Top Banner
i Tinjauan Spiritualitas Terhadap Pandangan Jemaat tentang Peran Pendeta di GPIB Jemaat Sion Banyumanik Oleh: INGGRID ROSALINA SILAHOY 712012041 TUGAS AKHIR Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si-Teol) Program Studi Teologi FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2017
44

Tinjauan Spiritualitas Terhadap Pandangan Jemaat tentang Peran … · 2018. 1. 5. · i Tinjauan Spiritualitas Terhadap Pandangan Jemaat tentang Peran Pendeta di GPIB Jemaat Sion

Oct 23, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • i

    Tinjauan Spiritualitas Terhadap Pandangan Jemaat tentang Peran Pendeta di

    GPIB Jemaat Sion Banyumanik

    Oleh:

    INGGRID ROSALINA SILAHOY

    712012041

    TUGAS AKHIR

    Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi

    guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains

    Teologi

    (S.Si-Teol)

    Program Studi Teologi

    FAKULTAS TEOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2017

  • ii

    LEMBAR PENGESAHAN

    Tinjauan Spiritualitas Terhadap Pandangan Jemaat Tentang Peran Pendeta di GPIB

    Jemaat Sion, Banyumanik

    oleh:

    INGGRID ROSALINA SILAHOY

    712012041

    TUGAS AKHIR

    Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi

    guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains

    Teologi

    (S.Si-Teol)

    Disetujui oleh,

    Pembimbing I

    Pdt. Dr. Jacob Daan Engel, M.Si

    Diketahui oleh, Disahkan oleh,

    Ketua Program Studi Dekan

    Pdt. Izak Lattu , Ph.D Pdt. Dr. Retnowati, M.Si

    Fakultas Teologi

    Universitas Kristen Satya Wacana

    Salatiga

    2017

  • iii

    PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : Ady Aprianus Pedjaga

    NIM : 712011027 Email : [email protected]

    Fakultas : Teologi Program Studi : Teologi

    Judul tugas akhir : Peran Orang Tua sebagai Konselor Terhadap Remaja Usia 15-18

    Tahun

    Pembimbing : 1. Pdt. Dr. Jacob Daan Engel , M.Si

    Dengan ini menyatakan bahwa:

    1. Hasil karya yang saya serahkan ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk

    mendapatkan gelar kesarjanaan baik di Universitas Kristen Satya Wacana maupun di

    institusi pendidikan lainnya.

    2. Hasil karya saya ini bukan saduran/terjemahan melainkan merupakan gagasan, rumusan,

    dan hasil pelaksanaan penelitian/implementasi saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain,

    kecuali arahan pembimbing akademik dan narasumber penelitian.

    3. Hasil karya saya ini merupakan hasil revisi terakhir setelah diujikan yang telah diketahui

    dan disetujui oleh pembimbing.

    4. Dalam karya saya ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau

    dipublikasikan orang lain, kecuali yang digunakan sebagai acuan dalam naskah dengan

    menyebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

    Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terbukti ada

    penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini maka saya bersedia menerima

    sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya saya ini, serta

    sanksi lain yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Kristen Satya Wacana.

    Salatiga, 9 September 2016

    Ady Aprianus Pedjaga

  • iv

    PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : Ady Aprianus Pedjaga

    NIM : 71201027 Email: [email protected]

    Fakultas : Teologi Program Studi: Teologi

    Judul tugas akhir : Peran Orang Tua sebagai Konselor Terhadap Remaja Usia 15-18

    Tahun

    Dengan ini saya menyerahkan hak non-eksklusif* kepada Perpustakaan Universitas –

    Universitas Kristen Satya Wacana untuk menyimpan, mengatur akses serta melakukan

    pengelolaan terhadap karya saya ini dengan mengacu pada ketentuan akses tugas akhir

    elektronik sebagai berikut (beri tanda pada kotak yang sesuai):

    a. Saya mengijinkan karya tersebut diunggah ke dalam aplikasi Repositori PerpustakaanUniversitas, dan/atau portal GARUDA

    b. Saya tidak mengijinkan karya tersebut diunggah ke dalam aplikasi Repositori Perpustakaan Universitas, dan/atau portal GARUDA**

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Salatiga, 9 September 2016

    Ady Aprianus Pedjaga

    Mengetahui,

    Pembimbing I

    Pdt. Jacob Daan Engel, M,Si

    * Hak yang tidak terbatashanya bagi satu pihak saja. Pengajar, peneliti, dan mahasiswa yang

    menyerahkan hak non-ekslusif kepada Repositori Perpustakaan Universitas saat mengumpulkan hasil

    karya mereka masih memiliki hak copyright atas karya tersebut.

    ** Hanya akan menampilkan halaman judul dan abstrak. Pilihan ini harus dilampiri dengan penjelasan/ alasan

    tertulis dari pembimbing TA dan diketahui oleh pimpinan fakultas (dekan/kaprodi).

  • v

    PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK

    KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai sivitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang

    bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : Inggrid Rosalina Silahoy

    NIM : 712012041

    Program Studi : Teologi

    Fakultas : Teologi

    Jenis Karya : Jurnal

    demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

    UKSW hak bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royalty free right) atas karya

    ilmiah saya berjudul:

    Tinjauan Spiritualitas Terhadap Pandangan Jemaat Tentang Peran Pendeta di

    GPIB Jemaat Sion, Banyumanik

    beserta perangkat yang ada (jika perlu).

    Dengan hak bebas royalti non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan,

    mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data,

    merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama

    saya sebagai penulis/pencipta.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di : Salatiga

    Pada tanggal: 6 Februari 2017

    Yang menyatakan,

    Inggrid Rosalina Silahoy

    Mengetahui,

    Pembimbing I

    Pdt. Dr. Jacob Daan Engel , M.Si

  • vi

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, karena

    kasih karuniaNya yang senantiasa melimpah dalam kehidupan penulis. Secara

    khusus, penulis mengucapkan syukur karena penyertaanNya yang tak pernah berhenti

    mengalir bagi penulis selama penulis menjalani masa pendidikan di Fakultas Teologi

    Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) hingga menyelesaikan Tugas Akhir yang

    berjudul “Tinjauan Spiritualitas Terhadap Pandangan Jemaat tentang Peran Pendeta

    di GPIB Jemaat Sion Banyumanik”.

