Top Banner
1 1) Bidang Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Jakarta Oseana, Volume XXXI, Nomor 3, 2006 : 1 - 12 ISSN 0216-1877 TOKSIN ALAM DARI MIKROALGAE Oleh Lily M.G. Panggabean 1) ABSTRACT NATURAL TOXINS OF MICROALGAE. Incidence of poisoning after eating contaminate seafood with toxins has been reported caused by harmful algae which form mass occurrences, or so-called ‘blooms’ in marine, brackish or fresh waters. ’Harmful Algal Blooms’ or HAB is term for the naturally occurring fenomena, which may impact to public health. Some species produce potent toxins that can find their way through food chain to humans, causing a variety of gastrointestinal and neurological illness, such as Paralytic Shellfish Poisoning’ (PSP), ’Amnesic Shellfish Poisoning’ (ASP), ’Diarrhetic Shellfish Poisoning’ (DSP), ’Neurotoxic Shellfish Poisoning’ (NSP) ’Ciguatera Fish Poisoning’ (CFP). Here natural marine algal toxin, symptoms of seafood poisoning by natural algal toxin contamination, incidence in Indonesia and research and monitoring of HAB as well are described on purpose to address one of the problem of HAB mainly of toxic species. PENDAHULUAN Perubahan lingkungan karena alam atau perilaku manusia di darat dapat memicu terjadinya ledakan populasi (’blooming”) mikroalgae yang terkenal dengan sebutan Harmful Algal Bloom” (HAB). HAB merupakan istilah baru menggantikan istilah lama “red tide” (pasang merah). Istilah tersebut dipakai karena begitu melimpahnya tumbuhan satu sel tertentu sehingga menimbulkan warna air laut menjadi merah. Penggunaan sebutan HAB lebih sesuai dan sekarang dipakai oleh para ahli, karena ternyata ’red tide’ tidak selalu menimbulkan kerugian, sedangkan proliferasi alga berbahaya yang menimbulkan kerugian tidak selalu menimbulkan warna merah (HALLEGRAEFF, 2002). Fenomena HAB kerap kali muncul di daerah pesisir tertentu di dunia. Masalah yang ditimbulkan sangat beragam menurut jenisnya dan kondisi lingkungannya. Dampaknya sangat luas dan mengakibatkan kerugian ekonomi maupun jiwa. Kasus kematian atau penyakit setelah makan kerang atau ikan di berbagai tempat di dunia dilaporkan semakin meningkat. Catatan tertua tentang kasus kematian setelah makan kerang dilaporkan pada tahun 1793 yaitu saat kapten sumber:www.oseanografi.lipi.go.id Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006
12
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: toksin

1

1) Bidang Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Jakarta

Oseana, Volume XXXI, Nomor 3, 2006 : 1 - 12 ISSN 0216-1877

TOKSIN ALAM DARI MIKROALGAE

Oleh

Lily M.G. Panggabean 1)

ABSTRACT

NATURAL TOXINS OF MICROALGAE. Incidence of poisoning after eatingcontaminate seafood with toxins has been reported caused by harmful algae whichform mass occurrences, or so-called ‘blooms’ in marine, brackish or fresh waters.’Harmful Algal Blooms’ or HAB is term for the naturally occurring fenomena, whichmay impact to public health. Some species produce potent toxins that can find theirway through food chain to humans, causing a variety of gastrointestinal andneurological illness, such as Paralytic Shellfish Poisoning’ (PSP), ’AmnesicShellfish Poisoning’ (ASP), ’Diarrhetic Shellfish Poisoning’ (DSP), ’NeurotoxicShellfish Poisoning’ (NSP) ’Ciguatera Fish Poisoning’ (CFP). Here natural marinealgal toxin, symptoms of seafood poisoning by natural algal toxin contamination,incidence in Indonesia and research and monitoring of HAB as well are describedon purpose to address one of the problem of HAB mainly of toxic species.

PENDAHULUAN

Perubahan lingkungan karena alam atauperilaku manusia di darat dapat memicuterjadinya ledakan populasi (’blooming”)mikroalgae yang terkenal dengan sebutan“Harmful Algal Bloom” (HAB). HABmerupakan istilah baru menggantikan istilahlama “red tide” (pasang merah). Istilah tersebutdipakai karena begitu melimpahnya tumbuhansatu sel tertentu sehingga menimbulkan warnaair laut menjadi merah. Penggunaan sebutanHAB lebih sesuai dan sekarang dipakai olehpara ahli, karena ternyata ’red tide’ tidak selalu

menimbulkan kerugian, sedangkan proliferasialga berbahaya yang menimbulkan kerugiantidak selalu menimbulkan warna merah(HALLEGRAEFF, 2002). Fenomena HAB kerapkali muncul di daerah pesisir tertentu di dunia.Masalah yang ditimbulkan sangat beragammenurut jenisnya dan kondisi lingkungannya.Dampaknya sangat luas dan mengakibatkankerugian ekonomi maupun jiwa. Kasuskematian atau penyakit setelah makan kerangatau ikan di berbagai tempat di dunia dilaporkansemakin meningkat. Catatan tertua tentangkasus kematian setelah makan kerangdilaporkan pada tahun 1793 yaitu saat kapten

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006

Page 2: toksin

2

George Vancouver beserta krunya mendaratdan makan kerang di tempat yang kemudiandisebut ’Poison cove”. Orang Indian disanatabu makan kerang bila air laut bercahaya padamalam hari. Alga beracun umumnyamengandung pigmen ’bioluminescent’.

Diantara 300 jenis alga yang seringmengalami ’blooming’, diketahui sekitar 100jenis mikroalgae memproduksi toksin.Akumulasi racun alga melalui rantai makanandapat menimbulkan kasus-kasus sepertiCiguatera Fish Poisoning (CFP), ParalyticShellfish Poisoning (PSP), Amnesic ShellfishPoisoning (ASP), Diarrhetic ShellfishPoisoning (DSP), Neurotoxic ShellfishPoisoning (NSP), dan lain-lain.

Dalam tulisan ini dijelaskan tentangtoksin alam dari alga laut, gejala kliniskeracunan makanan dari laut yangterkontaminasi oleh racun alga, kasusnya diIndonesia serta penelitian dan monitoring yangsudah dilakukan di Indonesia.

TOKSIN ALGA

Beragam toksin alam dari algae beracunmenimbulkan gangguan kesehatan secara akutmaupun letal. Kebanyakan toksin alga bersifatneurotoksik terhadap manusia dan binatang.

Kehadirannya dalam makanan mentah atauolahan tidak menimbulkan perubahan rasa danbau. Toksin alga bersifat tidak berasa, tidakberbau dan stabil dalam kondisi asam ataupemanasan.

Di alam dikenal beberapa toksin dari algalaut yaitu :- alkaloid, yaitu saxitoxin dan turunannya

yang menyebabkan PSP serta anatoxin- asam amino, yaitu domoic acid dan

isomernya dan- polyether, termasuk diantaranya Okadaic

Acid (OA) dan Dinophysistoxin (DTX)penyebab DSP, ciguatoxin penyebab CFP,brevetoxin, spirolid, azaspiracid.

Jenis toksin alga dan alga produsernyadicantumkan dalam Tabel 1.

Contoh struktur kimia dari saxitoxin danturunannya disajikan pada Gambar 1. Toksinini khususnya bekerja aktif memblokir eksitasidari Na+ pada sistem persarafan otot sehinggamenyebabkan paralisis atau kelumpuhan. Asamamino penyebab ASP yaitu domoic acid danisomernya. Toksin ini adalah golongan kainoids,asam-asam amino yang berikatan dengan kainicacid (Gambar 2). Kebalikan dari saxitoxin,domoic acid bekerja sebagai “neuroexitant”,terus menerus memproduksi dan merusakbagian saraf ingatan di otak.

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006

Page 3: toksin

3

Jenis toksin

Jenis alga produser toksin bersangkutan

Alkaloida Saxitoxins dan sekitar 20 jenis derivatnya diketahui menyebabkan PSP

Alexandrium spp., Gymnodinuim catena-tum, Pyrodinium bahamense var. compressum

Asam amino Domoic acid dan sekitar 10 derivatnya menyebabkan ASP

Pseudo-nitzschia spp., Nitzschia navis-varingica, Amphora caffeaeformis

Polyether Brevetoxins, 2 golongan dengan 10 turunan dan analognya penyebab kematian ikan dan NSP

Karenia brevis, Chattonella spp.

Ciguatoxin (CTX) dan 20 analognya penyebab utama Ciguatera

Gambierdiscus toxicus

Cooliatoxin Coolia monotis Galacto-lipids, fatty acids Amphidinium carterae, A. operculatum,

Karenia mikimotoi, Chrysochromulina polylepis

Maitotoxins (MTX), 3 congeners, implicated in CFP

Gambierdiscus toxicus

Okadaic acid (OA), toxin dinophysis (DTX-1 and DTX-2), sekitar 8 turunannya dipercaya sebagai precursor metabolit kekerangan yang menyebabkan DSP

Dinophysis spp., Prorocentrum spp.

Gymnodimine Karenia mikimotoi, Gymnodinium spp. ? Palytoxins Ostreopsis lenticularis, O. siamensis Pinnatoxins Pectinotoxins, 10 analog Dinophysis acuta, D. fortii Prorocentrolide, 2 analog Prorocentrum lima, P. maculosum Prymnesins Prymnesium parvum Spirolids, 4 analog Alexandrium ostenfeldii Yessotoxins, 6 turunannya Lingulodinium polyedrum, Protoceratium

reticulatum Senyawa reaktif terhadap oksigen Chattonella marina, C. antiqua,

Fibrocapsa japonica, Olisthodiscus luteus, Heterosigma akashiwo, Cochlodinium polykrikoides

Tabel 1. Toksin alga dan sumbernya (Sumber: ANONIM 2004)

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006

Page 4: toksin

4

GEJALA KLINIS KERACUNANTOKSIN ALGA

Paralytic Shellfish Poisoning (PSP)

Penduduk asli Amerika sudah mengenaldengan baik bahaya PSP sejak ratusan tahunsilam. Kasus keracunan PSP awalnyadilaporkan terjadi di Amerika Utara dan Eropa.Kemudian menyusul laporan kejadian diMalaysia, Filipina, Indonesia, Venezuela,Guatemala, Cina dan Afrika Selatan (BACKERet al., 2002).

Telah diketahui banyak jenisdinoflagellata memproduksi racun PSP, antaralain Alexandrium catenella, A. cohorticula, A.fundyense, A.fraterculus, A. leei, A. minutum,A. temarense, Gymnodinium catenatum, danPyrodinium bahamense var. Compressum.Toksin PSP bekerja aktif memblokir terjadinyasodium bermuatan (Na+) dari membran axon danserabut-serabut saraf pada otot skeleton. EfekPSP bisa terjadi pada ikan, burung dan mamalia.Mahluk paling sensitif terhadap PSP adalahmanusia. Racun PSP yang paling berbahayayaitu saxitoxin dapat mematikan pada dosis 1-4mg sesuai dengan umur dan kondisi kesehatankorban.

Gejala PSP muncul 30 menit hingga 3jam setelah makan makanan dari laut yangterpapar racun PSP. Berat ringannya gejalakeracunan tergantung dosis dan tingkatabsorbsi racun yang masuk. Dibandingkandengan orang dewasa anak-anak mengalamitingkat keracunan lebih parah, karena merekalebih sensitif terhadap saxitoxin dan lebih cepatmengubah racun jenis sulfamat yang kurangpoten (toksin C1, C2, B1 dan B2) menjaditurunan karbamat yang lebih poten. Gejala PSPdimulai dengan rasa kesemutan dan kebas (matirasa) di sekitar bibir dan mulut, kemudianmenjalar sampai ke muka dan leher. Pasien bisajuga mengalami mual dan muntah. Pada gejalaringan sampai sedang, kesemutan bisa menjalarsampai kedua tangan dan kaki dan sulitdigerakkan atau lemas. Korban juga bisa pusingdan tidak bisa bicara dengan benar dankehilangan arah (light-headedness). Kesulitanbernapas diawali dengan rasa tercekik. Padakeracunan berat, bisa melumpuhkan seluruhfungsi otot. Korban mati bisa terjadi karenabernapas semakin sulit dan hypoxia semakinparah. Korban tidak mengalami hipotensi ataukelainan detak jantung. Waktu paruh racun PSPsangat pendek (90 menit). Korban akut dapatditolong dengan tindakan cepat di rumah sakitmelalui bantuan respirasi.

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006

Page 5: toksin

Gambar 1. Struktur kimia toksin penyebab PSP (Sumber: LUCAS et al., 2002)

5

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006

Page 6: toksin

Gambar 2. Struktur kimia domoic acid dan isomernya (Sumber: QUILLIAM, 2002)

Beragam toksin dari alga laut toksisitasnya berbeda-beda (Tabel 2). Toksin yang paling berbahaya yaitu saxitoxin dan maitotoxin. Bila dibandingkan dengan racun

kobra, toksisitas saxitoxin dua kali lebih tinggi, sedangkan maitotoxin mencapai lebih dari 40 kali racun ular kobra.

6

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006

Page 7: toksin

7

Tingkat mortalitas karena PSP di duniaberkisar antara 2-14 %. Berdasarkanpengalaman pada pertolongan PSP sebelumnyadan kelengkapan peralatan di rumah sakit,pasien PSP Amerika dan Eropa kini sudah dapattertolong.

Amnesic Shellfish Poisoning (ASP)

Pada tahun 1987 sekitar 107 orangmenjadi sakit setelah makan kerang biru yangberasal dari Prince Edward Island, Kanada.Domoic acid ditemukan dalam sisa kerang yangtidak termakan maupun kerang dari tempatasalnya dibudidayakan. Sumber domoic acidternyata adalah diatomae Pseudonitzschiamultiseries (= Nitzschia pungens) yang sedang’blooming’ di daerah estuari tempat kerangtersebut dibudidayakan (BATES et al., 1989).Ada 11 jenis diatomae penghasil domoic acidyaitu Pseudo-nitzschia australis, P.delicatissima, P. multiseries, P.pseudodelicatissima, P. pungens, P. seriata, P.turgidula, P. faudulenta, P. multistriata,Nitzschia navis-varingica dan Amphoracaffeaeformis (BATES, 2000 & KOTAKI, 2002)

Gejala ASP termasuk gangguan padagastrointestinal yaitu muntah, kram perut dandiare, sedangkan pada saraf lainnya yaitu nyeripada kepala dan sering kehilangan daya ingatsementara (short term memory). Pada kasusyang parah, ada 9 pasien yang dirawat di rumahsakit mengalami serangan jantung, koma,sekresi berlebihan pada pernapasan atautekanan darah tidak stabil. Tiga diantaranyameninggal. Kasus ASP juga menimpa 25 orangsetelah makan kerang pisau (razor clam) didaerah Oregon pada tahun 1994. Tidak hanyamanusia, keracunan domoic acid juga menimpaburung pelikan, burung camar dan singa lautdi Kalifornia, setelah makan ikan-ikan kecil(SCHOLIN et al., 2000).

Sejak kejadian tersebut di Kanada.pemantauan terhadap DA dilakukan untukdaerah budidaya kerang biru. Bila konsentrasiDA pada kerang biru tinggi, daerah tersebutdilarang panen terhadap kerang biru selamawaktu tertentu.

Diarhetic shellfish poisoning (DSP)

DSP pertama kali dikonfirmasikan diBelanda karena adanya kasus penyakitgastrointestinal setelah makan kerangdisebabkan karena perairan didominasi olehdinoflagellata : Prorocentrum sp. (KAT, 1979).Kasus ’Diarhetic Shellfish Poisoning (DSP)ini juga terjadi di berbagai tempat sepertiJepang, India, Indonesia, Australia danSelandia Baru (SUNDSTRÕM et al., 1990).Beberapa toksin penyebab DSP yaitu okadaicacid dan dinophysistoxin. Okadaic acidberasal dari alga bentik: Prorocentrum spp.Sedangkan sumber dinophysistoxin adalahDinophysis spp.

Gejala DSP adalah gangguan padagastrointestinal yaitu diare, mual, muntah dansakit perut yang luar biasa (melilit), terjadi dalamwaktu 30 menit sampai 3 jam setelah makankerang yang terkontaminasi racun tersebut.Pasien DSP sembuh total dengan sendirinyasetelah merasa sangat kesakitan dalambeberapa hari. Penyakit ini tidak mematikan,namun mempunyai bahaya laten akibatterakumulasinya toksin ikutan padaProrocentrum spp. dan Dinophysis spp.Toksin ikutan tersebut mempunyai aktifitas“hepatotoxic, imuno-suppresive dan tumor-promoting” (AUNE & YNDESTAD, 1993).CORDIER et al., (2000) melaporkan adanyatumor gonad pada kekerangan berkaitandengan DSP. Konsumsi kekerangan yangterkontaminasi racun tersebut dalam jangkapanjang beresiko menimbulkan kanker. Laporandan studi tentang efek kronis pada masyarakattertentu akibat mengkonsumsi kekeranganyang terkontaminasi toksin DSP belum ada.

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006

Page 8: toksin

8

Ciguatera fish poisoning

Kasus keracunan CFP sering terjadi diPulau-pulau Hawaii, Pasifik Selatan, Pulau-pulau Karibia, Pulau-pulau Virginia. Ada sekitar50.000 hingga 500.000 kasus CFP yang menimpapenduduk maupun turis di Pulau-pulau Pasifikdan Laut Karibia (BACKER et al., 2002).

Ciguatoxin dan turunannya, adalahgolongan polyether majemuk yang larut dalamlemak berasal dari Gambierdiscus toxicus yangberasosiasi dengan terumbu karang. Termasukdiantaranya yaitu maitotoxin yang bersifathidrofilik, melalui rantai makanan di terumbukarang dapat mencemari ikan-ikan besar antaralain kerapu (e.g. Plectropoma spp), Ikan-ikanyang terkontaminasi CFP penampakan danrasanya tidak berbeda dengan ikan yang sehatdan normal.

Gejala awal CFP adalah menyeranggastrointestinal (beberapa jam setelahmengkonsumsi ikan) yang dibarengi ataudiikuti dengan gejala neurologis dan kadang-kadang diikuti gejala cardiovascular (e.g.bradycardia, hypotension) (GLAZIOU &LEGRAND 1994). Gangguan pada indra perasadisekitar mulut dan ujung-ujung jari kaki dantangan, pruritis dan sensor terhadap suhu yangberlawanan dengan keadaan sebenarnyamencirikan keracunan ini. Gejala imbuhandicatat antara lain asthralgia, ’metallic taste’,pusing dan lemas. Gangguan gastrointestinalhanya berlangsung beberapa hari saja,sedangkan gangguan neurologis dapatberlangsung sampai beberapa bulan(GLAZIOU & LEGRAND, 1994).

Gejala CFP biasanya muncul pada orangyang keracunan kedua atau ketiga kalinyakarena tubuhnya sudah mengakumulasiciguatoxin (GLAZIOU & MARTIN, 1993).Recurency bisa terjadi dalam waktu 3 sampai 6bulan bagi penggemar alkohol, kafein dankacang-kacangan. Resiko keracunan bagi prialebih tinggi.

KASUS HAB DI INDONESIA

Kasus keracunan setelah meng-konsumsi kekerangan dan ikan di Indonesiapernah dilaporkan menimbulkan korban mati dibeberapa tempat tertentu. ADNAN &SUTOMO (1988) melaporkan adanya kasus-kasus HAB yang pernah terjadi di Flores,Ujung Pandang dan Kalimantan Timur. Kejadianserupa juga pernah terjadi di Lewotobi, WulungGitung, Flores Timur dengan adanya kematianmassal ikan pada tanggal 24 November 1983(ADNAN, 1984). Penduduk yang makan ikan-ikan mati tersebut 191 orang mengalamikeracunan dan 9 diantaranya meninggal. DiUjung Pandang ada 4 orang meninggal setelahmakan kerang pada bulan Agustus 1989.Keracunan setelah mengkonsumsi kerang tudaimenimpa hampir seluruh penduduk DesaBalang Tiku, Kaltim, pada 12 Januari 1988. Duaorang meninggal dan 68 orang dirawat diPuskesmas Nunukan. Gejala akut yangmenimpa para korban tersebut mirip dengangejala keracunan PSP, tetapi penyebabsebenarnya tidak diketahui dengan jelas padakejadian tersebut, karena tidak dilengkapidengan data toksisitas dari kerang yangdimakan korban. Di daerah tersebut belum adapengetahuan tentang alga beracun.

Di Lata, Ambon, kasus PSP menimpa 3orang korban anak-anak meninggal dan 33orang dewasa dirawat di rumah sakit setelahmakan ’bia manis’ (Hiatula chinensis) padabulan Juli 1994 dilaporkan oleh WIADNYANAet al., (1994). Pada waktu itu Pyrodiniumbahamense var. compressum (Pbc) merupakansalah satu komponen yang ada pada sampelplankton di Teluk Ambon. Kepadatan Pbc diTeluk Ambon pada waktu kejadian sebenarnyatidak terlalu tinggi, yaitu sekitar 1.600 sel/l. Padatahun yang sama, Pbc dalam jumlah lebih tinggiditemukan di Teluk Kao, yaitu mencapai 2,3 jutasel/l sehingga mewarnai air laut menjadikemerahan, namun tidak ada korban, karenapenduduk justru menyadari adanya “air

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006

Page 9: toksin

9

beracun”. Komponen terbesar pada airberwarna merah di Teluk Kao didominasi olehPbc, yaitu mencapai 92%, sedangkan komponenPbc pada air yang ’tidak berwarna’ hanya sekitar8%. Belakangan ditemukan alga lain penyebabPSP di Teluk Ambon, yaitu Alexandrium affine(WAGEY et al., 2000).

PERLUNYA STUDI KASUS

Spesies HAB paling berbahaya adalahPyrodinium bahamense var. compressum atauPbc sering muncul di perairan Lampung danMaluku. Dalam pertemuan regional WESTPACdi SCIRO, Australia dan SEAFDEC/IDRCdinyatakan bahwa Pyrodinium bahamense var.compressum merupakan alga berbahaya nomorsatu di Asia Tenggara. Alga ini seringmenimbulkan korban di Filipina, Malaysia danPapua Nugini (HALLEGRAEFF, 2002;HALLEGRAEFF & MACLEAN, 1989;MACLEAN 1977; USUP et al., 1989).

Fenomena HAB selalu muncul di tempatyang sama. Masalah dan dampaknya sangatkompleks. Bahaya spesies beracun adalahperanannya dalam rantai dasar makanan dalamekosistem. Toksin bioaktif dinoflagellata bekerjapada sistem hemolitik, neurotoksik dangastrointestinal konsumernya. Di antara biotakonsumer lainnya, bangsa kekerangan adalahkonsumen mikroalgae terbesar. Golongan‘filterfeeder’, yang berarti “makan secarapenyaringan” tersebut mampu menyaringmelalui insangnya partikel fitoplankton dalamjutaan sel/menit. Jika mikroalgae toksik ikuttermakan toksinnya akan terakumulasi dalamtubuh kerang tanpa ’menyakitinya’. Kerangberacun hidup normal dan tidak berbeda dengankerang yang tidak terkontaminasi, tetapi sudahmenjadi sumber makanan beracun bagilingkungannya. Data dan informasi tentangaspek HAB di perairan Lampung masihterpisah-pisah di berbagai institusi. Hasilobservasi Puslit Oseanografi LIPI

mengindikasikan bahwa Teluk Lampungberpotensi menimbulkan kasus PSP, DSP sertaASP dengan ditemukannya beragam spesiesHAB dalam sampel plankton, antara lainPyrodinium bahamense var. compressum (Pbc)yang mengandung racun penyebab PSP;Dinophysis caudata dan D. Miles yangmengandung racun penyebab DSP sertaPseudonitzschia sp. yang mengandungdomoic acid yang menyebabkan ASP(PANGGABEAN et al., 2005). Dalam konteksmanajemen lingkungan perikanan tangkap danbudidaya di Teluk Lampung, Balai BesarBudidaya Laut Lampung (BBL) DKP telahmelakukan monitoring tingkat kesehatanlingkungan teluk sejak tahun 1994(MUAWANAH et al., 2004). Dalam monitoringtersebut Pbc yang merupakan alga palingberbahaya, sebenarnya sudah terdaftar dalamsampel plankton dari Teluk Hurun. Pbc duludidaftar sebagai Goniodoma. Karena ketidaktahuan dan tidak berdampak langsung padakomoditi budidaya ikan kerapu di keramba,kehadiran Pbc tidak disadari sebagai ancamanterpaparnya sumberdaya perikanan oleh PSP.Kasus PSP di Lampung belum ada ataumungkin ada tapi tidak dilaporkan, karenabarangkali kekerangan bukan merupakankomoditi penting di daerah ini.

Dalam konteks menjaga mutu dankeamanan komoditi ekspor kekerangan, BalaiPengembangan dan Pengujian Mutu HasilPerikanan (BPPMHP) dalam Program SanitasiKekerangan di Indonesia, telah melakukanmonitoring toksin PSP sejak tahun 1999. Duadaerah terdeteksi sering terpapar oleh PSP, yaituLampung dan Maluku. (MUTAQIN et al., 2004).Tingkat toksisitas PSP pada beberapakekerangan dari kedua daerah tersebut kadang-kadang tinggi. Hasil uji toksisitas ekstrak darikekerangan sampel Lampung pada bulan Mei2005 (PANGGABEAN et al., 2005) terhadaptikus menunjukkan angka paling tinggi dari datasebelumnya dan jauh melampaui ambang bataskadar yang dibolehkan (> 80 µg/100 gr daging).

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006

Page 10: toksin

10

Studi kasus secara medis di daerah tersebutperlu dilakukan oleh institusi yang bekerja dibidang kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

ADNAN, Q. 1984. Distribution ofdinoflagellates at Jakarta Bay, TamanJaya, Banten and Benoa Bay, Bali: Areport of an incident of fish poisoningat Eastern Nusa Tenggara. In: ToxicRed Tides and Shellfish Toxicity inSoutheast Asia, Changi Point,Singapore, Southeast Asia FisheriesDevelopment Center and InternationalDevelopment Research Center(SEAFDEC).

ADNAN, Q. dan A.B. SUTOMO 1988. Kasuskeracunan kerang di Balang Tiku-Kaltim. “Pasang Merah”. SuaraPembaruan, Jumat 11 Maret 1988.

AUNE, T. and M.YNDESTAD, 1993. Diarrheticshellfish poisoning. In : I.R. Falconer(ed.), Algal Toxins in Seafood andDrinking Water, London, AcademicPress: 87-104.

ANONIM 2004. Training course on biologyand taxonomy on Harmful Microalgae.Hue, Vietnam, 6-13 January 2004.

BACKER, L.C.; L.E. FLEMING; A.D. ROWANand D.G. BADEN 2002. Epidemiology,public health and human diseasesassociated with harmful marine algae.In : Hallegraeff, G.M., D.M. Andersonand A.D. Cembella (eds.), Manual onHarmful Marine Microalgae ,Monographs on oceanographicmethodology 11, Unesco, Paris : 723-749.

BATES, S.S. 2000. Domoic-acid-producingdiatoms : another genus added. J.Phycol. 36 : 978-985.

BATES, S.S.; C.J. BIRD; A.S.W. DE FREITAS;R. FOXLL; M. GILGAN; L.A. HANIC;G.R. MCCULLOCH; P.ODENSE; R.POCKLINGTON; M.A. QUILLIAM;P.G.SIM; J.C. SMITH; D.V.SUBBARAO; E.C.D. TODD; J.A.WALTER and J.L.C. WRIGHT 1989.Penneate diatom Nitzschia pungens asthe primary source of domoic acid, atoxin in shellfish from eastern PrinceEdward Island, Canada. Can. J. Fish.Aquat. Sci. 46 : 1203-1215.

CORDIER, S.; C. MONFORT; L. MIOSSEC; S.RICHARDSON and C. BELIN 2000.Ecological analysis of digestive cancermortality related to contaminationdiarrhetic shellfish poisoning toxinsalong the coasts of France. Environ.Res., 84 : 145-150.

GLAZIOU, P. and A.M. LEGRAND 1994Epidemiology and ciguatera fishpoisoning. Toxicon 32 (8) : 863-873.

GLAZIOU, P. and P.M.V. MARTIN 1993. Studyof factors that influence the clinicalresponse to ciguatera fish poisoning.Toxicon 31 (9) : 1151-1154.

HALLEGRAEFF, G.M. 2002. Harmful algalblooms: a global overview. In :Hallegraeff, G.M., D.M. Anderson andA.D. Cembella (eds.), Manual onHarmful Marine Microalgae,Monographs on oceanographicmethodology 11, Unesco, Paris : 25-49

HALLEGRAEFF, G.M. and J.L. MACLEAN1989. Biology, epidemiology andmanagement of Pyrodinium red tides.– International Centre for LivingAquatic Resources Management,Manila, Conf. Proc. 21 : 286 pp.

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006

Page 11: toksin

11

KAT, M. 1979. The occurrence of Prorocentrumspecies and coincidental gastro-intestinal illness of mussel consumers.In : Taylor, D. and H.H. Seliger (eds.),Toxic Dinoflagellate Blooms.Amsterdam, Elsevier/North-Holland :215-220.

