TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI (STUDI PADA PEMBANGUNAN RUMAH TOKO OLEH DEVELOPER PERORANGAN DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG) TESIS OLEH RACHEL SHEILA SITORUS 127011010/MKn FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 Universitas Sumatera Utara
160
Embed
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI
(STUDI PADA PEMBANGUNAN RUMAH TOKO OLEH
DEVELOPER PERORANGAN DI KECAMATAN MEDAN
SELAYANG)
TESIS
OLEH
RACHEL SHEILA SITORUS
127011010/MKn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
Universitas Sumatera Utara
2
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI
(STUDI PADA PEMBANGUNAN RUMAH TOKO OLEH
DEVELOPER PERORANGAN DI KECAMATAN MEDAN
SELAYANG)
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada
Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
RACHEL SHEILA SITORUS
127011010/Mkn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
Universitas Sumatera Utara
3
Universitas Sumatera Utara
4
Telah diuji pada
Tanggal : 04 Mei 2015
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Anggota : 1.Dr. Syahril Sofyan, SH,MKN
2.Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum
3.Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum
4.Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum
Universitas Sumatera Utara
5
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : RACHEL SHEILA SITORUS
Nim : 127011010
Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN
Judul Tesis : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN
BANGUN BAGI (STUDI PADA PEMBANGUNAN
RUMAH TOKO OLEH DEVELOPER PERORANGAN
DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan
sayasendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister
Kenotariatan FH-USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan
saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang Membuat Pernyataan
RACHEL SHEILA SITORUS
Nim:127011010
Universitas Sumatera Utara
i
ABSTRAK
Perjanjian Bangun Bagi yaitu hubungan hukum antara seseorang yang
berhak atas tanah dengan pihak lain (kedua), dimana pihak kedua ini diperkenankan
mengolah tanah yang bersangkutan dengan ketentuan, hasil dari pengolahan tanah
dibagi dua antara orang yang berhak atas tanah dan yang mengolah tanah itu.
Perjanjian bangun bagi pada saat sekaran ini sangat banyak diminati dalam kehidupan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dalam bidang perumahan. Pada saat
proses pelaksanaan perjanjian bangun bagi muncul problematika diantara para pihak
sehingga dibutuhkan upaya perlindungan hukum yang bersifat mencegah dan
menyelesaikan problematika tersebut. Beberapa rumusan masalah yang dibahas di
dalam penelitian ini adalah mengenai hak dan kewajiban pemilik tanah dan developer
dalam akta perjanjian, problematika yang muncul pada saat proses pelaksanaan
perjanjian bangun bagi, upaya penyelesaian dalam mengatasi masalah yang muncul
dalam perjanjian bangun bagi.
Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis
normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum, yang terdapat
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif dengan
menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa Perjanjian Bangun Bagi pembangunan
rumah toko di kecamatan Medan Selayang yang dilakukan Nyonya X dan Tuan Y
merupakan perjanjian konsensuil dan bersifat timbal balik, dalam pelaksanaannya
tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga menimbulkan tuntutan ganti kerugian
dan pembatalan perjanjian. Hak dan kewajiban para pihak yang terdapat dalam Akta
Perjanjian Bangun Bagi yang dibuat dihadapan Notaris tersebut kurang bersifat netral
dan kurang mengandung unsur perlindungan hukum bagi pihak yang melakukan
perjanjian sehingga dapat menimbulkan problematika dikemudian hari. Problematika
dalam perjanjian bangun bagi timbul pada pemilik tanah, pembeli dan developer.
Adapun problematika yang muncul tersebut tersebut dikarenakan ketidaksesuaian
hasil pembangunan dengan isi perjanjian, yaitu terdiri dari : penyerahan (levering),
lokasi dan sejarah tanah, pengurusan sertifikat, Kapling Siap Bangun, Izin
Mendirikan Bangunan, dan Kredit Macet. Problematika yang muncul antara Nyonya
X dan Tuan Y adalah keterlambatan penyelesaian pembangunan, ketidaksesuaian
hasil pembangunan dengan perjanjian, penerbitan sertifikat yang terlalu lama, dan
Tuan Y telah menjual kepada pihak ketiga sebelum menyelesaikan bangunan milik
pihak pertama.
Kata Kunci : Perjanjian Bangun Bagi, Problematika, Upaya Perlindungan
Hukum.
Universitas Sumatera Utara
ii
ABSTRACT
Construction sharing agreement is a legal agreement between a person who
was land rights and another party(second party) who is given the right to work on the
land, on condition that the profits are divided into two: for the land owner and the
developer. This kind of agreement is interested by many people in fulfilling their
needs in housing. In the process of its implementation, there will be many problems in
stakeholders so that legal protection is needed in order to forestall and handle the
problems. The problems of the research were as follows: how about the right and
obligation of land owner and developer in the contract, how about the problems
which arouse in the process of its implementation, and how about the settlement for
any problems in the construction sharing agreement.
The research used judicial normative method which was referred to legal
norms found in the prevailing legal provisions as the normative basis, using primary,
secondary, and tertiary legal materials.
The result of the research showed that construction sharing agreement of a
shop-house construction in Medan Selayang Subdistrict between Mrs.X and Mr.Y was
a consensus and reciprocal agreement. It was found that in its implementation it
caused the complaint about indemnity and the cancellation of the contract. The right
and obligation in the contract which had been mad before a Notary was not neutral
and lacked of the element of legal protection for the parties concerned so that it
would cause a problem later on. The problem could occur in the land owner, the
buyer, and the developer. The problems which arouse because there was the
discrepancy between the constructed building and the contract which included
levering, location and land history, certification, ready, construction couplings,
building permit, and nonperforming loan. The problem which aroused between Mrs.X
and Mr.Y was about the lateness of constructing the building, the discrepancy of the
constructed building and the contract, prolonged issuance of certificate, and Mr.Y
had sold it to the third party before finishing the first party’s building.
Keywords: Construction Sharing Agreement, Problem, Legal Protection.
Universitas Sumatera Utara
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera
Utara Medan. Dalam memenuhi tugas inilah penulis menyusun dan memilih judul:
“Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Bangun Bagi (Studi Pada
Pembangunan Rumah Toko Oleh Developer Perorangan Di Kecamatan Medan
Selayang)”. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan didalam
penulisan tesis ini, untuk itu dengan hati terbuka menerima saran dan kritik dari
semua pihak, agar dapat menjadi pedoman dimasa yang akan datang.
Dalam penulisan dan penyusunan tesis ini, penulis mendapat bimbingan dan
pengarahan serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tidak ternilai harganya
secara khusus kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku
ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Syahril Sofyan, SH, MKN serta Ibu Dr.
T. Keizerina Devi A, SH, CN, M. Hum, masing-masing selaku anggota komisi
pembimbing yang banyak memberi masukan dan bimbingan kepada penulis selama
dalam penulisan tesis ini dan kepada Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum, dan
Bapak Syafnil Gani, SH, M. Hum selaku dosen penguji yang telah banyak
memberikan kritikan, saran serta masukan dalam penulisan tesis ini.
Universitas Sumatera Utara
iv
Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K). selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung SH. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi
Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.
4. Ibu T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program
Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.
5. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga para karyawan
Biro Administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara Medan.
Secara khusus penulis menghaturkan terima kasih yang tak terhingga kepada
ayahanda M. Sitorus dengan Ibunda saya yang tercinta Gloria Simanjuntak, yang
telah melahirkan, membesarkan, mendidik, mendoakan dan mendukung dengan
penuh kasih sayang kepada penulis selama ini. Tak lupa penulis ucapkan kepada
abang, kakak dan adik, Ralph Lukas Sudarto Sitorus, Erty Witalaya
Lumbantoruan, dan Riris Sophia Sitorus serta keponakan penulis Ranery Lamria
Benedicti Sitorus yang banyak memberikan dorongan kepada penulisan untuk
menyelesaikan tesis ini;
Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada kekasih penulis Paulus
Herdianto Manurung yang telah memberikan semangat dan dukungan dukungan,
Universitas Sumatera Utara
v
serta rekan-rekan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dan teman-
teman satu angkatan lainnya yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang terus memberikan motivasi, semangat, kerjasama dan diskusi, memberikan
pemikiran kritik dan saran sejak berada di Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara sampai saat penulis selesai menyusun tesis ini.
Penulis berharap semoga bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada
penulis, mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar selalu
dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah. Akhirnya
semoga tesis ini dapat berguna bagi diri penulis dan juga bagi semua pihak khususnya
yang berkaitan dengan bidang Kenotariatan.
Medan, Mei 2015
RACHEL SHEILA SITORUS
Universitas Sumatera Utara
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Rachel Sheila Sitorus
Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 29 Mei 1991
Alamat : Jl. Kertas No. 20 A, Ayahanda, Medan
Umur : 23 Tahun
Agama : Kristen Protestan
Status : Belum Menikah
II.KELUARGA
Nama Bapak : Midian Sitorus
Nama Ibu : Gloria Simanjuntak
Nama Saudara/i : 1. dr.Ralph Lukas Sudarto Sitorus
2. Riris Sophia Sitorus
III. PENDIDIKAN
Taman Kanak-Kanak : Taman Kanak-Kanak Perguruan Kristen Immanuel
Tahun 1995-1996
Sekolah Dasar : Sekolah Dasar Perguruan Kristen Immanuel
Tahun 1996-2002
Sekolah Menengah Pertama : Sekolah Menengah Pertama Santo Thomas 1
Tahun 2002-2005
Sekolah Menengah Atas : Sekolah Menengah Atas Perguruan Kristen Immanuel
Tahun 2005-2008
Perguruan Tinggi (S1) : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Tahun 2008-2012
Perguruan Tinggi (S2) : Universitas Sumatera Utara Magister Kenotariatan
Tahun 2012-2014
Universitas Sumatera Utara
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK …………………………………………………………………….. i
ABSTRACT …………………………………………………………………... ii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………………………………………………. vi
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN…………………………………… vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ..................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 3
E. Keaslian Penelitian ...................................................................... 3
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ..................................................... 3
1. Kerangka Teori ........................................................................ 3
perseorangan), meskipun mungkin yang menjadi obyek juga suatu benda.9 Hubungan
hukum antara pihak yang satu dengan yang lain tidak bisa timbul dengan sendirinya.
Hubungan itu tercipta oleh karena adanya “tindakan hukum”/rechtshandeling.10
Hubungan hukum yang dimaksud adalah ketika para pihak membuat perjanjian
dengan sendirinya menimbulkan hak dan kewajiban diantara mereka. Hak dan
kewajiban yang timbul diantara kedua belah pihak bersifat timbal balik dimana hak
pemilik tanah merupakan kewajiban developer begitu juga sebaliknya.
Akta perjanjian bangun bagi yang berisi hak dan kewajiban para pihak
merupakan akta yang dibuat dihadapan notaris yang bersifat autentik. Notaris
merupakan pejabat umum yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan dengan
kewenangan untuk membuat segala perjanjian dan akta serta yang dikehendaki oleh
yang berkepentingan.11
Dalam ketentuan tersebut terlihat bahwa Notaris selain
berwenang dalam pembuatan akta autentik dan juga berwenang atau dapat bertindak
sebagai pihak yang memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan
akta. Oleh karena itu Notaris memiliki campur tangan dalam memberi masukan
kepada para pihak untuk menetukan hak dan kewajiban para pihak dalam akta,
disamping dari para pihak bebas menentukan hak dan kewajibannya.
Perjanjian bangun bagi seperti perjanjian lainnya memiliki kendala dalam
proses pelaksanaannya. Kendala-kendala tersebut akan menimbulkan problematika
diantara para pihak, dimana problematika tersebut dapat muncul dari pemilik tanah,
9 R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Bandung: PT. Intermasa, 1982), hal. 123. 10 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung : Alumni, 1986), hal7. 11 Suhrawadi, Etika Profesi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994) hal.59.
Universitas Sumatera Utara
8
developer atau pengembang maupun dari calon pembeli. Dalam bisnis perumahan
kebanyakan problematika tersebut muncul dari pihak pengembang atau developer,
kerap sekali ditemui developer yang beritikad tidak baik, hal ini disebabkan karena
lebih besarnya pengelolaan developer di atas tanah tersebut saat proses pembangunan
sedang berlangsung, sehingga developer lebih leluasa melakukan sesuatu yang tidak
sesuai dengan perjanjian. Ketika pembuatan perjanjian bangun bagi sebelumnya para
pihak yaitu developer dan pemilik tanah harus membuat kesepakatan terlebih dahulu,
kesepakatan tersebut yang menjadi aturan pelaksanaan perjanjian antara kedua belah
pihak. Dalam hal ini perjanjian bangun bagi diambil dari Perjanjian Bangun Bagi
yang dibuat Notaris Z Nomor 4 tanggal 21 April 2009 oleh Nyonya X dan Tuan Y.
Perjanjian bangun bagi yang dibuat Nyonya X dan Tuan Y dilatarbelakangi
oleh Nyonya X tidak memiliki waktu mengurusi tanahnya, tidak memiliki biaya yang
cukup untuk membangun, serta Nyonya X sedang membutuhkan dana sehingga ingin
memanfaatkan tanah tersebut. Proses penawaran kepada calon pembeli tidak
memperoleh hasil yang diharapkan dikarenakan calon pembeli merasa tanah tersebut
terlalu besar dan mahal untuk kebutuhannya.12
Setelah itu, Nyonya X bertemu dengan
Tuan Y yang menawarkan jasanya untuk melakukan pembangunan rumah toko di
atas tanah Nyonya X dengan kesepakatan bahwa kedua belah pihak membuat suatu
perjanjian dihadapan Notaris yang isinya Nyonya X memberikan ijin kepada Tuan Y
12 Hasil wawancara dengan Nyonya X (pihak pertama dan pemilik tanah), di Medan pada
tanggal 21-23 September 2014.
Universitas Sumatera Utara
9
untuk melakukan pembangunan beberapa unit rumah dan tanah tersebut tetap atas
nama Nyonya X.
Problematika yang sering terjadi dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi
adalah hasil pembangunan yang dilakukan oleh developer, tidak sesuai dengan yang
diperjanjikan sebelumnya. Adapun dalam hal ini akan dilakukan pembahasan
mengenai Akta Perjajian Bangun Bagi yang dibuat oleh Nyonya X selaku pihak
pertama yang merupakan pemilik tanah dengan pihak kedua Tuan Y sebagai pihak
kedua yang merupakan developer perorangan. Isi dari perjanjian tersebut dibuat
sesuai dengan keinginan dan kesepakatan para pihak, tetapi sekalipun perjanjian
tersebut dibuat sesuai dengan kesepakatan para pihak masih besar kemungkinan
muncul problematika saat pelaksanaan perjanjian tersebut berlangsung. Problematika
yang muncul tersebut dapat dikatakan wujud wanprestasi dalam perjanjian antara
Nyonya X dan Tuan Y.
Wanprestasi yang dilakukan oleh pihak kedua tersebut dikarenakan tidak
menyelesaikan pembangunan tepat pada waktunya sehingga pihak pertama merasa
sangat dirugikan akan hal tersebut. Dimana selain pihak kedua melakukan
keterlambatan, pihak kedua juga melakukan pembangunan tidak sesuai dengan peta
perencanaan yang terdapat dalam akta, penerbitan sertipikat yang cukup lama, tidak
melakukan serah terima fisik dan yuridis kepada pihak pertama, selain itu pihak
kedua juga telah menjual bagiannya kepada pihak lain sebelum menyelesaikan
bangunan milik pihak pertama. Oleh karena hal tersebut pihak pertama mengajukan
Universitas Sumatera Utara
10
gugatannya kepada Pengadilan Negri Medan untuk menuntut ganti kerugian dan
pembatalan atas perjanjian tersebut.
Gugatan yang diajukan oleh pihak pertama tersebut mendapatkan putusan
No.51X/Pdt.G/2013/PN Mdn dimana hakim memutuskan untuk menghukum tergugat
wanprestasi, akta tersebut dibatalkan, dan atas kerugian yang dialami oleh pihak
pertama, pihak kedua wajib memberikan ganti kerugian. Pada dasarnya untuk
menghindari terjadinya sengketa dikemudian hari kebijakan notaris yang membuat
perjanjian juga dibutuhkan untuk mewujudkan proses pelaksanaan perjanjian bangun
bagi tercapai dengan baik. Notaris dapat memberikan perlindungan hukum bagi para
pihak yang hendak membuat perjanjian bangun bagi sesuai dengan fungsi, jabatan,
dan kewenangan notaris yang terdapat dalam undang-undang, dimana perlindungan
hukum tersebut berupa upaya pencegahan. Notaris harus memiliki kebijaksanaan
tertentu yang sifatnya mencegah terjadinya sengketa antara kedua belah pihak, dan
penyelesaiannya jika terjadi sengketa. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya
sengketa diantara para pihak, dibutuhkan klausula-klausula dalam perjanjian yang
unsurnya bersifat melindungi hak dan kewajiban para pihak dan notaris tidak hanya
sekedar membuat isi perjanjian. Pekerjaan Notaris tampak berkaitan langsung dalam
hal proses pembuatan dan pelaksanaan akta perjanjian bangun bagi, hal inilah yang
menyebabkan tugas dan kewenangan notaris juga perlu diteliti.
Putusan pengadilan tersebut memberikan perlindungan hukum dan kepastian
hukum bagi pihak yang dirugikan. Dalam hal kasus yang terjadi diantara Nyonya X
Universitas Sumatera Utara
11
dan Tuan Y bentuk upaya perlindungan hukum yang diberikan oleh hakim melalui
putusannya adalah mengabulkan gugatan ganti kerugian dan pembatalan akta
perjanjian tersebut yang dikarenakan adanya wanprestasi. Berdasarkan uraian-uraian
diatas, pada saat ini perjanjian bangun bagi dalam bidang perumahan sangat banyak
digunakan di masyarakat, dalam proses pelaksanaannya juga berkaitan langsung
dengan tugas dan kewenangan Notaris dalam pembuatan akta perjanjian, selain itu
juga perlu diketahui bentuk perlindungan hukum dan kepastian hukum yang berasal
dari Notaris maupun putusan hakim melalui putusan No.51X/Pdt.G/2013/PN Mdn.
Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian lebih lanjut mengenai klausula-
klausula yang terdapat dalam akta perjanjian serta perlindungan hukum bagi para
pihak yang membuat perjanjian yaitu pemilik tanah,calon pembeli atau konsumen,
dan developer yang akan dituangkan ke dalam penulisan dalam bentuk karya ilmiah
berupa Tesis dengan Judul Penelitian “Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Bangun
Bagi (Studi Pada Pembangunan Rumah Toko Oleh Developer Perorangan Di
Kecamatan Medan Selayang).
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dirumuskan permasalahan yang diteliti dan
dibahas secara lebih mendalam pada penelitian, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hak dan kewajiban Nyonya X sebagai pihak pertama yaitu pemilik
tanah dan Tuan Y sebagai pihak kedua atau developer dalam Akta Perjanjian
Nomor 4 tanggal 21 April 2009 yang dibuat oleh Notaris Z ?
2. Problematika apa yang dapat timbul dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi ?
Universitas Sumatera Utara
12
3. Bagaimanakah upaya penyelesaian dalam mengatasi masalah yang muncul dalam
perjanjian bangun bagi antara Nyonya X dan Tuan Y?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui hak dan kewajiban Nyonya X sebagai pihak pertama yaitu
pemilik tanah dan Tuan Y sebagai pihak kedua atau developer dalam Akta
Perjanjian Nomor 4 tanggal 21 April 2009 yang dibuat oleh Notaris Z.
2. Untuk mengetahui problematika yang dapat timbul dalam pelaksanaan perjanjian
bangun bagi
3. Untuk mengetahui upaya penyelesaian dalam mengatasi masalah yang muncul
dalam perjanjian bangun bagi antara Nyonya X dan Tuan Y.
D. Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara
teoritis maupun secara praktis, seperti yang dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran dalam ilmu
pengetahuan hukum pada umumnya, dan hukum perjanjian pada khususnya,
terutama mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak dalam akta
perjanjian bangun bagi yang tercantum dalam klausula-klausula akta perjanjian
bangun bagi, problematika yang timbul dalam perjanjian bangun bagi atau
Universitas Sumatera Utara
13
problematika dalam bisnis perumahan, dan upaya yang dapat dilakukan mencegah
dan mengatasi problematika tersebut.
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat
khususnya yang terlibat dalam perjanjian bangun bagi yaitu Notaris yang membuat
perjanjian untuk meningkatkan unsur perlindungan hukum, pemilik tanah,
developer, dan konsumen, agar lebih mengetahui hak dan kewajibannya dalam
melaksanakan perjanjian bangun bagi yang telah disepakati, selain itu juga agar
para pihak dapat mengetahui upaya yang dapat dilakukan guna menghindari dan
mengatasi problematika yang timbul tersebut.
E. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil penelusuran sementara pemeriksaan yang telah penulisan
lakukan baik di kepustakaan penulisan karya ilmiah Magister Hukum, maupun di
Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan sejauh yang
diketahui ditemukan adanya salah satu penelitian mengenai Perjanjian Bangun Bagi,
yaitu dengan judul Peranan Notaris Dalam Penyelesaian Sengketa Akibat Tuntutan
Pembatalan Akta Perjanjian Bangun Bagi (Suatu Penelitian Pada Praktek Notaris Di
Kota Banda Aceh) oleh Madda Elyana/087011079/Mkn, yang pembahasan (1)
Pembatalan akta perjanjian bangun bagi di kota Banda Aceh. (2) Peranan notaris
dalam penyelesaian sengketa akibat tuntutan pembatalan akta perjanjian bangun bagi
di kota Banda Aceh. (3) Bentuk penyelesaian sengketa yang digunakan dalam
penyelesaian sengketa akibat tuntutan pembatalan akta perjanjian bangun bagi di kota
Universitas Sumatera Utara
14
Banda Aceh. Apabila dilihat dari permasalahan yang dibahas tentunya sangat
berbeda. Oleh karena itu, penelitian tentang Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian
Bangun Bagi (Studi Pada Pembangunan Rumah Toko Oleh Developer Perorangan Di
Kecamatan Medan Selayang), belum pernah dilakukan. Dengan demikian, penelitian
ini adalah asli adanya dan secara akademik penelitian ini dapat dipertanggung
jawabkan kemurniannya, karena belum ada yang melakukan penelitian yang sama
dengan judul penelitian ini.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,
tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan
pegangan teoritis.13
Kerangka teori juga merupakan landasan dari teori atau dukungan
teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang
dianalisis. Kerangka teori yang dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir
pendapat, teori tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.14
Ada asumsi yang menyatakan, bahwa bagi suatu penelitian, maka teori atau
kerangka teoritis mempunyai beberapa kegunaan. Kegunaan tersebut paling sedikit
mencakup hal-hal sebagai berikut:15
a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta
yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.