    Tugas Akhir ini ditulis untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk

    mencapai gelar Sarjana Sains dalam bidang Teologi (S.Si.Teol). Penulis menyusun

    Tugas Akhir ini dengan harapan karya tulis ini dapat memberikan informasi yang

    baik bagi pendeta jemaat untuk lebih peka terhadap jemaatnya dan pendeta dapat

    mengembangkan spiritualitasnya. Penulis juga berharap laporan ini dapat berguna di

    kemudian hari guna referensi atau sekedar menambah pengetahuan mengenai peranan

    pendeta dalam suatu jemaat dalam prespektif spiritualitas. Dalam seluruh rangkaian

    tulisan ini, penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaan sehingga

    diperlukan kritik dan saran agar tulisan ini juga dapat terus dikembangkan dengan

    lebih baik.

    Penulis

  • vii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

    LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. ii

    PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT .............................................................. iii

    PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ................................................... iv

    PERNYATAAN BEBAS ROYALTI DAN PUBLIKASI .............................. v

    KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi

    DAFTAR ISI ................................................................................................... vii

    UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... ix

    MOTTO ............................................................................................................ xi

    ABSTRAK ....................................................................................................... xii

    1. Pendahuluan .......................................................................................... 1

    1.1.Latar Belakang ................................................................................ 1

    1.2.Rumusan Masalah ........................................................................... 4

    1.3.Tujuan .............................................................................................. 4

    1.4.Manfaat ............................................................................................ 5

    1.5.Metode Penelitian ............................................................................ 5

    1.6.Sistematika Penulisan ..................................................................... 6

    2. Kajian teori ............................................................................................ 6

    2.1.Spiritualitas ...................................................................................... 6

    2.2.Spiritualitas Pendeta ....................................................................... 8

    2.3.Peran Pendeta ................................................................................ 11

    2.4.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Pendeta

    dalam Jemaat ................................................................................. 16

    3. Hasil Penelitian .................................................................................... 19

  • viii

    3.1.Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................... 19

    3.2.Temuan Hasil Penelitian............................................................... 20

    4. Analisa dan Pembahasan .................................................................... 24

    5. Penutup

    5.1.Kesimpulan .................................................................................... 28

    5.2.Saran .............................................................................................. 29

    Daftar Pustaka ................................................................................................. 30

  • ix

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Dalam proses penulisan Tugas Akhir ini penulis banyak mendapatkan bantuan

    baik dalam bentuk kritik, saran serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu

    penulis mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Tuhan Yesus Kristus yang oleh karena kasihNya selalu menolong penulis

    dalam menjalani studi di Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana.

    2. Pdt. Jacob Daan Engel yang menjadi dosen pembimbing penulis selama masa

    penulisan Tugas Akhir ini. Terima kasih atas waktu dan motivasi yang

    diberikan kepada penulis. Mohon maaf jika ada perilaku yang kurang

    berkenan selama masa bimbingan.

    3. Pdt. Dr. Retnowati selaku Dekan dan dosen wali penulis. Terima kasih untuk

    segala dukungan dan motivasi hingga penulis mampu untuk menyelesaikan

    studi.

    4. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Teologi. Terima kasih sudah membagi ilmu

    pengetahuan kepada saya dan mendukung serta memotivasi saya untuk terus

    belajar agar saya dapat terus berkembang. Buat Bu Budi yang selalu setia

    membantu segala keperluan mahasiswa dan tidak bosan untuk menerima kami

    dikantornya. Terima kasih banyak bu.

    5. Lembaga Kemahasiswaan yang sudah memberikan saya kesempatan untuk

    mengasah kreatifitas dan mental yang lebih baik untuk saya gunakan di

    kehidupan saya kedepan.

    6. Keluarga terbaik yang saya miliki. Fredy Silahoy (Papa), alm. Florence

    Silahoy (Mama), Denny Silahoy, Venda Wattimena, Miguel Silahoy, Mikha

    Silahoy. Terima kasih atas motivasi serta dukungan daya dan dana yang

    diberikan untuk saya hingga saat ini. Khususnya bagi Papa yang telah bekerja

    keras untuk memenuhi kebutuhan saya hingga saya dapat berhasil. Semua ini

    saya persembahkan buat kalian.

    7. Randy Van Room yang selalu setia untuk memberikan motivasi dan

    mendukung penulis selama masa studi. Mohon maaf apabila dalam

  • x

    kebersamaan kita ada hal-hal yang tidak berkenan. Semangat dalam masa

    studinya. Tuhan Yesus Berkati.

    8. Jemaat GPM Dangarat. Pdt. Sonja Latupeirissa/waas, Mama Eta, Bapa

    Emang, Mey, Misel, Vino, kaka Titi, mama Mey, bapa Mo, bong Nana, kaka

    Tea, bong Min, mama Ria, Amora, Indi, Yeni. Terima kasih karena telah

    menjadi motivasi bagi saya. Sukses jemaat GPM Dangarat untuk peresmian

    gedung gereja Siloam. Tuhan Yesus Berkati.

    9. Teman-teman keluarga cemara. Elfira Kambali, Sifra Paramma, Marchel

    Leasa, Aprianus Pedjaga, Johanes Apituley, Putra Parera terima kasih untuk

    setiap kebersamaan, motivasi, lelucon-leluconnya dan kasih sayang kalian

    kepada saya. Sukses terus untuk masa studinya. Tuhan Berkati kalian semua.

    10. Keluarga besar GPIB jemaat Sion, Banyumanik. Pdt. Lieke, bpk Ferry, bpk

    Riles, ibu Christin, kak Oni. Terima kasih karena telah memberikan segudang

    pengetahuan kepada saya tentang peran pendeta dalam suatu jemaat. Tuhan

    Yesus memberkati setiap kehidupan jemaat GPIB Sion.

    11. Keluarga besar Godblesgha, terima kasih karena telah menjadi sahabat yang

    terbaik bagi saya. Terima kasih karena selama ini telah menjadi motivasi

    dalam penulisan tugas akhir.

    12. Terima kasih buat momon, vivi, hesty, kadho, keluarga besar SAPI 2012,

    keluarga kakak Ika Lauterboom yang telah memberi motivasi bagi penulis.

    Tuhan Yesus Berkati.

