BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001). Sirosis hati adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati; diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. (Arif Mansjoer, FKUI, 1999) Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati.
28
Embed
TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/.../104/jtptunimus-gdl-ninaistiqo-5181-2-bab2.pdf · BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian ... Alkohol dan obat-obatan dianjurkan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya
dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur
hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi
tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne
C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis hati adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan
difus dan menahun pada hati; diikuti dengan proliferasi jaringan ikat,
degenerasi dan regenerasi sel hati sehingga timbul kekacauan dalam
susunan parenkim hati. (Arif Mansjoer, FKUI, 1999)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis
hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan
difus pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan
regenerasi sel hati disertai nodul dan merupakan stadium terakhir dari
penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati.
B. Anatomi dan Fisiologi
Hati terletak di belakang tulang-tulang iga (kosta) dalam rongga
abdomen daerah kanan atas. Hati memiliki berat sekitar 1500 gram dan
dibagi menjadi empat lobus. Setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis
jaringan ikat yang membentang ke dalam lobus itu sendiri dan membagi
massa hati menjadi unit-unit yang lebih kecil, yang disebut lobulus.
Sirkulasi darah ke dalam dan keluar hati sangat penting dalam
penyelenggaraan fungsi hati. Darah yang mengalir ke dalam hati berasal
dari dua sumber. Kurang lebih 75% suplai darah datang dari vena porta
yang mengalirkan darah yang kaya akan nutrien dari traktus
gastrointestinal. Bagian lain suplai darah tersebut masuk ke dalam hati
lewat arteri hepatika dan banyak mengandung oksigen. Cabang-cabang
terminalis kedua pembuluh darah ini bersatu untuk membentuk capillary
beds bersama yang merupakan sinusoid hepatik. Dengan demikian, sel-sel
hati (hepatosit) akan terendam oleh campuran darah vena dan arterial.
Sinusoid mengosongkan isinya ke dalam venule yang berada pada bagian
tengah masing-masing lobulus hepatik dan dinamakan vena sentralis.
Vena sentralis bersatu membentuk vena hepatika yang merupakan
drainase vena dari hati dan akan mengalirkan isinya ke dalam vena kava
inferior di dekat diafragma. Jadi terdapat dua sumber yang mengalirkan
darah masuk ke dalam hati dan hanya terdapat satu lintasan keluarnya.
Disamping hepatosit, sel-sel fagositik yang termasuk dalam sistem
retikuloendotelial juga terdapat dalam hati. Organ lain yang mengandung
sel-sel retikuloendotelial adalah limpa, sumsum tulang, nodus limfatikus
(kelenjar limfe) dan paru-paru. Dalam hati, sel-sel ini dinamakan sel
kupfer. Fungsi utama sel kupfer adalah memakan benda partikel (seperti
bakteri) yang masuk ke dalam hati lewat darah portal.
Fungsi metabolik hati:
1. Metabolisme glukosa
Sesudah makan glukosa diambil dari darah vena portal oleh
hati dan diubah menjadi glikogen yang disimpan dalam hepatosit.
Selanjutnya glikogen diubah kembali menjadi glukosa dan jika
diperlukan dilepaskan ke dalam aliran darah untuk mempertahankan
kadar glukosa yang normal. Glukosa tambahan dapat disintesis oleh
hati lewat proses yang dinamakan glukoneogenesis. Untuk proses ini
hati menggunakan asam-asam amino hasil pemecahan protein atau
laktat yang diproduksi oleh otot yang bekerja.
2. Konversi amonia
Penggunaan asam-asam amino untuk glukoneogenesis akan
membentuk amonia sebagai hasil sampingan. Hati mengubah amonia
yang dihasilkan oleh proses metabolik ini menjadi ureum. Amonia
yang diproduksi oleh bakteri dalam intestinum juga akan dikeluarkan
dari dalam darah portal untuk sintesis ureum. Dengan cara ini hati
mengubah amonia yang merupakan toksin berbahaya menjadi ureum
yaitu senyawa yang dapat diekskresikan ke dalam urin.
3. Metabolisme protein
Organ ini mensintesis hampir seluruh plasma protein termasuk
albumin, faktor-faktor pembekuan darah protein transport yang
spesifik dan sebagian besar lipoprotein plasma. Vitamin K diperlukan
hati untuk mensintesis protombin dan sebagian faktor pembekuan
lainnya. Asam-asam amino berfungsi sebagai unsur pembangun bagi
sintesis protein.
4. Metabolisme lemak
Asam-asam lemak dapat dipecah untuk memproduksi energi
dan benda keton. Benda keton merupakan senyawa- senyawa kecil
yang dapat masuk ke dalam aliran darah dan menjadi sumber energi
bagi otot serta jaringan tubuh lainnya. Pemecahan asam lemak menjadi
bahan keton terutama terjadi ketika ketersediaan glukosa untuk
metabolisme sangat terbatas seperti pada kelaparan atau diabetes yang
tidak terkontrol.
5. Penyimpanan vitamin dan zat besi
6. Metabolisme obat
Metabolisme umumnya menghilangkan aktivitas obat tersebut
meskipun pada sebagian kasus, aktivasi obat dapat terjadi. Salah satu
lintasan penting untuk metabolisme obat meliputi konjugasi
(pengikatan) obat tersebut dengan sejumlah senyawa, untuk
membentuk substansi yang lebih larut. Hasil konjugasi tersebut dapat
diekskresikan ke dalam feses atau urine seperti ekskresi bilirubin.
7. Pembentukan empedu
Empedu dibentuk oleh hepatosit dan dikumpulkan dalam
kanalikulus serta saluran empedu. Fungsi empedu adalah ekskretorik
seperti ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan
melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu.
8. Ekskresi bilirubin
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan
hemoglobin oleh sel-sel pada sistem retikuloendotelial yang mencakup
sel-sel kupfer dari hati. Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam
darah dan melalui reaksi kimia mengubahnya lewat konjugasi menjadi
asam glukuronat yang membuat bilirubin lebih dapat larut di dalam
larutan yang encer. Bilirubin terkonjugasi disekresikan oleh hepatosit
ke dalam kanalikulus empedu didekatnya dan akhirnya dibawa dalam
empedu ke duodenum.
Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika
terdapat penyakit hati, bila aliran empedu terhalang atau bila terjadi
penghancuran sel-sel darah merah yang berlebihan. Pada obstruksi
saluran empedu, bilirubin tidak memasuki intestinum dan sebagai
akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin.
( Suzanne C Smeltzer, 2001 )
C. Etiologi
Menurut FKUI, 1999, penyebab sirosis hepatis antara lain :
1. Malnutrisi
2. Alkoholisme
3. Virus hepatitis
4. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatica
5. Hemokromatosis (kelebihan zat besi)
6. Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan)
7. Zat toksik
Ada 3 tipe sirosis atau pembentukan parut dalam hati :
1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut
secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh
alkoholis kronis.
2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar
sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di
sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan
infeksi (kolangitis).
D. Patofisiologi
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis,
konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang
utama. Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum
minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan
protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan
alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab utama pada
perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian,
sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan
minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi
alkohol yang tinggi.
Faktor lainnya dapat memainkan peranan, termasuk pajanan
dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen
atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis yang menular. Jumlah laki-laki
penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak dari pada wanita dan
mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis
yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama
perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-
angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan
hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa
dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang
berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip
paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.
Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidus dan
perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang
melewati rentang waktu 30 tahun/lebih.
( Suzanne C Smeltzer, 2001 )
E. Manifestasi Klinis
Penyakit ini mencakup gejala ikterus dan febris yang intermiten.
1. Pembesaran hati
Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-
selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki
tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat
terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja
terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati
(kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran
hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan
jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba
benjol-benjol (noduler).
2. Obstruksi Portal dan Asites
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati
yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua
darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena
portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak
memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah
tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal
dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti
pasif yang kronis. Dengan kata lain, kedua organ tersebut akan
dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan
baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita
dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-
angsur mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan
menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya
shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi.
Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial
menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat
dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
3. Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan
fibrotik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral
sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh
portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.
Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi
pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi
abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah diseluruh
traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah
merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh
darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises
atau hemoroid tergantung pada lokasinya.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan
tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat
mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu,
pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan
yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih
25% pasien akan mengalami hematemesis ringan, sisanya akan
mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan
esofagus.
4. Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal
hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga
menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron
yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan
ekskresi kalium.
5. Defisiensi Vitamin dan Anemia
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin
tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka
tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya
sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin
K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama
asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut
menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala
anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan
mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk
melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
6. Kemunduran Mental
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental
dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu,
pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan
mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi
terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.
( Suzanne C Smeltzer, 2001 )
F. Penatalaksanaan
1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan
kontrol yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori
tinggi protein, lemak secukupnya.
2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :
a. Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan
penggunaannya. Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke
dalam tubuh. Dengan diet tinggi kalori (300 kalori), kandungan
protein makanan sekitar 70-90 gr sehari untuk menghambat
perkembangan kolagenik dapat dicoba dengan pemberian D
Penicilamine dan Cochicine.
b. Hemokromatosis
Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/ terapi
kelasi (desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu
sebanyak 500cc selama setahun.
c. Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid.
3. Therapi terhadap komplikasi yang timbul
a. Asites
Diberikan diet rendah garam 0,5 gr/hari + total cairan 1,5 Lt/hari.
Spironolakton (diuretik bekerja pada tubulus distal) dimulai
dengan dosis awal 4x25 mg/hari, dinaikkan sampai total dosis 800
mg sehari, efek optimal terjadi setelah pemberian 3 hari. Idealnya
pengurangan berat badan dengan pemberian diuretik ini adalah 1
kg/hari. Bila perlu dikombinasikan dengan furosemid (bekerja
pada tubulus proksimal).
b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan
melena atau melena saja)
1) Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk
mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau masih
berlangsung.
2) Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik di bawah 100 mmHg,
nadi di atas 100 x/menit atau Hb di bawah 99% dilakukan
pemberian IVFD dengan pemberian dextrosa/ salin dan tranfusi
darah secukupnya.
3) Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500 cc D5% atau
normal salin pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali.
c. Ensefalopati
1) Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL
pada hipokalemia.
2) Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet
sesuai.
3) Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami
perdarahan pada varises.
4) Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada keadaan
infeksi sistemik.
5) Transplantasi hati
d. Peritonitis bakterial spontan
Diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim, amoxicilin,
aminoglikosida.
e. Sindrom hepatorenal/ nefropati hepatik
Keseimbangan cairan dan garam diatur dengan ketat.
G. Komplikasi
1. Hipertensi portal
2. Coma/ ensefalopaty hepatikum
3. Hepatoma
H. Pengkajian fokus
1. Demografi
a. Usia : diatas 30 tahun
b. Laki-laki beresiko lebih besar dari pada perempuan
c. Pekerjaan :riwayat terpapar toxin
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat hepatitis kronis
b. Penyakit gangguan metabolisme:DM
c. Obstruksi kronis ductus coleducus
d. Gagal jantung kongestif berat dan kronis
e. Penyakit autoimun
f. Riwayat malnutrisi kronis terutama KEP
3. Pola Fungsional
a. Aktifitas / istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan.
Tanda : Letargi, penurunan masa otot / tonus.
b. Sirkulasi
Gejala :Riwayat perikarditis, penyakit jantung rematik, kanker
(malfungsi hati menimbulkan gagal hati), disritmia, distensi vena