Top Banner
Anna Rizky Amelia 1102011031 I. Memahami dan Menjelaskan KLB dan Wabah 1.1 Definisi Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu (Undang- undang Wabah, 1984). Wabah adalah peningkatan kejadian kesakitan/kematian, yang meluas secara cepat baik dalam jumlah kasus maupun luas daerah penyakit, dan dapat menimbulkan malapetaka. 1.2 Kriteria KLB kriteria kerja KLB yaitu : 1. Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal. 2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun) 3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun). 4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya. 5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya. 6. Case Fatality Rate dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya. 7. Propotional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya. 8. Beberapa penyakit khusus : Kholera, “DHF/DSS”, (a)Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis). (b)Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.
35

TM PBL S2

Dec 18, 2015

Download

Documents

skenario 2
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Anna Rizky Amelia1102011031

I. Memahami dan Menjelaskan KLB dan Wabah1.1 DefinisiKejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu (Undang-undang Wabah, 1984).Wabah adalah peningkatan kejadian kesakitan/kematian, yang meluas secara cepat baik dalam jumlah kasus maupun luas daerah penyakit, dan dapat menimbulkan malapetaka.

1.2 Kriteria KLBkriteria kerja KLB yaitu :1. Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal.2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun)3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.6. Case Fatality Rate dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.7. Propotional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya.8. Beberapa penyakit khusus : Kholera, DHF/DSS, (a)Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis). (b)Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.9. Beberapa penyakit yg dialami 1 atau lebih penderita: Keracunan makanan, Keracunan pestisida.

1.3 KlasifikasiKlasifikasi Kejadian Luar Biasa :Menurut Penyebab :Toksin Entero toxin, misal yang dihasilkan oleh Staphylococus aureus, Vibrio, Kholera, Eschorichia, Shigella. Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum, Clostridium perfringens. Endotoxin.Infeksi Virus. Bacteri. Protozoa. Cacing.Toksin Biologis Racun jamur. Alfatoxin. Plankton Racun ikan Racun tumbuh-tumbuhanToksin Kimia Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), logam-logam lain cyanida. Zat kimia organik: nitrit, pestisida. Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN, dan sebagainya

Menurut Sumber KLB : Manusia misal: jalan napas, tenggorokan, tangan, tinja, air seni, muntahan, seperti : Salmonella, Shigella, Staphylococus, Streptoccocus, Protozoa, Virus Hepatitis. Kegiatan manusia, misal : Toxin biologis dan kimia (pembuangan tempe bongkrek, penyemprotan, pencemaran lingkungan, penangkapan ikan dengan racun). Binatang seperti : binatang piaraan, ikan, binatang mengerat, contoh : Leptospira, Salmonella, Vibrio, Cacing dan parasit lainnya, keracunan ikan/plankton Serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya) misal : Salmonella, Staphylokok, Streptokok. Udara, misal : Staphyloccoccus, Streptococcus, Virus, pencemaran udara. Permukaan benda-benda/alat-alat misal : Salmonella. Air, misalnya : Vibrio Cholerae, Salmonella. Makanan/minuman, misal : keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.

Menurut Penyakit wabah :Beberapa penyakit dari sumber di atas yang sering menjadi wabah: Kholera Pes Demam kuning Demam bolak-balik Tifus bercak wabah Demam Berdarah Dengue Campak Polio Difteri Pertusis Rabies Malaria Influensa Hepatitis Tipus perut Meningitis Encephalitis SARS Anthrax

Klasifikasi Wabah :1. Common Source EpidemicAdalah suatu letusan penyakit yang disebabkan oleh terpaparnya sejumlah orang dalam suatu kelompok secara menyeluruh dan terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Adapun Common Source Epidemic itu berupa keterpaparan umum, biasa pada letusan keracunan makanan, polusi kimia di udara terbuka, menggambarkan satu puncak epidemi, jarak antara satu kasus dengan kasus, selanjutnya hanya dalam hitungan jam,tidak ada angka serangan ke dua2. Propagated/Progresive EpidemicBentuk epidemi dengan penularan dari orang ke orang sehingga waktu lebih lama dan masa tunas yang lebih lama pula. Propagated atau progressive epidemic terjadi karena adanya penularan dari orang ke orang baik langsung maupun melalui vector, relatif lama waktunya dan lama masa tunas, dipengaruhi oleh kepadatan penduduk serta penyebaran anggota masya yang rentan serta morbilitas dari pddk setempat, masa epidemi cukup lama dengan situasi peningkatan jumlah penderita dari waktu ke waktu sampai pada batas minimal abggota masyarakat yang rentan, lebih memperlihatkan penyebaran geografis yang sesuai dengan urutan generasi kasus.

1.4 Langkah-Langkah Penyelidikan KLB dan Investigasi Wabah- Langkah-langkah Penyelidikan KLB :1 Persiapan penelitian lapangan2 Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB3 Memastikan Diagnose Etiologis4 Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan5 Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat6 Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan)7 Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran8 Mengidentikasi keadaan penyebab KLB9 Merencanakan penelitian lain yang sistematis10 Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan11 Menetapkan sistim penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikasi12 Melaporkan hasil penyelidikan kepada Instansi kesehatan setempat dan kepada sistim pelayanan kesehatan yang lebih tinggi(Sumber : CDC, 1979; Barker, 1979; Greg, 1985; Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al., 1986; Goodman et al., 1990)

Persiapan Penelitian Lapangan1. Pemantapan (konfirmasi) informasi.Informasi awal yang didapat kadang-kadang tidak lengkap, sehingga diperlukan pemantapan informasi untuk melengkapi informasi awal, yang dilakukan dengan kontak dengan daerah setempat. Informasi awal yang digunakan sebagai arahan untuk membuat rencana kerja (plan of action), yang meliputi informasi sebagai berikut :a. Asal informasi adanya KLB. Di Indonesia informasi adanya KLB dapat berasal dari fasilitas kesehatan primer (laporan W1), analisis sistem kewaspadaan dini di daerah tersebut (laporan W2), hasil laboratorium, laporan Rumah sakit (Laporan KD-RS) atau masyarakat (Laporan S-0).b. Gambaran tentang penyakit yang sedang berjangkit, meliputi gejala klinis, pemeriksaan yang telah dilakukan untuk menegakan diagnosis dan hasil pemeriksaannya, komplikasi yang terjadi (misal kematian, kecacatan. Kelumpuhan dan lainnya).c. Keadaan geografi dan transportasi yang dapat digunakan di daerah/lokasi KLB.

2. Pembuatan rencana kerjaBerdasar informasi tersebut disusun rencana penyelidikan (proposal), yang minimal berisi :a. Tujuan penyelidikan KLBb. Definisi kasus awalc. Hipotesis awal mengenai agent penyebab (penyakit), cara dan sumber penularand. Macam dan sumber data yang diperlukane. Strategi penemuan kasusf. Sarana dan tenaga yang diperlukan.

3. Pertemuan dengan pejabat setempat.Pertemuan dimaksudkan untuk membicarakan rencana dan pelaksanaan penyelidikan KLB, kelengkapan sarana dan tenaga di daerah, memperoleh izin dan pengamanan.

Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLBA. Pemastian diagnosis penyakitCara diagnosis penyakit pada KLB dapat dilakukan dengan mencocokan gejala/tanda penyakit yang terjadi pada individu, kemudian disusun distribusi frekuensi gejala klinisnya.Cara menghitung distribusi frekuensi dari tanda-tanda dan gejala-gejala yang ada pada kasus adalah sebagai berikut :1. Buat daftar gejala yang ada pada kasus2. Hitung persen kasus yang mempunyai gejala tersebut3. Susun ke bawah menurut urutan frekuensinya

B. Penetapan KLBPenetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit yang tengah berjalan dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa (endemik), pada populasi yang dianggap berisiko, pada tempat dan waktu tertentu.Dalam membandingkan insidensi penyakit berdasarkan waktu harus diingat bahwa beberapa penyakit dalam keadaan biasa (endemis) dapat bervariasi menurut waktu (pola temporal penyakit). Penggambaran pola temporal penyakit yang penting untuk penetapan KLB adalah, pola musiman penyakit (periode 12 bulan) dan kecenderungan jangka panjang (periode tahunan pola maksimum dan minimum penyakit). Dengan demikian untuk melihat kenaikan frekuensi penyakit harus dibandingkan dengan frekuensi penyakit pada tahun yang sama bulan berbeda atau bulan yang sama tahun berbeda (CDC, 1979).