    13. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada semua orang yang tidak bisa saya

    sebutkan satu demi satu. Terima kasih sudah hadir dan memberi warna dalam

    kehidupan saya. Terima kasih untuk semua orang yang membantu penulis

    dalam proses pembuatan Tugas akhir ini. Tuhan memberkati kalian semua

  • xi

    MOTTo

    “Saat ini yang dibutuhkan hanya kaki yang akan berjalan

    lebih jauh dari biasanya, mata yang akan menatap lebih

    lama dari biasanya, leher yang akan sering melihat ke

    atas, lapisan tekad yang seribu kali lebih kuat dari baja,

    hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya serta

    mulut yang akan selalu berdoa”

    Amsal 1:7

    Takut akan TUHAN adalah permulaan

    pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina

    hikmat dan didikan

  • xii

    ABSTRAK

    Tinjauan Spiritualitas Terhadap Pandangan Jemaat Tentang Peran Pendeta di GPIB

    Jemaat Sion, Banyumanik

    Penelitian ini bertujuan untuk melihat pandangan jemaat terhadap peranan pendeta,

    karena pendeta merupakan pemimpin jemaat khususnya dalam hal moral dan

    spiritualitas. Oleh sebab itu pendeta harus menjadi teladan bagi jemaatnya yang

    nampak dalam cara berpikir, perkataan, sikap, dan karakternya. Penelitian ini tentu

    menggunakan prespektif spiritualitas, karena spiritualitas adalah suatu kualitas yang

    diraih oleh setiap manusia dan spiritualitas juga merupakan suatu upaya untuk

    mengembangkan kapasitas iman manusia. Adapun dalam penelitian ini, penulis

    menggunakan teknik analisa deskriptif. Penelitian ini dilakukan di Banyumanik,

    khususnya GPIB Jemaat Sion, sehingga jemaat Sion menjadi narasumber penulis,

    serta penulis juga melihat beberapa hasil temuan-temuan dari penelitian ini, bahwa

    peranan pendeta merupakan suatu hal yang sangat penting bagi jemaatnya. Teori-teori

    yang digunakan dari penelitian ini adalah teori spiritualitas dan peranan pendeta

    dalam suatu jemaat. Menurut Stoyles memahami spiritualitas sebagai kapasitas dan

    keunikan, yang mendorong seseorang untuk bergerak melampaui diri sendiri mencari

    makna dan menyatu dalam keterhubungan dengan dunia kehidupan nyata. Dengan

    demikian bahwa spiritualitas sebenarnya adalah roh kita yang bisa diartikan sebagai

    energik kehidupan yang membuat kita hidup, bernapas dan bergerak, serta

    spiritualitas juga berarti segala sesuatu di dalam tubuh kita, termasuk pikiran,

    perasaan, tindakan dan karakter kita.

    Kata Kunci : spiritualitas, jemaat, peranan pendeta.

  • 1

    Tinjauan Spiritualitas Terhadap Pandangan Jemaat Tentang Peran Pendeta di

    GPIB Jemaat Sion, Banyumanik

    I. Pendahuluan

    1.1 Latar Belakang

    Di dalam kehidupan bergereja sosok pendeta merupakan jantung dari

    berkembangnya suatu jemaat, baik dari segi intelegensi maupun secara

    emosional. Pendeta merupakan seorang pemimpin jemaat, khususnya dalam

    hal moral dan spiritualitas. Oleh karena itu, dia harus dapat menjadi teladan

    bagi jemaatnya yang nampak dalam cara berpikir, perkataan, sikap, dan

    karakternya. Sebagai seorang pemimpin jemaat, pendeta juga diharapkan

    dapat memberi arah tujuan kemana jemaat tersebut akan dibawa, yang

    tentunya agar menjadi lebih baik dan lebih berkualitas. Untuk itu, seorang

    pendeta harus menyadari panggilan hidup sebagai pendeta.

    Dalam tata gereja GPIB, ketua Majelis jemaat adalah pendeta yang

    ditugaskan oleh majelis sinode dalam jabatan struktural, sekaligus ketua

    pelaksana harian majelis jemaat. 1

    Tugas ketua majelis jemaat adalah;

    1. Membina, mengembangkan, meningkatkan dan ketatalayanan

    jemaat berdasarkan ketentuan GPIB.

    2. Memimpin, mengoordinasikan, mendorong kerja sama, dan

    mencermati seluruh pelaksanaan kegiatan dalam penyelenggaran

    panggilan dan pengutusannya dalam persekutuan bersama majelis

    jemaat.

    3. Mengembalakan, membimbing, dan menjaga kehidupan berjemaat

    yang tenang, damai dan berwibawa.

    4. Memimpin SMJ dan rapat-rapat.

    5. Melaksanakan disiplin gereja terhadap penatua, diaken, dan warga

    jemaat.

    1 Tata Gereja GPIB. 2010

  • 2

    6. Menandatangani surat-surat gerejawi (surat baptis, surat sidi, dan

    surat nikah).

    7. Mengkoordinasikan pembuatan laporan rutin kepada SMJ dan

    kepada Majelis sinode.

    8. Membuat laporan akhir jabatan kepada Majelis sinode.2

    Para pendeta menyadari apa yang sebenarnya dipertaruhkan dalam

    kehidupan di tengah masyarakat Indonesia yang sedang membangun sekarang

    ini.3 Banyak jemaat pada sekarang ini menginginkan pendeta yang dapat

    memenuhi kebutuhan pelayanan dan membawa perubahan bagi jemaat

    tersebut. Umumnya dalam paradigma jemaat awam pendeta dianggap sebagai

    tangan kanan Allah yang mampu melakukan segalanya. Dengan begitu

    Pendeta dituntut menjadi teladan di tengah-tengah masyarakat. Dalam

    melaksanakan tugas dan tanggung jawab, perkembangan spritualitas pendeta

    sangat mempengaruhi kinerjanya dalam melayani.

    Kata Spiritual memiliki akar kata spirit yang berarti roh. Kata ini

    berasal dari bahasa Latin Spiritus yang berarti napas, selain itu kata spiritus

    dapat mengandung arti sebuah bentuk alkohol yang dapat dimurnikan.

