Top Banner
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI (STUDI PADA PEMBANGUNAN RUMAH TOKO OLEH DEVELOPER PERORANGAN DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG) TESIS OLEH RACHEL SHEILA SITORUS 127011010/MKn FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 Universitas Sumatera Utara
160

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

Oct 02, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

1

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI

(STUDI PADA PEMBANGUNAN RUMAH TOKO OLEH

DEVELOPER PERORANGAN DI KECAMATAN MEDAN

SELAYANG)

TESIS

OLEH

RACHEL SHEILA SITORUS

127011010/MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

Universitas Sumatera Utara

Page 2: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

2

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI

(STUDI PADA PEMBANGUNAN RUMAH TOKO OLEH

DEVELOPER PERORANGAN DI KECAMATAN MEDAN

SELAYANG)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada

Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RACHEL SHEILA SITORUS

127011010/Mkn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

Universitas Sumatera Utara

Page 3: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

3

Universitas Sumatera Utara

Page 4: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

4

Telah diuji pada

Tanggal : 04 Mei 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

Anggota : 1.Dr. Syahril Sofyan, SH,MKN

2.Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum

3.Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum

4.Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum

Universitas Sumatera Utara

Page 5: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

5

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : RACHEL SHEILA SITORUS

Nim : 127011010

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Judul Tesis : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN

BANGUN BAGI (STUDI PADA PEMBANGUNAN

RUMAH TOKO OLEH DEVELOPER PERORANGAN

DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan

sayasendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister

Kenotariatan FH-USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan

saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang Membuat Pernyataan

RACHEL SHEILA SITORUS

Nim:127011010

Universitas Sumatera Utara

Page 6: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

i

ABSTRAK

Perjanjian Bangun Bagi yaitu hubungan hukum antara seseorang yang

berhak atas tanah dengan pihak lain (kedua), dimana pihak kedua ini diperkenankan

mengolah tanah yang bersangkutan dengan ketentuan, hasil dari pengolahan tanah

dibagi dua antara orang yang berhak atas tanah dan yang mengolah tanah itu.

Perjanjian bangun bagi pada saat sekaran ini sangat banyak diminati dalam kehidupan

masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dalam bidang perumahan. Pada saat

proses pelaksanaan perjanjian bangun bagi muncul problematika diantara para pihak

sehingga dibutuhkan upaya perlindungan hukum yang bersifat mencegah dan

menyelesaikan problematika tersebut. Beberapa rumusan masalah yang dibahas di

dalam penelitian ini adalah mengenai hak dan kewajiban pemilik tanah dan developer

dalam akta perjanjian, problematika yang muncul pada saat proses pelaksanaan

perjanjian bangun bagi, upaya penyelesaian dalam mengatasi masalah yang muncul

dalam perjanjian bangun bagi.

Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis

normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum, yang terdapat

dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif dengan

menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa Perjanjian Bangun Bagi pembangunan

rumah toko di kecamatan Medan Selayang yang dilakukan Nyonya X dan Tuan Y

merupakan perjanjian konsensuil dan bersifat timbal balik, dalam pelaksanaannya

tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga menimbulkan tuntutan ganti kerugian

dan pembatalan perjanjian. Hak dan kewajiban para pihak yang terdapat dalam Akta

Perjanjian Bangun Bagi yang dibuat dihadapan Notaris tersebut kurang bersifat netral

dan kurang mengandung unsur perlindungan hukum bagi pihak yang melakukan

perjanjian sehingga dapat menimbulkan problematika dikemudian hari. Problematika

dalam perjanjian bangun bagi timbul pada pemilik tanah, pembeli dan developer.

Adapun problematika yang muncul tersebut tersebut dikarenakan ketidaksesuaian

hasil pembangunan dengan isi perjanjian, yaitu terdiri dari : penyerahan (levering),

lokasi dan sejarah tanah, pengurusan sertifikat, Kapling Siap Bangun, Izin

Mendirikan Bangunan, dan Kredit Macet. Problematika yang muncul antara Nyonya

X dan Tuan Y adalah keterlambatan penyelesaian pembangunan, ketidaksesuaian

hasil pembangunan dengan perjanjian, penerbitan sertifikat yang terlalu lama, dan

Tuan Y telah menjual kepada pihak ketiga sebelum menyelesaikan bangunan milik

pihak pertama.

Kata Kunci : Perjanjian Bangun Bagi, Problematika, Upaya Perlindungan

Hukum.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

ii

ABSTRACT

Construction sharing agreement is a legal agreement between a person who

was land rights and another party(second party) who is given the right to work on the

land, on condition that the profits are divided into two: for the land owner and the

developer. This kind of agreement is interested by many people in fulfilling their

needs in housing. In the process of its implementation, there will be many problems in

stakeholders so that legal protection is needed in order to forestall and handle the

problems. The problems of the research were as follows: how about the right and

obligation of land owner and developer in the contract, how about the problems

which arouse in the process of its implementation, and how about the settlement for

any problems in the construction sharing agreement.

The research used judicial normative method which was referred to legal

norms found in the prevailing legal provisions as the normative basis, using primary,

secondary, and tertiary legal materials.

The result of the research showed that construction sharing agreement of a

shop-house construction in Medan Selayang Subdistrict between Mrs.X and Mr.Y was

a consensus and reciprocal agreement. It was found that in its implementation it

caused the complaint about indemnity and the cancellation of the contract. The right

and obligation in the contract which had been mad before a Notary was not neutral

and lacked of the element of legal protection for the parties concerned so that it

would cause a problem later on. The problem could occur in the land owner, the

buyer, and the developer. The problems which arouse because there was the

discrepancy between the constructed building and the contract which included

levering, location and land history, certification, ready, construction couplings,

building permit, and nonperforming loan. The problem which aroused between Mrs.X

and Mr.Y was about the lateness of constructing the building, the discrepancy of the

constructed building and the contract, prolonged issuance of certificate, and Mr.Y

had sold it to the third party before finishing the first party’s building.

Keywords: Construction Sharing Agreement, Problem, Legal Protection.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu

persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera

Utara Medan. Dalam memenuhi tugas inilah penulis menyusun dan memilih judul:

“Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Bangun Bagi (Studi Pada

Pembangunan Rumah Toko Oleh Developer Perorangan Di Kecamatan Medan

Selayang)”. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan didalam

penulisan tesis ini, untuk itu dengan hati terbuka menerima saran dan kritik dari

semua pihak, agar dapat menjadi pedoman dimasa yang akan datang.

Dalam penulisan dan penyusunan tesis ini, penulis mendapat bimbingan dan

pengarahan serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan

ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tidak ternilai harganya

secara khusus kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku

ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Syahril Sofyan, SH, MKN serta Ibu Dr.

T. Keizerina Devi A, SH, CN, M. Hum, masing-masing selaku anggota komisi

pembimbing yang banyak memberi masukan dan bimbingan kepada penulis selama

dalam penulisan tesis ini dan kepada Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum, dan

Bapak Syafnil Gani, SH, M. Hum selaku dosen penguji yang telah banyak

memberikan kritikan, saran serta masukan dalam penulisan tesis ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

iv

Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K). selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung SH. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi

Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Ibu T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program

Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga para karyawan

Biro Administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas

Sumatera Utara Medan.

Secara khusus penulis menghaturkan terima kasih yang tak terhingga kepada

ayahanda M. Sitorus dengan Ibunda saya yang tercinta Gloria Simanjuntak, yang

telah melahirkan, membesarkan, mendidik, mendoakan dan mendukung dengan

penuh kasih sayang kepada penulis selama ini. Tak lupa penulis ucapkan kepada

abang, kakak dan adik, Ralph Lukas Sudarto Sitorus, Erty Witalaya

Lumbantoruan, dan Riris Sophia Sitorus serta keponakan penulis Ranery Lamria

Benedicti Sitorus yang banyak memberikan dorongan kepada penulisan untuk

menyelesaikan tesis ini;

Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada kekasih penulis Paulus

Herdianto Manurung yang telah memberikan semangat dan dukungan dukungan,

Universitas Sumatera Utara

Page 10: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

v

serta rekan-rekan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dan teman-

teman satu angkatan lainnya yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

yang terus memberikan motivasi, semangat, kerjasama dan diskusi, memberikan

pemikiran kritik dan saran sejak berada di Magister Kenotariatan Universitas

Sumatera Utara sampai saat penulis selesai menyusun tesis ini.

Penulis berharap semoga bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada

penulis, mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar selalu

dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah. Akhirnya

semoga tesis ini dapat berguna bagi diri penulis dan juga bagi semua pihak khususnya

yang berkaitan dengan bidang Kenotariatan.

Medan, Mei 2015

RACHEL SHEILA SITORUS

Universitas Sumatera Utara

Page 11: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Rachel Sheila Sitorus

Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 29 Mei 1991

Alamat : Jl. Kertas No. 20 A, Ayahanda, Medan

Umur : 23 Tahun

Agama : Kristen Protestan

Status : Belum Menikah

II.KELUARGA

Nama Bapak : Midian Sitorus

Nama Ibu : Gloria Simanjuntak

Nama Saudara/i : 1. dr.Ralph Lukas Sudarto Sitorus

2. Riris Sophia Sitorus

III. PENDIDIKAN

Taman Kanak-Kanak : Taman Kanak-Kanak Perguruan Kristen Immanuel

Tahun 1995-1996

Sekolah Dasar : Sekolah Dasar Perguruan Kristen Immanuel

Tahun 1996-2002

Sekolah Menengah Pertama : Sekolah Menengah Pertama Santo Thomas 1

Tahun 2002-2005

Sekolah Menengah Atas : Sekolah Menengah Atas Perguruan Kristen Immanuel

Tahun 2005-2008

Perguruan Tinggi (S1) : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Tahun 2008-2012

Perguruan Tinggi (S2) : Universitas Sumatera Utara Magister Kenotariatan

Tahun 2012-2014

Universitas Sumatera Utara

Page 12: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

vii

DAFTAR ISI

ABSTRAK …………………………………………………………………….. i

ABSTRACT …………………………………………………………………... ii

KATA PENGANTAR ………………………………………………………... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………………………………………………. vi

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN…………………………………… vii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang ............................................................................. 1

B. Perumusan Masalah ..................................................................... 2

C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 3

D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 3

E. Keaslian Penelitian ...................................................................... 3

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ..................................................... 3

1. Kerangka Teori ........................................................................ 3

2. Konsepsi .................................................................................. 5

G. Metode Penelitian ........................................................................ 6

1. Sifat dan Jenis Penelitian ......................................................... 6

2. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 6

3. Sumber Data ............................................................................ 6

4. Analisis Data ........................................................................... 6

BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM

PERJANJIANBANGUN BAGI ANTARA NYONYA X DAN TUAN

Y DALAM AKTA PERJANJIAN NOMOR 4 TANGGAL 21

APRIL TAHUN 2009 OLEH NOTARIS Z

A. Pengertian Perjanjian dan Syarat Sahnya Perjanjian Bangun

Bagi ............................................................................................ 8

B. Prestasi dan Wanprestasi serta akibat hukumnya ....................... 13

Universitas Sumatera Utara

Page 13: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

viii

C. Tugas dan Kewenangan Jabatan Notaris dalam pembuatan

akta perjanjian ........................................................................... 14

D. Hak dan Kewajiban para pihak dalam Perjanjian Bangun Bagi

antara Nyonya X dan Tuan Y dalam Akta Perjanjian Bangun

Bagi No. 4 tanggal 21 April 2009 oleh Notaris Y ...................... 14

BAB III PROBLEMATIKA YANG DAPAT TIMBUL DALAM

PELAKSANAAN PERJANJIAN BANGUN BAGI

A. Problematika yang timbul pada pihak pemilik tanah ................. 17

1. Kuasa Menjual…………………………………………….. 17

2. Levering (Penyerahan) .......................................................... 17

3. Lokasi dan Sejarah Tanah ..................................................... 20

B. Problematika yang timbul pada pihak pembeli rumah ............... 20

1. Kapling Siap Bangun ........................................................... 20

2. Membeli Rumah tanpa Izin Mendirikan Bangunan ............ 21

3. Sertifikat ............................................................................... 21

C. Problematika yang timbul pada pihak Developer ...................... 21

1. Kredit ................................................................................... 21

BAB IV UPAYA PENYELESAIAN DALAM MENGATASI MASALAH

YANG MUNCUL DALAM PERJANJIAN BANGUN BAGI

ANTARA NYONYA X DAN TUAN Y

A. Duduk perkara antara pihak pertama dan pihak kedua dalam

Putusan No. 51X/Pdt.G/2013/PN Mdn ....................................... 22

B. Pertimbangan Hukum oleh Hakim atas Putusan No.

51X/Pdt.G/2013/PN Mdn ............................................................ 23

C. Analisis penyelesaian dalam mengatasi masalah yang muncul

dalam perjanjian bangun bagi antara Nyonya X dan Tuan Y ..... 23

Universitas Sumatera Utara

Page 14: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

ix

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ................................................................................... 25

B. Saran ......................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 27

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

Page 15: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

x

DAFTAR ISTILAH

Aan order :piutang atas pengganti

Aan toonder :piutang atas bawah

Akta van transport :surat-surat penyerahan

Buyer :pembeli

Branch of contract :perbuatan cidera/ingkar janji

Cassie :penyerahan surat piutang atas nama dilakukan

dengan cara membuat akta di bawah tangan

Cedent :penggantian kedudukan berpiutang dari

dari kreditur lama kepada kreditur baru

Cessionaries :kreditur baru dalam cessie

Cessus :kreditur dalam cessie

Condition :ketentuan

Consumen transaction :transaksi konsumen

Cost :ongkos atau biaya yang dikeluarkan

Credere :kredit

Damages :kelalaian

Deelbouwer :pemaruh

Deelbouw overeenkomst :perjanjian bagi hasil

Endosemen :pengalihan hak kepada orang lain atas surat

berharga yang dapat dialihkan dengan cara

membubuhkan nama dan tanda tangan

pengesahan di halaman belakang surat berharga

tersebut

Feitelijke levering :perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan

belaka

Force majeur :keadaan memaksa

Frame of thinking :kerangka pikir

Haftung :kewajiban yang lain

Interest :bunga atau keuntungan yang diharapkan

Inkracht van gewijsde :berkekuatan hukum tetap

Juridische levering :perbuatan hukum yang bertujuan memidahkan

hak milik kepada orang lain

Komersial :diperdagangkan

Kompensasi :hapusnya perikatan dikarenakan

perjumpaan utang

Konsensualisme :kekuatan yang mengikat dari suatu kontrak

yang lahir ketika telah adanya kata sepakat

Universitas Sumatera Utara

Page 16: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

xi

Koper :pembeli

Legal rights :hak

Levering :penyerahan

Liability based on fault :prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan

Library research :penelitian kepustakaan

Limitation of liability :prinsip tanggung jawab dengan pembatasan

Op naam :piutang atas nama

Operational definition :konsep diterjemahkan sebagai usaha membawa

sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang

konkrit

Pacta sun servanda :asas mengikat sebagai undang-undang

Performance :prestasi

Plot of land :sebidang tanah;persil;kapling;dengan ukuran

dengan ukuran tertentu yang telah dikonversi

oleh kantor Agraria

Presumption of liability :prinsip praduga untuk selalu bertanggung

jawab

Presumption of nonliability :prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung

jawab

Rechtgerechtigheid :keadilan

Rechthandeling :tindakan hukum

Rechtsutiliteit :kemanfaatan

Rechtszekerheid :kepastian hukum

Register eigendom :daftar hak milik

Sculd :kewajiban

Shelter :perumahan;hunian

Strict liability :prinsip tanggung jawab mutlak

Term :syarat

Variable :perubahan

Verbintenis :perikatan

Wanprestasie :ingkar janji

Yuridis normatif :penelitian hukum normatif

Universitas Sumatera Utara

Page 17: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

xii

DAFTAR SINGKATAN

BPHTB :Bea Perolehan Hak Atas Tanah

BW :Burgerlijke Wetboek

DIR :dirjen(direktur jendral)

HGB :Hak Guna Bangunan

IMB :Izin Mendirikan Bangunan

KBBI :Kamus Besar Bahasa Indonesia

KEP :Keputusan

KPR :Kredit Perumahan Rakyat

KSB :Kapling Siap Bangun

KUHPerdata :Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

LISIBA :Lingkungan Siap Bangun

M.C.K :Mandi Cuci Kakus

Pdt :Perdata

Perda :Peraturan daerah

Perpres :Peraturan presiden

PN :Pengadilan Negeri

PP :Peraturan Pemerintah

Pph :Pajak penghasilan

SIMB :Surat Izin Mendirikan Bangunan

UU :Undang-Undang

UUD 1945 :Undang-Undang Dasar 1945

UUBG :Undang-Undang Bangunan Gedung

UUPA :Undang-Undang Pokok Agraria

UUPK :Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Universitas Sumatera Utara

Page 18: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

i

ABSTRAK

Perjanjian Bangun Bagi yaitu hubungan hukum antara seseorang yang

berhak atas tanah dengan pihak lain (kedua), dimana pihak kedua ini diperkenankan

mengolah tanah yang bersangkutan dengan ketentuan, hasil dari pengolahan tanah

dibagi dua antara orang yang berhak atas tanah dan yang mengolah tanah itu.

Perjanjian bangun bagi pada saat sekaran ini sangat banyak diminati dalam kehidupan

masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dalam bidang perumahan. Pada saat

proses pelaksanaan perjanjian bangun bagi muncul problematika diantara para pihak

sehingga dibutuhkan upaya perlindungan hukum yang bersifat mencegah dan

menyelesaikan problematika tersebut. Beberapa rumusan masalah yang dibahas di

dalam penelitian ini adalah mengenai hak dan kewajiban pemilik tanah dan developer

dalam akta perjanjian, problematika yang muncul pada saat proses pelaksanaan

perjanjian bangun bagi, upaya penyelesaian dalam mengatasi masalah yang muncul

dalam perjanjian bangun bagi.

Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis

normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum, yang terdapat

dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif dengan

menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa Perjanjian Bangun Bagi pembangunan

rumah toko di kecamatan Medan Selayang yang dilakukan Nyonya X dan Tuan Y

merupakan perjanjian konsensuil dan bersifat timbal balik, dalam pelaksanaannya

tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga menimbulkan tuntutan ganti kerugian

dan pembatalan perjanjian. Hak dan kewajiban para pihak yang terdapat dalam Akta

Perjanjian Bangun Bagi yang dibuat dihadapan Notaris tersebut kurang bersifat netral

dan kurang mengandung unsur perlindungan hukum bagi pihak yang melakukan

perjanjian sehingga dapat menimbulkan problematika dikemudian hari. Problematika

dalam perjanjian bangun bagi timbul pada pemilik tanah, pembeli dan developer.

Adapun problematika yang muncul tersebut tersebut dikarenakan ketidaksesuaian

hasil pembangunan dengan isi perjanjian, yaitu terdiri dari : penyerahan (levering),

lokasi dan sejarah tanah, pengurusan sertifikat, Kapling Siap Bangun, Izin

Mendirikan Bangunan, dan Kredit Macet. Problematika yang muncul antara Nyonya

X dan Tuan Y adalah keterlambatan penyelesaian pembangunan, ketidaksesuaian

hasil pembangunan dengan perjanjian, penerbitan sertifikat yang terlalu lama, dan

Tuan Y telah menjual kepada pihak ketiga sebelum menyelesaikan bangunan milik

pihak pertama.

Kata Kunci : Perjanjian Bangun Bagi, Problematika, Upaya Perlindungan

Hukum.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

ii

ABSTRACT

Construction sharing agreement is a legal agreement between a person who

was land rights and another party(second party) who is given the right to work on the

land, on condition that the profits are divided into two: for the land owner and the

developer. This kind of agreement is interested by many people in fulfilling their

needs in housing. In the process of its implementation, there will be many problems in

stakeholders so that legal protection is needed in order to forestall and handle the

problems. The problems of the research were as follows: how about the right and

obligation of land owner and developer in the contract, how about the problems

which arouse in the process of its implementation, and how about the settlement for

any problems in the construction sharing agreement.

The research used judicial normative method which was referred to legal

norms found in the prevailing legal provisions as the normative basis, using primary,

secondary, and tertiary legal materials.

The result of the research showed that construction sharing agreement of a

shop-house construction in Medan Selayang Subdistrict between Mrs.X and Mr.Y was

a consensus and reciprocal agreement. It was found that in its implementation it

caused the complaint about indemnity and the cancellation of the contract. The right

and obligation in the contract which had been mad before a Notary was not neutral

and lacked of the element of legal protection for the parties concerned so that it

would cause a problem later on. The problem could occur in the land owner, the

buyer, and the developer. The problems which arouse because there was the

discrepancy between the constructed building and the contract which included

levering, location and land history, certification, ready, construction couplings,

building permit, and nonperforming loan. The problem which aroused between Mrs.X

and Mr.Y was about the lateness of constructing the building, the discrepancy of the

constructed building and the contract, prolonged issuance of certificate, and Mr.Y

had sold it to the third party before finishing the first party’s building.

Keywords: Construction Sharing Agreement, Problem, Legal Protection.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fasilitas hunian atau shelter merupakan kebutuhan yang sangat mendasar

bagi kesejahteraan fisik, psikologi, sosial, dan ekonomi penduduk di seluruh Negara,

baik daerah perkotaan maupun pedesaan. Perumahan merupakan indikator dari

kemampuan suatu Negara dalam memenuhi salah satu kebutuhan pokok

penduduknya.1 Perjanjian bagi hasil pada saat ini banyak sekali ditemui dalam

kehidupan masyarakat, dimana perjanjian bagi hasil dimanfaatkan untuk berbisnis

dalam bidang perumahan. Bisnis dalam bidang perumahan atau hunian sangat banyak

digeluti oleh masyarakat karena faktor kebutuhan manusia yang semakin meningkat

terhadap hunian.

Pembangunan perumahan dan permukiman merupakan upaya untuk

memenuhi salah satu kebutuhan dasar manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu

lingkungan kehidupan, pertumbuhan wilayah, memperluas lapangan kerja juga

meningkatkan kegiatan ekonomi dalam rangka pemerataan kesejahteraan rakyat.

1 Bambang Panudju, Pengadaan Perumahan Kota Dengan Peran Serta Masyarakat

Berpenghasilan Rendah, (Bandung: PT. Alumni, 2009), hal. 16.

1

Universitas Sumatera Utara

Page 21: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

2

Kebutuhan akan pembangunan perumahan dan permukiman ini setiap tahun terus

meningkat hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:2

1. Tingginya tingkat kelahiran anak.

2. Tidak terbendungnya arus urbanisasi ke daerah perkotaan.

3. Adanya minat untuk memiliki rumah yang berlebihan dan lain-lain sebagainya.

4. Terjadi alih fungsi dari penggunaan rumah itu sendiri. Contoh: rumah digunakan

untuk kantor, untuk sarang burung wallet, dan lain-lain.

Bisnis perumahan di perkotaan maupun di pinggiran merupakan salah satu

sektor yang sangat menjanjikan. Dengan berkembangnya bisnis perumahan maka

semakin banyak kebutuhan dan permintaan akan tanah, sehingga semakin tinggi

harganya. Tanah tidak bertambah, sedangkan kebutuhan meningkat terus seirama

dengan pertumbuhan dan perkembangan di dalam masyarakat.3 Hal ini merupakan

salah satu penyebab fungsi perumahan tidak hanya sekedar hunian tetapi juga dapat

digunakan sebagai tempat melakukan kegiatan usaha dalam kehidupan masyarakat.

Salah satu bentuk bisnis perumahan yang sangat banyak ditemui sekarang ini adalah

pembangunan dan pembagian rumah toko.

Bisnis perumahan yang dilakukan dengan cara pembangunan dan

pembagian rumah sangat banyak ditemui saat ini, tetapi masih banyak juga

masyarakat yang belum mengetahui tentang pembangunan dan pembagian rumah.

Konsep bisnis pembangunan dan pembagian rumah yang selanjutnya disebut juga

2 Affan Mukti, Pokok-Pokok Bahasan Hukum Agraria, (Medan: USU-Press, 2006), hal.

109-110. 3 John Salindeho, Manusia, Tanah, Hak, dan Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), hal. 37.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

3

dengan istilah perjanjian bangun bagi, dalam bisnis perumahan perjanjian bangun

bagi dianggap menguntungkan bagi kedua belah pihak yang melakukan perjanjian.

Djaren Saragih memberikan pengertian dan fungsi dari perjanjian bagi hasil atau

yang disebut juga dengan Deelbouw Overeenkomst yaitu hubungan hukum antara

seorang yang berhak atas tanah dengan pihak lain (kedua), dimana pihak kedua ini

diperkenankan mengolah tanah yang bersangkutan dengan ketentuan, hasil dari

pengolahan tanah dibagi dua antara orang yang berhak atas tanah dan yang mengolah

tanah itu.4 Sedangkan fungsinya adalah untuk memelihara produktifitas dari tanah

tanpa dikerjakan sendiri oleh pemiliknya, sedang bagi pemaruh (deelbouwer) fungsi

dari perjanjian adalah untuk produktifitas tenaganya tanpa harus memiliki tanah

tersebut.

Bushar Muhammad juga memberikan pengertian perjanjian bagi hasil, yaitu

apabila pemilik tanah memberi ijin kepada orang lain untuk mengerjakan tanahnya

dengan perjanjian, bahwa yang mendapat ijin itu harus memberikan sebagian (separo

kalau memperduai atau maro serta sepertiga kalau mertelu atau jejuron) hasil

tanahnya ke pada pemilik tanah.5 Tetapi hal tersebut merupakan perjanjian bagi hasil

yang terdapat dalam hukum adat dan hukum agraria. Djaren Saragih memberikan

fungsi dari perjanjian bangun bagi yaitu untuk memelihara produktifitas tanah tanpa

dikerjakan sendiri oleh pemiliknya, sedangkan pihak lainnya mengerjakan tanah

tersebut tanpa harus memiliki tanah tersebut, hal inilah yang membuat keuntungan

4 Djaren Saragih, Hukum Adat Indonesia, (Bandung:Tersito, 1984), hal. 97. 5 Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, (Jakarta:Pradnya Paramita, 2000). hal.

117.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

4

bagi kedua belah pihak yang berjanji pemilik tanah tidak perlu mengurus tanahnya

dan pemaruh tidak perlu mengeluarkan dana untuk membeli tanah. Perjanjian bangun

bagi timbul dari adanya keinginan dua pihak atau lebih saling bekerja sama untuk

suatu kegiatan usaha yang kemudian hasil usahanya dibagi sesuai dengan

kesepakatan antara para pihak yang terlibat dalam perjanjian.6 Menurut Hilman

Hadikusuma yang menjadi latar belakang terjadinya perjanjian bangun bagi tersebut

dikarenakan, yaitu:7

1. bagi pemilik :

a. tidak berkesempatan mengerjakan hartanya sendiri

b. keinginan mendapatkan hasil tanpa susah payah dengan memberikan

kesempatan kepada orang lain untuk mengerjakannya.

2. bagi penggarap:

a. tidak atau belum mempunyai pekerjaan tetap

b. kelebihan waktu kerja

c. keinginan mendapatkan hasil garapan

Pada dasarnya perjanjian bangun bagi saat ini memiliki latar belakang yang

sama dengan perjanjian bangun bagi dalam hukum adat sekalipun perjanjian bangun

bagi saat ini merupakan perjanjian bisnis biasa. Adapun latar belakang dibuat

perjanjian bangun bagi adalah karena pemilik tanah tidak efektif dalam mengelola

tanahnya, tidak ada waktu, kesulitan biaya pengurusan dan pembangunan, serta

apabila tanahnya dijual kepada pihak perorangan harganya relatif sangat tinggi

sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan calon pembeli, disisi

lain developer membutuhkan tanah kosong sebagai tempat mendirikan bangunan

yang hendak dijual atau dibisniskannya. Hal inilah yang menjadi dasar dikatakannya

6 Andi Hamzah, Dasar-Dasar Hukum Perumahan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990) hal.27. 7 Hilman Hadikusuma, Hukum Perjanjian Adat, (Bandung: Alumni, 1991), hal 37.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

5

perjanjian bangun bagi membangun hubungan yang saling menguntungkan antara

pemilik tanah dan developer. Pihak yang melakukan perjanjian bangun bagi adalah

pemilik tanah dan developer, developer adalah seorang pemaruh(deelbouwer) atau

pihak yang mengelola tanah. Perjanjian bangun bagi dapat terjadi apabila pemilik

tanah dan developer sepakat untuk melakukan suatu perjanjian, adapun perjanjian

tersebut berisi bahwa pemilik tanah memberikan ijin kepada developer untuk

mengelola tanahnya dengan cara membangun beberapa unit rumah toko dan rumah

toko tersebut merupakan objek perjanjian yang akan dibagi oleh para pihak sesuai

dengan kesepakatan.

Konsep bisnis seperti perjanjian bangun bagi memberikan manfaat dan

keuntungan bagi kedua belah pihak, dikarenakan developer membangun perumahan

di atas tanah pemilik tanah yang dijadikan menjadi beberapa bahagian, maka

masyarakat lebih tertarik untuk membelinya karena pada awalnya tanah tersebut

terlalu besar dan mahal, sedangkan jika developer membangun perumahan di atas

tanah tersebut, tanah yang awalnya merupakan satu kesatuan akan dibagi menjadi

beberapa rumah, sehingga akan lebih terjangkau bagi calon pembeli, serta harga dan

nominal uang yang diterima oleh pemilik tanah, tetap sama dengan jika menjualnya

kepada peorangan. Keuntungan yang dapat diambil oleh developer dalam perjanjian

bangun bagi adalah selisih harga penjualan dengan harga yang telah dikeluarkan

developer untuk biaya pembangunan atas tanah tersebut, tanpa harus memperoleh

status kepemilikan tanah.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

6

Perjanjian bangun bagi belum diatur secara khusus dalam undang-undang

tetapi KUHPerdata dapat digunakan sebagai landasan hukum ataupun pedoman

dalam pembuatan perjanjian bangun bagi. Konsep perjanjian yang terdapat dalam

KUHPerdata adalah konsep perjanjian yang terdapat dalam buku ketiga KUHPerdata

mengenai perikatan. Pada pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata terdapat asas kebebasan

berkontrak dimana semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

undang bagi mereka yang membuatnya. Setiap perjanjian menganut asas kebebasan

berkontrak, yang memberikan kebebasan untuk mengadakan dan menentukan

perjanjian yang tidak bertentangan dengan undang-undang kesusilaan dan ketertiban

umum. Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang mengatakan bahwa perjanjian harus

dilaksanakan dengan itikad baik.8

Perjanjian bangun bagi dapat dilakukan karena memiliki kesesuaian dengan

perjanjian yang terdapat dalam KUHPerdata dimana para pihak memiliki kebebasan

mengatur isi perjanjian sesuai dengan kesepakatan dengan objek harta kekayaan.

Perikatan muncul dari perjanjian, perjanjian berasal dari persetujuan, adapun yang

dimaksudkan dengan perikatan tersebut adalah suatu hubungan hukum (mengenai

kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk

menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini

diwajibkan memenuhi tuntutan itu. KUHPerdata dalam buku ketiga juga mengatur

perihal hubungan-hubungan hukum antara orang dengan orang (hak-hak

8 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti,

2001) hal 83

Universitas Sumatera Utara

Page 26: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

7

perseorangan), meskipun mungkin yang menjadi obyek juga suatu benda.9 Hubungan

hukum antara pihak yang satu dengan yang lain tidak bisa timbul dengan sendirinya.

Hubungan itu tercipta oleh karena adanya “tindakan hukum”/rechtshandeling.10

Hubungan hukum yang dimaksud adalah ketika para pihak membuat perjanjian

dengan sendirinya menimbulkan hak dan kewajiban diantara mereka. Hak dan

kewajiban yang timbul diantara kedua belah pihak bersifat timbal balik dimana hak

pemilik tanah merupakan kewajiban developer begitu juga sebaliknya.

Akta perjanjian bangun bagi yang berisi hak dan kewajiban para pihak

merupakan akta yang dibuat dihadapan notaris yang bersifat autentik. Notaris

merupakan pejabat umum yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan dengan

kewenangan untuk membuat segala perjanjian dan akta serta yang dikehendaki oleh

yang berkepentingan.11

Dalam ketentuan tersebut terlihat bahwa Notaris selain

berwenang dalam pembuatan akta autentik dan juga berwenang atau dapat bertindak

sebagai pihak yang memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan

akta. Oleh karena itu Notaris memiliki campur tangan dalam memberi masukan

kepada para pihak untuk menetukan hak dan kewajiban para pihak dalam akta,

disamping dari para pihak bebas menentukan hak dan kewajibannya.

Perjanjian bangun bagi seperti perjanjian lainnya memiliki kendala dalam

proses pelaksanaannya. Kendala-kendala tersebut akan menimbulkan problematika

diantara para pihak, dimana problematika tersebut dapat muncul dari pemilik tanah,

9 R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Bandung: PT. Intermasa, 1982), hal. 123. 10 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung : Alumni, 1986), hal7. 11 Suhrawadi, Etika Profesi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994) hal.59.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

8

developer atau pengembang maupun dari calon pembeli. Dalam bisnis perumahan

kebanyakan problematika tersebut muncul dari pihak pengembang atau developer,

kerap sekali ditemui developer yang beritikad tidak baik, hal ini disebabkan karena

lebih besarnya pengelolaan developer di atas tanah tersebut saat proses pembangunan

sedang berlangsung, sehingga developer lebih leluasa melakukan sesuatu yang tidak

sesuai dengan perjanjian. Ketika pembuatan perjanjian bangun bagi sebelumnya para

pihak yaitu developer dan pemilik tanah harus membuat kesepakatan terlebih dahulu,

kesepakatan tersebut yang menjadi aturan pelaksanaan perjanjian antara kedua belah

pihak. Dalam hal ini perjanjian bangun bagi diambil dari Perjanjian Bangun Bagi

yang dibuat Notaris Z Nomor 4 tanggal 21 April 2009 oleh Nyonya X dan Tuan Y.

Perjanjian bangun bagi yang dibuat Nyonya X dan Tuan Y dilatarbelakangi

oleh Nyonya X tidak memiliki waktu mengurusi tanahnya, tidak memiliki biaya yang

cukup untuk membangun, serta Nyonya X sedang membutuhkan dana sehingga ingin

memanfaatkan tanah tersebut. Proses penawaran kepada calon pembeli tidak

memperoleh hasil yang diharapkan dikarenakan calon pembeli merasa tanah tersebut

terlalu besar dan mahal untuk kebutuhannya.12

Setelah itu, Nyonya X bertemu dengan

Tuan Y yang menawarkan jasanya untuk melakukan pembangunan rumah toko di

atas tanah Nyonya X dengan kesepakatan bahwa kedua belah pihak membuat suatu

perjanjian dihadapan Notaris yang isinya Nyonya X memberikan ijin kepada Tuan Y

12 Hasil wawancara dengan Nyonya X (pihak pertama dan pemilik tanah), di Medan pada

tanggal 21-23 September 2014.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

9

untuk melakukan pembangunan beberapa unit rumah dan tanah tersebut tetap atas

nama Nyonya X.

Problematika yang sering terjadi dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi

adalah hasil pembangunan yang dilakukan oleh developer, tidak sesuai dengan yang

diperjanjikan sebelumnya. Adapun dalam hal ini akan dilakukan pembahasan

mengenai Akta Perjajian Bangun Bagi yang dibuat oleh Nyonya X selaku pihak

pertama yang merupakan pemilik tanah dengan pihak kedua Tuan Y sebagai pihak

kedua yang merupakan developer perorangan. Isi dari perjanjian tersebut dibuat

sesuai dengan keinginan dan kesepakatan para pihak, tetapi sekalipun perjanjian

tersebut dibuat sesuai dengan kesepakatan para pihak masih besar kemungkinan

muncul problematika saat pelaksanaan perjanjian tersebut berlangsung. Problematika

yang muncul tersebut dapat dikatakan wujud wanprestasi dalam perjanjian antara

Nyonya X dan Tuan Y.

Wanprestasi yang dilakukan oleh pihak kedua tersebut dikarenakan tidak

menyelesaikan pembangunan tepat pada waktunya sehingga pihak pertama merasa

sangat dirugikan akan hal tersebut. Dimana selain pihak kedua melakukan

keterlambatan, pihak kedua juga melakukan pembangunan tidak sesuai dengan peta

perencanaan yang terdapat dalam akta, penerbitan sertipikat yang cukup lama, tidak

melakukan serah terima fisik dan yuridis kepada pihak pertama, selain itu pihak

kedua juga telah menjual bagiannya kepada pihak lain sebelum menyelesaikan

bangunan milik pihak pertama. Oleh karena hal tersebut pihak pertama mengajukan

Universitas Sumatera Utara

Page 29: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

10

gugatannya kepada Pengadilan Negri Medan untuk menuntut ganti kerugian dan

pembatalan atas perjanjian tersebut.

Gugatan yang diajukan oleh pihak pertama tersebut mendapatkan putusan

No.51X/Pdt.G/2013/PN Mdn dimana hakim memutuskan untuk menghukum tergugat

wanprestasi, akta tersebut dibatalkan, dan atas kerugian yang dialami oleh pihak

pertama, pihak kedua wajib memberikan ganti kerugian. Pada dasarnya untuk

menghindari terjadinya sengketa dikemudian hari kebijakan notaris yang membuat

perjanjian juga dibutuhkan untuk mewujudkan proses pelaksanaan perjanjian bangun

bagi tercapai dengan baik. Notaris dapat memberikan perlindungan hukum bagi para

pihak yang hendak membuat perjanjian bangun bagi sesuai dengan fungsi, jabatan,

dan kewenangan notaris yang terdapat dalam undang-undang, dimana perlindungan

hukum tersebut berupa upaya pencegahan. Notaris harus memiliki kebijaksanaan

tertentu yang sifatnya mencegah terjadinya sengketa antara kedua belah pihak, dan

penyelesaiannya jika terjadi sengketa. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya

sengketa diantara para pihak, dibutuhkan klausula-klausula dalam perjanjian yang

unsurnya bersifat melindungi hak dan kewajiban para pihak dan notaris tidak hanya

sekedar membuat isi perjanjian. Pekerjaan Notaris tampak berkaitan langsung dalam

hal proses pembuatan dan pelaksanaan akta perjanjian bangun bagi, hal inilah yang

menyebabkan tugas dan kewenangan notaris juga perlu diteliti.

Putusan pengadilan tersebut memberikan perlindungan hukum dan kepastian

hukum bagi pihak yang dirugikan. Dalam hal kasus yang terjadi diantara Nyonya X

Universitas Sumatera Utara

Page 30: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

11

dan Tuan Y bentuk upaya perlindungan hukum yang diberikan oleh hakim melalui

putusannya adalah mengabulkan gugatan ganti kerugian dan pembatalan akta

perjanjian tersebut yang dikarenakan adanya wanprestasi. Berdasarkan uraian-uraian

diatas, pada saat ini perjanjian bangun bagi dalam bidang perumahan sangat banyak

digunakan di masyarakat, dalam proses pelaksanaannya juga berkaitan langsung

dengan tugas dan kewenangan Notaris dalam pembuatan akta perjanjian, selain itu

juga perlu diketahui bentuk perlindungan hukum dan kepastian hukum yang berasal

dari Notaris maupun putusan hakim melalui putusan No.51X/Pdt.G/2013/PN Mdn.

Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian lebih lanjut mengenai klausula-

klausula yang terdapat dalam akta perjanjian serta perlindungan hukum bagi para

pihak yang membuat perjanjian yaitu pemilik tanah,calon pembeli atau konsumen,

dan developer yang akan dituangkan ke dalam penulisan dalam bentuk karya ilmiah

berupa Tesis dengan Judul Penelitian “Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Bangun

Bagi (Studi Pada Pembangunan Rumah Toko Oleh Developer Perorangan Di

Kecamatan Medan Selayang).

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dirumuskan permasalahan yang diteliti dan

dibahas secara lebih mendalam pada penelitian, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimanakah hak dan kewajiban Nyonya X sebagai pihak pertama yaitu pemilik

tanah dan Tuan Y sebagai pihak kedua atau developer dalam Akta Perjanjian

Nomor 4 tanggal 21 April 2009 yang dibuat oleh Notaris Z ?

2. Problematika apa yang dapat timbul dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi ?

Universitas Sumatera Utara

Page 31: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

12

3. Bagaimanakah upaya penyelesaian dalam mengatasi masalah yang muncul dalam

perjanjian bangun bagi antara Nyonya X dan Tuan Y?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai

dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui hak dan kewajiban Nyonya X sebagai pihak pertama yaitu

pemilik tanah dan Tuan Y sebagai pihak kedua atau developer dalam Akta

Perjanjian Nomor 4 tanggal 21 April 2009 yang dibuat oleh Notaris Z.

2. Untuk mengetahui problematika yang dapat timbul dalam pelaksanaan perjanjian

bangun bagi

3. Untuk mengetahui upaya penyelesaian dalam mengatasi masalah yang muncul

dalam perjanjian bangun bagi antara Nyonya X dan Tuan Y.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara

teoritis maupun secara praktis, seperti yang dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran dalam ilmu

pengetahuan hukum pada umumnya, dan hukum perjanjian pada khususnya,

terutama mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak dalam akta

perjanjian bangun bagi yang tercantum dalam klausula-klausula akta perjanjian

bangun bagi, problematika yang timbul dalam perjanjian bangun bagi atau

Universitas Sumatera Utara

Page 32: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

13

problematika dalam bisnis perumahan, dan upaya yang dapat dilakukan mencegah

dan mengatasi problematika tersebut.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat

khususnya yang terlibat dalam perjanjian bangun bagi yaitu Notaris yang membuat

perjanjian untuk meningkatkan unsur perlindungan hukum, pemilik tanah,

developer, dan konsumen, agar lebih mengetahui hak dan kewajibannya dalam

melaksanakan perjanjian bangun bagi yang telah disepakati, selain itu juga agar

para pihak dapat mengetahui upaya yang dapat dilakukan guna menghindari dan

mengatasi problematika yang timbul tersebut.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelusuran sementara pemeriksaan yang telah penulisan

lakukan baik di kepustakaan penulisan karya ilmiah Magister Hukum, maupun di

Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan sejauh yang

diketahui ditemukan adanya salah satu penelitian mengenai Perjanjian Bangun Bagi,

yaitu dengan judul Peranan Notaris Dalam Penyelesaian Sengketa Akibat Tuntutan

Pembatalan Akta Perjanjian Bangun Bagi (Suatu Penelitian Pada Praktek Notaris Di

Kota Banda Aceh) oleh Madda Elyana/087011079/Mkn, yang pembahasan (1)

Pembatalan akta perjanjian bangun bagi di kota Banda Aceh. (2) Peranan notaris

dalam penyelesaian sengketa akibat tuntutan pembatalan akta perjanjian bangun bagi

di kota Banda Aceh. (3) Bentuk penyelesaian sengketa yang digunakan dalam

penyelesaian sengketa akibat tuntutan pembatalan akta perjanjian bangun bagi di kota

Universitas Sumatera Utara

Page 33: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

14

Banda Aceh. Apabila dilihat dari permasalahan yang dibahas tentunya sangat

berbeda. Oleh karena itu, penelitian tentang Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian

Bangun Bagi (Studi Pada Pembangunan Rumah Toko Oleh Developer Perorangan Di

Kecamatan Medan Selayang), belum pernah dilakukan. Dengan demikian, penelitian

ini adalah asli adanya dan secara akademik penelitian ini dapat dipertanggung

jawabkan kemurniannya, karena belum ada yang melakukan penelitian yang sama

dengan judul penelitian ini.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,

tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan

pegangan teoritis.13

Kerangka teori juga merupakan landasan dari teori atau dukungan

teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang

dianalisis. Kerangka teori yang dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir

pendapat, teori tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.14

Ada asumsi yang menyatakan, bahwa bagi suatu penelitian, maka teori atau

kerangka teoritis mempunyai beberapa kegunaan. Kegunaan tersebut paling sedikit

mencakup hal-hal sebagai berikut:15

a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta

yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

13 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994) hal 80. 14 W. Friedmann, Teori dan Filsafat Umum, (Jakarta: Raja Grafindo, 1996).hal. 2. 15 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:UI-Press 1981), hal 113.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

15

b. Teori sangat berguna didalam mengembangkan sistim klasifikasi fakta, membina

struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi.

c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui

serta diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang diteliti.

d. Teori memberikan kemungkinan pada presiksi fakta mendatang, oleh karena telah

diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut

akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada

pengetahuan peneliti.

Pada ilmu-ilmu sosial, termasuk ilmu hukum, maka kelangsungan

perkembangan suatu ilmu senantiasa tergantung pada unsur-unsur, sebagai berikut:16

a. Teori,

b. Metodologi

c. Aktivitas penelitian

d. Imajinasi sosial.

Kerangka teoritis dalam penulisan karya ilmiah hukum mempunyai 4 ciri

yaitu:17

a) Teori-teori hukum

b) Asas-asas hukum

c) Doktrin hukum

d) Ulasan pakar hukum berdasarkan pembidangan kekhususannya.

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik

atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada

16 Ibid.,hal. 6. 17 H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:Sinar Grafika, September 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 35: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

16

fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.18

Teori merupakan

keseluruhan pernyataan yang saling berhubungan yang dikemukakan untuk

menjelaskan tentang adanya sesuatu.19

Sedangkan menurut Bintaro Tjokromidjojo

dan Mustafa Adidoyo, teori diartikan sebagai “ungkapan mengenai hubungan kasual

yang logis diantara perubahan (variable) dalam bidang tertentu, sehingga dapat

digunakan sebagai kerangka pikir (frame of thinking) dalam memahami serta

menangani permasalahan yang timbul di dalam bidang tersebut”.20

Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai

landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan

postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam.21

Sehingga

penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang dibahas dalam bahasa

dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri. Jelaslah kiranya bahwa seorang ilmuan

mempunyai tanggungjawab sosial yang terpikul dibahunya. Bukan karena dia adalah

warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat

melainkan juga karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan

masyarakat hidup masyarakat.22

Holland yang dikutip oleh Wise, Percy M, Winfield

18 J.J.J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Penyunting, M. Hisyam, (Jakarta:UI-

Press, 1996), hal 203. 19 J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, dialihbahasakan oleh Arief Sidharta,

(Bandung:Citra Aditya Bakti, 1999) hal. 2. 20 Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustafa Adidjoyo, Teori dan Strategi Pembangunan

Nasional, (Jakarta:CV. Haji Masagung, 1998) hal. 13. 21 W. Friedman, Op. Cit. hal. 2. 22 Jujun S. Suryasumantri, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer (Jakarta:Pustaka Sinar

Harapan, 1999) hal. 237.

Universitas Sumatera Utara

Page 36: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

17

dan Bias, menyatakan bahwa tujuan hukum adalah menciptakan dan melindungi hak-

hak (legal rights).

Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, tetapi dalam

manifestasinya bisa berwujud konkrit. Suatu ketentuan hukum baru dapat dinilai baik

jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan

yang sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan.23

Menurut teori konvensional,

tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan (rechtsgerechtigheid), kemanfaatan

(rechtsutiliteit) dan kepastian hukum (rechts zekerheid).24

Menurut Satjipto Rahardjo,

“Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu

kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.

Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan

kekuasaan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Tetapi

tidak di setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan

hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang.25

Teori yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah Teori perlindungan hukum dan kepastian hukum dalam menganalisis

pelaksanaan perjanjian bangun bagi tersebut terhadap akta perjanjian bangun bagi

23 Lili Rasjidi dan I. B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1993) hal. 79. 24 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), (Jakarta:PT.

Gunung Agung Tbk, 2002) hal. 85. 25 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-V, 2000), hal.

53.

Universitas Sumatera Utara

Page 37: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

18

yang telah dibuat kedua belah pihak dihadapan Notaris. Perlindungan Hukum

menurut Hadjon meliputi dua macam perlindungan hukum bagi rakyat meliputi:26

1. Perlindungan Hukum Preventif dimana kepada rakyat diberi kesempatan untuk

mengajukan keberatan atau pendapatnya.

2. Perlindungan Hukum Represif dimana lebih ditujukan dalam penyelesaian

sengketa.

Perlindungan hukum secara preventif itu diberikan oleh pemerintah yang

bertujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam

peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran

serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu

kewajiban, sedangkan perlindungan hukum represif adalah perlindungan ahir berupa

sanksi seperti denda, penjara dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah

terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran. Alasan teori perlindungan

hukum digunakan dalam penelitian ini adalah untuk memberikan perlindungan

hukum terhadap para pihak yang melakukan perjanjian bangun bagi terkhususnya

pihak pemilik tanah dan konsumen calon pembeli, dimana pihak tersebutlah yang

sering mengalami kerugian yang diakibatkan oleh problematika yang muncul pada

saat proses pelaksanaan berlangsung.

Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan

suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.

26 Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: PT. Bina

Ilmu, 1987), hal.2.

Universitas Sumatera Utara

Page 38: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

19

Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti ditentukan keluasan

dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tidak

disetiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya

kekuasaan tertentu yang menjadi alasan-alasan melekatnya hak itu pada seseorang.27

Oleh karena itu, hak dan kewajiban para pihak yang membuat perjanjian harus

dilindungi oleh hukum dimana undang-undang yang berlaku telah mengatur dan

membatasi hak dan kewajiban para pihak sekalipun pada dasarnya para pihak bebas

membuat isi dari perjanjian tersebut. KUHPerdata sebagai landasan hukum dalam

pembuatan perjanjian harus memberikan batasan sebagai dasar perlindungan bagi

para pihak yang membuat perjanjian.

M. Yahya Harahap menyatakan bahwa kepastian hukum dibutuhkan dalam

masyarakat demi terciptanya ketertiban dan keadilan. “Ketidakpastian hukum akan

menimbulkan kekacauan dalam kehidupan masyarakat dan setiap anggota masyarakat

akan saling berbuat sesuka hati serta bertindak main hakim sendiri”.28

Teori kepastian

hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya aturan yang bersifat

umum membuat individu mengetahui perbuatan apa saja yang boleh dilakukan, dan

kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena

dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa

saja yang boleh dilakukan oleh negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan

hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi

27 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, Cet. Ke-V, 2000) hal. 53. 28 M. Yahya Harahap, Pembahasan, Permasalahan, dan Penerapan KUHAP, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2006), hal. 76.

Universitas Sumatera Utara

Page 39: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

20

dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya

untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.29

Dalam perjanjian bangun bagi,

pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan ganti kerugian atau meminta

putusan hakim atas pembatalan perjanjian yang dibuatnya. Dengan adanya putusan

Pengadilan Negeri Medan tanggal 27 Maret 2014, Nomor : 514/Pdt. G/2013/PN-

Medan, yang telah berkekuatan hukum tetap merupakan bentuk kepastian hukum

bagi pihak yang dirugikan.

Selain dari teori perlindungan hukum, dalam membuat perjanjian bangun

bagi sangat perlu diperhatikan asas-asas yang mendasari perjanjian. Menurut Paul

Scholten, asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang terdapat didalam dan di

belakang sistem hukum, masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-

undangan dan putusan-putusan hakim yang berkenan dengan ketentuan-ketentuan dan

keputusan-keputusan individu yang dapat dipandang sebagai penjabarannya.30

Pada

umumnya asas hukum tidak dituangkan dalam bentuk yang konkrit, misalnya asas

konsensualitas yang terdapat dalam pasal 1320 KUHPerdata yaitu “sepakat mereka

yang mengikatkan diri”. Untuk menemukan asas hukum dicarilah sifat-sifat umum

dalam kaedah atau peraturan yang konkrit.31

a. Asas kebebasan berkontrak

29 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Pranda Media Group,

2008), hal. 158. 30 J.J.H. Bruggink (alih bahasa Arief Sidharta), Op. Cit. hal.119. 31 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta:Liberty, 1999), hal 34-35.

Universitas Sumatera Utara

Page 40: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

21

Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak berkaitan erat dengan lahirnya

paham individualisme. Paham individualism secara embrional lahir pada zaman

Yunani yang kemudian diteruskan oleh kaum epicuristen dan berkembang pesat

pada zaman renaissance melalui ajaran-ajaran antara lain ajaran Hugo de Groot,

Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau.32

Asas kebebasan berkontrak terdapat

dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Kebebasan dalam membuat perjanjian

dimana para pihak dapat dengan bebas mengatur hak dan kewajiban dalam

perjanjian yang disepakati.

b. Asas mengikat sebagai undang-undang (pacta sun servanda)

Bahwa perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakannya atau setiap

perjanjian harus ditaati dan ditepati.33

Semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan perjanjian-

perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan para pihak

atau karena alasan-alasan yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Dan

perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Suatu hal yang penting yang patut

diperhatikan bahwa, perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan

tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat

perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.34

c. Asas konsensualitas

32 Salim H,S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta:Sinar

Grafika,2003), hal. 9. 33 C. S. T. Kansil, Pengantar Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,

1983) hal. 48. 34 I. G. Ray Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, (Jakarta:Kesaint Blanc,2008) hal.135.

Universitas Sumatera Utara

Page 41: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

22

Sebagaimana yang tersirat dalam pasal 1320 KUHPerdata, bahwa sebuah kontrak

sudah terjadi dan karenanya mengikat para pihak dalam kontrak sejak terjadi kata

sepakat tentang unsur pokok dari kontrak tersebut. Dengan kata lain kontrak sudah

sah apabila sudah tercapai kesepakatan mengenai unsur pokok kontrak dan tidak

diperlukan formalitas tertentu.35

Kekuatan mengikat dari suatu kontrak lahir ketika

telah adanya kata sepakat, atau dikenal dengan asas konsensualitas, dimana para

pihak yang berjanji telah sepakat mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian

hukum disaat itu juga telah lahir perjanjian tersebut dan telah dimulailah hak dan

kewajiban para pihak.

d. Asas itikad baik

Asas itikad baik dalam suatu perjanjian terdapat dalam pasal 1338 ayat (3)

KUHPerdata. Yang menyatakan persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan

dengan itikad baik. Akan tetapi dalam pasal tersebut tidak disebutkan secara

eksplisit apa yang dimaksud dengan “itikad baik”. Akibatnya orang akan menemui

kesulitan dalam menafsirkan dari itikad baik itu sendiri. Karena itikad baik

merupakan suatu pengertian yang abstrak yang berhubungan dengan apa yang ada

dalam alam pikiran manusia. Menurut James Gordley, sebagaimana yang dikutip

Rhidwan Khairandy, memang dalam kenyataannya sangat sulit untuk

35 Johannes Gunawan, Kajian Ilmu Hukum Tentang Kebebasan Berkontrak” dalam Sri

Rahayu Oktoberina, Niken Savitri, Butir-Butir Pemikiran dalam Hukum Memperingati 70 Tahun Prof.

Dr. B. Arief Sidharta. (Bandung:Aditama,2008) hal. 47.

Universitas Sumatera Utara

Page 42: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

23

mendefinisikan itikad baik.36

Penerapan asas itikad baik dalam kontrak bisnis,

haruslah sangat diperhatikan terutama pada saat melakukan perjanjian pra kontrak

atau negoisas, karena itikad baik baru diakui pada saat perjanjian sudah memenuhi

syarat sahnya perjanjian atau setelah negoisasi dilakukan. Terhadap kemungkinan

timbulnya kerugian terhadap permberlakuan asas itikad baik ini, Suharnoko

menyebutkan bahwa secara implisit UUPK sudah mengakui bahwa itikad baik

sudah harus ada sebelum ditandatangani perjanjian, sehingga janji-janji pra

kontrak dapat diminta pertanggungjawaban berupa ganti rugi, apabila janji tersebut

diingkari.37

2. Konsepsi

Konsep adalah suatu bagian terpenting dari teori. Konsep diterjemahkan

sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang konkrit, yang

disebut dengan operational definition.38

Suatu konsep bukan merupakan gejala yang

akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu

sendiri biasanya dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian

mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut.39

Untuk menjawab

permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini maka harus didefinisikan beberapa

36 Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta:FH-UI,2003), hal

129-130. 37 Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta:Prenada Media, 2004),

hal. 8-9. 38

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi

Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta:Institut Bankir Indonesia (IBI),

1993), hal. 10. 39 Soerjono Soekanto., Op.Cit, hal. 124

Universitas Sumatera Utara

Page 43: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

24

konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan

tujuan yang telah ditentukan.

Berdasarkan judul dari penelitian tesis ini, dirumuskan serangkaian kerangka

konsepsi atau definisi operasional sebagai berikut:

a. Perjanjian Bangun Bagi adalah terjadinya proses kerjasama antara pemilik tanah

dengan pelaksana pembangunan , yang bersifat saling menguntungkan bagi kedua

belah pihak dan hasilnya akan dibagi sesuai dengan yang diperjanjikan tanpa

beralihnya kepemilikan tanah tersebut dari pemilik tanah.

b. Perjanjian timbal balik adalah suatu perjanjian yang memberikan hak dan

kewajiban kepada kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual beli, sewa

menyewa, tukar menukar.40

c. Developer atau Perusahaan Pembangunan Perumahan adalah suatu perusahaan

yang berusaha dalam bidang pembangunan perumahan dari berbagai jenis dalam

jumlah yang besar di atas suatu areal tanah yang akan merupakan suatu kesatuan

lingkungan permukiman yang dilengkapi dengan prasarana-prasarana lingkungan

dan fasilitas-fasilitas sosial yang diperlukan oleh masyarakat penghuninya.

d. Wanprestasi adalah kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak menepati atau tidak

melakukan kewajibannya dalam perjanjian atau tidak dilaksanakannya prestasi

40 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Cet. 3, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992),

hal 97.

Universitas Sumatera Utara

Page 44: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

25

atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap

pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.41

e. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik

mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh

peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang

berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal

pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,

semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau

dikecualikan kepada pejabat lain atau yang ditetapkan oleh undang-undang.42

f. Perlindungan Hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek

hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang

bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis sebagai gambaran dari

fungsi hukum yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan,

ketertiban, kepastian, kemanfaatan, dan kedamaian.

g. Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh

atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam

undang-undang ini.43

41 C.S.T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Istilah Aneka Hukum, Cet. 1 (Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan, 2001) hal 195. 42 Lihat Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. 43 Lihat Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.

Universitas Sumatera Utara

Page 45: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

26

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian tesis ini merupakan penelitian yang menggunakan penelitian

deskriptif analitis. Dengan demikian, sifat penelitian dikategorikan penelitian

dekriptif dengan analisis yang bersifat kualitatif. Penelitian bersifat deskriptif analisis

adalah untuk menggambarkan, menelaah dan menjelaskan serta menganalisa

perundang-undangan yang berlaku berdasarkan teori hukum yang bersifat umum.44

Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan

pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma

hukum, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai

pijakan normatif. Namun dalam melakukan penelitian ini juga tidak terlepas dari

adanya dukungan penelitian lapangan mengenai berlakunya berbagai ketentuan

hukum positif tentang Perjanjian Bangun Bagi dan Perlindungan Hukum bagi para

pihak yang membuat perjanjian, serta peranan Notaris dalam Perjanjian Bagun bagi.

Setiap data yang diperoleh baik primer maupun sekunder langsung diolah dan

dianalisa dengan tujuan untuk memperjelas maksud dari penelitian ini.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan cara penelitian kepustakaan (library research), atau yang biasa dikenal

44 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,

1997)hal.

Universitas Sumatera Utara

Page 46: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

27

dengan sebutan studi kepustakaan,45

untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin,

pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang berhubungan

dengan objek telaah penelitian ini, yang dapat berupa peraturan perundang-undangan,

dan karya ilmiah lainnya.

3. Sumber Data

Sumber-sumber data kepustakaan diperoleh dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu segala bentuk peraturan dan produk perundang-

undangan yang terkait dengan permasalahan yang dibahas. Bahan hukum ini

terdiri dari peraturan perundang-undangan yang diurut secara hierarki yaitu

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD1945), Undang-

Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan

Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Daerah (Perda).46

Yaitu bahan-bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum mulai dari Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata, Undang-Undang Perlindungan

Konsumen (UUPK), Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan

Notaris (UUJN), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

Permukiman (UUPP), Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), Undang-

Undang Bangunan Gedung (UUBG).

b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang menerapkan informasi atau

hasil kajian tentang Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Bangun Bagi ( Studi

45 Soerjono Soekanto, Op.cit., hal 53. 46 H. Zainuddin Ali, Op.cit, hal 48-49. Bandingkan dengan UU No 12 TAhun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Universitas Sumatera Utara

Page 47: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

28

Pada Pembangunan Rumah Toko Oleh Developer Perorangan Di Kecamatan

Medan Selayang) , seperti buku-buku, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana,

karya tulis ilmiah.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti ensiklopedia, kamus bahasa

maupun kamus hukum.

