperatif dan pasca

operatif serta durasi operasi. Beberapa teknik tonsilektomi dan peralatan baaru ditemukan

disamping teknik tonsilektomi standar. Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak

digunakan saat ini adalah teknik Guillotine dan diseksi.5

Macam – macam teknik operasi tonsilektomi :5

Tonsilektomi guillotine dipakai untu mengangkat tonsil secara cepat dan praktis. Tonsil

dijepit kemudian pisau guillotine digunakan untuk melepas tonsil beserta kapsul tonsil

Page 12: tonsilektomi.docx

dari fosa tonsil. Sering terdapat sisa dari tonsil karena tidak seluruhnya terangkat atau

timbul perdarahan yang hebat.

Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi. Metode

pengangkatan tonsil dengan menggunakan skapel dan dilakukan dalam anestesi. Tonsil

digenggam dengan menggunakan klem tonsil dan ditarik kearah medial, sehingga

menyebabkan tonsil menjadi tegang. Dengan menggunakan sickle knife dilakukan

pemotongan mukosa dari pilar tersebut.

Teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil disertai kauterisasi untuk

mengontrol perdarahan. Pada bedah listrik transfer energi berupa radiasi elektromagnetik

untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio yang digunakan dalam spektrum

elektromagnetik berkisar pada 0,1 hingga 4 Mhz. Penggunaan gelombang pada frekuensi

ini mencegah terjadinya gangguan konduksi saraf atau jantung.

Pada teknik ini radiofrekuensi elektrode disisipkan langsung kejaringan. Densitas baru

disekitar ujung elektrode cukup tinggi untuk membuka kerusakan bagian jaringan melalui

pembentukan panas. Selama periode 4 – 6 minggu, daerah jaringan yang rusak mengecil

dan total volume jaringan berkurang.

Skapel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan mengkoagulasi

jaringan dengan kerusakan jaringan minimal.

Coblation atau cold ablation merupakan suatu modalitas yang untuk karena dapat

memanfaatkan plasma atau molekul sodium yang terionisasi untuk mengikis jaringan.

Mekanisme kerja dari coblation ini adalah menggunakan energi dari radiofrekuensi

bipolar untuk mengubah sodium sebagai media perantara yang akan membentuk

kelompok plasma dan terkumpul disekitar elektroda. Kelompok plasma tersebut akan

mengandung suatu partikel yang terionisasi dan kandungan plasma dengan partikel yang

terionisasi yang akan memecah ikatan molekul jaringan tonsil. Selain memecah ikatan

molekuler pada jaringan juga menyebabkan disintegrasi molekul pada suhu rendah yaitu

40-70%, sehingga dapat meminimalkan kerusakan jaringan sekitar.

Intracapsular tonsilektomi merupakan tensilektomi parsial yang dilakukan dengan

menggunakan microdebrider endoskopi. Microdebrider endoskopi bukan merupakan

peralatan ideal untuk tindakan tonsilektomi, namun tidak ada alat lain yang dapat

menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini dalam membersihkan jaringan tonsil tanpa

Page 13: tonsilektomi.docx

melukai kapsulnya.

Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau KTP (Potassium Titanyl Phosphat)

untuk menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil. Tehnik ini mengurangi volume tonsil

dan menghilangkan recesses pada tonsil yang menyebabkan infeksi kronik dan rekuren.

IV.3 KOMPLIKASI TONSILEKTOMI

Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi lokal

maupun umum,sehingga komplikasi yang ditimbulkan merupakan gabungan komplikasi

tindakan bedah dan anestesi.5

Komplikasi anestesi ini terkait dengan keadaan status kesehatan pasien. 

Komplikasi yang dapat ditemukan berupa :

Komplikasi anestesi

Komplikasi anestesi ini terkait dengan keadaan status kesehatan pasien.

Komplikasi yang dapat ditemukan berupa :

Laringosspasme

Gelisah pasca operasi

Mual muntah

Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi

Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hipotensi dan henti jantung

Hipersensitif terhadap obat anestesi.

Komplikasi Bedah

Perdarahan

Merupakan komplikasi tersering (0,1-8,1 % dari jumlah kasus). Perdarahan dapat terjadi

selama operasi,segera sesudah operasi atau dirumah. Kematian akibat perdarahan terjadi

pada 1:35. 000 pasien. sebanyak 1 dari 100 pasien kembali karena perdarahan dan dalam

jumlah yang sama membutuhkan transfusi darah.

Nyeri.

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Juli 2007 TONSILEKTOMI

Page 14: tonsilektomi.docx

Writed by: Dr. Arwansyah Wanri (2007) Edited by: Harry Wahyudhy Utama, S.Ked Dedicated to: Dr. H. Hanafi Zainuddin, SpTHT-KL (Pembimbing kami, Pengajar kami, Bapak kami, dan Penguji kami. Terima kasih untuk bimbingannya selama 5 minggu di THT kemarin dan ujiannya yang begitu berkesan) Nb: Buat kak Arwan, terima kasih untuk bantuan bahan tonsilektomi nya. Buat ujian...he..he... untung ado kak, dak payah nyari lagi. DEPARTEMEN TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG 2007 1 Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Juli 2007

Page 15: tonsilektomi.docx

TONSILEKTOMI Arwansyah Wanri

Abstrak Tonsilektomi merupakan suatu metode pengangkatan dari tonsil. Tonsilektomi termasuk tindakan operasi yang paling sering dilakukan dalam sejarah operasi. Tonsilektomi telah dilakukan oleh dokter THT, dokter bedah umum, dokter umum, dan dokter keluarga selama lebih dari 50 tahun. Namun dalam 30 tahun terakhir, kebutuhan akan adanya standarisasi teknik operasi menyebabkan pergeseran pola praktek operasi tonsilektomi. Saat ini di Amerika Serikat tonsilektomi secara eksklusif dilakukan oleh dokter THT. Seiring dengan berjalannya waktu berkembang pula berbagai teknik dalam pelaksanaan tonsilektomi Kata kunci : Tonsil, teknik tonsilektomi Abstract Tonsillectomy is method to remove the tonsil. Tonsillectomy has been one of the most commonly perform procedure in the history of surgery. Tonsillectomy has been performed by otolaryngologist, general surgeon, general practitioners and family practitioners over the past 50 years. However, in the last 30 years, recognition of the need for standardization of surgical technique resulted in a shift practice pattern, so that today in United State the procedure is performed almost exclusively by otolaryngologist. As time goes by many technique for tonsillectomy have been introduced Key word : Tonsil, Technique of tonsillectomy Pendahuluan Tonsilektomi didefinisikan sebagai metode pengangkatan seluruh tonsil, berasal dari bahasa latin tonsilia yang mempunyai arti tiang tempat menggantungkan sepatu, serta dari bahasa yunani ektomi yang berarti eksisi. Tonsilektomi sudah sejak lama dikenal yaitu sekitar 2000 tahun yang lalu. Cornelius celcus seorang penulis dan peneliti Romawi yang pertama memperkenalkan cara melepaskan tonsil dengan menggunakan jari dan disarankan memakai alat yang tajam, jika dengan jari tidak berhasil. Tahun 1867 dikatakan bahwa sejak tahun 1000 sebelum masehi orang Indian asiatik sudah terampil dalam melakukan tonsilektomi. Frekuensi tindakan ini mulai menurun sejak ditemukannya antibiotik untuk pengobatan penyakit infeksi. Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman, namun hal ini bukan berarti tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap memerlukan ketrampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam pelaksanaannya. Di Amerika, tonsilektomi digolongkan operasi mayor karena kekhawatiran komplikasi, sedangkan di Indonesia tonsilektomi digolongkan operasi sedang karena durasi operasi pendek dan tidak sulit. Di Indonesia data nasional mengenai jumlah operasi tonsilektomi atau tonsiloadenoidektomi belum ada. Namun data yang didapatkan dari RSUPNCM selama 5 tahun terakhir (1993-2003) menunjukan kecenderungan penurunan jumlah operasi tonsiloadenoidektomi dengan puncak kenaikan pada tahun kedua (275 kasus) dan terus menurun sampai tahun 2003 ( 152 kasus). 2 Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Juli 2007