    Sehingga spiritual dapat diartikan sebagai sesuatu yang murni. Diri kita yang

    sebenarnya adalah roh kita itu. roh bisa diartikan sebagai energi kehidupan

    yang membuat kita dapat hidup, bernapas dan bergerak. Spiritualitas juga

    berarti segala sesuatu di luar tubuh fisik kita, termasuk pikiran, perasaan,

    tindakan dan karakter kita.4 Spiritualitas berkaitan dengan kehidupan iman

    yakni apa yang mendorong dan memotivasinya dan apa yang menurut orang-

    orang dirasa bisa membantu untuk melanggengkan dan mengembangkannya.5

    2 Tata Gereja GPIB. 2010

    3Liem Khiem Yang, menghayati kalam dalam hening (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia,

    2007), 93. 4 Prijoksono & Erningpraja, Spiritualitas dan Kualitas Hidup (Jakarta: Elexmedia

    Komputindo(Gramedia Grup), 2003), 11. 5 Alister E. McGrath, Spiritualitas Kristen (Medan: Bina Media Perintiss, 2007).

  • 3

    Dengan demikian hubungannya antara pendeta dan spiritualitas,

    karena spiritualitas berhubungan erat dengan Allah oleh sebab itu pendeta

    senantiasa berhubungan dengan spiritualitas. Pengembangan spiritualitas

    dilihat dalam kaitannya dengan panggilan melayani. Suka atau tidak, seorang

    pendeta merupakan sosok harapan, panutan umat yang dinilai memiliki

    kekhususan. Oleh karena itu, patut diharapkan untuk mencerahkan, memberi

    harapan dan menguatkan iman umat di dalam menghadapi gelombang

    kehidupan. Spiritualitas adalah suatu kualitas yang diraih oleh usaha manusia

    dan spiritualitas juga merupakan suatu upaya untuk mengembangkan

    kapasitas manusiawi. 6

    Hubungan dengan orang lain sebagai implementasi dari kehidupan.

    spiritualitas dan rohani seseorang, sehingga dengan adanya semua ini

    seseorang dapat mencapai tujuan hidup spiritualitasnya dengan persatuan atau

    persekutuan tergantung cara atau jalan yang mereka pakai untuk mencapai

    spiritualitasnya yang tentu saja masing-masing agama mempunyai serta

    menawarkan metodenya sendiri untuk dipakai oleh para umatnya. Agar

    pendeta dapat berelasi dengan Tuhan yang merupakan sumber kekuatan untuk

    menjalankan pelayanannya.7 Spiritualitas pendeta, mentaati sepenuhnya

    perintah Allah dan mengasihi sesama manusia. Pelayanan harus diwujudkan

    dalam bentuk perwujudan sikap dengan tidak menganggap “sang pelayan”

    lebih tinggi ataupun lebih rendah dari orang-orang yang dilayani. 8

    Melalui pandangan di atas pentingnya tinjauan spiritualitas terhadap

    peranan pendeta di tengah-tengah jemaatnya, maka Spiritualitas pendeta perlu

    ditandai dengan kemampuan memberi respons terhadap setiap perkembangan

    dan isu-isu yang muncul di jemaatnya. Melalui tuntutan pemimpin, jemaat

    memiliki pedoman yang jelas.9 Keadaan jemaat dalam strukturnya yang

    6 Einar M. Sitompul, Perjalanan Sarat Muatan (Jakarta: UPI STT Jakarta, 2014), 48

    7 Einar M. Sitompul. Perjalanan Sarat Muatan (Jakarta: UPI STT Jakarta, 2014), 48

    8 Retnowati. Handout, Teologi Kepemimpinan dan Manajemen (Salatiga: fakultas teologi,

    UKSW) 9 Einar M. Sitompul, Perjalanan Sarat Muatan (Jakarta: UPI STT Jakarta, 2014), 51

  • 4

    sekarang terbagi menjadi dua yaitu, jemaat desa dan jemaat kota. Dengan

    demikian jemaat kota maupun di desa menuntut pendeta yang dapat memberi

    fakta yang terus mendorong mereka untuk tetap tampil kreatif dan dinamis.

    Pada zaman sekarang ini, banyak jemaat yang membutuhkan peran pendeta

    yang mampu memimpin jemaat, maupun melakukan pelayanan-pelayanan

    sosial yang membantu perkembangan kehidupan jemaat. Dalam kesaksian

    Alkitab sosok pemimpin jemaat adalah individu yang memiliki kuasa atau

    talenta yang diberikan Tuhan dan dipercaya sebagai orang yang memiliki

    kharisma. Seseorang yang berkharisma memiliki sifat integritas diri dan

    mampu merangkul serta memimpin dengan semboyan melayani. Melalui

    pelayanan, pendeta seharusnya memajukan visi dan misi gereja, dengan

    membawa setiap orang ke dalam persekutuan yang lebih penuh dengan

    Tuhan. Keberadaan seorang pendeta sebagai kehadiran simbolis Tuhan,

    mendesak seorang pendeta menghargai tuntutan-tuntutan tersebut untuk

    menjadi professional.10

    Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis

    mengangkat judul:

    “Tinjauan Spiritualitas Terhadap Pandangan Jemaat Tentang

    Peran Pendeta di GPIB Jemaat Sion, Banyumanik”

    1.2 Rumusan Masalah

    Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah:

    Bagaimana tinjauan spiritualitas terhadap pandangan jemaat tentang

    peran pendeta di GPIB jemaat Sion, Banyumanik?

    1.3 Tujuan

    Tujuan dari penulisan ini:

    Mendeskripsikan tinjauan spiritualitas terhadap pandangan jemaat

    tentang peran pendeta di GPIB jemaat Sion, Banyumanik.

    10

    Richard M. Gula, Etika Pastoral (Yogyakarta: Kanisius, 2009), 28.

  • 5

    1.4 Manfaat

    Secara Teoritis

    Berdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan dapat

    memberikan kontribusi pemikiran terhadap pengembangan studi

    spiritualitas. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan

    atau pengetahuan dalam bidang spiritualitas pelayan, dan faktor-faktor

    yang mempengaruhi peranan pendeta di dalam jemaat.

    Secara Praktis

    Bagi peneliti untuk menambah wawasan penelitian tentang peranan

    pendeta dan spiritualitas pelayanan pendeta, sebagai bahan

    pertimbangan dan masukan untuk memperbaiki metodologi penelitian

    berikutnya, dan memberikan sumbangan pemikiran bagi pendeta

    dalam meningkatkan perannya sebagai pelayan, dan bagi jemaat

    sehingga tidak lagi diperhadapkan dengan tingkah para pendeta yang

    mempunyai perilaku tidak baik.

