Top Banner
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus kini benar-benar telah menapaki era kesejagatan, d menjadikesehatan dunia. Insidens dan pravalensi penyakit ini tidak pernah berhenti mengalir, terutama di negarasedang berkembangdan negra yang terlanjur memasuki budaya industrialisasi. Jumlah diabetasi didunia yang pada tahun 1990 baru mencapai angka 80 juta !immet, 1991", yan mencengangkan mel#mpat ke angka 110,$ juta empat tahun kemudian !immet, 199$". %enjelang tahun &010, angka ini diperkirakan mennggelembung hingga &'9,' juta, dan di duga akan terus melambung hingga menyentuh angka '00 j pada tahun &0&(. Ind#nesia merupakan salah satu dari 10 besar negara dengan diabetasi terbanyak. )ada tahun 199(, negara yang terg#l#ng tengah berkem ini baru menempati peringkat ke-*, dengan jumlah pengidap diadetes sebany $,( juta ji+a. )eringkat ini diprediksi akan naik dua tingkat menjadi pe (" pada tahun &0&(, dengan prakiraan jumlah pengidap sebanyak 1&,$ juta j Internati#nal Diabetes %#nit#r, pril 1999". )ravalensi D% di Jakarta pad 198& hanya menunjukkan angka 1,* , /selanjutnya, presentase ini terus berl#ncatan ke angka (,* dan 1', , berturut-turut pada tahun &001 armacia, %ei &00'". )enyakit ini terbagi menjadi dua kel#mp#k, yaitu D% tipe 1 dam D% ti & 234 5tudy 6r#up #n Diabetes %ellitus,199(", D% tipe & menempati lebih dari 90 kasus di negara maju 3arris dan !ammet, 199&". Di negara sedang berkembang, hampir seluruh diabetesi terg#l#ng sebagai penyandang D% tipe $0 diantaranya terbukti berasal darikel#mp#k masyarakat yang terlanjur mengubah gaya hidup tradisi#nal menjadi m#dern !immer et al,1990/ king e 199'".6aya hidup m#dern yang dapatdilihat pada sebagian keluarga di perk#taan, saat dengan alat bantu elektr#nik sehingga meminimalkan gerak erkurangnya kerja #t#t lurik,yang dibarengi semakin meningkatnya asupan
36

TK DM

Oct 07, 2015

Download

Documents

Vina Tri Aditya

endokrin
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

14

BAB 1PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangDiabetes mellitus kini benar-benar telah menapaki era kesejagatan, dan menjadi kesehatan dunia. Insidens dan pravalensi penyakit ini tidak pernah berhenti mengalir, terutama di negara sedang berkembang dan negra yang terlanjur memasuki budaya industrialisasi. Jumlah diabetasi didunia yang tercatat pada tahun 1990 baru mencapai angka 80 juta (Zimmet, 1991), yang secara mencengangkan melompat ke angka 110,4 juta empat tahun kemudian (Zimmet, 1994). Menjelang tahun 2010, angka ini diperkirakan mennggelembung hingga 239,3 juta, dan di duga akan terus melambung hingga menyentuh angka 300 juta pada tahun 2025.Indonesia merupakan salah satu dari 10 besar negara dengan jumlah diabetasi terbanyak. Pada tahun 1995, negara yang tergolong tengah berkembang ini baru menempati peringkat ke-7, dengan jumlah pengidap diadetes sebanyak 4,5 juta jiwa. Peringkat ini diprediksi akan naik dua tingkat (menjadi peringkat ke-5) pada tahun 2025, dengan prakiraan jumlah pengidap sebanyak 12,4 juta jiwa (International Diabetes Monitor, April 1999). Pravalensi DM di Jakarta pada tahun 1982 hanya menunjukkan angka 1,7%,/;selanjutnya, presentase ini terus berloncatan ke angka 5,7% dan 13,6%, berturut-turut pada tahun 1992 dan 2001(Farmacia, Mei 2003).Penyakit ini terbagi menjadi dua kelompok, yaitu DM tipe 1 dam DM tipe 2 (WHO Study Group on Diabetes Mellitus,1995), DM tipe 2 menempati lebih dari 90% kasus di negara maju (Harris dan Zammet, 1992). Di negara sedang berkembang, hampir seluruh diabetesi tergolong sebagai penyandang DM tipe 2-40% diantaranya terbukti berasal dari kelompok masyarakat yang terlanjur mengubah gaya hidup tradisional menjadi modern (Zimmer et al,1990; king et al, 1993). Gaya hidup modern yang dapat dilihat pada sebagian keluarga di perkotaan, saat dengan alat bantu elektronik sehingga meminimalkan gerak fisik. Berkurangnya kerja otot lurik,yang dibarengi semakin meningkatnya asupan pangan padat kalori dan kaya akan lemak, menyebabkan obesitas pada gilirannya akan menjelma menjadi DM tipe 2 (Park et al, 1991).Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakterisktik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomi dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Diabetes Melitus2. 1.1 DefenisiMenurut American Diabetes Associaton (ADA) 2012, Diabetes Mellitus (DM) adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. Sedangkan menurut WHO (1999) , Diabetes Mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengantingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).

2.1.2. FISIOLOGI METABOLISME GLUKOSAMetabolisme glukosa adalah salah satu fungsi penting hepar,pankreas dan sebagian jaringan perifer.Hepar memegang peranan penting pada regulasi glukosa, mengambil glukosa dan menyimpannya dalam bentuk glikogen serta melakukan glukoneogenesis dan glikogenolisis. Pankreas mensekresi hormon regulator: insulin dari kumpulan sel beta menurunkan konsentrasi gula darah, sebaliknya glukagon dari kumpulan sel alfa meningkatkan konsentrasi gula darah. Kontributor lainnya adalah hormon katabolik: epinefrin, glukokortikoid dan growth hormon, semuanya meningkatkan gula darah.Regulasi glukosa bertujuan mempertahankan fungsi glukosa pada jaringan. Sebagai contoh: pada saat puasa sekrersi insulin menurun dan level hormon katabolik meningkat. Pada kasus defisiensi insulin absolut(DM tipe 1) aktifitas katabolik menyebabkan hiperglikemia dan dapat terjadi diabetes ketoasidosis. Tipe 2 ditandai dengan resistensi insulin di perifer dan secara keseluruhan jarang dihubungkan dengan ketoasidosis.