Page 16: tonsilektomi.docx

Beragam teknik terus berkembang mulai dari abad ke-21, diantara teknik tersebut adalah diseksi tumpul, eksisi guillotine, diatermi monopolar dan bipolar, skapel harmonik, diseksi dengan laser dan terakhir diperkenalkan tonsilektomi dengan coblation. Keseluruhan teknik ini mempunyai keuntungan serta kerugian tersendiri dan masih terjadi perdebatan dalam pemilihan teknik yang terbaik. Anatomi Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting dari cincin waldeyer. Jaringan limfoid yang mengelilingi faring, pertama kali digambarkan anatominya oleh Heinrich von Waldeyer, seorang ahli anatomi Jerman. Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah mukosa dinding faring posterior faring dan dekat orificium tuba eustachius (tonsil Gerlach’s). Tonsil palatina adalah massa jaringan limfoid yang terletak didalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Palatoglosus mempunyai origo seperti kipas dipermukaan oral palatum mole dan berakhir pada sisi lateral lidah. Palatofaringeus merupakan otot yang tersusun vertikal dan diatas melekat pada palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak. Otot ini meluas kebawah sampai kedinding atas esofagus. otot ini lebih penting daripada palatoglosus dan harus diperhatikan pada operasi tonsil agar tidak melukai otot ini. Kedua pilar bertemu diatas untuk bergabung dengan paltum mole. Di inferior akan berpisah dan memasuki jaringan pada dasar lidah dan lateral dinding faring. Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas kedalam jaringan tonsil. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan. Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil dapat meluas kearah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi velofaring atau obstruksi hidung walau jarang ditemukan. Arah perkembangan tonsil tersering adalah kearah hipofaring, sehingga sering menyebabkan sering terjaganya anak saat tidur karena gangguan pada jalan nafas. Secara mikroskopik mengandung 3 unsur utama yaitu:

1) jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf, dan limfa, 2) folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda dan 3) jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai stadium. Perdarahan tonsil didapatkan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu 1. Maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris dan A palatina asenden, 2. A maksilaris interna dengan cabangnya A palatina desenden, 3. A lingualis dengan cabangnya A. Lingualis dorsalis, 4. A faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh A. Lingualis

dorsal dan bagian posterior oleh A palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh A tonsilaris, kutub atas tonsil diperdarahi oleh A faringeal asenden dan A palatina desenden.

3 Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Juli 2007

Page 17: tonsilektomi.docx

Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui vena disekitar kapsul tonsil,vena lidah dan pleksus faringeal serta akan menuju v jugularis interna. Gb1. Perdarahan tonsil Persarafan tonsil didapat dari serabut saraf trigeminus melalui ganglion sfenopalatina dibagian atas dan saraf glosofaringeus dibagian bawah. Aliran limfe dari dari tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior dibawah M sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada. Struktur histologi tonsil sesuai dengan fungsinya sebagai organ imunologi. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limposit yang sudah disentisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu: 1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif 2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitasi sel limfosit T dengan antigen spesifik. Indikasi Tonsilektomi Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi di indikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini indikasi utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil. Berdasarkan the American Academy of Otolaryngology- Head and Neck Surgery ( AAO-HNS) tahun 1995 indikasi tonsilektomi terbagi menjadi :

1. Indikasi absolut a) Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan napas atas,disfagia

berat,gangguan tidur, atau terdapat komplikasi kardiopulmonal b) abses peritonsiler yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan drainase,

kecuali jika dilakukan fase akut. c) Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam d) Tonsil yang akan dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi

2. Indikasi relatif a) Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun tidak diberikan

pengobatan medik yang adekuat b) Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak ada respon terhadap pengobatan

medik

4 Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Juli 2007

Page 18: tonsilektomi.docx

c) Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik kuman resisten terhadap β-laktamase.

3. Kontraindikasi a) Riwayat penyakit perdarahan b) Resiko anestesi yang buruk atau riwayat penyakit yang tidak terkontrol c) Anemia d) Infeksi akut

Teknik operasi Teknik operasi yang optimal dengan morbiditas yang rendah sampai sekarang masih menjadi kontroversi, masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyembuhan luka pada tonsilektomi terjadi per sekundam. Pemilihan jenis teknik operasi difokuskan pada morbiditas seperti nyeri, perdarahan perioperatif dan pasca operatif serta durasi operasi. Beberapa teknik tonsilektomi dan peralatan baaru ditemukan disamping teknik tonsilektomi standar. Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik Guillotine dan diseksi

1. Guillotine

Tonsilektomi guillotine dipakai untu mengangkat tonsil secara cepat dan praktis. Tonsil dijepit kemudian pisau guillotine digunakan untuk melepas tonsil beserta kapsul tonsil dari fosa tonsil. Sering terdapat sisa dari tonsil karena tidak seluruhnya terangkat atau timbul perdarahan yang hebat. 2. Teknik Diseksi

Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi. Metode pengangkatan tonsil dengan menggunakan skapel dan dilakukan dalam anestesi. Tonsil digenggam dengan menggunakan klem tonsil dan ditarik kearah medial, sehingga menyebabkan tonsil menjadi tegang. Dengan menggunakan sickle knife dilakukan pemotongan mukosa dari pilar tersebut. 3. Teknik elektrokauter

Teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil disertai kauterisasi untuk mengontrol perdarahan. Pada bedah listrik transfer energi berupa radiasi elektromagnetik untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio yang digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar pada 0,1 hingga 4 Mhz. Penggunaan gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya gangguan konduksi saraf atau jantung. 4. Radiofrekuensi

Pada teknik ini radiofrekuensi elektrode disisipkan langsung kejaringan. Densitas baru disekitar ujung elektrode cukup tinggi untuk membuka kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan berkurang. 5. Skapel harmonik

5 Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Juli 2007

Page 19: tonsilektomi.docx

Skapel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan mengkoagulasi jaringan dengan kerusakan jaringan minimal. 5. Teknik Coblation

Coblation atau cold ablation merupakan suatu modalitas yang unuk karena dapat memanfaatkan plasma atau molekul sodium yang terionisasi untuk mengikis jaringan. Mekanisme kerja dari coblation ini adalah menggunakan energi dari radiofrekuensi bipolar untuk mengubah sodium sebagai media perantara yang akan membentuk kelompok plasma dan terkumpul disekitar elektroda. Kelompok plasma tersebutakan mengandung suatu partikel yang terionisasi dan kandungan plasma dengan partikel yang terionisasi yang akan memecah ikatan molekul jaringan tonsil. Selain memecah ikatan molekuler pada jaringan juga menyebabkan disintegrasi molekul pada suhu rendah yaitu 40-70%, sehingga dapat meminimalkan kerusakan jaringan sekitar. 7. Intracapsular partial tonsillectomy Intracapsular tonsilektomi merupakan tensilektomi parsial yang dilakukan dengan menggunakan microdebrider endoskopi. Microdebrider endoskopi bukan merupakan peralatan ideal untuk tindakan tonsilektomi, namun tidak ada alat lain yang dapat menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini dalam membersihkan jaringan tonsil tanpa melukai kapsulnya. 8. Laser (CO2-KTP)

Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau KTP (Potassium Titanyl Phosphat) untuk menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil. Tehnik ini mengurangi volume tonsil dan menghilangkan recesses pada tonsil yang menyebabkan infeksi kronik dan rekuren

Komplikasi Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi lokal maupun

umum, sehingga komplikasi yang ditimbulkan merupakan gabungan komplikasi tindakan bedah dan anestesi.

1. Komplikasi anestesi Komplikasi anestesi ini terkait dengan keadaan status kesehatan pasien. Komplikasi yang dapat ditemukan berupa :

• Laringosspasme • Gelisah pasca operasi • Mual muntah • Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi • Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hipotensi dan henti jantung • Hipersensitif terhadap obat anestesi.

2. Komplikasi Bedah a) Perdarahan Merupakan komplikasi tersering (0,1-8,1 % dari jumlah kasus). Perdarahan dapat terjadi selama operasi,segera sesudah operasi atau dirumah. Kematian akibat perdarahan terjadi pada 1:35. 000 pasien. sebanyak 1 dari 100 pasien kembali karena perdarahan dan dalam jumlah yang sama membutuhkan transfusi darah. b) Nyeri

6 Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Juli 2007

Page 20: tonsilektomi.docx

Nyeri pasca operasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf glosofaringeus atau vagal, inflamasi dan spasme otot faringeus yang menyebabkan iskemia dan siklus nyeri berlanjut sampai otot diliputi kembali oleh mukosa, biasanya 14-21 hari setelah operasi c) Komplikasi lain Dehidrasi,demam, kesulitan bernapas,gangguan terhadap suara (1:10. 000), aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula, insufisiensi velopharingeal, stenosis faring, lesi dibibir, lidah, gigi dan pneumonia

7 Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Juli 2007

Page 21: tonsilektomi.docx

Daftar Pustaka 1. Adams GL,Penyakit-penyakit nasofaring dan orofaring. Dalam: Adams GL,Boies buku

ajar penyakit THT,Jakarta, Penerbit buku kedokteran EGC edisi 6, 1994 : 337-40 2. Hatmansyah, Tonsilektomi. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran no 89. 1993: 18-21 3. American academy of otolaryngology head and neck dissection. Lesspain and quicker

recovery with coblation assisted tonsillectomy. avaible from: http://www. medicalnewstoday. com/medic alnews. php?newsid=13677

4. Ballenger JJ. Anatomi bedah tonsil. Dalam: Ballenger JJ, ed. Penyakit telinga,hidung,tenggorok,kepala dan leher Edisi 13. Jakarta,Binarupa aksara 1994: p321-7

5. Drake A. Tonsillectomy. avaible from: http://www. emedicine. com/ent/topic315. htm/emed tonsilektomi

6. Kornblut A,Kornblut AD. Tonsillectomy and adenoidectomy. In: Paparella,Gluckman S,Mayerhoff, eds. Otolaryngology head and neck surgery. Philadelphia, WB Saunders 3rd edition,1991:2149-56

7. Tukel DE,Little JP. Pediatric head and neck emergency. In : Eiscle DW and McQuone SJ. Emergency of the head and neck. Mosby. USA. 2000:324-326

8. Brodsky L and Poje C. Tonsilitis, Tonsillectomy and adenoidectomy. In: Bailey. Head and neck surgery-otolaryngology. Philadelphia. 2001:980-91

9. Liston SI. Embriologi, anatomi dan fisiologi rongga mulut, faring,esophagus dan leher. Dalam : Adam,Boies dan Higler. Boies. EGC. Jakarta. 1997:263-71

10. HTA. Tonsilektomi pada anak dan dewasa. Unit Pengkajian Teknologi Kesehatan Direktorat Jenderal pelayanan Medik Depkes RI. 2004

11. hhtp:/www. etnet. org/Kids ENT/tonsil procedures. efm 12. Chowdhury K. et al. Post tonsillectomy and adenoidectomy hemorrhage. J

Otolaryngology. 1998 Febr : 17 (1):46-9 13. Chang KW. Randomized controlled trial of coblation versus electrocautery

tonsillectomy. Otolaryngology head and neck surgery 2005: 132(2):273-80 14. Bluestone CD. Controversies in tonsillectomy, adenoidectomy and tympanostomy

tubes. In Bailey BJ, Healy GB, Johnson JT et all,eds Head and neck surgery otolaryngology. Philadelphia, Wolter kluwer company. 3rd edition,2001:993-6

15. Blomgren et all. A prospective Study on pros and Cros of Electrodissection Tonsillectomy. Laryngoscopy. March 2001:111(3):478-82

8