13 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994) hal 80. 14 W. Friedmann, Teori dan Filsafat Umum, (Jakarta: Raja Grafindo, 1996).hal. 2. 15 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:UI-Press 1981), hal 113.
Universitas Sumatera Utara
15
b. Teori sangat berguna didalam mengembangkan sistim klasifikasi fakta, membina
struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi.
c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui
serta diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang diteliti.
d. Teori memberikan kemungkinan pada presiksi fakta mendatang, oleh karena telah
diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut
akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.
e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada
pengetahuan peneliti.
Pada ilmu-ilmu sosial, termasuk ilmu hukum, maka kelangsungan
perkembangan suatu ilmu senantiasa tergantung pada unsur-unsur, sebagai berikut:16
a. Teori,
b. Metodologi
c. Aktivitas penelitian
d. Imajinasi sosial.
Kerangka teoritis dalam penulisan karya ilmiah hukum mempunyai 4 ciri
yaitu:17
a) Teori-teori hukum
b) Asas-asas hukum
c) Doktrin hukum
d) Ulasan pakar hukum berdasarkan pembidangan kekhususannya.
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
16 Ibid.,hal. 6. 17 H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:Sinar Grafika, September 2009).
Universitas Sumatera Utara
16
fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.18
Teori merupakan
keseluruhan pernyataan yang saling berhubungan yang dikemukakan untuk
menjelaskan tentang adanya sesuatu.19
Sedangkan menurut Bintaro Tjokromidjojo
dan Mustafa Adidoyo, teori diartikan sebagai “ungkapan mengenai hubungan kasual
yang logis diantara perubahan (variable) dalam bidang tertentu, sehingga dapat
digunakan sebagai kerangka pikir (frame of thinking) dalam memahami serta
menangani permasalahan yang timbul di dalam bidang tersebut”.20
Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai
landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan
postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam.21
Sehingga
penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang dibahas dalam bahasa
dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri. Jelaslah kiranya bahwa seorang ilmuan
mempunyai tanggungjawab sosial yang terpikul dibahunya. Bukan karena dia adalah
warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat
melainkan juga karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan
masyarakat hidup masyarakat.22
Holland yang dikutip oleh Wise, Percy M, Winfield
18 J.J.J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Penyunting, M. Hisyam, (Jakarta:UI-
Press, 1996), hal 203. 19 J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, dialihbahasakan oleh Arief Sidharta,
(Bandung:Citra Aditya Bakti, 1999) hal. 2. 20 Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustafa Adidjoyo, Teori dan Strategi Pembangunan
Nasional, (Jakarta:CV. Haji Masagung, 1998) hal. 13. 21 W. Friedman, Op. Cit. hal. 2. 22 Jujun S. Suryasumantri, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer (Jakarta:Pustaka Sinar
Harapan, 1999) hal. 237.
Universitas Sumatera Utara
17
dan Bias, menyatakan bahwa tujuan hukum adalah menciptakan dan melindungi hak-
hak (legal rights).
Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, tetapi dalam
manifestasinya bisa berwujud konkrit. Suatu ketentuan hukum baru dapat dinilai baik
jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan
yang sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan.23
Menurut teori konvensional,
tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan (rechtsgerechtigheid), kemanfaatan
(rechtsutiliteit) dan kepastian hukum (rechts zekerheid).24
Menurut Satjipto Rahardjo,
“Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu
kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.
Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan
kekuasaan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Tetapi
tidak di setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan
hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang.25
Teori yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah Teori perlindungan hukum dan kepastian hukum dalam menganalisis
pelaksanaan perjanjian bangun bagi tersebut terhadap akta perjanjian bangun bagi
23 Lili Rasjidi dan I. B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1993) hal. 79. 24 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), (Jakarta:PT.
Gunung Agung Tbk, 2002) hal. 85. 25 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-V, 2000), hal.
53.
Universitas Sumatera Utara
18
yang telah dibuat kedua belah pihak dihadapan Notaris. Perlindungan Hukum
menurut Hadjon meliputi dua macam perlindungan hukum bagi rakyat meliputi:26
1. Perlindungan Hukum Preventif dimana kepada rakyat diberi kesempatan untuk
mengajukan keberatan atau pendapatnya.
2. Perlindungan Hukum Represif dimana lebih ditujukan dalam penyelesaian
sengketa.
Perlindungan hukum secara preventif itu diberikan oleh pemerintah yang
bertujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam
peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran
serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu
kewajiban, sedangkan perlindungan hukum represif adalah perlindungan ahir berupa
sanksi seperti denda, penjara dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah
terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran. Alasan teori perlindungan
hukum digunakan dalam penelitian ini adalah untuk memberikan perlindungan
hukum terhadap para pihak yang melakukan perjanjian bangun bagi terkhususnya
pihak pemilik tanah dan konsumen calon pembeli, dimana pihak tersebutlah yang
sering mengalami kerugian yang diakibatkan oleh problematika yang muncul pada
saat proses pelaksanaan berlangsung.
Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan
suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.
26 Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: PT. Bina
Ilmu, 1987), hal.2.
Universitas Sumatera Utara
19
Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti ditentukan keluasan
dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tidak
disetiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya
kekuasaan tertentu yang menjadi alasan-alasan melekatnya hak itu pada seseorang.27
Oleh karena itu, hak dan kewajiban para pihak yang membuat perjanjian harus
dilindungi oleh hukum dimana undang-undang yang berlaku telah mengatur dan
membatasi hak dan kewajiban para pihak sekalipun pada dasarnya para pihak bebas
membuat isi dari perjanjian tersebut. KUHPerdata sebagai landasan hukum dalam
pembuatan perjanjian harus memberikan batasan sebagai dasar perlindungan bagi
para pihak yang membuat perjanjian.
M. Yahya Harahap menyatakan bahwa kepastian hukum dibutuhkan dalam
masyarakat demi terciptanya ketertiban dan keadilan. “Ketidakpastian hukum akan
menimbulkan kekacauan dalam kehidupan masyarakat dan setiap anggota masyarakat
akan saling berbuat sesuka hati serta bertindak main hakim sendiri”.28
Teori kepastian
hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya aturan yang bersifat
umum membuat individu mengetahui perbuatan apa saja yang boleh dilakukan, dan
kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena
dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa
saja yang boleh dilakukan oleh negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan
hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi
27 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, Cet. Ke-V, 2000) hal. 53. 28 M. Yahya Harahap, Pembahasan, Permasalahan, dan Penerapan KUHAP, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2006), hal. 76.
Universitas Sumatera Utara
20
dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya
untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.29
Dalam perjanjian bangun bagi,
pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan ganti kerugian atau meminta
putusan hakim atas pembatalan perjanjian yang dibuatnya. Dengan adanya putusan
Pengadilan Negeri Medan tanggal 27 Maret 2014, Nomor : 514/Pdt. G/2013/PN-
Medan, yang telah berkekuatan hukum tetap merupakan bentuk kepastian hukum
bagi pihak yang dirugikan.
Selain dari teori perlindungan hukum, dalam membuat perjanjian bangun
bagi sangat perlu diperhatikan asas-asas yang mendasari perjanjian. Menurut Paul
Scholten, asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang terdapat didalam dan di
belakang sistem hukum, masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-
undangan dan putusan-putusan hakim yang berkenan dengan ketentuan-ketentuan dan
keputusan-keputusan individu yang dapat dipandang sebagai penjabarannya.30
Pada
umumnya asas hukum tidak dituangkan dalam bentuk yang konkrit, misalnya asas
konsensualitas yang terdapat dalam pasal 1320 KUHPerdata yaitu “sepakat mereka
yang mengikatkan diri”. Untuk menemukan asas hukum dicarilah sifat-sifat umum
dalam kaedah atau peraturan yang konkrit.31
a. Asas kebebasan berkontrak
29 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Pranda Media Group,
atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap
pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.41
e. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal
pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau yang ditetapkan oleh undang-undang.42
f. Perlindungan Hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek
hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang
bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis sebagai gambaran dari
fungsi hukum yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan,
ketertiban, kepastian, kemanfaatan, dan kedamaian.
g. Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh
atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam
undang-undang ini.43
41 C.S.T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Istilah Aneka Hukum, Cet. 1 (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2001) hal 195. 42 Lihat Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. 43 Lihat Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.
Universitas Sumatera Utara
26
G. Metode Penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Penelitian tesis ini merupakan penelitian yang menggunakan penelitian
deskriptif analitis. Dengan demikian, sifat penelitian dikategorikan penelitian
dekriptif dengan analisis yang bersifat kualitatif. Penelitian bersifat deskriptif analisis
adalah untuk menggambarkan, menelaah dan menjelaskan serta menganalisa
perundang-undangan yang berlaku berdasarkan teori hukum yang bersifat umum.44
Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan
pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma
hukum, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai
pijakan normatif. Namun dalam melakukan penelitian ini juga tidak terlepas dari
adanya dukungan penelitian lapangan mengenai berlakunya berbagai ketentuan
hukum positif tentang Perjanjian Bangun Bagi dan Perlindungan Hukum bagi para
pihak yang membuat perjanjian, serta peranan Notaris dalam Perjanjian Bagun bagi.
Setiap data yang diperoleh baik primer maupun sekunder langsung diolah dan
dianalisa dengan tujuan untuk memperjelas maksud dari penelitian ini.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan cara penelitian kepustakaan (library research), atau yang biasa dikenal
pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang berhubungan
dengan objek telaah penelitian ini, yang dapat berupa peraturan perundang-undangan,
dan karya ilmiah lainnya.
3. Sumber Data
Sumber-sumber data kepustakaan diperoleh dari :
a. Bahan hukum primer, yaitu segala bentuk peraturan dan produk perundang-
undangan yang terkait dengan permasalahan yang dibahas. Bahan hukum ini
terdiri dari peraturan perundang-undangan yang diurut secara hierarki yaitu
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD1945), Undang-
Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan
Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Daerah (Perda).46
Yaitu bahan-bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum mulai dari Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata, Undang-Undang Perlindungan
Konsumen (UUPK), Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan
Notaris (UUJN), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Permukiman (UUPP), Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), Undang-
Undang Bangunan Gedung (UUBG).
b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang menerapkan informasi atau
hasil kajian tentang Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Bangun Bagi ( Studi
45 Soerjono Soekanto, Op.cit., hal 53. 46 H. Zainuddin Ali, Op.cit, hal 48-49. Bandingkan dengan UU No 12 TAhun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Universitas Sumatera Utara
28
Pada Pembangunan Rumah Toko Oleh Developer Perorangan Di Kecamatan
Medan Selayang) , seperti buku-buku, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana,
karya tulis ilmiah.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti ensiklopedia, kamus bahasa
maupun kamus hukum.
4. Analisis Data
Analisis bahan-bahan hukum yang disebutkan di atas, secara sederhana
dapat diuraikan dalam beberapa tahapan, sebagaimana diterangkan berikut:
a. Tahapan pengumpulan data, misalnya ketentuan perundang-undangan yang
berkaitan langsung dengan permasalahan yang sedang diteliti, artikel atau jurnal
atau karya tulis dalam bentuk lainnya akan dikumpulkan sedemikian rupa sebagai
bahan refrensi;
b. Tahapan pemilihan data, dimana dalam tahapan ini seluruh data yang telah
dikumpulkan sebelumnya akan dipilah-pilah dengan mempedomani konteks yang
sedang diteliti, sehingga akan lebih memudahkan dalam melakukan kajian lenih
lanjut terhadap permasalahan di dalam penelitian tesis ini.
c. Tahapan analisa dan penulisan hasil penelitian, sebagai tahapan klimaks dimana
seluruh data yang telah diperoleh dan dipilah tersebut akan dianalisa dengan
seksama dengan melakukan interpretasi atau penafsiran yang diperlukan, sejauh
mungkin diupayakan untuk berpedoman terhadap konsep, asas dan kaidah hukum
yang dianggap relevan dan sesuai dengan tujuan utama dari pada penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
29
Setelah pengumpulan data dilakukan dengan cara sekunder, selanjutnya dilakukan
penarikan kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yaitu bertolak dari
suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui (diyakini) dan berakhir
pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.47
47 Bambang Sunggono, Op.cit., hal. 11.
Universitas Sumatera Utara
30
BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BANGUN
BAGI ANTARA NYONYA X DAN TUAN Y DALAM AKTA PERJANJIAN
NOMOR 4 TANGGAL 21 APRIL TAHUN 2009
A. Pengertian perjanjian dan syarat sahnya perjanjian bangun bagi antara
Nyonya X dan Tuan Y
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada
seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu
hal, dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang
dinamakan perikatan.48
Hubungan antara hukum perikatan dan perjanjian adalah
bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan,
disampingnya sumber-sumber lain. Status perjanjian dinamakan persetujuan, karena
dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan
(perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya. Perkataan kontrak lebih sempit
karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan tertulis.49
J. Satrio
mendefinisikan perjanjian sebagai berikut:
Dalam arti yang lebih luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang
menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki (atau yang dianggap
dikehendaki) oleh para pihak, sedang dalam arti sempit perjanjian disini
hanya ditujukan pada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum
kekayaan saja seperti yang termaksud dalam Buku III KUHPerdata.50
48Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Intermasa, 1987) hal. 1. 49Ibid, hal.79 50 J. Satrio, Hukum Perikatan, (Bandung: Alumni, 1992) hal. 23.
30
Universitas Sumatera Utara
31
Ahmadi Miru juga mengatakan bahwa :
Perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang, perikatan yang
bersumber dari undang-undang dibagi dua, yaitu dari undang-undang saja
dan dari undang-undang karena perbuatan manusia. Selanjutnya perikatan
yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia dapat dibagi dua
yaitu, perbuatan yang sesuai hukum dan perbuatan yang melanggar hukum.51
Untuk mengetahui yang dimaksud dengan perjanjian, berikut dikemukakan
pendapat para sarjana. Dalam mendefinisikan perjanjian, para Sarjana Hukum belum
mempunyai pendapat yang sama. Perbedaan dalam memberikan definisi perjanjian
disebabkan karena penerjemahan kata Verbintenis dan Overeenkomst. Sebagian
sarjana menerjemahkan perjanjian untuk verbintenis dan persetujuan untuk kata
overeenkomst.52
Sedangkan Utrecht menterjemahkan “perhutangan untuk verbintenis
dan perjanjian overeenkomst.”53
Berdasarkan pada pasal 1313 KUHPerdata : “ Suatu persetujuan adalah
suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
1 (satu) orang lain atau lebih.54
”Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua
orang atau dua pihak. Berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal
dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu.55
Suatu perjanjian harus dianggap lahir pada waktu tercapainya kesepakatan antara
kedua belah pihak. Orang yang hendak membuat perjanjian harus menyatakan
kehendaknya dan kesediaannya untuk mengikatkan dirinya. Pernyataan kedua belah
51 Ibid. hal. 2. 52 Ahmad Ichsan, Hukum Perdata I B, (Jakarta:Pembimbing Masa, 1999)hal 14. 53 Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Bulan, 1995) hal 320. 54 Lihat Pasal 1313 KUHPerdata 55Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan,
(Yogyakarta : Liberty, 1984) hal. 28.
Universitas Sumatera Utara
32
pihak bertemu dan sepakat penting untuk menunjukkan telah lahirnya suatu
perjanjian.56
Meskipun bukan yang paling dominan, namun pada umumnya sejalan
dengan sifat dari Buku III KUH Perdata yang bersifat terbuka, perikatan yang lahir
dari perjanjian merupakan yang paling banyak terjadi dalam kehidupan manusia
sehari-hari dan yang juga ternyata banyak dipelajari oleh ahli hukum, serta
dikembangkan secara luas menjadi aturan-aturan hukum positif yang tertulis oleh
para legislator.57
Rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313 KUHPerdata mengisyaratkan
bahwa sesungguhnya dari suatu perjanjian lahirlah hak dan kewajiban atau prestasi
dari setiap masing-masing pihak, bahwasanya pihak-pihak yang berjanji memiliki hak
dan kewajiban akibat dari perjanjian yang mereka buat. Rumusan tersebut
memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua
pihak, di mana satu pihak adalah pihak yang wajib memberikan prestasi (debitur) dan
pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditur). Subekti
mengemukakan bahwa “perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji
kepada orang lain atau lebih, dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan suatu hal”.58
Suatu hal yang dimaksud adalah hak dan kewajiban dari
para pihak yang membuat akta perjanjian. Hak dan kewajiban yang dimaksud
56R. Subekti, Op. Cit, hal. 138 57Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Jaminan FidusiaI, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), hal. 13. 58 R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta:Intermasa, 1994) hal.14.
Universitas Sumatera Utara
33
tersebut merupakan objek perjanjian. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi
kedua belah pihak untuk mewujudkan perjanjian tersebut.
Salim HS mengatakan bahwa pada prinsipnya kontrak dari aspek namanya
dapat digolongkan dalam 2(dua) macam , yaitu :59
1. Kontrak Nominaat, merupakan kontrak atau perjanjian yang dikenal dalam
KUHPerdata seperti jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, pinjam meminjam,
pinjam pakai, persekutuan perdata, hibah, penanggungan utang, perjanjian untung-
untungan dan perdamaian.
2. Kontrak Innominat, merupakan atau perjanjian di luar KUHPerdata yang tumbuh
dan berkembang dalam praktik atau akibat adanya asas kebebasan berkontrak
sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) seperti kontrak product sharing,
kontrak karya, kontrak konstruksi, sewa beli, leasing dan sebagainya.
Hukum perikatan mempunyai sistem terbuka seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, sedangkan hukum benda mempunyai sistim yang tertutup. Sistem
terbuka adalah orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian,
perjanjian apapun dan bagaimanapun isinya yang mereka kehendaki, baik yang diatur
dalam undang-undang maupun tidak diatur dalam undang-undang.60
Perjanjian
bangun bagi dapat digolongkan kepada kontrak Innominat, dimana perjanjian bangun
bagi tidak terdapat dalam KUHPerdata, tetapi bukan berarti para pihak tidak dapat
menggunakan perjanjian bangun bagi sebagai konsep dalam melakukan bisnisnya.
Dengan adanya kebebasan berkontrak yang terdapat dalam pasal 1338 (1)
KUHPerdata maka perjanjian bangun bagi dapat dilakukan dengan berpedoman pada
KUHPerdata. Selanjutnya dalam rumusan Pasal 1313 KUH Perdata dan Pasal 1314
59 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, (Jakarta:Sinar
b. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tidak sebagaimana yang dijanjikan;
c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan, Setiawan bahwa : “jika debitur tidak
melaksanakan kewajibannya bukan karena keadaan memaksa, maka debitur dianggap
melakukan ingkar janji”. Tidak dipenuhinya kewajiban itu ada dua kemungkinan
alasannya yaitu:
a) Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun kelalaian;
b) Karena keadaan memaksa (force majeur), jadi diluar kemampuan debitur, debitur
tidak bersalah.
Bentuk-bentuk wanprestasi antara lain:79
(1) Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali, artinya debitur tidak memenuhi
kewajiban yang telah disanggupinya untuk dipenuhi dalam suatu perjanjian,
atau tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan undang-undang dalam
perikatan yang timbul karena undang-undang.
(2) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru. Disini debitur
melaksanakan atau memenuhi apa yang diperjanjikan atau apa yang
ditentukan dalam perjanjian atau menurut kualitas yang ditetapkan undang-
undang.
(3) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya. Disini debitur
memenuhi prestasi tetapi terlambat. Waktu yang ditetapkan dalam perjanjian
tidak dipenuhi.
Subekti menambah satu lagi bentuk wanprestasi yaitu: melakukan sesuatu
menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Sehubungan dengan ingkar janji
/wanprestasi tersebut, timbul persoalan jika debitur yang tidak memenuhi prestasi
tepat pada waktunya harus dianggap terlambat atau tidak mampu memenuhi prestasi
79 Setiawan R, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung : PT. Bina Cipta) hal 18.
Universitas Sumatera Utara
45
sama sekali, sedangkan jika prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya,
maka digolongkan ke dalam terlambat memenuhi prestasi secara tidak baik, ia
dianggap terlambat memenuhi prestasi jika prestasinya masih dapat diperbaiki, dan
jika tidak, maka dianggap tidak memenuhi prestasi sama sekali.80
Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah
hukuman atau sanksi salah satunya yaitu:
a. Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur
(Pasal 1243 KUHPerdata). Ketentuan ini berlaku untuk semua perikatan.
b. Dalam perjanjian timbal balik (bilateral), wanprestasi dari satu pihak memberikan
hak kepada pihak lainnya untuk membatalkan atau memutuskan perjanjian lewat
hakim (Pasal 1266KUHPerdata).
c. Risiko beralih kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal 1237 ayat
(2) KUHPerdata). Ketentuan ini hanya berlaku bagi perikatan untuk memberikan
sesuatu.
d. Membayar biaya perkara apabila diperkarakan dimuka hakim (Pasal 181 ayat (1)
HIR). Debitur yang terbukti melakukan wanprestasi tentu dikalahkan dalam
perkara. Ketentuan ini berlaku untuk semua perikatan.
e. Memenuhi perjanjian jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan perjanjian
disertai dengan pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267KUH Perdata). Ini berlaku
untuk semua perikatan.
Dari akibat hukum tersebut di atas, kreditur dapat memilih diantara beberapa
kemungkinan tuntutan terhadap debitur yaitu: dapat menuntut pemenuhan perikatan
atau pemenuhan perikatan disertai dengan ganti kerugian, atau menuntut ganti
kerugian saja atau menuntut pembatalan perjanjian lewat hakim atau menuntut
pembatalan perjanjian disertai dengan ganti kerugian.81
Sehubungan dengan hal
tersebut , ganti kerugian yang dapat dituntut atas dasar wanprestasi berupa:
80 Ibid. 81 Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan
Perdagangan,(Bandung:Citra Aditya Bakti) hal 24.
Universitas Sumatera Utara
46
a. Biaya, yaitu kerugian berupa biaya-biaya konkret yang telah dikeluarkan;
b. Rugi, yaitu kerugian yang sungguh-sungguh menimpa harta bendanya;
c. Bunga, yaitu keuntungan yang akan diperolehnya seandainya pihak debitur lalai.
C. Tugas dan Kewenangan Jabatan Notaris dalam pembuatan akta perjanjian
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik
dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau
berdasarkan undang-undang lainnya, sekilas pengertian Notaris yang tercantum
dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang
selanjutnya disebut dengan UUJN. Menurut Pasal 15 ayat 1 UUJN, Notaris
berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan
penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta Autentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse,
salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang.82
Tugas utama Notaris adalah membuat dokumen-dokumen hukum yang
dikenal dengan akta autentik, dan menurut Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana untuk selanjutnya disebut KUHAP, akta autentik sebagai produk
82 Bandingkan dengan Pasal 1 UUJN Notaris mempunyai tugas untuk membuat akta
autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan
umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik.
Universitas Sumatera Utara
47
Notaris dikategorikan sebagai alat bukti surat.83
Dalam hal ini akta autentik yang
dibuat Notaris merupakan alat bukti yang sah ataupun dalam proses penyidikan
fungsinya untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan Notaris jika terjadi suatu
sengketa. Pelayanan jabatan Notaris maksudnya adalah untuk membebaskan anggota
masyarakat dari penipuan dan kepada orang-orang tertentu memberikan kepastian
terhadap hilangnya hak-hak mereka, sehingga untuk kepentingan tersebut diperlukan
tindakan-tindakan preventif yang khusus, antara lain juga mempertahankan
kedudukan akta-akta autentik khususnya akta-akta Notaris.84
Notaris merupakan suatu jabatan sebagai pejabat umum yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan dengan kewenangan untuk membuat segala perjanjian
dan akta serta yang dikehendaki oleh yang berkepentingan.85
Hal ini sesuai dengan
yang tercantum dalam pasal 15 UUJN, yaitu:
1. Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan perjanjian,
dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, memberikan grosse, salinan dan
kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan
oleh undang-undang.
2. Notaris berwenang pula
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah
tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus.
83 Bandingkan pasal 1 angka 1 dan 7 UUJN dengan pasal 184 KUHAPidana yang berbunyi
:”alat bukti yang sah ialah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk,dan keterangan terdakwa. 84 Muhammad Adam, Asal Usul Dan Sejarah Notaris, (Bandung:Sinar Baru, 1995) , hal 45. 85 Suhrawadi K. Lubis, Etika Profesi Hukum,(Jakarta: Sinar Grafika, 1994), hal 59.
Universitas Sumatera Utara
48
c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan
d. Melakukan pengesahaan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta
f. Membuat akta berkaitan dengan pertanahan
g. Membuat akta risalah lelang.
Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik,
selain itu tugas sehari-hari notaris dapat melakukan hal-hal:86
1. Bertindak sebagai penasehat hukum, terutama yang menyangkut masalah hukum
perdata khususnya bertaliandengan akta yang akan, sedang dan telah dibuat
dihadapannya.
2. Mendaftarkan akta-akta surat-surat di bawah tangan.
3. Melegalisir tanda tangan.
4. Membuat dan mengesahkan salinan turunan berbagai dokumen.
5. Mengusahakan disahkannya badan-badan seperti Perseroan Terbatas dan
perkumpulan, agar memperoleh persetujuan pengesahan sebagai badan hukum dari
Mentri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
6. Membuat keterangan Hak Waris (di bawah tangan).
7. Pekerjaan lain yang bertalian dengan lapangan yuridis dan perpajakan, seperti
urusan bea materai dan sebagainya.
Pada pasal 15 ayat (2) huruf e UUJN dikatakan bahwa Notaris juga
berwenang dalam hal memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan
pembuatan akta, dari uraian tersebut dapat diketahui bahwasanya Notaris tidak hanya
berkewenangan membuat akta tetapi juga memberikan nasehat atau advis hukum
yang berkenaan dengan akta yang dibuatnya dan juga berwenang atau dapat bertindak
sebagai pihak yang memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan
akta. Dalam hal ini Notaris dapat bertindak dalam upaya mencegah dan menghindari
munculnya problematika dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi. notaris dapat
86 Sri Kastini, Peraturan Jabatan Notaris, (Medan:USU-Press,1997), hal 38.
Universitas Sumatera Utara
49
melakukan upaya mencegah terjadinya sengketa antara dua belah pihak dikarenakan
pada saat proses pembuatan akta perjanjian bangun bagi Notaris memiliki
kewenangan penuh untuk memberikan penyuluhan, penjelasan akan tindakan hukum
dan akibat hukum atas perjanjian yang akan dibuat kedua belah pihak.
Selain itu, notaris juga mempunyai wewenang yang meliputi 4 hal, yaitu:87
a. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat
b. Notaris harus berwenang sepanjang orang-orang untuk kepentingan siapa akta itu
dibuat
c. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat
d. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.
Pada dasarnya berdasarkan uraian di atas bahwa Notaris sebagai pejabat umum
menjalankan tugas dari pemerintah, dan pembuat undang-undang mengharuskan
Notaris untuk memberikan bantuannya dalam perbuatan-perbuatan hukum tertentu
yang dianggap penting sehingga memberikan kepastian hukum.
Notaris selaku pejabat pembuat akta autentik dalam tugasnya melekat pula
kewajiban yang harus dilaksanakan. Hal ini sesuai ketentuan dalam pasal 16 ayat (1)
UUJN, dinyatakan bahwa dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban :
a. Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak
yang terkait dalam perbuatan hukum
b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari
protokol Notaris
c. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada minuta akta
d. Mengeluarkan Grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta berdasarkan minuta
akta
e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali
ada alasan untuk menolaknya
87 G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta:Erlangga, 1992), hal.49.
Universitas Sumatera Utara
50
f. Merahasiakan sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang
diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali
undang-undang menetukan lain
g. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1(satu) bulan menjadi buku yang memuat
tidak lebih dari 50(lima puluh) Akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat
dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan
mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap
buku
h. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya
surat berharga
i. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu
pembuatan akta setiap bulan
j. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf I atau daftar nihil
yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementrian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5(lima)
hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya
k. Mencatat dalam reportorium tanggal pengiriman daftar wasiat oada setiap akhir
bulan
l. Mempunyai cap atau stempel yang memuat lambing Negara Republik Indonesia
dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan jabatan dan yempat kedudukan
yang bersangkutan
m. Membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2(dua)
orang saksi, atau 4(empat) orang saksi khusus untuk pembuatan akta wasiat di
bawah tangan dan ditandatangani saat itu juga oleh penghadap,saksi, dan Notaris
n. Menerima magang calon Notaris
Selain daripada ketentuan dalam pasal 16 ayat (1) huruf b UUJN khusus mengatur
tentang Akta Minuta, maka Akta Minuta dapat dibatalkan , karena notaris membuat
akta originali. Adapun akta originali tersebut yang terdapat dalam pasal 16 ayat (3)
Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. Akta pembayaran uang sewa, bunga dan pensiun
b. Akta penawaran pembayaran tunai
c. Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga
d. Akta kuasa
e. Akta keterangan kepemilikan
f. Akta lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
Universitas Sumatera Utara
51
Berkaitan dengan pasal 16 UUJN di atas, maka notaris dalam menjalankan profesinya
selain memiliki tugas dan wewenang dalam menjalankan jabatannya, notaris juga
memiliki larangan-larangan yang harus dihindari, yaitu yang terdapat dalam pasal 17
UUJN dinyatakan bahwa Notaris dilarang:
a. Menjalankan jabatan di luar jabatannya
b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7(tujuh) hari kerja berturut-turut
tanpa alasan yang sah
c. Merangkap sebagai pegawai negeri
d. Merangkap sebagai pejabat Negara
e. Merangkap sebagai advokat
f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik Negara,
badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta
g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang
Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris
h. Menjadi Notaris pengganti atau
i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan
atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan
Notaris.
Menurut Ismael Saleh yang dikutip Liliana dalam pelaksanaan tugasnya
notaris perlu memperhatikan apa yang disebut perilaku profesi yang memiliki unsur-
unsur sebagai berikut:88
1. Mempunyai integritas moral yang mantap
2. Harus jujur terhadap client maupun diri sendiri (kejujuran intelektual)
3. Sadar akan batas kewenangannya
4. Tidak semata-mata berdasarkan uang.
Selain itu, dalam pelaksanaan tugasnya notaris harus dapat bersikap netral dan tidak
memihak dan berperan dalam keadaan damai. Dengan demikian, notaris merupakan
Pemberian kuasa dalam perjanjian bangun bagi dilakukan pemilik tanah
kepada developer, dimana kuasa tersebut bertindak sesuai dengan hal yang
diperjanjikan sesuai kesepakatan para pihak, pemberian kuasa yang dilaksanakan
Nyonya X kepada Tuan Y melalui Akta Kuasa Menjual dalam bentuk akta yang
dibuat di hadapan Notaris. Pasal 1792 KUHPerdata terkait pemberian kuasa, yang
menentukan sebagai “suatu persetujuan seseorang sebagai pemberi kuasa dengan
orang lain sebagai penerima kuasa guna melakukan suatu perbuatan/tindakan untuk
dapat “atas nama” “si pemberi kuasa”. Dengan demikian, berdasarkan pada pasal
1792 KUHPerdata sifat dari pemberian kuasa adalah “mewakilkan” atau
“perwakilan”. Mewakilkan masksudnya pemberi kuasa mewakilkan kepada si
penerima kuasa untuk mengurus dan melaksanakan kepentingan si pemberi kuasa,
adapun arti kata atas nama yang dimaksud dalam pasal ini adalah si penerima kuasa
berbuat atau bertindak mewakili si pemberi kuasa.97
Oleh karena itu sebenarnya
kedudukan Tuan Y atau developer sebagai perwakilan dari nyonya X terhadap segala
pengurusan surat-surat dihadapan pihak yang berwenang.
Kuasa menjual sekurang-kurangnya diberikan dalam bentuk akta kuasa yang
dilegalisasi di hadapan notaris. Tidak ada ketentuan yang mengaturnya secara tegas.
Kuasa menjual ini sering dimanfaatkan oleh developer dimana dengan adanya kuasa
menjual developer dapat menjual tanpa harus dihadiri oleh pemilik tanah. Dalam
perjanjian bangun bagi, status kepemilikian tanah pada saat proses pelaksanaan tidak
berpindah ke tangan developer, sehingga sifat “mewakilkan” dan “perwakilan” dari
97 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal, 306.
Universitas Sumatera Utara
61
kuasa menjual dimanfaatkan agar dapat memindah tangankan rumah toko tersebut
dari developer kepada pembeli melalui surat-surat atas nama pemilik tanah.
Developer yang beritikad tidak baik memanfaatkan kuasa menjual untuk
keuntungannya, sebagai contoh dimana developer berjanji kepada pemilik tanah
bahwa akan membangun ruko di atas tanah pemilik tanah sebanyak 5(lima) unit,
developer berjanji akan memberikan bagian pemilik tanah sebanyak 2(dua) unit dan
sisanya 3(tiga) unit merupakan milik developer, tanah tersebut masih atas nama
pemilik tanah, maka dibuatlah kuasa menjual agar dikemudian hari developer dapat
menjual yang bagiannya tanpa harus dihadiri oleh pemilik tanah.
Pada proses pelaksanaannya, banyak developer yang tidak melakukan sesuai
yang terdapat dalam perjanjian, dimana dalam perjanjian developer tidak dapat
menjual bagiannya jika tidak menyelesaikan terlebih dahulu ruko milik pemilik tanah,
Tetapi developer menyalah gunakan kuasa menjual tersebut agar bagiannya cepat
laku dan developer mendapat keuntungan. Problematika yang muncul dimana
developer menjual bagiannya terlebih dahulu berdasarkan kuasa menjual sebelum
menyelesaikan bangunan milik pemilik tanah, setelah bagian miliknya habis,
developer pergi begitu saja tanpa menyelesaikan pembangunan. Maka hal ini
menimbulkan kerugian bagi pihak pemilik tanah, dimana developer dapat
meninggalkan pembangunan ruko milik pihak pertama sekalipun belum selesai.
Hal tersebut juga terjadi diantara Nyonya X dan Tuan Y, dimana dalam
perjanjiannya tertera dalam pasal 7 bahwa para pihak membuat Akta Kuasa Menjual
dimana Nyonya X memberikan kuasa kepada Tuan Y, dan dalam perjanjian itu
Universitas Sumatera Utara
62
dijelaskan bahwa kuasa menjual tersebut dibuat setelah akta perjanjian yang
bernomor berturut-turut setelah akta perjanjian, dalam pasal 7 tersebut dijelaskan
tentang kuasa tersebut serta menyebutkan “apabila ternyata pihak kedua telah
menjual rumah-rumah tersebut sebelum rumah-rumah yang disediakan bagi pihak
pertama selesai, maka hal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak kedua
sendiri.”98
Pada pelaksanaannya Tuan Y tidak menyelesaikan pembangunan milik
pihak pertama, tetapi menjual bangunan miliknya kepada pihak ketiga atau pembeli,
artinya Tuan Y melanggar pasal 7 dalam perjanjian, Tuan Y tanpa diketahui Nyonya
X telah menjual bagiannya kepada pihak lain, maka dapat dikatakan Tuan Y
memegang akta kuasa menjual tersebut dan menyalahgunakannya. Jika dilihat dari
kasus tersebut, mengapa Tuan Y dapat menjual bagiannya sebelum menyelesaikan
bangunan pihak pertama dapat dipastikan karena Tuan Y memegang Kuasa Menjual
tersebut, jika kuasa menjual tersebut tidak berada di tangannya transaksi tidak dapat
dilakukan dengan pembeli, karena terjadinya Jual-Beli hanya dapat berlangsung dari
Tuan Y kepada pihak lain hanya dimungkinkan atas dasar kuasa menjual. Kuasa
menjual dapat dipegang oleh developer, tidak ada larangan akan hal tersebut dan para
pihak yang membuat perjanjian pada saat itu tidak ada meminta kepada Notaris untuk
memegang Kuasa Menjual tersebut sampai bangunan Nyonya X selesai, alasan para
pihak pada saat itu karena Tuan Y mengeluarkan uang tunai yang diserahkan kepada
98 Bandingkan dengan pasal 7 Lampiran Akta Perjanjian Pembangunan Rumah dan
Penentuan Bagian dan angka 8 tentang duduk perkara Putusan Nomor 51X/Pdt.G/2013/PN Mdn, hal.
3-4.
Universitas Sumatera Utara
63
Nyonya X sebesar Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah), dalam perjanjian bahwa
biaya pembangunan rumah toko Nyonya X seluruhnya ditanggung oleh Tuan Y, serta
segala biaya pengurusan surat-surat yang berkaitan juga ditanggung oleh Tuan Y
sehingga Nyonya X setuju kuasa menjual tersebut dipegang oleh Tuan Y.99
Pada dasarnya tidak ada larangan yang menyatakan kuasa menjual tersebut
dipegang oleh developer, tetapi oleh karena kuasa menjual tersebut dapat
dimanfaatkan dengan itikad tidak baik, sebaiknya Notaris ataupun para pihak
menentukan pengaturan sendiri tentang hal tersebut dengan tujuan menghindari
sengketa. Oleh karena itu, Nyonya X mengajukan gugatannya yang tertanggal 16
September 2013 ke Pengadilan Negeri Medan. Dalam tentang duduk perkara nomor 9
dan 10 dijelaskan bahwa Nyonya X menuntut batal demi hukum jika ruko tersebut
telah pindah tangan kepada pihak lain.100
Berdasarkan uraian di atas, problematika
kuasa menjual tersebut juga berkaitan erat dengan problematika yang muncul lainnya
dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi dimana dengan tidak selesainya
pembangunan yang diadakan oleh developer, maka developer pasti tidak melakukan
penyerahan kepada pemilik tanah, dan developer meninggalkan begitu saja
pembangunan tersebut.101
99 Hasil Wawancara dengan Notaris Z , Notaris di Medan, pada tanggal 12 September 2014. 100 Bandingkan dengan tentang duduk perkara nomor 9 dan 10 Lampiran Putusan Nomor
51X/Pdt.G/2013/PN.Mdn. 101
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
64
2. Levering (Penyerahan)
Levering merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik karena
adanya pemindahan hak milik dan seseorang yang berhak memindahkannya kepada
orang lain yang berhak memperoleh hak milik. Cara memperoleh hak milik dengan
levering merupakan cara yang paling banyak dilakukan dalam kehidupan masyarakat
sekarang.
Yang dimaksud hak milik dalam KUHPerdata pasal 570 adalah:
“Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan
dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan
kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan undang-undang atau
Peraturan yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak
menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain kesemuanya itu
dengan tidak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi
kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang dengan
pembayaran ganti rugi.”
Karena “di dalam hak milik juga ada fungsi sosial yang bermanfaat bagi
orang lain.”102
Perkataan levering mempunyai dua arti yaitu :
1. Perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan belaka (fetelijke levering)
2. Perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik kepada orang lain
(juridische levering).103
Sedangkan levering menurut KUHPerdata pasal 1475 “penyerahan adalah
suatu pemindahan barang yang telah dijual ke dalam kekuasaan dan kepunyaan
pembeli.” Melihat pengertian-pengertian levering di atas dapat diambil kesimpulan
102 Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat,
(Sinar Grafika:1993) hal. 36. 103 Ridwan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, (Bandung:Alumni,2004)
hal. 132
Universitas Sumatera Utara
65
bahwa levering merupakan perbuatan hukum yang dilakukan untuk memindahkan
hak kepemilikan atas barang dari penjual ke pembeli.
a. Macam-macam Levering
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa levering merupakan
perbuatan hukum (yuridis) yang bertujuan untuk memindahkan hak milik atas suatu
barang yang diperjualbelikan dari penjual ke pembeli. Kewajiban menyerahkan hak
milik bagi penjual meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk
mengalihkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan. Hukum dalam arti luas
adalah “rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang sebagai anggota
masyarakat.”104
Sedangkan yang dimaksud barang atau benda adalah “segala sesuatu
yang dapat dikuasai dengan hak milik, tanpa mempedulikan jenis atau wujudnya.”105
Secara umum dalam hukum perdata benda dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu barang bergerak dan tidak bergerak, maka menurut pembagian benda,
levering juga dibedakan menjadi dua macam, yaitu levering benda bergerak dan
levering benda tak bergerak. Sebagaimana Pasal 504 KUHPerdata yang berbunyi
“tiap-tiap kebendaan adalah bergerak atau tak bergerak satu sama lain menurut
ketentuan-ketentuan dalam kedua bagian berikut.”
1) Levering benda bergerak
Benda bergerak dalam KUHPerdata dibagi menjadi 2(dua) macam, yaitu
benda bergerak berwujud dan benda bergerak tidak berwujud. Adapun benda
104 Wirjono Pradjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, (Bandung:Sumur,1995), hal.29. 105 Kartini Mulyadi, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan dan Kebendaan Pada
Umumnya, (Jakarta: Kencana, 2005) hal. 31.
Universitas Sumatera Utara
66
bergerak mempunyai sifat atau cirri-ciri dapat dipindahkan. Pasal 509 KUHPerdata
berbunyi “kebendaan bergerak karena sifatnya adalah kebendaan yang dapat
berpindah atau dipindahkan.”
a) Benda bergerak berwujud
Benda bergerak berwujud, levering dilakukan dengan cara penyerahan
bendanya kepada orang yang berhak menerima, yang disebut “penyerahan nyata”
(ferlejke levering) atau dengan menyerahkan kunci dimana benda ini disimpan. Hal
ini berdasarkan Pasal 612 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi : “Penyerahan
kebendaan bergerak yang tak bertubuh dilakukan dengan penyerahan nyata akan
kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan menyerahkan kunci dari
bangunan dalam mana kebendaan itu berada.”
b) Levering benda bergerak tidak berwujud
Benda bergerak tidak berwujud dalam KUHPerdata adalah berupa hak-hak
piutang. Sedangkan piutang itu sendiri dibedakan menjadi tiga macam yaitu piutang
atas bawah (aan toonder), piutang atas nama (op naam) dan piutang atas pengganti
(aan order).
(1) Levering surat piutang atas bawa (aan toonder)
Dalam pasal 1239 KUHPerdata memberikan pengaturan sebagai berikut
“tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu,atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si
berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam
kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga.” Dalam pasal 1338
KUHPerdata bahwa para pihak dalam suatu perjanjian diberikan suatu kebebasan
berkontrak, dimana para pihak bebasmenentukan isi-isi dalam perjanjian ataupun
klausul-klausul perjanjian tersebut, begitu juga halnya denda, ganti rugi, dan
bunganya. Sekalipun demikian, perjanjian tersebut harus tetap dibuat dan
dilaksanakan dengan itikad baik serta mengindahkan kepatutan, kebiasaan dan
Undang-Undang seperti yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat 3 dan 1339
KUHPerdata.
146 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal 89.
Universitas Sumatera Utara
112
Ganti rugi karena wanprestasi diatur dimulai dari Pasal 1243 KUHPerdata
yang menyatakan penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak terpenuhinya suatu
perikatan atau perjanjian yang telah dibuat, barulah mulai diwajibkan. Ganti rugi
karena wanprestasi adalah suatu bentuk ganti rugi yang dibebankan kepada debitur
yang tidak memenuhi isi perjanjian yang telah dibuat antara kreditur dengan
debitur147
dalam hal ini anatara developer dan pemilik tanah serta calon pembeli.
Dengan melihat uraian di atas, pasal dalam KUHPerdata yang mengatur tentang ganti
rugi, denda serta bunga tersebut dapat dijadikan suatu bentuk upaya mencegah
terjadinya masalah dalam proses pelaksanaan perjanjian bangun bagi. Dengan
dicantumkannya biaya ganti kerugian, denda, dan bunganya dalam kalusula akta
perjanjian tersebut, pihak-pihak yang berjanji akan lebih enggan untuk tidak menepati
janjinya sesuai dengan tujuan awal. Pasal 8 akta tersebut menuliskan:
“Apabila pihak kedua tidak menyelesaikan bangunan-bangunan rumah tersebut
tepat pada waktunya, maka untuk setiap hari keterlambatan pihak kedua harus
membayar ganti kerugian atau denda kepada pihak pertama berupa uang
sebesar Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) yang harus dibayar dengan seketika
dan sekaligus pada saat hari terahir denda, denda mana hanya berlaku untuk
2(dua) bulan dan setelah lewat masa denda pihak pertama dapat menunjuk
pihak ketiga untuk menyelesaikan bangunan yang menjadi milik pihak pertama
dengan tanggungan dan biaya yang wajib ditanggung oleh pihak kedua.”
147 Salim HS, Op. Cit , hal.100.
Universitas Sumatera Utara
113
Dari uraian klausula di atas, bahwa sanksi bagi pihak kedua jika tidak
memenuhi janjinya adalah membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau
dengan singkat dinamakan ganti rugi dan selanjutnya peralihan resiko. Kedua hal ini
yang terdapat dalam klausula di atas sesuai dengan yang diuraikan oleh Subekti.
Menurut pasal 1243 KUHPerdata, “penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak
dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berhutang, setelah
dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang
harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan dan dalam tenggang waktu
yang telah dilampaukannya.” Berdasarkan pasal ini, ada dua cara penentuan titik awal
perhitungan ganti kerugian, yaitu sebagai berikut:148
1. Jika dalam perjanjian ini tidak ditentukan jangka waktu, pembayaran ganti
kerugian mulai dihitung sejak pihak tersebut telah dinyatakan lalai, tetapi tetap
melalaikannya.
2. Jika dalam perjanjian tersebut telah ditentukan jangka waktu tertentu, pembayaran
ganti kerugian mulai dihitung sejak terlampauinya jangka waktu yang telah
ditentukan tersebut.
Sesuai dengan uraian di atas tentang titik awal perhitungan ganti kerugian,
dalam akta perjanjian tersebut tercantum dalam pasal 6 bahwa pembangunan
perumahan tersebut diminta oleh pemilik tanah selesai dalam tempo 12 bulan sejak
Surat Izin Mendirikan Bangunannya telah resmi dikeluarkan dari pihak yang
berwenang. Maka dikaitkan dengan isi pasal 8 akta tersebut bahwa ganti kerugian
akan dimulai terhitung sejak 1 hari setelah berjalan 12(delapan belas bulan), ditandai
dengan kalimat “Apabila pihak kedua tidak menyelesaikan bangunan-bangunan
148 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan (penjelasan makna Pasal 1233 sampai
1456BW), (Jakarta: Rajawali Pers, 2012) hal 13.
Universitas Sumatera Utara
114
rumah tersebut tepat pada waktunya….”. Tepat pada waktunya yang dimaksud adalah
12(dua belas) bulan.
Yang dimaksud dengan ganti kerugian itu ialah ganti kerugian yang timbul
karena debitur melakukan wanprestasi karena lalai. Ganti kerugian itu haruslah
dihitung berdasarkan nilai uang, jadi harus berupa uang bukan berupa barang.
Berdasarkan pasal 1246 KUHPerdata ganti kerugian terdiri dari 3 (tiga) unsur, yakni :
1. Ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan (cost), misalnya ongkos cetak, biaya
materai, biaya iklan.
2. Kerugian karena kerusakan, kehilangan atas barang kepunyaan kreditur akibat
kelalaian debitur (damages). Kerugian disini adalah sungguh-sungguh diderita,
misalnya busuknya buah-buahan karena keterlambatan penyerahan, ambruknya
sebuah rumah karena salah konstruksi sehingga merusak perabot rumah tangga,
lenyapnya barang karena terbakar.
3. Bunga atau keuntungan yang diharapkan (interest). Karena debitur lalai, kreditur
kehilangan keuntungan yang diharapkannya.
Dalam ganti kerugian itu tidak senantiasa ketiga unsur itu harus ada.
Minimal ganti kerugian itu adalah kerugian yang sesungguhnya diderita oleh kreditur
(unsur 2).149
Klausula yang tertulis dalam akta tersebut mencantumkan ganti kerugian
atau denda dalam bentuk uang dengan menyebutkan “…..maka untuk setiap hari
keterlambatan pihak kedua harus membayar ganti kerugian atau denda kepada pihak
pertama berupa uang sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) yang ….”. Putusan
hakim menyatakan bahwa tergugat atau Tuan Y harus membayar senilai Rp.
2.406.000.000,- (dua miliar empat ratus enam juta rupiah) dimana antara lain terdiri
dari 2 (dua) ruko milik penggugat pada saat itu senilai Rp. 800.000.000,- (delapan
ratus juta) setiap 1 (satu) ruko sehingga harganya menjadi 1.600.000.000,-(satu miliar
149 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 40.
Universitas Sumatera Utara
115
enam ratus juta rupiah), lalu jika diperdagangkan dapat keuntungan 3% sehingga jika
dinominalkan selama 4 (empat) tahun totalnya adalah Rp. 2.400.000.000,- (dua miliar
empat ratus juta rupiah) dan ditambah denda Rp 6.000.000,- (enam juta rupiah)
menjadi Rp. 2.406.000.000,- (dua miliar empat ratus enam juta rupuah). Dasar
pertimbangan tersebut berasal dari 2 (dua) ruko seharga 1.600.000.000 (satu miliar
enam ratus juta) merupakan kerugian penggugat, 3% (tiga persen) merupakan bunga
dan Rp 6.000.000 (enam juta rupiah) merupakan denda. Oleh karena itu, dasar
pertimbangan hakim memberi putusan tersebut berdasarkan kerugian penggugat oleh
sesuatu yaitu ruko, bunga , dan denda berdasarkan pasal 1246 KUHPerdata.
Meskipun debitur telah melakukan wanprestasi dan diharuskan membayar
sejumlah ganti kerugian, undang-undang masih memberikan pembatasan-pembatasan
yaitu: dalam hal ganti kerugian yang sebagaimana seharusnya dibayar oleh debitur
atas tuntutan kreditur. Pembatasan-pembatasan itu diberikan undang-undang sebagai
bentuk perlindungan terhadap tersebut dapat kita liat pada pasal 1247 dan 1248
KUHPerdata.
Pasal 1247 KUHPerdata :
“Si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya, rugi, dan bunga yang nyata
telah, atau sedianya harus dapat diduganya sewaktu perikatan dilahirkan,
kecuali jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan sesuatu tipu
daya yang dilakukan olehnya.”
Pasal ini sebagai penegasan tentang pembatasan ganti kerugian yang dapat
dituntut dari debitur, yaitu kerugian yang nyatanya telah dapat diperhitungkan pada
Universitas Sumatera Utara
116
saat perjanjian tersebut dibuat oleh para pihak.150
Pasal 1248 KUHPerdata berisikan
“Bahkan jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan tipu daya si berutang,
penggantian biaya, rugi, dan bunga sekedar mengenai kerugian yang dideritanya oleh
si berpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang
merupakan akibat langsung dari tak dipenuhinya perikatan.” Pasal ini sebenarnya
memberikan juga perlindungan kepada debitur yang walaupun melakukan tipu daya
terhadap kreditur, ganti kerugian yang harus dibayarnya hanya meliputi kerugian
langsu ng sebagai akibat wanprestasinya debitur.151
Dari ketentuan dua pasal ini dapat diketahui bahwa ada dua pembatasan
kerugian :
a. Kerugian yang dapat diduga ketika membuat perikatan.
b. Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi (lalai).152
Penggantian biaya, rugi dan bunga itu hanya harus dibayar terhitung mulai
dari ia minta di muka Pengadilan, kecuali dalam hal-hal dimana undang-undang
menetapkan bahwa ia berlaku demi hukum.” Maksud pasal ini adalah bahwa setiap
tagihan yang berupa uang, yang pembayarannya terlambat dilakukan oleh pihak
debitur, maka tuntutan ganti kerugian tidak boleh melebihi ketentuan bungan
moratorium (bunga menurut undang-undang).153
Sekalipun pihak kedua mendapat
150 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op.Cit, hal 16. 151 Ibid. 152 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal 41. 153 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op.Cit, hal 18.
Universitas Sumatera Utara
117
hukuman berupa ganti rugi, denda, maupun bunga, tetapi KUHPerdata membatasi
juga hukuman tersebut dengan uraian-uraian di atas.
b. Pembatalan perjanjian melalui putusan hakim
Selain upaya ganti rugi, upaya pembatalan perjanjian melalui putusan hakim
juga merupakan salah satu solusi dalam penyelesaian masalah. Pasal 1266
KUHPerdata menjelaskan bahwa “syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam
persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak
memenuhi kewajibannya.” Pasal 1267 KUHPerdata mengatakan bahwa “pihak yang
terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih; memaksa pihak yang lain untuk
memenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan
persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga.”
Pengertian pembatalan mengandung dua macam kemungkinan alasan yaitu
pembatalan karena tidak memenuhi syarat subyektif, dan pembatalan karena adanya
wanprestasi dari debitur. Pada dasarnya jika dilihat dari kesimpulan pasal di atas,
pembatalan dapat dilakukan jika mengandung unsur dimana perjanjian yang dibuat
sifatnya timbal balik, adanya wanprestasi dan dengan atas dasar putusan hakim.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberikan pengertian pembatalan yaitu
“suatu proses, cara, perbuatan membatalkan, atau suatu peernyataan batal”. Suatu
akta merupakan suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dapat
dijadikan bukti bila ada suatu peristiwa dan ditandatangani.154
154 R. Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta:Pradnya Paramita, 2001) hal.48.
Universitas Sumatera Utara
118
Akta Notaris dapat dibatalkan dimana menjadi sebuah sanksi terhadap suatu
perbuatan hukum yang mengandung cacat yuridis (penyebab kebatalan) berupa
pembatalan perbuatan hukum atas keinginan pihak tertentu dan akibat dari
pembatalan itu yaitu perbuatan hukum tersebut tidak mempunyai akibat hukum sejak
terjadinya pembatalan, dan pembatalan atau pengesahan perbuatan hukum tersebut
tergantung pada pihak tertentu, yang menyebabkan perbuatan hukum tersebut dapat
dibatalkan atau disahkan.155
Jika dalam awal akta, terutama syarat-syarat para pihak yang menghadap
notaris tidak memenuhi syarat subjektif, maka atas permintaan orang tertentu akta
tersebut dapat dibatalkan. Akta yang dapat dibatalkan dapat disebabkan karena tidak
terpenuhinya unsur subjektif dalam perjanjian. Unsure subjektif dalam perjanjian ini
meliputi kecakapan dan kesepakatan. Kesepakatan antara para pihak, yaitu
persesuaian pernyataan kehendak antara kedua belah pihak, tidak ada paksaan dan
lainnya. Di dalam akta notaris harus adanya kesepakatan para pihak yang akan
membuat perjanjian di dalam akta notaris tersebut. Kesepakatan mereka yang
mengikat diri terjadi secara bebas atau dengan kebebasan. Kebebasan bersepakat
tersebut dapat terjadi secara tegas (mengucapkan kata/tertulis) atau secara diam
(dengan suatu sikap/isyarat) dengan tanpa adanya unsur paksaan, kekeliruan dan
unsur penipuan antara para pihak.156
155 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2008), hal.173. 156 Lupita Maxellia, Tinjauan Yuridis Tentang Kebatalan Dan Pembatalan Akta Notaris
Dalam Perpektif Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004Tentang Jabatan Notaris, (Surakarta:FH-
Universitas Sebelas Maret), hal.14-15.
Universitas Sumatera Utara
119
Akta Notaris dapat dibatalkan oleh para pihak sendiri sekalipun tidak ada
kesalahan formil, tetapi para pihak yang namanya tercantum dalam akta
menginginkan akta tersebut tidak mengikat dan tidak berlaku lagi. Akta Notaris
merupakan keinginan para pihak yang datang menghadap Notaris, tanpa adanya
keinginan seperti itu, akta Notaris tidak akan pernah dibuat, kewajiban Notaris
membingkainya sesuai aturan hukum yang berlaku, sehingga akta tersebut
dikualifikasikan sebagai akta autentik. 157
Dalam putusan No. 51X/Pdt.G/2013/PN
Mdn angka (2), hakim mengabulkan permohonan pembatalan Akta Perjanjian
diakrenakan adanya cacat yuridis, seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa jika
pembatalan dapat dilakukan sekalipun tidak ada kesalahan dalam unsur subjektif,
tetap karena adanya cacat yuridis, dimana dalam kasus Nyonya X dan Tuan Y bahwa
adanya perbuatan penyelahgunaan yang dilakukan developer yaitu penyalahgunaan
Akta Kuasa Menjual, atas dasar itikad tidak baik yang dilakukan developer hakim
memberikan putusan pembatalan tersebut. Bangunan rumah toko yang merupakan
bahagian milik pihak kedua, telah berpindah kepada pembeli, tanpa diketahui oleh
pihak pertama, dengan adanya pembatalan perjanjian, maka setelah putusan
berlangsung, akan dilaksanakan eksekusi yaitu bentuk kepastian hukum atas
bangunan ruko tersebut. Dimana akibat dari pembatalan perjanjian adalah semuanya
kembali seperti pada saat perjanjian berlangsung.
157 Ibid.hal 18.
Universitas Sumatera Utara
120
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Perjanjian Bangun Bagi merupakan perjanjian yang bersifat timbal balik. Sampai
saat ini belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur dan memberi
pengertian tentang perjanjian bangun bagi secara rinci. Dalam pelaksanaannya di
lapangan pembuatan Akta Perjanjian Bangun Bagi yang digunakan pelaku bisnis
sebagai konsep dalam bisnis perumahan dengan memakai dan menggunakan asas-
asas perjanjian pada umumnya yang terdapat dalam KUHPerdata. Hak dan
kewajiban developer dan konsumen secara umum diatur dalam undang-undang.
Akta perjanjian bangun bagi berisi tentang hak dan kewajiban pemilik tanah dan
developer yang dibuat dihadapan Notaris sesuai dengan kehendak para pihak. Akta
Perjanjian Bangun Bagi merupakan kewajiban dan kewenangan Notaris
membuatnya. Isi dalam akta perjanjian para pihak dibuat bebas oleh para pihak
yaitu Nyonya X dan Tuan Y dan isi perjanjian tersebut mencerminkan sifat
perjanjian timbal balik. Dalam perjanjian bangun bagi kewajiban developer lebih
banyak daripada kewajiban pemilik tanah dalam proses pelaksanaan perjanjian
bangun bagi yang menyebabkan developer melakukan suatu perbuatan yang
menimbulkan sengketa.
2. Problematika yang timbul dapat dibagi menjadi 3(tiga) bagian yaitu pada pemilik
tanah, pembeli, dan developer. Problematika dalam perjanjian bangun bagi
cenderung dilakukan oleh developer dikarenakan pengerjaan bangunan dibawah
Universitas Sumatera Utara
121
kendali developer. Problematika yang muncul adalah developer memnfaatkan
Kapling Siap Bangun untuk keuntungannya, menjual rumah tetapi IMB(Izin
Mendirikan Bangunan) belum ada, sertifikat yang tidak dapat langsung dipegang
oleh konsumen, kredit macet, dan serah terima bangunan atau objek (levering),
permohonan sertifikat, dan ketidaksesuaian pembangunan dengan perjanjian
semula. Problematika tersebut dampaknya merugikan pembeli dan pemilik tanah,
cenderung muncul dari pihak developer perumahan yang sifatnya disengaja
ataupun tidak disengaja.
3. Dalam perjanjian bangun bagi oleh Nyonya X dan Tuan Y yang menjadi masalah
adalah Tuan Y tidak menyelesaikan pembangunan tepat waktu atau dapat disebut
wanprestasi, pengurusan surat-surat izin dan sertifikat yang sangat lama
diterbitkan, tidak ada serah terima bangunan dari Tuan Y kepada Nyonya X, dan
bangunan milik pihak kedua menutupi bangunan milik pihak pertama. Oleh karena
kertelambatan yang cukup lama tersebut Nyonya X menuntut ganti kerugian dan
pembatalan perjanjian dikarenakan bangunan yang merupakan milik pihak kedua
telah pindah tangan kepada pihak ketiga yaitu pembeli. Perlindungan Hukum bagi
para pihak dapat dilakukan dengan upaya pencegahan ataupun penyelesaian
sengketa. Upaya untuk mencegah sengketa dapat dilakukan dengan membuat
klausula tertentu yang disetujui para pihak berupa melakukan musyawarah bagi
para pihak untuk melakukan kesepakatan kembali, Notaris menahan akta kuasa
menjual sampai bangunan milik pihak pertama selesai dibangun, dan mengatur isi
perjanjian agar bersifat memberikan perlindungan bagi pihak yang melakukan
Universitas Sumatera Utara
122
perjanjian bangun bagi. Upaya yang sifatnya mencegah dan menyelesaikan
sengketa adalah upaya ganti rugi untuk mengganti kerugian yang dialami pihak
pertama. Selain dari ganti kerugian upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan
pembatalan atas perjanjian tersebut oleh keputusan hakim, dikarenakan bangunan
rumah tersebut telah berpindah kepada pihak ketiga. Bentuk kepastian hukum
berupa putusan hakim No. 51X/Pdt.G/2013/PN Mdn dan eksekusi terhadap
putusan tersebut.
B. Saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis kemukakan dari penulisan Tesis ini
adalah sebagai berikut:
1. Berkaitan dengan belum adanya pengaturan perundang-undangan yang secara
khusus mengatur tentang Perjanjian Bangun Bagi maka sangat diperlukan adanya
peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengaturnya. Dengan adanya
peraturan yang mengatur secara khusus maka dalam penerapannya perjanjian
bangun bagi tersebut lebih terlaksana dengan baik, serta ketika terjadi sengketa,
kepastian hukum dapat terwujud lebih baik. Dalam membuat perjanjian bangun
bagi diharapkan kepada Notaris untuk tidak memihak untuk meraih keuntungan
tetapi harus bersifat netral dan memberikan advis yang dibutuhkan para pihak agar
tidak menimbulkan sengketa dikemudian hari. Para pihak juga harus sama-sama
tahu dan mengerti terhadap hak dan kewajibannya yang tertulis dalam Undang-
Undang serta akibat hukum perjanjian yang dibuatnya.
Universitas Sumatera Utara
123
2. Hendaknya sebagai pemilik tanah, developer, atau calon pembeli untuk lebih
berhati-hati dalam berencana melakukan bisnis perumahan, ataupun sebagai pihak
pembeli. Pembeli harus memeriksa secara tepat kebenaran akan seluruh surat-
surat, lokasi, dan fasilitas-fasilitas yang dipromosikan oleh pihak pengembang saat
terjadinya penawaran. Bagi pemilik tanah atau pihak pertama harus sepakat
dengan developer untuk melakukan serah terima bangunan ketika bangunan milik
pertama telah selesai.
3. Sebaiknya Notaris dalam membuat perjanjian bangun bagi dalam aktanya
mencantumkan batas waktu dalam pengurusan seperti surat-surat yang berkaitan
dengan bangunan dan tanah, seperti IMB dan sertifikat, agar dapat dilakukan revisi
kembali terhadap perjanjian tersebut diman hal tersebut bertujuan untuk
menghindari keterlambatan penyelesaian pembangunan. Dalam halnya Akta Kuasa
Menjual sebaiknya Notaris tidak memberikannya pada saat bersamaan dengan
Akta Perjanjian Bangun Bagi ditandatangani, tetapi diberikan kepada pihak kedua
pada saat bangunan milik pihak pertama selesai tujuannya agar pihak kedua atau
developer tidak menyalahgunakannya untuk keuntungannya. Upaya yang dapat
dilakukan selanjutnyan adalah ganti kerugian dan pembatalan agar kerugian yang
diderita pihak pertama dapat tertutuipi, tetapi dalam halnya ganti kerugian harus
dilakukan pembatasan, karena dapat saja ganti kerugian tersebut dimanfaatkan
oleh pihak yang menuntut ganti rugi. Kepada Notaris yang membuat perjanjian
bangun bagi harus berhati-hati dalam membuat akta perjanjian bagi para pihak
Universitas Sumatera Utara
124
dan menjelaskan kepada para pihak akan akibat dari perjanjian tersebut seperti
ganti kerugian dan pembatalan perjanjian.
Universitas Sumatera Utara
125
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Muhammad, Asal Usul dan Sejarah Notaris, Bandung: Sinar Baru, 1995.
Adjie, Habib, Hukum Notaris Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2008.
Ali, Achmad, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis Dan Sosioligis),
Jakarta: PT. Agung Tbk, 2002.
Ali, H. Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Badrulzaman, Mariam Darus, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2001.
________, Perjanjian Kredit Bank, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991.
Bakir, R. Sutoyo, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Edisi Terbaru), Tangerang:
Karisma Publishing Group, 2009.
Bruggink, J.J.H, Refleksi Tentang Hukum, dialihbahasakan oleh Arief Sidharta,
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.
Chandra, Syarifuddin, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah Persyaratan
Permohonan Di Kantor Pertanahan, Jakarta: Grasindo, 2005
Friedmann, W, Teori Dan Filsafat Umum, Jakarta:Raja Grafindo, 1996.
Fuady, Munir, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2001.
_________, Hukum Perdata I (Azas-Azas Hukum Perikatan), Semarang: Fakultas
Hukum Universitas Dipenegoro, 1986.
Johannes Gunawan, “Kajian Ilmu Hukum Tentang Kebebasan Berkontrak” dalam Sri
Rahayu Oktoberina, Niken Savitri, Butir-butir Pemikiran dalam Hukum
Memperingati 70 tahun Prof.Dr. Arief Shidarta. Bandung: Aditama, 2008.
H.S, Salim, Hukum Kontrak Dan Teori Dan teknik Penyusunan kontrak, Jakarta:
Sinar Grafika, 2003
_________, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Jakarta: Sinar
Grafika, 2004.
Universitas Sumatera Utara
126
Hadikusuma, Hilman, Hukum Perjanjian Adat, Bandung: Alumni 1991.
Hadisoeprapto, Hartono, Pokok-Pokok Hukum Perikatan Dan Hukum Jaminan,
Yogyakarta: Liberty, 1984.
Hadjon, Phillipus M, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: PT.
Bina Ilmu, 1987.
Hamzah, Andi, Dasar-Dasar Hukum Perumahan, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
Harahap, M. Yahya, Pembahasan, Permasalahan, dan Penerapan KUHAP, Jakarta:
Sinar Grafika, 2006.
Harahap, M. Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1986.
Ichsan, Ahmad, Hukum Perdata I B, Jakarta: Pembimbing Masa, 1999.
J.J.J. Wuisman, dengan penyunting M. Hisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid. 1,
Jakarta : FE-UI, 1996.
Kansil, C.S.T, Pengantar Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
1983.
_____, C.S.T dan Christine S.T. Kansil, Istilah Aneka Hukum, Cet.I, Jakarta:Pustaka
Sinar Harapan, 2001.
Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004.
Kastini, Sri, Peraturan Jabatan Notaris, Medan: USU-Press, 1997.
Khairandy, Ridwan, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Jakarta: FH-UI, 2003
Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994.