KOTAKI, Y. 2002. Production of domoic acidby diverse species of pennate diatoms.Fisheries science suppl. I. 68 : 525-528

LUCAS, B.; C. HUMMER and Y. OSHIMA2002. Analytical methods for paralyticshellfish poisoning. In : Hallegraeff,G.M., D.M. Anderson and A.D. Cembella(eds.), Manual on Harmful MarineMicroalgae, Monographs onoceanographic methodology 11,Unesco, Paris : 191-209.

MACLEAN, J.L. 1977. Observation onPyrodinium bahamense Plate, a toxicdinoflagellate in Papua New Guinea. -Limnol. Oceanogr. 22 : 234-294.

MUAWANAH, A.; A. KARTIKASARI and P.HARTONO 2004. Current status ofHAB Monitoring in Lampung Bay. Paperpresented for the National Workshop onHAB Research and Monitoring inIndonesia: Integrated Research andMonitoring HAB for Aquatic Resourcesand Human Health Protection inLampung Bay, Jakarta 2-3 March 2004.

MUTAQIN, A.; T. PRATIWI and B.SUSILOWATI 2004. Monitoring toksinpada kekerangan di Perairan Indonesia.Paper presented for the NationalWorkshop on HAB Research andMonitoring in Indonesia: IntegratedResearch and Monitoring HAB forAquatic Resources and Human HealthProtection in Lampung Bay, Jakarta 2-3March 2004.

PANGGABEAN, L.M.G.; SUWARTI; T.PRATIWI; A.M. MUTAQIN andMUAWANAH 2005. Diversity of HABspecies and PSP content in shellfishfrom Lampung Bay. Paper in posterpresented in 2nd Seminar of JSPSmultilateral core university program on“coastal oceanography”, Tokyo, 24-26August 2005.

QUILLIAM, M.A. 2002. Chemical methodsfor domoic acid, the amnesic shellfishpoisoning (ASP) toxin. In : Hallegraeff,G.M., D.M. Anderson and A.D. Cembella(eds.), Manual on Harmful MarineMicroalgae, Monographs onoceanographic methodology 11,Unesco, Paris : 247-265.

SCHOLIN, C.; F. GULLAND; G.J. DOUCETTE;S. BENSON; M. BUSMAN; F.P.CHAVEZ; J. CORDARO; R. DELONG;A. DE VOEGLAERE; J. HARVEY; M.HAULENA; K. LEFEBERE; T.LIPSCOMB; S. LOSCUTOFF; L.J.LOWENSTINE; R.III MARIN; P.E.MILLER; W.A. MCLELLAN; P.D.R.MOELLER; C.L. POWELL; T. ROWLES;P. SILVAGNI; M. SILVER; T. SPRAKER;V. TRAINER and F. VAN DOLAH 2000.Mortality of sea lions along the centralCalifornia coast linked to a toxic diatombloom. Nature 403 : 80-84.

SUNDSTRÕM, B.; L. EDLER and E. GRANELI1990. The global distribution of harmfuleffects of phytoplankton. In : ToxicMarine Phytoplankton (Graneli, E., B.Sundstrõm, L. Edler and D.M. Anderson(eds.), Amsterdam, Elsevier : 537-541.

USUP, G.; A. AHMAD and N. ISMAIL 1989.Pyrodinium bahamense var.compressum red tide studies in Sabah,Malaysia. In : Biology, epidemiologyand management of Pyrodinium redtides (Hallegraeff, G.M. and J.L. Maclean(eds), ICLARM, Manila : 97-110.

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006

Page 12: toksin

12

WAGEY, G.A.; F.J.R. TAYLOR and P.J.HARRISON 2000. Bloom of thedinoflagellate Alexandrium affine (INOEand FUKUYO) BALECH in tropicalAmbon Bay, Indonesia. Internationalconference in Harmful Algal Blooms,Hobart, Tasmania, Australia, 7-11February 2000 : 120-124.

WIADNYANA, N.N.; A. SEDIANA; T.SIDABUTAR and S.A. YUSUF 1994.Blooms of the dinoflagellatePyrodinium bahamense var.

compressum in Kao Bay, NorthMollucas. In : Sustainability of theMarine Environment: An IntegratedScientific Approach to Coastal AreaManagement. (Nontji, A., S.Soemodihardjo, A.G. Ilahude, D.Setiapermana, D.P. Praseno, M.K.Moosa and O.S.R. Ongkosongo (eds.).Proc. IOC-WESTPAC third Inter-national Science Symposium., Bali,Indonesia, 22-26 November 1994 : 104-112.

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXXI No. 3, 2006