    1.5 Metode Penelitian

    Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis menggunakan metode

    penelitian deskriptif sebagai sesuatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan

    jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenan dengan masalah dan

    unit yang diteliti. Dalam penelitian ini juga menggunakan pendekatan

    kualitatif, karena sangat baik untuk menambah wawasan kita mengenai,

    pandangan-pandangan jemaat terhadap peran pendeta, dan faktor-faktor apa

    yang mempengaruhi pola kepemimpinan, sikap dan perilaku seorang pendeta

    di mata jemaatnya.

    Dalam penelitian ini memberikan makna dan pemahaman untuk

    pendeta agar dapat berperan dengan baik, serta mengembangkan pola

    kepemimpinannya di tengah-tengah jemaat, khususnya bagi jemaat Sion

    Banyumanik.

    Data dan informasi tentang tinjauan spiriualitas terhadap pandangan

    jemaat tentang peran pendeta diperoleh dengan cara wawancara terhadap

  • 6

    anggota jemaat GPIB Sion Banyumanik selaku Informan (narasumber) untuk

    mendukung penelitian ini.

    Jemaat yang dijadikan sebagai lokasi penelitian adalah Jemaat GPIB

    Sion, Banyumanik. Dipilihnya Jemaat GPIB Sion Banyumanik sebagai lokasi

    penelitian karena posisi sebagai Jemaat Perkotaan yang cenderung majemuk

    dari sisi suku, budaya, profesi, dan status sosial jemaat selaku kelompok

    menengah ke atas yang tentunya memiliki cara pandang dan sikap yang

    berbeda terhadap peran dan pelayanan para pelayan gereja.

    1.6 Sistematika Penulisan

    Penulisan ini terdiri atas empat bagian. Bagian pertama tentang

    pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah,

    tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika

    penulisan. Bagian kedua menguraikan tentang spiritualitas, spiritualitas

    pendeta, peranan pendeta dan faktor-faktor yang mempengaruhi peranan

    pendeta dalam jemaat. Bagian ketiga tentang gambaran umum lokasi

    penelitian dan hasil temuan penelitian. Bagian keempat analisa pembahasan

    dan pandangan jemaat terhadap peran pendeta pendeta. Bagian kelima tentang

    penutup meliputi kesimpulan yang berisi temuan-temuan dan analisis, serta

    saran-saran yang berupa konstribusi dan rekomendasi untuk penelitian

    selanjutnya.

    II. Kajian Teori

    2.1 Spiritulaitas

    Kata spiritual memiliki akar kata spirit yang berarti roh. Kata ini berasal

    dari bahasa Latin, spiritus, yang berarti napas. Selain itu kata spiritus dapat

    mengandung arti sebuah bentuk alkohol yang dimurnikan, sehingga spiritual

    dapat diartikan sebagai sesuatu yang murni. Dalam hubungan dengan pribadi

    (self), kata spiritual bisa diartikan sebagai energi kehidupan, yang membuat

    kita dapat hidup, bernapas dan bergerak,11

    termasuk pikiran, perasaan,

    11

    Jr. Ralph W dan Krauss S. Hood, Religion, Spirituality, Conduct of life: Manners Customs,

    International Series in the Psychology of religion. Vol 16, 2013. P. 8-9

  • 7

    tindakan dan karakter kita pada tataran konseptual. Karena itu, Swidler

    memahami spiritual mengacu pada makna interior atau internal

    kemanusiaan.12

    Stoyles memahami spiritualitas sebagai kapasitas dan

    keunikan, yang mendorong seseorang untuk bergerak melampaui diri sendiri

    mencari makna dan menyatu dalam keterhubungan dengan dunia kehidupan

    nyata.13

    Berdasarkan pemahaman para ahli tersebut, disimpulkan bahwa

    spiritualitas sebenarnya adalah roh kita yang bisa diartikan sebagai energik

    kehidupan yang membuat kita hidup, bernapas dan bergerak, serta spiritualitas

    juga berarti segala sesuatu di dalam tubuh kita, termasuk pikiran, perasaan,

    tindakan dan karakter kita.

    Dalam uraiannya Stark dan Glock menyebutkan adanya 5 dimensi dari

    komitmen religius, yaitu:14

    a. Dimensi kepercayaan belief, yaitu keyakinan akan kebenaran dari pokok-

    pokok ajaran imannya. Tanpa keyakinan akan kebenaran dari pokok-

    pokok ajaran iman, tentu seseorang tidak akan menjadi bagian dari

    komunitas orang beriman tersebut, misalnya bila seseorang tidak percaya

    bahwa Yesus adalah Juruselamat manusia, maka tidak mungkin ia menjadi

    seorang anggota gereja.

    b. Dimensi praktis, terdiri dari dua aspek yaitu ritual dan devotional. Ritual

    diuraikan sebagai suatu ibadah yang formal, seperti menghadiri kebaktian

    Minggu, menerima sakramen, melangsungkan pernikahan di gereja.

    Sedangkan yang dimaksudkan dengan devotional adalah ibadah yang

    dilakukan secara pribadi dan informal, seperti misalnya berdoa, berpuasa,

    membaca Alkitab.

    12

    Leonard Swidler, Sorting Out Meanings: Religion, Spiritual, Interreligious, Interfaith, Etc,

    Journal of Ecummenical Studies. 49. 3, 2014. P.375. 13

    Stanford Stoyles dan Caputi Keating, A Measure of Spiritual Sensitivity for Children,

    International Journal of Children‟s Spirituality. Vol. 17, No. 3 2012, 203-215. 14

    Rodney Stark dan Glock Charles, American Piety: the Nature of Religious Commitment,

    (Berkeley, Los Angeles & London: University of California Press, 1970), 77.

  • 8

    c. Dimensi pengalaman experience, yaitu pengalaman berjumpa secara

    langsung dan subyektif dengan Allah. Atau dengan kata lain, mengalami

    kehadiran dan karya Allah dalam kehidupannya. Pengalaman keagamaan

    ini religious experience bisa menjadi awal dari keimanan seseorang, tetapi

    juga bisa terjadi setelah seseorang mengimani suatu agama tertentu.

    Entahkah pengalaman itu berada di awal ataupun di tengah-tengah,

    pengalaman ini berfungsi untuk semakin meneguhkan iman percaya

    seseorang.

    d. Dimensi pengetahuan knowledge, yaitu pengetahuan tentang elemen-

    elemen pokok dalam iman keyakinannya, atau yang sering kita kenal

    dengan dogma, doktrin atau ajaran gereja. Hal ini tentu saja sangat

    berkaitan dengan dimensi pertama (kepercayaan). Seseorang akan terbantu

    untuk menjadi semakin yakin dan percaya apabila ia mengetahui apa yang

    dipercayainya.

    e. Dimensi etis, di mana umat mewujudkan tindakan imannya act of faith

    dalam kehidupan sehari-harinya. Dimensi etis ini mencakup perilaku, tutur

    kata, sikap dan orientasi hidupnya.

    Idealnya sebuah kehidupan spiritualitas yang baik dan dewasa adalah bila

    ke lima dimensi tersebut berkembang secara seimbang. Sama seperti

    perkembangan kehidupan manusia. Kelima dimensi ini sangat penting

    dimiliki oleh seorang pendeta karena, jika menjadi seorang pendeta dengan

    berbagai tuntutan yang dimiliki oleh jemaatnya, maka pendeta harus memiliki

    iman yang teguh, memiliki kepercayaan dan ajaran-ajaran iman yang kuat,

    pengalaman dalam kepemimpinan serta berjuma dengan Allah dalam konteks

    panggilan gereja. Seorang pendeta juga harus memiliki intelektual yang tinggi

    agar mampu memberikan pengaruh bagi jemaat yang dipimpin.

    2.2 Spiritualitas Pendeta

    Jemaat gereja adalah orang-orang yang diperlengkapi untuk melayani.

    Dengan demikian dalam persekutuan warga gereja, jemaat perlu

    diselamatkan, disembuhkan, dijadikan manusia yang utuh dalam setiap bagian

  • 9

    kehidupan mereka.15

    Oleh sebab itu, mereka membutuhkan pendeta yang

    memiliki spiritualitas yang baik untuk membantu mereka, keluar dari setiap

    persoalan kehidupan mereka. Adapun kesulitan untuk mempertahankan citra

    pendeta dalam masyarakat yang sedang berubah dan majemuk, di mana

    pandangan dan harapan terhadap seorang pendeta ikut berubah. Sejak dahulu

    kala tuntutan yang diajukan terhadap seorang pendeta bisa tinggi. Karena,

    citra pendeta pada waktu dulu masih satu dan jelas. Tidak adanya konsepsi

    antara pendeta dengan warga jemaatnya tentang peranan seorang pendeta.16

    Ada anggapan bahwa pendeta adalah tokoh spiritual yang matang

    imannya dan sempurna perilakunya sehingga dalam kehidupan sehari-hari

    tidak banyak menghadapi masalah seperti yang dihadapi warga jemaat.

    Pendeta adalah teladan, panutan, ia ditempatkan sebagai “Tuhan Yesus” di

    bumi ini yang selalu rela menderita. Sebab itu ia tidak boleh mengeluh atau

    memasang tuntutan menyangkut kesejahteraan dirinya. Statusnya pendeta

    memang dijunjung tinggi oleh jemaat. Tetapi apabila seorang pendeta tidak

    memenuhi harapannya sebagai teladan dan panutan, ia bisa saja gagal dalam

    pandangan jemaat. 17

    Pendeta yang baik, perlu mempelajari pengembangan

    jemaat maka hal ini harus bertolak dari kerangka pemikiran teologis yang

    mendalam tentang hubungan jemaat dengan dunia sekitarnya. Dalam liturgika

    pendeta perlu memperhatikan hal-hal gerejawi sehingga semua ini mendapat

    perhatian dengan maksud bahwa segala unsur ibadah dapat berjalan dengan

    memuliakan Allah serta dapat mengembangkan spiritualitas jemaat tersebut. 18

    Pendeta dan spiritualitas tidak pernah dapat dipisahkan. Pelayanan

    bukanlah pekerjaan dengan jam kerja saja, akan tetapi pertama-tama adalah

    jalan hidup supaya dilihat dan dimengerti oleh orang lain sehingga

    15

    Jerri Cook dan Stanley C. Baldulin, kasih, penerimaan dan pengampunan dalam jemaat

    (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), 4. 16

    Andar Ismail, mulai dari musa dan segala nabi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 161. 17

    Andar Ismail,mulai,162. 18

    Pdt. B. F. Drewes dan Pdt. Julianus Mojau, apa itu teologi (Jakarta:BPK Gunung Mulia,

    2007), 141.

  • 10

    pembebasan dapat menjadi satu kemungkinan. 19

    Spiritualitas pelayanan

    seperti apakah yang dimiliki oleh pendeta pada konteks saat ini. Dalam setiap

    langkah kehidupannya, apakah seorang pendeta mampu untuk tetap

    menampakan spiritualitas pelayanannya atau akan ikut arus dunia sehingga

    pelayanannya bukan lagi termotivasi oleh kasih melainkan materi, terikat

    dengan institusi atau mementingkan manusianya.

    Spiritualitas merupakan sebuah istilah yang sangat umum dan

    dipergunakan untuk segala keperluan. Spiritualitas adalah kualitas hidup

    seseorang sebagai hasil dari kedalaman pemahamannya tentang Allah secara

    utuh. Spiritualitas juga adalah gaya hidup sehari-hari yang merupakan buah

    dari hubungan kita dengan Yesus, kedekatan atau keakraban hubungan kita

    dengan Yesus secara transenden yang ditampakkan dalam sikap hidup kita

    terhadap orang-orang yang adalah imanensi atau perwujudan kehadiran

    Yesus.20

    Alkitab menunjukkan kemajemukan teologi mengenai spiritualitas.

    Tetapi kalau majemuk, maka tidak ada satu kata dalam Alkitab yang dapat

    dikatakan menjadi ukuran atau penentu bagi yang lain. Oleh karena itu,

    sebuah pendekatan lain, yaitu mengamati praktik penggunaan makna

    spiritualitas dalam kehidupan bergereja sehari-hari di GPIB. Menyimpulkan

    spiritualitas yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan terdalam kita semua

    yang hidup dalam sebuah persekutuan gereja GPIB dan apakah spiritualitas

    semacam itu mempunyai keserupaan dengan salah satu dari wujud-wujud

    spiritualitas dalam Alkitab. 21

    Seorang pelayan dalam hal ini bertanggung jawab bukan pada institusi

    di atasnya, melainkan pada gereja/jemaat dan Tuhan selaku Kepala Gereja.

    Berdasarkan hal tersebut, maka fungsi seorang pemimpin dalam hal ini adalah

    lebih kepada fungsi relasional dan pembangunan jemaat. Gereja adalah

    sebuah kesatuan organis, sehingga perlu adanya hubungan yang harmonis dan

    19

    H.J.M. Nouwen, pelayanan yang kreatif (Yogyakarta:Kanisius, 1986), 21. 20

    Andar Ismail, selamat menabur (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 106. 21

    Pdt. E. Gerrit Singgih, mengatasi masa depan berteologi dalam konteks di awal milenium

    III (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 263.

  • 11

    membangun di antara jemaat gereja itu sendiri. Dalam hal inilah fungsi

    seorang pemimpin dibutuhkan, yaitu memberdayakan jemaat dan memelihara

    iman jemaat kepada Kristus.22

    2.3 Peranan Pendeta

    Pendeta adalah seorang awam yang dilatih dan ditunjuk untuk

    melakukan suatu pekerjan khusus yang pada umumnya berkenan dengan

    melengkapi anggota-anggota gereja yang lain. Pendeta juga memiliki fungsi

    yang membedakan dia dari orang-orang awam, mewakili Kristus di dalam

    gerejanya. Suatu fungsi pendeta yang jelas kelihatannya yaitu ketika pendeta

    itu melayani sakramen-sakramen, menyatakan Firman Allah di depan jemaat

    atau bahkan menjalankan tugas penggembalaannya.23

    Dalam posisi seorang

    pendeta sebagai gembala jemaat, ia berkewajiban untuk melayani jemaat dan

    bertanggung jawab terhadap Allah atas kehidupan jemaat yang

    digembalakannya. 24

    Dalam pemahaman Abineno tentang tugas pelayanan pendeta,

    dirumuskan dalam beberapa poin sebagai berikut:

    a. Pendeta melayani pemberitaan firman Allah dan sakramen,

    b. Memimpin katekisasi (pengajaran agama),

    c. Meneguhkan anggota sidi,

    d. Menahbiskan pelayan-pelayan khusus dalam jabatan

    mereka,

    e. Memberkati dan meneguhkan nikah,

    f. Memimpin pemakaman orang mati,

    g. Menggembalakan anggota-anggota jemaat,

    h. Memimpin sidang-sidang jabatan,

    22

    A. A. Sitompul, Di Pintu Gerbang Pembinaan Gereja seri 2; Penggembalaan: Pelayanan

    dan Kepemimpinan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1979), 11 23

    Liem Sien Kie, awam dan pendeta mitra pembinaan gereja (jakarta: BPK Gunung Mulia,

    2005), 81 24

    Reinhard J. Berhitu, peran gembala jemaat terhadap pengembangan pelayanan holistik,

    Jurnal Sekolah Tinggi Teologi Vol. 12. No. 2/2 oktober 2014, p.273

  • 12

    i. Bersama-sama dengan penatua-penatua memimpin jemaat

    dan menjalankan disiplin gerejawi,

    j. Bersama-sama dengan diaken-diaken melakukan pelayanan

    diakonia.

    Kalau tugas-tugas seperti di atas dapat dijalankan dengan teliti, maka

    pelayanan yang ditugaskan kepada pendeta, dalam bidang pastoral akan

    berjalan dengan baik.25

    Tugas menjadi seorang pendeta merupakan tugas yang

    mulia dan vital dalam kekristenan. Pada dasarnya peranan seorang pendeta

    adalah menjadi penggembala bagi domba-dombanya (jemaatnya), untuk

    menyadari dan juga mewujudkan iman dalam kehidupan sehari-hari. Ralph M.

    Riggs mengatakan bahwa pelayanan seorang pendeta meliputi tugas-tugas dan

    tujuan tertentu, yang paling utama adalah memberitakan firman.26

    Pelayanan

    firman merupakan sebuah pelayanan yang sangat penting karena menyangkut

    keselamatan jemaatnya. Pada masa sekarang ini seorang pendeta dituntut

    untuk tidak saja memperhatikan kehidupan rohani jemaatnya, tetapi juga

    memperhatikan kehidupan jasmani jemaat tersebut. 27

    Peranan seorang pendeta adalah untuk menolong orang-orang Kristen

    mulai menjalankan hidupnya dalam cahaya kehidupan. Peranan pendeta yang

    paling dibutuhkan adalah mengajar anggota-anggota jemaatnya cara

    menjalankan kekristenannya dengan benar. Gereja perlu menempatkan

    anggota-anggota jemaatnya dalam suasana yang penuh kasih, penerimaan dan

    pengampunan di mana mereka dapat menerima pertolongan dan

    penyembuhan bagi semua persoalan mereka. Para pendeta harus membuat

    orang-orang utuh dalam suasana itu, lalu memperlengkapi mereka dan

    kemudian melepaskan mereka untuk masuk ke dalam pelayanan rohani. 28

    25

    Dr. J.L.Ch. Abineno, jemaat (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1983), 164. 26

    Ralph M. Riggs, gembala sidang yang berhasil (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas,

    1996), 71. 27

    Reinhard J. Berhitu, peran gembala jemaat terhadap pengembangan pelayanan holistik,

    Jurnal Sekolah Tinggi Teologi Vol. 12. No. 2/2 oktober 2014, p.274. 28

    Jerry Cook dan Stanley C. Baldulin, kasih, penerimaan dan pengampunan dalam jemaat

    (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), 53.

  • 13

    Menurut Trull dan Carter pendeta memiliki peran yang unik di antara

    semua panggilan atau pekerjaan mereka. Keunikan dari seorang pendeta

    dilihat dari karakter seorang pendeta yang memiliki standar kesempurnaan

    moral pelayan yaitu integritas diri pelayan hidup utuh secara etis dan dewasa

    secara moral. 29

    Etika dan moral seperti itu menumbuhkan secara otomatis

    citra diri seorang pelayan gereja tentang panggilan pelayanan. Berkaitan

    dengan itu, maka ada dua hal penting yang perlu direfleksikan oleh pendeta.

    Yaitu, bagaimanakah seseorang memasuki pelayanan Kristen dan apakah

    pendeta harus menerima panggilan Allah, atau sekedar memilih profesi

    kependetaannya sebagai suatu pekerjaan saja, bukan untuk melayani

    jemaatnya.

    Berdasarkan hal tersebut, Trull dan Carter mengembangkannya dalam

    konteks modern saat ini bahwa profesi tidak lagi dikaitkan dengan persoalan

    moral dan kesejahteraan bersama. Melainkan telah jatuh menjadi akumulasi

    pendidikan spesialis, rasional dan cenderung teknis semata. Karena itu,

    diusulkan supaya menggabungkan berbagai definisi sosiologis dan teologis,

    supaya tidak kehilangan tanggung jawab moral etis seorang pendeta. Pendeta

    harus memuat empat unsur penting, yaitu pendidikan terspesialisasi, konsep

    tentang panggilan melayani khalayak, regulasi diri (termasuk kode etik), dan

    otonomi.30

    Dengan kata lain, profesi merupakan kombinasi pengetahuan

    teknis dan perilaku yang bertanggung jawab. Atau, berpadunya pengetahuan

    dan karakter seorang pendeta.

    Pendeta selayaknya adalah seorang profesional. Seorang profesional

    sejati seperti yang sudah dipengaruhi oleh tiga aspek yaitu: 31

    29

    Joe E. Trull dan James E. Carter, etika pelayan gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012),

    17. 30

    Joe dan James,etika,29. 31

    Richard M. Gula, Etika Pastoral: Dilengkapi dengan Kode Etik (Yogyakarta: Kanisius,

    2009), 95.

  • 14

    a. Kompetensi (Pengetahuan dan Keterampilan)

    Seorang pendeta dijadikan contoh yang memiliki kompetensi

    yang baik dalam pendidikan teologinya, kemampuan mereka

    dalam menyampaikan khotbah dan membawakan pendalaman

    alkitab dalam lingkup jemaat. Pendeta juga dapat menjalin relasi

    dengan jemaat serta Majelis Jemaat dengan baik. Seorang pendeta

    dapat membantu jemaat melihat hidup dalam cahaya iman, inilah

    yang dimaksud dengan refleksi teologis. Pendeta sudah dapat

    menyediakan refleksi teologis bagi jemaat dengan adanya sikap

    kritis dan mandiri jemaat serta ia memberikan pembinaan-

    pembinaan di gereja sebagai bekal untuk berefleksi bagi jemaat

    secara teologis. Pendeta juga masih perlu mengembangkan

    kompetensi menjadi penyedia refleksi teologis bagi jemaatnya.

    b. Independensi (Kemandirian dan Kemerdekaan)

    Aspek independensi dalam diri pendeta lebih terlihat ketika di

    dalam rapat tidak harus pendeta yang memimpin rapat tersebut. Ia

    memiliki otoritas yang dapat mempengaruhi tindakan Majelis

    Jemaatnya. Pendeta ini juga tidak bertindak sebagai operator atau

    tidak selalu menuruti apa yang menjadi kemauan Majelis Jemaat.

    Pendeta justru harus mendidik majelis dan jemaat untuk mandiri

    dan kritis terhadap kehidupan bergereja. Selain itu kemandirian

    seorang pendeta dapat terlihat melalui kemandirian di antara

    Majelis Jemaat dalam pertumbuhan kerohanian mereka. Majelis

    Jemaat dapat memberikan masukan kepada pendeta dalam

    pengambilan keputusan yang berguna bagi pembangunan jemaat.

    Pendeta dan Majelis Jemaat dapat menjadi rekan sejajar dan tidak

    perlu ada penundukan berlebihan yang tidak diperlukan antara

    keduanya oleh karena status, kedudukan, karir, kehidupan ekonomi

    dan sebagainya.

  • 15

    c. Komitmen (Moralitas dan Spiritualitas)

    Dalam hal moralitas, pendeta harus menemukan visinya kembali,

    sebab pelayanan tanpa visi hanya melahirkan rutinitas.32

    Dalam hal

    spiritualitas, pendeta perlu memperbaharui spiritualitasnya supaya

    ia pertama-tama tidak mengalami krisis akan panggilannya.

    Dengan demikian diharapkan spiritualitasnya dapat memberikan

    pengaruh pada kehidupan bergerejanya.

    Menurut Trull dan Carter pendeta memiliki peran yang unik di antara

    semua panggilan atau pekerjaan mereka. Keunikan dari seorang pendeta

    dilihat dari karakter seorang pendeta yang memiliki standar kesempurnaan

    moral pelayan yaitu integritas diri pelayan hidup utuh secara etis dan dewasa

    secara moral. 33

    Pendeta bagaimanapun, selain manusia ia juga adalah pemimpin

    spiritual. Dengan demikian, tidak lalu menjadi Allah. Ia tetap menjadi

    manusia, dirinya sendiri. Ia tetap manusia unik dengan cara berpikir khas

    kepribadiannya, tetap seperti adanya. Namun, pengaruh Roh Allah pada

    dirinya amatlah kuat. Roh Allah mengarahkan dan mengendalikan dirinya dan

    sepak terjangnya. Ia menundukan pemikiran, perasaan, kehendak, dan

    perilaku pada pengarahan Roh Allah, bukan pada insting, dorongan,

    kesenangan, kepentingan sesaat, atau pengaruh lingkungan dan desakan

    masyarakat.34

    Pendeta sebagai pemimpin spiritual perlu memberi perhatian secara

    teratur kepada pemeliharaan jiwanya. Perhatian ini dapat dilakukan dengan

    melakukan disiplin-disiplin rohani, seperti membuat catatan pribadi sebagai

    kegitan refleksi harian, menjaga keseimbangan antara bekerja dan bermain,

    memberi perhatian kepada diri sendiri seperti merawat kesehatan tubuh,

    32

    A. Naftalino,Mahasiswa Teologi Mau Kemana?: Sebuah Langkah Awal Yang

    Menentukan (Bekasi: Logos Publicizing, 2008), 54. 33

    Joe E. Trull dan James E. Carter, etika pelayan gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012),

    17. 34

    Agus M. Hardjana, Religiositas, Agama dan Spiritualitas (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 92.

  • 16

    berdoa, menerima Perjamuan Kudus, dan yang terakhir tetapi sangat penting

    adalah membaca kitab suci. Pendeta dapat melakukan disiplin-disiplin Rohani

    ini dengan keseimbangan tidak boleh berlebihan dan dengan hikmat dari

    Tuhan.35

    2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Pendeta dalam Jemaat

    Pendeta adalah seorang pemimpin jemaat, khususnya dalam hal moral

    dan spiritual. Oleh karena itu, dia harus dapat menjadi teladan bagi jemaatnya

    yang nampak dalam cara berpikir, perkataan, sikap, perilaku, dan karakternya.

    Seorang pendeta harus menyadari panggilan hidup sebagai pendeta. