BAB I
BAB I PENDAHULUAN
Penyakit jantung bawaan adalah kelainan struktur jantung yang
sudah terdapat sejak lahir. Kelainan terjadi akibat adanya gangguan
atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal
pembentukan jantung, yang dimulai saat terjadinya pembuahan dan
secara lengkap terbentuk pada minggu ke 8 masa kehamilan. Kelainan
jantung bawaan biasanya terjadi pada 8 minggu pertama yang krusial
ini. Seringkali kelainan jantung bawaan merupakan akibat dari salah
satu langkah krusial ini tidak terjadi pada saat yang tepat,
sehingga menyisakan sebuah lubang di dinding pemisah yang
seharusnya terbentuk atau pembuluh darah tunggal terbentuk menjadi
dua. Secara garis besar kelainan yang tampak pada saat bayi
dilahirkan dapat berupa sianosis atau non-sianosis.
Penyakit jantung bawaan terjadi pada 810 bayi diantara 1.000
bayi lahir hidup. Penyakit ini merupakan kelainan bawaan yang
sering terjadi (kira-kira 30% dari seluruh kelainan bawaan), dan
paling sering menimbulkan kematian khususnya pada neonatus.
Pengetahuan masyarakat tentang penyakit jantung bawaan masih
rendah, sehingga orang tua tidak mengetahui bahwa bayi mereka
mengidap penyakit jantung, atau boleh jadi karena tidak segera
membawa bayi atau anak ke rumah sakit. Padahal, bila penyakit
tersebut tidak terdeteksi secara dini dan tidak ditangani dengan
baik, diperkirakan sekitar 50% dari anak yang lahir dengan penyakit
jantung bawaan akan meninggal pada bulan-bulan pertama kelahiran.
Setengah dari kasus penyakit jantung bawaan, semestinya sudah dapat
dideteksi pada bulan pertama kehidupan, karena memperlihatkan
tanda-tanda yang memerlukan pertolongan segera.
Sejauh ini belum ditemukan alasan yang mendukung terjadinya
kelainan jantung bawaan tersebut. Rangkaian kelainan jantung bawaan
bisa berbentuk kelainan jantung sederhana hingga kelainan jantung
kompleks. Ada bayi yang mungkin hanya mengalami masalah-masalah
jantung yang lebih mudah, seperti duktus arteriosus persisten atau
defek septum atrium, karena defek-defek ini akan menutup sendiri
selama masa pertumbuhan. Ada bayi lain yang mengalami kombinasi
defek dan memerlukan operasi. Beberapa masalah jantung dapat
dideteksi oleh dokter anak dan ditangani dengan obat-obatan.
Sedangkan masalah jantung lainnya membutuhkan pembedahan yang
acapkali harus dilakukan beberapa jam setelah bayi lahir, dan harus
ditangani oleh dokter subspesialis anak.
BAB II
ISI
Definisi
Tetralogi fallot adalah penyakit jantung bawaan dengan kombinasi
4 komponen kelainan, yaitu (1) stenosis pulmonal berat, (2)
hipertrofi ventrikel kanan, (3) defek septum ventrikel yang berat,
dan (4) aorta yang bergeser ke kanan, yang menyilang cacat septum
dan menerima darah dari ventrikel kiri dan ventrikel kanan. Ke 4
penemuan ini diuraikan oleh Fallot (1888). Sifat khusus kelainan
ini, yaitu (1) terdapat sianosis, (2) aliran darah dalam paru
berkurang, (3) Shunt pada daerah ventrikel. Kelainan ini merupakan
bentuk penyakit jantung bawaan sianotik yang memungkinkan kehidupan
sampai dewasa.
Angka kejadian
Frekuensi penyakit jantung bawaan bervariasi pada bermacam-macam
umur. Terbanyak pada masa bayi dan prasekolah; kelainan ini
merupakan persentase terkecil pada kelainan jantung orang dewasa.
Kerrebijn menyatakan bahwa kematian pada bayi lahir dengan penyakit
jantung bawaan adalah 80% pada umur tahun pertama, sepertiga
daripada jumlah ini meninggal pada minggu pertama dan separuhnya
pada umur satu atau dua bulan pertama. Frekuensi macam-macam
kelainan sulit ditentukan dengan pasti, oleh karena beberapa hal
antara lain karena untuk pemastian diagnosis diperlukan
kateterisasi, operasi atau otopsi. Umumnya, terbanyak adalah (1)
defek septum ventrikel, (2) defek septum ventrikel dengan stenosis
pulmonal, (3) duktus arteriosus persisten, (4) koarktasio aorta,
(5) stenosis pulmonal, (6) stenosis aorta, (7) transposisi
arteri-arteri besar, dan (8) tetralogi fallot.
Tetralogi fallot ini bertanggung jawab terhadap sekitar 10% dari
semua bentuk penyakit jantung bawaan dan merupakan penyebab paling
sering dari bentuk sianotik. Pada umur 4 tahun diduga 3 dari 4
penderita kelainan jantung sianosis adalah tetralogi fallot.
Etiologi
Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan yang disebabkan oleh
gangguan perkembangan system kardiovaskular pada masa embrio.
Kelainan mungkin sebagai akibat pertumbuhan septum dan konus
arteriosus yang abnormal dalam jantung embrional, dengan dampaknya
ukuran relatif aliran pada saluran (infundibulum) paru, katup
pulmonal dan arteri pulmonal. Malformasi disebabkan oleh sebab
genetik multifaktorial dan lingkungan yang kompleks. Penyimpangan
kromosomal dan mutasi gen tunggal yang diketahui bertanggung jawab
terhadap kurang dari 10% dari seluruh malformasi jantung. asi
disebabkan oleh sebab genetik dapat patent duktus arteriosus, h
kelainan genetik t menjadi penyebab paten duktus arteFaktor-faktor
tersebut ialah :
1. Lingkungan
Diferensiasi bentuk jantung lengkap pada akhir bulan kedua
kehamilan. Faktor penyebab penyakit jantung bawaan terutama
terdapat selama dua bulan pertama kehamilan ialah rubella pada ibu
dan penyakit virus lain, obat-obatan seperti talidomid, radiasi.
Hipoksia juga dapat menjadi penyebab duktus arteriosus
persisten.
2. Herediterdampaknya ukuran relatif aliram
Faktor genetik mungkin memegang peranan kecil saja, sedangkan
kelainan kromosom biasanya tidak terdapat. Walaupun demikian
beberapa keluarga mempunyai insidens penyakit jantung bawaan
tinggi, jenis penyakit jantung bawaan yang sama terdapat pada
anggota keluarga yang sama. Adanya malformasi jantung adalah satu
sistem majemuk pada sindrom Down, Turner dan Trisomi 1315 (D1) dan
1718 (E), mungkin diantisipasi pada kehamilan tertentu dengan
deteksi kromosom abnormal pada sel fetal yang diperoleh dari cairan
amniotik atau biopsi villus korionik. Identifikasi gangguan enzim
dalam sel ini adalah karakteristik pada sindrom Hurler,
Homosistinuria, atau penyakit penyimpangan glikogen tipe II juga
memungkinkan seseorang menduga adanya penyakit jantung.
Kelainan jantung kadang-kadang berhubungan dengan jenis kelamin,
penyebabnya ialah kelainan genetik. Pada anak laki-laki banyak
terdapat stenosis aorta, koarktasio aorta, TPGV dan tetralogi
fallot. Sedangkan pada anak perempuan banyak terdapat duktus
arteriosus persisten, defek septum atrium dan stenosis pulmonal.
Pencegahan
Kemungkinan program pencegahan tergantung pada apa yang
dipelajari pada masa yang akan datang mengenai penyebab sebagian
besar anomali kardiovaskular yang tidak diketahui penyebabnya.
Kemungkinan terjadinya penyakit jantung bawaan mungkin dapat
dikurangi dengan meniadakan faktor-faktor penyebab pada ibu hamil.
Viremia pada rubella dapat menetap selama beberapa minggu sesudah
infeksi rubella. Sebaiknya diberikan gammaglobulin dalam 10 hari
sesudah infeksi tersebut, mungkin hal ini dapat melindungi. Vaksin
rubella yang efektif telah tersedia, dan imunisasi anak dengan
vaksin ini dapat mengurangi rubella maternal dan akibat penyakitnya
pada jantung. Pemeriksaan yang ketat mengenai obat baru pada
binatang yang dapat bersifat teratogenik pada kehamilan dini dapat
mengurangi kesempatan tragedi talidomid lainnya. Dalam hal ini,
sebaiknya tidak mengkonsumsi obat selama kehamilan tanpa konsultasi
dengan dokter. Dokter sebaiknya sadar akan sifat teratogenik yang
diketahui, juga obat yang informasinya tidak adekuat menunjukkan
potensial teratogenik. Penggunaan yang tepat dari peralatan dan
teknik radiologik untuk mengurangi pada pajanan radiasi gonad dan
fetal selalu dipakai untuk mengurangi bahaya defek lahir.
Patofisiologi
Perubahan anatomik dan fisiologik pada jantung dan sirkulasi
disebabkan oleh lesi kardiosirkulasi kongenital yang spesifik tidak
bersifat statik, tapi berkembang dari kehidupan prenatal sampai
dewasa, dapat menjadi signifikan secara klinis pada orang dewasa.
Jadi, kelainan kongenital yang agak benigna, atau terlepas dari
deteksi pada masa anak, dapat menjadi bermakna pada usia
dewasa.
Menurut Kirklin, Tetralogi fallot yang murni tidak hanya
sederetan kompleks seperti (1) stenosis pulmonal, (2) hipertrofi
ventrikel kanan, (3) defek septum ventrikel, dan but diatasdiatas,
tetapi harus memenuhi sarat-saratdi bermakna pada usia dewasa.
Terdapat masalah dengan p(4) overriding aorta, tetapi harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Defek septum ventrikel harus besar, paling sedikit harus
sebesar lubang aorta.
2. Stenosis pulmonal derajat tinggi, sedemikan sehingga tekanan
pada ventrikel kanan sama atau lebih besar daripada tekanan pada
ventrikel kiri.
Dengan demikian jelas akan terjadi shunt dari kanan ke kiri.
Sebenarnya secara hemodinamik yang memegang peranan adalah
adanya stenosis pulmonal dan defek septum ventrikel. Dan dari kedua
kelainan ini yang terpenting adalah stenosis pulmonal yang
menyebabkan terjadinya hipertrofi ventrikel kanan dan akhirnya
menentukan besarnya derajat shunt dari kanan ke kiri serta
overriding aorta. Sebaliknya pada stenosis ringan hanya terjadi
pirau kecil dan overriding minimal.
Misalnya, defek septum ventrikel sedang yang berkombinasi dengan
stenosis pulmonal ringan, tekanan pada ventrikel kanan masih lebih
rendah daripada tekanan pada ventrikel kiri. Tentu saja shunt akan
berjalan dari kiri ke kanan. Bila anak dan jantung semakin besar
karena pertumbuhan, defek pada sekat ventrikel relatif lebih kecil,
tetapi derajat stenosis lebih berat, sehingga arah shunt dapat
berubah. Pada suatu saat dapat terjadi tekanan ventrikel kanan sama
dengan tekanan ventrikel kiri, meskipun defek pada sekat ventrikel
besar, shunt tidak ada. Tetapi bila keseimbangan ini terganggu,
misalnya karena melakukan pekerjaan, isi sekuncup bertambah, tetapi
obstruksi pada ventrikel kanan tetap, tekanan pada ventrikel kanan
lebih tinggi daripada pada ventrikel kiri , shunt akan berubah
menjadi kanan ke kiri dan terjadilah sianosis. Jadi, sebenarnya
gejala klinis sangat bergantung pada derajat stenosis.
k yang terbuka karena tekanan pada atrium kanan menjadi lebih
besar daipada tekanan pada atrium kiri.
Kadang-kadang darah dari atrium kanan dapat masuk ke atrium kiri
melalui foramen ovale yang terbuka karena tekanan pada atrium kanan
menjadi lebih besar daripada tekanan pada atrium kiri. jadi pirau
kecil dan overiding adinya hipertrofi ventrikel kanan dan akhirnya
menetukan besarnya derajat pirau dari kan
Hipoksemia kronik pada penyakit jantung bawaan mengakibatkan
eritrositosis yang disebabkan oleh meningkatnya produksi
eritropoetin. Jumlah leukosit normal dan jumlah trombosit normal
atau menurun. Pasien sianotik dengan eritrositosis mengalami
hematokrit terkompensasi atau dekompensasi. Eritrositosis
kompensasi dengan keseimbangan hematokrit pengganti besi jarang
mengakibatkan gejala hiperviskositas dengan hematokrit kurang dari
65% dan kadang-kadang dengan hematokrit 70% atau lebih. Pasien
dengan eritrositosis dekompensasi gagal mencapai keseimbangan
dengan gejala hematokrit yang meningkat, tidak stabil dan gejala
hiperviskositas rekuren.
Hemostasis abnormal pada penyakit jantung bawaan sianotik,
sebagian disebabkan oleh meningkatnya volume darah dan pelebaran
kapiler, abnormalitas fungsi trombosit dan sensitivitas terhadap
aspirin dan obat anti inflamasi non-steroid, dan abnormalitas
sistem koagulasi intrinsik atau ekstrinsik
Risiko stroke paling besar terjadi pada anak berusia kurang dari
4 tahun dengan penyakit jantung bawaan sianotik dan defisiensi
besi, seringkali dengan dehidrasi sebagai penyebab yang
memperburuk. Gejala hiperviskositas dapat timbul pada setiap pasien
sianotik dengan eritrositosis jika dehidrasi menyebabkan volume
plasma berkurang. Replesi besi pada eritrositosis deplesi besi
dekompensasi memperbaiki gejala defisiensi besi tetapi harus
dilakukan secara bertahap untuk menghindari naiknya hematokrit
secara berlebihan dengan akibat hiperviskositas.
Gambaran klinik
Beratnya stenosis dan besarnya defek septum ventrikel menentukan
gambaran klinis. Secara klinis kelainan ini dibagi menurut derajat
beratnya kelainan, sebagai berikut :
1. Penderita tidak sianosis, kemampuan bekerja normal.
2. Sianosis baru timbul pada waktu kerja, kemampuan kerja
kurang.
3. Sianosis sudah timbul pada waktu istirahat, kuku berbentuk
gelas arloji, bilakerja fisik sianosis bertambah, juga ada
dispnea.
4. Stenosis dan dispnea sudah ada pada waktu istirahat, ada jari
tabuh.
Pada stenosis pulmonal sedang atau berat (obstruksi ventrikel
kanan), maka dalam keadaan istirahat atau stres, terdapat shunt
dari kanan ke kiri. Sedangkan sianosis hanya terdapat setelah
menangis, minum dan stres. Serangan anoksia merupakan tanda bahaya
pertama. Segera setelah bangun atau setelah menagis keras, terjadi
sianosis jelas, setelah itu pucat dan pingsan. Penyebab serangan
ini masih belum jelas. Salah satu teori ventilasi menyebabkan
meningkatnya aliran balik. Serangan anoksia sering didahului oleh
permulaan tangis yang kuat. Pada saat menangis mekanisme valsava
ini menyebabkan mengurangnya aliran darah ke paru, sehingga
menyebabkan serangan tersebut. Dalam masa dua tahun biasanya
gejala-gejala lebih memburuk sehingga kasus dari golongan 1 akan
bergeser sampai golongan 3. Ada juga kemungkinan perbaikan klinis
(meskipun jarang), bila ada pelebaran anastomosis antara pembuluh
darah yang keluar dari aorta dan yang dari arteri pulmonalis.
Pada bayi, keterangan tentang adanya sianosis sangat bergantung
pada pengamatan orang tua. Pada bayi biasanya keluhan sianosis
sangat ringan. Bila pada bayi ada sianosis berat, ada kecenderungan
bahwa ada atresia jalan keluar ventrikel kanan (infundibulum dan
atresia arteri pulmonalis). Akan tetapi, ketika sianosis mulai
tampak, sianosis ini makin lama makin keliahatan jelas. Pada anak
ini disamping keluhan sianosis, orang tuanya juga melaporkan adanya
dispnea, kelelahan, dan pertumbuhan terlambat.
Anak dengan sianosis terus menerus sekitar umur 6 bulan,
pertama-tama menunjukkan jari-jari tabuh. Gejala hipoksia biasanya
mulai timbul pada umur 18 bulan. Pada waktu anak bangun tidur malam
atau bangun tidur siang atau sesudah makan, atau sewaktu menangis,
sianosis bertambah jelas. Anak menjadi dispnea dan pucat, hilang
kesadaran dan pucat, kadang-kadang menjadi kaku. Kehilangan
kesadaran dapat agak lama sehingga anak seperti dalam keadaan
meninggal. Penyebab terjadinya serangan hipoksia diduga karena otot
infundibulum ventrikel kanan berkontraksi sehingga aliran darah ke
dalam paru berkurang. Untuk mengatasi keadaan ini, biasanya lutut
anak ditekuk pada dada, dan ini dimaksudkan untuk memperbesar
tahanan pada sirkulasi besar dan mengurangi jumlah darah vena yang
kembali ke jantung dari ekstremitas inferior. Dengan demikian,
dapat diharapkan mengurangi tahanan pada infundibulum. Dapat juga
otot infundibulum dikendorkan dengan pemberian morfin atau obat
golongan blokade beta (beta blocker). Dapat juga serangan hipoksia
ini dikurangi dengan pemberian sdativa. Anak-anak dengan tetralogi
fallot berat sering jongkok (squatting) yang patognomonik untuk
kelainan ini.
Pada pemeriksaan fisik, biasanya sianosis terlihat terutama pada
kulit dan mukosa. Jari-jari berbentuk seperti trammel (jari tabuh),
kuku seperti gelas arloji, dan hiperplasi ginggiva. Takipnea pada
saat istirahat dan bertambah berat pada saat kerja fisik minimal.
Pertumbuhan dan perkembangan anak golongan sianosis ringan atau
sedang hamper tidak kalah dengan anak normal. Vena jugularis
biasanya terisi penuh sehingga kelihatan sedikit menonjol, dan
gelombang A (gelombang atrium) jelas terlihat. Sering teraba suara
ke 2, yaitu suara penutupan katup aorta, suara pertama normal.
Getaran kadang-kadang dapat diraba sepanjang linea parasternalis
kiri, tetapi jarang teraba pada fosa suprasternalis.
Pada auskultasi sangat khas. Bisingnya ada 2 macam, yaitu : (1)
bising sistolik keras, dengan nada rendah terdengar terkeras pada
sela iga 4 linea parasternalis kiri (bising defek septum ventrikel)
dan bising sistolik ejeksi dengan nada sedang, berbentuk fusiformis
dengan amplitudo maksimum pada akhir sistol dan berakhir dekat
bunyi jantung II, (2) bising kedua ini adalah bising stenosis
pulmonal. Terdengar bising sistolik ejeksi dengan pungtum maksimum
di sela iga III dan IV kiri dengan puncak segera setelah bunyi
jantung I. Pada stenosis ringan, bising kedua ini akan lebih keras
dengan amplitude maksimum pada akhir sistol, suara ke 2 masih
membelah. Sedangkan bila stenosisnya berat, bisingnya lemah dan
terdengar pada permulaan sistol. Suara ke 2 keras dan biasanya
tunggal (A2), P2 tidak terdengar. Bising diastolik tidak ada. Pada
serangan anoksia bising menghilang, karena pada saat itu aliran
darah minimal atau tidak ada darah sama sekali yang mengalir ke
paru. Bila terjadi pertumbuhan pembuluh darah kolateral, dapat
terdengar bising kontinu pada punggung
Pada beberapa penderita, hepar sedikit membesar. Bila hepar
ditekan, vena jugularis akan tampak lebih berisi. Fenomena ini ini
disebut sebagai fenomena hepatojugular reflux, merupakan petunjuk
bahwa atrium kanan dan vena-vena penuh darah.
Pemeriksaan laboratorium
Perubahan-perubahan hematologik pada penyakit jantung bawaan
sianotik pada umumnya dapat dibagi menjadi :
1. Perubahan jumlah sel darah terutama eritrosit
Keadaan hipoksia yang menyertai penyakit jantung bawaan sianotik
akan menyebabkan perangsangan pada sensor oksigen, baik di ginjal
maupun di luar ginjal. Hal ini mengakibatkan pembentukan
eritropoitin meningkat dan kemudian merangsang sel-sel stem di
dalam sumsum tulang untuk berproliferasi dan berdiferensiasi kearah
sistem eritropoitik.
Nilai hematokrit mempunyai peranan penting dalam menentukan
viskositas darah. Viskositas darah tidak mengalami perubahan yang
berarti pada nilai hematokrit antara 040%. Bila hematokrit
meningkat lebih dari 50%, viskositas darah mulai meningkat pula
dengan cepat, dan pada hematokrit 60% viskositas darah menjadi 4
kali lebih besar dibandingkan dengan nilai hematokrit 40%.
Gejala klinis mulai timbul dengan meningkatnya viskositas darah,
seperti sakit kepala, mudah terangsang, gangguan pernapasan,
sianosis, kejang, trombositopenia, gagal jantung dan trombosis
dalam paru, ginjal maupun susunan saraf pusat.
Usaha yang dapat dilakukan untuk menurunkan viskositas darah,
yaitu :
Flebotomi. Sekarang telah mulai ditinggalkan, karena memberikan
akibat-akibat yang kurang menguntungkan seperti kolaps pembuluh
darah yang dapat menimbulkan hipoksia mendadak dan menimbulkan
kejang
Transfusi tukar parsial dengan menggunakan plasma segar beku
atau larutan albumin 5%. Pada tranfusi tukar parsial dapat terjadi
reaksi transfusi, seperti hemolisis, demam dengan atau tanpa
menggigil, alergi, emboli udara, bertambahnya beban sirkulasi dan
infeksi.
Pada pemeriksaan laboratoium dapat ditemukan anemia defisiensi
besi yang pada umumnya bersifat relatif. Hal ini dapat terjadi
karena kbutuhan yang meningkat sedangkan jumlah besi di dalam tubuh
relatif menurun (hiperaktivitas eritropoitik).
2. Perubahan dalam plasma darah
Perubahan dalam plasma, khususnya pada beberapa faktor pembekuan
Dari penelitian yang telah dilakukan ditemukan bahwa kadar faktor
II (protrombin) dan faktor VII (prokonvertin) menurun. Ke 2 faktor
pembekuan ini dibentuk di hati dan memerlukan vitamin K untuk
aktivitas biologis selama pembentukannya.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan pula masa protrombin
yang memanjang. Gangguan hemostasis tersebut lebih banyak dijumpai
bila hematokrit lebih dari 60% dan hemoglobin lebih dari 16
gr/dL.
Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut, pada penyakit
jantung bawaan sianotik dapat disertai oleh kecenderungan
terjadinya trombositosis pada usia 12 tahun, akan tetapi yang lebih
sering terjadi ialah kecenderungan timbulnya perdarahan pada
penderita, yang dapat terjadi setelah suatu operasi atau
trauma.
Apabila telah terjadi perdarahan, maka pemberian infus kompleks
protrombin dan suspensi trombosit akan memberikan hasil baik dalam
menghentikan perdarahan. Penggunaan kombinasi konsentrat seperti
tersebut di atas sebagai pencegahan pada anak yang memerlukan
operasi koreksi juga memberikan hasil yang cukup baik.
3. Perubahan trombosit
Trombosit mengalami perubahan baik dalam hal jumlah maupun
fungsinya, walaupun tidak semua penderita penyakit jantung bawaan
sianotik mengalaminya.
Trombositopenia dapat dijumpai terutama pada penderita dengan
saturasi oksigen dibawah 65% dan hematokrit diatas 65% pada usia
diatas 1 tahun. Diperkirakan bahwa trombositopenia disini
disebabkan karena penurunan produksi akibat gangguan oksigenasi
dalam sumsum tulang, karena bila oksigenasi telah menjadi normal,
misalnya setelah operasi koreksi maka jumlah trombosit berangsur
normal kembali.
Pada beberapa kasus ditemukan umur trombosit yang memendek. Hal
ini mungkin sebagai akibat terpakainya trombosit secara abnormal
serta rusaknya trombosit di dalam alat-alat yang mengalami kongesti
akibat terjadinya trombosis dalam alat-alat tadi.
Gangguan fungsi trombosit pada umumnya tidak berat, berupa
berkurangnya kemampuan melepaskan bahan aktivator (ADP, serotonin),
dan hemostasis (faktor trombosit 3), yang dikenal sebagai platelet
release mechanism. Keadaan tersebut akan menghambat adesi dan
agregasi trombosit. Hal ini telah diselidiki secara in vitro, namun
bagaimana kenyataannya in vivo tidaklah diketahui secara pasti.
Pemeriksaan penunjang
Foto rontgen toraks
Pada foto polos tampak paru yang lebih radiolusen, pembuluh
darah paru berkurang dan pembuluh yang nampak mempunyai kaliber
kecil. Dapat ditemukan jantung yang besarnya dalam batas normal,
dengan apeks yang membulat dan terangkat, yang menandakan ventrikel
kanan yang hipertrofik. Jantung membesar ke kiri dengan pinggang
jantung yang mendalam, konkaf dengan defisiensi segmen arteri
pulmonalis. Bila anak sianosis dengan besar jantung relatif normal,
kemungkinan besar adalah tetralogi fallot (Krovetz et al, 1979).
Arkus aorta sering nampak di sebelah kanan kolumna vertebra,
kira-kira sebanyak 30% kasus tetralogi fallot menunjukkan gambaran
arkus aorta dekstra. Arkus aorta dekstra ini sering menjadi
penyebab terjadinya disfagia, karena aorta menekan esofagus dari
sisi kanan belakang. Gambaran erosi pada kosta sering tampak bila
ada sirkulasi kolateral. Ke 4 unsur pada tetralogi fallot dapat
dilihat jelas, yaitu :
1. Stenosis pulmonal. Stenosis pulmonal dapat bersifat valvular,
infundibular atau kombinasi valvular dan infundibular.
Ketiga-tiganya dapat dilihat dengan baik pada kardioangiografi.
Kecuali pada angiogram, sifat dari tiap-tiap stenosis itu dapat
juga diselidiki dengan merekam tekanan di setiap tempat pada arteri
pulmonalis. Beratnya stenosis dapat dinilai dari sempitnya lumen
arteri pulmonalis dan juga dari sempitnya pembuluh darah paru.
Diatas penyempitan ini dapat dilihat dilatasi pasca stenosis.
2. Defek septum ventrikular (VSD). Lumen VSD kadang-kadang dapat
terlihat jelas pada angiografi. Bila ujung dari kateter dapat masuk
dari ventrikel kanan ke ventrikel kiri, maka tanda adanya VSD
menjadi pasti. Juga adanya kontras dalam ventrikel kiri, sebelum
atrium kiri terisi dengan kontras, menunjukkan adanya hubungan
antara ventrikel kanan dengan ventrikel kiri dan sekaligus dapat
ditetapkan adanya kebocoran dari kanan ke kiri melalui VSD.
3. Posisi aorta. Posisi aorta dapat dilihat dari posisi septum.
Septum tampak sebagai bayangan hitam antara ventrikel kanan dan
kiri. Semitransposisi aorta (overriding aorta) akan tampak dari
posisi aorta yang sebagian pangkalnya berada di ventrikel kiri dan
sebagian berada di ventrikel kanan. Demikian juga posisi dari arkus
dan aorta desendens dengan mudah dapat dilihat pada angiografi.
Kelainan letak arkus, yaitu aorta dekstra, juga akan nampak jelas
pada angiografi.
4. Hipertrofi ventrikel kanan. Ventrikel kanan mengalami
dilatasi dan hipertrofi otot, yang dapat dilihat pada proyeksi
lateral.
Apabila terdapat kombinasi penyakit jantung bawaan sianotik yang
kecil dan arkus aorta di sebelah kanan, maka diagnosis tetralogi
fallot pada 90% kasus benar. Selain ke 4 unsur yang harus
diselidiki, pembuluh darah paru juga perlu diperiksa. Pembuluh
darah paru dapat menjadi kecil sekali karena adanya stenosis yang
berat.
Elektrokardiogram
Tampak deviasi aksis ke kanan dan hipertrofi ventrikel kanan.
Hipertrofi ventrikel kanan tipe tekanan berlebih terjadi pada
stenosis katup pulmonal. Hipertrofi ini secara patologi anatomi
disebut hipertrofi konsentris. Disini R pada prekordial kanan (V4R,
V3R, V1, V2) lebih tinggi daripada normal, dikombinasi dengan S
yang lebih panjang daripada normal pada prekordial kiri.
Kadang-kadang disertai hipertrofi atrium kanan. Gelombang P
tinggi, ujung runcing, lebih tinggi dari 2,5 mm (0,25 mV). Gambaran
ini mudah dilihat pada hantaran II, III, aVF, V3R, V1 dan V2.
Hipertrofi ini dapat terjadi bila tekanan atau volume darah dalam
atrium kanan naik (meninggi). Gelombang P ini sering disebut P
(pulmonal).
Gambaran khas pada tetralogi fallot ialah adanya transisi
mendadak gambaran kompleks QRS pada V1 dan V2. Pada V1 kompleks QRS
hampir seluruhnya positif, tetapi pada V2, kompleks QRS berbentuk
sumbu rS. Sumbu frontal jantung yang mengarah ke superior kiri,
mencurigakan kea rah tetralogi fallot dengan defek kanal
atrioventrikular. Bila stenosis pulmonal minimal Gambaran EKG-nya
dapat menunjukkan hipertrofi biventrikular.
Ekokardiogram
1. M-mode
Terdapatnya overriding aorta pada tetralogi fallot dapat dengan
mudah dilihat pada M-mode, ialah terdapatnya diskontinuitas antara
dinding depan aorta dengan septum ventrikel. Derajat beratnya dapat
dihitung dengan jarak antara dinding depan aorta sampai permukaan
septum ventrikel yang menghadap ventrikel kiri pada saat diastolik,
dibagi dengan dimensi aorta pada akhir diastole. Mekanisme
terjadinya overriding aorta adalah karena tidak terbentuknya
jaringan konus, sehingga aorta mengalami migrasi ke depan (Meyer,
1978).
Pada tetralogi fallot didapatkan pula pelebaran dimensi
ventrikel kanan, tetapi jalan keluar ventrikel kanan menyempit,
juga terlihat penebalan dinding depan ventrikel kanan, penebalan
septum ventrikel, pelebaran aorta, pengecilan dimensi atrium kiri
dan ventrikel kiri, serta katup anterior mitral yang tetap
membentuk kontinuitas dengan dinding belakang aorta (Roelandt, 1977
; Salcedo, 1978 ; Chung dkk, 1973 ; Morris dkk, 1975).
2. Ekokardiogram 2 dimensi (2 DE)
Dengan ekokardiogram 2 dimensi dari potongan sumbu panjang
ventrikel kiri dan sumbu panjang ventrikel kanan tampak
diskontinuitas antara septum ventrikel dengan dinding depan aorta,
koninuitas mitral aorta, kecilnya jalan keluar ventrikel kanan
serta atrium kiri yang normal atau mengecil (Caldwel dkk,
1979).
Kateterisasi dan angiokardiografi
Kateterisasi jantung dilakukan untuk menentukan derajat dan
sifat stenosis pulmonal. Besarnya shunt dari kanan ke kiri
ditentukan oleh kadar saturasi oksigen vena dan arteri pada kurva
zat warna. Angiokardiografi dilakukan untuk memberikan kesan
perbandingan anatomis dari ukuran overriding aorta, sifat stenosis
pulmonal, besarnya ventrikel kiri, dan kedudukan septum ventrikel.
Semua hal ini penting untuk menentukan dapat atau tidaknya kelainan
dikoreksi.
Saturasi oksigen di atrium kiri normal, kecuali bila terdapat
shunt dari kanan ke kiri melalui foramen ovale persisten. Saturasi
oksigen di ventrikel kiri biasanya sesuai dengan atrium kiri,
karena shunt dari kanan ke kiri melalui defek septum ventrikel
sebagian besar langsung ke aorta.
Darah di aorta merupakan campuran darah kedua ventrikel.
Saturasi oksigen di aorta biasanya lebih tinggi daripada di
ventrikel kanan, tetapi lebih rendah daripada di ventrikel kiri.
Bila stenosis pulmonal ringan, dapat ditemukan shunt dari kiri ke
kanan melalui defek septum ventrikel.
Tekanan di ventrikel kanan meninggi, setara dengan derajat
stenosis, tekanan di arteri pulmonalis normal. Kateter sering dapat
mudah masuk dari ventrikel kanan melalui defek septum ventrikel
yang letaknya tinggi, langsung masuk ke aorta. Kadang-kadang
kateter dapat masuk dari atrium kanan ke atrium kiri melalui
foramen ovale persisten, sehingga dapat dilakukan pengukuran
saturasi oksigen, tekanan di jantung kiri serta ventrikulografi
kiri.
Penyuntikan kontras di ventrikel kanan dalam posisi anterior
setengah duduk dapat memperlihatkan besarnya arteri pulmonalis
dengan cabang-cabangnya. Kontras mengisi arteri pulmonalis dan
aorta secara bersamaan.
Pada penyuntikan kontras dari ventrikel kanan dalam posisi oblik
anterior kiri terlihat pengisian aorta dan arteri pulmonalis secara
bersamaan. Dapat pula dilihat stenosis infundibular (dan valvular)
serta derajat overriding aorta.
Pada penyuntikan kontras di ventrikel kiri posisi oblik anterior
kanan dapat dinilai isi dan fungsi ventrikel kiri. Penilaian ini
penting karena bila diketahui fungsi ventrikel kiri kurang, hasil
operasi kurang baik.
Penatalaksanaan
Tindakan bedah
Tindakan bedah merupakan suatu keharusan bagi semua penderita
tetralogi fallot. Pada tetralogi fallot golongan satu, tidak perlu
terapi. Operasi pada golongan ini menimbulkan lebih banyak resiko
daripada hasilnya. Pada bayi dengan sianosis yang jelas, sering
pertama-tama dilakukan operasi pintasan atau langsung dilakukan
pelebaran stenosis trans-ventrikel. Tujuan pokok dalam menangani
tetralogi fallot adalah koreksi primer, yaitu penutupan defek
septum ventrikel dan pelebaran infundibulum ventrikel kanan. Syarat
untuk keberhasilan koreksi primer adalah ukuran arteri pulmonalis
dan cabangnya yang harus cukup besar, minimal dari aorta desendens.
Selain itu juga tidak ada arteri koroner yang menyilang alur keluar
ventrikel kanan dan ukuran ventrikel kiri harus cukup besar agar
mampu menampung darah sistemik. Umumnya koreksi primer dilaksanakan
pada usia 1 tahun, dengan perkiraan berat badan sudah mencapai
sekurangnya 8 kg.
Bila syarat-syarat untuk keberhasilan koreksi primer belum
terpenuhi, maka dilakukan tindakan paliatif, yaitu membuat
anastomosis antara aorta atau arteri sistemik dengan arteri
pulmonalis. Dengan demikian, diharapkan darah dari aorta mengalir
ke dalam arteri pulmonalis, sehingga paru akan mendapatkan cukup
darah. Operasi ini, disamping menyelamatkan nyawa, juga dapat
membantu mencegah cedera otak. Pada anak di bawah umur 6 tahun
dengan keluhan yang jelas (termasuk golongan 3 dan 4) perlu
dilakukan tindakan paliatif. Operasi paliatif ini merupakan operasi
pertolongan sebelum dilakukan operasi koreksi total. Ada
beberapamacam operasi paliatif, yaitu :
1. Anastomosis Blalock-Taussig yang menghubungkan salah satu
arteri subklavia (kanan atau kiri) dengan salah satu arteri
pulmonalis (kanan atau kiri). Hubungan ini dapat secara end to side
atau end to end. Akhir-akhir ini banyak dikerjakan modifikasi
pintasan Blalock-Taussig dengan memasang graft antara arteri
subklavia kiri dengan arteri pulmonalis kiri..
2. Anastomosis pott ysng menghubungkan sisi sama sisi antara
arteri pulmonalis kiri dengan aorta desendens di luar
pericardium.
3. Anastomosis Waterston yang menghubungkan sisi sama sisi
antara arteri pulmonalis kanan dengan aorta ansendens.
Operasi koreksi total pada bayi dan anak dengan berat badan yang
rendah mengandung banyak risiko. Umur optimal untuk koreksi total
dengan menutup defek septum ventrikel seluruhnya dan melebarkan
stenosis pulmonal saat ini ialah umur 710 tahun. Pada beberapa
pusat penyakit jantung, operasi koreksi total dilakukan pada umur
35 tahun. Angka kematian pada pusat jantung yang baik sebanyak 5%,
dengan angka kematian lebih tinggi pada bayi kecil.
Umumnya defek sekat ventrikel yang berlokasi dalam sekat
muskular akan menutup dengan spontan, atau mengecil sehingga tidak
memerlukan operasi khusus. Namun, hal ini tidak semuanya benar
karena adanya defek septum ventrikel muskular kedua, besar dan yang
tidak dapat diperbaiki dalam perawatan intensif, ternyata
memerlukan operasi kedua yang tidak diharapkan.
enurtupan defek septum ventrikel dan pelebaran infundibulum
ventrikel kanan. Syarat untuk keberhasilan koreksi primer adalah u
Pengobatan konservatif
Spel hipoksik paling sering terjadi pada kelainan tetralogi
fallot, yaitu suatu sindrom yang ditandai oleh serangan gelisah,
menangis berkepanjangan, hiperventilasi, bertambah biru, lemas atau
tidak sadar dan kadang-kadang kejang. Prinsip pengobatan pada spel
hipoksik adalah mengurangi konsumsi oksigen, meningkatkan
pengikatan oksigen, dan mengurangi shunt dari kanan ke kiri dengan
mengurangi airan balik vena sistemik, yaitu :
1. Posisi lutut-dada/siku (knee-chest/elbow position).
Diharapkan aliran balik vena sistemik akan berkurang karena
sebagian darah akan terkumpul di ekstremitas bawah dan tahanan
vaskuler sistemik akan meningkat sehingga aliran shunt dari kanan
ke kiri akan berkurang.
2. Oksigen 100%. Diharapkan oksigenasi akan membaik
3. Natrium bikarbonas 35 mg/kgBB intravena selama 35 menit, pada
serangan berat atau menetap untuk mencegah asidosis metabolic.
4. Injeksi morfin sulfat 0,1 mg/kgBB subkutan, dapat diberikan
dan diulang setelah 10 menit. Morfin akan mendepresi pusat
pernapasan dan menghilangkan refleks hiperventilasi, serta
menghilangkan rasa takut.
5. Bila spel hipoksik menetap atau berulang, berikan propranolol
0,020,1 mg/kgBB/dosis intravena selama 10 menit, dilanjutkan
peroral 0,20,5mg/kgBB/6 jam. Propranolol merelaksasikan spasme
infundibulum, kadang-kadang juga memperbaiki saturasi oksigen
secara dramatis. tkan peroral 0,2 - 0,g setelah 10 menit. Morfin
akan mendepresi pusat pernapasaJangan diberikan bila ada riwayat
asma.
6. Vasopresor intravena, seperti fenilefrin 25 mg/kgBB/menit
intravena perinfus atau 0,02 mg/kgBB intravena bolus atau 0,1
mg/kgBB intramuskular. Metaraminol (Aramine) 50 mg/100 mL.
Vasopresor akan meningkatkan tahanan vaskuler sistemik. Perhatikan
tekanan darah penderita secara ketat.
7. Segera dilakukan operasi paliatif arterio-pulmonary shunt
atau koreksi total, bila saturasi darah arteri tidak naik > 30%
atau spel hipoksik berulang yang tidak dapat diatasi dengan
obat-obatan.
Digitalis jarang sekali digunakan pada penderita dengan
tetralogi fallot karena digitalis akan memperkuat kontraksi
infundibulum, dan akan menambah berat hipoksia. Digitalis hanya
diberikan pada anak dengan gagal jantung berat.
Prognosis
Prognosis bayi dengan tetralogi fallot sangat bergantung pada
beratnya lesi. Tanpa operasi prognosis tidak baik. Rata-rata
mencapai umur 15 tahun, tetapi semua ini bergantung kepada besarnya
kelainan.
Bayi dengan atresia pulmonal atau stenosis pulmonal yang berat
bila tidak segera dioperasi akan meninggal karena hipoksia, jarang
hidup melebihi umur 1 tahun. Bila penderita seperti ini dapat hidup
melebihi tahun pertama, berarti pada penderita tersebut timbul
sirkulasi kolateral bronkial yang intensif. Pada penderita dengan
sianosis berat dengan polisitemia dan tidak dapat bekerja karena
dispnea, biasanya sukar mencapai umur 20 tahun.
Penderita yang lebih ringan (penderita golongan 3), sianosisnya
timbul pada waktu umur setahun. Serangan hipoksia hanya
kadang-kadang terjadi pada umur sebelum 1 tahun, tetapi sebagian
besar penderita tanpa keluh kesah, sampai dapat berjalan. Oleh
karena itu penderita tipe ini dapat hidup sampai umur 30 tahun.
Penderita yang pada waktu bayi sampai masa kanak-kanak tidak
sianosis (penderita golongan 2) dan jika bekerja hanya timbul
keluhan ringan, penderita tipe ini dapat hidup sampai umur 40
tahun.
Ancaman pada anak dengan tetralogi fallot adalah abses otak pada
umur 23 tahun. Gejala neurologis disertai demam dan leukositosis
memberikan kecurigaan akan adanya abses otak. Jika pada bayi dengan
tetralogi fallot terdapat gangguan neurologis, maka cenderung
didiagnosis trombosis pembuluh darah otak daripada abses otak. Anak
dengan tetralogi fallot cenderung untuk menderita perdarahan
banyak, karena jumlah trombosit dan fibrinogen kurang. Kemungkinan
timbulnya endokarditis bakterialis selalu ada.
BAB III
KESIMPULAN
1. Tetralogi fallot adalah penyakit jantung bawaan dengan
kombinasi 4 komponen kelainan, yaitu (1) stenosis pulmonal berat,
(2) hipertrofi ventrikel kanan, (3) defek septum ventrikel yang
berat, dan (4) aorta yang bergeser ke kanan, yang menyilang cacat
septum dan menerima darah dari ventrikel kiri dan ventrikel kanan.
Tetralogi fallot ini bertanggung jawab terhadap sekitar 10% dari
semua bentuk penyakit jantung bawaan dan merupakan penyebab paling
sering dari bentuk sianotik.
2. Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan yang disebabkan
oleh gangguan perkembangan system kardiovaskular pada masa embrio.
Malformasi disebabkan oleh sebab genetik multifaktorial dan
lingkungan yang kompleks. Kemungkinan terjadinya penyakit jantung
bawaan mungkin dapat dikurangi dengan meniadakan faktor-faktor
penyebab pada ibu hamil.
3. secara hemodinamik yang memegang peranan adalah adanya
stenosis pulmonal dan defek septum ventrikel. Dan dari kedua
kelainan ini yang terpenting adalah stenosis pulmonal yang
menyebabkan terjadinya hipertrofi ventrikel kanan dan akhirnya
menentukan besarnya derajat shunt dari kanan ke kiri serta
overriding aorta. Beratnya stenosis dan besarnya defek septum
ventrikel menentukan gambaran klinis.
4. Pemeriksaan laboratorium didapatkan perubahan jumlah sel
darah terutama eritrosit, perubahan plasma,dan perubahan
trombosit.5. Pemerksaan penunjang, seperti foto rontgen toraks,
elektrokardiogram, ekokardiogram, kateterisasi dan
angiokardiografi.
6. Penatalaksanaan tindakan bedah dan konservatif.
7. Prognosis tergantung pada beratnya lesi.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.pusatjantungnasionalharapankita.com. Bila Bayi
Berwarna Biru. Ethical Digest, no 14, tahun III, April 2005, hal
1016).
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Cetakan
ke 10. Percetakan Infomedika : Jakarta, 2002.
3. Staf pengajar Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit FKUI : Jakarta,
1996.
4. Wahab, S. Penyakit Jantung Anak. Edisi ke 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta, 2003.
5. Naskah Lengkap Pendidikan Tambahan Berkala Ilmu Kesehatan
Anak ke-XI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Diagnosis Dan
Penatalaksanaan Penyakit Jantung Bawaan Yang Dapat Dikoreksi.
Penerbit Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI : Jakarta, 1985.
6. Isselbacher, dkk. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit
Dalam. Volume 3. Edisi ke 13. Editor Edisi Bahasa Indonesia : Ahmad
H. Asdie. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta, 2000.
Robbins, S.L. dkk. Buku Ajar Patologi II. Edisi ke 4. Alih
bahasa : Staf Pengajar Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. Penerbit Buku Kedokteran EGC :
Jakarta, 1995. i IIditor Edisi Bahasa Indonesia : Ahmad H. Asdie.
Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta, 2000.
7.
8. Subbagian Radiodiagnostik, Bagian Radiologi Fakultas
Kedokteran Univesitas Indonesia RSCM. Radiologi Diagnostik. Cetakan
Ke 6. Balai Penerbit FKUI : Jakarta, 1999.
1. IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. Farlan Hutagalung
Tanggal lahir : 22 Juli 1995
Jenis kelamin : Laki-laki
Masuk RS : Rabu, 3 Agustus 2005 Jam : 12.42 WIB
Dikirim oleh : RS Harapan Kita
Alamat : Jl. Srikaya 03/11 Jati makmur Pondok Gede Jakarta
Timur
2. ORANG TUA/WALI
Ayah/ wali
Ibu/wali
Nama
Tn. Ferdianto
(Alm) Ny. Nurdijah
Umur
33 tahun
Umur saat nikah
25 tahun
30 tahun
Pekerjaan
Supir
Ibu Rumah Tangga
Pendidikan
SD
SMP
Penghasilan
Alamat
Agama
Protestan
Protestan
Suku bangsa
Batak
Batak
Keadaan kesehatanSehat
Penyakit bila ada
Tifoid
TBC
Hubungan dengan pasien : anak kandung
3. RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan utama
Keluhan tambahan
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
PenyakitUmurPenyakitUmurPenyakitUmur
AlergiDifteriPeny. jantung
CacinganDiarePeny. ginjal
DHFKejangPeny. darah
TifoidKecelakaanRadang paru
OtitisMorbiliTuberculosis
ParotitisOperasiLainnya
Riwayat penyakit dalam keluarga/lingkungan yang ada hubungannya
dengan penyakit sekarang
4. RIWAYAT KEHAMILAN/KELAHIRAN
KehamilanMorbiditas kehamilan
Perawatan antenatal
KelahiranTempat kelahiranRS/RB/Rumah
Lain-lain
Penolong persalinanDokter/Bidan/Dukun
Lainnya
Cara persalinanSpontan
Penyulit, kelainan
Tindakan
Masa gestasiCukup bulan/kurang bulan/lebihbulan
Keadaan bayiBerat lahir
Panjang
Lingkar kepala
Langsung menangis
Pucat/biru/kuning/kejang
Nilai APGAR
Kelainan bawaan
5. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi :
Psikomotor
Tengkurap
Duduk
Berdiri
Berjalan
Bicara
Membaca dan menulis
Perkembangan pubertas
Rambut pubis
Payudara
Menarche
Gangguan perkembangan emosi/ mental
Bila ada jelaskan
6. RIWAYAT MAKANAN USIA DI BAWAH 1 TAHUN
UMURASI/PASIBUAH/BISKUITBUBUR SUSUNASI TIM
02 bulan
24 bulan
46 bulan
68 bulan
810 bulan
1012 bulan
7. RIWAYAT MAKANAN USIA DI ATAS 1 TAHUN
MAKANAN BIASAFREKUENSI
Nasi/Pengganti
Sayur
Daging
Ikan
Tempe
Tahu
Susu
8. RIWAYAT IMUNISASI
VAKSINDASARULANGAN
BCG
Hepatitis
DPT/Polio
Campak
Hib
MMR
Hepatitis A
Varicella
Tifoid
9. RIWAYAT KELUARGA
NoTggl lahir (umur)Jenis kelaminHidupLahir matiAbortusMati
(sebab)keterangan
1
2
3
4
5
10. PERUMAHAN
Milik sendiri
Menyewa
Menumpang
Keadaan rumah
:
Daerah/lingkungan :
11. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal :
Jam :
Berat badan
:
Tinggi badan
:
Lingkar dada
:
Lingkar kepala
:
Lingkar lengan atas :
Tekanan darah
:
Frekuensi nadi
:
Frekuensi napas
:
Temperatur
:
Keadaan umum
:
Kesadaran
:
Keadaan gizi
:
Kepala
:
Mata
:
Telinga
:
Hidung
:
Mulut
:
Leher
:
KGB
:
Dada :
Jantung
:
Paru
:
Abdomen
:
Genitalia
:
Ekstremitas :
Tulang belakang :
Susunan saraf :
Kulit
:
12. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah tepi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
Trombosit
Air seni :
Feses :
13. PEMERIKSAAN PENUNJANG
13. RINGKASAN
14. DIAGNOSIS KERJA
15. DIAGNOSIS BANDING
16. USULAN PEMERIKSAAN TAMBAHAN
17. PROGNOSIS
18. PENGAMATAN/TINDAK LANJUTPAGE 1