Kasus Ponari Seperti yang kita ketahui bersama, beberapa waktu yang lalu dunia informasi gempar dengan munculnya cara pengobatan alternative baru yang dapat dikatakan “ajaib”. Pengobatan ponari ini termasuk dalam pengobatan tradisional. Metode pengobatannya adalah dengan mencelupkan batu ke dalam air, kemudian pasien disuruh meminum air celupan batu tersebut. Menanggapi hal ini, menurut kelompok kami, sebagai seorang dokter kita berhati-hati dalam menanggapinya terutama apabila pasien bertanya tentang pengobatan tersebut. Pada pengobatan sebaiknya dinelaah lebih lanjut teknik pengobatan ini dapat dibuktikan secara biomedis atau tidak. Selain itu, harus diperhatikaan juga kelegalan dari tempat praktek pengobatan ini. Selain itu perlu juga ditelaah apakah ilmu yang dipraktekan oleh Ponari ini berasal dari suatu pelatihan khusus serta melalui pendidikan terstruktur. Karena menurut kelompok kami, sebagai seorang dokter, kita harus melindungi pasien dari hal-hal yang tidak diinginkan kemudian hari. Tinjauan Pustaka 1. Kanker Paru 2. Perawatan paliatif a. Perawatan Paliatif Dari Segi Etika dan Moral
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Kasus Ponari
Seperti yang kita ketahui bersama, beberapa waktu yang lalu dunia informasi gempar dengan
munculnya cara pengobatan alternative baru yang dapat dikatakan “ajaib”. Pengobatan ponari ini
termasuk dalam pengobatan tradisional. Metode pengobatannya adalah dengan mencelupkan
batu ke dalam air, kemudian pasien disuruh meminum air celupan batu tersebut.
Menanggapi hal ini, menurut kelompok kami, sebagai seorang dokter kita berhati-hati dalam
menanggapinya terutama apabila pasien bertanya tentang pengobatan tersebut. Pada pengobatan
sebaiknya dinelaah lebih lanjut teknik pengobatan ini dapat dibuktikan secara biomedis atau
tidak. Selain itu, harus diperhatikaan juga kelegalan dari tempat praktek pengobatan ini. Selain
itu perlu juga ditelaah apakah ilmu yang dipraktekan oleh Ponari ini berasal dari suatu pelatihan
khusus serta melalui pendidikan terstruktur. Karena menurut kelompok kami, sebagai seorang
dokter, kita harus melindungi pasien dari hal-hal yang tidak diinginkan kemudian hari.
Tinjauan Pustaka
1. Kanker Paru
2. Perawatan paliatif
a. Perawatan Paliatif Dari Segi Etika dan Moral
Menurut etika , tindakan perawatan paliatif menjunjung prinsip
beneficence dan nonmaleficence . Prinsip beneficence yaitu prinsip berbuat baik
yang wajib dilakukan oleh dokter kepada pasiennya, tindakan dokter semata-mata
hanya untuk kepentingan terbaik pasien. Prinsip berbuat baik dalam praktik
kedokteran diwujudkan dalam hubungan dokter – pasien yang menganut sistem
paternalistik. Prinsip non maleficence atau tidak merugikan , ditujukan terhadap
kerugian fisik maupun kepentingan orang lain. Dalam bidang medis sering kita
menghadapi situasi dimana tindakan medis yang dilakukan , baik kepentingan
diagnosis atau terapi menimbulkan efek lain yang tidak menyenangkan .
Menyuntikkan obat misalnya, dapat menimbulkan perasaan tidak menyenangkan
bagi pasien , tetapi hal itu perlu dilakukan untuk memperoleh kesembuhan.1
Dalam pertolongan paliatif , yang harus diberi prioritas tertinggi adalah
pain control, penatalaksanaan nyeri. Kita dapat mengatakan , penatalaksanaan
nyeri merupakan suatu tujuan ilmu kedokteran yang semakin penting dan
akibatnya merupakan kewajiban para professional medis juga. Kadang – kadang
bisa terjadi perawatan paliatif yang mempercepat kematian pasien , misalnya
pemberian obat sedative ( ex : morfin ) berdosis besar . Kenyataan itu mungkin
meresahkan para dokter. Namun tidak perlu timbul keraguan moral disini. Dalam
pemikiran etika yang klasik kasus seperti itu sudah lama dipikirkan dalam ajaran
tentang ” efek ganda ” ( the doctrine of double effect ). Tercapai persetujuan
bahwa mempercepat kematian pasien terminal dalam usaha menghilangkan nyeri
bisa diterima sebagai efek samping yang tidak diakibatkan dengan sengaja.
Dalam konteks pertolongan paliatif kepada pasien terminal , masih ada
masalah etis lain yang bisa menimbulkan keraguan bagi para dokter. Kadang –
kadang dokter segan memberikan obat adiktif seperti morfin dan meningkatkan
dosisnya karena membawa resiko pasien bisa menjadi ketagihan. Namun ,
keraguan seperti itu tidak perlu terjadi . Bila obat adiktif dipakai dalam rangka
penatalaksanaan nyeri bagi pasien biasa (yang bisa dismebuhkan) , tentu
kemungkinan ketagihan harus dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh. Dalam
konteks pasien terminal , pertolongan paliatif akan dilanjutkan sampai saat
kematiannya ,sehingga tidak perlu dikhawatirkan terjadi masalah adiksi yang
serius. 2
Sumber :
b. Wiradharma D. Penuntun Kuliah Etika Profesi Medis . Jakarta : Penerbit
Universitas Trisakti. 2008.p.80.
c. Bertens K. Keprihatinan Moral , Telaah atas Masalah Etika . Jogjakarta :
Kanisius . 2003.p. 133-4.
3. Sakit parah, kematian dan pengobatan sia-sia
a. Menurut pandangan agama
i. Islam
Sakit parah menurut Islam
Sakit sebagai salah satu ciptaan Allah SWT yang ditimpakan
kepada manusia juga pasti ada maksudnya. Salah satu hikmah Allah SWT
kepada hamba-Nya adalah sebagai ujian dan cobaan untuk membuktikan
siapa-siapa saja yang benar-benar beriman. Firman Allah SWT : Apakah
kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang
kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum
kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta
diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah
Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya
pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat
dekat. (Q.S. Al Baqarah : 214)
Demikianlah Allah SWT akan menguji hamba-hamba-Nya dengan
kebaikan dan keburukan. Dia menguji manusia berupa kesehatan, agar
mereka bersyukur dan mengetahui keutamaan Allah SWT serta kebaikan-
Nya kepada mereka. Kemudian Allah SWT juga akan menguji manusia
dengan keburukan seperti sakit dan miskin, agar mereka bersabar dan
memohon perlindungan serta berdo'a kepada-Nya.
Dalam pandangan Islam, penyakit merupakan cobaan yang
diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya untuk menguji keimanannya.
Ketika seseorang sakit disana terkandung pahala, ampunan dan akan
mengingatkan orang sakit kepada Allah SWT. Aisyah pernah
meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda : 'Tidak ada musibah
yang menimpa diri seorang muslim, kecuali Allah mengampuni dosa-
dosanya, sampai-sampai sakitnya karena tertusuk duri sekalipun" (H.R.
Buchari)
Dan sesungguhnya bila Allah SWT mencintai suatu kaum,
dicobanya dengan berbagai cobaan. Siapa yang ridha menerimanya, maka
dia akan memperoleh keridhoan Allah. Dan barang siapa yang murka
(tidak ridha) dia akan memperoleh kemurkaan Allah SWT. (H.R. Ibnu
Majah dan At Turmudzi)
Dari Abu Hurairah r.a. Nabi Muhammad SAW. Bersabda :
Tidaklah seorang muslim ditimpa musibah, kesusahan, kesedihan,
penyakit, gangguan menumpuk pada dirinya kecuali Allah SWT hapuskan
akan dosa-dosanya (H.R. Bukhari dan Muslim).
Allah SWT menciptakan cobaan antara lain untuk mengingatkan
manusia terhadap rahmat-rahmat yang telah diberikan-Nya. Allah SWT
memberikan penyakit agar setiap insan dapat menyadari bahwa selama ini
dia telah diberi rahmat sehat yang begitu banyak. Namun kesehatan yang
dimilikinya itu sering kali di abaikan, bahkan mungkin disia-siakan.
Padahal ia mempunyai harga yang sangat bernilai tiada tolak ukur dan
bandingannya.
Disamping itu, sakit juga digunakan oleh Allah SWT untuk
memperingatkan manusia atas segala dosa-dosa dan perbuatan jahatnya
selama hidup di dunia. Kalau dahulu seorang insan yang banyak berbuat
kesalahan tidak berfikir tentang dosa dan pahala, maka disaat sakit
biasanya manusia teringat akan dosa-dosanya sehingga ia berusaha untuk
bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah SWT. sebab Allah SWT
selalu menciptakan sesuatu atau memberikan suatu ujian kepada
hambanya pasti ada hikmah / pelajaran dibalik itu semua. (Q.S. Shaad :
27)
Kematian menurut islam :
Mati menurut pengertian secara umum adalah keluarnya Ruh dari
jasad, kalau menurut ilmu kedokteran orang baru dikatakan mati jika
jantungnya sudah berhenti berdenyut. Mati menurut Al-Qur’an adalah
terpisahnya Ruh dari jasad. “Kematian, yang dikenal sebagai berpisahnya
ruh dari badan, merupakansebab yang mengantarkan manus ia menuju
kenikmatan abadi.
Sebagaimana diriwayatkan bahwa Menurut Ar-Raghib al-Isfahani:
“sesungguhnya kalian diciptakan untuk hidup abadi,tetapi kalian harus
berpindah dari satu negeri ke negeri (yang lain) sehingga kalian menetap
di satu tempat.” al-Qur’an menilai kematian sebagai jalan menuju
perpindahan ke sebuah tempat, dan keadaan yang lebih mulia dan baik
dibanding dengan kehidupan dunia. Bukankah kematian adalah wafat
yang berarti kesempurnaan serta imsak yang berarti menahan (disisi-Nya)?
Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa kematian untuk menguraikan nikmat-
nikmat-Nya kepada manusia. Dalam Surah al-Baqarah/ 2: 28 Allah
berfirman, yang artinya: Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu
tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan
dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan.
Al-Quran juga menggunakan istilah wafat untuk menunjuk makna
mati. Murtadha Muthahhari membuat sebuah analisis menarik tentang kata
tawaffa (mati) yang berakar pada kata yang sama dengan wafat lewat
pembandingannya dengan suatu kata dalam bahasa Persia yang memiliki
bunyi hampir sama, yakni maut. Menurut Muthahhari, sebagian orang
persia mengira bahwa kedua istilah ini berasal dari kata yang sama.
Mereka mengira bahwa wafat kard kata kerja bentukan dalam bahasa
Persia yang berarti meninggal- sama dengan faut kard. Faut berarti hilang,
atau lepas dari pegangan. Jika istilah wafat bermakna sama dengan faut
maka kematian akan memiliki konotasi hilang, musnah. Kenyataannya,
makna istilah faut malah berkebalikan dengan makna istilah wafat yang
dipergunakan Al-Quran untuk menyatakan kematian. Sebaliknya dari
lepas dari pegangan, istilah tawaffa berarti mengambil sesuatu dan
menerimanya secara sempurna. Contohnya, jika Anda mendapatkan
kembali seluruh piutang Anda, dan bukan hanya sebagiannya, maka itu
disebut sebagai tawaffa atau istifa. Al-Quran senantiasa mengaitkan
kematian dengan menerima secara sempurna.
Di dalam surat al-Sajdah disebutkan: Dan mereka berkata, Apakah
ketika kami telah lenyap (musnah) di dalam tanah, kami akan benar-benar
menjadi ciptaan yang baru Katakanlah: Malaikat maut ditugasi untuk
menerimamu dan kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan.
Terapi yang sia-sia menurut pandangan islam :
Pengobatan atau terapi yang sia – sia menurut pandangan agama
islam tidak dibenarkan, berdasarkan :
1. Sabda Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam, ‘Di antara kebaikan
keislaman seseorang, ialah dia meninggalkan apa yang tidak
bermanfaat baginya’.
2. Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda: Berkemauan keraslah
kepada apa-apa yang bermanfaat bagimu, dan minta tolonglah kepada
Allâh Ta'ala
dan janganlah bersikap lemah
Maksud dari hadist ini adalah jangan melakukan suatu perbuatan
yang tidak bermanfaat bagi dirinya dan orang lain seperti pengobatan atau
tindakan yang sia-sia.
ii. Pandangan Kristen terhadap kematian, menghadapi kematian, dan
pengobatan sia-sia
1. Kematian dan menghadapi kematian
Karya penciptaan Allah atas dunia ini menyatakan adanya
perbedaaan antara Pencipta dan yang dicipta. Allah sebagai pencipta
merupakan Allah yang absolut, dan tidak bergantung pada hal lain di
luar diri-Nya sendiri. Manusia yang dicipta merupakan manusia yang
terbatas, dan bergantung sepenuhnya kepada Allah sebagai Pencipta.
Pemberontakan manusia terhadap Allah menyebabkan keterpisahan
antara Allah dan manusia. Keterpisahan ini menyebabkan kematian
karena lepasnya manusia dari Allah sebagai sumber hidup ini. Hal ini
jelas menyatakan bahwa kematian bukanlah dicipta dan berasal dari
Allah. Kekristenan mengenal dua macam kematian yaitu kematian
secara spiritual, dan kematian secara fisik. Saat manusia pertama
(Adam) memberontak terhadapa Allah, terjadi kematian spiritual pada
saat itu juga dan kematian secara fisik yang terjadi secara gradual.
Kematian fisik seharusnya sudah terjadi saat itu juga namun karena
adanya topangan Allah, manusia bisa hidup lebih lama. Topangan ini
bersifat terbatas, dan karena itu usia manusiapun bersifat terbatas. 1
Dalam pandangan kristen, kematian fisik bukanlah sesuatu
yang harus ditakutkan. Yang harus ditakutkan adalah kematian
spiritual yang berakhir dengan kematian kekal (keterpisahan manusia
dengan Allah selama-lamanya). Manusia berdosa harus kembali
kepada Allah sebagai Sumber Hidup melalui Yesus kristus sebagai
tuhan dan juru Selamat. Tanpa hal ini, manusia akan menghadapi
kematian kekal pada hari penghakiman nanti. 1
Pengobatan menurut Kristen bukanlah berfokus pada
kesembuhan fisik pasien itu saja, namun terfokus pada pemulihan
relasi antara manusia dengan Allah. Menghadapi pasien yang berada
dalam stadium terminal/sakit parah, yang harus dilakukan adalah
mempersiapkan orang tersebut untuk menghadap Penciptanya dengan
memulihkan kembali relasi antara Tuhan dan Manusia.
2. Pengobatan sia-sia
Pengobatan sia-sia merupakan pengobatan yang tidak
diperlukan karena tidak berguna lagi untuk menolong pasien. Prinsip
pengobatan ini dipengaruhi oleh konsep post-modernisme yang lebih
mementingkan relasi yang horisontal (antara sesama manusia) tanpa
mementingkan kebenaran didalamnya. Konsep post-modernisme ini
tidak sesuai dengan prinsip alkitabiah. Kekristenan mengajarkan
bahwa relasi antara manusia dengan Penciptanya (vertikal) harus
menjadi dasar relasi manusia secara horisontal. Kekristenan
menentang prinsip post-modernisme yang merelatifkan segala sesuatu,
mementingkan relasi dan perasaan. Sebaliknya kekristenan
mengajarkan bahwa ada kebenaran yang absolut yang harus
dinyatakan. 2
Dapus:
Schwertley B. A Sumarry of christian worldview. Available from: