TINJAUAN TENTAN MENJATUHKAN PU CERAI TALAK (STUDI KASUS PE D Melengkapi Persyarat pada Fakultas H UNIVERSITA i NG DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DAL UTUSAN DALAM PERKARA PERMOHON DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA ERKARA NOMOR: 327/PDT.G/2004/PA.Sk Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk tan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Hukum Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh Rendy Danar Wijayanto NIM. E0005267 FAKULTAS HUKUM AS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 LAM NAN A ka) Ilmu
69
Embed
TINJAUAN TENTANG DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM .../Tinjauan-tentang-dasar...Permohonan Cerai Talak Di Pengadilan Agama Surakarta (Studi Kasus Perkara Nomor: 327/PDT.G/2004/PA.Ska)
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TINJAUAN TENTANG DASAR PERTIMBANGAN HAKIM
MENJATUHKAN PUTUSAN DALAM PERKARA PERMOHONAN
CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA
(STUDI KASUS PERKARA NOM
Disusun dan Diajukan Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S
pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
i
TENTANG DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM
MENJATUHKAN PUTUSAN DALAM PERKARA PERMOHONAN
CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA
(STUDI KASUS PERKARA NOMOR: 327/PDT.G/2004/PA.Ska
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
Rendy Danar Wijayanto
NIM. E0005267
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
DALAM
MENJATUHKAN PUTUSAN DALAM PERKARA PERMOHONAN
CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA
Ska)
dalam Ilmu
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
“TINJAUAN TENTANG DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN DALAM PERKARA PERMOHONAN CERAI
TALAK DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA (STUDI KASUS PERKARA NOMOR: 327/PDT.G/2004/PA.Ska)’’
Oleh
Rendy Danar Wijayanto
E0005267
Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, April 2010
Dosen Pembimbing
SOEHARTONO, S.H. M.Hum.
NIP. 19560425 198503 1002
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
TINJAUAN TENTANG DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM
MENJATUHKAN PUTUSAN DALAM PERKARA PERMOHONAN
CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA
(STUDI KASUS PERKARA NOMOR: 327/PDT.G/2004/PA.Ska)
Disusun Oleh :
Rendy Danar Wijayanto
NIM. E0005267
Telah diterima dan disahkan olah Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Dalam Perkara
Permohonan Cerai Talak Di Pengadilan Agama Surakarta (Studi Kasus Perkara
Nomor: 327/PDT.G/2004/PA.Ska) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang
bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan
saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa
pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan
hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 21 April 2010
yang membuat pernyataan
Rendy Danar W
E0005267
v
ABSTRAK RENDY DANAR WIJAYANTO. E0005267. 2010. TINJAUAN TENTANG DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN DENGAN ADANYA DISSENTING OPINION DALAM PERKARA PERMOHONAN CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA (STUDI KASUS PERKARA NOMER: 327/PDT.G/2004/PA.Ska). Fakultas Hukum. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam perkara permohonan cerai talak perkara nomor: 327/PDT.G/2004/PA. Ska serta implikasi yuridis dari putusnya perkawinan karena talak.
Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang bersifat deskriptif dengan menggunakan jenis data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah studi kepustakaan dengan menggunakan beberapa buku-buku, literatur, perundang-undangan, dokumen-dokumen serta sumber tertulis lainnya guna memperoleh bahan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik analisis data yang digunakan di penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif, yaitu dengan mengumpulkan data, mengkualifikasikan, kemudian menghubungkan teori yang berhubungan dengan masalah dan akhirnya menarik kesimpulan untuk menentukan hasil.
Hasil penelitian mengungkap tentang dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam perkara permohonan cerai talak perkara nomor: 327/PDT.G/2004/PA. Ska serta implikasi yuridis dari putusnya perkawinan karena talak. Pemohon mengajukan permohonan cerai ke Pengadilan Agama Surakarta dengan alasan bahwa telah terjadi perselisihan atau pertengkaran dengan Termohon. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan maka disimpulkan bahwa yang menjadi dasar hukum pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan perkara permohonan cerai talak dengan alasan telah terjadi perselisihan atau pertengkaran adalah adalah Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 juncto Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam. Dengan demikian perkawinan antara Pemohon dengan Termohon putus karena perceraian. Majelis Hakim Pengadilan Agama Surakarta telah sesuai dalam menerapkan peraturan perundang-undangan, dalam memeriksa dan memutus perkara perceraian karena terjadi perselisihan atau pertengkaran di antara Pemohon dengan Termohon dalam wilayah hukum Pengadilan Agama Surakarta. Dari penelitian ini juga diketahui implikasi yuridis dari putusnya perkawinan karena talak, yaitu putusnya perkawinan antara Pemohon dengan Termohon karena perceraian; hilangnya hubungan suami-isteri antara Pemohon dengan Termohon serta para pihak ( Pemohon dan Termohon) tidak lagi terikat perkawinan sehingga masing-masing pihak dapat melangsungkan perkawinan lagi. Untuk melakukannya tidak perlu mendapatkan ijin dari pihak lainnya
Dari hasil penelitian, penulis memberi saran bagi aparat pemerintah, dalam hal ini Pengadilan Agama, sedapat mungkin tetap memegang teguh prinsip mempersulit terjadinya perceraian, dengan mengingat bahwa perkawinan
vi
merupakan suatu ikatan yang sakral antara suami-istri yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa serta mengingat dampak negatif akibat perceraian bagi generasi yang akan datang. Juga bagi mereka yang hendak melangsungkan perkawinan, hendaknya mempersiapkan diri secara lahir maupun batin dalam menghadapi permasalahan atau problem rumah tangga, termasuk terjadinya perselisihan/ pertengkaran yang timbul dalam kehidupan berumah tangga, untuk menghindari terjadinya perceraian dengan segala akibat hukumnya.
vii
ABSTRACT
RENDY DANAR W. 2010. STUDY ON JUDGE PRINCIPAL JUDGEMENT OF A DIVORCE CASE VERDICT IN PENGADILAN AGAMA OF SURAKARTA (CASE STUDY NUMBER: 327/PDT.G/2004/PA.Ska). Faculty of Law. Sebelas Maret University of Surakarta.
This legal research objective is to know judge principal judgement of a divorce case verdict number: 327/PDT.G/2004/PA.Ska, and juridical implication of dissolution of marriage in divorce case.
This is a descriptive-normative legal research, based on secondary data and literature study technique use books, literatures, acts, documents and the other written resources in order to get related substance by the problems. This legal research is based on data qualitative analysis technique, that is data collecting, data qualification, and then to combine theory which is connected with the problems and finally conclusion extracting to get the results. The results is to reveal about judge principal judgements of a divorce case verdict number: 327/PDT.G/2004/PA.Ska, and juridical implication of dissolution of marriage in divorce case. The litigant purpose his divorce application to Surakarta Religion Court based on already happen the dissagreeement or dispute with the befendant. Based on the results and data analysis then implied where being the judge principal judgements of a divorce case verdict where already happen the dissagreeement or dispute is Article number 19 letter (f) Goverment Regulation Number 9 Year 1975 juncto Article number 116 letter (f) Islamic Law Compilation. So the marriage between the litigant and the befendant is dissolute because divorce. Pengadilan Agama of Surakarta Council is be in mutual accord in to applying acts, on the order to inspect and adjudicate divorce case where already happen the dissagreement or dispute between the litigant and the befendant in Pengadilan Agama of Surakarta yurisdiction. From this legal research, know too about juridical implication of dissolution of marriage in divorce case, they are: dissolution of marriage between the litigant and the befendant because divorce, no more man and wife relationship between them, and then they are no more in conjugal so each party can married again without permission from the other.
By the results, the writter give suggestion to Government Institution, in this case is Pengadilan Agama, as much as can heading toward to complicate the divorce principle, considering if marriage is a sacred relation between man and wife in the name of God also indeed hve negatively impact from divorse for the rising generation. Also for those who will get married, ought to prepare external and internal to facing disturbance of domestic peace, include dissagreement or dispute on home life, to avoid the divorce with any kinds of judicial consequences.
viii
MOTTO
“ Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
(Q.s. asy-Syarh: 5-6)
Rosullah SAW bersabda : “Manusia yang paling disukai Allah adalah manusia
yang paling bermanfaat bagi manusia lain.”
(HR. Muslim)
“ Jangan pernah merasa takut apa yang akan dijalani, karena semua sudah
diatur oleh-Nya, tugas kita adalah berusaha, berdoa dan bersabar. Karena
semua akan terasa indah jika datang dan terjadi pada waktunya.”
( Penulis)
ix
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini penulis persembahkan
kepada :
· Ayah dan Ibu yang telah
memberikan do’a, perhatian dan
kasih sayang serta segalanya
untukku;
· Adik-adikku yang selalu ada dan
memberikan perhatian dan
keceriaan untukku;
· Teman-teman angkatan 2005 yang
telah mengisi hari-hariku dengan
semangat dan kerja sama;
· Almamaterku, Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih
dan Maha Penyayang atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan hukum ( skripsi ) dengan judul: “TINJAUAN
TENTANG DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM
MENJATUHKAN PUTUSAN DALAM PERKARA PERMOHONAN
CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA (STUDI
KASUS PERKARA NOMOR: 327/PDT.G/2004/PA.Ska)”.
Penulisan hukum ini diajukan untuk melengkapi tugas-tugas serta untuk
memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tidaklah berlebihan bahwa
penulisan hukum ini penulis kerjakan dengan ketekunan dan telah mencurahkan
segala kemampuan yang ada, namun karya ilmiah ini sangat sederhana dan
mungkin masih banyak kekurangan-kekurangan. Untuk itu penulis mohon maaf
apabila dalam penulisan hukum ini banyak kekurangan serta penulis mohon saran
dan kritik yang membangun dari pembaca sekalian.
Dalam penyusunan penulisan hukum ini, penulis tidak dapat menyelesaikan
dari awal sampai akhir tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut :
1. Bapak Moh. Yamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum UNS
yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan penulisan hukum ini.
2. Bapak Soehartono, S.H. M.Hum., selaku pembimbing penulisan hukum yang
telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan
bimbingan dan arahan bagi tersusunnya penulisan hukum ini.
3. Ibu Erna Dyah Kusumawati, S.H., M.Hum. selaku Pembimbing Akademik
atas bimbingan, cerita dan nasihatnya selama penulis menuntut ilmu di
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
xi
4. Bapak Drs. Zaenuri, M.Hum selaku Hakim Pengadilan Agama Surakarta
yang telah membimbing dengan penuh perhatian memberikan arahan,
bantuan, meluangkan waktu tanpa mengenal lelah dan dengan penuh
kesabaran yang tiada batas demi keberhasilan penyusunan skripsi ini.
5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga
dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini dan semoga dapat penulis
amalkan dalam kehidupan masa depan nantinya.
6. Pengelola Penulisan Hukum (PPH) yang telah membantu dalam mengurus
prosedur-prosedur skripsi mulai dari pengajuan judul skripsi, pelaksanaan
seminar proposal sampai dengan pendaftaran ujian skripsi.
7. Segenap staf Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret atas
bantuannya yang memudahkan penulis mencari bahan-bahan referensi untuk
penulisan hukum ini.
8. Ibunda dan Ayahanda tercinta, yang tiada hentinya mencurahkan kasih
sayangnya dan tidak pernah lelah mendorong dan memberikan motivasi
kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini.
9. Adik-adik tercinta (Bowo, Dewi dan Akbar) atas kebersamaan, kebahagiaan
dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini.
10. Keponakanku tercinta, si kecil Kaisya, atas keceriaan dan tawa lucunya yang
menghiburku di setiap saat.
11. Teman karibku di kampus: Jana dan Edwin, yang menjadi teman
seperjuangan tiap semester, yang dengan setia mendengar keluh kesah penulis
dan memberi bantuan, semangat, serta dukungan untuk menyelesaikan
skripsi. Maaf telah banyak merepotkan kalian. Semoga persahabatan ini tidak
lekang oleh waktu dan jarak.
12. Teman-teman magang di Pengadilan Agama Surakarta: Bagus, Probo, Eko,
Irma Permata Asri, Irma Nurjanah, Ainy, Intan dan Yudika.
13. Seluruh teman-teman Angkatan 2005 FH UNS yang telah mengisi hari-hari
kuliah penulis selama ini. Maaf tidak bisa menyebutkan kalian satu persatu.
xii
14. Almamaterku, Fakultas Hukum UNS yang telah memberi bekal ilmu
pengetahuan dan pengalaman yang indah.
15. Semua pihak yang telah banyak membantu kelancaran penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini bukan karya yang sempurna, untuk itu
kritik dan saran dari pembaca budiman sangat penulis perlukan. Akhirnya,
semoga skripsi ini mampu memberikan manfaat bagi kita semua.
Surakarta, Maret 2010
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ………………………………..................... iv
ABSTRAK .................................................................................................... v
MOTTO ......................................................................................................... viii
PERSEMBAHAN ........................................................................................ ix
KATA PENGANTAR .................................................................................. x
DAFTAR ISI ................................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………............ xv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………...................……………….. xvi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................ 1
B. Perumusan Masalah ...................................................... 5
C. Tujuan Penelitian .......................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ........................................................ 6
E. Metode Penelitian ......................................................... 6
F. Sistematika Penulisan Hukum ....................................... 10
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori ............................................................. 12
1. Tinjauan tentang Perkawinan................................... 12
a. Pengertian Perkawinan……....................…….. 12
b. Tujuan Perkawinan…................……………… 15
2. Tinjauan tentang Perceraian………….….......…….. 16
a. Pengertian Perceraian.......................................... 16
b. Pengertian Cerai Talak........................................ 17
xiv
3. Tinjauan tentang Putusan......................................... 18
a. Pengertian Putusan.............................................. 18
b. Macam-macam sifat dan isi putusan.................. 20
B. Kerangka Pemikiran....................................................... 25
Putusan tidak hanya yang diucapkan saja, melainkan juga pernyataan
yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan kemudian diucapkan oleh
Hakim di dalam persidangansebuah konsep, belum mempunyai kekuatan
sebagai putusan, apabila belum diucapkan di dalam persidangan. Antara
yanag ditulis di dalam konsep putusan dengan yang diucapakan harus
sama, tidak boleh berbeda. Dengan demikian, putusan dapat didefinisikan
pula dengan suatu “hasil atau kesimpulan suatu pemeriksaan perkara yang
didasarkan pada pertimbangan yang menetapkan apa yang
hukum”(Subekti dan R. Tjitrosoedibyo, 1980: 95).
Putusan Pengadilan merupakan intisari daripada seluruh kegiatan
persidangan. Dengan keluarnya putusan, maka berakhirlah suatu
persengketaan, karena dalam persengketaan tersebut telah ditetapakan
hukumnya, siapa yang salah dan siapa yang benar. Kegiatan dan tindakan
xxxv
selanjutnya adalah pelaksanaan putusan, sebagai realisasi tugas Pengadilan
yang terakhir adalah menyelesaikan perkara.
Produk hukum Pengadilan dalam lingkungan Pengadilan Agama,
selain berupa putusan, ada juga produk hukum yang berupa penetapan.
Dimana produk hukum yang berupa putusan mn\erupakan pengakhiran
dari suatu persengkaetaan, produk hukum yang berupa penetapan
merupakn yang bersifat menyelesaikan suatu konflik atau persengketaan,
melainkan hal ini Majelis Hakim (Pengadilan) hanya sekedar memberikan
jasa-jasanya sebagai tenaga tata usaha Negara, sehingga isi dari penetapan
hanya bersifat menerangkan saja, yang dalam istilah hukumnya dikenal
dengan declaratoir (Taufiq Hamami, 2003: 172).
Putusan adalah produk hukum pengadilan agama untuk perkara yang
bersifat contensius, sedangkan penetapan adalah produk hukum
Pengadilan Agama untuk perkara yang bersifat voluntair. Dalam hal
putusan, digolongkan menjadi dua macam putusan, yaitu putusan sela dan
putusan akhir. Putusan sela adalah putusan sementara yang dijatuhkan
sebelum putusan akhir (selama persidangan masih berlangsung), dan pada
umumnya putusan ini dijatuhkan untuk memperlancar jalannya
persidangan dan mempermudah penjatuhan putusan akhir.
Beberapa contoh dari putusan sela yang terdapat dalam praktek
beracara di Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah sebagai
berikut:
a) Putusan sela tentang pengangkatan Hakam dalam kasus gugatan
perceraian karena alasan sqiqaq. Hakam ini ditugaskan oleh
Majelis Hakim dalam upaya mencari jalan keluar yang terbaik bagi
kedua belah pihak yang bersengketa, apakah disatukan kembali
atau dipisahkan (bercerai). Penekanannya lebih kepada usaha
merukunkan atau mendamaikan kembali. Hasil pekerjaannya
dilaporkan kepada Majelis Hakim.
xxxvi
b) Putusan sela tentang izin perpisahan tempat tinggal bersama antara
suami-istri selama proses persidangan berlangsung. Pada
umumnya, izin perpisahan ini atas permintaan salah satu pihak,
terutama pihak istri, mengingat hal-hal kemudharatan apabila
mereka tetap tinggal bersama dalam satu rumah/ tempat kediaman
bersama.
b. Macam-macam sifat dan isi putusan.
Dalam praktek peradilan pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Agama, putusan dapat dibeda-bedakan menurut sifat dan isinya(Taufiq
Hamami, 2003: 173-177).
1) Menurut sifatnya, putusan terdiri dari:
a) Putusan yang bersifat declaratoir.
Putusan declaratoir adalah suatu putusan yang bersifat
pernyataan atau menegaskan suatu keadaan hukum. Misalnya,
pernyataan atau penegasan (isbat) tentang adanya keterikatan
hubungan suami istri antar Penggugat dengan Tergugat. Putusan
semacam ini biasanya diterapkan pada putusan perceraian bagi para
pihak yang pernikahannya tidak tercatat pada Pegawai Pencatat
Nikah setempat.
b) Putusan yang bersifat constitutif.
Putusan constitutif adalah suatu putusan yang meniadakan
suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum
baru. Misalnya putusan tentang jatuhnya talak satu bain sughro
Tergugat atas Penggugat. Sebelum dijatuhkannya putusan, antara
Penggugat dengan Tergugat secara hukum antara keduanya adalah
suami istri. Namun, setelah dijatuhkannya putusan, hilanglah
xxxvii
keadaan hukum tersebut dan terciptalah hukum baru berupa “bukan
suami istri lagi antara Penggugat dengan Tergugat”.
c) Putusan yang bersifat condemnatoir.
Putusan condemnatoir adalah suatu putusan yang bersifat
penghukuman. Tentang hal ini dapat dicontohkan tentang
keharusan Tergugat untuk membayar nafkah lampau yang telah
dilalaikan Tergugat kepada Penggugat, atau keharusan untuk
membayar kebutuhan hidup anak sampai anak tersebut dewasa/
mandiri.
Dalam praktek, suatu putusan tidak akan berdiri sendiri, tetapi
pada umumnya selalu bergabung antara declaratoir dan
condemnatoir atau bisa juga penggabungan antara ketiga-tiganya.
Suatu putusan condemnatoir tidak akan dapat berdiri sendiri, tetapi
sebelumnya harus didahului oleh putusan yang bersifat declaratoir.
Contohnya; penghukuman tentang pembayaran nafkah atau biaya
pemeliharaan anak. Untuk mendasarkan pelaksanaan penghukuman
tersebut, sebelumnya yang dalam hal ini Tergugat, harus
dinyatakan terlebih dahulu bahwa ia sebagai bapak atau ayah dari
anak tersebut berkewajiban untuk menanggung kebutuhan anak
tersebut sampai dengan dewasa.
Contoh lainnya, putusan tentang penghukuman pembayaran
mahar atau maskawin. Sehubungan dengan hal ini, sebelumnya
putusan tersebut harus didahului oleh putusan yang bersifat
declaratoir, yaitu suatu pernyataan bahwa mahar atau maskawin
tersebut belum di bayar/ masih dihutang oleh oleh Tergugat.
2) Menurut isinya, putusan terdiri dari:
a) Gugatan atau permohonan tidak diterima, yang dikenal dengan
putusan negative (N.O.).
xxxviii
N.O. singkatan dari Neit Ovankelijkler berarti gugatan atau
permohonannya tidak diterima. Putusan macam ini antara lain
karena alasan-alasan sebagai berikut:
(1) Gugatan/ permohonan kabur atau tidak jelas. Atas putusan
N.O., gugatan/ permohonan dapat diajukan kembali setelah
gugatan/ permohonan diperbaiki;
(2) Gugatan/ permohonan tidak berdasar/ melawan hak.
Umpamanya, gugatan cerai diajukan oleh orangtua
Penggugat/Pemohon, bukan oleh Penggugat/Pemohon sendiri.
Gugatan/permohonan dapat diajukan kembali setelah ia
(orangtua Penggugat/Pemohon) mendapatkan surat kuasa
khusus dari Penggugat/Pemohon atau istri;
(3) Gugatan/ permohonan masih belum waktunya (prematur).
Contoh tentang hal ini gugatan cerai dengan alasan
Tergugat/Termohon telah meninggalkan Penggugat/Pemohon
selama 4 bulan tanpa izin Penggugat/Pemohon. Menurut Pasal
19 huruf (b), waktunya harus selamnya 2 (dua) tahun berturut-
turut;
(4) Gugatan/ permohonan Nebis in Idem. Artinya, gugatan/
permohonan sudah pernah diputus oleh Pengadilan dengan
objek sengketa yang sama, pihak-pihak yang bersengketa juga
sama;
(5) Gugatan/ permohonan salah alamat, dikenal dengan istilah
Error In Persona, contoh permohonan cerai talak yang
diajukan oleh suami kepada orangtua istri;
(6) Gugatan/ permohonan telah lampau waktu (kedaluwarsa).
Contoh tentang hal ini permohonan pembatalan perkawinan
yang dilangsungkan di bawah ancaman. Apabila anacaman
telah berhenti dan dalam jangka 6 (enam) bulan setelah itu
masih hidup sebagai suami istri, dan tidak mengajukan haknya
untuk mengajukan pembatalan perkawinan, haknya gugur.
xxxix
Untuk itu bila setelah melampaui waktu 6 (enam) bulan baru
diajukan permohonan pembatalan, permohonannya tersebut
akan diputus N.O. oleh Pengadilan;
(7) Pengadilan tidak berwenang. Tentang hal ini, contohnya
adalah permohonan cerai talak diajukan di kediaman suami/
pemohon. Seharusnya, atau yang berwenang adalah Pengadilan
Agama yang mewilayahi tempat kediaman istri/ termohon.
b) Gugatan/ permohonan dikabulkan.
Putusan semacam ini diajukan dalam hal dalil-dalil gugatan
dapat dibuktikan kebenarannya. Akan tetapi, dalam, dalam hal ini
hanya sebagian saja yang dapat dibuktiakan. Gugatan/ permohonan
akan dikabulkan sebagian dan ditolak sebagian lainnya.
c) Gugatan/ permohonan ditolak.
Putusan semacam ini terjadi apabila dalil-dalil gugatan tidak
dapat dibuktikan kebenarannya. Perbedaan antara putusan N.O.
dengan putusan ditolak adalah kalau di dalam putusan N.O. tidak
sampai pada pemeriksaan pokok perkara. Sedangkan putusan
menolak gugatan/ permohonan dijatuhkan setelah pokok perkara,
dan ternyata dari hasil pemeriksaan tersebut, dalil-dalil gugatan/
permohonan tidak terbukti.
d) Gugatan/ permohonan digugurkan.
Putusan mengugurkan gugatan/ permohonan terjadi apabila
Penggugat/ Tergugat pada sidang pertama (biasanya Majelis
member kesempatan sampai sidang kedua) Penggugat/ Pemohonan
tidak hadir atau tidak menyuruh orang lain untuk hadir di
persidangan seabai wakil/ kuasanya yang sah, meskipun ia telah
dipanggil dengan patut dan resmi oleh Juru Sita/ Juru Sita
xl
Pengganti Pengadilan Agama, dan ketidak hadirannya tersebut
tanpa alasan yang sah, sedang Tergugat/ Termohon hadir. Guna
melindungi kepentingan Tergugat/ Termohon yang sudah
mengorbankan waktu dan mungkin juga uang untuk ongkos pergi
ke Pengadilan, gugatan Penggugat atau permohonan Pemohon
digugurkan.
e) Gugatan/ permohonan dibatalkan.
Dalam hal panjer biaya perkara sudah habis atau setidak-
tidaknya tidak mencukupi lagi untuk menanggulangi segala
keperluan yang mungkin muncul selama proses berjalan sampai
dengan diputus, Penggugat/ Pemohon akan ditegur untuk
menambah panjer biaya perkara oleh Panitera. Surat teguran
tersebut bertenggang waktu selambat-lambatnya satu bulan sejak
tanggal surat peneguran. Apabila ternyata Penggugat/ Pemohon
tidak memenuhi atau tidak mengindahkan teguran tersebut,
Panitera karena jabatannya akan membuat surat keterangan tentang
hal tersebut, dan menyampaikannya kepada Majelis Hakim yang
menangani perkara tersebut.
Berdasarkan surat keterangan tersebut, Majelis akan menilai
bahwa Penggugat/ Pemohon ternyata telah tidak bersungguh-
sungguh dalam berperkara, sesuai pertimbangan inilah, Majelis
Hakim akan memabatalkan perkara tersebut dengan membebenkan
Penggugat/ Pemohon untuk membayar biaya perkara. Bentuk
pembatalan cukup dituangkan dalam sebuah penetapan tentang hal
tersebut, dan tidak perlu dibacakan di dalam persidangan.
B. Kerangka Pemikiran
Semua manusia mengharapkan kehidupan perkawinannya dapat berlangsung
terus hingga akhir hayatnya. Hal ini diperkuat sebagaimana dalam Undang-
undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menegaskan bahwa prinsip
xli
perkawinan adalah suatu akad yang suci yang dibangun oleh suami- istri dengan
tujuan membentuk rumah tangga yang kekal dan bahagia.
Namun tak dapat dipungkiri kehidupan rumah tangga tak luput dari
permasalahan-permasalahan yang timbul baik disengaja ataupun tidak disengaja
yang mana dapat menimbulkan perselisihan rumah tangga. Perselisihan-
perselisihan yang terjadi harus dapat diselesaikan secara proporsional. Artinya
bahwa apabila penyebab dari perselisihan tersebut adalah suatu kesalahan kecil
yang tidak disengaja oleh salah satu pihak, harus diselesaikan secara damai, tidak
perlu diselesaikan dalam jalur hukum. Namun bila permasalahan di antara suami
istri tersebut tidak dapat lagi diselesaikan secara damai, maka jalan keluar satu-
satunya adalah dengan mengajukan permohonan cerai talak ke Pengadilan Agama
untuk memutuskan ikatan perkawinan antara suami istri tersebut.
Dalam suatu negara hukum seperti di Indonesia, Pengadilan adalah suatu badan
atau lembaga peradilan yang merupakan tumpuan harapan untuk memperoleh
keadilan. Tak terkecuali dalam bidang perkawinan yang menjadi wewenang
Pengadilan Agama. Oleh karena itu jalan yang terbaik untuk mendapatkan
penyelesaian suatu perkara perkawinan dalam negara hukum adalah melalui
lembaga peradilan dalam hal ini adalah Pengadilan Agama. Dalam suatu lembaga
peradilan, hakim memegang peranan penting karena hakim dalam hal ini
bertindak sebagai penentu untuk memutuskan suatu perkara yang diajukan ke
pengadilan.
Secara garis besar kerangka pemikiran dalam penulisan hukum ini dapat dilihat
dalam skema sebagai berikut:
xlii
PERSIDANGAN
KETERANGAN KELUARGA
PEMOHON DAN TERMOHON
RAPAT PERMUSYAWARATA
N HAKIM
PENGAKUAN TERMOHON
PUTUSAN
KETERANGAN SAKSI
ALASAN PERCERAIAN
PERCERAIAN
IMPLIKASI YURIDIS
PERKAWINAN
xliii
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Untuk dapat menguraikan dan memberi penjelasan dalam pembahasan
mengenai hal-hal yang penulis kaji dalam penulisan hukum ini, penulis
mengadakan penelitian di Pengadilan Agama Surakarta. Dari hasil penelitian
penulis yakni Putusan Pengadilan Agama Nomor: 327/Pdt. G/2004/PA. Ska,
didapat data sebagai berikut:
1. Identitas Para Pihak
a. Pemohon
Pemohon berinisial CH, umur 50 tahun, agama Islam, pekerjaan PNS
(Guru), tempat tinggal Mangkuyudan, Kelurahan Purwosari, Kecamatan
Laweyan, Kota Surakarta.
b. Termohon
Termohon berinisial SZ, umur 43 tahun, agama Islam, pekerjaan Guru
Swasta, tempat tinggal di Perumnas Mojosongo, Kelurahan Mojosongo,
Kecamatan Jebres, Kota Surakarta.
2. Duduk Perkara
Duduk perkara dalam perkara No. 327/Pdt. G/2004/PA. Ska, adalah sebagai
berikut:
Bahwa Pemohon telah menikah dengan Termohon pada tanggal 2 Februari
1980 secara sah dan telah terdaftar dalam register Kutipan Akta Nikah Nomor :
571/06/II/1980.
Setelah menikah, Pemohon dan Termohon tinggal di rumah orang tua
Pemohon yakni di Mangkuyudan, Surakarta selama 4 tahun. Selanjutnya sejak
tahun 1985 menempati rumah sendiri di Perumnas Mojosongo, Kelurahan
xliv
Mojosongo, Kecamatan Jebres, Surakarta sampai sekarang dan sudah dikarunia
5 orang anak.
Pada awal kehidupan berumah tangga, antara Pemohon dan Termohon
dapat menjalin hubungan baik secara rukun dan damai, namun semenjak anak
pertama lahir (1981) mulai sering terjadi kesalahan pahaman yang
menyebabkan berkurangnya keharmonisan rumah tangga.
Pada tanggal 7 Desember 2003, Termohon marah dan mengusir Pemohon
untuk pergi dari rumah. Sejak saat itu Pemohon meninggalkan rumah dengan
sepengetahuan Termohon dan pulang ke rumah orangtua di Mangkuyudan,
Kelurahan Purwosari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta.
Berdasarkan kasus tersebut, Pemohon mengajukan permohonan cerai yang
terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Surakarta dengan Nomor
Register: 327/Pdt. G/2004/PA. Ska, yang pada pokoknya sebagai berikut:
a. Bahwa Pemohon telah menikah dengan Termohon pada tanggal 2 Februari
1980 secara sah dan telah terdaftar dalam register Kutipan Akta Nikah
Nomor: 571/06/II/1980 tanggal 2-2-1980;
b. Bahwa setelah menikah, Pemohon dan Termohon tinggal di rumah orang
tua Pemohon yakni di Mangkuyudan, Surakarta selama 4 tahun. Dan
selanjutnya sejak tahun 1985 menempati rumah sendiri di Perumnas
Mojosongo, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Surakarta sampai
sekarang dan sudah dikarunia 5 orang anak yang bernama:
1. HNIP, lahir pada tanggal 7 Juli 1981;
2. MIF, lahir pada tanggal 23 September 1984;
3. FAA, lahir pada tanggal 13 Mei 1987;
4. UNA, lahir pada tanggal 7 September 1988;
5. LF, lahir pada tanggal 13 Juni 1990.
xlv
c. Bahwa tujuan perkawinan menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa;
d. Pada awal kehidupan berumah tangga, antara Pemohon dan Termohon dapat
menjalin hubungan baik secara rukun dan damai, namun semenjak anak
pertama lahir (1981) mulai sering terjadi kesalahan pahaman yang
menyebabkan berkurangnya keharmonisan rumah tangga yang disebabkan
antara lain karena:
1. Sifat cemburu Termohon yang berlebihan;
2. Adanya akhlak Termohon yang dianggap kurang baik, semisal:
· Sering mengucapkan kata-kata kotor dan tidak pantas;
· Berani/ tidak taat kepada suami dan orang tua;
· dan lain sebagainya yang semisal;
3. Termohon sering kali meminta perceraian di depan Pemohon;
4. Termohon tidak terima pada besarnya nafkah.
e. Bahwa pada hari Ahad malam tanggal 7 Desember 2003, terjadi kemarahan
yang luar biasa pada diri Termohon, yang akhirnya mengusir Pemohon
untuk pergi dari rumah. Sejak saat itu Pemohon meninggalkan rumah
dengan sepengetahuan Termohon dan pulang ke rumah orang tua di
Mangkuyudan, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta;
f. Bahwa atas kejadian-kejadian tersebut, Pemohon merasa sudah tidak dapat
rukun dalam satu rumah tangga kembali dengan Termohon;
Bahwa berdasarkan alasan-alasan dan kondisi tersebut, Pemohon mohon
agar Pengadilan Agama Surakarta berkenan memeriksa dan menjatuhkan
putusan sebagai berikut:
PRIMER:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon;
xlvi
2. Menyatakan, memberi ijin kepada Pemohon untuk mengucapkan talak
terhadap Termohon di depan Pengadilan Agama Surakarta;
3. Membebankan biaya perkara ini menurut hukum yang yang berlaku;
SUBSIDER:
Apabila Pengadilan Agama Surakarta berpendapat lain, mohon putusan yang
seadil-adilnya.
Bahwa pada hari sidang yang telah ditetapkan, para pihak datang
menghadap persidangan dan majelis telah berusaha mendamaikan kedua belah
pihak yang berperkara, tetapi tidak berhasil.
Bahwa Pemohon selaku Pegawai Negeri Sipil telah memperoleh izin untuk
melakukan perceraian dari atasannya dengan Nomor: M.AK
30/KS.01.1/07/2004 tanggal 9 Januari 2004.
Kemudian dibacakan surat permohonan Pemohon yang isinya tetap
dipertahankan oleh Pemohon.
Selanjutnya, sehubungan dengan permohonan Pemohon tersebut, Termohon
telah menyampaikan jawaban secara lisan pokoknya adalah:
a. Benar Termohon telah menikah dengan Pemohon pada tanggal 2 Februari
1980. Setelah menikah tinggal bersama di rumah orang tua Pemohon,
kemudian pada tahun 1985 tinggal di rumah sendiri di Perumnas
Mojosongo. Perkawinan Pemohon dengan Termohon tersebut telah
dikaruniai lima orang anak;
b. Pada awal kehidupan berumah tangga antara Pemohon dan Termohon
hidup rukun dan damai, kemudian setelah punya anak keadaan rumah
tangga tidak harmonis karena ada kesalahpahaman antara Pemohon
dengan Termohon. Namun tidak benar hal itu disebabkan oleh sikap
(akhlak) Termohon yang dikatakan Pemohon tidak baik dan Termohon
xlvii
cemburu yang berlebihan kepada Pemohon. Benar Termohon pernah
meminta cerai kepada Pemohon tapi seingat Termohon hanya sekali
karena emosi dengan Pemohon. Adapun mengenai besarnya nafkah,
Termohon pernah tidak menerima hanya pada bulan Nopember 2004;
c. Benar pada tanggal 7 Desember 2003 terjadi pertengkaran antara Pemohon
dengan Termohon, kemudian Pemohon pulang ke rumah orang tuanya di
Mangkuyudan samapai sekarang. Namun tidak benar kepergian Pemohon
tersebut diusir oleh Termohon;
d. Sehubungan dengan permohonan Pemohon hendak menjatuhkan talak
terhadap Termohon, dalam hal ini Termohon keberatan bercerai dengan
Pemohon. Karena sekalipun Pemohon dengan Termohon hidup berpisah,
namun Pemohon masih sering datang dan pernah melakukan hubungan
suami istri.
Selanjutnya Pemohon menyampaikan tanggapan (Replik) secara lisan atas
jawaban Termohon yang pokoknya adalah:
a. Bahwa Pemohon tetap pada dalil Pemohon sebagaimana yang dikemukakan
dalam permohonan Pemohon;
b. Bahwa kalau terjadi pertengkaran, Termohon seringkali minta cerai dengan
Pemohon;
c. Bahwa Termohon sering mengeluh/ tidak terima nafkah yang telah
diberikan Pemohon;
d. Oleh karena itu Pemohon tetap dengan pendirian hendak menjatuhkan talak
terhadap Termohon sekalipun pada bulan Ramadhan tahun 2004 Pemohon
pernah datang dan melakukan hubungan suami istri dengan Termohon
(sekali).
xlviii
Sehubungan dengan Replik yang telah disampaikan oleh Pemohon,
kemudian Termohon menyampaikan tanggapan/ Duplik secara lisan adalan
sebagai berikut:
a. Bahwa Termohon tetap bertahan sebagaimana yang telah dikemukakan
dalam Jawaban terdahulu;
b. Bahwa Termohon tetap pula pada pendirian tidak ingin bercerai dengan
Pemohon.
Dalam proses persidangan, Majelis telah mendengar keterangan keluarga
masing-masing sebagai berikut:
I. Keluarga Pemohon
IS, umur 50 tahun, agama Islam, pekerjaan Swasta, bertempat tinggal di
Kelurahan Bumi, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Saudara Sepupu
Pemohon.
Di bawah sumpah memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai
berikut :
a. Keluarga Pemohon telah mengetahui maksud Pemohon hendak
menjatuhkan talak terhadap Termohon;
b. Sepengetahuan keluarga, perkawinan Pemohon dengan Termohon telah
berjalan selama dua puluh empat tahun. Setelah menikah mereka
tinggal di Mangkuyudan selama empat tahun kemudian pindah di
Perumnas Mojosongo sampai sekarang dan dikaruniai lima orang anak;
c. Bahwa antara Pemohon dengan Termohon telah terjadi perselisihan dan
pertengkaran karena diantara mereka ada kesalahpahaman. Pemohon
akan menunaikan ibadah haji bersama ibunya dengan biaya ditanggung
oleh Ibu Pemohon;
xlix
d. Bahwa Pemohon telah hidup terpisah dengan Termohon lebih kurang
satu tahun lamanya;
e. Keluarga sudah berusaha memberikan nasehat kepada kedua belah
pihak berperkara tetapi tidak berhasil.
II. Keluarga Termohon
RN, umur 70 tahun, agama Islam, pekerjaan Pensiunan Guru, tempat
tinggal Kelurahan Made Gondo, Kecamatan Grogol, Kabupaten
Sukoharjo, Ayah Termohon.
Di bawah sumpah memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai
berikut :
a. Keluarga telah mengetahui maksud Pemohon hendak bercerai dengan
Termohon;
b. Sepengetahuan keluarga setelah menikah, Pemohon dan Termohon
tinggal bersama di Mangkuyudan selama 4 (empat) tahun kemudian
pindah di Perumahan Mojosongo sampai sekarang dan telah dikaruniai
lima anak;
c. Bahwa Pemohon dengan Termohon telah terjadi perselisihan, mereka
telah hidup berpisah. Namun tidak tahu persis soal penyebabnya;
d. Keluarga Termohon telah berusaha dengan maksimal mendamaikan
kedua pihak berperkara, tetapi tidak berhasil.
Untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya, Penggugat telah mengajukan
bukti surat sebagai berikut:
a. Bukti P-1
Foto kopi Kutipan Akta Nikah Nomor 571/06/II/1980 tanggal 2 Februari
1980;
l
b. Bukti P-2
Foto kopi Kartu Tanda Penduduk Pemohon yang dikeluarkan oleh Camat
Jebres tanggal 8 September 2003;
c. Bukti P-3
Surat Ijin Untuk Melakukan Perceraian dari atasan Pemohon dengan
Nomor: M.AK 30/KS.01.1/07/2004 tanggal 9 Januari 2004.
Selain mengajukan alat bukti surat, Pemohon juga mengajukan alat bukti 2
orang saksi yang masing-masing telah mengucapkan sumpah menurut Agama
Islam, yaitu :
1. Saksi I
MZ, umur 42 tahun, agama Islam, pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, tempat
tinggal di Tobayan, Kelurahan Pogah, Kecamatan Jogonalan, Kabupaten
Klaten, Adik Pemohon.
Di bawah sumpah memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai
berikut :
a. Saksi kenal dengan Pemohon dan Termohon;
b. Saksi sudah mengetahui maksud Pemohon hendak bercerai dengan
Termohon;
c. Sepengetahuan saksi, perkawinan Pemohon dengan Termohon telah
berjalan selam 24 tahun dan mereka telah dikaruniai lima orang anak.
Setelah menikah, Pemohon dan Termohon tinggal bersama di rumah
oaring tua Pemohon di Mangkuyudan selama 4 tahun, kemudian mereka
menempati rumah sendiri di Mojosongo dan sekarang telah berpisah
kurang lebih setahun lamanya;
li
d. Saksi tidak mengetahui secara langsung soal penyebab Pemohon
Berpisah dengan Termohon, hanya Pemohon pernah bercerita dengan
saksi bahwa antara Pemohon dengan Termohon sudah tidak ada
kecocokan (berselisih) sehingga lebih baik hidup berpisah;
e. Saksi yang juga selaku keluarga sudah pernah berusaha mendamaikan
kedua belah pihak berperkara, tetapi usaha tersebut tidak berhasil.
2. Saksi II
FA, umur 43 tahun, agama Islam, pekerjaan Guru, bertempat tinggal di
Kelurahan Purwosari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta.
Di bawah sumpah memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai
berikut :
a. Saksi kenal dengan Pemohon dan Termohon;
b. Saksi tahu bahwa Pemohon hendak bercerai dengan Termohon;
c. Sepengetahuan saksi, antara Pemohon dengan Termohon telah hidup
berpisah selama delapan bulan lamanya. Saksi tidak tahu langsung
penyebabnya,hanya berdasarkan keterangan Pemohon, sekarang antara
Pemohon dengan Termohon sudah tidak ada kecocokan (berselisih).
Selanjutnya Pemohon menyampaikan kesimpulan secara lisan yang pada
pokoknya adalah:
Bahwa Pemohon tetap pada pendirian sebagaimana yang dikemukakan
dalam permohonan tanggal 24 Oktober 2004 hendak menjatuhkan talak
terhadap Termohon. Mohon kepada Majelis Hakim menjatuhkan putusan,
mengijinkan kepada Pemohon untuk mengikrarkan talak terhadap Termohon.
Kemudian Termohon juga telah menyampaikan kesimpulan secara lisan
yang pada pokoknya adalah:
lii
Bahwa Termohon keberatan bercerai dengan Pemohon dan Termohon tetap
ingin mempertahankan perkawinan dengan Pemohon.
3. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim
a. Bahwa maksud dan tujuan permohonan cerai talak Pemohon adalah
sebagaimana telah diuraikan dalam permohonan cerai tanggal 27 Oktober
2004;
b. Berdasarkan ketentuan Pasal 66 ayat(2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama, permohonan Pemohon secara formil dapat
diterima oleh Pengadilan Agama Surakarta;
c. Bahwa Majelis Hakim telah berusaha mendamaikan kedua belah pihak
berperkara namun tidak berhasil;
d. Bahwa Pemohon telah memperoleh Surat Ijin Untuk Melakukan Perceraian
dari atasan Pemohon dengan Nomor: M.AK 30/KS.01.1/07/2004 tanggal 9
Januari 2004 sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat(1) Peraturan Pemerintah
Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi
Pegawai Negeri Sipil;
e. Bahwa secara hukum, antara Pemohon dan Termohon terikat perkawinan
yang sah;
f. Bahwa dalil atau alasan permohonan cerai talak yang diajukan Pemohon
pokoknya adalah sering terjadi perselisihan karena Termohon cemburu,
sikap (akhlaknya) kurang baik, sering minta cerai dengan Pemohon dan
tidak menerima nafkah yang diberikan oleh Pemohon. Namun dalil
permohonan itu dibantah oleh Termohon, menurut Termohon, telah
kesalahpahaman antara Pemohon dan Termohon sehingga menimbulkan
perselisihan atau pertengkaran diantara kedua belah pihak;
liii
g. Bahwa Pemohon masih bersiteguh dengan permohonannya dan menolak
dalil-dalil bantahan Termohon. Dan sebaliknya, Termohon tetap bersiteguh
dengan jawabannya dan menolak untuk bercerai dengan Pemohon;
h. Bahwa dari proses pemeriksaan saksi-saksi, diperoleh keterangan bahwa
telah terjadi perselisihan di antara Pemohon dan Termohon. Keterangan
saksi tersebut telah menguatkan dalil atau alasan perceraian yang diajukan
oleh Pemohon. Termohon juga secara tegas tidak membantah adanya
perselisihan dan pertengkaran kecuali hanya sebagian penyebabnya;
i. Bahwa berdasarkan keterangan keluarga Pemohon maupun keluarga
Termohon, dikuatkan pula dengan bukti P.3 dan saksi-saksi yang diajukan
oleh Pemohon, telah membuktikan adanya perselisihan atau pertengkaran
antara Pemohon dengan Termohon;
j. Bahwa di antara Pemohon dan Termohon telah terjadi perbedaan sikap dan
arah berpikir sebagai bentuk perselisihan atau pertengkaran dimana baik
kedua belah pihak maupun keluarga Pemohon atau keluarga Termohon
sudah tidak mampu mendamaikan kembali;
k. Bahwa antara Pemohon dan Termohon sudah pisah tempat tinggal sehingga
keduanya tidak dapat memenuhi kewajiban sebagai suami istri. Dengan
keadaan rumah tangga yang demikian, Majelis Hakim berpendapat bahwa
tujuan perkawinan sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu untuk membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan sejahtera akan sulit tercapai;
l. Bahwa dengan dikabulkannya permohonan Pemohon tersebut, berdasarkan
ketentuan Pasal 41 huruf (c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, Majelis Hakim secara ex officio perlu mempertimbangkan hak-
hak Termohon selaku istri yang akan ditalak oleh Pemohon, yaitu
mewajibkan kepada Pemohon untuk memberikan mut’ah serta nafkah iddah
kepada Termohon sesuai dengan ketentuan Pasal 149 huruf (a) dan (b);
liv
m. Bahwa oleh karena perkara cerai talak termasuk sengketa bidang
perkawinan, maka sesuai ketentuan Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, biaya yang timbul akibat
perkara ini dibebankan kepada Pemohon;
4. Amar Putusan
Majelis Hakim mengeluarkan putusan atas perkara tersebut dengan nomor:
327/PDT.G/2004/PA.Ska, yang pada amar putusannya berbunyi:
a. Mengabulkan permohonan Pemohon;
b. Memberikan izin kepada Pemohon (CH) mengikrarkan talak terhadap Termohon
(SZ) di depan siding Pengadilan Agama Surakarta;
c. Membebankan kepada Pemohon untuk memberikan mut’ah kepada Termohon
sebesar Rp. 3.000.000,00 ( Tiga juta rupiah ) dan memberikan nafkah iddah
selama ぼga bulan sebesar Rp. 1.500.000,00 ( Satu juta lima ratus ribu rupiah )
dibayar kontan sekaligus sebelum Ikrar Talak dijatuhkan;
d. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp.
286.000,00 (Dua ratus delapan puluh enam ribu rupiah).
lv
B. Pembahasan
2. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Dalam
Perkara Permohonan Cerai Talak Di Pengadilan Agama Surakarta
(Studi Kasus Perkara Nomor: 327/PDT.G/2004/PA.Ska).
Dalam penulisan hukum ini, penulis melakukan penelitian tentang
permohonan cerai talak dengan nomor : 327/PDT.G/2004/PA.Ska di
Pengadilan Agama Surakarta. Dari hasil penelitian yang dilakukan, penulis
dapat mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam
perkara permohonan cerai talak dengan alasan adanya perselisihan/
pertengkaran di antara kedua belah pihak yang terdaftar dalam perkara
nomor: 327/PDT.G/2004/PA.Ska.
Pada perkara nomor: 327/PDT.G/2004/PA.Ska tersebut, penulis
menganalisa pertimbangan-pertimbangan hakim sebagai berikut:
a. Adanya permohonan Pemohon yang pada pokonya didasarkan pada alasan
bahwa telah terjadi kesalahpahaman, sehingga terjadi perselisihan/
pertengkaran yang menyebabkan berkurangnya keharmonisan rumah
lvi
tangga, sifat cemburu diri Termohon yang berlebihan, akhlak Termohon
yang dianggap kurang baik, Termohon sering kali meminta cerai di depan
Pemohon dan tidak terima besarnya nafkah dari Pemohon;
Pada permohonan Pemohon, alasan Pemohon mengajukan
Permohonan cerai talak pada pokoknya adalah di antara Pemohon dengan
Termohon terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran.
Sesuai dengan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun
1975 dan Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam disebutkan alas an
perceraian yakni “antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan
dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga”. Kedua tersebut dapat menjadi dasar hukum dalam
memutus perkara nomor: 327/PDT.G/2004/PA.Ska.
b. Majelis Hakim telah berusaha mendamaikan Pemohon dan Termohon
tetapi tidak berhasil;
Dalam Pasal 82 ayat (1) dan (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
berbunyi:
Ayat (1): Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, Hakim berusaha mendamaikan kedua pihak.
Ayat (4): Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.
Berdasarkan Pasal 82 ayat(1) dan (4) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 tersebut, selama perkara belum diputus, tidak menutup kemungkinan
bagi Majelis Hakim untuk berusaha mendamaikan kedua pihak yang
bersengketa.
Karena perdamaian tidak tercapai, maka Majelis Hakim melanjutkan
pemeriksaan permohonan cerai talak dengan nomor:
lvii
327/PDT.G/2004/PA.Ska yang diajukan oleh Pemohon yang bernama CH
terhadap Termohon yang bernama SZ sesuai dengan ketentuan Pasal 65
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 yang berbunyi:
“ Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah
Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak.”
Dalam perkara ini, Pemohon mengajukan permohonannya ke
Pengadilan Agama Surakarta karena tempat kediaman Termohon masuk
dalam yurisdiksi Pengadilan Agama Surakarta, sesuai dengan ketentuan
Pasal 66 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah
dirubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 juncto Pasal 129
Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa permohonan cerai talak
diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman Termohon atau Istri.
c. Terhadap dalil-dalil permohonan yang diajukan oleh Pemohon, Termohon
menolak dalil-dalil Pemohon kecuali yang dengan tegas diakui
kebenarannya oleh Termohon seperti yang diuraikan dalam Jawaban dan
Duplik Termohon;
Karena dalam jawaban dan duplik yang diajukan oleh Termohon
terdapat penolakan atas dalil-dalil permohonan Pemohon, untuk memenuhi
ketentuan Pasal 163 HIR, Majelis Hakim berpendapat perlu diadakannya
proses pembuktian untuk mengetahui kebenaran dari dalil-dalil
permohonan Pemohon maupun bantahan-bantahan yang diajukan
Termohon.
d. Keterangan keluarga Termohon yang disampaikan di bawah sumpah, yang
pada pokoknya menerangkan bahwa di antara Pemohon dengan Termohon
lviii
telah terjadi perselisihan dan mengetahui Pemohon dan Termohon telah
hidup berpisah namun tidak mengetahui penyebabnya;
e. Keterangan keluarga Pemohon yang disampaikan di bawah sumpah, yang
pada pokoknya menerangkan bahwa di antara Pemohon dengan Termohon
telah terjadi perselisihan dan pertengkaran karena diantara mereka ada
kesalah pahaman dan mengetahui bahwa Pemohon telah hidup berpisah
dengan Termohon lebih kurang satu tahun lamanya;
f. Keterangan dua orang saksi Pemohon yang disampaikan dibawah sumpah,
yang pada pokoknya menerangkan bahwa mengetahui Pemohon dan
Termohon telah hidup berpisah namun tidak mengetahui penyebabnya.
g. Keterangan Termohon yang secara tegas tidak membantah adanya
perselisihan dan pertengkaran kecuali hanya sebagian penyebabnya.
Dalam proses pemeriksaan bukti-bukti, saksi-saksi dan keluarga dari
pihak Pemohon maupun Termohon, didapatkan keterangan, baik para saksi
maupun keluarga kedua belah pihak mengetahui bahwa antara Pemohon
dengan Termohon telah terjadi perselisihan meskipun para saksi tidak
mengetahui penyebab perselisihan, puncaknya sekitar bulan Desember
2003, Pemohon dengan Termohon telah pisah rumah, dimana Pemohon
sekarang tinggal di rumah orang tuanya di Mangkuyudan dan Termohon
Termohon tinggal di Mojosongo. Keterangan para saksi Pemohon (MZ
dan FA) dan keluarga Pemohon maupun Termohon tersebut telah
menguatkan dalil Pemohon serta berdasarkan pada jawaban Termohon
yang secara tegas tidak membantah adanya perselisihan dan pertengkaran
kecuali hanya sebagian penyebabnya, Majelis Hakim berpendapat, dalil
atau alasan perceraian yang diajukan oleh Pemohon telah didukung cukup
bukti.
h. Majelis Hakim berpendapat bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohon
telah pecah dan sudah tidak ada kesempatan untuk berdamai kembali,
lix
dimana Pemohon bersikukuh tetap ingin bercerai walaupun Termohon
tidak menghendaki perceraian, sehingga apabila rumah tangga Pemohon
dan Termohon yang sudah pecah atau berselisih itu tetap dipaksakan
dipertahankan, justru akan menimbulkan kemadharatan bagi kedua belah
pihak;
Berdasarkan fakta tersebut, maka permohonan cerai talak Pemohon
telah mendapat cukup alasan berdasarkan Pasal 19 huruf (f) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 juncto Pasal 116 huruf (f) Kompilasi
Hukum Islam.
Pada Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tertulis alasan perceraian yakni “antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”. Perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus antara suami dan istri membuat rumah tangga laksana neraka dunia, dimana suami istri di dalamnya tersiksa, jauh dari rasa ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan yang justru menjadi tujuan perkawinan. Penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran juga bermacam-macam, antara lain adalah karena tekanan ekonomi rumah tangga, bisa karena cara hidup dan pandangan yang berbeda, bisa karena kehidupan beragama yang berbeda dan sebagainya (Ridwan Syahrani, 1987:56).
Ada 2 (dua) pendapat mengenai penggunaan alasan perceraian
sebagaimana tertulis pada Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor
9 Tahun 1975 juncto Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, yakni
“antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga”. Pendapat pertama mengatakan, bahwa alasan-alasan perceraian
itu hanyalah contoh saja, dimana tiap alasan dapat dipergunakan untuk
meminta perceraian, asal saja alasan itu mengakibatkan suami istri tidak
dapat hidup rukun lagi sebagai suami istri. Pendapat kedua mengatakan
bahwa penyebutan alasan-alasan itu sifatnya limitatif, karenanya tidak
dapat ditambah dengan alasan perceraian yang lain. Hal ini sesuai dengan
prinsip kekal abadinya perkawinan dan kehendak pembentuk Undang-
Undang untuk mempersulit perceraian dan adanya pokok pikiran bahwa
lx
alasan-alasan untuk menuntut perceraian harus merupakan alasan-alasan
tertentu (Ridwan Syahrani, 1987:57-58).
Pada kasus tersebut, dapat juga diterapkan metode Argumentum per
analogiam atau metode berfikir analogi. Analogi memberi penafsiran pada
suatu peraturan hukum dengan memberi kias pada kata-kata dalam
peraturan tersebut, sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak dapat
dimasukkan kemudian dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut
(Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, 1993 : 23).
Hakim menggunakan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor
9 tahun 1975 juncto Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam yang
berbunyi “Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga”. Menurut penulis, Pasal tersebut apabila dianalogikan maka
perselisihan dan pertengkaran tersebut meliputi segala hal yang dapat
menyebabkan terjadinya perselisihan dan pertengkaran dalam rumah
tangga. Dalam kasus di atas, dengan adanya sikap dan arah berpikir
Pemohon dengan Termohon masing-masing sudah berbeda yang
menyebabkan terjadinya perselisihan dan pertengkaran dalam rumah
tangga dapat menjadi alasan terjadinya perceraian, sehingga menurut
penulis, Hakim telah tepat memberikan dasar hukum Pasal 19 huruf (f)
Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 juncto Pasal 116 huruf (f)
Kompilasi Hukum Islam.
i. Berdasarkan hasil Rapat Permusyawaratan Hakim yang dilanjutkan
dengan proses voting, Majelis Hakim sepakat untuk mengabulkan
permohonan Pemohon untuk menceraikan Termohon dan menjatuhkan
talak Pemohon atas Termohon.
Rapat permusyawaratan hakim (RPH) merupakan perundingan yang
dilaksanakan untuk mengambil keputusan terhadap suatu perkara yang
lxi
diajukan kepadanya dan sedang diproses dalam persidangan Pengadilan
Agama yang berwenang. Musyawarah Majelis Hakim dilaksanakan secara
rahasia, maksudnya apa yang dihasilkan dalam rapat Majelis Hakim
tersebut hanya diketahui oleh Majelis Hakim yang memeriksa perkara
sampai putusan diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
Tujuan diadakan musyawarah majelis ini adalah untuk menyamakan
persepsi, agar terhadap perkara yang sedang diadili itu dapat dijatuhkan
putusan yang seadil-adilnya, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Sehingga Majelis Hakim harus bersungguh-sungguh dengan cara
musyawarah mufakat untuk menghasilkan suara bulat dalam memutuskan
perkara (Abdul Manan, 2000: 161).
Dari proses voting yang dilakukan tersebut, akhirnya Majelis Hakim
sepakat menyatukan pendapat di antara mereka untuk membuat satu
putusan untuk memutus perkara tersebut. Majelis Hakim menyatakan
menerima dan mengabulkan permohonan cerai talak yang diajukan oleh
Pemohon, CH kepada istrinya, SZ.
2. Implikasi Yuridis dari Putusnya Perkawinan karena Talak.
Dalam perkara nomor: 327/PDT.G/2004/PA.Ska tersebut, yang menjadi
dasar untuk melakukan perceraian adalah antara Pemohon dengan Termohon
telah terjadi perbedaan sikap dan arah berpikir yang tidak dapat lagi
dikompromikan sehingga menyebabkan terjadinya perselisihan/ pertengkaran
di antara Pemohon dengan Termohon dan rumah tangga Pemohon dan
Termohon sudah tidak harmonis lagi. Pemohon dan Termohon telah hidup
berpisah/ pisah rumah selama 10 (sepuluh) bulan.
Majelis Hakim dalam menyelesaikan perkara tersebut menggunakan
dasar hukum Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
juncto Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam. Pada Pasal 19 huruf (f)
Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 disebutkan alasan perceraian
yakni “antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan
lxii
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga”.
Dalam amar putusan Hakim, dapat diketahui implikasi yuridis dari
putusnya perkawinan karena talak yaitu:
a. Putusnya perkawinan antara Pemohon dengan Termohon karena
perceraian.
Dengan adanya putusan Pengadilan Agama Surakarta dengan
nomor: 327/PDT.G/2004/PA.Ska tersebut dengan demikian
perkawinan antara Pemohon dengan Termohon putus karena
perceraian.
b. Hilangnya hubungan suami-isteri antara Pemohon dengan
Termohon.
Karena perkawinan antara Pemohon dengan Termohon telah
putus karena perceraian, maka di antara Pemohon dengan
Termohon sudah tidak terikat dalam hubungan suami-isteri,
sehingga semua kewajiban maupun hak sebagai suami maupun
istri juga hilang.
c. Para pihak ( Pemohon dan Termohon) tidak lagi terikat
perkawinan sehingga masing-masing pihak dapat melangsungkan
perkawinan lagi. Untuk melakukannya tidak perlu mendapatkan
ijin dari pihak lainnya.
Mengenai masalah hak pengasuhan anak, tidak tertulis dalam amar
putusan karena baik Pemohon maupun Termohon tidak manyinggung soal
hak pengasuhan anak. Hak pengasuhan anak telah tertulis dalam Pasal 156
Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi :
lxiii
a. Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dan ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh:
1) Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu; 2) Ayah; 3) Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah; 4) Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan; 5) Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.
b. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah atau ibunya;
c. Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula;
d. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri (21 tahun);
e. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, pengadilan agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a),(b), (c) dan (d);
f. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya.
Selain Pasal diatas, juga terdapat dalam Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam
yang berbunyi :
Dalam hal terjadinya perceraian: a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun
adalah hak ibunya; b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk
memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaanya; c. biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.
Menurut Pasal 156 dan Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam di atas karena
anak-anak Pemohon dan Termohon masing-masing telah mumayyiz (saat
perkara disidangkan) maka anak diberikan kebebasan untuk memilih diantara
ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya.
Mengenai masa iddah karena perkawinan antara Pemohon dengan
Termohon putus karena perceraian, maka iddah-nya adalah iddah talak. Iddah
artinya satu masa yang mengharuskan perempuan-perempuan yang telah
lxiv
diceraikan oleh suaminya, baik cerai mati ataupun cerai hidup, untuk
menunggu sehingga dapat diyakinkan bahwa rahimnya telah berisi atau kosong
dari kandungan. Sedangkan Iddah talak artinya adalah iddah karena bercerai.
Perempuan-perempuan yang dalam iddah talak terdiri atas empat macam,
yakni (Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin S, 2007:372-374) :
a. Perempuan-perempuan yang telah dicampuri dan belum putus dari haid.
Iddahnya ialah tiga kali suci atau tiga kali haid;
b. Perempuan-perempuan yang dicampuri dan telah putus dari masa haid
karena sudah tua;
c. Perempuan-perempuan yang dicampuri, sedangkan ia belum pernah haid,
karena belum baligh, iddah mereka tiga bulan;
d. Perempuan-perempuan yang belum didukhul berarti tidaklah ada iddah
bagi mereka.
Sehingga dalam perkara diatas, masa iddah bagi Penggugat adalah tiga kali
suci atau tiga kali haid.
lxv
BAB IV. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah penulis kemukakan, didapatkan
kesimpulan atas hal yang telah penulis tinjau dan bahas lebih lanjut tersebut,
yakni:
1. Dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkara nomor: 327/Pdt.
G/2004/PA. Ska adalah:
a. Adanya permohonan Pemohon yang pada pokonya didasarkan pada alasan
bahwa telah terjadi kesalahpahaman sehingga terjadi perselisihan/
pertengkaran yang menyebabkan berkurangnya keharmonisan rumah
tangga, sifat cemburu diri Termohon yang berlebihan, akhlak Termohon
yang dianggap kurang baik, Termohon sering kali meminta cerai di depan
Pemohon dan tidak terima besarnya nafkah dari Pemohon;
b. Majelis Hakim telah berusaha mendamaikan Pemohon dan Termohon
tetapi tidak berhasil;
c. Terhadap dalil-dalil permohonan yang diajukan oleh Pemohon, Termohon
menolak dalil-dalil Pemohon kecuali yang dengan tegas diakui
kebenarannya oleh Termohon seperti yang diuraikan dalam Jawaban dan
Duplik Termohon;
d. Keterangan keluarga Pemohon yang disampaikan di bawah sumpah, yang
pada pokoknya menerangkan bahwa diantara Pemohon dengan Termohon
telah terjadi perselisihan dan pertengkaran karena diantara mereka ada
kesalah pahaman dan mengetahui bahwa Pemohon telah hidup berpisah
dengan Termohon lebih kurang satu tahun lamanya;
e. Keterangan keluarga Termohon yang disampaikan di bawah sumpah, yang
pada pokoknya menerangkan bahwa diantara Pemohon dengan Termohon
lxvi
telah terjadi perselisihan dan mengetahui Pemohon dan Termohon telah
hidup berpisah namun tidak mengetahui penyebabnya;
f. Keterangan dua orang saksi Pemohon yang disampaikan dibawah sumpah,
yang pada pokoknya menerangkan bahwa mengetahui Pemohon dan
Termohon telah hidup berpisah namun tidak mengetahui penyebabnya;
g. Keterangan Termohon yang secara tegas tidak membantah adanya
perselisihan dan pertengkaran kecuali hanya sebagian penyebabnya;
h. Majelis Hakim berpendapat bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohon
telah pecah dan sudah tidak ada kesempatan untuk berdamai kembali,
dimana Pemohon bersikukuh tetap ingin bercerai walaupun Termohon
tidak menghendaki perceraian, sehingga apabila rumah tangga Pemohon
dan Termohon yang sudah pecah atau berselisih itu tetap dipaksakan
dipertahankan, justru akan menimbulkan kemadharatan bagi kedua belah
pihak;
i. Berdasarkan hasil Rapat Permusyawaratan Hakim yang dilanjutkan
dengan proses voting, Majelis Hakim sepakat untuk mengabulkan
permohonan Pemohon untuk menceraikan Termohon dan menjatuhkan
talak Pemohon atas Termohon.
2. Implikasi Yuridis dari putusnya perkawinan karena talak.
a. Putusnya perkawinan antara Pemohon dengan Termohon karena
perceraian.
b. Hilangnya hubungan suami-isteri antara Pemohon dengan Termohon.
c. Para pihak ( Pemohon dan Termohon) tidak lagi terikat perkawinan
sehingga masing-masing pihak dapat melangsungkan perkawinan lagi.
Untuk melakukannya tidak perlu mendapatkan ijin dari pihak lainnya.
lxvii
B. Saran
1. Bagi aparat pemerintah, dalam hal ini Pengadilan Agama, sedapat mungkin
tetap memegang teguh prinsip mempersulit terjadinya perceraian, dengan
mengingat bahwa perkawinan merupakan suatu ikatan yang sakral antara
suami-istri yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa serta mengingat
dampak negatif akibat perceraian bagi generasi yang akan datang. Selain itu
diharapkan juga pihak pengadilan dapat memberikan penyelesaian yang baik
manakala menghadapi permohonan atau gugatan perceraian dengan alasan
terjadi perselisihan/ pertengkaran antara suami dan istri dengan menyarankan
mereka untuk melakukan upaya perundingan dengan melibatkan keluarga
sehingga tercapai perdamaian antara kedua belah pihak;
2. Bagi mereka yang hendak melangsungkan perkawinan, hendaknya
mempersiapkan diri secara lahir maupun batin dalam menghadapi
permasalahan atau problem rumah tangga, termasuk terjadinya perselisihan/
pertengkaran yang timbul dalam kehidupan berumah tangga, untuk
menghindari terjadinya perceraian dengan segala akibat hukumnya.
lxviii
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Manan. 2000. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. Jakarta: Yayasan al-Hikmah.
Achmad Kuzari. 1995. Nikah Sebagai Perikatan. Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada.
Beni Ahmad Saebani. 2008. Perkawinan Dalam Hukum Islam dan Undang –
Undang (Perspektif Fiqh Munakahat dan UU No. 1/1974 tentang
Poligami dan Problematikanya). Bandung : Penerbit Pustaka Setia.
Ibnu Mas’ud, Zainal Abidin S. 2007. Edisi Lengkap Fiqih Madzhab Syafi’i Buku 2: Muamalat, Munakahat, Jinayat. Bandung: Pustaka Setia.
Khoiruddin Nasution. 2002. Hukum Perkawinan I. Yogyakarta : Academic dan
Tazzafa.
Lexi J. Moleong. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Muchlis Marwan dan Thoyib Mangkupranoto. 1992. Hukum Islam II, Surakarta :
UNS Press.
Muhd Idris Ramulyo 2002. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
Peter Mahmud Marzuki.2009. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana.
Ridwan Syahrani. 1987. Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil. Jakarta: PT Media Sarana Press.
Sayyid Sabiq. 1980. Fikih Sunnah Jilid 8. Bandung : PT Alma’arif.
Shodiq dan Shalahuddin Chaery. Kamus Istilah Agama. Jakarta: CV.
Sienttararama.
Slamet Abidin dan Aminudin. 1999. Fiqh Munakahat. Bandung : Penerbit
Pustaka Setia.
Soemiyati. 1986. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan
(UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan). Yogyakarta: Liberty).
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2006. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Subekti . dan Tjitrosoedibyo. 1980. Kamus Hukum. Jakarta: Pradya Paramita.
Sudikno Mertokusumo. 1980. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta:
Liberty.
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo. 1993. Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Taufiq Hamami. 2003. Kedudukan Dan Eksistensi Peradilan Agama Dalam Sistem Tata Hukum Di Indonesia. Bandung: Alumni.
Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Putusan nomor: 327/PDT.G/2004/PA.Ska