2.1.3. Epidemiologi Menurut penelitian epidemiologi yang sampai tahun delapan puluhan telah dilaksanakan di berbagai kota di Indonesia, pravalensi diabetes berkisar antara 1,5% s.d 2,3%, kecuali di Manado yang agak tinggi sebesar 6%. Hasil penelitian epidemiologi berikutnya tahun 1993 di Jakarta (daerah urban) membuktikan adanya peningkatan pravalensi DM dari 1,7% pada tahun 2001 di Depok, daerah sub- urban di selatan Jakarta menjadi 12,8%. Demikian pula pravalensi DM di Ujung Pandang (daerah urban), meningkat dari 1,5% pada tahun 1981 menjadi 3,5% pada tahun 1998 dan terakhir pada tahun 2005 menjadi 12,5%.Di daerah rural yang dilakukan oleh Arifindi suatu kota kecil di Jawa Barat angka itu hanya 1,1%. Di suatu daerah terpencil di Tanah Toraja didapatkan pravalensi DM hanya 0,8%. Di sini jelas ada perbedaan antara urban dengan rural, menunjukkan bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian diabetes. Di Jawa Timur angka itu tidak berbeda yaitu 1,43% di daerah urban dan 1,47% do daerah rural. Hal ini mungkin disebabkan tingginya pravalensi Diabetes Melitus Terkait Malnutrisi (DMTM) yang sekarang dikategorikan sebagai diabetes tipe pancreas di Jawa Timur, sebesar 21,2% dari seluruh diabetes di daerah rural.Melihat tendensi kenaikan pravalensi diabetes secara global yang tadi dibicarakan terutama disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan dating kekerapan DM tipe 2 di Indonesia akan meningkat dengan drastic, yang disebabkan oleh beberapa faktor:1. Fator keturunan(genetik)2. Faktor kegemukan/obesitas Perubahan gaya hidup dari tradisional ke gaya hidup barat Makan berlebihan Hidup santai, kurang gerak badan3. Faktor demografi Jumlah penduduk meningkat Urbanisasi Penduduk berumur diatas 40 tahun meningkat4. Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang giziDalam Diabetes Atlas 2000 (International Diabetes Federation) tercantum perkiraan penduduk Indonesia diatas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi pravalensi DM sebesar 4,6% diperkirakan pada tahun 2000 berjumlah 5,6 juta. Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini, diperkirakan pada tahun 2020 nanti aka nada sejumlah 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi pravalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien diabetes.Penelitian terakhir yang dilakukan oleh Litbang Depkes yang hasilnya baru saja dikeluarkan bulan Desember 2008 menunjukkan bahwa pravalensi nasional untuk TGT 10,25% dan diabetes 5,7% (1,5% terdiri dari pasien diabetes yang sudah terdiagnosis sebelumnya, sedangkan sisanya 4,2% baru ketahuan diabetes saat penelitian).Dengan hasil penelitian ini maka kita sekarang untuk pertama kali punya angka pravalensi nasional. Sekadar untuk perbandingan menurut IDF pada tahun 2006 angka pravalensi Amerika Serikat 8,3% dan Cina 3,9% jadi Indonesia berada diantaranya. Di Malaysia, negara tetangga/serumpun Indonesia terdekat, pada 3rd National Health and Mortality & Morbidity Survey in Malaysia 2006 didapatkan pravalensi yang tinggi yaitu 14,90%, tetapi survey itu dilakukan pada individu diatas 30 tahun, sedangkan di Indonesia populasi survey melibatkan individu 15 tahun keatas.

2.1.4. Etiologi Etiologi diabetes mellitus dapat kita bagi dalam dua golongan besar,yaitu:A. Faktor GenetikBahwa ada faktor keturunan pada diabetes mellitus sudah lama diketahui tetapi bagaimana terjadi transmisi-transmisi dari seorang penderita ke anggota lain belum diketahui. Ada yang menyatakan bahwa diabetes diturunkan secara resesif dan ada pula yang menerangkan transmisi ini secara overdominant.1. Kembar identikWHO Expert Comittee on Diabetes Mellitus (1980) melaporkan bahwa dari sejumlah kembar identik yang salah seorang menderita IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus = tipe 1) 50% dari pasangannya kemudian juga menderita diabetes mellitus. Dari kembar identik yang salah menderita NIDDM (Non-Insulin Dependent Mellitus = tipe 2) lebih banyak lagi yang kemudian juga menderita diabetes, yaitu 88%. Perbedaan dalam kejadian IDDM dan NIDDM pada para kembar identik menunjukkan bahwa faktor lingkungan mungkin mempunyai pengaruh terhadap diabetes mellitus dan infeksi oleh virus termasuk salah satu faktor lingkungan.1. Faktor genetik (hanya untuk IDDM)a. HLA dan jenis-jenisnya NIDDM (tipe 2) tidak mempunyai asosiasi dengan HLA. Telah diketahui bahwa pembentukan antigen diatur oleh gen-gen yang terletak pada lengan pendek kromosom ke-6 yang disebut Major Histocompatibility Complex (MHC). Pada manusia MHC ini disebut sebagai Human Leucocyte System A-antigen (HLA). Sintesis antigen dikendalikan oleh sistem genetik dan sistem genetik diturunkan sesuai hokum mendel. Antigen-antigen HLA ini diproduksi oleh 3 kelas gen-gen (three classes of genes): Class I antigen: HLA-antigen mendapat kode A,B dan C. Haplotype yang sama memberi respon yang baik pada transplantasi dan grafting (85 sampai 90% sukses dalam jangka panjang). Class II antigen: HLA-antigen mendapat kode DP, PQ dan DR. HLA-DRw3 dan HLA-DRw4 mempunyai asosiasi dengan IDDM (tipe 1), masing-masing mempunyai risiko relatif 3,3 dan 6,4 (pakai w dibelakang locus {seperti DRw3 dan DRw4} berarti bahwa allele ini sudah diakui WHO). Sebaliknya HLA-DR2 mempunyai asosiasi negatif dengan diabetes mellitus, boleh dikatakan memberi proteksi terhadap timbulnya IDDM. Allele HLA-DQw 1.2 sangat protektif terhadap timbulnya IDDM. HLA-DQ typing diperlukan untuk accurate assessment of susceptibility terhadap IDDM (Baisch dkk.1990) Ada suatu allele yang langka yang mempunyai asosiasi dengan IDDM, yaitu HLA-BfF1, risiko relatif sekitar 15%. Class III antigen (Complement): terbanyak dari antigen antigen ini tidak mempunyai hubungan erat dengan HLA.b. Triggering factorInfeksi oleh virus dan mungkin juga faktor-faktor lingkungan lain dianggap sebagai trigerring factor untuk mulai merusak sel-sel B (sel beta)c. Ada 4 jenis abnormalitas imunologik: Infiltrasi limfosit-limfosit ke dalam pulau-pulau langerhans (reaksi inflamatoir). Predominasi dari limfosit-limfosit ke dalam pulau-pulau langerhans (reaksi inflamatoir) Predominasi dari limfosit-limfosit T yang mengandung molekul-molekul HLA-DR ICA (Islet Cell Antibodies) dalam sirkulasi Defisiensi dari sel-sel suppressor T Gerich (1989) menganggap bahwa IDDM disebabkan oleh dekstruksi autoimun dari sel-sel beta.d. Kemudian timbul diabetes yang nyata.B. Faktor-Faktor Non-Genetik1. Infeksi Infeksi oleh virus dianggap sebagai trigger factor pada mereka yang sudah mempunyai predosposisi genetik terhadap diabetes mellitus. Virus-virus yang dianggap mempunyai pengaruh adalah virus coxsackie, virus encephalomiocarditis, mumps, cytomegalovirus, mononucleosis infectiosa, varicella dan virus hepatitis.2. Nutrisia. Obesitas (nutrisi yang berlebihan), dianggap bahwa obesitas: Mengurangi jumlah reseptor insulin di target cells Menyebabkan resistensi terhadap insulin karena perubahan-perubahan pada postreceptor: Transport glukosa berkurang Menghalangi metabolisme glukosa intraseluler Menimbulkan faktor-faktor yang bertanggung jawab terhadapdefek-defek seluler,berupa: Bertambahnya penimbunan lemak Bertambah masuknya enersi ke dalam tubuh Komposisi diet (terutama banyak makan lemak) Inaktivasi fisikb. Malnutrisi protein, dianggap sel-sel B banyak yang rusak. Dianggap menyebabkan MRDM (Malnutrition Related Diabetes Mellitus)c. Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pancreatitis (akut, kronik, dan relapsing) dan obesitas.3. Stress Stress berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi bias menyebabkan hiperglikemia untuk sementara.4. Obat-obata. Obat yang bersifat sitotoksik terhadap sel-sel beta (B) pancreas seperti alloxan, streptozocin dan vacorrat poison.b. Obat yang menguragi sekresi insulin seperti derivate thazide, diphenylhidantion, phenotiazine. Pada umumnya hiperglikemia pada diabetes sekunder ini menghilang jika obat-obat dihentikan.5. Penyakit-penyakit endokrin (hormonal)a. Sindrom chusing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi (juga pada kortikostreoid eksogen).b. Akromegali, karena jumlah Growth Hormone (somatotropin) meninggi.c. Glukagonom, karena konsentrasi glukgon dalam darah meninggi.d. Feokromositoma, karena kadar katekholamin meniggi.Pada umumnya diabetes-diabetes sekunder ini menghilang jika penyakit primer dapat diatasi.

6. Penyakit-penyakit pancreasa. Hemokromatosis: banyak destruksi dari sel-sel pancreas. Sekitar 65% menderita diabetes.b. Pankreatis akuta: sekitar 11% menderita diabetes temporer, 2% permanen.c. Karsinoma pancreas, pada 50 sampai 70% terjadi gangguan toleransi terhadap glukosad. Kalsifikasi pancreas, dianggap terjadi oleh malnutrisi baik karena alkohol maupum malnutrisi protein. Kerusakan parenkim menyebabkan defisiensi insulin dan bisa terjadi diabetes mellitus. Kini dianggap sebagai MRDM jenis fibrocalculous pancreatic diabetes (FCPD).

2.1.5. PatofisiologiA. Diabetes Mellitus Tipe 1Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya, diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes. Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel sel pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun. Namun ada pula yang disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya virus Cocksakie, Rubella, CMVirus, Herpes, dan lain sebagainya. Ada beberapa tipe otoantibodi yang dihubungkan dengan DM Tipe 1, antara lain ICCA (Islet Cell Cytoplasmic Antibodies), ICSA (Islet cell surface antibodies), dan antibodi terhadap GAD (glutamic acid decarboxylase). ICCA merupakan otoantibodi utama yang ditemukan pada penderita DM Tipe 1. Hampir 90% penderita DM Tipe 1 memiliki ICCA di dalam darahnya. Di dalam tubuh non-diabetik, frekuensi ICCA hanya 0,5-4%. Oleh sebab itu, keberadaan ICCA merupakan prediktor yang cukup akurat untuk DM Tipe 1. ICCA tidak spesifik untuk sel-sel pulau Langerhans saja, tetapi juga dapat dikenali oleh sel-sel lain yang terdapat di pulau Langerhans. Sebagaimana diketahui, pada pulau Langerhans kelenjar pancreas terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel , sel dan sel . Sel-sel memproduksi insulin, sel-sel memproduksi glukagon, sedangkan sel-sel memproduksi hormone somatostatin. Namun demikian, nampaknya serangan otoimun secara selektif menghancurkan sel-sel . Ada beberapa anggapan yang menyatakan bahwa tingginya titer ICCA di dalam tubuh penderita DM Tipe 1 justru merupakan respons terhadap kerusakan sel-sel yang terjadi, jadi lebih merupakan akibat, bukan penyebab terjadinya kerusakan sel-sel pulau Langerhans. Apakah merupakan penyebab atau akibat, namun titer ICCA makin lama makin menurun sejalan dengan perjalanan penyakit. Otoantibodi terhadap antigen permukaan sel atau Islet Cell Surface Antibodies (ICSA) ditemukan pada sekitar 80% penderita DM Tipe 1. Sama seperti ICCA, titer ICSA juga makin menurun sejalan dengan lamanya waktu. Beberapa penderita DM Tipe 2 ditemukan positif ICSA.Otoantibodi terhadap enzim glutamat dekarboksilase (GAD) ditemukan pada hampir 80% pasien yang baru didiagnosis sebagai positif menderita DM Tipe 1. Sebagaimana halnya ICCA dan ICSA, titer antibodi anti-GAD juga makin lama makin menurun sejalan dengan perjalanan penyakit. Keberadaan antibodi anti-GAD merupakan prediktor kuat untuk DM Tipe 1, terutama pada populasi risiko tinggi.Disamping ketiga otoantibodi yang sudah dijelaskan di atas, ada beberapa otoantibodi lain yang sudah diidentifikasikan, antara lain IAA (Anti- Insulin Antibody). IAA ditemukan pada sekitar 40% anak-anak yang menderita DM Tipe 1. IAA bahkan sudah dapat dideteksi dalam darah pasien sebelum onset terapi insulin.Destruksi otoimun dari sel-sel pulau Langerhans kelenjar pancreas langsung mengakibatkan defisiensi sekresi insulin. Defisiensi insulin inilah yang menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1. Selain defisiensi insulin, fungsi sel-sel kelenjar pankreas pada penderita DM Tipe 1 juga menjadi tidak normal. Pada penderita DM Tipe 1 ditemukan sekresi glukagon yang berlebihan oleh sel-sel pulau Langerhans. Secara normal, hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon, namun pada penderita DM Tipe 1 hal ini tidak terjadi, sekresi glukagon tetap tinggi walaupun dalam keadaan hiperglikemia. Hal ini memperparah kondisi hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari keadaan ini adalah cepatnya penderita DM Tipe 1 mengalami ketoasidosis diabetik apabila tidak mendapat terapi insulin. Apabila diberikan terapi somatostatin untuk menekan sekresi glukagon, maka akan terjadi penekanan terhadap kenaikan kadar gula dan badan keton. Salah satumasalah jangka panjang pada penderita DM Tipe 1 adalah rusaknya kemampuan tubuh untuk mensekresi glukagon sebagai respon terhadap hipoglikemia. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya hipoglikemia yang dapat berakibat fatal pada penderita DM Tipe 1 yang sedang mendapat terapi insulin. Walaupun defisiensi sekresi insulin merupakan masalah utama pada DM Tipe 1, namun pada penderita yang tidak dikontrol dengan baik, dapat terjadi penurunan kemampuan sel-sel sasaran untuk merespons terapi insulin yang diberikan. Ada beberapa mekanisme biokimia yang dapat menjelaskan hal ini, salah satu diantaranya adalah, defisiensi insulin menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas di dalam darah sebagai akibat dari lipolisis yang tak terkendali di jaringan adiposa. Asam lemak bebas di dalam darah akan menekan metabolisme glukosa di jaringan-jaringan perifer seperti misalnya di jaringan otot rangka, dengan perkataan lain akan menurunkan penggunaan glukosa oleh tubuh. Defisiensi insulin juga akan menurunkan ekskresi dari beberapa gen yang diperlukan sel-sel sasaran untuk merespons insulin secara normal, misalnya gen glukokinase di hati dan gen GLUT4 (protein transporter yang membantu transpor glukosa di sebagian besar jaringan tubuh) di jaringan adiposa.

B.Diabetes Mellitus Tipe 2Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45 tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja dan anak-anak populasinya meningkat.Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnyaterungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan.Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu faktor predisposisiutama. Penelitian terhadap mencit dan tikus menunjukkan bahwa ada hubungan antara gen-gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas dengan gen-gen yang merupakan faktor pradisposisi untuk DM Tipe 2. Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2, terutama yang berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai Resistensi Insulin. Resistensi insulin banyak terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, antara lain sebagai akibat dari obesitas, gaya hidup kurang gerak (sedentary), dan penuaan.Disamping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbulgangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel Langerhans secara otoimun sebagaimana yang terjadi pada DM Tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita DM Tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam penanganannya umumnya tidak memerlukan terapi pemberian insulin.Sel-sel kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fasepertama sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi fase kedua terjadi sekitar 20 menit sesudahnya. Pada awal perkembangan DM Tipe 2, sel-sel menunjukkan gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan penyakit selanjutnya penderita DM Tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-sel pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkandefisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pada penderita DM Tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.Berdasarkan uji toleransi glukosa oral, penderita DM Tipe 2 dapat dibagimenjadi 4 kelompok:a. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya normalb. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya abnormal, disebut jugaDiabetes Kimia (Chemical Diabetes)c. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa minimal (kadar glukosaplasma puasa < 140 mg/dl)d. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa tinggi (kadar glukosaplasma puasa > 140 mg/dl).Secara ringkas, perbedaan DM Tipe1dengan DM Tipe 2 disajikan dalam tabel 1

Tabel 1. Perbandingan Perbedaan DM tipe 1 dan 2DM Tipe 1DM Tipe 2

Mula munculUmumnya masa kanak kanakdan remaja,walaupun ada juga padamasa dewasa < 40 tahunPada usia tua, umumnya> 40 tahun

Keadaan klinis saatdiagnosisBeratRingan

Kadar insulin darahRendah, tak adaCukup tinggi, normal

Berat badanBiasanya kurusGemuk atau normal

Pengelolaan yangdisarankanTerapi insulin, diet,olahragaDiet, olahraga,hipoglikemik oral

C. Diabetes Mellitus GestasionalDiabetes Mellitus Gestasional (GDM=Gestational Diabetes Mellitus) adalah keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara atau temporer. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua. Diabetes dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat pulihsendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk terhadap bayi yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain malformasi kongenital, peningkatan berat badan bayi ketika lahir dan meningkatnya risiko mortalitas perinatal. Disamping itu, wanita yang pernah menderita GDM akan lebih besar risikonya untuk menderita lagi diabetes di masa depan. Kontrol metabolisme yang ketat dapat mengurangi risiko-risiko tersebut.

2.1.6. Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi diabetes melitus mengalami perkembangan dan perubahan dari waktu ke waktu. Dahulu diabetes diklasifikasikan berdasarkan waktu munculnya (time of onset). Diabetes yang muncul sejak masa kanak-kanak disebut juvenile diabetes, sedangkan yang baru muncul setelah seseorang berumur di atas 45 tahun disebut sebagai adult diabetes. Namun klasifikasi ini sudah tidak layak dipertahankan lagi, sebab banyak sekali kasus-kasus diabetes yang muncul pada usia 20-39 tahun, yang menimbulkan kebingungan untuk mengklasifikasikannya. Pada tahun 1968, ADA (American Diabetes Association) mengajukan rekomendasi mengenai standarisasi uji toleransi glukosa dan mengajukan istilah-istilah Pre-diabetes, Suspected Diabetes, Chemical atau Latent Diabetes dan Overt Diabetes untuk pengklasifikasiannya. British Diabetes Association (BDA) mengajukan istilah yang berbeda, yaitu Potential Diabetes, Latent Diabetes, Asymptomatic atau Sub-clinical Diabetes, dan Clinical Diabetes. WHO pun telah beberapa kali mengajukan klasifikasi diabetes melitus. Pada tahun 1965 WHO mengajukan beberapa istilah dalam pengklasifikasian diabetes, antara lain Childhood Diabetics, Young Diabetics, Adult Diabetics dan Elderly Diabetics. Pada tahun 1980 WHO mengemukakan klasifikasi baru diabetes melitus memperkuat rekomendasi National Diabetes Data Group pada tahun 1979 yang mengajukan 2 tipe utama diabetes melitus, yaitu "Insulin- Dependent Diabetes Mellitus" (IDDM) disebut juga Diabetes Melitus Tipe 1 dan "Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus" (NIDDM) yang disebut juga Diabetes Melitus Tipe 2. Pada tahun 1985 WHO mengajukan revisi klasifikasi dan tidak lagi menggunakan terminologi DM Tipe 1 dan 2, namun tetap mempertahankan istilah "Insulin-Dependent Diabetes Mellitus" (IDDM) dan "Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus" (NIDDM), walaupun ternyata dalam publikasi-publikasi WHO selanjutnya istilah DM Tipe 1 dan 2 tetap muncul. Disamping dua tipe utama diabetes melitus tersebut, pada klasifikasi tahun 1980 dan 1985 ini WHO juga menyebutkan 3 kelompok diabetes lain yaitu Diabetes Tipe Lain, Toleransi Glukosa Terganggu atau Impaired GlucoseTolerance (IGT) dan Diabetes Melitus Gestasional atau Gestational Diabetes Melitus (GDM). Pada revisi klasifikasi tahun 1985 WHO juga mengintroduksikan satu tipe diabetes yang disebut Diabetes Melitus terkait Malnutrisi atau Malnutrition-related Diabetes Mellitus (MRDM. Klasifkasi ini akhirnya juga dianggap kurang tepat dan membingungkan sebab banyak kasus NIDDM (Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus) yang ternyata juga memerlukan terapi insulin. Saat ini terdapat kecenderungan untuk melakukan pengklasifikasian lebih berdasarkan etiologi penyakitnya. Klasifikasi Diabetes Melitus berdasarkan etiologinya dapat dilihat pada tabel 2.Tabel 2. Klasifikasi Diabetes Mellitus Berdasarkan Etiologinya (ADA, 2012)1Diabetes Mellitus Tipe 1:Destruksi sel umumnya menjurus ke arah defisiensi insulin absolutA. Melalui proses imunologik (Otoimunologik)B. Idiopatik

2Diabetes Mellitus Tipe 2Bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensiinsulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersamaresistensi insulin

3Diabetes Mellitus Tipe LainA. Defek genetik fungsi sel : kromosom 12, HNF-1 (dahulu disebut MODY 3), kromosom 7, glukokinase (dahulu disebut MODY 2) kromosom 20, HNF-4 (dahulu disebut MODY 1) kromosom 13, insulin promoter factor-1 (IPF-1,dahulu disebut MODY 4) kromosom 17, HNF-1 (dahulu disebut MODY 5) kromosom 2, Neuro D1(dahulu disebut MODY 6) DNA mitokondria lainnyaB. Defek genetik kerja insulinC. Penyakit eksokrin pankreas: Pankreatitis Trauma/Pankreatektomi Neoplasma Cistic Fibrosis Hemokromatosis Pankreatopati fibro kalkulusD. Endokrinopati:1. Akromegali2. Sindroma Cushing3. Feokromositoma4. HipertiroidismeE. Diabetes karena obat/zat kimia: Glukokortikoid, hormon tiroid, asamnikotinat, pentamidin, vacor, tiazid, dilantin, interferonF. Diabetes karena infeksiG. Diabetes Imunologi (jarang)H. Sidroma genetik lain: Sindroma Down, Klinefelter, Turner, Huntington,Chorea, Prader Willi

4Diabetes Mellitus GestasionalDiabetes mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya bersifatsementara, tetapi merupakan faktor risiko untuk DM Tipe 2

Dibawah ini ada beberapa karakteristik yang dapat digunakan untuk membedakan DM tipe 1 dan DM tipe 2:DM tipe 1 : Mudah terjadi ketoasidosis Pengobatan harus dengan insulin Onset akut Biasanya pada umur muda Berhubungan dengan HLA-DR3 & DR4 Didapatkan Islet Cell Antibody (ICA) Riwayat keluarga diabetes (+) pada 10% 30-50% kembar identik terkenaDM tipe 2 : Tidak mudah terjadi ketoasidosis Tidak harus dengan insulin Onset lambat Gemuk atau tidak gemuk Biasanya > 45 tahun Tak berhubungan dengan HLA Tak ada Islet Cell Antibody (ICA) Riwayat keluarga (+) pada 30% 100% kembar identik terkena

2.1.7.Faktor Resiko Diabetes Melitus (DM)Beberapa faktor risiko untuk diabetes melitus, terutama untuk DM Tipe 2, dapat dilihat pada table 3 berikut ini.Table 3 faktor risiko bagi penyandang pra-DM dan DM tipe 2Usia Risiko bertambah sejalan dengan usia. Insidens DM tipe 2 bertambah usia (jumlah sel yang produktif berkurang seiring pertambahan usia). Upayakan memeriksa gula drah puasa jika usia telah diatas 45 tahun, atau segera jika ada faktor risiko lain.

Berat BadanBB berlebih: BMI > 25. Kelebihan BB 20% meningkatkan risiko dua kali. Pravalensi obesitas dan diabetes berkolerasi positif, terutama obesitas sentral.

Riwayat keluarga Orang tua atau saudara kandung mengidap DM. Sekitar 40% diabetasi terbukti terlahir dari keluarga yang juga mengidap DM, dan lebih-kurang 60-90% kembar identik merupakan penyandang DM.

Tekanan darahLebih dari 140/90 mm Hg (atau riwayat hipertensi).

Kolesterol HDL4 kg. Kehamilan, trauma fisik, dan stress psikologis menurunkan sekresi serta kepekaan insulin.

Riwayat ketidaknormalan glukosa Riwayat toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa terganggu.

Gaya hidupOlahraga kurang dari 3 kali seminggu (atau bahkan sedentary). Olahraga bagi diabetes merupakan potent protective factor yang meningkatkan kepekaan jaringan terhadap insulin hingga 6%.

Kelainan lain Riwayat penyakit pembuluh darah dan sindrom ovarium polisiklik.

*Hormon yang dihasilkan selama kehamilan (dan hormone yang disekresikan akibat stress) berpotensi mengganggu efektivitas insulin. Berbagai obat yang digunakan untuk terapi penyakit lain, seperti steroid, ternyata berpotensi pula memicu diabetes.Sumber: Henry RR,1991; Pi-Sunyer FX,1996; Wing RR,1994; Endocr Pract, 2007; dan berbagai sumber.

2.1.8.Manifestasi Klinis Diabetes Melitus (DM)2.1.8.1. Keluhan Klasika. Penurunan berat badan dan rasa lemahPenurunan berat badan biasanya relatif singkat dan terjadi rasa lemah yang hebat. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Oleh karena itu, sumber tenaga diambil dari cadangan lain, yaitu sel lemak dan otot, akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.b. PoliuriaKarena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak urin. Urin yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.c. PolidipsiRasa haus sering dialami penderita karena banyaknya cairan yang keluar dari urin. Penderita menyangka rasa haus ini disebabkan karena udara yang panas atau beban kerja yang berat sehingga penderita minum banyak.d. PolifagiaKalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi glukosa di dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan sehingga penderita selalu merasa lapar.

2.1.8.2. Keluhan Laina. Gangguan Saraf Tepi (Kesemutan)Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu malam, sehingga mengganggu tidur.b. Gangguan PenglihatanGangguan ini sering terjadi pada fase awal penyakit diabetes.c. GatalKelainan kulit berupa gatal biasanya terjadi di daerah kemaluan atau lipatan kulit, seperti ketika dan di bawah payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuh. Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele, seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.d. Gangguan EreksiGangguan ini menjadi masalah tersembunyi karena pasien sering tidak terus terang mengemukakannya. Hal ini terkait budaya masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks.e. KeputihanPada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.

2.1.9. Kriteria Diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa :1. Kadar glukosa darah sewaktu : > 200mg/dL2. Kadar glukosa darah puasa: > 126mg/dL3. Kadar glukosa plasma > 200mg/dL pada 2 jam sesudah beban glukosa. 2.1.10. Diagnosis Diabetes Melitus (DM)Berdasarkan American Diabetes Association (ADA) tahun 2007, diagnosa diabetes melitus dapat ditegakkan dengan beberapa kriteria yaitu:1. Gejala diabetes klasik ( poliuri, polidipsi, dan penurunan berat badan) ditambah dengan kadar gula darah random >200mg/dl2. Kadar glukosa puasa 126 mg/dl3. Kadar glukosa OGTT 200 mg/dlCara pelaksanaan TTGO (WHO 1985) 3 (tiga) hari sebelum pemeriksa tetap makan seperti keboasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan Diperiksa kadar glukosa darah puasa Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokokPemeriksaan kadar gula darah puasa merupakan pemeriksaan yang paling terpercaya dan convinient pada pasien yang asimptomatik.Tabel 4. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosa DM (mg/dL)Bukan DMBelum pasti DMDM

Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dL)Plasma vena< 100100-199 200

Darah kapiler < 9090-199 200

Kadar glukosa darah puasa (mg/dL)Plasma vena< 100100-125 126

Drah kapiler< 9090-99 100

(Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia, PERKENI, 2006)Tabel 5. Kriteria diagnosis DM1.Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L). Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir Atau

2.Gejala klasik DM + Kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL (7,0 mmol/L)

Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

3.Kadar glukosa darah pada 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mml/L) TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan kedalam air.

2.1.11. Penatalaksanaan Diabetes Melitus (DM)Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu:1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan diabetes (Tabel 6)

Tabel 6. Target Penatalaksanaan DiabetesParameterKadar Ideal Yang Diharapkan

Kadar Glukosa Darah Puasa

Kadar Glukosa Plasma Puasa

Kadar Glukosa Darah Saat Tidur(Bedtime blood glucose)

Kadar Glukosa Plasma Saat Tidur (Bedtime plasma glucose)

80120mg/dl

90130mg/dl

100140mg/

110150mg/dl

Kadar Insulin 55mg/dl (wanita) 120%

B. Pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari bagi penderita DMKurus: BB x 40-60 kaloriNormal: BB x 30 kaloriGemuk: BB x 20 kaloriObesitas: BB x 10 15 kalori

Kalori untuk ibu hamil ditambah 100 kalori (tri semester I) ditambah 200 kalori (tri semester II), ditambah 300 kalori (tri semester III)Bagi yang menyusui ditambah 400 kalori per hariPerhitungan dengan RBW biasa digunakan untuk menghitung kebutuhan energi penderita DM Kelemahan menggunakan teori RBW adalah jenis kelamin dan umur tidak diakomodasikan

2. Olah RagaBerolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan nasihatnya untuk mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur),disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain \ sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama total 30-40 menit per hari didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10 menit. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa.

3. Obat-obatan penurun kadar gula darah Terapi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologik tersebutdapat berupa Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan insulin.A. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)Berdasarkan cara kerjanya, OHO dapat dibagi menjadi 4 golongan:1. Golongan pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue), contoh sulfonylurea dan glinid. Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan: Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan Menurunkan ambang sekresi insulin Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.Obat golongan ini bisasanya diberikan pada pasien dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya lebih sedikit.2. Golongan penambah sensitivitas terhadap insulin, contoh tiazolidindion dan metformin. Tiazolidindion mengurangi keluarnya asam lemak menuju otot, dan karenanya mengurangi resistensi insulin. Metformin menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adiposa terhadap insulin. (farmakologi UI).3. Golongan penghambat glukosidase alfa contohnya Acarbose Obat golongan ini berkerja dengan memperlambat absorbsi polisakarida (starch), dekstrin, dan disakarida di intestin.4. InsulinDisamping pemberian insulin secara konvensional 3 kali sehari dengan memakai insulin kerja cepat, insulin juga dapat diberikan dalam dosis terbagi, insulin kerja menengah dua kali sehari dan kemudian diberikan campuran insulin kerja cepat dimana perlu sesuai dengan respon kadar glukosa darahnya.Indikasi penggunaan insulin : Penurunan berat badan yang cepat Hiperglikemia berat yang disertai ketosis Ketoasidosis diabetik Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik Hiperglikemia dengan asidosis laktat Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke) Kehamilan dengan DM Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat Kontraidikasi dan atau alergi terhadap OHO2.1.12.Komplikasi Diabetes Melitus (DM)Komplikasi akut diabetes melitus1. Hipoglikemia Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebaakan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah, sampai dengan berat berupa koma disertai kejang.Penyebab terseing hipoglikemia pada pasien DM adalah obat golongan sulfonilurea. Tanda hipoglikemia muncul bila glukosa darah 300 mg/dlBicarbonat < 15 mEq/LAsidosis (pH < 7,3) dengan ketonemia dan ketonuria.3. Hyperglycemic hyperosmolar stateHyperglycemic hyperosmolar state adalah suatu sindrome yang ditandai denagn hiperglikemik berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoacidosis disertai penurunan kesadaran.

Komplikasi kronis DM1. Komplikasi Mikrovaskular Retinopati diabetika Kecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal dan gejala berkurangnya ketajaman penglihatan atau gangguan lain pada mata yang dapat mengarah pada kebutaan.Retinopati diabetes dibagi dalam 2 kelompok, yaitu Retinopati non proliferatif dan Proliferatif. Retinopati non proliferatif merupkan stadium awal dengan ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan retinoproliferatif, ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksia retina. Pada stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula darah yang baik, sedangkan pada kelainan sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki hanya dengan kontrol gula darah, malahan akan menjadi lebih buruk apabila dilakukan penurunan kadar gula darah yang terlalu singkat. Nefropati diabetika Diabetes mellitus tipe 2, merupakan penyebab nefropati paling banyak, sebagai penyebab terjadinya gagal ginjal terminal. Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM mengaikibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul besar seperti protein dapat lolos ke dalam kemih (mis. Albuminuria). Akibat nefropati diabetika dapat timbul kegagalan ginjal yang progresif. Nefropati diabetic ditandai dengan adanya proteinuri persisten ( > 0.5 gr/24 jam), terdapat retino pati dan hipertensi. Dengan demikian upaya preventif pada nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah. Neuropati Umumnya berupa polineuropati diabetika, kompikasi yang sering terjadi pada penderita DM, lebih 50 % diderita oleh penderita DM. Manifestasi klinis dapat berupa gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses kejadian neuropati biasanya progresif di mana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan gejala-gejala nyeri atau bahkan baal. Yang terserang biasanya adalah serabut saraf tungkai atau lengan. Neuropati disebabkan adanya kerusakan dan disfungsi pada struktur syaraf akibat adanya peningkatan jalur polyol, penurunan pembentukan myoinositol, penurunan Na/K ATP ase, sehingga menimbulkan kerusakan struktur syaraf, demyelinisasi segmental, atau atrofi axonal.

2. Komplikasi Makrovaskular Stroke Aterosklerosis serebri merupakan penyebab mortalitas kedua tersering pada penderita diabetes. Kira-kira sepertiga penderita stroke juga menderita diabetes.Stroke lebih sering timbul dan dengan prognosis yang lebih serius untuk penderita diabetes. Akibat berkurangnya aliran atrteri karotis interna dan arteri vertebralis timbul gangguan neurologis akibat iskemia, berupa:- Pusing, sinkop- Hemiplegia: parsial atau total- Afasia sensorik dan motorik- Keadaan pseudo-dementia Penyakit Jantung Koroner Ateroskierosis koroner ditemukan pada 50-70% penderita diabetes. Akibat gangguan pada koroner timbul insufisiensi koroner atau angina pektoris (nyeri dada paroksismal serti tertindih benda berat dirasakan didaerah rahang bawah, bahu, lengan hingga pergelangan tangan) yang timbul saat beraktifiras atau emosi dan akan mereda seetlah beristirahat atau mendapat nitrat sublingual. Akibat yang paling serius adalah infark miokardium, di mana nyeri menetap dan lebih hebat dan tidak mereda dengan pembenian nitrat. Namun gejala-gejala MI dapat tidak timbul pada pendenita diabetes sehigga perlu perhatian yang lebih teliti. Pembuluh darah perifer (kaki diabetes)Terjadinya masalah kaki diawali dengan adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan tejadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes. Klasifikasi Kaki DiabetesKlasifikasi berdasarkan pada perjalanan alamiah kaki diabetes (Edmonds 2004-2005) Stage 1: Normal foot Stage 2: High Risk Foot Stage 3: Ulcerated Foot Stage 4: Infected Foot Stage 5: Necrotic Foot Stage 6 : Unsalvable FootUntuk stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting, dan semuanya dapat dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer.Untuk stage 3 dan 4 kebanyakan sudah memerlukan perawatan di tingkat pelayanan kesehatan yang lebih memadai umumnya sudah memerlukan pelayanan spesialitikUntuk stage 5 dan 6, jelas merupakan kasus rawat inap, dan jelas sekali memerlukan suatu tim dimana harus ada dokter bedah, utamanya dokter ahli bedah vaskular/ahli bedah plastik dan rekonstruksi.

2.2. EFEK PEMBEDAHAN DAN PEMBIUSAN PADA METABOLISMEDiabetes mellitus menggambarkan adanya pengaturan abnormal dan gula darah karena salah satu sebab yaitu adanya kekurangan insulin retetif atau absolut atau karena resistensi insulin. Kadar gula darah tergantung dari produksi dan penggunaan gula darah tubuh. Selama pembedahan atau sakit/stres terjadi respon katabolik dimana terjadi peningkatan sekresi katekolamin, glukagon, korfisol, tetapi di sana juga terjadi penurunan sekresi insulin. Jadi pembedahan menyebabkan hiperglikemia, penurunan penggunaan gula darah, peningkatan glukoneogenesis, katabolisme protein. Respon tersebut dipacu tidak hanya oleh nyeri tetapi juga oleh sekresi, peptida seperti interleukin I dan berbagai hormon termasuk growth hormon dan prolaktin. Efek pembiusan pada respon tersebut sangat bervariasi. Analgesia epidural tinggi dapat menghambat respon katabolik terhadap pembedahan dengan cara blokade aferen. dan saraf otonom. Teknik narkotik dosis tinggi (fentanyl 50 m/kg) sebagian dapat mencegah respon stres, sedangkan anestesia umum mempunyai efek menghambat yang lebih kecil, meskipun dengan pemberian konsentrasi tinggi (2,1 MAC halotan)

2.3. PENILAIAN PRABEDAHPenilaian prabedah diutamakan pada penilaian fungsi utama organ jantung, ginjal, dan susunan syaraf pusat, tak kalah penting dibandingkan penilaian status metabolik pasien. Untuk itu diperlukan penilaian laboratorium dasar yang mencakup gula darah puasa, elektrolit, ureum, kreatinin, dan EKG. Komplikasi kardiovaskuler (penyakit arteri koroner, gagal ginjal kongestif, hipertensi) hendaknya diatasi dahulu karena berkaitan dengan meningkatnya mortalitas pada pasien diabetes mellitus . Pasien dengan hipertensi mempunyai insidensi neuropati autonomik hingga 50 %, sedangkan pasien tanpa hipertensi mempunyai insiden hanya 10%. Karenanya disfungsi autonomik harus dicari secara rutin pada peralatan pra bedah.

2.4. PENGARUH OBAT ANESTESI PADA PENDERITA DMSeperti telah diketahui beberapa obat anestesi dapat meningkatkan gula darah, maka pemilihan obat anestesi dianggap sama pentingnya dengan stabilisasi dan pengawasan status diabetesnya.4Beberapa obat yang dipakai untuk anestesi dapat mengakibatkan perubahan di dalam metabolisme karbohidrat, tetapi mekanisme dan tempat kerjanya belum jelas. Obat-obat induksi dapat mempengaruhi homeostatis glukosa perioperatif. Etomediat menghambat steroidogenesis adrenal dan sintesis kortisol melalui aksinya pada 11b-hydroxylase dan enzim pemecah kolesterol, dan akibatnya akan menurunkan respon hiperglikemia terhadap pembedahan kira-kira 1 mmol per liter pada pasien non diabetes. Pengaruh pada pasien diabetes belum terbukti.4.7Benzodiazepin akan menurunkan sekresi ACTH, dan juga akan memproduksi kortisol jika digunakan dengan dosis tinggi selama pembedahan. Obat-obat golongan ini akan menurunkan stimulasi simpatis, tetapi merangsang sekresi growth hormone dan akan menyebabkan penurunan respon glikemia pada pembedahan. Efek-efek ini minimal jika midazolam diberikan pada dosis sedatif, tetapi dapat bermakna jika obat diberikan secara kontinyu melalui infus intravena pada pasien di ICU.Teknik anestesia dengan opiat dosis tinggi tidak hanya memberikan keseimbangan hemodinamik, tetapi juga keseimbangan hormonal dan metabolik. Teknik ini secara efektil menghambat seluruh sistem saraf impatis dan sumbu hipotalamik-pituitari, kemungkinan melalui efek langsung pada hipotalamus dan pucat yang lebih tinggi. Peniadaan respon hormonal katabolik terhadap pembedahan akan meniadakan hiperglikemia yang terjadi pada pasien normal dan mungkin bermanfaat pada pasien diabetes.Eter dapat meningkatkan kadar gula darah, mencegah efek insulin untuk transport glukosa menyeberang membran sel dan secara tak langsung melalui peningkatan aktifitas simpatis sehingga meningkatkan glikogenolisis di hati. Menurut Greene penggunaan halotan pada pasien cukup memuaskan karena kurang pengaruhnya terhadap peningkatan hormon ;pertumbuhan, peningkatan kadar gula atau penurunan kadar insulin. Penelitian invitro halotan dapat menghambat pelepasan insulin dalam merespon hiperglikemia, tetapi tidak sama |pengaruhnya terhadap level insulin selama anestesi. Sedangkan enfluran dan isofluran tak nyata pengaruhnya terhadap kadar gula darah.Pengaruh propofol pada secresi insulin tidak diketahui. Pasien-pasien diabetik menunjukkan penurunan kemampuan untuk membersihkan lipid dari sirkulasi. Meskipun hal W tidak relevan selama anestesia singkat jika propofol digunakan untuk pemeliharaan atau hanya sebagai obat induksi. Keadaan ini dapat terlihat pada pasien-pasien yang mendapat propofol untuk sedasi jangka panjang di ICU. Obat-obat anestesi intra vena yang biasa diberikan mempunyai efek yang tidak berarti terhadap kadar gula darah kecuali ketamin yang menunjukkan peningkatan kadar gula akibat efek simpatomimetiknya.Penggunaan anestesi lokal baik yang dilakukan dengan teknik epidural atau subarakhnoid tak berefek pada metabolisme karbohidrat. Untuk prosedur pembedahan pada pasien yang menderita insufisiensi vaskuler pada ekstremitas bawah sebagai suatu komplikasi penderita, teknik subarakhnoid atau epidural lebih memuaskan dan tanpa menimbulkan kcmplikasi. Epidural anestesia lebih efektif dibandingkan dengan anestesia umum dalam mempertahankan perubahan kadar gula, growth hormon dan kortisol yang disebabkan tindakan operasi.

2.6. TEKNIK ANESTESIA PADA PENDERITA DMTeknik anestesia, terutama dengan penggunaan spinal, epidural, spiangnik dan blokade regional yang lain, dapat mengatur sekresi hormon katabolik dan sekresi insulin residual, Peningkatan sirkulasi glukosa perioperatif, konsentrasi epinefrin dan kortisol yang dijumpai pada pasien non diabetik yang timbul akibat stres pembedahan dengan anestesia umum dihambat oleh anestesia epidural. Infus phentolamine perioperatif, suatu penghambat kompetitif reseptor a-adrenergik, menurunkan respon gula darah terhadap pembedahan dengan menghilangkan penekanan sekresi insulin secara parstal.Tidak ada bukti bahwa anestesia regional sendiri, atau kombinasi dengan anestesia umum memberikan banyak keuntungan pada pasien diabetes yang dilakukan pembedahan dalam hal mortalitas dan komplikasi mayor. Anestesia regional dapat memberikan risiko yang lebih besar pada pasien diabetes dengan neuropati autonomik. Hipotensi yang dalam dapat terjadi dengan akibat gangguan pada pasien dengan penyakit arteri koronaria, serebrovaskular dan retinovaskular. Risiko infeksi dan gangguan vaskular dapat meningkat dengan penggunaan teknik regsonal pada pasien diabetes. Abses epidural lebih sering terjadi pada anestesia spinal dan epidural. Sebaliknya, neuropati perifer diabetik yang timbul setelah anestesia epidural dapat dlkacaukan dengan komplikasi anestesia dan blok regional. Kombinasi anestesi lokal dengan epinefrin dapat menyebabkan risiko yang lebih besar terjadinya cedera saraf iskemik dan atau edema pada penderita diabetes mellitus.

2.7. KONTROL METABOLIK PERIOPERATIFTujuan pokok adalah :1. Mengoreksi kelainan asam basa, cairan dan elektrolit sebelum pembedahan.2. Memberikan kecukupan karbohidrat untuk mencegah metabolisme katabolik dan ketoasidosis.3. Menentukan kebutuhan insulin untuk mencegah hiperglikemia.Gavin mengindikasikan pemberian insulin pada penderita DM tipe II dengan kondisi seperti di bawah :1. Gula darah puasa > 180 mg/dl2. Hemoglobin glikosilasi 8-10 g%3. Lama pembedahan lebih 2 jamTerdapat beberapa regimen tatalaksana perioperatif untuk pasien DM. Yang paling sering :t digunakan adalah pasien menerima sebagian -biasanya setengah dari dosis total insulin pagi hari dalam bentuk insulin kerja sedang:Tabel: Dua teknik yang umum digunakan untuk tatalaksana insulin perioperatif pada pasien DMPemberian secara bolusInfus kontinyu

Preoperatif

D5W (1,5 ml/kg/jam) NPH insulin (1/2 dosis biasa pagi hari) (NPH=neutral protamine Hagedorn)

D5W (1 ml/kg/jam) Regular insulin Unit/jam = Glukosa plasma : 150

Intraoperattf

Regular insulin (berdasarkan sliding scale)

Sama dengan preoperatif

PascaoperatifSama dengan intraoperatif

Sama dengan preoperatif

2.8. PERAWATAN PASCA BEDAHInfus glukosa dan insulin harus tetap diteruskan sampai kondisi metabolik pasien stabil dan pasien sudah boleh makan. Infus glukosa dan insulin dihentikan hanya setelah pemberian subkutan insulin kerja pendek. Setelah pembedahan besar, infus glukosa dan insulin harus diteruskan sampai pasien dapat makan makanan padat. Pada pasien-pasien ini, kegunaan dari suntikan subkutan insulin kerja pendek sebelum makan dan insulin kerja sedang pada waktu tidur dianjurkan selama 24-48 jam pertama setelah infus glukosa dan insulin dihentikan dan sebelum regimen insulin pasien dilanjutkan.Perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya hipoglikemia atau hiperglikemia pasien pasca bedah terutama bite terdapat keterlambatan bangun atau penurunan kesadaran. Harus dipantau kadar gula darah pasca bedah. Pemeriksaan EKG postoperatif serial dianjurkan pada pasien DM usia lanjut, penderita DM tipe I, dan penderita dengan penyakit jantung Infark miokard postoperatif mungkin tanpa gejala dan mempunyai mortalitas yang tinggi. Jika ada perubahan status mental, hipotensi yang tak dapat dijelaskar., atau disrimia, maka perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya infark miokard.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arisma. Obesitas, Diabetes Mellitus dan Dislipidemia. Jakarta: EGC, 2008: 44-5,472. Soegondo, Suwondo, Soebekti. 2011. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. FKUI press: Jakarta, 151-1753. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,2006 : 1852-3, 1857-594. American Diabetes Association. Diagnosis dan Classification of Diabetes Mellitus. http://www.care.diabetesjournals.org. Accesed Juni 10,2012.5. Pharmaceutica Ceutical Care staff. Pharmaceutica Ceutical Care Untuk Diabetes Mellitus. http://www.Pdf.com .Acessed Juni 10,2012.6. Permana H. 2011. Komplikasi Kronik dan Penyakit Penyerta pada Diabetes.(diakses dari : pustaka.unpad.ac.id)7. http://care.diabetesjournals.org/content/27/suppl_1/s5.full8. http://www.staff.ncl.ac.uk/philip.home/who_dmc.htm