Identifikasi kasus atau paparan

Identifikasi kasus penting dilakukan untuk membuat perhitungan kasus dengan teliti. Hasil perhitungan kasus ini digunakan selanjutnya untuk mendeskripsikan KLB berdasarkan waktu, tempat dan orang dengan lebih teliti. Ketelitian dalam mengidentifikasikan kasus sangat diperlukan untuk dasar deskripsi KLB berdasarkan waktu, tempat dan orang (Mac Mahon and Pugh, 1970; Kelsey at al., 1986).

Dasar yang dipakai pada identifikasi kasus adalah hasil pemastian diagnosis penyakit. Jika diagnosis pasti belum dapat ditentukan maka dapat digunakan frekuensi gejala klinis, kemudian dibuat definisi operasional kasus yang sesuai dengan frekuensi gejala klinis yang ditemukan. Identifikasi paparan perlu dilakukan sebagai arahan untuk indentifikasi sumber penularan. Pada tahap ini cara penentuan paparan dapat dilakukan dengan mempelajari teori cara penularan penyakit tersebut. Ini penting dilakukan terutama pada penyakit yang cara penularannya tidak jelas (bervariasi). Pada KLB keracunan makanan identifikasi paparan ini secara awal perlu dilakukan untuk penanggulangan sementara dengan segera (CDC, 1979).Menurut Greg (1985) pada KLB penyakit dengan carrier identifikasi kaus awal perlu dilakukan untuk membantu pencarian orang yang diduga (kontak) sebagai sumber pemularan .(carrier). Identifikasi paparan ini selanjutnya dapat dipakai sebagai arahan untuk identifikasi sumber penularan yang lebih spesifik (tingkat resiko penularan) atau untuk membantu penegakan diagnosis penyakit.

Deskripsi KLB1. Deskripsi Kasus Berdasarkan Waktu.Penggambaran kasus berdasarkan waktu pada periode wabah (lamanya KLB berlangsung), yang digambarkan dalam suatu kurva epidemik.Kurva epidemik adalah suatu grafik yang menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat mulai sakit (onset of illness) selama periode wabah. Kurva ini digambarkan dengan axs horizontal adalah saat mulainya sakit dan sebagai axis vertikal adalah jumlah kasus.Kurva epidemik dapat digunakan untuk tujuan :a. Menentukan / memprakirakan sumber atau cara penularan penyakit dengan melihat tipe kurva epidemik tersebut (common source atau propagated).b. Mengidentifikasikan waktu paparan atau pencarian kasus awal (index case). Dengan cara menghitung berdasarkan masa inkubasi rata-rata atau masa inkubasi maksimum dan minimum.

2. Deskripsi kasus berdasarkan tempatTujuan menyusun distribusi kasus berdasarkan tempat adalah untuk mendapatkan petunjuk populasi yang rentan kaitannya dengan tempat (tempat tinggal, tempat pekerjaan). Hasil analisis ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber penularan. Agar tujuan tercapai, maka kasus dapat dikelompokan menurut daerah variabel geografi (tempat tinggal, blok sensus), tempat pekerjaan, tempat (lingkungan) pembuangan limbah, tempat rekreasi, sekolah, kesamaan hubungan (kesamaan distribusi air, makanan), kemungkinan kontak dari orang ke orang atau melalui vektor (CDC, 1979; Friedman, 1980).Kesalahan yang sering terjadi adalah pemikiran bahwa pengelompokan kasus berdasarkan tempat adalah berdasarkan tempat tinggal, sehingga sering tidak didapatkan hasil yang nyata. Sebagai contoh suatu KLB Brucellosis pada manusia, jika dilakukan pengelompokan kasus berdasarkan tempat tinggal tak akan mendapatkan sesuatu, tetapi pengelompokan berdasarkan tempat pekerjaan mungkin akan memberikan petunjuk tentang sumber penularan (CDC, 1979).Penilaian variasi geografik dari suatu paparan infeksi harus memperhitungkan distribusi populasi (area specific attack rate), maka kesimpulan mengenai perbedaan risiko daerah harus dinyatakan dalam rate bukan jumlah kasus.

3. Deskripsi KLB berdasarkan orangTeknik ini digunakan untuk membantu merumuskan hipotesis sumber penularan atau etiologi penyakit.Orang dideskripsikan menurut variabel umur, jenis kelamin, ras, status kekebalan, status perkawinan, tingkah laku, atau kebudayaan setempat. Pada tahap dini kadang hubungan kasus dengan variabel orang ini tampak jelas. Keadaan ini memungkinkan memusatkan perhatian pada satu atau beberapa variabel di atas. Analisis kasus berdasarkan umur harus selalu dikerjakan, karena dari age spscific rate dengan frekuensi dan beratnya penyakit. Analisis ini akan berguna untuk membantu pengujian hipotesis mengenai penyebab penyakit atau sebagai kunci yang digunakan untuk menentukan sumber penyakit (MacMahon and Pugh, 1970; Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al., 1986).Penyusunan distribusi kasus berdasarkan umur dilakukan dengan mengelompokan kasus pada interval umur, yang disesuaikan dengan kemungkinan pembuatan kesimpulan yang lebih baik. Pengelompokan dapat menggunakan interval yang sistematis (5, 10 tahun) atau interval kelompok tertentu (balita, usia sekolah, usia dewasa). Kesalahan yang sering terjadi adalah interval umur yang terlalu lebar, sehingga menyembunyikan perbedaan risiko sakit yang mungkin berharga untuk mengetahui sumber penularan.

Penanggulangan sementaraKecepatan keputusan cara penanggulangan sangat tergantung dari diketahuinya etiologi penyakit, sumber dan cara penularannya (Goodman et al., 1990).1. Jika etiologi telah diketahui sumber dan cara penularannya dapat dipastikan maka penanggulangan dapat dilakukan tanpa penyelidikan yang luas.

2. Jika etiologi diketahui tetapi sumber dan cara penularan belum dapat dipastikan, maka belum dapat dilakukan penanggulangan. Masih diperlukan penyelidikan yang lebih luas untuk mencari sumber dan cara penularannya.

3. Jika etiologi belum diketahui tetapi sumber dan cara penularan sudah diketahui maka penanggulangan segera dapat dilakukan, walaupun masih memerlukan penyelidikan yang luas tentang etiologinya.4. Jika etiologi dan sumber atau cara penularan belum diketahui, maka penanggulangan tidak dapat dilakukan. Dalam keadaan ini cara penanggulangan baru dapat dilakukan sesudah penyelidikan.

Identifikasi sumber penularan dan keadaan penyebab KLBA. Identifikasi sumber penularanUntuk mengetahui sumber dan cara penularan dilakukan dengan : Membuktikan adanya agent pada sumber penularan secara laboratoris atau adanya hubungan secara statistik antara kasus dan pemaparan (Mac Mahon and Pugh, 1970; CDC, 1979). Hubungan secara statistik ialah jika proporsi orang-orang dengan kedua sifat (sebab-akibat) mempunyai perbedaan (lebih tinggi/rendah) yang bermakna secara statistik. Atau perubahan variabel yang satu diikuti oleh variabel yang lain. Biasanya pada penyelidikan KLB untuk menguji atau membuktikan adanya hubungan ini dilakukan : dengan penelitian kasus-pembanding (Kelsey et al., 1986).Menurut MacMahon and Pugh (1970), CDC (1979), dan Kelsey et al (1986), penentuan dugaan sumber dan cara penularan penyakit dianggap telah baik jika :1. Ditemukan agent yang sama antara sumber infeksi dan penderita.2. terdapat perbedaan angka serangan (attack rate) yang bermakna antara orang-orang yang terpapar dan yang tidak terhadap sumber penularan.3. Tidak ada cara lain pada semua kasus, atau cara penularan lain tidak dapat menerangkan distribusi umur waktu dan geografis pada semua kasus.

B. Identifikasi keadaan penyebab KLBSecara umum keadaan penyebab KLB adalah adanya perubahan keseimbangan dari agent, penjamu, dan lingkungan yang dapat terjadi oleh karena :1. Kenaikan jumlah atau virulensi dari agent2. Adanya agent penyebab baru atau yang sebelumnya tidak ada3. Keadaan yang mempermudah penularan penyakit4. perubahan imunitas penduduk terhadap agent yang pathogen,5. lingkungan dan kebiasaan penduduk yang berpeluang untuk terjadinya pemaparan.Perencanaan penelitian lain Yang sistematisGoodman et al (1990) mengatakan bahwa KLB merupakan kejadian yang alami (natural), oleh karenanya selain untuk mencapai tujuan utamanya penyelidikan epidemiologi KLB merupakan kesempatan baik untuk melakukan penelitian. Misalnya penelitian tentang hubungan yang berat antara ilmu epidemiologi dan penggunaannya di lapangan, mengevaluasi program-program kesehatan (cara diagnosis, pengobatan, imunisasi, pencegahan penyakit, penyuluhan kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan perorangan dan lainnya), mengevaluasi kemampuan sistem surveilans yang ada, mengetahui partisipasi masyarakat, mengetahui sumber yang tepat untuk perencanaan program, kepatuhan petugas kesehatan dalam menjalankan peraturan atau dapat digunakan sebagai sarana pelatihan epidemiologi pada petugas kesehatan.Di Indonesia, setiap penyelidikan epidemiologi KLB, sebaiknya digunakan sebagai sarana mendapatkan informasi untuk perbaikan program kesehatan pada umumnya dan program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan sistem surveilans pada khususnya. Mengingat hal ini sebaiknya pada penyelidikan epidemiologi KLB selalu dilakukan :1. Pengkajian terhadap sistem surveilans yang ada, untuk mengetahui kemampuannya yang ada sebagai alat deteksi dini adanya KLB, kecepatan informasi dan pemenuhan kewajiban pelaksanaan sistem surveilans.2. Penelitian faktor risiko kejadian penyakit (KLB) yang sedang berlangsung3. Evaluasi terhadap program kesehatan.

Penyusunan rekomendasiA. Penanggulangan KLBMenurut Goodman et al (1990), tujuan utama penyelidikan epidemiologi KLB adalah merumuskan tindakan untuk mengakhiri KLB pada situasi yang dihadapi (penanggulangan) dan mencegah terulangnya KLB di masa mendatang (pengendalian).Tindakan penanggulangan KLB didasari oleh diketahuinya :1. etiologis,2. sumber dan cara penularan.

B. PengendalianTindakan pengendalian KLB meliputi pencegahan terjadinya KLB pada populasi, tempat dan waktu yang berisiko (Bres, 1986). Dengan demikian untuk pengendalian KLB selain diketahuinya etiologi, sumber dan cara penularan penyakit masih diperlukan informasi lain. Informasi tersebut meliputi :1. Keadaan penyebab KLB,2. kecenderungan jangka panjang penyakit3. daerah yang berisiko untuk terjadi KLB (tempat) dan4. populasi yang berisiko (orang, keadaan imunitas).

Sistem surveilansAgar dapat mengevaluasi terhadap tindakan penanggulangan yang dijalankan dan mencegah timbulnya komplikasi atau kematian, maka diperlukan sistim penemuan kasus dan kasus komplikasi secara dini. Sistim berlaku selama periode KLB atau periode yang diduga komplikasi akan terjadi. Sistim surveilans penyakit di masyarakat (menggunakan tenaga masyarakat, kader) biasanya lebih dapat dipergunakan untuk memantau kasus baru dan komplikasinya (Bres, 1986).

Penyusunan laporan KLBMenurut Bres (1986) agar hasil penyelidikan epidemiologi KLB dapat digunakan sesuai dengan tujuannya maka laporan hasil penyelidikan epidemiologi KLB hendaknya berisi :1. Latar belakang, yang meliputi analisis keadaan geografis, kondisi alam, kependudukan, status sosial ekonomi, pelayanan kesehatan, sistem kewaspadaan dini yang berlaku, insidens penyakit dalam keadaan biasa.2. Riwayat kejadian KLB pada penyakit yang sama di daerah setempat atau di daerah yang lain.3. Metoda penyelidikan epidemiologi KLB, yang meliputi definisi kasus, alat yang digunakan (kuestioner), perjalanan penyakit, cara survai (pelayanan kesehatan, Rumah sakit, survai rumah tangga), rancangan penelitian, cara pengumpulan specimen, teknik pemeriksaan laboratorium, kuantitas dan kualitas tenaga yang dipakai.4. Analisis data, meliputi : Data klinis (frekuensi gejala/tanda), perjalanan penyakit, diagnosis banding, komplikasi penyakit, case fatality rate, frekuensi komplikasi yang terjadi) Data epidemiologi, deskripsi kejadian menurut waktu, tempat dan orang. Analisis cara dan sumber penularan (sumber infeksi, tempat dan cara masuknya agent penyebab ke penjamu, faktor-faktor yang mempengaruhi penularan) Data laboratorium (pemeriksaan agent penyebab, konfirmasi serologis, reliabilitas dan validitas hasil pemeriksaan).5. Pembahasan, yaitu interpretasi dari analisis data, perumusan hipotesis mengenai penyebab, sumber dan cara penularan, analisis statistik dari uji hipotesis.6. Kesimpulan, mengenai diagnosis penyakit, keadaan KLB, sumber dan cara penularan, keadaan penyebab KLB.7. Rekomendasi cara penanggulangan dan penyelidikan epidemiologi KLB, meliputi dasar-dasar pengambilan keputusan dan deskripsi cara penanggulangan dan pengendalian KLB.

- Langkah-Langkah Investigasi Wabah :1. Konfimasi / menegakkan diagnosa Definisi kasus Klasifikasi kasus dan tanda klinik Pemeriksaan laboratorium2. Menentukan apakah peristiwa itu suatu letusan/wabah atau bukan Bandingkan informasi yang didapat dengan definisi yang sudah ditentukan tentang KLB Bandingkan dengan incidende penyakit itu pada minggu/bulan/tahun sebelumnya3. Hubungan adanya letusan/wabah dengan faktor-faktor waktu, tempat dan orang Kapan mulai sakit (waktu) Dimana mereka mendapat infeksi (tempat) Siapa yang terkena : (Gender, Umur, imunisasi, dll)4. Rumuskan suatu hipotesa sementara Hipotesa kemungkinan : penyebab, sumber infeksi, distribusi penderita (pattern of disease) Hipotesa : untuk mengarahkan penyelidikan lebih lanjut5. Rencana penyelidikan epidemiologi yang lebih detail Untuk menguji hipotesis : Tentukan : data yang masih diperlukan sumber informasi Kembangkan dan buatkan check list. Lakukan survey dengan sampel yang cukup6. Laksanakan penyelidikan yang sudah direncanakan Lakukan wawancara dengan : a. Penderita-penderita yang sudah diketahui (kasus)b. Orang yang mempunyai pengalaman yang sama baik mengenai waktu/tempat terjadinya penyakit, tetapi mereka tidak sakit (control) Kumpulkan data kependudukan dan lingkungannya Selidiki sumber yang mungkin menjadi penyebab atau merupakan faktor yang ikut berperan Ambil specimen dan sampel pemeriksa di laboratorium7. Buatlah analisa dan interpretasi data Buatlah ringkasan hasil penyelidikan lapangan Tabulasi, analisis, dan interpretasi data/informasi Buatlah kurva epidemik, menghitung rate, buatlah tabel dan grafik-grafik yang diperlukan Terapkan test statistik Interpretasi data secara keseluruhan8.Test hipotesa dan rumuskan kesimpulan Lakukan uji hipotesis Hipotesis yang diterima, dpt menerangkan pola penyakit : a. Sesuai dengan sifat penyebab penyakitb. Sumber infeksic. Cara penularad. Faktor lain yang berperan9. Lakukan tindakan penanggulangan Tentukan cara penanggulangan yang paling efektif. Lakukan surveilence terhadap penyakit dan faktor lain yang berhubungan. Tentukan cara pencegahan dimasa akan datang10. Buatlah laporan lengkap tentang penyelidikan epidemiologi tersebut. Pendahuluan Latar Belakang Uraian tentang penelitian yang dilakukan Hasil penelitian Analisis data dan kesimpulan Tindakan penanggulangan Dampak-dampak penting Saran rekomendasi

1.5 Penanggulangan KLB dan Wabah1. Masa pra KLBInformasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan Sistem Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu melakukakukan langkah-langkh lainnya :1. Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan logistik.2. Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.3. Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat4. Memperbaiki kerja laboratorium5. Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain

Tim Gerak Cepat (TGC) :Sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan pengamatan dan penanggulangan wabah di lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data penyelidikan epideomologis. Tugas /kegiatan :Pengamatan : Pencarian penderita lain yang tidak datang berobat. Pengambilan usap dubur terhadap orang yang dicurigai terutama anggota keluargaPengambilan contoh air sumur, sungai, air pabrik dll yang diduga tercemari dan sebagai sumber penularan. Pelacakan kasus untuk mencari asal usul penularan dan mengantisipasi penyebarannya Pencegahan dehidrasi dengan pemberian oralit bagi setiap penderita yang ditemukan di lapangan.Penyuluhahn baik perorang maupun keluarga Membuat laporan tentang kejadian wabah dan cara penanggulangan secara lengkap. 2. Memahami dan Menjelaskan Pola Pencarian Pengobatan Individu dan MasyarakatUndang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang paling baru ini memang lebih luas dan dinamis dibandingkan dengan batasan sebelumnya yang mengatakan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan sempurna, baik fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat saja. Agar mendapatkan kesehatan yang maksimal dibutuhkan usaha-usaha yang maksimal pula untuk memperolehnya (Notoatmodjo, 2003). Kesehatan merupakan suatu kebutuhan dasar manusia untuk dapat hidup layak, produktif, serta mampu bersaing untuk meningkatkan taraf hidupnya. Perkembangan teknologi dalam bidang kesehatan berjalan dengan pesat dalam abad terakhir ini, yang manfaatnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Namun demikian jangkauan pelayanan kesehatan ini masih terbatas sehingga masyarakat belum sepenuhnya mampu menikmati pelayanan kesehatan ini (Safrijal, 2005).Menurut Azwar (1996), apabila pelayanan kesehatan yang diberikan dapat memberikan kepuasan pada diri setiap pasien sesuai dengan tingkat rata-rata penduduk yang menjadi sasaran pelayanan kesehatan, maka dapat dinilai baik untuk mutu pelayanan kesehatan.Menurut Wasisto dalam Sukamto (2008) mutu pelayanan kesehatan didukung oleh banyak faktor yang merupakan suatu sistem. Faktor-faktor tersebut adalah tenaga kesehatan, pembiayaan, sarana dan teknologi kesehatan yang digunakan, serta interaksi kegiatan yang digerakkan melalui proses dan prosedur tertentu dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk menghasilkan jasa atau pelayanan. Setiap manusia berkeinginan untuk hidup sehat atau paling tidak akan mempertahankan status sehat yang dimilikinya. Tindakan manusia dalam mempertahankan kesehatan tersebut mengakibatkan terjadinya pemanfaatan pelayanan kesehatan yang ada, baik pengobatan tradisional maupun pengobatanmodern. Namun hubungan antara sehat dengan permintaan pelayanan kesehatan tidaklah sesederhana itu. Pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor tidak hanya jarak, tarif maupun pelayanan kesehatan yang memuaskan atau tidak, tapi juga dipengaruhi oleh faktor akan konsep masyarakat itu sendiri tentang sakit (Notoatmodjo, 2003)Pandangan orang tentang kriteria tubuh sehat atau sakit, sifatnya tidaklah selalu objektif, bahkan lebih banyak unsur subjektifitas dalam menentukan kondisi tubuh seseorang. Cara pandang masyarakat tentang sehat-sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial budaya. Sebaliknya petugas kesehatan, berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang objektif berdasarkan gejala (simpton) yang tampak guna mendiagnosa kondisi fisik seorang individu. Perbedaan persepsi antara masyarakat dan petugas kesehatan inilah yang sering menimbulkan masalah dalam melaksanakan program kesehatan. Kadang-kadang orang tidak pergi berobat atau menggunakan sarana kesehatan yang orang-orang akan melakukan pengobatan dengan berbagai cara. Pola pengobatan yang dilakukan didasarkan kuat oleh pola pencarian pengobatan yang dipahami.Pengobatan dan penyembuhan suatu jenis penyakit yang dilakukan baik secara tradisional dengan memanfaatkan tenaga pengobat tradisional (dukun, datu maupun tabib) maupun pengobatan serta penyembuhan jenis penyakit yang dilakukan secara modern dengan memanfaatkan tenaga medis serta dengan mempergunakan peralatan kedokteran yang serba modern. Kedua jenis (cara) ini saling berbeda dan tidak dapat dipertemukan dan sampai saat ini kedua cara ini masih diperlukan oleh masyarakat, baik masyarakat yang berada di perkotaan maupun masyarakat yang berada di pedesaan (Lubis, dkk, 1995)Dari uraian diatas menunjukkan bahwa, walaupun pengobatan modern seperti tenaga medis dan dokter telah banyak tersebar baik di daerah perkotaan maupun pinggiran, namun pengobatan secara tradisional masih berfungsi dalam masyarakat baik masyarakat kota maupun masyarakat desa. Hal ini tergantung bagaimana pola pencarian pengobatan yang di pahami oleh individu tersebut dan yang berkembang di lingkungan sekitar.

3. Memahami dan Menjelaskan Cakupan Imunisasi

Pengertian Imunisasi Campak 1) Diskripsi Vaksin Campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Vaksin ini berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan dengan aquabidest steril. 2) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit Campak. 3) Cara pemberian dan dosis Sebelum disuntikkan vaksin Campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengann pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut aquabidest. Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan atas, pada usia 9-11 bulan. Dan ulangan (booster) pada usia 6-7 tahun (kelas 1 SD) setelah cath-up campaign Campak pada anak Sekolah Dasar kelas 1-6. Vaksin campak yang sudah dilarutkan hanya boleh digunakan maksimum 6 jam. 4) Efek samping Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi. 5) Kontraindikasi Individu yang mengidap penyakit immuno deficiency atau individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia, lymphoma. ( Dinkes Prov Jatim, 2005 )

4. Memahami dan Menjelaskan Aspek Sosial Budaya dalam Mengakses Pelayanan Kesehatan di Fasilitas KesehatanMenurut Levey dan Loombo yang dijabarkan oleh Azrul Azwar (1996), menyatakan bahwa pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.Dalam mencapai kesejahteraan dan pemeliharaan penyembuhan penyakit sangat diperlukan pelayanan kesehatan yang bermutu dimana tanpa adanya pelayanan kesehatan yang bermutu dan menyeluruh di wilayah Indonesia ini tidak akan tercapai derajat kesehatan yang optimal (Azwar, 1996).Dari beberapa hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan polapola penggunaan pelayanan kesehatan pada beberapa daerah. Hal ini tidak dapat dijelaskan hanya karena adanya perbedaan morbidity rate atau karakteristik demografi penduduk, tetapi faktor-faktor sosial budaya atau faktor-faktor penting yang menyebabkan tidak digunakannya fasilitas kesehatan. Penggunaan pelayanan kesehatan tidak perlu diukur hanya dalam hubungannya dengan individu tetapi dapat diukur berdasarkan unit keluarga (Sarwono, 1997).Banyak teori yang berkaitan dengan alasan seseorang ketika memilih dan menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan, diantaranya :- Teori Andersen/ Health System ModelMenurut teori Anderson dalam Muzaham (1995), ada tiga faktor yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan yaitu :1. Mudahnya menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan (karakteristik predisposisi)2. Adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap pelayanan kesehatan yang ada (karakteristik pendukung)3. Adanya kebutuhan pelayanan kesehatan (karakteristik kebutuhan)Ilustrasi Model Anderson- Model Kepercayaan Kesehatan / Health Belief ModelHBM telah berkembang di tahun 1950 oleh para ahli psikologi sosial. Berkembangnya pelayanan kesehatan masyarakat akibat kegagalan dari orang atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider (Glanz, 2002).Ada 5 variabel yang menyebabkan seseorang mengobati penyakitnya :1. Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility) Persepsi seseorang terhadap resiko dari suatu penyakit. Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan bahwa ia rentan terhadap penyakit tersebut.2. Keparahan yang dirasakan (perceived seriousness) Tindakan seseorang dalam pencarian pengobatan dan pencegahan penyakit dapat disebabkan karena keseriusan dari suatu penyakit yang dirasakan misalnya dapat menimbulkan kecacatan, kematian, atau kelumpuhan, dan juga dampak sosial seperti dampak terhadap pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial.3. Keuntungan yang dirasakan (perceived benefits) Penerimaan seseorang terhadap pengobatan penyakit dapat disebabkan karena keefektifan dari tindakan yang dilakukan untuk mengurangi penyakit. Faktorlainnya termasuk yang tidak berhubungan dengan perawatan seperti, berhenti merokok dapat menghemat uang.4. Hambatan yang dirasakan (perceived barriers) Dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindakan pencegahan penyakit akan mempengaruhi seseorang untuk bertindak. Pada umumnya manfaat tindakan lebih menentukan daripada rintangan atau hambatan yang mungkin ditemukan dalam melakukan tindakan tersebut.5. Isyarat atau tanda-tanda untuk bertindak (cues to action) Kesiapan seseorang akibat kerentanan dan manfaat yang dirasakan dapat menjadi faktor yang potensial untuk melakukan tindakan pengobatan. Selain faktor lainnya seperti faktor lingkungan, media massa, atau anjuran dari keluarga, teman-teman dan sebagainya.6. Keyakinan akan diri sendiri (self efficacy) Kepercayaan seseorang terhadap kemampuannya dalam pengambilan tindakan (Glanz, 2002).2.3.3 Theory of Reasoned ActionTRA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1967 untuk melihat hubungan keyakinan, sikap, niat dan perilaku. Fishbein, 1967 mengembangkan TRA ini dengan sebuah usaha untuk melihat hubungan sikap dan perilaku (Glanz, 2002).Faktor yang paling penting dalam seseorang berperilaku adalah adanya niat. Niat akan ditentukan oleh sikap seseorang. Dan sikap ditentukan oleh keyakinan seseorang akibat dari tindakan yang akan dilakukan. Diukur dengan evaluasi terhadap masing-masing akibat. Jadi, seseorang yang memiliki keyakinan yang kuat akan akibat dari tindakan yang dilakukan secara positif akan menghasilkan sikap yang positif pula. Sebaliknya jika seseorang tidak yakin akan akibat dari perilaku yang dilakukan dengan positif akan menghasilkan sikap yang negatif (Glanz, 2002).Niat seseorang untuk berperilaku juga dapat dipengaruhi oleh norma individu dan motivasi untuk mengikuti. Norma individu dapat dipengaruhi oleh norma-norma atau kepercayaan di masyarakat. Aspek Sosial Budaya dalam Pencarian Pelayanan KesehatanWalaupun jaminan kesehatan dapat membantu banyak orang yang berpenghasilan rendah dalam memperoleh perawatan yang mereka butuhkan, tetapi ada alasan lain disamping biaya perawatan kesehatan, yaitu adanya celah diantara kelas sosial dan budaya dalam penggunaan pelayanan kesehatan (Sarafino, 2002).Seseorang yang berasal dari kelas sosial menengah ke bawah merasa diri mereka lebih rentan untuk terkena penyakit dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kelas atas. Sebagai hasilnya mereka yang berpenghasilan rendah lebih tidak mungkin untuk mencari pencegahan penyakit (Sarafino, 2002). - Faktor Sosial dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatana. Cenderung lebih tinggi pada kelompok orang muda dan orang tuab. Cenderung lebih tinggi pada orang yang berpenghasilan tinggi dan berpendidikan tinggic. Cenderung lebih tinggi pada kelompok Yahudi dibandingkan dengan penganut agama lain.d. Persepsi sangat erat hubungannya dengan penggunaan pelayanan kesehatan.- Faktor Budaya dalam Penggunaan Pelayanan KesehatanFaktor kebudayaan yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan diantaranya adalah:a. Rendah penggunaan pelayanan kesehatan pada suku bangsa terpencil.b. Ikatan keluarga yang kuat lebih banyak menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan.c. Meminta nasehat dari keluarga dan teman-teman.d. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit. Dengan asumsi jika pengetahuan tentang sakit meningkat maka penggunaan pelayanan kesehatan juga meningkat. e. Sikap dan kepercayaan masyarakat terhadap provider sebagai pemberi pelayanan kesehatan.- Reaksi dalam Proses Mencari PengobatanMasyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak merasakan sakit (disease but no illness) sudah barang tentu tidak akan bertindak apaapa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru timbul berbagai macam perilaku dan usaha. Penyelidikan E.A. Suchman (1965) tentang perilaku kesehatan dalam konteks sosial budaya cukup memberi harapan, dan menyangkut hubungan yang bersifat hipotesis antara orientasi kesehatan atau perilaku dengan hubungan sosial atau struktur kelompok. Model Suchman yang terpenting adalah menyangkut pola sosial dan perilaku sakit yang tampak pada cara orang mencari, menemukan, dan melakukan perawatan.Pendekatan yang digunakan berkisar pada adanya 4 unsur yang merupakan faktor utama dalam perilaku sakit, yaitu: 1. Perilaku itu sendiri;2. Sekuensinya; 3. Tempat atau ruang lingkup dan4. Variasi perilaku selama tahap-tahap perwatan. Suchman sangat memperhatikan perilaku sakit. Ia mendefenisikan sebagai cara bilamana gejala dirasakan, dinilai dan kemudian bertindak untuk mengenalinya sebagai rasa sakit, disconfort atau mengatasi rasa sakit tersebut. Analisis ini untuk mengidentifikasikan pola pencarian, penemuan dan penyelenggaraan perawatan. Oleh karena itu pengembangan teori yang mengikuti individu mulai dari cara pandang dan mengenal penyakit sehingga kembali sehat di tangan petugas kesehatan.Unsur pertama, perilaku sakit menyangkut serangkaian konsep-konsep yang menggambarkan alternatif perilaku, berikut akibatnya yaitu:1. Shopping, adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan guna menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosa dan pengobatan sesuai dengan harapan si sakit.2. Fragmentation adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang sama. Contoh : berobat ke dokter sekaligus ke sinse dan dukun. 3. Procastination ialah proses penundaan, menangguhkan atau mengundurkan upaya pencarian pengobatan meskipun gejala penyakitnya sudah dirasakan4. Self medication adalah proses pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan atau obat-obatan yang dinilainya tepat baginya.5. Discontinuity adalah melakukan proses membatalkan atau penghentian pengobatan (Muzaham, 1995).Menurut paradigma Suchman, urutan peristiwa medis dibagi atas 5 tingkat, yaitu: pengalaman dengan gejala penyakit, penilaian terhadap peran sakit, kontak dengan perawatan medis, jadi pasien, sembuh atau masa rehabilitasi. Pada setiap tingkat setiap orang harus mengambil keputusan-keputusan dan melakukan perilakuperilaku tertentu yang berkaitan dengan kesehatan. Pada tingkat permulaan terdapat tiga dimensi gejala yang menjadi pertanda adanya ketidakberesan dalam diri seseorang, yaitu: 1. Adanya rasa sakit, kurang enak badan atau sesuatu yang tidak biasa dialami.2. Pengetahuan seseorang tentang gejala tersebut mendorongnya membuat penafsiran-penafsiran yang berkaitan dengan akibat penyakit serta gangguan terhadap fungsi sosialnya.3. Perasaan terhadap gejala penyakit tersebut berupa rasa takut atau cemas.Perlu diketahui bahwa kesimpulan yang diperoleh seseorang pada tahap pengenalan gejala penyakit (seperti juga pada tahap-tahap lainnya), berbeda satu sama lain. Secara teoritis, setelah tahap pengalaman gejala hingga tahap mengira bahwa dirinya sakit, terbuka beberapa alternatif yang dapat dipilih seseorang, misalnya menolak anggapan bahwa dirinya sakit atau mengulur waktu mencari pertolongan medisPada saat orang mengira bahwa dirinya sakit, maka orang akan mencoba mengurangi atau mengontrol atau mengurangi gejala tersebut melalui pengobatan sendiri. Sementara itu pihak keluarga dan teman-teman dimintai nasehat, sistem rujukan awam (lay-referral system) dapat mempengaruhi seseorang untuk berperan untuk berperan sakit, sedangkan upaya mendiskusikan gejala itu dengan orang-orang terdekat atau orang penting lainnya betujuan untuk memperoleh pengakuan yang diperlukan agar ia mendapat kebebasan dari tuntutan dan tanggung jawab sosial tertentu. Selanjutnya, pada saat berhubungan dengan pihak pelayanan kesehatan, pelaksana tenaga kesehatan dapat membantu kebutuhan fisik dan psikologis pasien, dengan jalan memberikan diagnosis dan pengobatan terhadap gejala, atau memberikan pengesahan (legitimacy) agar pasien dibebaskan dari tuntutan-tuntutan, tanggung jawab dan kegiatan tertentu. Seperti juga pada tahap-tahap sebelumnya, seseorang bisa dipercaya dan menerima tindakan atau saran untuk pengobatan, dan bisa juga menolaknya. Boleh jadi juga ia akan mencari informasi serta pendapatpendapat dari sumber pelayanan kesehatan lainnya.Suchman (1965) memformulasikan suatu pernyataan teoritis mengenai hubungan antara struktur sosial dan orientasi kesehatan dengan variasi respon individu terhadap penyakit dan perawatan kesehatan. Dalam pengembangan model ini, Suchman membahas fungsi dari berbagai faktor lain (faktor tempat, variasi respon terhadap penyakit, perawatan kesehatan) sesuai dengan kelima tahap penyakit dan proses perawatan kesehatan tersebut. Struktur sosial kelompok ditentukan oleh keadaan sosial dari tiga tingkat kelompok, yaitu tingkat komunitas, persahabatan, dan keluarga. Pada tingkat komunitas, derajat hubungan sosial diukur dengan kuat tidaknya rasa kesukuan, pada tingkat sosial diukur dengan solidaritas persahabatan, dan pada tingkat keluarga ditandai dengan kuat tidaknya orientasi terhadap tradisi dan otoritas. Ketiga dimensi hubungan sosial tersebut dikombinasikan kedalam suatu indeks kosmopolitan parokial struktur sosial. Parokialisme diartikan sebagai suatu keadaan sosial dimana terdapat rasa kesukuan yang kuat, solidaritas persahatan tinggi, dan sangat berorientasi pada tradisi dan otoritas dalam keluarga. Orientasi kesehatan seseorang dilihat sebagai suatu kontinum yang dibedakan atas orientasi ilmiah ( bersifat objektif, profesional, dan impersonal ) dan orientasi populer ( bersifat subjektif, awam dan personal ), yang disesuaikan menurut tingkat pengetahuan pasien mengenai penyakit, skeptisisme terhadap perawatan kesehatan, dan ketergantungan seseorang akibat penyakit. Orientasi pada kesehatan populer ditandai oleh rendahnya tingkat pengetahuan tentang penyakit (dimensi kognitif), tingginya tingkat skeptisisme terhadap perawatan medis ( dimensi afektif ), dan tingginya tingkat ketergantungan seseorang akibat penyakit ( dimensi perilaku ).Suchman mengemukakan hipotesis bahwa, perilaku kesehatan yang terjadi pada setiap tahap penyakit seperti dikemukakan di atas mencerminkan orientasi kesehatan serta afiliasi masing-masing kelompok sosial. Variasi perilaku ini mempengaruhi kemajuan setiap tahap penyakit tersebut. Misalnya, seseorang yang berorientasi kepada kesehatan polpuler dan cenderung pada afiliasi kelompok parokial akan berperilaku : kurang cepat tanggap dan kurang serius terhadap bahaya yang mungkin terjadi selama masa permulaan gejala yang dirasakan; meminta persetujuan orang lain secara berulang-ulang untuk menyakinkan bahwa ia boleh meninggalkan tanggung jawab tertentu ; berusaha melakukan pengobatan sendiri dengan obat paten atau ramuan-ramuan dan ragu bertindak pada saat ia mengetahaui dirinya sakit; lalai dalam mencari pertolongan medis, bertukar-tukar dokter serta sanksi terhadap diagnosis pelayanan kesehatan, selama masa kontak dengan pelayanan medis; sulit mengatasi berbagai masalah yang timbul pada saat sakit dan tidak sanggup menjalankan aturan perawatan medis; dan cepat meninggalkan uperan sakit ( atau, bila ia menderita penyakit kronis ia menolak sakit berkepanjangan atau mengabaikan rehabilitasi kesehatannya ).5. Memahami dan Menjelaskan Sistem Rujukan

Kesehatan atau sehat-sakit adalah suatu yang kontinum dimulai dari sehat wal afiat sampai dengan sakit parah. Kesehatan seseorang berada dalam bentangan tersebut. Demikian pula sakit ini juga mempunyai beberapa tingkat atau gradasi. Secara umum dapat dibagi dalam 3 tingkat, yakni sakit ringan (mild), sakit sedang (moderate) dan sakit parah (severe). Dengan ada 3 gradasi penyakit ini maka menuntut bentuk pelayanan kesehatan yang berbeda pula. Untuk penyakit ringan tidak memerlukan pelayanan canggih. Namun sebaliknya untuk penyakit yang sudah parah tidak cukup hanya dengan pelayanan yang sederhana melainkan memerlukan pelayanan yang sangat spesifik.

Oleh sebab itu, perlu dibedakan adanya 3 bentuk pelayanan, yakni :a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care)Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan. Oleh karena jumlah kelompok ini didalam suatu populasi sangat besar (lebih kurang 85%), pelayanan yang diperlukan oleh kelompok ini bersifat pelayanan kesehatan dasar (basic health services) atau juga merupakan pelayanan kesehatan primer atau utama (primary health care). Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, dan balkesmas.

b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health services)Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan perawatan nginap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Bentuk pelayanan ini misalnya rumah sakit tipe C dan D, dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis.

c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services)Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder. Pelayanan sudah kompleks dan memerlukan tenaga-tenaga superspesialis. Contoh di Indonesia: rumah sakit tipe A dan BDalam suatu sistem pelayanan kesehatan, ketiga strata atau jenis pelayanan tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada didalam suatu sistem dan saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut ke tingkat pelayanan diatasnya, demikian seterusnya. Penyerahan tanggung jawab dari satu pelayanan kesehatan ke pelayanan kesehatan yang lain ini disebut rujukan. Secara lengkap dapat dirumuskan sistem rujukan ialah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari unit yang lebih mampu menangani), atau secara horizontal (antar unit-unit yang setingkat kemampuannya).Dari batasan tersebut dapat dilihat bahwa hal yang dirujuk bukan hanya pasien saja tapi juga masalah-masalah kesehatan lain, teknologi, sarana, bahan-bahan laboratorium, dan sebagainya. Disamping itu rujukan tidak berarti berasal dari fasilitas yang lebih rendah ke fasilitas yang lebih tinggi tetapi juga dapat dilakukan diantara fasilitas-fasilitas kesehatan yang setingkat.

Secara garis besar rujukan dibedakan menjadi 2, yakni :a. Rujukan medik Rujukan ini berkaitan dengan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan pasien. Disamping itu juga mencakup rujukan pengetahuan (konsultasi medis) dan bahan-bahan pemeriksaan.b. Rujukan kesehatan masyarakat Rujukan ini berkaitan dengan upaya pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan (promosi). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi,sarana dan operasional.6. Memahami dan Menjelaskan Tujuan Syariat Islam dan Konsep KLBThaundisadari sebagai wabah yang menggelisahkan masyarakat Rasulullah saw ketika itu. Jika suatu wabah berjangkit dalam suatu wilayah, makakebijakan Nabi adalah melakukan isolasi,yaitu orang luar tidakboleh masuk ke wilayah epidemi dan sebaliknya orang yang berada di wilayah itu tidak boleh keluar ke daerah lain. Demikian sabda Nabi Muhammad saw.: ( )Artinya;Jika kamu mendengar tentangthaundi suatu tempat, maka janganlah kamu memasukinya (tempat itu). Apa bila kamu (terlanjur) berada di tempat yang terkena wabah itu, maka janganlah kamu keluar darinya (tempat itu) (H.R. at-Turmuzi dari Said).Pernah di suatu saat daerah luar Madinah terjangkit wabahthaun(pes, sampar, atau penyakit sejenisnya) danal-masih(sejenis kuman yang mengelupaskan kulit mungkin seperti wabah gudik, bengkoyok,atau secara umumpenyakit kulit). Rasulullah melarang siapa pun yang terkena kedua jenis penyakit itu (thaundanal-masih) masuk ke kota Madinah. Demikian sabda Nabi:. . . la yadkhulu al-Madinata al-masihu wala ath-thaun( . . . Tidak boleh masuk ke Madinah bagi yang terjangkit olehal-masihdanthaun H.R.al-Bukhari dari Abu Hurairah)ThaunSebagai Kotoran(ar-Rijsu)Sekaligus RahmatDalam hadis yang panjang, Rasulullah mengatakan:. ath-thaun rijsun .. (. . .thaunitu adalah kotoran . . . H.R. al-Bukhari dari Usamah bin Zaid) dan berfungsi sebagai siksa atau penyakit (azab). Beliau bersabda:- - ( )Artinya:. . . Bahwa ada suatu azab yang Allah mengutusnya (untuk)menimpa kepada seseorang yang Ia kehendakinya. Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang mukmin. Tidaklah bagi seseorang yang tertimpathaunkemudian ia berdiam diri di wilayahnya itu dengan sabar dan ia menyadari bahwathaunitu tidak akan menimpa kecuali telah ditetapkan Allah, kecuali ia memperoleh pahala bagaikan orang mati syahid (H.R. al-Bukhari dari Aisyah).Dalam hadis tersebut dijelaskan bahawa (l) penduduk yang wilayahnya terkena wabah dan tidak boleh keluar dari wilayah itu supaya mereka bersabar. Penyakit itu tidak akan menular kepada orang kecuali atas kehendak Allah. Pahala orang yang sabar (tidak keluar dari wilayahnya) memperoleh pahala sepadan orang mati syahid, (2) Perwujudan rahmat dalam kasus ini adalah bersabar. Orang sabar berada dalam lindungan Allah (inna-llaha maa ash-shabirin)Pemerintahan Umar dan WabahThaunPada waktu pemerintahan Umar bin Khatab terjadi wabah di Syam (sekarang Suriah). Pada saat itu sedang terjadi peperangan antara pasukan Islam melawan pasukan Byzantium di Suriah. Kasus ini (wabah) didiskusikan berulang-ulang dengan para pemimpin negara maupun para ulama. Kesimpulan akhir dari diskusi itu adalah: (1) Para prajurit yang belum berangkat ke Syam supaya diurungkan tidak jadi berangkat ke medan perang, (2) Bagi yang sudah berada di medang perang (di Syam) tidak boleh mundur atau kembali ke Madinah, (3) Dasar kesimpulan ini adalah menghindari takdir (tertular wabah) dan mencari takldir (keselamatan dengan menjauh dari wabah H.R. al-Bukhari,VII [t.th.]:20-21).KesimpulanDari berbagai kasus wabah yang menimpa pada zaman Islam generasi pertama ini dapat disimpulkan bahwa: (l)thauncukup menggelisahkan masyarakat generasi pertama Islam, (2) mereka berusaha supaya wabah tidak menjalar ke daerah lain secara luas. Kata kunci untuk usaha ini adalahlari dari takdir lama kemudian mencari takdir baru.7.Hukum Menjaga Kesehatan dan Berobat Anjuran Menjaga KesehatanSudah menjadi semacam kesepakatan, bahwa menjaga agar tetap sehat dan tidak terkena penyakit adalah lebih baik daripada mengobati, untuk itu sejak dini diupayakan agar orang tetap sehat. Menjaga kesehatan sewaktu sehat adalah lebih baik daripada meminum obat saat sakit. Dalam kaidah ushuliyyat dinyatakan:Dari Ibn Abbas, ia berkata, aku pernah datang menghadap Rasulullah SAW, saya bertanya: Ya Rasulullah ajarkan kepadaku sesuatu doa yang akan akan baca dalam doaku, Nabi menjawab: Mintalah kepada Allah ampunan dan kesehatan, kemudian aku menghadap lagipada kesempatan yang lain saya bertanya: Ya Rasulullah ajarkan kepadaku sesuatu doa yang akan akan baca dalam doaku. Nabi menjawab: Wahai Abbas, wahai paman Rasulullah saw mintalah kesehatan kepada Allah, di dunia dan akhirat. (HR Ahmad, al-Tumudzi, dan al-Bazzar)Berbagai upaya yang mesti dilakukan agar orang tetap sehat menurut para pakar kesehatan, antara lain, dengan mengonsumsi gizi yang yang cukup, olahraga cukup, jiwa tenang, serta menjauhkan diri dari berbagai pengaruh yang dapat menjadikannya terjangkit penyakit. Hal-hal tersebut semuanya ada dalam ajaran Islam, bersumber dari hadits-hadits shahih maupun ayat al-Quran.

Nilai Sehat dalam Ajaran IslamDengan merujuk konsep sehat yang dewasa ini dipaharm. berdasarkan rumusan WHO yaitu: Health is a state of complete physical, mental and social-being, not merely the absence q; disease on infirmity (Sehat adalah suatu keadaan j^sm rohaniah, dan sosia] yang baik, tidak hanyatidak bt.*)-esiyal cacat). Dadang Ha\v?ri melaporkan, bahwa s^aK ^hunsehingga rnonjadi -eliat Menurut penelitian Ali Munis, dokter spesialis internal Fakultas Kedokteran Universitas Ain Syams Cairo, menunjukan bahwa ilmu kedokteran modern menemukan kecocokan terhadap yang disyariatkan Nabi dalam praktek pcngobatan yang berhubungan dengan spesialisasinya.Sebagaiman disepakati oleh para ulama bahwa di balik pengsyariatan segala sesuatu termasuk ibadah dalam Islam terdapat hikrnah dan manfaat phisik (badaniah) dan psikis (kejiwaan). Pada saat orang-orang Islam menunaikan kewajiban-kewajiban keagamannya, berbagai penyakit lahir dan batin terjaga.Kesehatan JasmaniAjaran Islam sangat menekankan kesehatan jasmani. Agar tetap sehat, hal yang perlu diperhatikan dan dijaga, menurut sementara ulama, disebutkan, ada sepuluh hal, yaitu: dalam hal makan, minum, gerak, diam, tidur, terjaga, hubungan seksual, keinginan-keinginan nafsu, keadaan kejiwaan, dan mengatur anggota badan.Pertama; Mengatur Pola Makan dan MinumDalam ilmu kesehatan atau gizi disebutkan, makanan adalah unsur terpenting untuk menjaga kesehatan. Kalangan ahli kedokteran Islam menyebutkan, makan yang halalan dan thayyiban. Al-Quran berpesan agar manusia memperhatikan yang dimakannya, seperti ditegaskan dalam ayat: maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.(QS. Abasa 80 : 24 )Dalam 27 kali pembicaraan tentang perintah makan, al-Quran selalu menekankan dua sifat, yang halal dan thayyib, di antaranya dalam (Q., s. al-Baqarat (2)1168; al-Maidat (s):88; al-Anfal (8):&9; al-Nahl (16) : 1 14),Kedua; Keseimbangan Beraktivitas dan IstirahatPerhatian Islam terhadap masalah kesehatan dimulai sejak bayi, di mana Islam menekankan bagi ibu agar menyusui anaknya, di samping merupakan fitrah juga mengandung nilai kesehatan. Banyak ayat dalam al-Quran menganjurkan hal tersebut.Al-Quran melarang melakukan sesuatu yang dapat merusak badan. Para pakar di bidang medis memberikan contoh seperti merokok. Alasannya, termasuk dalam larangan membinasakan diri dan mubadzir dan akibatyang ditimbulkan, bau, mengganggu orang lain dan lingkungan.Islam juga memberikan hak badan, sesuai dengan fungsi dan daya tahannya, sesuai anjuran Nabi: Bahwa badanmu mempunyai hakIslam menekankan keteraturan mengatur ritme hidup dengan cara tidur cukup, istirahat cukup, di samping hak-haknya kepada Tuhan melalui ibadah. Islam memberi tuntunan agar mengatur waktu untuk istirahat bagi jasmani. Keteraturan tidur dan berjaga diatur secara proporsional, masing-masing anggota tubuh memiliki hak yang mesti dipenuhi.Di sisi lain, Islam melarang membebani badan melebihi batas kemampuannya, seperti melakukan begadang sepanjang malam, melaparkan perut berkepanjangan sekalipun maksudnya untuk beribadah, seperti tampak pada tekad sekelompok Sahabat Nabi yang ingin terus menerus shalat malam dengan tidak tidur, sebagian hendak berpuasa terus menerus sepanjang tahun, dan yang lain tidak mau menggauli istrinya, sebagaimana disebutkan dalam hadits:Nabi pernah berkata kepadaku: Hai hamba Allah, bukankah aku memberitakan bahwa kamu puasa di szam? hari dan qiyamul laildimalam hari, maka aku katakan, benarya Rasulullah, Nabi menjawab: Jangan lalukan itu, berpuasa dan berbukalah, bangun malam dan tidurlah, sebab, pada badanmu ada hak dan pada lambungmujuga ada hak (HR Bukhari dan Muslim).Ketiga; Olahraga sebagai Upaya Menjaga KesehatanAktivitas terpenting untuk menjaga kesehatan dalam ilmu kesehatan adalah melalui kegiatan berolahraga. Kata olahraga atau sport (bahasa Inggris) berasal dari bahasa Latin Disportorea atau deportore, dalam bahasa Itali disebut deporte yang berarti penyenangan, pemeliharaan atau menghibur untuk bergembira. Olahraga atau sport dirumuskan sebagai kesibukan manusia untuk menggembirakan diri sambil memelihara jasmaniah.Tujuan utama olahraga adalah untuk mempertinggi kesehatan yang positif, daya tahan, tenaga otot, keseimbangan emosional, efisiensi dari fungsi-rungsi alat tubuh, dan daya ekspresif serta daya kreatif. Dengan melakukan olahraga secara bertahap, teratur, dan cukup akan meningkatkan dan memperbaiki kesegaran jasmani, menguatkan dan menyehatkan tubuh. Dengan kesegaran jasmani seseorang akan mampu beraktivitas dengan baik.Dalam pandangan ulama fikih, olahraga (Bahasa Arab: al-Riyadhat) termasuk bidang ijtihadiyat. Secara umum hokum melakukannya adalah mubah, bahkan bisa bernilai ibadah, jika diniati ibadah atau agar mampu melakukannya melakukan ibadah dengan sempurna dan pelaksanaannyatidakbertentangan dengan norma Islami.Sumber ajaran Islam tidak mengatur secara rinci masalah yang berhubungan dengan berolahraga, karena termasuk masalah duniawi atau ijtihadiyat, maka bentuk, teknik, dan peraturannya diserahkan sepenuhnya kepada manusia atau ahlinya. Islam hanya memberikan prinsip dan landasan umum yang harus dipatuhi dalam kegiatan berolahraga.Nash al-Quran yang dijadikan sebagai pedoman perlunya berolahraga, dalam konteks perintah jihad agar mempersiapkan kekuatan untuk menghadapi kemungkinan serangan musuh, yaitu ayat: Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu najkahkanpadajalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS.Al-Anfal :6o):Nabi menafsirkan kata kekuatan (al-Quwwah) yang dimaksud dalam ayat ini adalah memanah. Nabi pernah menyampaikannya dari atas mimbar disebutkan 3 kali, sebagaimana dinyatakan dalam satu hadits:Nabi berkata: Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sang gupi Ingatlah kekuatan itu adalah memanah, Ingatlah kekuatan itu adalah memanah, Ingatlah kekuatan itu adalah memanah, (HR Muslim, al-Turmudzi, Abu Dawud, Ibn Majah, Ahmad, dan al-Darimi)Keempat; Anjuran Menjaga KebersihanAjaran Islam sangat memperhatikan masalah kebersihan yang merupakan salah satu aspek penting dalam ilmu kedokteran. Dalam terminologi Islam, masalah yang berhubungan dengan kebersihan disebut dengan al-Thaharat. Dari sisi pandang kebersihan dan kesehatan, al-thaharat merupakan salah satu bentuk upaya preventif, berguna untuk menghindari penyebaran berbagai jenis kuman dan bakteri.Imam al-Suyuthi, Abd al-Hamid al-Qudhat, dan ulama yang lain menyatakan, dalam Islam menjaga kesucian dan kebersihan termasuk bagian ibadah sebagai bentuk qurbat, bagian dari taabbudi, merupakan kewajiban, sebagai kunci ibadah, Nabi bersabda: Dari Ali ra., dari Nabi saw, beliau berkata: Kunci shalat adalah bersuci (HR Ibnu Majah, al-Turmudzi, Ahmad, dan al-Darimi)Berbagai ritual Islam mengharuskan seseorang melakukan thaharat dari najis, mutanajjis, dan hadats. Demikian pentingnya kedudukan menjaga kesucian dalam Islam, sehingga dalam buku-buku fikih dan sebagian besar buku hadits selalu dimulai dengan mengupas masalah thaharat, dan dapat dinyatakan bahwa fikih pertama yang dipelajari umat Islam adalah masalah kesucian.Abd al-Munim Qandil dalam bukunya al-Tadaivi bi al-Quran seperti halnya kebanyakan ulama membagi thaharat menjadi dua, yaitu lahiriah dan rohani. Kesucian lahiriah meliputi kebersihan badan, pakaian, tempat tinggal, jalan dan segala sesuatu yang dipergunakan manusia dalam urusan kehidupan. Sedangkan kesucian rohani meliputi kebersihan hati, jiwa, akidah, akhlak, dan pikiran.Terakhir, semoga pemaparan di atas semakin menambah pengetahuan kita tentang korelasi antara Islam dan kesehatan dan menguatkan azam kita untuk menekuni pengobatan yang telah diajarkan oleh Nabi agung kita Muhammad saw, amin.HUKUM BEROBATPara fuqoha (ahli fiqih) bersepakat bahwa berobat hukum asalnya dibolehkan[2], kemudian mereka berbeda pendapat (mengenai hukum berobat, -ed) menjadi beberapa pendapat yang masyhur1. Pendapat pertama mengatakan bahwa berobat hukumnya wajib, dengan alasan adanya perintah Rosululloh shallallahu alaihi wa sallam untuk berobat dan asal hukum perintah adalah wajib[4], ini adalah salah satu pendapat madzhab Malikiyah, Madzhab Syafiiyah, dan madzhab Hanabilah.2. Pendapat kedua mengatakan sunnah/ mustahab, sebab perintah Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk berobat dan dibawa kepada hukum sunnah karena ada hadits yang lain Rosululloh shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan bersabar[6], dan ini adalah madzhab Syafiiyah.3. Pendapat ketiga mengatakan mubah/ boleh secara mutlak , karena terdapat keterangan dalil- dalil yang sebagiannya menunjukkan perintah dan sebagian lagi boleh memilih, (ini adalah madzhab Hanafiyah dan salah satu pendapat madzhab Malikiyah)[8].4. Pendapat kelima mengatakan makruh, alasannya para sahabat bersabar dengan sakitnya[9], Imam Qurtubi rahimahullah mengatakan bahwa ini adalah pendapat Ibnu Masud, Abu Darda radhiyallahu anhum, dan sebagian para Tabiin.5. Pendapat ke enam mengatakan lebih baik ditinggalkan bagi yang kuat tawakkalnya dan lebih baik berobat bagi yang lemah tawakkalnya, perincian ini dari kalangan madzhab Syafiiyah.

Kesimpulan dari berbagai macam pendapatSesungguhnya terdapat berbagai macam dalil dan keterangan yang berbeda- beda tentang berobat, oleh karena itu sebenarnya pendapat- pendapat di atas tidaklah bertentangan. Akan tetapi berobat hukumnya berbeda- berbeda menurut perbedaan kondis. Ada yang haram, makruh, mubah, sunnah, bahkan ada yang wajib.