4. Analisis Data

Analisis bahan-bahan hukum yang disebutkan di atas, secara sederhana

dapat diuraikan dalam beberapa tahapan, sebagaimana diterangkan berikut:

a. Tahapan pengumpulan data, misalnya ketentuan perundang-undangan yang

berkaitan langsung dengan permasalahan yang sedang diteliti, artikel atau jurnal

atau karya tulis dalam bentuk lainnya akan dikumpulkan sedemikian rupa sebagai

bahan refrensi;

b. Tahapan pemilihan data, dimana dalam tahapan ini seluruh data yang telah

dikumpulkan sebelumnya akan dipilah-pilah dengan mempedomani konteks yang

sedang diteliti, sehingga akan lebih memudahkan dalam melakukan kajian lenih

lanjut terhadap permasalahan di dalam penelitian tesis ini.

c. Tahapan analisa dan penulisan hasil penelitian, sebagai tahapan klimaks dimana

seluruh data yang telah diperoleh dan dipilah tersebut akan dianalisa dengan

seksama dengan melakukan interpretasi atau penafsiran yang diperlukan, sejauh

mungkin diupayakan untuk berpedoman terhadap konsep, asas dan kaidah hukum

yang dianggap relevan dan sesuai dengan tujuan utama dari pada penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 48: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

29

Setelah pengumpulan data dilakukan dengan cara sekunder, selanjutnya dilakukan

penarikan kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yaitu bertolak dari

suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui (diyakini) dan berakhir

pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.47

47 Bambang Sunggono, Op.cit., hal. 11.

Universitas Sumatera Utara

Page 49: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

30

BAB II

HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BANGUN

BAGI ANTARA NYONYA X DAN TUAN Y DALAM AKTA PERJANJIAN

NOMOR 4 TANGGAL 21 APRIL TAHUN 2009

A. Pengertian perjanjian dan syarat sahnya perjanjian bangun bagi antara

Nyonya X dan Tuan Y

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada

seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu

hal, dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang

dinamakan perikatan.48

Hubungan antara hukum perikatan dan perjanjian adalah

bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan,

disampingnya sumber-sumber lain. Status perjanjian dinamakan persetujuan, karena

dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan

(perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya. Perkataan kontrak lebih sempit

karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan tertulis.49

J. Satrio

mendefinisikan perjanjian sebagai berikut:

Dalam arti yang lebih luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang

menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki (atau yang dianggap

dikehendaki) oleh para pihak, sedang dalam arti sempit perjanjian disini

hanya ditujukan pada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum

kekayaan saja seperti yang termaksud dalam Buku III KUHPerdata.50

48Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Intermasa, 1987) hal. 1. 49Ibid, hal.79 50 J. Satrio, Hukum Perikatan, (Bandung: Alumni, 1992) hal. 23.

30

Universitas Sumatera Utara

Page 50: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

31

Ahmadi Miru juga mengatakan bahwa :

Perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang, perikatan yang

bersumber dari undang-undang dibagi dua, yaitu dari undang-undang saja

dan dari undang-undang karena perbuatan manusia. Selanjutnya perikatan

yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia dapat dibagi dua

yaitu, perbuatan yang sesuai hukum dan perbuatan yang melanggar hukum.51

Untuk mengetahui yang dimaksud dengan perjanjian, berikut dikemukakan

pendapat para sarjana. Dalam mendefinisikan perjanjian, para Sarjana Hukum belum

mempunyai pendapat yang sama. Perbedaan dalam memberikan definisi perjanjian

disebabkan karena penerjemahan kata Verbintenis dan Overeenkomst. Sebagian

sarjana menerjemahkan perjanjian untuk verbintenis dan persetujuan untuk kata

overeenkomst.52

Sedangkan Utrecht menterjemahkan “perhutangan untuk verbintenis

dan perjanjian overeenkomst.”53

Berdasarkan pada pasal 1313 KUHPerdata : “ Suatu persetujuan adalah

suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

1 (satu) orang lain atau lebih.54

”Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua

orang atau dua pihak. Berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal

dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu.55

Suatu perjanjian harus dianggap lahir pada waktu tercapainya kesepakatan antara

kedua belah pihak. Orang yang hendak membuat perjanjian harus menyatakan

kehendaknya dan kesediaannya untuk mengikatkan dirinya. Pernyataan kedua belah

51 Ibid. hal. 2. 52 Ahmad Ichsan, Hukum Perdata I B, (Jakarta:Pembimbing Masa, 1999)hal 14. 53 Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Bulan, 1995) hal 320. 54 Lihat Pasal 1313 KUHPerdata 55Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan,

(Yogyakarta : Liberty, 1984) hal. 28.

Universitas Sumatera Utara

Page 51: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

32

pihak bertemu dan sepakat penting untuk menunjukkan telah lahirnya suatu

perjanjian.56

Meskipun bukan yang paling dominan, namun pada umumnya sejalan

dengan sifat dari Buku III KUH Perdata yang bersifat terbuka, perikatan yang lahir

dari perjanjian merupakan yang paling banyak terjadi dalam kehidupan manusia

sehari-hari dan yang juga ternyata banyak dipelajari oleh ahli hukum, serta

dikembangkan secara luas menjadi aturan-aturan hukum positif yang tertulis oleh

para legislator.57

Rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313 KUHPerdata mengisyaratkan

bahwa sesungguhnya dari suatu perjanjian lahirlah hak dan kewajiban atau prestasi

dari setiap masing-masing pihak, bahwasanya pihak-pihak yang berjanji memiliki hak

dan kewajiban akibat dari perjanjian yang mereka buat. Rumusan tersebut

memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua

pihak, di mana satu pihak adalah pihak yang wajib memberikan prestasi (debitur) dan

pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditur). Subekti

mengemukakan bahwa “perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji

kepada orang lain atau lebih, dimana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan suatu hal”.58

Suatu hal yang dimaksud adalah hak dan kewajiban dari

para pihak yang membuat akta perjanjian. Hak dan kewajiban yang dimaksud

56R. Subekti, Op. Cit, hal. 138 57Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Jaminan FidusiaI, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2001), hal. 13. 58 R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta:Intermasa, 1994) hal.14.

Universitas Sumatera Utara

Page 52: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

33

tersebut merupakan objek perjanjian. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi

kedua belah pihak untuk mewujudkan perjanjian tersebut.

Salim HS mengatakan bahwa pada prinsipnya kontrak dari aspek namanya

dapat digolongkan dalam 2(dua) macam , yaitu :59

1. Kontrak Nominaat, merupakan kontrak atau perjanjian yang dikenal dalam

KUHPerdata seperti jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, pinjam meminjam,

pinjam pakai, persekutuan perdata, hibah, penanggungan utang, perjanjian untung-

untungan dan perdamaian.

2. Kontrak Innominat, merupakan atau perjanjian di luar KUHPerdata yang tumbuh

dan berkembang dalam praktik atau akibat adanya asas kebebasan berkontrak

sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) seperti kontrak product sharing,

kontrak karya, kontrak konstruksi, sewa beli, leasing dan sebagainya.

Hukum perikatan mempunyai sistem terbuka seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya, sedangkan hukum benda mempunyai sistim yang tertutup. Sistem

terbuka adalah orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian,

perjanjian apapun dan bagaimanapun isinya yang mereka kehendaki, baik yang diatur

dalam undang-undang maupun tidak diatur dalam undang-undang.60

Perjanjian

bangun bagi dapat digolongkan kepada kontrak Innominat, dimana perjanjian bangun

bagi tidak terdapat dalam KUHPerdata, tetapi bukan berarti para pihak tidak dapat

menggunakan perjanjian bangun bagi sebagai konsep dalam melakukan bisnisnya.

Dengan adanya kebebasan berkontrak yang terdapat dalam pasal 1338 (1)

KUHPerdata maka perjanjian bangun bagi dapat dilakukan dengan berpedoman pada

KUHPerdata. Selanjutnya dalam rumusan Pasal 1313 KUH Perdata dan Pasal 1314

59 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, (Jakarta:Sinar

Grafika,2004), hal. 15. 60 Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, (Bandung : Mandar Maju, 1994) hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

Page 53: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

34

KUH Perdata bila dikembangkan lebih jauh dengan menyatakan, bahwa atas prestasi

yang wajib dilakukan oleh debitur dalam perjanjian tersebut, debitur yang

berkewajiban tersebut dapat meminta dilakukan “kontra prestasi” dari lawan

pihaknya tersebut atau dengan istilah “dengan atau tanpa beban.”61

Kedua rumusan di

atas memberikan banyak arti bagi ilmu hukum, yang menggambarkan secara jelas

bahwa pada dasarnya perjanjian dapat melahirkan perikatan yang timbal balik

(dengan kedua belah pihak yang berprestasi).62

Oleh karena itu perjanjian bangun

bagi merupakan perjanjian yang bersifat timbal balik dikarenakan para pihak saling

menuntut balasan atas hak dan kewajiban yang dilakukannya, dalam KUHPerdata hal

ini yang disebut dengan kontra prestasi. Dalam hal kasus perjanjian bangun bagi

antara Nyonya X dan Tuan Y bahwa seluruh hak Nyonya X merupakan kewajiban

Tuan Y, begitu juga sebaliknya terhadap kewajiban. Salah satu contoh sifat timbal

balik dalam akta perjanjian bangun bagi antara Nyonya X dan Tuan Y dapat

dibuktikan dengan melihat uraian hak pihak pertama meminta penyelesaian

pembangunan miliknya selama 12(dua belas) bulan, maka menjadi kewajiban pihak

kedua menyelesaikannya harus dalam tempo waktu 12 (dua belas) bulan begitu juga

dengan klausula lainnya. Maka dalam hal perjanjian bangun bagi, para pihak saling

menuntut balasan atas hak dan kewajiban masing-masing.

Selain daripada unsur kesepakatan, persetujuan yang melahirkan perjanjian

atau perikatan, dalam membuat perjanjian KUHPerdata memberikan syarat tertentu

61 Ibid.,hal. 14 62Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 54: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

35

agar perjanjian tersebut sah berlakunya. Perjanjian yang sah artinya perjanjian yang

memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh Undang-undang, sehingga ia diakui oleh

hukum. Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata syarat sahnya perjanjian adalah :

a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya

Maksudnya adalah bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus

bersepakat, setuju dan seia sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian

yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki pihak yang satu, juga dikehendaki pihak

yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.63

b. Kecakapan Untuk Membuat Suatu Perjanjian

Menurut Pasal 1329 sampai dengan Pasal 1330 KUH Perdata seseorang dikatakan

cakap melakukan perbuatan hukum, apabila oleh undang-undang dinyatakan tak

cakap untuk membuat perjanjian-perjanjian adalah :

1) Orang-orang yang belum dewasa;

2) Mereka yang dibawah pengampuan;

3) Orang-orang perempuan, dalam hal yang ditetapkan undang-undang.

Dalam praktek dewasa ini, isteri yang tunduk kepada KUH Perdata dianggap

cakap.64

4) Semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat

perjanjian-perjanjian tertentu.

c. Suatu Hal Tertentu

d. Suatu Sebab Yang Halal

63 Subekti, Op. Cit. hal. 19. 64 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum (sebuah pengantar), (Yogyakarta : PT.

Liberty,1996) hal 70.

Universitas Sumatera Utara

Page 55: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

36

Syarat suatu sebab yang halal ini mempunyai dua fungsi yaitu : perjanjian harus

mempunyai sebab, tanpa syarat ini perjanjian batal, sebabnya harus halal, kalau

tidak halal perjanjian batal.65

Setiap perjanjian yang dibuat para pihak harus memperhatikan keempat

syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Selain daripada keempat syarat di

atas, dalam penerapannya suatu perjanjian harus memperhatikan asas-asas yang

terdapat dalam perjanjian. Dari berbagai asas hukum perjanjian, akan dikemukakan

beberapa asas penting yang berkaitan erat dengan pokok bahasan. Beberapa asas yang

dimaksud antara lain :66

a. Asas Kebebasan Berkontrak

b. Asas Konsensualisme

Adalah suatu perjanjian cukup ada kata sepakat dari mereka yang membuat

perjanjian itu tanpa dengan perbuatan hukum lain kecuali perjanjian yang bersifat

formal.67

c. Asas Pacta Sun Servanda/ Kekuatan Mengikat Perjanjian

d. Asas Berlakunya suatu Perjanjian

Pada dasarnya semua perjanjian itu berlaku bagi mereka yang membuatnya tak ada

pengaruhnya bagi pihak ketiga kecuali yang telah diatur dalam Undang-undang,

misalnya perjanjian untuk pihak ketiga.68

Dalam KUH Perdata asas tersebut

terdapat dalam Pasal 1315 yang berbunyi “Pada umumnya tak seorang dapat

mengikat diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu perjanjian dari

pada untuk dirinya sendiri.”

Keempat syarat sahnya perjanjian yang telah diuraikan di atas harus terdapat

dalam Akta Perjanjian Pembangunan Rumah dan Penentuan Bagian yang selanjutnya

dapat disebut sebagai Akta Perjanjian Bangun Bagi yang tertanggal Nomor 4 tanggal

65 Purwahid Patrik, Op. Cit. hal. 63 66 Munir Fuady, Hukum Kontrak (dari sudut pandang hukum bisnis), buku kesatu,

(Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001), hal 30. 67 A. Qiram Syamsudin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta

Perkembangannya, (Yogyakarta : Liberty, 1985) hal. 20. 68 Ibid, hal 19

Universitas Sumatera Utara

Page 56: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

37

21 April 2009 oleh Notaris Z di Medan. Dimana Akta Perjanjian tersebut harus

memenuhi unsur subjektif yang terdapat dalam point (a) dan (b) yaitu sepakat mereka

yang mengikat dirinya dan kecakapan untuk membuat perjanjian. Sedangkan 2(dua)

syarat terahir yaitu (c) dan (d) syarat objektif yang terdiri dari suatu hal tertentu dan

suatu sebab yang halal.

Nyonya X memiliki sebidang tanah kosong seluas lebih kurang 1083 meter

bujur sangkar yang telah lama tidak dimanfaatkan, tanah tersebut berada di

kecamatan medan selayang, karena kesulitan pengurusan dan kekurangan biaya

Nyonya X berniat untuk menjual tanahnya. Ketika dalam proses melakukan

penawaran kepada pembeli, Nyonya X mengalami kendala dikarenakan harga

tanahnya relatif tinggi. Kemudian melihat penawaran tersebut, Tuan Y yang merup

akan developer perseorangan hendak menjumpai Nyonya X untuk melakukan suatu

kerjasama. Tuan Y menawarkan kepada Nyonya X untuk melakukan perjanjian

bangun bagi. Nyonya X dan Tuan Y sepakat untuk melakukan perjanjian tersebut

dihadapan Notaris. Maka perlulah diketahui tentang keabsahan perjanjian yang dibuat

oleh Notaris Z dan para pihak Nyonya X dan Tuan Y.

Perjanjian Bangun Bagi Pembangunan rumah toko dalam pelaksanaannya

melibatkan dua pihak, yaitu pemilik tanah dan pelaksana pembangunan atau

developer. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam Akta Perjanjian Bangun Bagi,

yaitu :

1. Pemilik tanah, yaitu pihak yang menyerahkan atau menyediakan tanahnya kepada

pihak pelaksana pembangunan yaitu developer untuk dapat dibangun sejumlah

Universitas Sumatera Utara

Page 57: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

38

unit bangunan rumah toko di atas tanah pemilik tanah. Pemilik tanah memperoleh

hasil berupa sejumlah unit rumah toko sesuai dengan yang diperjanjikan.

2. Pihak pelaksana pembangunan atau developer, yaitu pihak yang menyediakan

dirinya untuk melaksanakan kegiatan pembangunan toko di atas tanah milik orang

lain dengan menerima sejumlah bagian unit bangunan toko tersebut.

Dalam hal ini, pemilik tanah yaitu Nyonya X dimana dalam perjanjian bangun bagi

yang selanjutnya disebut sebagai pihak pertama, dan pelaksana pembangunan atau

developer adalah Tuan Y yang selanjutnya disebut sebagai pihak kedua.69

Pihak pertama dan pihak kedua telah sepakat untuk melakukan perjanjian

bangun bagi, dimana pihak kedua akan mendirikan bangunan rumah sebanyak

5(lima) unit rumah toko di atas tanah milik pihak pertama, dan hasil pembangunan

tersebut 2(dua) unit rumah toko merupakan bahagian pihak pertama dan 3 (tiga) unit

sisanya merupakan bahagian milik pihak kedua. Pihak kedua yaitu Tuan Y dalam

perjanjian merupakan developer perseorangan, menurut BAB I Ketentuan Umum

Pasal 1 angka 25 dan 26 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan

dan Permukiman yang selanjutnya disebut sebagai UUPP yaitu bahwa setiap orang

adalah orang perseorangan atau badan hukum, badan hukum adalah badan hukum

yang didirikan oleh warga Negara Indonesia yang kegiatannya di bidang

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, oleh karena itu Tuan Y

69 Bandingkan dengan Lampiran Akta Perjanjian Pembangunan Rumah dan Penentuan

Bagian Nomor 4 Tanggal 21 April 2009 bagian komparisi akta.

Universitas Sumatera Utara

Page 58: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

39

dapat menjadi subjek dalam perjanjian bangun bagi, karena Tuan Y adalah developer

perseorangan yang memenuhi unsur dalam undang-undang.70

Dua syarat (a) dan (b) merupakan syarat-syarat subjektif dan (c) dan (d)

merupakan syarat objektif. Akta Perjanjian yang telah kedua belah pihak buat

dihadapan Notaris Z menuliskan dalam aktanya yaitu :71

1. Sehubungan dengan keterangan-keterangan tersebut diatas, “maka para penghadap

menerangkan telah saling setuju dan mufakat membuat suatu perjanjian dengan

akta ini, dengan memakai syarat-syarat dan ketentuan.

2. Bahwa penghadap pihak kedua menyanggupi atas biayanya sendiri untuk

membangun 5(lima) pintu rumah di atas tanah milik pihak pertama tersebut.

3. Bahwa para penghadap bermaksud hendak menuangkan maksud dan kehendak

mereka ke dalam akta ini.

Akta perjanjian bangun bagi tersebut telah mengandung unsur kesepakatan

dari kedua belah pihak, dengan kata lain bahwa perjanjian tersebut memenuhi syarat

perjanjian dalam KUHPerdata, tetapi dalam hal ini kepercayaan sangat dibutuhkan

sebelum mencapai kesepakatan. Notaris harus benar-benar memastikan kedua belah

pihak untuk saling percaya satu sama lain dengan cara Notaris harus melakukan

pertemuan dengan kedua belah pihak secara bersamaan. Tujuannya adalah selain dari

Notaris mengenal secara langsung para pihak, para pihak juga harus saling mengenal

satu sama lain, dimana mengenal yang dimaksud adalah percaya bahwa dapat

menyanggupi pemenuhan perjanjian tersebut sebagai contoh adalah kesanggupan

70 Bandingkan dengan BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 25 dan 26 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman. 71 Lampiran Akta Perjanjian Pembangunan Rumah dan Penentuan Bagian Nomor 4 Tanggal

21 April 2009.

Universitas Sumatera Utara

Page 59: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

40

dana, kecakapan membuat perjanjian dan lain sebagainya yang berkaitan dengan

perjanjian tersebut.

Syarat selanjutnya merupakan ”cakap dalam membuat perjanjian” terhadap

para pihak yang membuatnya. Dalam komparisi akta telah tercantum identitas

masing-masing pihak yang membuat perjanjian. Pihak Pertama , lahir di Medan pada

tanggal 17 Pebruari 1955, ibu rumah tangga, warga negara Indonesia, bertempat

tinggal di Medan, pemegang kartu tanda penduduk nomor : 02.xxxx.xxxxxx.xxxx dan

ketika membuat perjanjian ini dikatakan dalam akta tersebut bahwa pihak pertama

telah mendapatkan persetujuan dari suaminya. Pihak Kedua lahir di Medan pada

tanggal 5 Agustus 1965, wiraswasta, warga Negara Indonesia, bertempat tinggal di

Medan, pemegang kartu tanda penduduk nomor : 02.xxxx.xxxxxx.xxxx.

Pihak Pertama dan Pihak Kedua untuk dapat membuat perjanjian harus

cakap bertindak dalam hukum, untuk dapat dikatakan cakap bertindak dalam hukum

para pihak harus dewasa menurut KUHPerdata yaitu berumur 21 tahun atau yang

sudah menikah yang tercantum dalam pasal 330 KUHPerdata, tidak dibawah

pengampuan atau curatele. Akta Perjanjian Bangun Bagi tersebut dibuat pada tahun

2009, pada saat Akta Perjanjian tersebut dibuat pihak pertama telah berumur 54 tahun

dan juga mendapat persetujuan dari suaminya, memiliki kartu tanda kependudukan.

Pihak Kedua pada saat perjanjian tersebut dibuat telah berusia 44 tahun. Dalam Akta

Perjanjian Bangun Bagi tersebut tertulis bahwa ”para penghadap telah dikenal oleh

saya, Notaris”, berdasarkan pernyataan tersebut dapat membuktikan bahwa dengan

Notaris mengenali kedua belah pihak, para pihak tersebut telah memenuhi syarat

Universitas Sumatera Utara

Page 60: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

41

untuk dapat melakukan atau membuat perjanjian tersebut. Dengan kata lain syarat (b)

yang tercantum dalam KUHPerdata telah dipenuhi oleh kedua belah pihak. Para

pihak yang berjanji telah memenuhi syarat subyektif yaitu syarat (a) dan (b).72

Syarat (c) dan (d) yaitu syarat objektif dimana objek yang tercantum dalam

perjanjian harus ada dan halal, halal yang dimaksud adalah tidak menentang pasal

1337 yaitu suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau

apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Adapun objek

perjanjian yang dibuat oleh pihak pertama dan kedua yang dituliskan dalam akta

perjanjian tersebut adalah :73

1. Sebidang tanah yang langsung dikuasai oleh Negara seluas lebih kurang 1.083 M2

berada dipropinsi Sumatera Utara, Kota Medan, Kecamatan Medan Selayang.

2. Tanah tersebut merupakan milik dan kepunyaan pihak pertama yang dapat

dibuktikan dengan Akta yang telah dibuat sebelumnya.

3. Bahwa diatas tanah tersebut akan dibangun bangunan-bangunan yang menurut

sifat dan ketentuan Undang-undang termasuk menjadi bilangannya satu dan lain

tidak ada yang dikecualikan.

4. Pihak kedua menyanggupi atas biayanya sendiri untuk membangun 5(lima) pintu

rumah diatas tanah milik pihak pertama.

Keterangan di atas yang dikutip dari isi akta tersebut menjelaskan bahwa

objek yang diperjanjikan oleh kedua belah pihak bersifat halal dan tidak mengandung

unsur melanggar kesusilaan dan ketertiban umum. Objek dari perjanjian tersebut

adalah tanah milik pihak pertama dan bangunan yang akan dibangun oleh pihak

72 Bandingkan Lampiran Akta Perjanjian Pembangunan Rumah dan Penentuan Bagian

Nomor 4 Tanggal 21 April 2009 bagian komparisi akta dengan dengan pasal 330 KUHPerdata yang

berbunyi : “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan

tidak lebih dahulu telah kawin…” 73 Lampiran Akta Perjanjian Pembangunan Rumah dan Penentuan Bagian Nomor 4 Tanggal

21 April 2009.

Universitas Sumatera Utara

Page 61: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

42

kedua dengan biayanya. Objek yang halal tersebut ditandai dengan unsur-unsur yang

terdapat dalam klausula perjanjian tersebut tentang hal-hal apa saja yang dilakukan

para pihak. 74

Dimana tanah, bangunan, serta konsep perjanjian bangun bagi bukan

lah sesuatu hal yang dilarang oleh undang-undang dang melanggar kesusilaan serta

kepentingan umum.

B. Prestasi, Wanprestasi dan Akibat Hukumnya

Obyek dari perikatan adalah prestasi, yaitu debitur berkewajiban atas suatu

prestasi dan kreditur berhak atas suatu prestasi. Prestasi dalam bahasa Inggris disebut

juga dengan istilah “Performance” dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu

pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah

mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan “term” dan “condition”

sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.75

Dalam suatu perjanjian

paling sedikit terdapat suatu hak dan kewajiban atas suatu prestasi yang terlibat

adalah dua orang atau lebih yang pada ahirnya menjadi dua pihak yaitu kreditur dan

debitur. Setiap debitur mempunyai kewajiban menyerahkan prestasi kepada kreditur.

Oleh karena itu, debitur mempunyai kewajiban untuk membayar utang.

Istilah asing dari kewajiban disebut schuld dan disamping schuld debitur

juga mempunyai kewajiban yang lain yaitu haftung. Maksudnya ialah, debitur

74 Bandingkan Lampiran Akta Perjanjian Pembangunan Rumah dan Penentuan Bagian

Nomor 4 Tanggal 21 April 2009 dengan dengan pasal 1337 KUHPerdata yang berisi :”Suatu sebab

adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik

atau ketertiban umum.” 75 Munir Fuady, Hukum Perdata I (Asas-Asas Hukum Perikatan), (Semarang : Fakultas

Hukum Undip, 1986) hal 3.

Universitas Sumatera Utara

Page 62: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

43

berkewajiban memberikan harta kekayaan untuk diambil kreditur sebanyak utang

debitur, guna pelunasan hutang, apabila debitur tidak memenuhi kewajiban

membayar utang.76

Berdasarkan Pasal 1234 KUHPerdata, prestasi dapat berupa :

a. memberi sesuatu

b. berbuat sesuatu

c. tidak berbuat sesuatu

Prestasi tersebut harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Harus mungkin

b. Harus halal

c. Harus dapat ditentukan

d. Harus dapat dinilai dengan uang

Apabila salah satu pihak, atau kedua belah pihak dalam perjanjian tidak

melakukan apa yang diperjanjikan, sehubungan dengan asas bahwa perjanjian itu

mengikat, maka pihak tersebut dikatakan ingkar janji atau wanprestasi. Wanprestasi

berasal dari kata “wanprestasie” (bahasa Belanda), yang artinya tidak memenuhi

kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena

perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang.77

Seseorang

dikatakan telah melakukan wanprestasi menurut Subekti, yaitu apabila:78

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

76 Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit. 77 Subekti, Op. Cit, hal. 45. 78 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 63: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

44

b. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tidak sebagaimana yang dijanjikan;

c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Hal ini sesuai dengan pernyataan, Setiawan bahwa : “jika debitur tidak

melaksanakan kewajibannya bukan karena keadaan memaksa, maka debitur dianggap

melakukan ingkar janji”. Tidak dipenuhinya kewajiban itu ada dua kemungkinan

alasannya yaitu:

a) Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun kelalaian;

b) Karena keadaan memaksa (force majeur), jadi diluar kemampuan debitur, debitur

tidak bersalah.

Bentuk-bentuk wanprestasi antara lain:79

(1) Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali, artinya debitur tidak memenuhi

kewajiban yang telah disanggupinya untuk dipenuhi dalam suatu perjanjian,

atau tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan undang-undang dalam

perikatan yang timbul karena undang-undang.

(2) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru. Disini debitur

melaksanakan atau memenuhi apa yang diperjanjikan atau apa yang

ditentukan dalam perjanjian atau menurut kualitas yang ditetapkan undang-

undang.

(3) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya. Disini debitur

memenuhi prestasi tetapi terlambat. Waktu yang ditetapkan dalam perjanjian

tidak dipenuhi.

Subekti menambah satu lagi bentuk wanprestasi yaitu: melakukan sesuatu

menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Sehubungan dengan ingkar janji

/wanprestasi tersebut, timbul persoalan jika debitur yang tidak memenuhi prestasi

tepat pada waktunya harus dianggap terlambat atau tidak mampu memenuhi prestasi

79 Setiawan R, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung : PT. Bina Cipta) hal 18.

Universitas Sumatera Utara

Page 64: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

45

sama sekali, sedangkan jika prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya,

maka digolongkan ke dalam terlambat memenuhi prestasi secara tidak baik, ia

dianggap terlambat memenuhi prestasi jika prestasinya masih dapat diperbaiki, dan

jika tidak, maka dianggap tidak memenuhi prestasi sama sekali.80

Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah

hukuman atau sanksi salah satunya yaitu:

a. Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur

(Pasal 1243 KUHPerdata). Ketentuan ini berlaku untuk semua perikatan.

b. Dalam perjanjian timbal balik (bilateral), wanprestasi dari satu pihak memberikan

hak kepada pihak lainnya untuk membatalkan atau memutuskan perjanjian lewat

hakim (Pasal 1266KUHPerdata).

c. Risiko beralih kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal 1237 ayat

(2) KUHPerdata). Ketentuan ini hanya berlaku bagi perikatan untuk memberikan

sesuatu.

d. Membayar biaya perkara apabila diperkarakan dimuka hakim (Pasal 181 ayat (1)

HIR). Debitur yang terbukti melakukan wanprestasi tentu dikalahkan dalam

perkara. Ketentuan ini berlaku untuk semua perikatan.

e. Memenuhi perjanjian jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan perjanjian

disertai dengan pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267KUH Perdata). Ini berlaku

untuk semua perikatan.

Dari akibat hukum tersebut di atas, kreditur dapat memilih diantara beberapa

kemungkinan tuntutan terhadap debitur yaitu: dapat menuntut pemenuhan perikatan

atau pemenuhan perikatan disertai dengan ganti kerugian, atau menuntut ganti

kerugian saja atau menuntut pembatalan perjanjian lewat hakim atau menuntut

pembatalan perjanjian disertai dengan ganti kerugian.81

Sehubungan dengan hal

tersebut , ganti kerugian yang dapat dituntut atas dasar wanprestasi berupa:

80 Ibid. 81 Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan

Perdagangan,(Bandung:Citra Aditya Bakti) hal 24.

Universitas Sumatera Utara

Page 65: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

46

a. Biaya, yaitu kerugian berupa biaya-biaya konkret yang telah dikeluarkan;

b. Rugi, yaitu kerugian yang sungguh-sungguh menimpa harta bendanya;

c. Bunga, yaitu keuntungan yang akan diperolehnya seandainya pihak debitur lalai.

C. Tugas dan Kewenangan Jabatan Notaris dalam pembuatan akta perjanjian

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik

dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau

berdasarkan undang-undang lainnya, sekilas pengertian Notaris yang tercantum

dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang

selanjutnya disebut dengan UUJN. Menurut Pasal 15 ayat 1 UUJN, Notaris

berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan

penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang

dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta Autentik,

menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse,

salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga

ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh

undang-undang.82

Tugas utama Notaris adalah membuat dokumen-dokumen hukum yang

dikenal dengan akta autentik, dan menurut Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana untuk selanjutnya disebut KUHAP, akta autentik sebagai produk

82 Bandingkan dengan Pasal 1 UUJN Notaris mempunyai tugas untuk membuat akta

autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan

umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik.

Universitas Sumatera Utara

Page 66: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

47

Notaris dikategorikan sebagai alat bukti surat.83

Dalam hal ini akta autentik yang

dibuat Notaris merupakan alat bukti yang sah ataupun dalam proses penyidikan

fungsinya untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan Notaris jika terjadi suatu

sengketa. Pelayanan jabatan Notaris maksudnya adalah untuk membebaskan anggota

masyarakat dari penipuan dan kepada orang-orang tertentu memberikan kepastian

terhadap hilangnya hak-hak mereka, sehingga untuk kepentingan tersebut diperlukan

tindakan-tindakan preventif yang khusus, antara lain juga mempertahankan

kedudukan akta-akta autentik khususnya akta-akta Notaris.84

Notaris merupakan suatu jabatan sebagai pejabat umum yang diberikan oleh

peraturan perundang-undangan dengan kewenangan untuk membuat segala perjanjian

dan akta serta yang dikehendaki oleh yang berkepentingan.85

Hal ini sesuai dengan

yang tercantum dalam pasal 15 UUJN, yaitu:

1. Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan perjanjian,

dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang

dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik,

menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, memberikan grosse, salinan dan

kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga

ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan

oleh undang-undang.

2. Notaris berwenang pula

a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah

tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku

khusus.

83 Bandingkan pasal 1 angka 1 dan 7 UUJN dengan pasal 184 KUHAPidana yang berbunyi

:”alat bukti yang sah ialah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk,dan keterangan terdakwa. 84 Muhammad Adam, Asal Usul Dan Sejarah Notaris, (Bandung:Sinar Baru, 1995) , hal 45. 85 Suhrawadi K. Lubis, Etika Profesi Hukum,(Jakarta: Sinar Grafika, 1994), hal 59.

Universitas Sumatera Utara

Page 67: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

48

c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang

memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang

bersangkutan

d. Melakukan pengesahaan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya

e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta

f. Membuat akta berkaitan dengan pertanahan

g. Membuat akta risalah lelang.

Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik,

selain itu tugas sehari-hari notaris dapat melakukan hal-hal:86

1. Bertindak sebagai penasehat hukum, terutama yang menyangkut masalah hukum

perdata khususnya bertaliandengan akta yang akan, sedang dan telah dibuat

dihadapannya.

2. Mendaftarkan akta-akta surat-surat di bawah tangan.

3. Melegalisir tanda tangan.

4. Membuat dan mengesahkan salinan turunan berbagai dokumen.

5. Mengusahakan disahkannya badan-badan seperti Perseroan Terbatas dan

perkumpulan, agar memperoleh persetujuan pengesahan sebagai badan hukum dari

Mentri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

6. Membuat keterangan Hak Waris (di bawah tangan).

7. Pekerjaan lain yang bertalian dengan lapangan yuridis dan perpajakan, seperti

urusan bea materai dan sebagainya.

Pada pasal 15 ayat (2) huruf e UUJN dikatakan bahwa Notaris juga

berwenang dalam hal memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan

pembuatan akta, dari uraian tersebut dapat diketahui bahwasanya Notaris tidak hanya

berkewenangan membuat akta tetapi juga memberikan nasehat atau advis hukum

yang berkenaan dengan akta yang dibuatnya dan juga berwenang atau dapat bertindak

sebagai pihak yang memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan

akta. Dalam hal ini Notaris dapat bertindak dalam upaya mencegah dan menghindari

munculnya problematika dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi. notaris dapat

86 Sri Kastini, Peraturan Jabatan Notaris, (Medan:USU-Press,1997), hal 38.

Universitas Sumatera Utara

Page 68: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

49

melakukan upaya mencegah terjadinya sengketa antara dua belah pihak dikarenakan

pada saat proses pembuatan akta perjanjian bangun bagi Notaris memiliki

kewenangan penuh untuk memberikan penyuluhan, penjelasan akan tindakan hukum

dan akibat hukum atas perjanjian yang akan dibuat kedua belah pihak.

Selain itu, notaris juga mempunyai wewenang yang meliputi 4 hal, yaitu:87

a. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat

b. Notaris harus berwenang sepanjang orang-orang untuk kepentingan siapa akta itu

dibuat

c. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat

d. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.

Pada dasarnya berdasarkan uraian di atas bahwa Notaris sebagai pejabat umum

menjalankan tugas dari pemerintah, dan pembuat undang-undang mengharuskan

Notaris untuk memberikan bantuannya dalam perbuatan-perbuatan hukum tertentu

yang dianggap penting sehingga memberikan kepastian hukum.

Notaris selaku pejabat pembuat akta autentik dalam tugasnya melekat pula

kewajiban yang harus dilaksanakan. Hal ini sesuai ketentuan dalam pasal 16 ayat (1)

UUJN, dinyatakan bahwa dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban :

a. Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak

yang terkait dalam perbuatan hukum

b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari

protokol Notaris

c. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada minuta akta

d. Mengeluarkan Grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta berdasarkan minuta

akta

e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali

ada alasan untuk menolaknya

87 G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta:Erlangga, 1992), hal.49.

Universitas Sumatera Utara

Page 69: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

50

f. Merahasiakan sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang

diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali

undang-undang menetukan lain

g. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1(satu) bulan menjadi buku yang memuat

tidak lebih dari 50(lima puluh) Akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat

dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan

mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap

buku

h. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya

surat berharga

i. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu

pembuatan akta setiap bulan

j. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf I atau daftar nihil

yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementrian yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5(lima)

hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya

k. Mencatat dalam reportorium tanggal pengiriman daftar wasiat oada setiap akhir

bulan

l. Mempunyai cap atau stempel yang memuat lambing Negara Republik Indonesia

dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan jabatan dan yempat kedudukan

yang bersangkutan

m. Membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2(dua)

orang saksi, atau 4(empat) orang saksi khusus untuk pembuatan akta wasiat di

bawah tangan dan ditandatangani saat itu juga oleh penghadap,saksi, dan Notaris

n. Menerima magang calon Notaris

Selain daripada ketentuan dalam pasal 16 ayat (1) huruf b UUJN khusus mengatur

tentang Akta Minuta, maka Akta Minuta dapat dibatalkan , karena notaris membuat

akta originali. Adapun akta originali tersebut yang terdapat dalam pasal 16 ayat (3)

Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

a. Akta pembayaran uang sewa, bunga dan pensiun

b. Akta penawaran pembayaran tunai

c. Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga

d. Akta kuasa

e. Akta keterangan kepemilikan

f. Akta lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

Universitas Sumatera Utara

Page 70: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

51

Berkaitan dengan pasal 16 UUJN di atas, maka notaris dalam menjalankan profesinya

selain memiliki tugas dan wewenang dalam menjalankan jabatannya, notaris juga

memiliki larangan-larangan yang harus dihindari, yaitu yang terdapat dalam pasal 17

UUJN dinyatakan bahwa Notaris dilarang:

a. Menjalankan jabatan di luar jabatannya

b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7(tujuh) hari kerja berturut-turut

tanpa alasan yang sah

c. Merangkap sebagai pegawai negeri

d. Merangkap sebagai pejabat Negara

e. Merangkap sebagai advokat

f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik Negara,

badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta

g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang

Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris

h. Menjadi Notaris pengganti atau

i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan

atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan

Notaris.

Menurut Ismael Saleh yang dikutip Liliana dalam pelaksanaan tugasnya

notaris perlu memperhatikan apa yang disebut perilaku profesi yang memiliki unsur-

unsur sebagai berikut:88

1. Mempunyai integritas moral yang mantap

2. Harus jujur terhadap client maupun diri sendiri (kejujuran intelektual)

3. Sadar akan batas kewenangannya

4. Tidak semata-mata berdasarkan uang.

Selain itu, dalam pelaksanaan tugasnya notaris harus dapat bersikap netral dan tidak

memihak dan berperan dalam keadaan damai. Dengan demikian, notaris merupakan

88 Liliana Tedjasaputro, Etika Profesi Hukum, (Semarang:Aneka Ilmu, 1991), hal 86.

Universitas Sumatera Utara

Page 71: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

52

suatu pekerjaan yang memiliki keahlian khusus yang menuntut pengetahuan luas

serta tanggung jawab yang berat untuk melayani kepentingan umum dan inti tugas

notaris adalah mengatur secara tertulis dan autentik hubungan-hubungan hukum

antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa notaris.89

Sikap netral tersebut sangat diperlukan pada saat para pihak yang membuat

perjanjian hadir dihadapan Notaris. Dengan adanya sikap netral maka akan

mempengaruhi isi perjanjian tersebut dan proses pelaksanaannya, dimana jika Notaris

lebih mementingkan kepentingan salah satu pihak demi keuntungan yang akan

diperoleh maka akibatnya akan merugikan pihak lainnya.

D. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Akta Perjanjian Bangun Bagi Antara

Pemilik Tanah Nyonya X sebagai Pihak Pertama dan Tuan Y sebagai Pihak

Kedua

Menurut KUHPerdata suatu perjanjian merupakan perbuatan dengan mana

satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Berdasarkan pengertian tersebut suatu perjanjian baru dapat dibuat apabila terdapat

dua orang atau lebih yang sepakat untuk saling mengikatkan diri untuk melaksanakan

suatu prestasi yang merupakan tujuan dari pada perjanjianyang mereka buat tersebut.

Hal ini juga yang terkandung dalam Akta Perjanjian Bangun Bagi yang dibuat

Nyonya X dan Tuan Y dihadapan Notaris Z yang dijadikan objek penelitian.

89 Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta:Sinar

Grafika,2006) hal. 50.

Universitas Sumatera Utara

Page 72: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

53

Hak dan kewajiban para pihak yang berjanji telah dituliskan dalam akta

perjanjian tersebut. Adapun hak pihak pertama yaitu Nyonya X sebagai pemilik tanah

di dalam Akta Perjanjian Bangun Bagi, yaitu :90

1. Setelah bangunan-bangunan rumah tersebut selesai dibangun, maka 2(dua) pintu

dari padanya (dua bangunan dari 5 bangunan) yaitu nomor:1 dan 2, pada gambar

denah lokasi yang diarsir dengan garis biru. (sesuai dengan isi pasal 3 point 1)

2. Uang senilai Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) yang diserahkan pihak

kedua secara tunai dengan maksud sebagai tambahan dari bagian pihak pertama,

dan diserahkan pada saat akta ditandatangani.(pasal 3 point 2)

3. Bangunan milik pihak pertama harus selesai dalam tempo waktu 12 (dua belas)

bulan. ( pasal 6)

4. Bangunan milik pihak pertama harus dibangun sesuai dengan kesepakatan para

pihak (pasal 5), yaitu :

a. Lantai I bangunan berukuran kurang lebih 3, 80 M X 16M (tiga koma delapan

puluh meter kali enam belas meter), lantai II dan lantai III bangunan berukuran

kurang lebih 3,80 X 17 M (tiga koma delapan puluh meter kali tujuh belas

meter), lantai ahir (atap) berukuran kurang lebih 1M X 5M (satu kali 5 meter)

dalam keadaan kosong, pintu depan lantai satu terbuat dari plat besi, pintu

belakang lantai satu dan pintu penutup yang ada di lantai ahir terbuat dari kayu

sejenis;

b. Bangunan dilengkapi dengan istalasi listrik 2.200 watt dan instalasi air leiding,

lengkap meteran;

c. Setiap lantai bangunan rumah dicor beton;

d. Jalan untuk parkir dipasang conblock.

e. Jika terjadi keterlambatan penyelesaian pembangunan berhak atas ganti

kerugian yang ditanggung pihak kedua.

f. Jika masa denda habis, maka pembangunan tetap berjalan sampai selesai

dengan pemindahan kewajiban dari pihak kedua kepada pihak ketiga, dimana

pihak ketiga ditunjuk oleh pihak kedua, serta biaya pembangunan ditanggung

pihak kedua.

Kewajiban Nyonya X sebagai pemilik tanah yaitu dalam hal ini pihak pertama adalah

sebagai berikut :

a. Memberi izin, hak dan kuasa kepada pihak kedua untuk mendirikan 5 (lima)

pintu bangunan rumah permanen bertingkat tiga berukuran kurang lebih

90 Lihat lampiran Akta Perjanjian Pembangunan Rumah dan Penentuan Bagian Nomor 4

Tanggal 21 April 2009 pasal 1 sanpai dengan pasal 11.

Universitas Sumatera Utara

Page 73: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

54

3,80M X 16M (tiga koma delapan puluh meter kali enam belas meter). (Pasal

1 poit 1)

b. Menyerahkan 3(tiga) pintu bangunan rumah kepada pihak kedua dengan

membuat atau menanda tangani segala akte-akte/surat-surat yang

berhubungan dengan penyerahan atau penjualannya.

c. Pajak-pajak yang timbul akibat penyerahan bangunan-bangunan tersebut

seperti Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB)

adalah menjadi tanggungan masing-masing pihak sesuai jumlah yang

dikenakan atas masing-masing bangunan miliknya. (pasal 3 point 4)

d. Menjamin kepada pihak kedua untuk mempergunakan tanahnya untuk

dibangun tanpa ada gangguan hukum dari siapapun juga dan bebas dari segala

beban sitaan maupun agunan serta sengketa.(pasal 4)

e. Pihak pertama berkewajiban memberikan “kuasa-menjual” kepada pihak

pertama guna melaksanakan pengurusan surat-surat yang berkenaan dengan

pemilikan bangunan-bangunan yang menjadi bagian pihak kedua, yaitu untuk

menjual atau menyerahkan kepada siapa saja yang ditunjuk oleh pihak kedua.

Dengan kata lain pihak pertama telah memberi kuasa kepada pihak kedua,

untuk mewakili pihak pertama melakukan segala tindakan yang perlu dan

berguna bagi penyerahan bangunan-bangunan yang menjadi bagian pihak

kedua.(pasal 7 point 1)

Adapun hak Tuan Y sebagai developer yaitu pihak kedua dalam Akta Perjanjian

Bangun Bagi tersebut, yaitu :

a. Setelah bangunan-bangunan rumah tersebut selesai dibangun, maka 3(tiga)

pintu dari padanya yaitu nomor : 1, 2, dan 3 pada gambar denah lokasi diarsir

dengan garis merah dengan sendirinya hak pihak kedua.

b. Harga penjualan 3 (tiga) rumah yang merupakan bagian pihak kedua

ditentukan sendiri oleh pihak kedua.

c. Rumah yang menjadi bagian pihak kedua dibangun sesuai dengan keinginan

pihak kedua sendiri.

d. Selama proses pembangunan tidak mendapat gangguan hukum, sitaan dari

pihak manapun.

e. Menerima “kuasa-menjual” dari pihak pertama guna melaksanakan

pengurusan surat-surat yang berkenaan dengan kepemilikan bangunan-

bangunan yang menjadi bagian pihak kedua, yaitu menjual atau menyerahkan

kepada siapa saja yang ditunjuk oleh pihak kedua.

Kewajiban Tuan Y developer dalam hal ini sebagai pihak kedua, yaitu :

a. Membangun 5(lima) pintu bangunan rumah permanen bertingkat tiga

berukuran kurang lebih 3,80M X 16M (tiga koma delapan puluh meter kali

enam belas meter) di atas tanah milik pihak pertama.

Universitas Sumatera Utara

Page 74: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

55

b. Membangun 5 (lima) pintu rumah tersebut sesuai dengan Gambar Situasi

Denah Tanah Sementara dan Spesifikasi Gambar.

c. Memenuhi segala peraturan dari Yang Berwenang tentang pendirian

bangunan-bangunan baik di bidang tehnik termasuk keselamatan kerja

maupun administrasi (izin-izin).

d. Menanggung dan membayar biaya pembangunan rumah-rumah tersebut, IMB

(Izin Mendirikan Bangunan) dari Yang Berwenang, bahan-bahan, biaya

pemecahan Pajak Bumi Bangunan dan biaya lain sehubungan dengan

pendirian bangunan.(pasal 2 point 1)

e. Mengurus dan memohon dengan atas nama pihak pertama dengan biaya pihak

kedua, yaitu Permohonan Hak Milik atas sebahagian tanah tersebut di atas

(bagian depan) ukuran 20M X 26M(dua puluh meter kali dua puluh enam

meter) ke kantor Pertanahan Kota Medan, disertai dengan pajak-pajak yang

timbul dan pemecahan sertipikatnya menjadi berapa bagian untuk pihak

pertama ataupun pihak kedua. (pasal 2 point 1 dan 2)

f. Pajak-pajak yang timbul akibat penyerahan bangunan-bangunan tersebut

seperti Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB)

adalah menjadi tanggungan masing-masing pihak sesuai jumlah yang

dikenakan atas masing-masing bangunan miliknya. (pasal 3 point 4)

g. Lantai I bangunan berukuran kurang lebih 3, 80 M X 16M (tiga koma delapan

puluh meter kali enam belas meter), lantai II dan lantai III bangunan

berukuran kurang lebih 3,80 X 17 M (tiga koma delapan puluh meter kali

tujuh belas meter), lantai ahir (atap) berukuran kurang lebih 1M X 5M (satu

kali 5 meter) dalam keadaan kosong, pintu depan lantai satu terbuat dari plat

besi, pintu belakang lantai satu dan pintu penutup yang ada di lantai ahir

terbuat dari kayu sejenis;

h. Bangunan dilengkapi dengan istalasi listrik 2.200 watt dan instalasi air

leiding, lengkap meteran;

i. Setiap lantai bangunan rumah dicor beton;

j. Jalan untuk parker dipasang cinblock.

k. Penyelesaian pembangunan harus sudah selesai selambat-lambatnya dalam

jangka waktu 12(dua belas bulan) terhitung sejak Surat Izin Mendirikan

Bangunan keluar dari instansi yang berwenang.(pasal 6)

l. Mempertanggung jawabkan segala akibat jika pihak kedua menjual rumah-

rumah tersebut sebelum rumah-rumah milik pihak pertama selesai.

m. Jika penyelesaian pembangunan tidak selesai tepat pada waktunya maka pihak

kedua wajib membayar berupa denda Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah)

setiap satu hari keterlambatan, yang dibayar seketika dan sekaligus pada saat

terahir denda. Denda hanya berlaku 2 (dua) bulan.

n. Jika masa denda selesai tetapi bangunan belum selesai, maka pihak kedua

wajib menunjuk pihak ketiga untuk melanjutkan pembangunan sampai selesai

dengan biaya dari pihak kedua.

Universitas Sumatera Utara

Page 75: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

56

o. Biaya pembuatan Akta Perjanjian Bangun Bagi yang dibuat kedua belah pihak

ditanggung oleh pihak kedua.

Dari uraian di atas secara singkat dijelaskan hak dan kewajiban antara Nyonya X dan

Tuan Y, isi akta perjanjian tersebut sepenuhnya ditentukan oleh Nyonya X dan Tuan

Y berdasarkan asas kebebasan berkontrak dalam KUHPerdata bahwa perjanjian

tersebut merupakan kesepakatan dan undang-undang bagi para pihak. Kebebasan

berkontrak tersebut yaitu atas keseluruhan isi klausula perjanjian, mengenai objek,

penyerahan, waktu penyelesaian, ganti rugi dan lain sebagainya ditentukan sendiri

oleh para pihak. Berdasarkan hak dan kewajiban para pihak perlu diperhatikan

peranan Notaris dalam membuat perjanjian tersebut, apakah notaris tersebut telah

memberikan penyuluhan hukum dan advis yang tepat. Dimana para pihak atau client

dari seorang Notaris tidak memiliki pengetahuan di bidang hukum, hal inilah yang

menyebabkan dibutuhkannya unsur perlindungan hukum bagi para pihak yang

membuat perjanjian melalui jasa Notaris. Notaris harus bersikap netral terhadap para

pihak.

Universitas Sumatera Utara

Page 76: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

57

BAB III

PROBLEMATIKA YANG DAPAT TIMBUL DALAM PELAKSANAAN

PERJANJIAN BANGUN BAGI

A. Problematika yang timbul pada pihak pemilik tanah

1. Kuasa Menjual

Kuasa atau lastgeving merupakan suatu persetujuan (overenkomst) dimana

ada suatu pihak memberi kuasa atau kekuasaan (macht) kepada orang lain

(lasthebber) untuk bertindak atau melakukan perbuatan hukum atas nama pemberi

kuasa (lastgever). Pada pasal 1792 KUHPerdata memberikan batasan pemberian

kuasa adalah suatu persetjuan, dengan mana seseorang memberikan kekuasaan

kepada orang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelesaikan suatu

urusan. Pengertian dari suatu persetujuan apabila didasarkan pada pasal 1313

KUHPerdata merupakan suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya kepada satu orang lain atau lebih, dan Pasal 1338 ayat (1),

menjamin kebebasan kepada pihak-pihak untuk menentukan isi daripada persetujuan

itu.

Kemudian makna kata-kata “untuk atas namanya”, berarti bahwa yang diberi

kuasa bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa, sehingga segala sebab dan

akibat dari perserujuan ini menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari pemberi kuasa

57

Universitas Sumatera Utara

Page 77: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

58

dalam batas-batas kuasa yang diberikan.91

Dalam pasal 1795 KUHPerdata, dapat

ditemukan 2(dua) jenis surat kuasa:92

a. Surat kuasa umum yaitu kuasa yang diberikan secara umum adalah meliputi

perbuatan-perbuatan pengurusan yang meliputi segala kepentingan pemberi kuasa,

kecuali perbuatan pemilikan.

b. Surat kuasa khusus yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih;

karena itu diperlukan suatu pemberian kuasa yang menyebutkan dengan tegas

perbuatan mana yang dapat dilakukan oleh penerima kuasa, misal:untuk

mengalihkan hak barang bergerak/tidak bergerak, meletakkan hipotik, melakukan

suatu perdamaian, atau sesuatu perbuatan lain yang hanya dapat dilakukan oleh

seorang pemilik.93

Di samping itu juga terdapat berbagai pasal dalam KUHPerdata yang

berkaitan dengan kuasa, baik berupa kuasa umum maupun kuasa khusus, misalnya

pasal 334 KUHPerdata tentang kuasa untuk mewakili seseorang yang masih di bawah

umur oleh salah seorang anggota keluarganya, pasal 1683 KUHPerdata tentang kuasa

untuk menyatakan menerima suatu hibah, dengan persyaratan harus dengan akta

autentik, pasal 1925 KUHPerdata tentang kuasa untuk memberika pengakuan di

muka pengadilan dan pasal 1934 KUHPerdata tentang kuasa untuk melakukan

sumpah, demikian juga kuasa dalam melaksanakan perkawinan.

Bentuk pemberian kuasa dalam pasal 1793 KUHPerdata, ditentukan sebagai

berikut:94

a. Akta autentik

b. Akta di bawah tangan

c. Surat biasa

d. Secara lisan

91 Djaja S. Meliala, Pemberian Kuasa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

(Bandung: Tarsito, 1982) hal. 3. 92 Bandingkan dengan pasal 1795KUHPerdata 93 Djaja. S. Meliala. Op. Cit, hal. 4. 94 Guse Prayudi, Seluk Beluk Perjanjian, (Yogyakarta:Pustaka Pena, 2007), hal. 52.

Universitas Sumatera Utara

Page 78: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

59

e. Diam-diam

Dalam hal tertentu, pihak-pihak dalam “pemberian kuasa”, terikat pada

syarat-syarat formil, dalam hal :95

1. Surat Kuasa yang harus autentik

a. Kuasa perkawinan (Pasal 79 KUHPerdata)

Tetapi setelah berlakunya Undang-Undang Perkawinan yaitu UU No. 1 Tahun

1974, tidak diatur secara tegas karena dalam prakteknya masih sering dijumpai

surat kuasa tersebut dibuat secara notariil.

b. Kuasa menghibahkan (Pasal 1682 KUHPerdata)

Sepanjang mengenal tanah, dengan berlakunya UUPA memang sudah dicabut,

tetapi dalam hal-hal lain belum dicabut.

c. Kuasa melakukan Hypotek (Pasal 1171 KUHPerdata)

2. Surat kuasa yang ditandatangani dengan cap jempol, tanda tangan tersebut harus

dilegalisir oleh pejabat yang berwenang, karena cap jempol tanpa legalisir dari

pejabat yang berwenang, bukan merupakan tanda tangan. Yang berhak member

legalisir adalah : camat, bupati, walikota, dan Notaris.

3. Pemberi kuasa di luar negeri, harus dilegalisir oleh kedutaan besar kita di luar

negeri. Jika di negeri tersebut tidak ada perwakilan/kedutaan besar kita, maka

dilegalisir oleh pejabat yang berwenang di sana, kemudian ke departemen

kehakiman dank e departemen luar negeri Negara yang bersangkutan. (Putusan

Mahkamah Agung tanggal 14 April 1973 No. 208k/Sip/1973)

4. Kuasa dengan lisan, diam-diam, dan melalui surat biasa, harus dinyatakan dengan

tegas di muka pengadilan, jika diberikan kepada seseorang pengacara untuk

sesuatu keperluan di muka persidangan.

Berakhirnya pemberian kuasa menurut Guse Prayudi apabila, yaitu :96

a. Atas kehendak pemberi kuasa

b. Atas permintaan penerima kuasa

c. Persoalan yang dikuasakan telah dapat diselesaikan

d. Salah satu pihak meninggal dunia

e. Salah satu pihak di bawah pengampuan (curatele)

f. Salah satu pihak dalam keadaan pailit

g. Karena perkawinan perempuan yang member/menerima kuasa

h. Atas keputusan pengadilan

95 Djaja. S. Meliala. Op. Cit. hal. 5-6. 96 Guse Prayudi, Op. Cit. hal. 53.

Universitas Sumatera Utara

Page 79: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

60

Pemberian kuasa dalam perjanjian bangun bagi dilakukan pemilik tanah

kepada developer, dimana kuasa tersebut bertindak sesuai dengan hal yang

diperjanjikan sesuai kesepakatan para pihak, pemberian kuasa yang dilaksanakan

Nyonya X kepada Tuan Y melalui Akta Kuasa Menjual dalam bentuk akta yang

dibuat di hadapan Notaris. Pasal 1792 KUHPerdata terkait pemberian kuasa, yang

menentukan sebagai “suatu persetujuan seseorang sebagai pemberi kuasa dengan

orang lain sebagai penerima kuasa guna melakukan suatu perbuatan/tindakan untuk

dapat “atas nama” “si pemberi kuasa”. Dengan demikian, berdasarkan pada pasal

1792 KUHPerdata sifat dari pemberian kuasa adalah “mewakilkan” atau

“perwakilan”. Mewakilkan masksudnya pemberi kuasa mewakilkan kepada si

penerima kuasa untuk mengurus dan melaksanakan kepentingan si pemberi kuasa,

adapun arti kata atas nama yang dimaksud dalam pasal ini adalah si penerima kuasa

berbuat atau bertindak mewakili si pemberi kuasa.97

Oleh karena itu sebenarnya

kedudukan Tuan Y atau developer sebagai perwakilan dari nyonya X terhadap segala

pengurusan surat-surat dihadapan pihak yang berwenang.

Kuasa menjual sekurang-kurangnya diberikan dalam bentuk akta kuasa yang

dilegalisasi di hadapan notaris. Tidak ada ketentuan yang mengaturnya secara tegas.

Kuasa menjual ini sering dimanfaatkan oleh developer dimana dengan adanya kuasa

menjual developer dapat menjual tanpa harus dihadiri oleh pemilik tanah. Dalam

perjanjian bangun bagi, status kepemilikian tanah pada saat proses pelaksanaan tidak

berpindah ke tangan developer, sehingga sifat “mewakilkan” dan “perwakilan” dari

97 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal, 306.

Universitas Sumatera Utara

Page 80: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

61

kuasa menjual dimanfaatkan agar dapat memindah tangankan rumah toko tersebut

dari developer kepada pembeli melalui surat-surat atas nama pemilik tanah.

Developer yang beritikad tidak baik memanfaatkan kuasa menjual untuk

keuntungannya, sebagai contoh dimana developer berjanji kepada pemilik tanah

bahwa akan membangun ruko di atas tanah pemilik tanah sebanyak 5(lima) unit,

developer berjanji akan memberikan bagian pemilik tanah sebanyak 2(dua) unit dan

sisanya 3(tiga) unit merupakan milik developer, tanah tersebut masih atas nama

pemilik tanah, maka dibuatlah kuasa menjual agar dikemudian hari developer dapat

menjual yang bagiannya tanpa harus dihadiri oleh pemilik tanah.

Pada proses pelaksanaannya, banyak developer yang tidak melakukan sesuai

yang terdapat dalam perjanjian, dimana dalam perjanjian developer tidak dapat

menjual bagiannya jika tidak menyelesaikan terlebih dahulu ruko milik pemilik tanah,

Tetapi developer menyalah gunakan kuasa menjual tersebut agar bagiannya cepat

laku dan developer mendapat keuntungan. Problematika yang muncul dimana

developer menjual bagiannya terlebih dahulu berdasarkan kuasa menjual sebelum

menyelesaikan bangunan milik pemilik tanah, setelah bagian miliknya habis,

developer pergi begitu saja tanpa menyelesaikan pembangunan. Maka hal ini

menimbulkan kerugian bagi pihak pemilik tanah, dimana developer dapat

meninggalkan pembangunan ruko milik pihak pertama sekalipun belum selesai.

Hal tersebut juga terjadi diantara Nyonya X dan Tuan Y, dimana dalam

perjanjiannya tertera dalam pasal 7 bahwa para pihak membuat Akta Kuasa Menjual

dimana Nyonya X memberikan kuasa kepada Tuan Y, dan dalam perjanjian itu

Universitas Sumatera Utara

Page 81: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

62

dijelaskan bahwa kuasa menjual tersebut dibuat setelah akta perjanjian yang

bernomor berturut-turut setelah akta perjanjian, dalam pasal 7 tersebut dijelaskan

tentang kuasa tersebut serta menyebutkan “apabila ternyata pihak kedua telah

menjual rumah-rumah tersebut sebelum rumah-rumah yang disediakan bagi pihak

pertama selesai, maka hal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak kedua

sendiri.”98

Pada pelaksanaannya Tuan Y tidak menyelesaikan pembangunan milik

pihak pertama, tetapi menjual bangunan miliknya kepada pihak ketiga atau pembeli,

artinya Tuan Y melanggar pasal 7 dalam perjanjian, Tuan Y tanpa diketahui Nyonya

X telah menjual bagiannya kepada pihak lain, maka dapat dikatakan Tuan Y

memegang akta kuasa menjual tersebut dan menyalahgunakannya. Jika dilihat dari

kasus tersebut, mengapa Tuan Y dapat menjual bagiannya sebelum menyelesaikan

bangunan pihak pertama dapat dipastikan karena Tuan Y memegang Kuasa Menjual

tersebut, jika kuasa menjual tersebut tidak berada di tangannya transaksi tidak dapat

dilakukan dengan pembeli, karena terjadinya Jual-Beli hanya dapat berlangsung dari

Tuan Y kepada pihak lain hanya dimungkinkan atas dasar kuasa menjual. Kuasa

menjual dapat dipegang oleh developer, tidak ada larangan akan hal tersebut dan para

pihak yang membuat perjanjian pada saat itu tidak ada meminta kepada Notaris untuk

memegang Kuasa Menjual tersebut sampai bangunan Nyonya X selesai, alasan para

pihak pada saat itu karena Tuan Y mengeluarkan uang tunai yang diserahkan kepada

98 Bandingkan dengan pasal 7 Lampiran Akta Perjanjian Pembangunan Rumah dan

Penentuan Bagian dan angka 8 tentang duduk perkara Putusan Nomor 51X/Pdt.G/2013/PN Mdn, hal.

3-4.

Universitas Sumatera Utara

Page 82: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

63

Nyonya X sebesar Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah), dalam perjanjian bahwa

biaya pembangunan rumah toko Nyonya X seluruhnya ditanggung oleh Tuan Y, serta

segala biaya pengurusan surat-surat yang berkaitan juga ditanggung oleh Tuan Y

sehingga Nyonya X setuju kuasa menjual tersebut dipegang oleh Tuan Y.99

Pada dasarnya tidak ada larangan yang menyatakan kuasa menjual tersebut

dipegang oleh developer, tetapi oleh karena kuasa menjual tersebut dapat

dimanfaatkan dengan itikad tidak baik, sebaiknya Notaris ataupun para pihak

menentukan pengaturan sendiri tentang hal tersebut dengan tujuan menghindari

sengketa. Oleh karena itu, Nyonya X mengajukan gugatannya yang tertanggal 16

September 2013 ke Pengadilan Negeri Medan. Dalam tentang duduk perkara nomor 9

dan 10 dijelaskan bahwa Nyonya X menuntut batal demi hukum jika ruko tersebut

telah pindah tangan kepada pihak lain.100

Berdasarkan uraian di atas, problematika

kuasa menjual tersebut juga berkaitan erat dengan problematika yang muncul lainnya

dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi dimana dengan tidak selesainya

pembangunan yang diadakan oleh developer, maka developer pasti tidak melakukan

penyerahan kepada pemilik tanah, dan developer meninggalkan begitu saja

pembangunan tersebut.101

99 Hasil Wawancara dengan Notaris Z , Notaris di Medan, pada tanggal 12 September 2014. 100 Bandingkan dengan tentang duduk perkara nomor 9 dan 10 Lampiran Putusan Nomor

51X/Pdt.G/2013/PN.Mdn. 101

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 83: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

64

2. Levering (Penyerahan)

Levering merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik karena

adanya pemindahan hak milik dan seseorang yang berhak memindahkannya kepada

orang lain yang berhak memperoleh hak milik. Cara memperoleh hak milik dengan

levering merupakan cara yang paling banyak dilakukan dalam kehidupan masyarakat

sekarang.

Yang dimaksud hak milik dalam KUHPerdata pasal 570 adalah:

“Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan

dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan

kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan undang-undang atau

Peraturan yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak

menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain kesemuanya itu

dengan tidak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi

kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang dengan

pembayaran ganti rugi.”

Karena “di dalam hak milik juga ada fungsi sosial yang bermanfaat bagi

orang lain.”102

Perkataan levering mempunyai dua arti yaitu :

1. Perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan belaka (fetelijke levering)

2. Perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik kepada orang lain

(juridische levering).103

Sedangkan levering menurut KUHPerdata pasal 1475 “penyerahan adalah

suatu pemindahan barang yang telah dijual ke dalam kekuasaan dan kepunyaan

pembeli.” Melihat pengertian-pengertian levering di atas dapat diambil kesimpulan

102 Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat,

(Sinar Grafika:1993) hal. 36. 103 Ridwan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, (Bandung:Alumni,2004)

hal. 132

Universitas Sumatera Utara

Page 84: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

65

bahwa levering merupakan perbuatan hukum yang dilakukan untuk memindahkan

hak kepemilikan atas barang dari penjual ke pembeli.

a. Macam-macam Levering

Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa levering merupakan

perbuatan hukum (yuridis) yang bertujuan untuk memindahkan hak milik atas suatu

barang yang diperjualbelikan dari penjual ke pembeli. Kewajiban menyerahkan hak

milik bagi penjual meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk

mengalihkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan. Hukum dalam arti luas

adalah “rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang sebagai anggota

masyarakat.”104

Sedangkan yang dimaksud barang atau benda adalah “segala sesuatu

yang dapat dikuasai dengan hak milik, tanpa mempedulikan jenis atau wujudnya.”105

Secara umum dalam hukum perdata benda dapat dibedakan menjadi dua

macam, yaitu barang bergerak dan tidak bergerak, maka menurut pembagian benda,

levering juga dibedakan menjadi dua macam, yaitu levering benda bergerak dan

levering benda tak bergerak. Sebagaimana Pasal 504 KUHPerdata yang berbunyi

“tiap-tiap kebendaan adalah bergerak atau tak bergerak satu sama lain menurut

ketentuan-ketentuan dalam kedua bagian berikut.”

1) Levering benda bergerak

Benda bergerak dalam KUHPerdata dibagi menjadi 2(dua) macam, yaitu

benda bergerak berwujud dan benda bergerak tidak berwujud. Adapun benda

104 Wirjono Pradjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, (Bandung:Sumur,1995), hal.29. 105 Kartini Mulyadi, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan dan Kebendaan Pada

Umumnya, (Jakarta: Kencana, 2005) hal. 31.

Universitas Sumatera Utara

Page 85: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

66

bergerak mempunyai sifat atau cirri-ciri dapat dipindahkan. Pasal 509 KUHPerdata

berbunyi “kebendaan bergerak karena sifatnya adalah kebendaan yang dapat

berpindah atau dipindahkan.”

a) Benda bergerak berwujud

Benda bergerak berwujud, levering dilakukan dengan cara penyerahan

bendanya kepada orang yang berhak menerima, yang disebut “penyerahan nyata”

(ferlejke levering) atau dengan menyerahkan kunci dimana benda ini disimpan. Hal

ini berdasarkan Pasal 612 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi : “Penyerahan

kebendaan bergerak yang tak bertubuh dilakukan dengan penyerahan nyata akan

kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan menyerahkan kunci dari

bangunan dalam mana kebendaan itu berada.”

b) Levering benda bergerak tidak berwujud

Benda bergerak tidak berwujud dalam KUHPerdata adalah berupa hak-hak

piutang. Sedangkan piutang itu sendiri dibedakan menjadi tiga macam yaitu piutang

atas bawah (aan toonder), piutang atas nama (op naam) dan piutang atas pengganti

(aan order).

(1) Levering surat piutang atas bawa (aan toonder)

Pasal 613 KUHPerdata ayat (3) berbunyi, “Penyerahan tiap-tiap piutang

karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu, penyerahan tiap-tiap

piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan

indosemen.” Yang dimaksud dengan levering piutang atas bawa adalah dilakukan

Universitas Sumatera Utara

Page 86: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

67

dengan penyerahan surat itu sendiri yang tentunya sudah disepakati oleh pihak-pihak

tertentu. Misalnya :”saham-saham dalam perseroan terbatas(PT).”106

(2) Levering piutang atas pengganti (aan onder)

Pasal 613 ayat (3) KUHPerdata yang telah diuraikan sebelumnya

menjelaskan bahwa penyerahan dilakukan dengan menyerahkan surat disertai

endosemen, yakni “dengan menulis dibalik surat piutang yang menyatakan kepada

siapa surat piutang itu dialihkan. Misalnya cek-cek atau wesel.”107

(3) Levering surat piutang atas nama (op naam)

Pasal 613 ayat (1) KUHPerdata berbunyi “Penyerahan akan piutang-piutang

atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya dilakukan dengan jalan membuat

sebuah akta autentik atau dibawa tangan, dengan nama hak-hak atas kebendaan itu

dilimpahkan kepada orang lain.” Levering surat piutang atas nama dilakukan dengan

cara membuat akta autentik atau di bawah tangan (cassie). Cassie adalah :

“Penggantian kedudukan berpiutang dari kreditur lama yang dinamakan

cedent kepada kreditur baru yang dinamakan cessionaries. Sedangkan

debitur dinamakan cessus. Agar peralihan piutang ini berlaku terhadap

kreditur, akta cessie itu harus diberitahukan kepadanya secara resmi. Hak

piutang dianggap sudah beralih dari kreditur lama (cedent) kepada kreditur

baru (cessionaries) pada saat akta cessie dibuat, tidak pada waktu cassie

Diberitahukan cessus.”108

2) Levering benda tidak bergerak

Pasal 506, 507, 508 KUHPerdata benda tidak bergerak dapat disimpulkan

menjadi 3 jenis, yaitu :

106 A. Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata I, (Jakarta: Raja Grafindo, 1996) hal. 240. 107 Ridwan Syahrani, Op. Cit, hal 134. 108 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 87: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

68

1. Benda yang menurut sifatnya tak bergerak yang dibagi lagi menjadi 3 jenis:

a. Tanah

b. Segala sesuatu yang menyatu dengan tanah karena tumbuh dan berakar serta

bercabang, seperti tumbuh-tunbuhan.

c. Segala sesuatu yang bersatu dengan tanah karena didirikan di atas tanah itu

karena tertanam dan terpaku, misalnya : pipa-pipa pabrik yang tertanam di

tanah.

2. Benda yang menurut tujuan pemakaiannya pabrik bersatu dengan benda tidak

bergerak, seperti :

a. Pada pabrik yaitu segala sesuatu yang dibutuhkan pabrik misalnya:mesin.

b. Pada suatu perkebunan yaitu segala sesuatu yang digunakan sebagai merabah

tanah.

c. Pada rumah kediaman : segala kaca, tulisan, dan lain-lain.

d. Barang-barang reruntuhan daru sesuatu bangunan yang digunakan lagi untuk

mendirikan bangunan.

3. Benda yang menurut undang-undang sebagai benda tidak bergerak seperti “hak-

hak atau penagihan mengenai suatu benda yang tidak bergerak.”109

Penyerahan barang tidak bergerak terdapat dua bentuk penyerahan yaitu

“penyerahan senyatanya dan penyerahan secara yuridis.”110

Yang dimaksud

penyerahan secara yuridis adalah membuat suatu surat penyerahan (akta van

transport)yang harus terdaftar dalam daftar hak milik (regiser eigendom) yang

disebut “balik nama”.111

Artinya dalam hal ini pihak-pihak yang terkait membuat

akte. Biasanya dalam jual beli akta dibuat sementara terlebih dahulu karena sesudah

itu ada akta lain. Hak ini dilakukan karena saat pembuatan persetujuan jual beli dan

penyerahan barang membutuhkan waktu. Setelah adanya kesepakatan pembuatan

perjanjian untuk memenuhi perikatan pada tanggal tertentu maka penjual dan pembeli

membutuhkan pada harganya yang disebut “akta transport” yaitu “akta dimana pihak-

109 Ibid, hal. 109. 110 A. Vollmar, Op.Cit. hal 288. 111 Suhardana, Hukum Perdata I, (Jakarta : Prenhallindo, 2001), hal.187.

Universitas Sumatera Utara

Page 88: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

69

pihak menuliskan kehendaknya penjual menerangkan menyerahkan barang dan

pembeli menerangkan menerima barang.”112

Penyerahan barang tidak bergerak di atas didasarkan atas pasal

616KUHPerdata yang dihubungkan dengan pasal 620 KUHPerdata yang berbunyi

“Penyerahan atau penunjukan akan kebendaan tidak bergerak dilakukan dengan

pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan cara seperti ditentukan dalam

pasal 620 ayat (1) dan (2).”

Pasal 620 KUHPerdata ayat (1) menyebutkan bahwa :

“Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan termuat dalam tiga pasalyang

lalu, pengum,uman termaksud di atas dilakukan dengan memindahkan

sebuah salinan autentik yang lengkap dari akta autentik atas keputusan yang

bersangkutan ke kantor penyimpanan hipotik, yang mana dalam

lingkungannya barang-barang tak bergerak yang harus diserahkan berada,

dan dengan membukukannya dalam register.”

Pasal 620 KUHPerdata ayat (2) berbunyi:

“Bersama-sama dengan pemindahan tersebut pihak yang berkepentingan

harus menyampaikan juga kepada penyimpan hipotik sebuah salinan

autentik yang kedua atau sebuah petikan dari akta/kutipan itu, agar

penyimpanan mencatat di dalamnya hari pemindahan beserta bagian dan

nomor dari register yang bersangkutan.”

Dalam halnya penyerahan atau Levering dalam perjanjian bangun bagi yang

diadakan oleh Nyonya X dan Tuan Y menjadi suatu problematika yang muncul

diantara para pihak, hal tersebut terdapat dalam putusan No. 51X/Pdt.G/2013/PN

yang ditegaskan oleh saksi dimana 2 (dua) rumah toko yang semestinya menjadi

112 A. Vollmar, Op. Cit. hal. 241.

Universitas Sumatera Utara

Page 89: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

70

milik pihak pertama belum diserahkan oleh pihak kedua, “…. sekarang ada bangunan

rumah toko 5 (lima) unit akan belum selesai, terbengkalai bangunan sejak tahun

2009, bangunan itu dibagi 3 rumah untuk pihak kedua dan 2 rumah toko untuk pihak

pertama dan sampai saat ini belum diserahkan.113

Dalam pelaksanaan perjanjian

bangun bagi tersebut belum terjadi penyerahan yang semestinya dilakukan agar

perjanjian tersebut selesai. Pada dasarnya, penyerahan dari pihak kedua kepada pihak

pertama bukan lagi penyerahan seperti yang diuraikan di atas yaitu balik nama tetapi

berupa sertifikat yang telah didaftarkan, karena 5 (dua) ruko tersebut merupakan atas

nama pihak pertama, hanya saja pihak pertama menginginkan adanya serah terima

bangunan,penyerahan kunci bangunan dari pihak kedua yang tujuannya menjelaskan

bahwa bangunan tersebut sudah selesai sesuai dengan kesepakatan semula atau

tidak.114

Permasalahan yang terjadi dalam perjanjian bangun bagi tersebut dimana

pihak developer tidak melaksanakan penyerahan (levering), dimana fungsinya adalah

sebagai pemindahan hak milik. Dalam halnya perjanjian bangun bagi, pihak pemilik

tanah memberikan ijin kepada developer untuk melakukan pembangunan di atas

tanahnya, selain melakukan pembangunan, perjanjian tersebut telah mengatur

developer untuk menanggung biaya permohonan hak kepada Badan Pertanahan

Nasional melalui jasa Notaris. Setelah pembangunan selesai dilaksanakan, developer

113 Lihat Lampiran Putusan Nomor 51X/Pdt.G/2013/PN.Mdn. hal.8. 114 Hasil wawancara dengan Nyonya X (pihak pertama dan pemilik tanah), di Medan pada

tanggal 21 -23 September 2014.

Universitas Sumatera Utara

Page 90: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

71

wajib menyerahkan bangunan dan sertifikat tanah beserta kunci bangunan kepada

pemilik tanah sebagai tanda bangunan dan tanah tersebut milik pemilik tanah.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa developer harus

melakukan penyerahan yang sifatnya penyerahan fisik atau penyerahan secara nyata

dan penyerahan yuridis, penyerahan fisik atau nyata antara lain: kunci bangunan dan

bangunannya sesuai dengan permintaan pemilik tanah dalam perjajian, sedangkan

secara yuridis adalah antara lain : sertifikat, tanda bukti surat yang ditandatangani

para pihak sebagai tanda telah dilaksanakannya penyerahan (levering) atas bangunan

tersebut. Penyerahan (levering) tetap harus dilakukan karena kunci bangunan dan

sertifikat milik pihak pertama masih berada di tangan pihak kedua sekalipun pada

dasarnya bangunan dan tanah tersebut dengan sendirinya sudah menjadi milik pihak

pertama dengan adanya akta perjanjian dan dikarenakan pihak pertama sebelumnya

dalam perjanjian telah meminta untuk penyerahan secara langsung dari pihak kedua.

Penyerahan (levering) harus dimasukkan dalam salah satu klausula dalam

akta perjanjian bangun bagi, tujuannya adalah sebagai bukti bahwa perjanjian yang

diadakan para pihak tersebut telah selesai dilaksanakan dan para pihak telah

melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan yang terdapat dalam akta perjanjian.

sekalipun penyerahan (levering) juga memiliki sifat otomatis yang artinya setelah

pelaksanaan perjanjian dengan sendirinya objek tersebut telah pindah kekuasaan.

Klausula tentang penyerahan (levering) tersebut juga harus dijelaskan dalam akta

perjanjian secara rinci tentang bagaimana cara penyerahannya, kapan penyerahan

berlangsung, jika dalam akta perjanjian tidak diatur secara rinci, maka dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 91: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

72

dimungkinkan developer dapat meninggalkan begitu saja bagian pemilik tanah tanpa

adanya penyerahan secara nyata kepada pemilik tanah. Dalam hal ini Notaris

berperan penting untuk menganjurkan kepada para pihak untuk mengatur secara rinci

penyerahan tersebut dalam akta perjanjian, tetapi tetaplah bergantung pada

kesepakatan para pihak.

3. Letak tanah dalam peta perencanaan dan sejarah tanah

Letak, batas dan sejarah tanah dapat juga menjadi salah satu masalah,

karena hal ini dapat menjadi celah bagi pengembang, dimana letak yang dijelaskan

oleh pengembang sebelumnya ternyata berbeda dengan yang tertulis di sertipikat atau

dalam akta perjanjian. Para pihak haruslah berhati-hati dan melihat langsung batas-

batasnya, karena hal ini dikemudian hari akan mempengaruhi proses pemberian

kredit dari bank, dan jika dijual kembali harganya di bawah dari harga semestinya,

karena pengaturan susunan perumahan berkaitan dengan akses jalan dan nilai

komersil dari perumahan tersebut. Oleh karena itu ketika membuat perjanjian bangun

bagi, para pihak harus memeriksa kembali tanah tersebut, batas-batas pembagian

untuk masing-masing pihak yang harus disesuaikan dengan peta atau denah.

Problematika yang terjadi pada pihak pertama dimana pihak pertama

mengajukan tuntutan yang isinya dalam tentang duduk perkara putusan Nomor

51X/Pdt/.G/2013/PN Mdn yaitu “…..secara fakta ekonomi tanah penggugat (pihak

pertama) yang tersisa di bagian belakang tidak menjadi berharga atau tidak ada

Universitas Sumatera Utara

Page 92: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

73

nilainya karena bahagian belakang telah tertutup dengan bangunan tergugat (pihak

kedua) hanya tersisa 2(dua) meter untuk menuju tanah belakang.”115

Sejarah tanah juga akan mempengaruhi perjanjian bangun bagi dikarenakan

dapat saja tanah tersebut dimungkinkan masih dalam sengketa, warisan, dimana

kemungkinan ahli waris dari pemilik tanah tersebut tidak semua menyetujui tanah itu

akan dijual, masalah lainnya adalah tanah tersebut masih dijadikan jaminan. Untuk

mengetahui hal tersebut perlu dilakukan pengecekan terhadap sertifikat tanah tersebut

melalui Badan Pertanahan Nasional. Dalam pasal 4 akta tersebut berisikan bahwa

pihak pertama menjamin kepada pihak kedua bahwa pihak kedua dapat

mempergunakan tanah tersebut untuk melakukan pelaksanaan pembangunan tanpa

gangguan hukum dari siapapun juga dan bebas dari segala beban sitaan maupun

agunan serta sengketa. Artinya pihak pertama dan kedua telah bersama-sama

mengetahui akan sejarah tanah tersebut sebelum membuat perjanjian tetapi akan lebih

baik jika para pihak yang berjanji beserta notaris melakukan penelusuran langsung

terhadap tanah tersebut agar menghindari masalah-masalah yang kemungkinan

muncul dikemudian hari. Pasal 4 tersebut juga berisikan maksud pihak pertama

menjamin tanah tersebut bebas dari sengketa berupa apapun kepada pihak kedua.116

Dalam tentang duduk perkara dan keterangan saksi dalam putusan No.

115 Bandingkan dengan Lampiran Putusan Nomor 51X/Pdt.G/2013/PN.Mdn tentang duduk

perkara nomor 4 hal.2. 116 Lihat Lampiran Akta Perjanjian Pembangunan Rumah dan Penentuan Bagian Nomor 4

Tanggal 21 April 2009 pasal 4.

Universitas Sumatera Utara

Page 93: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

74

51X/Pdt.G/2013/PN Mdn juga telah dibuktikan sejarah tanah tersebut sebelum pihak

pertama melakukan perjanjian dengan pihak kedua, tidak dalam sengketa.

B. Problematika yang timbul pada pembeli rumah

1. Kapling Siap Bangun

Pengertian Kapling Siap Bangun dapat dilihat dari Pasal 5 ayat (2) Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1974, untuk maksud dan tujuan

maka developer menyelenggarakan usaha-usaha sebagai berikut :

1. Mempersiapkan perencanaan proyek-proyek pembangunan perumahan dalam arti

luas dan prasarana lingkungan.

2. Mengusahakan pembiayaan dan diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugasnya.

3. Menyiapkan dan melaksanakan /mengendalikan pelaksanaan proyek-proyek

prasarana lingkungan yang mencakup penguasaan dan pematangan tanah,

pembangunan perumahan, pembangunan prasarana lingkungan, perbaikan

lingkungan serta kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan itu.

4. Mengelola tanah-tanah yang dikuasainya, dengan kewenangan untuk:

a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan.

b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan usahanya.

c. Menyerahkan bagian-bagian daripada tanah tersebut berikut rumah dan

bangunannya dan atau memindahkan (menjual) tanah yang sudah dimatangkan

(dalam bentuk Kapling berikut prasarana yang diperlukan) kepada pihak ketiga.

Lampiran keputusan Mentri Pekerjaan Umum nomor 01/XPTS/1989 juga

memberikan pengertian Kapling Siap Bangun adalah : lahan matang yang terencana

dalam suatu lingkungan perumahan dengan prasarana lingkungan berupa jalan

setapak berkonstruksi sederhana dengan daerah manfaat jalan 2,8 meter serta

dilengkapi dengan utilitas umum dan fasilitas social berupa jaringan listrik, air bersih,

MCK (mandi,cuci,kakus) untuk umum, tempat bermain dan warung.

Universitas Sumatera Utara

Page 94: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

75

Pembangunan Kapling Siap Bangun, oleh Mentri Pekerjaan Umum Nomor

01/XPTS/1989 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Kapling Siap Bangun (KSB).

Dalam surat keputusan tersebut antara lain ditetapkan:

1. Persyaratan pembangunan Kapling Siap Bangun adalah:

a. Perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan kapling siap bangun

beserta lingkungannya harus dilaksanakan oleh tenaga ahli dalam bidangnya.

b. Pelaksanaan pembangunan lingkungan Kapling Siap Bangun baru dapat

dimulai sesudah ada ijin dari instansi yang berwenang.

c. Persyaratan-persyaratan administratif yang menyangkut pengadaan tanah,

perencanaan proyek serta legalitas dan bonafiditas perusahaan pembangunan

Kapling Siap Bangun (developer) harus mengikuti ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

2. Lingkungan Kapling Siap Bangun

Pembangunan Kapling Siap Bangun sebaiknya dilakukan pada sekitar lokasi

pembangunan lingkungan perumahan sederhana dengan fasilitas Kredit Pemilikan

Rumah (KPR) dengan jarak maksimum radius 1(satu) kilo meter, sehingga secara

menyeluruh membentuk satuan lingkungan perumahan yang terdiri dari kapling

tanah matang, rumah sederhana, rumah inti dan Kapling Siap Bangun. Hal ini

dimaksudkan agar lingkungan Kapling Siap Bangun dapat memanfaatkan

prasarana lingkungan, utilitas umum, dan fasilitas sosial perumahan sederhana

tersebut. Dalam menentukan Kapling Siap Bangun harus sudah mendapat ijin dari

Pemerintah Daerah dan telah dilakukan penyelidikan awal dalam hal kondisi

tanah, topografi, dan lingkungan sekitarnya.

3. Kriteria Pemilihan

Dalam membangun Kapling Siap Bangun harus tersedia lahan yang cukup. Luas

tanah untuk lokasi pembangunan Kapling Siap Bangun minimal dapat

diperuntukkan untuk membangun 50(lima puluh) unit rumah yang dilengkapi

dengan prasarana lingkungan, utilitas umum, dan fasilitas sosial perumahan.

4. Prasarana Lingkungan Kapling Siap Bangun

Untuk pembangunan lingkungan Kapling Siap Bangun harus disediakan prasarana

lingkungan berupa jalan setapak dan saluran lingkungan yang berstandar sebagai

berikut :

a. Jalan setapak

Lebar badan jalan setapak maksimum 2 meter, lebar perkerasan 1,20 meter

dengan konstruksi dengan rabat beton 1pc: 3 pasir, 5 koral, tebal 7cm atau

bahan lain yang setara. Dikiri kanan perkerasan di buat bahu jalan masing-

masing dengan lebar 0,40 meter untuk penempatan tiang-tiang listrik dan pipa-

pipa saluran lingkungan.

b. Saluran

Universitas Sumatera Utara

Page 95: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

76

Saluran untuk pembuangan air hujan/limbah harus direncanakan sedemikian

rupa sehingga lingkungan Kapling ada terbebas dari genangan air.

5. Utilitas Umum dan fasilitas sosial

a. Jaringan air bersih dan jaringan listrik

b. M. C. K. (Mandi Cuci Kakus) dan tempat bermain

c. Warung

Istilah Kavling Siap Bangun tidak ditemukan dalam peraturan perundang-

undangan yang mengatur tentang penyediaan tanah untuk perumahan. Istilah Kavling

Siap Bangun merujuk kepada sebidang tanah yang siap digunakan untuk

permukiman. Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang

Perumahan dan Permukiman yang selanjutnya disebut sebagai UUPP menyebutkan

bahwa: “Kavling Siap bangun yang selanjutnya disebut Kasiba adalah sebidang tanah

yang fisiknya serta prasarana, sarana, dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk

pembangunan lingkungan hunian skala besar sesuai dengan rencana tata ruang.

Lingkungan Siap Bangun (LISIBA) dalam pasal 1 angka 16 juga disebutkan

yaitu sebidang tanah yang merupakan sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana,

sarana dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan

dengan batas-batas kapling yang jelas dan merupakan bagian dari kawasan siap

bangun sesuai dengan rinci tata ruang. Oleh karena itu, apa yang dimaksud dengan

Kavling Tanah Matang tidak terlepas dari harus adanya lingkungan siap bangun,

dimana dapat dikatakan tanah tersebut merupakan Kavling Tanah Matang apabila

tanah tersebut telah dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan

selain itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal

atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Universitas Sumatera Utara

Page 96: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

77

2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang dimuat dalam Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Pasal 1angka 17 disebutkan :

“Kaveling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan untuk rumah

sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah, rencana

rinci tata ruang, serta rencana tata bangunan dan lingkungan.”

Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, istilah kapling diartikan sebagai :

“Bagian tanah yang dipetak-petakkan dengan ukuran tertentu (biasanya dipersiapkan

untuk bangunan; kapling siap bangun; petak-petakan tanah yang dipersiapkan untuk

didirikan bangunan.”117

Menurut Kamus Hukum Dictionary of Law Complete Edition

memberikan pengertian mengenai kapling dan kapling tanah matang. Pengertian

Kapling dan Kapling Tanah Matang sebagaimana disebutkan dalam Kamus Hukum

Dictionary of Law Complete Edition bahwa :

Kaveling adalah kapling; persil; sebidang tanah dengan ukuran tertentu yang

telah dikonversikan oleh kantor Agraria (H.Perdata) plot of land(ing).

Kaveling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan sesuai

dengan persyaratan pebakuan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan

tanah, dan rencana tata ruang lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian

untuk membangun bangunan (H. Perdata).118

Tanah kapling atau tanah matang atau dapat juga disebut tanah siap bangun

dimana pemilik tanah atau pengembang telah menata sedemikian rupa tanah yang

akan dijual sehingga tampak menarik dengan berbagai fasilitas yang dijanjikan.

Keuntungan yang diperoleh oleh pemilik tanah ataupun pengembang dan pelaku

117 R. Sutoyo Bakir, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Edisi Terbaru), (Tangerang:

Karisma Publishing Group, 2009), hal. 257. 118 M. Marwan dan Jimmy P, Kamus Hukum Dictionary of Law Complete Edition,

(Surabaya:Reality Publisher, 2009), hal. 326.

Universitas Sumatera Utara

Page 97: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

78

pengkaplingan pada kenyataannya lebih banyak diandalkan pada kenaikan harga

lahan. Lahan yang relatif murah dibeli oleh pemilik modal dapat langsung melonjak

dan melambung tinggi setelah diadakan sedikit perombakan dan dilakukan

pengkaplingan. Maka dapat dikatakan bahwa bisnis pengkaplingan tanah ini adalah

bisnis yang menguntungkan dan menggiurkan.

Bisnis pengkaplingan ini merupakan bisnis yang menguntungkan dan

menggiurkan, terutama bagi pengembang atau developer, oleh karena itu, keuntungan

yang menggiurkan tersebut dapat dimanfaatkan pihak developer dengan tidak

beritikad baik, sehingga sering masalah-masalah hukum muncul dalam bisnis

pengkaplingan tersebut. Masalah-masalah tersebut muncul karena dalam kapling siap

bangun kondisi konsumen berada di posisi sangat lemah, lemahnya konsumen

tersebut dikarenakan tanah sudah dibayar lunas oleh konsumen, akat jual beli belum

dapat diterbitkan sebelum konsumen membangun dan menyelesaikan rumahnya di

atas tanah yang dia beli dan melaporkannya ke pihak pengembang, biasanya

keharusan membangun dibatasi untuk paling lama 2 tahun sejak perjanjian disepakati.

Perlakuan pengembang atau developer seperti ini jelas melanggar pasal

yang terdapat dalam UUPP yang menyebutkan bahwa badan usaha bidang

pembangunan perumahan yang membangun lingkungan siap bangun, dilarang

menjual kapling tanah matang tanpa rumah. Pada pasal 134 UUPP menjelaskan

bahwa setiap orang dilarang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak

membangun perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan prasarana,

sarana, dan utilitas yang diperjanjikan. Dalam pasal 137 dikatakan bahwa setiap

Universitas Sumatera Utara

Page 98: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

79

orang dilarang menjual satuan lingkungan perumahan atau Lisiba yang belum

menyelesaikan status hak atas tanahnya. Pasal 145 ayat 2 juga mengatakan bahwa

orang perseorangan dilarang membangun Lisiba. Pasal 146 juga menegaskan bahwa

badan hukum yang membangun Lisiba dilarang menjual kaveling tanah matang tanpa

rumah.

Larangan diatas memiliki ketentuan pidana sendiri yaitu untuk pasal 134

dihukum dengan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,-(lima miliar rupiah), untuk

pasal 137 juga diberi hukuman denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,-(lima miliar

rupiah), untuk pasal 145 ayat 2 diberi hukuman denda Rp.500.000.000,- (lima ratus

juta rupiah), untuk pasal 146 diberi hukuman denda paling banyak Rp.

5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).119

Banyak sekali pengembang yang secara terang-terangan mempromosikan hal

ini, yang jelas-jelas melanggar hukum. Masalah yang muncul lainnya adalah seperti

Hak Atas Tanah Kapling, sangat perlu diketahui hak apa yang melekat dalam

sertifikat tersebut sebelum melakukan proses peningkatan hak menjadi Sertifikat Hak

Milik. Karena dapat saja dalam sertifikatnya hak yang melekat adalah Hak Guna

Bangunan (HBG), ketika akan ditingkatkan menjadi Hak milik maka akan

mengeluarkan biaya, oleh karena itu konsumen harus mengetahui tentang

nominalnya,waktu, serta tanggung jawab untuk menaikkan hak tersebut. Selain

peningkatan hak perlu juga diketahui apakah kapling tersebut sudah dipecah atau

119 Bandingkan dengan pasal 134, 137, 145 ayat 2 dan 146 UUPP.

Universitas Sumatera Utara

Page 99: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

80

masih menyatu dengan kapling lainnya, maka antara pihak harus saling terbuka

tentang pemecahannya.

2. Membeli Rumah Tanpa Izin Mendirikan Bangunan

Pihak Bank biasanya memberikan target tertentu kepada Developer yang

memegang izin untuk membangun, target tersebut berupa jumlah minimal pembeli

yang sudah berniat hendak akan membeli ditandai dengan pembayaran uang muka.

Bank tidak akan menyalurkan dananya ke pengembang bila target yang disyaratkan

tidak memenuhi. Posisi konsumen dalam hal ini sangat lemah dikarenakan uang

muka telah dibayar tetapi pengembang belum ada mengerjakan apapun. Dalam hal ini

perlindungan hukum bagi calon pembeli perumahan sangat diperlukan. Bukti Izin

Mendirikan Bangunan yang dimiliki oleh pengembang sangat perlu dituliskan dalam

Akta Perjanjian, bahwa atas pembangunan rumah yang dimiliki oleh pembeli tersebut

telah ada Izin Mendirikan Bangunanya.

Pengembang juga sebenarnya perlu mengumumkan bahwa telah menguasai

tanah baik secara fisik maupun yuridis, telah memiliki Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) sehingga memberikan kepastian hukum bagi konsumen atas berdirinya

bangunan tersebut sehingga dikemudian hari bangunan tersebut tidak digusur atau

dirubuhkan. Dalam kasus lainnya seputar tentang Izin Mendirikan Bangunan, bahwa

kebanyakan pengembang dalam satu bidang tanah hanya diberi ijin mendirikan

5(lima) unit bangunan, tetapi pengembang mendirikan 6(enam) unit bangunan di atas

tanah yang sama. Satu bangunan yang tanpa ijin bangunan tersebut juga tetap dijual

oleh pengembang pada pembeli.

Universitas Sumatera Utara

Page 100: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

81

Resiko yang hendak terjadi adalah jika kemudian hari diketahui Izin

Mendirikan Bangunannya ternyata tidak ada, maka dapat saja dilakukan penggusuran

terhadap bangunan tersebut, dimana dapat saja bangunan tersebut sudah dibayar lunas

maupun dibayar dengan uang muka hal ini akan menimbulkan kerugian bagi pihak

konsumen atau pembeli, maka dalam akta perjanjiannya sangat perlu dicantumkan

tentang bukti Izin Mendirikan Bangunan. Developer kerap melakukan penawaran

kepada konsumen secara terang-terangan dengan keadaan dimana bangunan telah

berdiri tetapi Izin Mendirikan Bangunannya belum ada, dan hal ini sering ditemui

pada penawaran-penawaran yang dilakukan di televisi, pusat perbelanjaan atau

melalui brosur-brosur yang dibagikan. Dalam hal ini developer tersebut dapat

dikatakan memberikan informasi yang menyesatkan kepada konsumen.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

(UUBG), rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah susun, dan rumah

tinggal sementara untuk hunian termasuk dalam kategori bangunan gedung. Setiap

bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis

sesuai dengan fungsi bangunan gedung (pasal 7 ayat 1 UUBG). Persyaratan bangunan

gedung meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan

gedung, dan izin mendirikan bangunan (pasal 7 ayat 2 UUBG). Pembangunan suatu

gedung (rumah) dapat dilaksanakan setelah rencana teknis bangunan gedung disetujui

oleh pemerintah daerah dalam bentuk izin mendirikan bangunan (pasal 35 ayat 4

UUBG). Memiliki IMB merupakan kewajiban dari pemilik bangunan gedung (pasal

40 ayat 2 huruf b UUBG).

Universitas Sumatera Utara

Page 101: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

82

Pengaturan mengenai IMB diatur lebih lanjut dalam PP No. 36 Tahun 2005

Tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

(PP 36/2005). Setiap orang yang ingin mendirikan bangunan gedung harus memiliki

Izin Mendirikan Bangunan yang diberikoan oleh pemerintah daerah (Pemda) melalui

proses permohonan izin (Pasal 14 ayat 1 dan 2 PP 36/2005). Permohonan IMB harus

dilengkapi dengan pasal 15 ayat 1 PP 36/2005:

1. Tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda bukti perjanjian

pemanfaatan tanah;

2. Data pemilik bangunan gedung;

3. Rencana teknis bangunan gedung; dan

4. Hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi bangunan gedung yang

menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.

Pemilik bangunan gedung atau rumah jika tidak memiliki IMB dalam hal ini

dapat dikenai sanksi administratif dikenakan sanksi penghentian sementara sampai

dengan diperolehnya izin mendirikan bangunan gedung (pasal 115 ayat 1 PP

36/2005). Pemilik bangunan dijelaskan dalam pasal 115 ayat 2 PP 36 tahun 2005 jika

tidak memiliki IMB dalam hal mendirikan gedung maka akan dikenakan sanksi

perintah pembongkaran. Selain sanksi administratif dalam pasal 45 ayat 2 UUBG

juga dikatakan bahwa pemilik bangunan juga dapat dikenakan sanksi berupa denda

paling banyak 10% dari nilai bangunan yang sedang atau telah dibangun.

Dalam halnya kasus yang terjadi pada Nyonya X, ketika pelaksanaan

berlangsung, Nyonya X mengaku bahwa berulang kali menghubungi Tuan Y hendak

menanyakan tentang pembangunan rumahnya tersebut kapan akan dimulai, tetapi

Tuan Y mengatakan mengalami kesulitan dalam hal memohon kepada pihak yang

Universitas Sumatera Utara

Page 102: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

83

berwenang untuk menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan.120

Sementara itu Nyonya

X menanyakan kepada Notaris yang membuat perjanjian, menurut notaris tersebut

tentang tempo waktu penerbitan Izin Mendirikan Bangunan pada dasarnya dapat

terbit dalam kurun waktu yang tidak lama atau bisa saja terbit 2(dua) sampai 3(tiga)

bulan. Oleh karena tidak adanya keterbukaan dari Tuan Y kepada Nyonya X tentang

proses pelaksanaan pembangunan tersebut yang menimbulkan keresahan bagi

Nyonya X akan terjadinya keterlambatan penyelesaian pembangunan dimana jika

sejak dari awal dibuatnya perjanjian belum terbit IMB, maka pembangunan tidak

dapat dilaksanakan, atau sebaliknya pihak kedua tetap membangun bangunan tersebut

tetapi tanpa IMB agar tidak mengalami keterlambatan pembangunan.

3. Sertifikat

Pasal 20 ayat 1 UUPA menjelaskan bahwa sertipikat hak milik merupakan

surat tanda bukti hak atas tanah bagi pemegangnya untuk memiliki, menggunakan,

mengambil manfaat lahan tanahnya secara turun temurun, terkuat dan terpenuh.121

Dalam halnya perjanjian bangun bagi, permohonan sertipikat hak untuk tujuan

tertentu, yaitu sertipikat pemecahan hak, seperti yang tercantum dalam pasal 2 akta

perjanjian bangun bagi. Sertipikat pemecahan hak yaitu merupakan sertipikat hak

yang dipecah menjadi dua sertipikat atau lebih, yang dilaksanakan secara sempurna

(habis terpecah), dimohon oleh pemegangnya kepada kepala kantor pertanahan

120 Hasil wawancara dengan Nyonya X (pihak pertama dan pemilik tanah), di Medan pada

tanggal 21 -23 September 2014. 121 Syarifuddin Chandra, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah Persyaratan Permohonan

Di Kantor Pertanahan, (Jakarta: Grasindo, 2005), hal.22.

Universitas Sumatera Utara

Page 103: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

84

setempat, melalui prosedur perolehan sertipikat hak atas tanah di kantor pertanahan

dengan pemenuhan persyaratan permohonan.122

Pemecahan sertipikat memiliki dasar hukum yang berkaitan dengan

persyaratan perolehan sertipikat hak atas tanah, melalui procedural perolehan

sertipikat pemecahan hak di kantor pertanahan, sebagai berikut:123

a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960;

b. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997;

c. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002;

d. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3

Tahun 1997;

e. Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 600-1900 Tanggal 31 Juli

2003.

Pembeli banyak yang mampu melunasi pembelian rumahnya kepada

pengembang atau developer, tetapi sekalipun pembeli mampu melunasinya, untuk

mendapatkan sertifikat seketika saat melunasinya sangatlah sulit, padahal sertifikat

adalah bukti dokumen kepemilikan rumah. Dalam hal sertifikat, masalah yang sering

muncul yang dapat ditimbulkan para pihak adalah pembuatan sertifikat dari segi

notaris, dari segi pemerintahnya, serta pemecahan tanah tersebut. Hal-hal ini

membuat seringkali salah satu pihak yang diberi tanggung jawab tergiur melakukan

penipuan. Maka sangat perlu hal tersebut dituliskan secara rinci dalam Akta. Hal ini

terjadi diantara pihak developer dengan pembeli. Pembeli juga harus secara jelas

memeriksa mengenai pemecahan tanah tersebut dibagi beberapa bagian, status

tanahnya, hak apa yang dicantumkan, dan berapa bagian dari tanah tersebur yang

122 Ibid, hal 67. 123 Ibid, hal. 68.

Universitas Sumatera Utara

Page 104: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

85

secara jelas memiliki izinb mendirikan bangunan. Dalam hal problematika yang

mencakup tentang sertifikat, problematika tidak hanya muncul bagi pihak pembeli

tetapi juga pihak pemilik tanah dan saling berkaitan.

Proses tersebut terjadi sebelum diadakannya perjanjian, dimana sebelum

perjanjian dilangsungkan tanah tersebut masih status tanah yang langsung dikuasai

oleh Negara, kemudian dalam perjanjian developer dan pemilik tanah sepakat untuk

pengurusan sertifikat dan pemecahannya dilakukan oleh developer. Dalam

pelaksanaannya permohonan hak tersebut kepada Kantor Pertanahan berjalan dalam

tempo yang lama, sementara dalam perjanjian telah ditentukan batas waktu

penyelesaian pembangunan, maka pihak pemilik tanah tidak dapat langsung

memegang sertifikat tanah dan bangunan tersebut124

, hal ini menjadi suatu tuntutan

yang dilakukan oleh Nyonya X kepada Tuan Y.

Masalah yang selanjutnya muncul antara pemilik tanah, pembeli dan

developer adalah hak apa yang didaftarkan developer dalam sertifikat tersebut, maka

dari itu pemilik tanah ataupun pembeli harus benar-benar memeriksa dan

mengetahuinya. Selanjutnya, mengenai pemecahan sertifikat pihak pemilik tanah

harus mengetahui tanah tersebut dipecah menjadi berapa bagian, jika dalam

perjanjian dan peta lokasi menjadi 5 (lima) bagian, maka developer harus memohon

pemecahan kepada Badan Pertanahan Nasional sebanyak 5(lima) bagian.

124 Lihat tentang duduk perkara angka 9 Lampiran Putusan nomor

51X/Pdt.G/2013/PN.Mdn.

Universitas Sumatera Utara

Page 105: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

86

C. Problematika yang timbul pada pihak Developer

1. Kredit

Pembelian rumah di Indonesia dapat dikatakan kebanyakan dilakukan

menggunakan fasilitas KPR, keterlibatan Bank dalam jual beli rumah sangatlah

tinggi, ketika terjadi masalah antara konsumen dan pengembang yang sulit

diselesaikan. Kredit ini dapat menimbulkan permasalahan tidak hanya bagi konsumen

ketika hendak membeli rumah dari pengembang, tetapi kredit juga mempengaruhi

pengembang dalam memenuhi perjanjiannya kepada pihak konsumen. Dari semua

permasalahan yang dapat muncul dalam Perjanjian Bangun Bagi, kebanyakan

masalah yang muncul berasal dari kredit macet.

a. Pengertian Kredit

Istilah kredit berasal dari bahasa latin “credere” yang berarti

kepercayaan. Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur atau pihak yang

memberikan kredit (bank) dalam hubungan perkreditan dengan debitur (nasabah

penerima kredit) mempunyai kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dan dengan

syarat-syarat yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan kredit yang

bersangkutan.125

Kepercayaan yang merupakan inti sari dari pada arti kredit menurut

R. Tjiptoadinugroho merupakan : “Suatu unsur yang harus dipegang sebagai benang

merah yang melintasi falsafah perkreditan dalam arti sebenarnya, bagaimanapun

125 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta : PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal. 236.

Universitas Sumatera Utara

Page 106: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

87

bentuk, macam dan raganya dan dari manapun asalnya serta kepada siapapun

diberikannya.126

Menurut Pasal 1angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan,

merumuskan pengertian kredit adalah ”Penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi

hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Menurut H.M.A Savelberg menyatakan kredit mempunyai arti antara lain:127

1. Kredit sebagai dasar dari setiap perikatan (verbintenis) dimana seseorang berhak

menurut sesuatu dari orang lain.

2. Kredit sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu pada orang lain

dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang telah diserahkan itu.

Pengertian kredit juga dikemukakan oleh Muchdarsyah Sinungun yang

menyatakan bahwa “kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak lainnya

dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada masa tertentu yang akan datang dan

disertai dengan suatu kontra prestasi berupa uang.128

Adapun definisi kredit dalam

arti hukum menurut Levy adalah sebagai berikut : “Menyerahkan secara sukarela

sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit. Penerima

126 R. Tjiptoadinugroho, Perbankan Masalah Perkreditan, (Jakarta: Pradja Paramita, 1972)

hal.5. 127 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,

1991) hal. 21. 128 Muchdarsyah Sinungun, Dasar-Dasar dan Tehnik Management Kredit, (Jakarta: Bina

Aksara, 1933) hal. 10

Universitas Sumatera Utara

Page 107: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

88

kredit berhak untuk menggunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan

kewajiban mengembalikan jumlah uang pinjaman itu dibelakang hari.”129

Raymond P. Kent juga mengatakan bahwa kredit adalah “Hak untuk

menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu

diminta, atau pada waktu yang akan datang karena penyerahan barang-barang

sekarang.130

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, Kasmir mengemukakan

unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu kredit, antara lain:131

a. Kepercayaan

Yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikannya kepada

nasabah peminjam dana yang akan dilunasinya sesuai dengan waktu yang telah

diperjanjikan.

b. Kesepakatan

Disamping unsur kepercayaan di dalam kredit juga mengandung unsur

kesepakatan antara bank dengan nasabah. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu

perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya

masing-masing.

c. Jangka Waktu

Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini

mencakup masa pengembalikan kredit yang telah disepakati. Jangka waktu

tersebut dapat berbentuk jangka pendek, jangka menengah atau jangka panjang.

d. Resiko

Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu resiko tidak

tertagihnya atau macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit semakin

besar resikonya. Resiko ini menjadi tanggungan bank baik resiko yang disengaja

oleh nasabah yang lalai maupun resiko yang tidak sengaja.

e. Balas Jasa

Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit. Balas jasa dalam bentuk

bunga dan biaya administrasi kredit merupakan keuntungan bank.

129 Mariam DarusBadrulzaman, Op.Cit, hal 21. 130 Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama,

1990) hal. 11. 131 Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,

2004) hal. 94.

Universitas Sumatera Utara

Page 108: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

89

b. Jenis-Jenis Kredit

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 30/4/KEP/DIR tentang

pemberian usaha kecil tanggal 4 April 1997, Jenis-jenis kredit terdiri dari :

a. Kredit Investasi

Biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek

(pabrik) baru. Contoh kredit investasi misalnya untuk membangun pabrik atau

membeli mesin-mesin.

b. Kredit Modal Kerja

Digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Contoh

kredit modal kerja dibelikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai

atau biaya-biaya lain yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.

Menurut Kasmir bahwa secara umum jenis-jenis kredit dapat ditinjau dari

berbagai sudut antara lain:132

a. Ditnjau dari sudut kegunaan

1) Kredit konsumtif yang diberikan kepada debitur untuk keperluan konsumsi

seperti kredit profesi, kredit perumahan, kredit kendaraan bermotor, pembelian

alat-alat rumah tangga, dan lain sebagainya.

2) Kredit Produktif, yang terdiri dari:

a) Kredit investasi; yang dipergunakan untuk membeli barang modal atau

barang-barang tahan lama seperti tanah, mesin, dan sebagainya.

b) Kredit Modal Kerja ; digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi

dalam operasionalnya, seperti untuk membeli bahan baku, membayar gaji

pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi

perusahaan.

c) Kredit likuiditas; diberikan dengan tujuan untuk membantu perusahaan yang

sedang kesulitan likuiditas. Misalnya kredit likuiditas dari Bank Indonesia yang

diberikan untuk bank-bank yang memiliki likuiditas dibawah bentuk uang.

b. Ditinjau dari sudut jaminan

1) Kredit dengan jaminan

Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan tersebut dapat berbentuk

barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. Artinya setiap kredit

yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan debitur.

2) Kredit Tanpa Jaminan

Kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit tanpa

jaminan diberikan dengan melihat prospek usaha dan karakter serta loyalitas

atau nama baik calon debitur.

3) Ditinjau dari sektor usaha

132 Ibid, hal 99-102.

Universitas Sumatera Utara

Page 109: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

90

a) Kredit Pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan

atau pertanian rakyat. Sektor usaha pertanian dapat berupa jangka pendek

atau jangka panjang.

b) Kredit Peternakan, dalam hal ini juga untuk jangka pendek misalnya

peternakan ayam dan jangka panjang kambing atau sapi.

c) Kredit Industri, yaitu kredit yntuk membiayai industry kecil, menengah atau

besar.

d) Kredit Pertambangan, jenis usaha tambang yang dibiayai biasanya dalam

jangka panjang, seperti tambang emas, minyak, timah.

e) Kredit Pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk membangun

sarana dan prasarana pendidikan.

f) Kredit Profesi, yaitu kredit yang diberikan kepada para professional, seperti

dosen, dokter atau pengacara.

g) Kredit Perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau

pembelian rumah.

4) Ditinjau dari sudut jangka waktu

a) Kredit jangka pendek

Yaitu merupakan kredit yang berjangka waktu kurang dari 1 tahun atau

paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja.

Contohnya untuk peternakan ayam atau jika pertanian misalnya tanaman

padi atau palawija.

b) Kredit jangka menengah

Yaitu kredit yang berjangka waktu antara 1 tahun sampai 3 tahun dan

biasanya kredit ini digunakan melalui investasi. Sebagai contoh kredit untuk

pertanian seperti jeruk, atau peternakan kambing.

c) Kredit Jangka Panjang

Yaitu kredit yang masa pengembaliannya paling panjang. Kredit jangka

panjang pengembaliannya lebih dari 3 tahun atau 5 tahun. Biasanya kredit

ini untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet, kelapa sawit

atau manufaktur dan untuk kredit konsumtif seperti kredit perumahan.

Dari uraian-uraian di atas telah dijelaskan jenis-jenis kredit dan yang sangat

Berkaitan dengan Perjanjian Bangun Bagi yaitu kredit perumahan dan kredit usaha

untuk memulai bisnis developer. Dalam Perjanjian Bangun Bagi yang menggunakan

kredit perumahan adalah pembeli dalam hal membeli rumahnya sampai lunas. Dan

pihak developer menggunakan fasilitas kredit untuk memulai bisnisnya. Masalah

kredit dalam bisnis perumahan sangat sering terjadi, salah satu contohnya jika

pembeli membuat kredit melalui bank untuk membeli rumah kepada developer,

Universitas Sumatera Utara

Page 110: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

91

sering sekali pembayarannya mengalami keterlambatan, maka konsumen

menyalahkan bank tempatnya melakukan kredit, sehingga developer menjadikan

alasan keterlambatan pembayaran tersebut menyebabkan pembangunan rumah

tersebut terhambat. Selain itu dapat juga masalahnya datang dari pihak developer

dimana developer belum menerima dana dari bank, tetapi developer telah menerima

sejumlah transaksi dari pemebeli, tetapi sudah ada jangka waktu dan batas tertentu

perjanjian developer dan pembeli akan penyelesaian pembangunannya. Hal ini

berkaitan dengan kapling siap bangun, dan pembayaran atau jual beli, ataupun

perikatan jual beli dilakukan tetapi bangunan belum selesai. Hal-hal seperti inilah

yang mengundang terjadinya kredit macet dalam bisnis perumahan.

c. Kredit Macet

Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

31/147/KEP/DIR tanggal 12 november 1998 memberikan penggolongan mengenai

kualitas kredit yang diberikan oleh bank, terdiri dari:

a. Kredit lancar

Kredit digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria di bawah ini:

1) Tidak terdapat angsuran pokok, tunggakan bunga, atau verukan karena

penarikan; atau

2) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga tetapi tidak lebih dari

1(satu) bulan dan kredit belum jatuh tempo.

b. Kredit dalam perhatian khusus

Kredit digolongkan dalam perhatian khusus jika terdapat tunggakan pembayaran

pokok dan/atau bunga sampai dengan 90 hari (3bulan).

c. Kredit kurang lancar

Kredit digolongkan kurang lancar apabila memenuhi criteria di bawah ini:

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga melampaui 90 hari sampai

dengan 180 hari (6 bulan); dan/atau.

Universitas Sumatera Utara

Page 111: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

92

2) Kredit telah jatuh tempo tidak lebih dari 1 (satu) bulan.

d. Kredit diragukan

Kredit digolongkan diragukan apabila kredit yang bersangkutan tidak memenuhi

criteria lancar dan kurang lancar, yaitu memenuhi criteria:

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok yang telah melampaui 180 hari sampai

dengan 270 hari (9bulan); atau

2) Kredit masih dapat diselamatkan dan agunannya bernilai sekurang-kurangnya

75% dari hutang peminjam, termasuk bunganya;atau

3) Kredit tidak dapat diselamatkan tetapi agunannya masih bernilai sekurang-

kurangnya 100% dari hutang peminjam.

e. Kredit macet

Kredit digolongkan macet apabila:

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270

hari (9 bulan lebih); atau

2) Memenuhi kriteria diragukan seperti tersebut di atas, tetapi dalam jangka waktu

21 bulan sejak digolongkan diragukan belum ada pelunasan atau usaha

penyelamatan kredit;atau

3) Kredit tersebut penyelesaiaannya telah diserahkan kepada Pengadilan Negeri

atau Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang dan Lelang Negara atau diajukan

penggantian ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit.

Menurut Rene Setyawan, mengemukakan bahwa kredit macet dapat

disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor

internal penyebab timbulnya kredit macet yaitu penyimpangan dalam prosedur

perkreditan, itikad kurang baik dari pemilik, pengurus, atau pegawai bank, lemahnya

sistem administrasi dari pengawasan kredit serta lemahnya sistem informasi kredit

macet, sedangkan faktor eksternal penyebab timbulnya kredit macet adalah kegagalan

usaha debitur, musibah terhadap debitur atau terhadap kegiatan usaha debitur, serta

menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bunga kredit.133

133 Rene Setiawan, Penghimpunan Dana, (Medan :Universitas Sumatera Utara 1994) hal. 7.

Universitas Sumatera Utara

Page 112: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

93

Lebih lanjut pengertian kredit macet dinyatakan oleh Gatot Supramono,

bahwa kredit macet adalah suatu keadaaan di mana seseorang nasabah tidak mampu

membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya, hal ini dapat berupa:134

a. Nasabah sama sekali tidak dapat membayar angsuran kredit beserta bunganya;

b. Nasabah membayar sebagian angsuran kredit beserta bunganya;

c. Nasabah membayar lunas kredit beserta bunganya setelah jangka waktu yang

diperjanjikan berakhir.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit macet yang

berasal dari nasabah, antara lain:

a. Nasabah Menyalahgunakan Kredit yang diperoleh

Setiap kredit yang diperoleh nasabah telah diperjanjikan tujuan pemakaiannya

sehingga nasabah harus mempergunakan kredit sesuai dengan tujuannya.

Pemakaian kredit yang menyimpang, misalnya kredit untuk pengangkutan

dipergunakan untuk pertanian akan mengkibatkan usaha nasabah gagal.

b. Nasabah Kurang Mampu Mengelola Usaha

Hal ini dapat terjadi karena nasabah yang kurang menguasai bidang usaha, karena

nasabah mampu meyakinkan bank akan keberhasilan usahanya. Akibatnya usaha

yang dibiayai dengan kredit tidak dapat berjalan dengan baik.

c. Nasabah Beritikad Tidak Baik

Ada sebagian nasabah yang sengaja dengan segala daya upaya mendapatkan kredit

tetapi setelah kredit diterima untuk kepentingan yang tidak dapat

dipertanggungjwabkan. Nasabah sejak awal tidak berniat mengembalikan kredit

walaupun dengan resiko apapun, biasanya sebelum kredit jatuh tempo nasabah

sudah melarikan diri untuk menghindari tanggung jawabnya.

Kasmir juga mengemukakan bahwa timbulnya kredit-kredit bermasalah

(macet) selain berasal dari nasabah dapat juga berasal dari bank, karena bank tidak

terlepas dari kelemahan yang dimilikinya. Bank dapat merupakan salah satu

134 Gatot Supramono, Perbankan Dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis,

(Jakarta:Djambatan, 1996) hal.131.

Universitas Sumatera Utara

Page 113: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

94

penyebab terjadinya kredit macet, hal tersebut karena dalam melakukan analisis,

pihak bank melakukan analisis kurang teliti sehingga apa yang seharusnya terjadi

tidak diprediksi sebelumnya. Dapat pula terjadi akibat kolusi dari pihak analis kredit

dengan pihak debitur sehingga dalam analisisnya dilakukan secara subjektif.135

Dari uraian-uraian di atas maka dapat dilihat sangat besar pengaruh kredit

terhadap bisnis perumahan. Perputaran uang atau dana dalam bisnis perumahan

sangat berkaitan dengan kredit, dimana untuk awal pengembang membuka usaha

perumahan harus membutuhkan dana, sebelum dana dari bank cair dalam bentuk

kredit, pihak pengembang harus memiliki dana untuk memulai usahanya agar dapat

masuk dalam prosedur pemberian kredit oleh bank. Maka dapat saja pengembang

sebelum kredit dari bank cair meminjam terlebih dahulu kepada pihak lain. Bukan

hanya kepada pihak lain bahwa banyak juga pengembang yang langsung

mempromosikan rumah atau bangunan yang hendak dibangun dan dijualnya kepada

pembeli agar pembeli tertarik untuk mendahulukan melakukan pembelian atau

memberi uang muka, padahal bangunan belum ada.

Problematika dalam perjanjian bangun bagi atau bisnis perumahan lebih

banyak merugikan pihak pembeli, dalam halnya perjanjian bangun bagi pembeli

termasuk juga pemilik tanah. Pembeli dalam hal bisnis perumahan dalam posisi yang

lemah, maka menghindari terlalu banyaknya timbul kerugian bagi pihak pembeli,

maka sangat diperlukan penyelesaian masalah yang tepat jika pihak pengembang atau

developer tidak beritikad baik dalam melakukan bisnisnya kepada pembeli ataupun

135 Kasmir, Op. Cit, hal.115

Universitas Sumatera Utara

Page 114: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

95

pemilik tanah sebelumnya. Dalam hal perjanjian bangun bagi atau dalam pembuatan

perjanjian sangat perlu dibuat sanksi kepada pihak-pihak yang tidak menepati isi

perjanjian yang dibuat para pihak, seperti ganti rugi, denda atau bahkan jika diketahui

sejak awal salah satu pihak tidak beritikad baik dapat akta perjanjian tersebut

dilakukan pembatalannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 115: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

96

BAB IV

UPAYA PENYELESAIAN DALAM MENGATASI MASALAH YANG

MUNCUL DALAM PERJANJIAN BANGUN BAGI ANTARA NYONYA X

DAN TUAN Y

A. Duduk perkara antara pihak pertama dan pihak kedua dalam putusan No.

51X/Pdt.G/2013/PN Mdn

Pada proses pelaksanaan perjanjian bangun bagi, pihak kedua tidak

memenuhi tanggung jawabnya sebagaimana yang diperjanjiakan, sehingga pihak

pertama merasa dirugikan. Hal ini diakibatkan karena pelaksanaan pembangunan

mengalami keterlambatan penyelesaian pembangunan sejak perjanjian

dilangsungkan. Pihak kedua juga tidak ada membuat berita acara serah terima

bangunan dan pihak pertama merasa tidak senang dengan hal tersebut. Pihak kedua

telah berjanji tidak akan menjual bagiannya sebelum menyelesaikan bagian pihak

pertama, tetapi pihak pertama mendapati bahwa bagian pihak kedua telah berpindah

kepada pihak lain, yang diketahui saat pihak pertama hendak melihat bangunan

miliknya. Pihak pertama juga merasa dirugikan karena sampai saat ini belum

memegang sertifikat atas bangunan miliknya.136

Maka oleh karena alasan tersebut

pihak pertama mengajukan gugatannya ke Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 16

September 2013.

Gugatan tersebut berisi tentang duduk perkara, dimana tergugat I adalah

Tuan Y selaku pihak kedua dalam perjanjian, tergugat II yaitu Notaris Z atas dasar

136 Hasil wawancara dengan Nyonya X (pihak pertama dan pemilik tanah), di Medan pada

tanggal 21 -23 September 2014.

96

Universitas Sumatera Utara

Page 116: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

97

pembatalan akta yang dibuat dihadapannya, serta tergugat III adalah Kepala Kantor

Badan Pertanahan Medan. Adapun isi duduk perkarnyadalah sebagai berikut:137

a. Penggugat telah membeli satu bidang tanah seluas lebih kurang 1083 Meter bujur

sangkar di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Kota Medan,

tanah tersebut dibeli dengan Akte Pelepasan Hak dan Ganti Rugi Tanah.

b. Bahwa tanah tersebut batas-batasnya telah diketahui dan terhadap pembelian tanah

tersebut tida ada permasalahan.

c. Bahwa setelah satu tahun, tepatnya 21 April 2009 penggugat membuat perjanjian

dengan tergugat yaitu Akta Perjanjian Pembangunan Rumah dan Penetuan Bagian

yaitu Akta No. 4 dimana berdasarkan hak dan kuasa diserahkan kepada tergugat

untuk dilakukan pembangunan 5 (lima) pintu bangunan.

d. Bahwa 5(lima) pintu bangunan tersebut dalam peta diberi nomor 1,2,3,4,5 dan

diperjanjian tersebut nomor 1 dan nomor 2 merupakan milik penggugat dan nomor

3,4,5 milik tergugat yang mana penggugat diwajibkan menyerahkannya setelah

selesai pembangunan kepada tergugat atau pihak yang ditunjuk tergugat.

e. Dalam perjanjian nomor 4 tersbut tergugat harus menyerahkan Rp. 300.000.000,-

(tiga ratus juta rupiah) kepada penggugat dan hal tersebut telah dilaksanakan

secara baik.

f. Tergugat telah berjanji menyelesaikan pembangunan dalam tempo waktu 12(dua

belas) bulan sejak surat IMB nya terbit lalu jika mengalami keterlambatan harus

membayar ganti kerugian setiap hari keterlambatan sebanyak Rp. 100.000.000

(seratus ribu rupiah).

g. Pihak kedua yang dinyatakan sebagai tergugat tidak menyelesaikan ke 5(lima)

rumah toko tersebut, sementara alas hak terhadap objek terperkara yaitu surat

keterangan tanah yang diterbitkan Bupati kepala daerah kabupaten Deli Serdang

telah diberikan penggugat kepada tergugat untuk mengurus dan merealisasikan

pembuatan sertipikat, namun hingga kini juga tidak selesai dan penggugat sangat

khawatir atas kuasa yang diberikan akan disalah gunakan oleh tergugat untuk

mmemindahkannya atau telah menjual bagiannya sementara pembangunan dan

surat-surat atau sertipikat belum selesai untuk itu secara hukum tergugat telah

melakukan wanprestasi.

h. Penggugat merasa sangat dirugikan disamping itu apabila tergugat telah

mengalihkan bangunan tersebut kepada pihak lain adalah batal demi hukum karena

wanprestasi dan kerugian pihak ketiga atau orang lain atas peralihan yang

dilakukan tergugat adalah tanggung jawab tergugat sendiri dan tidak ada hubungan

hukum atau sangkut paut dengan penggugat. Dan pada kenyataannya 3 (tiga)

bangunan ruko tersebut yang merupakan bahagian tergugat atau pihak kedua, telah

beralih kepada pihak ketiga dan telah dibalik namakan atas nama pihak ketiga.

137 LIhat Lampiran Putusan Nomor 51X/Pdt.G/2013/PN.Mdn hal 1-6.

Universitas Sumatera Utara

Page 117: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

98

i. Penggugat merasa sangat dirugikan karena jika pembangunan rumah toko tersebut

tepat pada waktunya maka 2(dua) rumah toko bagian milik penggugat dapat dijual

seketika oleh penggugat dan uangnya dapat dipergunakan untuk bisnis penggugat

dimana harga satu unit ruko pada saat itu adalah seharga Rp. 800.000.000,-

(delapan ratus juta rupiah) maka 2(dua) bangunan ruko adalah sebesar

Rp.1.600.000.000,- (satu milyar enam ratus juta rupiah) maka bila penggugat

dagangkan uang tersebut akan mendapat keuntungan yang diharapkan 3%

perbulan atau Rp. 50.000.000,- per bulannya maka setahun atau 12

bulan=Rp.600.000.000,-(enam ratus juta rupiah) maka selama 4 tahun=Rp.

2.400.000.000,-(dua milyar empat ratus juta rupiah).

j. Tergugat telah melakukan wanprestasi selama 4(empat) tahun.

k. Penggugat sangat khawatir akan perbuatan tergugat tentang alas hak milik

Penggugat yang diterlantarkan tergugat akibat perbuatan wanprestasinya, dan turut

tergugat I yaitu Notaris Z menyatakan bahwa sertipikat yang dimohonkan tersebut

belum selesai masih pada turut tergugat II,maka penggugat memohonkan kepada

hakim untuk membatalkan perjanjijan beserta surat kuasanya serta tidak

melanjutkan penerbitan sertipikat tersebut, dan tidak diperkenankan menggunakan

surat kuasa untuk mengalihkannya atau menandatanganinya kepada pihak lain.

l. Tergugat tidak melakukan serah terima bangunan 2(dua) ruko yang merupakan

milik penggugat (pihak pertama).

B. Pertimbangan Hukum oleh Hakim atas Putusan No. 51X/Pdt.G/2013/PN

Mdn

Pihak pertama mengajukan gugatannya dan telah mendapat Putusan dari

Pengadilan Negeri Medan tanggal 27 Maret 2014, Nomor: 51X/Pdt.G/2013/PN-Mdn,

yang telah berkekuatan hukum tetap. Adapun pertimbangan hakim atas perkara

tersebut adalah sebagai berikut, yaitu :138

a. Pasal 1 mnyebutkan bahwa penggugat member izin dan hak kepada tergugat

mendirikan 5 (lima) pintu bangunnan ruko tersebut.

b. Para pihak saling mengikatkan diri dalam perjanjian

c. Pasal 2 tentang biaya pembangunan rumah

d. Pasal 3 menjelaskan pembagian rumah tersebut

e. Pasal 6 tentang jangka pembangunan dalam tempo waktu 12(duabelas) bulan

f. Pasal 11 tentang pilihan kediaman hukum

138 Bandingkan dengan Lampiran Putusan Nomor 51X/Pdt.G/2013/PN.Mdn, hal 8-15.

Universitas Sumatera Utara

Page 118: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

99

g. Keterlambatan selama 4 tahun secara hukum melakukan ingkar janji

h. Pasal 1267 KUHPerdata untuk melalukan pembatalan

i. Akibat dari wanpretasi penggugat mengalami kerugian sehingga tergugat harus

membayar sanksi denda berupa ganti kerugian sesuai dengan yang diperjanjiakan.

j. Menimbang tuntutan ganti kerugian sebesar Rp. 2.406.000.000,-

k. Mengembalikan surat-surat dan tidak melanjutkan permohonan hak kepada pihak

yang berwenang.

l. Kepada turut tergugat I dan Turut tergugat II yaitu Notaris Z dan Badan

Pertanahan Nasional untuk tidak menerbitkan sertifikat atau akta atas tanah dan

bangunan.

Berdasarkan pertimbangan hakim di atas, maka hakim memberikan Putusan

Nomor 51X/Pdt.G/PN.Mdn. Adapun isi putusan tersebut adalah:139

a. Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian;

b. Menyatakan tergugat telah melakukan WANPRESTASI;

c. Membatalkan Akta No. 4 tanggal 21 April 2009 tentang Perjanjian Pembangunan

rumah dan penentuan bagian serta Akte no 5 tentang kuasa yang dibuat dihadapan

Turut Tergugat I ( Notaris);

d. Menghukum tergugat untuk mengganti rugi kepada Penggugat sebesar Rp.

2.406.000.000,- (dua milyar empat ratus enam juta rupiah) dan sebagai konpensasi

ganti rugi yang harus dibayar tergugat adalah memberikan 5(lima) unit rumah

tersebut kepada penggugat(pihak pertama) sebagai pemiliknya;

e. Menghukum turut tergugat I dan II untuk tidak meneruskan, tidak menerbitkan

sertifikat atau akta tanah dan bangunan yang 5(lima) unit dimaksud;

f. Menghukum tergugat, turut tergugat I dan II untuk membayar biaya perkara yang

timbul dalam perkara ini sebesar Rp. 1.726.000,- (satu juta tujuh ratus dua puluh

enam ribu rupiah);

g. Menolak gugatan selebihnya.

Wanprestasi atau perbuatan cidera /ingkar janji berasal dari BahasaBelanda

yang artinya “prestasi” yang buruk dari seorang debitur (atau orang yang berhutang)

dalam melaksanakan suatu perjanjian. Prestasi itu sendiri adalah segala sesuatu yang

menjadi hak kreditur dan merupakan kewajiban bagi debitur. Menurut Pasal 1234

KUHPerdata, prestasi dapat berupa:

139 Lampiran Putusan Nomor 51X/Pdt.G/PN.Mdn, hal 15.

Universitas Sumatera Utara

Page 119: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

100

1. Memberi sesuatu;

2. Berbuat sesuatu;

3. Tidak berbuat sesuatu;

Wanprestasi adalah pelaksanaan perjanjian yang tidak tepat waktunya atau

dilakukan dengan tidak menurut selayaknya atau tidak dilaksanakan sama

sekali.140

Menurut Subekti, wanprestasi (kelalaian/kealpaan) seorang debitur dapat

berupa :141

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya

b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana mestinya.

c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Hakim dalam putusannya menyatakan bahwa tergugat melakukan tindakan

wanprestasi dimana bahwa tergugat mengalami keterlambatan penyelesaian

pembangunan selama 4(empat) tahun. Wanprestasi yang dilakukan oleh tergugat

memenuhi segala unsur wanprestasi yang dikemukakan R. Subekti di atas

sebelumnya, adapun pembagian wanprestasi yang dilakukan tergugat adalah :

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya

Dalam perjanjian bangun bagi yang dibuat antara penggugat dan tergugat bahwa

tergugat sebelumnya telah menyanggupi untuk memenuhi segala isi perjanjian

tetapi terbukti bahwa tergugat tidak memenuhi isi perjanjian tersebut.

b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana mestinya.

Tergugat juga terbukti bahwa melaksanakan pembangunan tetapi tidak

sebagaimana mestinya, ditandai dengan penjelasan tentang duduk perkara dalam

140 Yahya Harahap, Op. Cit, hal.60. 141 Subekti, Op. Cit, hal. 45

Universitas Sumatera Utara

Page 120: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

101

angka 4(empat) bahwa masih masih ada sisa jalan dan hal ini tidak sesuai dengan

kesepakatan semula

c. Melakukan apa yang dijanjikan tapi terlambat

Tergugat mengalami keterlambatan selama 4 (empat) tahun

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Dalam putusan hakim semestinya juga menghukum tergugat atas tindakan

melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya karena

tergugat telah menjual terlebih dahulu bahagian miliknya sebelum menyelesaikan

pembangunan bangunan milik pihak pertama, hak ini terdapat dalam pasal 7 akta

perjanjian bangun bagi.

Tergugat juga berdasarkan uraian tentang wanprestasi di atas, tidak melakukan apa

yang dijanjikannya, dimana tergugat berjanji menyelesaikan pembangunan tersebut

dalam tempo waktu 12 bulan, tergugat juga membangun bangunan tersebut tidak

sesuai dengan peta denah yang menyebabkan kerugian pihak pertama dimana

bangunan pihak kedua menutupi bagian milik pihak pertama, jelaslah terbukti dari

keterangan yang diberikan oleh penggugat dan para saksi bahwa tergugat memang

melakukan wanprestasi. Selain daripada itu pihak kedua juga telah menjual yang

merupakan bagiannya, padahal ketika perjanjian tersebut dibuat pihak pertama

membuat janji akan menyelesaikan bagian milik pihak pertama terlebih dahulu. Dasar

pertimbangan hakim melalui bukti-bukti yang sah dalam hal ini para saksi dari pihak

penggugat memberikan kesaksiannya. Dalam hal ini hakim juga membatalkan akta

yang dibuat oleh Notaris Z dan menghukum Badan Pertanahan Nasional untuk tidak

menerbitkan lagi sertifikat tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 121: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

102

C. Analisis penyelesaian dalam mengatasi masalah yang muncul dalam

perjanjian bangun bagi antara Nyonya X dan Tuan Y

Perlindungan hukum menurut Hadjon yang telah dijelaskan sebelumnya

meliputi dua macam perlindungan hukum bagi rakyat, meliputi :

1. Perlindungan hukum secara Preventif dimana kepada rakyat diberi kesempatan

untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya. Adapun tujuan dari perlindungan

hukum secara preventif sifatnya adalah mencegah terjadinya sengketa.

2. Perlindungan hukum secara Represif dimana lebih ditujukan dalam penyelesaian

sengketa.

Perlindungan hukum terhadap para pihak yang melakukan perjanjian bangun

bagi pada dasarnya dapat dihindari dengan cara melakukan pencegahan melalui

perjanjian yang diadakan oleh kedua belah pihak, ganti kerugian, dan pembatalan

perjanjian.

1. Upaya perlindungan hukum oleh Notaris pembuat akta perjanjian

Dalam hal mencegah terjadinya sengketa dibutuhkan kebijakan Notaris

yang membuat perjanjian, dimana pada saat perjanjian hendak berlangsung,

sebaiknya Notaris terlebih dahulu menjelaskan kepada para pihak hak dan kewajiban

masing-masing, serta konsekuensi atau akibat dari perjanjian tersebut sebelum

mencatatkannya dalam akta autentik. Notaris juga perlu untuk menanyakan kepada

para pihak tentang kepercayaan pihak yang satu dan yang lainnya untuk memenuhi

perjanjian yang hendak dilangsungkan. Setelah didapatkan kesepakatan antara para

pihak maka perjanjian tersebut baru dapat dibuat. Perlindungan hukum bagi para

Universitas Sumatera Utara

Page 122: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

103

pihak dapat dilakukan melalui isi klausula yang terdapat dalam perjanjian, dimana

kedua belah pihak dikemudian hari memiliki kemungkinan tidak memenuhi

perjanjian. Dalam memberikan penyuluhan dan advis hukum merupakan suatu

kewajiban dari Notaris saat membuat perjanjian, dimana notaris harus bijaksana

dalam mengatur keamanan dari melakukan perjanjian bangun bagi.

Adapun hal-hal tertentu yang dapat dilakukan Notaris untuk mencegah

terjadinya sengketa dalam klausula perjanjian perlu dilakukan yaitu :

a. Pada saat pembuatan perjanjian, sebaiknya Notaris memberikan masukan dan

saran kepada para pihak agar mengetahui akibat hukum dari Akta Kuasa Menjual

yang terdapat dalam pasal 7, dimana sekalipun Akta Kuasa hanya bersifat

perwakilan, tetapi yang memegang akta kuasa tersebut dapat menyalah

gunakannya. Jika dalam akta perjanjian bangun bagi tersebut dicantumkan

klausula yang menyatakan bahwa developer tidak boleh menjual bangunan

tersebut sebelum bagian pihak pertama selesai, maka Notaris untuk menghindari

sengketa dikemudian hari sebaiknya memiliki kebijaksanaan untuk menahan Akta

Kuasa Menjual tersebut sampai bangunan pihak pertama atau pemilik tanah

selesai.

b. Dalam halnya penyerahan (levering) notaris wajib mencantumkan dalam aktanya

secara rinci tata cara penyerahannya. Cara penyerahan dalam perjanjian bangun

bagi sebaiknya secara fisik (nyata) maupun yuridis, yang terdiri dari penyerahan

bangunan, kunci bangunan dan sertifikat antara developer dan pemilik tanah.

Penyerahan sertifikat dapat dilakukan dengan adanya surat order (pasal 613 ayat 3

KUHPerdata), dilakukan dengan penyerahan kertas, dapat dituliskan “untuk saya

kepada …..atau order..” serta tanggal dan tanda tangan dari yang menyerahkan

yaitu dalam hal ini adalah Notaris, karena sertifikat di tangan Notaris. Selain itu

dapat juga dengan surat toonder (pasal 613 ayat 3) . hal ini disebut juga dengan

order en toonder papier. Selanjutnya, dalam hal sertifikat bangunan yang

merupakan milik developer dapat diambil sekaligus dengan kuasa menjual setelah

selesai bangunan milik pihak pertama dengan cara hal yang sama sedangkan

penyerahan fisik atau nyata dari pihak developer kepada pembeli dilaksanakan

tersendiri sesuai dengan kesepakatan developer dengan pembeli dihadapan Notaris

yang dipilih oleh developer ataupun pembeli. Surat penyerahan ini berfungsi

menjadi bukti Notaris dihadapan penyidik jika dikemudian hari terjadi sengketa.

Dengan adanya surat ini maka terdapat bukti waktu Notaris menyerahkan sertifikat

kepada para pihak, dimana waktu penyerahan akan membuktikan apakah Notaris

terlibat di dalam sengketa tersebut atau tidak.

Universitas Sumatera Utara

Page 123: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

104

c. Jika problematika yang timbul di antara para pihak tersebut berasal dari tenggang

waktu pendaftaran tanah, IMB, dan lain sebagainya dimana hal tersebut berkaitan

dengan pihak yang berwenang, maka Notaris memberikan klausula dalam aktanya

untuk melakukan revisi terhadap perjanjian tersebut, dimana para pihak dapat

memperbaharui perjanjian tersebut tanpa mengalami keterlambatan pemenuhan

perjanjian.

Pada dasarnya, jika dilihat dari permasalahan yang muncul antara pihak

pertama dan kedua merupakan masalah wanprestasi yaitu keterlambatan waktu

penyelesaian pembangunan. Untuk menghindari hal tersebut, notaris dan para pihak

yang berjanji dapat membuat suatu klausula dalam akta perjanjian tersebut. Dalam

akta perjanjian tersebut pasal 3, 5, 6 dan pasal 8 dapat dilakukan perubahan yang

sifatnya lebih memberikan perlindungan bagi pihak pertama.

Pasal 3 akta tersebut terdapat kekurangan karena tidak terdapat unsur

penyerahan objek perjanjian atau disebut juga dengan levering, dalam hal ini serah

terima bangunan yang semestinya dilakukan dengan penyerahan fisik (nyata) atau

yuridis. Pasal tersebut, isinya yaitu :

“setelah bangunan-bangunan rumah tersebut selesai dibangun maka 2(dua)

pintu dari padanya yaitu nomor:1 dan 2, pada gambar denah lokasi yang

diarsir dengan garis biru, dijahitkan dalam minut akte ini berikut tanah

tapak dan pekarangannya dengan sendirinya menjadi hak dan kepunyaan

pihak pertama (nyonya X).”

Isi pasal tersebut tidak ada mengatur secara jelas penyerahan milik pihak pertama,

seharusnya pasal tersebut berisi :

Universitas Sumatera Utara

Page 124: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

105

“setelah bangunan-bangunan rumah tersebut selesai dibangun, maka 2(dua)

pintu daripadanya yaitu nomor :1 dan 2, pada gambar denah lokasi yang

diarsir dengan garis biru dijahitkan dalam minut akta ini berikut tanah

tapak dan pekarangannya dengan sendirinya menjadi hak dan kepunyaan

pihak pertama, dan pihak kedua diwajibkan menyerahkan 2 (dua) rumah

permanent berikut dengan membuat atau menanda tangani surat-surat yang

berhubungan dengan penyerahan bangunan tersebut.”

Dengan adanya penambahan kalimat “…..pihak kedua diwajibkan menyerahkan 2

(dua) rumah permanent berikut dengan membuat atau menanda tangani surat-surat

yang berhubungan dengan penyerahan bangunan tersebut”, maka setelah bangunan

tersebut selesai, pihak pertama dan pihak kedua melakukan pertemuan dimana pihak

kedua membuat berita acara serah terima bangunan yang akan ditandatangani oleh

pihak kedua sebagai tanda bahwa bangunan milik pihak pertama tersebut telah sesuai

dibangun sesuai dengan kesepakatan yang terdapat dalam perjanjian. Atau

selanjutnya dalam akta tersebut dapat dituliskan cara dan prosedur bagi developer

dapat menjual bagiannya, dimana dalam pasal tersebut dapat dikatakan sertifikat yang

telah selesai pengurusannya dipegang oleh Notaris setelah adanya pembeli maka

secara bersamaan sertifikat dan serah terima kunci sapat dilakukan. Sertifikat ditahan

di Notaris sampai bangunan pihak pertama selesai.

Pada pasal 5 Akta Perjanjian Bangun Bagi tersebut dituliskan juga secara

terperinci tetapi kurang memberikan perlindungan hukum terhadap pihak pertama

Universitas Sumatera Utara

Page 125: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

106

Izin Mendirikan Bangunan diberikan pada seluruh bangunan yang direncanakan oleh

pengembang atau developer, yaitu 5 (lima) pintu bangunan ruko., dapat dibuktikan

dari isi pasal 5 tersebut, yaitu ”Rumah-rumah permanen yang akan dibangun tersebut,

baik yang menjadi bahagian (milik) pihak pertama maupun yang menjadi (milik)

pihak kedua (lebih jelas diuraikan dalam situasi gambar denah tanah sementara yang

dibuat dibawah tangan bermaterai cukup) harus dibangun sesuai dengan gambar

rencana yang dikeluarkan oleh Pihak Yang Berwenang dan yang telah disetujui oleh

kedua belah pihak. Dalam pasal 3 dan 5 semestinya dalam akta juga dituliskan

perhitungan ruko tersebut dihitung dari arah utara atau barat dan sebagainya, atau

perhitungan lainnya yang dapat memberikan penjelasan secara tepat akan letak

bangunan, dimana menghindari adanya kesalahan-kesalahan pembangunan yang

menimbulkan kerugian.

Pasal 6 menuliskan perihal Izin Mendirikan Bangunan, bahwa bangunan-

bangunan rumah tersebut terutama bangunan yang menjadi bahagian pihak pertama

harus sudah selesai dibangun oleh pihak kedua selambat-lambatnya dalam jangka

waktu 12 (duabelas) bulan, terhitung sejak Surat Izin Mendirikan Bangunan keluar

dari instansi yang berwenang. Pasal tersebut menjelaskan bahwa pembangunan hanya

akan dimulai ketika Izin Mendirikan Bagunannya telah resmi dahulu dikeluarkan dari

pihak yang berwenang, tetapi pasal 6 tersebut kurang menjamin kepastian hukum

bagi pemilik tanah dikarenakan hanya menentukan waktu 12 (dua belas bulan) tetapi

tidak menentukan batas waktu penerbitan IMB nya. Hal ini merupakan problematika

yang muncul diantara pihak pertama dan pihak kedua yang memicu terjadinya

Universitas Sumatera Utara

Page 126: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

107

wanprestasi. Pihak pertama merasa sangat dirugikan atas dasar keterlambatan waktu

penyelesaian pembangunan oleh pihak kedua yang disebabkan pihak kedua menunda-

nunda permohonan IMB tersebut.142

Untuk mengatasi hal tersebut akan lebih baik

jika dalam akta perjanjian tersebut ditentukan waktu permohonan penerbitan IMB

yang isinya sebagai berikut :

Bangunan-bangunan rumah tersebut terutama bangunan yang menjadi

bahagian pihak pertama harus sudah selesai dibangun oleh pihak kedua

selambat-lambatnya dalam jangka waktu 12(dua belas) bulan, terhitung sejak

Surat Izin Mendirikan Bangunan keluar dari instansi yang berwenang, dan

jika dalam tempo waktu 8(delapan) bulan sejak akta ini ditandatangani oleh

para pihak Surat Izin Mendirikan Bangunan belum diterbitkan dari instansi

yang berwenang, maka selanjutnya akan ditetapkan kembali oleh kedua

belah pihak secara musyawarah dan mufakat dengan mengutamakan itikad

baik.

Tujuan dari memberikan tenggang waktu penerbitan IMB dari pihak instansi yang

berwenang tersebut adalah agar pihak kedua atau developer tidak menunda-nunda

proses pembangunan tersebut dengan alasan pihak yang berwenang belum

mengeluarkan izin, dimana developer sering memanfaatkan waktu tersebut untuk

melakukan penawaran kepada calon pembeli atas perumahan yang akan dibangunnya,

dan jika developer merasa perumahan yang akan dibangunnya tidak memiliki daya

142Bandingkan dengan tentang duduk perkara nomor 5 dan 6 Lampiran Putusan Nomor

51X/Pdt.G/PN.Mdn. hal.3

Universitas Sumatera Utara

Page 127: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

108

tarik dapat saja ia meninggalkan atau tidak melaksanakan pembangunan itu sama

sekali. Maka dengan adanya tenggang waktu yang diberikan, setelah berjalannya

waktu 8(delapan) bulan, para pihak akan melakukan revisi terhadap perjanjian yang

dibuat sebelumnya. Para pihak diberi kemungkinan untuk melakukan pembatalan

atau memperbaharui perjanjian tersebut, sehingga dapat menghindari terjadinya hal

yang tidak diinginkan bagi para pihak seperti wanprestasi yang dapat menyebabkan

kerugian bagi para pihak dikemudian hari. Revisi terhadap perjanjian tersebut

berlandaskan pasal 1338 KUHPerdata yang isinya adalah “…perjanjian-perjanjian

tersebut tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau

karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.143

Artinya jika dalam tempo waktu 8 (delapan) bulan IMB tersebut belum terbit, para

pihak dapat memperbaharui perjanjiannya.

Pasal 8 mencantumkan perihal tentang ganti kerugian atas keterlambatan,

tetapi Pasal ini hanya menguraikan hak dan kewajiban para pihak dan tidak secara

tegas melindungi kepentingan pihak pertama. Tenggang waktu ganti rugi yang

diberikan hanyalah 2(dua) bulan dan sanksi yang diberikan hanyalah menunjuk pihak

ketiga untuk melanjutkan pembangunan. Akan lebih baik jika isi pasal tersebut

menambahkan unsur yang berkaitan dengan sertipikat, agar pihak kedua tidak

memanfaatkan dengan menjual terlebih dahulu bangunannya tanpa menyelesaikan

bangunan milik pihak pertama, adapun isi pasal tersebut lebih baik diuraikan sebagai

berikut :

143 Bandingkan dengan pasal 1338 KUHPerdata.

Universitas Sumatera Utara

Page 128: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

109

Pihak kedua wajib menyelesaikan bangunan milik pihak pertama tepat pada

waktunya, apabila pihak kedua tidak menyelesaikan bangunan-bangunan

rumah tersebut tepat pada waktunya, maka untuk setiap hari keterlambatan

pihak kedua harus membayar ganti kerugian atau denda kepada pihak

pertama berupa uang sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) denda mana

hanya berlaku untuk 3(tiga) bulan dan setelah lewat masa denda pihak kedua

belum juga menyelesaikan bangunan milik pihak pertama, maka Akta

Perjanjian Pembangunan Rumah Dan Penentuan Bagian ini berikut Akta

Kuasa Menjual dengan nomor berturut-turut setelah akta ini, tertanggal yang

sama dengan akta ini, yang dibuat dihadapan saya, Notaris pembuat minuta

akta ini, batal dengan sendirinya dan asli sertifikat berikut tanah dan

bangunan yang dibangun dan yang atau akan dibangun di atas tanah tersebut

kembali menjadi pihak pertama.

Dengan adanya tenggang waktu yang lebih lama, maka biaya ganti kerugian akan

lebih besar, selain itu dengan adanya klausula yang menyebutkan bahwa dapat

batal dengan sendirinya akan membuat pihak kedua untuk lebih berhati-hati

dalam melaksanakan kewajibannya sesuai dengan waktu yang diperjanjikan.

Selain dari pada penyuluhan hukum dan advis notaris sebagai upaya pencegahan,

ganti kerugian dapat menjadi upaya pencegahan dan perlindungan hukum bagi

pihak yang dirugikan.

Universitas Sumatera Utara

Page 129: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

110

2. Upaya perlindungan hukum melalui ganti rugi dan pembatalan perjanjian

a. Ganti Rugi

Perlindungan hukum selain mencegah dan menyelesaikan sengketa dapat

dilakukan dengan cara memberikan sanksi bagi para pihak yang melanggar perjanjian

tersebut. Adapun bentuk perlindungan hukum tersebut berupa ganti kerugian.

Dengan adanya klausula yang mencantumkan ganti kerugian maka dapat mencegah

dan menyelesaikan sengketa untuk memenuhi kerugian salah satu pihak, dimana para

pihak akan merasa takut untuk mengingkari janjinya karena akan mengeluarkan biaya

yang lebih banyak disamping mengeluarkan biaya pembangunan. Ganti kerugian

tersebut sifatnya juga dibatasi, agar ganti kerugian tersebut tidak dimanfaatkan salah

satu pihak dan KUHPerdata telah mengatur pembatasan tersebut. Apabila debitur

melakukan wanprestasi, maka dia dapat dituntut untuk :144

1. Pemenuhan perjanjian;

2. Pemenuhan perjanjian ditambah ganti rugi;

3. Pembatalan perjanjian timbal balik;

4. Pembatalan dengan ganti rugi

Hukuman bagi debitur yang lalai (wanprestasi) adalah:145

a. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan

ganti rugi

b. Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian

144 Ibid, hal. 14. 145 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 130: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

111

c. Peralihan resiko

d. Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan depan hakim.

Menurut Abdulkadir Muhammad menyebutkan bahwa akibat hukum bagi

debitur yang wanprestasi, dapat digolongkan menjadi 5(lima), yaitu:146

1. Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang telah diberikan oleh kreditur;

2. Dalam perjanjian timbal balik/bilateral wanprestasi dari ssatu pihak, memberikan

hak pada pihak lainnya untuk membatalkan dan memutuskan perjanjian melalui

hakim;

3. Resiko beralih pada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi, ketentuan ini hanya

berlaku bagi perikatan untuk memberikan sesuatu;

4. Membayar perkara apabila diperkarakan di muka hakim, debitur yang telah

terbukti melakukan wanprestasi tentu dikalahkan dalam perkara;

5. Memenuhi perjanjian disertai pembayaran ganti kerugian.

Dalam pasal 1239 KUHPerdata memberikan pengaturan sebagai berikut

“tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu,atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si

berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam

kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga.” Dalam pasal 1338

KUHPerdata bahwa para pihak dalam suatu perjanjian diberikan suatu kebebasan

berkontrak, dimana para pihak bebasmenentukan isi-isi dalam perjanjian ataupun

klausul-klausul perjanjian tersebut, begitu juga halnya denda, ganti rugi, dan

bunganya. Sekalipun demikian, perjanjian tersebut harus tetap dibuat dan

dilaksanakan dengan itikad baik serta mengindahkan kepatutan, kebiasaan dan

Undang-Undang seperti yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat 3 dan 1339

KUHPerdata.

146 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal 89.

Universitas Sumatera Utara

Page 131: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

112

Ganti rugi karena wanprestasi diatur dimulai dari Pasal 1243 KUHPerdata

yang menyatakan penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak terpenuhinya suatu

perikatan atau perjanjian yang telah dibuat, barulah mulai diwajibkan. Ganti rugi

karena wanprestasi adalah suatu bentuk ganti rugi yang dibebankan kepada debitur

yang tidak memenuhi isi perjanjian yang telah dibuat antara kreditur dengan

debitur147

dalam hal ini anatara developer dan pemilik tanah serta calon pembeli.

Dengan melihat uraian di atas, pasal dalam KUHPerdata yang mengatur tentang ganti

rugi, denda serta bunga tersebut dapat dijadikan suatu bentuk upaya mencegah

terjadinya masalah dalam proses pelaksanaan perjanjian bangun bagi. Dengan

dicantumkannya biaya ganti kerugian, denda, dan bunganya dalam kalusula akta

perjanjian tersebut, pihak-pihak yang berjanji akan lebih enggan untuk tidak menepati

janjinya sesuai dengan tujuan awal. Pasal 8 akta tersebut menuliskan:

“Apabila pihak kedua tidak menyelesaikan bangunan-bangunan rumah tersebut

tepat pada waktunya, maka untuk setiap hari keterlambatan pihak kedua harus

membayar ganti kerugian atau denda kepada pihak pertama berupa uang

sebesar Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) yang harus dibayar dengan seketika

dan sekaligus pada saat hari terahir denda, denda mana hanya berlaku untuk

2(dua) bulan dan setelah lewat masa denda pihak pertama dapat menunjuk

pihak ketiga untuk menyelesaikan bangunan yang menjadi milik pihak pertama

dengan tanggungan dan biaya yang wajib ditanggung oleh pihak kedua.”

147 Salim HS, Op. Cit , hal.100.

Universitas Sumatera Utara

Page 132: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

113

Dari uraian klausula di atas, bahwa sanksi bagi pihak kedua jika tidak

memenuhi janjinya adalah membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau

dengan singkat dinamakan ganti rugi dan selanjutnya peralihan resiko. Kedua hal ini

yang terdapat dalam klausula di atas sesuai dengan yang diuraikan oleh Subekti.

Menurut pasal 1243 KUHPerdata, “penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak

dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berhutang, setelah

dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang

harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan dan dalam tenggang waktu

yang telah dilampaukannya.” Berdasarkan pasal ini, ada dua cara penentuan titik awal

perhitungan ganti kerugian, yaitu sebagai berikut:148

1. Jika dalam perjanjian ini tidak ditentukan jangka waktu, pembayaran ganti

kerugian mulai dihitung sejak pihak tersebut telah dinyatakan lalai, tetapi tetap

melalaikannya.

2. Jika dalam perjanjian tersebut telah ditentukan jangka waktu tertentu, pembayaran

ganti kerugian mulai dihitung sejak terlampauinya jangka waktu yang telah

ditentukan tersebut.

Sesuai dengan uraian di atas tentang titik awal perhitungan ganti kerugian,

dalam akta perjanjian tersebut tercantum dalam pasal 6 bahwa pembangunan

perumahan tersebut diminta oleh pemilik tanah selesai dalam tempo 12 bulan sejak

Surat Izin Mendirikan Bangunannya telah resmi dikeluarkan dari pihak yang

berwenang. Maka dikaitkan dengan isi pasal 8 akta tersebut bahwa ganti kerugian

akan dimulai terhitung sejak 1 hari setelah berjalan 12(delapan belas bulan), ditandai

dengan kalimat “Apabila pihak kedua tidak menyelesaikan bangunan-bangunan

148 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan (penjelasan makna Pasal 1233 sampai

1456BW), (Jakarta: Rajawali Pers, 2012) hal 13.

Universitas Sumatera Utara

Page 133: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

114

rumah tersebut tepat pada waktunya….”. Tepat pada waktunya yang dimaksud adalah

12(dua belas) bulan.

Yang dimaksud dengan ganti kerugian itu ialah ganti kerugian yang timbul

karena debitur melakukan wanprestasi karena lalai. Ganti kerugian itu haruslah

dihitung berdasarkan nilai uang, jadi harus berupa uang bukan berupa barang.

Berdasarkan pasal 1246 KUHPerdata ganti kerugian terdiri dari 3 (tiga) unsur, yakni :

1. Ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan (cost), misalnya ongkos cetak, biaya

materai, biaya iklan.

2. Kerugian karena kerusakan, kehilangan atas barang kepunyaan kreditur akibat

kelalaian debitur (damages). Kerugian disini adalah sungguh-sungguh diderita,

misalnya busuknya buah-buahan karena keterlambatan penyerahan, ambruknya

sebuah rumah karena salah konstruksi sehingga merusak perabot rumah tangga,

lenyapnya barang karena terbakar.

3. Bunga atau keuntungan yang diharapkan (interest). Karena debitur lalai, kreditur

kehilangan keuntungan yang diharapkannya.

Dalam ganti kerugian itu tidak senantiasa ketiga unsur itu harus ada.

Minimal ganti kerugian itu adalah kerugian yang sesungguhnya diderita oleh kreditur

(unsur 2).149

Klausula yang tertulis dalam akta tersebut mencantumkan ganti kerugian

atau denda dalam bentuk uang dengan menyebutkan “…..maka untuk setiap hari

keterlambatan pihak kedua harus membayar ganti kerugian atau denda kepada pihak

pertama berupa uang sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) yang ….”. Putusan

hakim menyatakan bahwa tergugat atau Tuan Y harus membayar senilai Rp.

2.406.000.000,- (dua miliar empat ratus enam juta rupiah) dimana antara lain terdiri

dari 2 (dua) ruko milik penggugat pada saat itu senilai Rp. 800.000.000,- (delapan

ratus juta) setiap 1 (satu) ruko sehingga harganya menjadi 1.600.000.000,-(satu miliar

149 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 40.

Universitas Sumatera Utara

Page 134: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

115

enam ratus juta rupiah), lalu jika diperdagangkan dapat keuntungan 3% sehingga jika

dinominalkan selama 4 (empat) tahun totalnya adalah Rp. 2.400.000.000,- (dua miliar

empat ratus juta rupiah) dan ditambah denda Rp 6.000.000,- (enam juta rupiah)

menjadi Rp. 2.406.000.000,- (dua miliar empat ratus enam juta rupuah). Dasar

pertimbangan tersebut berasal dari 2 (dua) ruko seharga 1.600.000.000 (satu miliar

enam ratus juta) merupakan kerugian penggugat, 3% (tiga persen) merupakan bunga

dan Rp 6.000.000 (enam juta rupiah) merupakan denda. Oleh karena itu, dasar

pertimbangan hakim memberi putusan tersebut berdasarkan kerugian penggugat oleh

sesuatu yaitu ruko, bunga , dan denda berdasarkan pasal 1246 KUHPerdata.

Meskipun debitur telah melakukan wanprestasi dan diharuskan membayar

sejumlah ganti kerugian, undang-undang masih memberikan pembatasan-pembatasan

yaitu: dalam hal ganti kerugian yang sebagaimana seharusnya dibayar oleh debitur

atas tuntutan kreditur. Pembatasan-pembatasan itu diberikan undang-undang sebagai

bentuk perlindungan terhadap tersebut dapat kita liat pada pasal 1247 dan 1248

KUHPerdata.

Pasal 1247 KUHPerdata :

“Si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya, rugi, dan bunga yang nyata

telah, atau sedianya harus dapat diduganya sewaktu perikatan dilahirkan,

kecuali jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan sesuatu tipu

daya yang dilakukan olehnya.”

Pasal ini sebagai penegasan tentang pembatasan ganti kerugian yang dapat

dituntut dari debitur, yaitu kerugian yang nyatanya telah dapat diperhitungkan pada

Universitas Sumatera Utara

Page 135: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

116

saat perjanjian tersebut dibuat oleh para pihak.150

Pasal 1248 KUHPerdata berisikan

“Bahkan jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan tipu daya si berutang,

penggantian biaya, rugi, dan bunga sekedar mengenai kerugian yang dideritanya oleh

si berpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang

merupakan akibat langsung dari tak dipenuhinya perikatan.” Pasal ini sebenarnya

memberikan juga perlindungan kepada debitur yang walaupun melakukan tipu daya

terhadap kreditur, ganti kerugian yang harus dibayarnya hanya meliputi kerugian

langsu ng sebagai akibat wanprestasinya debitur.151

Dari ketentuan dua pasal ini dapat diketahui bahwa ada dua pembatasan

kerugian :

a. Kerugian yang dapat diduga ketika membuat perikatan.

b. Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi (lalai).152

Penggantian biaya, rugi dan bunga itu hanya harus dibayar terhitung mulai

dari ia minta di muka Pengadilan, kecuali dalam hal-hal dimana undang-undang

menetapkan bahwa ia berlaku demi hukum.” Maksud pasal ini adalah bahwa setiap

tagihan yang berupa uang, yang pembayarannya terlambat dilakukan oleh pihak

debitur, maka tuntutan ganti kerugian tidak boleh melebihi ketentuan bungan

moratorium (bunga menurut undang-undang).153

Sekalipun pihak kedua mendapat

150 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op.Cit, hal 16. 151 Ibid. 152 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal 41. 153 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op.Cit, hal 18.

Universitas Sumatera Utara

Page 136: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

117

hukuman berupa ganti rugi, denda, maupun bunga, tetapi KUHPerdata membatasi

juga hukuman tersebut dengan uraian-uraian di atas.

b. Pembatalan perjanjian melalui putusan hakim

Selain upaya ganti rugi, upaya pembatalan perjanjian melalui putusan hakim

juga merupakan salah satu solusi dalam penyelesaian masalah. Pasal 1266

KUHPerdata menjelaskan bahwa “syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam

persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak

memenuhi kewajibannya.” Pasal 1267 KUHPerdata mengatakan bahwa “pihak yang

terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih; memaksa pihak yang lain untuk

memenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan

persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga.”

Pengertian pembatalan mengandung dua macam kemungkinan alasan yaitu

pembatalan karena tidak memenuhi syarat subyektif, dan pembatalan karena adanya

wanprestasi dari debitur. Pada dasarnya jika dilihat dari kesimpulan pasal di atas,

pembatalan dapat dilakukan jika mengandung unsur dimana perjanjian yang dibuat

sifatnya timbal balik, adanya wanprestasi dan dengan atas dasar putusan hakim.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberikan pengertian pembatalan yaitu

“suatu proses, cara, perbuatan membatalkan, atau suatu peernyataan batal”. Suatu

akta merupakan suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dapat

dijadikan bukti bila ada suatu peristiwa dan ditandatangani.154

154 R. Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta:Pradnya Paramita, 2001) hal.48.

Universitas Sumatera Utara

Page 137: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

118

Akta Notaris dapat dibatalkan dimana menjadi sebuah sanksi terhadap suatu

perbuatan hukum yang mengandung cacat yuridis (penyebab kebatalan) berupa

pembatalan perbuatan hukum atas keinginan pihak tertentu dan akibat dari

pembatalan itu yaitu perbuatan hukum tersebut tidak mempunyai akibat hukum sejak

terjadinya pembatalan, dan pembatalan atau pengesahan perbuatan hukum tersebut

tergantung pada pihak tertentu, yang menyebabkan perbuatan hukum tersebut dapat

dibatalkan atau disahkan.155

Jika dalam awal akta, terutama syarat-syarat para pihak yang menghadap

notaris tidak memenuhi syarat subjektif, maka atas permintaan orang tertentu akta

tersebut dapat dibatalkan. Akta yang dapat dibatalkan dapat disebabkan karena tidak

terpenuhinya unsur subjektif dalam perjanjian. Unsure subjektif dalam perjanjian ini

meliputi kecakapan dan kesepakatan. Kesepakatan antara para pihak, yaitu

persesuaian pernyataan kehendak antara kedua belah pihak, tidak ada paksaan dan

lainnya. Di dalam akta notaris harus adanya kesepakatan para pihak yang akan

membuat perjanjian di dalam akta notaris tersebut. Kesepakatan mereka yang

mengikat diri terjadi secara bebas atau dengan kebebasan. Kebebasan bersepakat

tersebut dapat terjadi secara tegas (mengucapkan kata/tertulis) atau secara diam

(dengan suatu sikap/isyarat) dengan tanpa adanya unsur paksaan, kekeliruan dan

unsur penipuan antara para pihak.156

155 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2008), hal.173. 156 Lupita Maxellia, Tinjauan Yuridis Tentang Kebatalan Dan Pembatalan Akta Notaris

Dalam Perpektif Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004Tentang Jabatan Notaris, (Surakarta:FH-

Universitas Sebelas Maret), hal.14-15.

Universitas Sumatera Utara

Page 138: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

119

Akta Notaris dapat dibatalkan oleh para pihak sendiri sekalipun tidak ada

kesalahan formil, tetapi para pihak yang namanya tercantum dalam akta

menginginkan akta tersebut tidak mengikat dan tidak berlaku lagi. Akta Notaris

merupakan keinginan para pihak yang datang menghadap Notaris, tanpa adanya

keinginan seperti itu, akta Notaris tidak akan pernah dibuat, kewajiban Notaris

membingkainya sesuai aturan hukum yang berlaku, sehingga akta tersebut

dikualifikasikan sebagai akta autentik. 157

Dalam putusan No. 51X/Pdt.G/2013/PN

Mdn angka (2), hakim mengabulkan permohonan pembatalan Akta Perjanjian

diakrenakan adanya cacat yuridis, seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa jika

pembatalan dapat dilakukan sekalipun tidak ada kesalahan dalam unsur subjektif,

tetap karena adanya cacat yuridis, dimana dalam kasus Nyonya X dan Tuan Y bahwa

adanya perbuatan penyelahgunaan yang dilakukan developer yaitu penyalahgunaan

Akta Kuasa Menjual, atas dasar itikad tidak baik yang dilakukan developer hakim

memberikan putusan pembatalan tersebut. Bangunan rumah toko yang merupakan

bahagian milik pihak kedua, telah berpindah kepada pembeli, tanpa diketahui oleh

pihak pertama, dengan adanya pembatalan perjanjian, maka setelah putusan

berlangsung, akan dilaksanakan eksekusi yaitu bentuk kepastian hukum atas

bangunan ruko tersebut. Dimana akibat dari pembatalan perjanjian adalah semuanya

kembali seperti pada saat perjanjian berlangsung.

157 Ibid.hal 18.

Universitas Sumatera Utara

Page 139: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

120

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Perjanjian Bangun Bagi merupakan perjanjian yang bersifat timbal balik. Sampai

saat ini belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur dan memberi

pengertian tentang perjanjian bangun bagi secara rinci. Dalam pelaksanaannya di

lapangan pembuatan Akta Perjanjian Bangun Bagi yang digunakan pelaku bisnis

sebagai konsep dalam bisnis perumahan dengan memakai dan menggunakan asas-

asas perjanjian pada umumnya yang terdapat dalam KUHPerdata. Hak dan

kewajiban developer dan konsumen secara umum diatur dalam undang-undang.

Akta perjanjian bangun bagi berisi tentang hak dan kewajiban pemilik tanah dan

developer yang dibuat dihadapan Notaris sesuai dengan kehendak para pihak. Akta

Perjanjian Bangun Bagi merupakan kewajiban dan kewenangan Notaris

membuatnya. Isi dalam akta perjanjian para pihak dibuat bebas oleh para pihak

yaitu Nyonya X dan Tuan Y dan isi perjanjian tersebut mencerminkan sifat

perjanjian timbal balik. Dalam perjanjian bangun bagi kewajiban developer lebih

banyak daripada kewajiban pemilik tanah dalam proses pelaksanaan perjanjian

bangun bagi yang menyebabkan developer melakukan suatu perbuatan yang

menimbulkan sengketa.

2. Problematika yang timbul dapat dibagi menjadi 3(tiga) bagian yaitu pada pemilik

tanah, pembeli, dan developer. Problematika dalam perjanjian bangun bagi

cenderung dilakukan oleh developer dikarenakan pengerjaan bangunan dibawah

Universitas Sumatera Utara

Page 140: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

121

kendali developer. Problematika yang muncul adalah developer memnfaatkan

Kapling Siap Bangun untuk keuntungannya, menjual rumah tetapi IMB(Izin

Mendirikan Bangunan) belum ada, sertifikat yang tidak dapat langsung dipegang

oleh konsumen, kredit macet, dan serah terima bangunan atau objek (levering),

permohonan sertifikat, dan ketidaksesuaian pembangunan dengan perjanjian

semula. Problematika tersebut dampaknya merugikan pembeli dan pemilik tanah,

cenderung muncul dari pihak developer perumahan yang sifatnya disengaja

ataupun tidak disengaja.

3. Dalam perjanjian bangun bagi oleh Nyonya X dan Tuan Y yang menjadi masalah

adalah Tuan Y tidak menyelesaikan pembangunan tepat waktu atau dapat disebut

wanprestasi, pengurusan surat-surat izin dan sertifikat yang sangat lama

diterbitkan, tidak ada serah terima bangunan dari Tuan Y kepada Nyonya X, dan

bangunan milik pihak kedua menutupi bangunan milik pihak pertama. Oleh karena

kertelambatan yang cukup lama tersebut Nyonya X menuntut ganti kerugian dan

pembatalan perjanjian dikarenakan bangunan yang merupakan milik pihak kedua

telah pindah tangan kepada pihak ketiga yaitu pembeli. Perlindungan Hukum bagi

para pihak dapat dilakukan dengan upaya pencegahan ataupun penyelesaian

sengketa. Upaya untuk mencegah sengketa dapat dilakukan dengan membuat

klausula tertentu yang disetujui para pihak berupa melakukan musyawarah bagi

para pihak untuk melakukan kesepakatan kembali, Notaris menahan akta kuasa

menjual sampai bangunan milik pihak pertama selesai dibangun, dan mengatur isi

perjanjian agar bersifat memberikan perlindungan bagi pihak yang melakukan

Universitas Sumatera Utara

Page 141: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

122

perjanjian bangun bagi. Upaya yang sifatnya mencegah dan menyelesaikan

sengketa adalah upaya ganti rugi untuk mengganti kerugian yang dialami pihak

pertama. Selain dari ganti kerugian upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan

pembatalan atas perjanjian tersebut oleh keputusan hakim, dikarenakan bangunan

rumah tersebut telah berpindah kepada pihak ketiga. Bentuk kepastian hukum

berupa putusan hakim No. 51X/Pdt.G/2013/PN Mdn dan eksekusi terhadap

putusan tersebut.

B. Saran

Adapun saran-saran yang dapat penulis kemukakan dari penulisan Tesis ini

adalah sebagai berikut:

1. Berkaitan dengan belum adanya pengaturan perundang-undangan yang secara

khusus mengatur tentang Perjanjian Bangun Bagi maka sangat diperlukan adanya

peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengaturnya. Dengan adanya

peraturan yang mengatur secara khusus maka dalam penerapannya perjanjian

bangun bagi tersebut lebih terlaksana dengan baik, serta ketika terjadi sengketa,

kepastian hukum dapat terwujud lebih baik. Dalam membuat perjanjian bangun

bagi diharapkan kepada Notaris untuk tidak memihak untuk meraih keuntungan

tetapi harus bersifat netral dan memberikan advis yang dibutuhkan para pihak agar

tidak menimbulkan sengketa dikemudian hari. Para pihak juga harus sama-sama

tahu dan mengerti terhadap hak dan kewajibannya yang tertulis dalam Undang-

Undang serta akibat hukum perjanjian yang dibuatnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 142: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

123

2. Hendaknya sebagai pemilik tanah, developer, atau calon pembeli untuk lebih

berhati-hati dalam berencana melakukan bisnis perumahan, ataupun sebagai pihak

pembeli. Pembeli harus memeriksa secara tepat kebenaran akan seluruh surat-

surat, lokasi, dan fasilitas-fasilitas yang dipromosikan oleh pihak pengembang saat

terjadinya penawaran. Bagi pemilik tanah atau pihak pertama harus sepakat

dengan developer untuk melakukan serah terima bangunan ketika bangunan milik

pertama telah selesai.

3. Sebaiknya Notaris dalam membuat perjanjian bangun bagi dalam aktanya

mencantumkan batas waktu dalam pengurusan seperti surat-surat yang berkaitan

dengan bangunan dan tanah, seperti IMB dan sertifikat, agar dapat dilakukan revisi

kembali terhadap perjanjian tersebut diman hal tersebut bertujuan untuk

menghindari keterlambatan penyelesaian pembangunan. Dalam halnya Akta Kuasa

Menjual sebaiknya Notaris tidak memberikannya pada saat bersamaan dengan

Akta Perjanjian Bangun Bagi ditandatangani, tetapi diberikan kepada pihak kedua

pada saat bangunan milik pihak pertama selesai tujuannya agar pihak kedua atau

developer tidak menyalahgunakannya untuk keuntungannya. Upaya yang dapat

dilakukan selanjutnyan adalah ganti kerugian dan pembatalan agar kerugian yang

diderita pihak pertama dapat tertutuipi, tetapi dalam halnya ganti kerugian harus

dilakukan pembatasan, karena dapat saja ganti kerugian tersebut dimanfaatkan

oleh pihak yang menuntut ganti rugi. Kepada Notaris yang membuat perjanjian

bangun bagi harus berhati-hati dalam membuat akta perjanjian bagi para pihak

Universitas Sumatera Utara

Page 143: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

124

dan menjelaskan kepada para pihak akan akibat dari perjanjian tersebut seperti

ganti kerugian dan pembatalan perjanjian.

Universitas Sumatera Utara

Page 144: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

125

DAFTAR PUSTAKA

Adam, Muhammad, Asal Usul dan Sejarah Notaris, Bandung: Sinar Baru, 1995.

Adjie, Habib, Hukum Notaris Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2008.

Ali, Achmad, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis Dan Sosioligis),

Jakarta: PT. Agung Tbk, 2002.

Ali, H. Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Badrulzaman, Mariam Darus, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: Citra Aditya

Bakti, 2001.

________, Perjanjian Kredit Bank, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991.

Bakir, R. Sutoyo, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Edisi Terbaru), Tangerang:

Karisma Publishing Group, 2009.

Bruggink, J.J.H, Refleksi Tentang Hukum, dialihbahasakan oleh Arief Sidharta,

Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.

Chandra, Syarifuddin, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah Persyaratan

Permohonan Di Kantor Pertanahan, Jakarta: Grasindo, 2005

Friedmann, W, Teori Dan Filsafat Umum, Jakarta:Raja Grafindo, 1996.

Fuady, Munir, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung: Citra

Aditya Bakti, 2001.

_________, Hukum Perdata I (Azas-Azas Hukum Perikatan), Semarang: Fakultas

Hukum Universitas Dipenegoro, 1986.

Johannes Gunawan, “Kajian Ilmu Hukum Tentang Kebebasan Berkontrak” dalam Sri

Rahayu Oktoberina, Niken Savitri, Butir-butir Pemikiran dalam Hukum

Memperingati 70 tahun Prof.Dr. Arief Shidarta. Bandung: Aditama, 2008.

H.S, Salim, Hukum Kontrak Dan Teori Dan teknik Penyusunan kontrak, Jakarta:

Sinar Grafika, 2003

_________, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Jakarta: Sinar

Grafika, 2004.

Universitas Sumatera Utara

Page 145: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

126

Hadikusuma, Hilman, Hukum Perjanjian Adat, Bandung: Alumni 1991.

Hadisoeprapto, Hartono, Pokok-Pokok Hukum Perikatan Dan Hukum Jaminan,

Yogyakarta: Liberty, 1984.

Hadjon, Phillipus M, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: PT.

Bina Ilmu, 1987.

Hamzah, Andi, Dasar-Dasar Hukum Perumahan, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.

Harahap, M. Yahya, Pembahasan, Permasalahan, dan Penerapan KUHAP, Jakarta:

Sinar Grafika, 2006.

Harahap, M. Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1986.

Ichsan, Ahmad, Hukum Perdata I B, Jakarta: Pembimbing Masa, 1999.

J.J.J. Wuisman, dengan penyunting M. Hisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid. 1,

Jakarta : FE-UI, 1996.

Kansil, C.S.T, Pengantar Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,

1983.

_____, C.S.T dan Christine S.T. Kansil, Istilah Aneka Hukum, Cet.I, Jakarta:Pustaka

Sinar Harapan, 2001.

Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2004.

Kastini, Sri, Peraturan Jabatan Notaris, Medan: USU-Press, 1997.

Khairandy, Ridwan, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Jakarta: FH-UI, 2003

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994.

Lubis, Suhrawadi K, Etika Profesi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 1994.

Marwan, M dan Jimmy P, Kamus Hukum Dictionary of Law Complete Edition,

Surabaya: Reality Publisher, 2009.

Marzuki, Peter Mahmud, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana Pranada Media

Group, 2008.

Universitas Sumatera Utara

Page 146: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

127

Miru, Ahmadi dan Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233

sampai 1456 BW, Jakarta: Rajawali Pers, 2012.

____, Ahmadi, Hukum Kontrak (Perancangan Kontrak), Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2007.

Meliala, A.Q Iram Syamsudin, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta

Perkembangannya, Yogyakarta: Liberty, 1985.

Meliala, Djaja S, Pemberian Kuasa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

Bandung:Tarsito, 1982

Mertokusumo, Sudikno, Penemuan Hukum sebuah pengantar, Yogyakarta: PT.

Liberty, 1996.

___________, Sudikno, Mengenal Hukum, Yogyakarta: Liberty, 1999.

Muhammad, Abdulkadir, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan,

Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992.

________, Abdulkadir, Hukum Perikatan, Bandung: Alumni, 1992.

Muhammad, Bushar, Pokok-Pokok Hukum Adat, Jakarta: Pradnya Paramita, 2000.

Mukti, Affan, Pokok-Pokok Bahasan Hukum Agraria, Medan: USU-Press, 2006.

Muljadi, Kartini dan Gunawan Wijaja, Seri Hukum Harta Kekayaan Dan Kebendaan

Pada Umumnya , Jakarta: Kencana, 2005.

Panudju, Bambang, Pengadaan Perumahan Kota Dengan Peran Serta Masyarakat

Berpenghasilan Rendah, Bandung: Alumni, 2009.

Prayudi, Guse, Seluk Beluk Perjanjian, Yogyakarta: Pustaka Pena, 2007.

Prodjodikoro, Wirjono, Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung: Sumur, 1995.

__________, Wirjono, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu, Bandung:

Sumur, 1995.

Patrik, Purwahid, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Bandung: Mandar Maju, 1994.

R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung: Bina Cipta, 1987.

R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Bandung: Intermasa, 1982.

Universitas Sumatera Utara

Page 147: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

128

________, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1987.

________, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa: 1994

________, Hukum Pembuktian, Jakarta, Pradnya Paramita, 2001

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, Cet.ke-v, 2000

Ramulyo, Idris, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat,

Jakarta: Sinar Grafika, 1993.

Rasjidi, Lili dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1993.

Remy, Sutan dan Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan yang

Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia

(Institut Bank Indonesia), Jakarta, 1993.

Salindeho, John, Manusia, Tanah, Hak dan Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 1994.

Saragih, Djaren, Hukum Adat Indonesia, Bandung:Tersito, 1984.

Satrio, J, Hukum Perikatan, Bandung: Alumni, 1992.

Setiawan, Rene, Penghimpun Dana, Medan: Universitas Sumatera Utara, 1994.

Sinungun, Muchdarsyah, Dasar-Dasar Dan Tehnik Management Kredit, Jakarta:

Bina Aksara, 1933.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum,Jakarta: UI- Press, 1981.

Suhamoko, Hukum Perjanjian Teori Dan Analisa Kasus, Jakarta: Prenada Media,

2004.

Suhardana, Hukum Perdata I, Jakarta: Prenhallindo, 2001.

Suhrawadi, Etika Profesi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 1994

Supriadi, Etika Dan Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia, Jakarta: Sinar

Grafika, 2006.

Universitas Sumatera Utara

Page 148: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

129

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Perkasa,

1997.

Supramono, Gatot, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta:

Djambatan, 1996.

Suryasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan, 1999.

Suyatno, Thomas, Dasar-Dasar Perkreditan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

1990.

Syahrani, Ridwan, Seluk Beluk Dan Asas- Asas Hukum Perdata, Bandung: Alumni,

2004.

Tedjasaputro, Liliana, Etika Profesi Hukum, Semarang: Aneka Ilmu, 1991.

Tjiptoadinugroho, R, Perbankan Masalah Perkreditan, Jakarta: Pradja Paramita,

1972.

Tjokromidjojo, Bintoro dan Mustafa Adidjoyo, Teori dan Strategi Pembangunan

Nasional, Jakarta: CV. Haji Masagung, 1998.

Tobing, G.H.S Lumban, Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta: Erlangga, 1992.

Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2003.

Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Bulan 1995.

Vollmar. A, Pengantar Studi Hukum Perdata I, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.

Widjaya, Gunawan dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusial, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2000.

Widjaya, I. G. Ray, Merancang Suatu Kontrak , Jakarta: Kesaint Blanc, 2008.

C. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960

Universitas Sumatera Utara

Page 149: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

130

Undang-Undang Peraturan Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014

Undang-Undang tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman Nomor 1 Tahun

2011

Undang-Undang tentang Bangunan Gedung Nomor 28 Tahun 2002

Undang-Undang tentang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998

D. Lampiran

Akta Perjanjian Pembangunan Rumah Dan Penentuan Bagian

Putusan No.51X/Pdt.G/2013/PN Mdn

Universitas Sumatera Utara

Page 150: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

130

Undang-Undang Peraturan Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014

Undang-Undang tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman Nomor 1 Tahun

2011

Undang-Undang tentang Bangunan Gedung Nomor 28 Tahun 2002

Undang-Undang tentang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998

D. Lampiran

Akta Perjanjian Pembangunan Rumah Dan Penentuan Bagian

Putusan No.51X/Pdt.G/2013/PN Mdn

Universitas Sumatera Utara

Page 151: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

131

Universitas Sumatera Utara

Page 152: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

132

Universitas Sumatera Utara

Page 153: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

133

Universitas Sumatera Utara

Page 154: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

134

Universitas Sumatera Utara

Page 155: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

135

Universitas Sumatera Utara

Page 156: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

136

Universitas Sumatera Utara

Page 157: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

137

Universitas Sumatera Utara

Page 158: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

138

Universitas Sumatera Utara

Page 159: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

139

Universitas Sumatera Utara

Page 160: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI …

140

Universitas Sumatera Utara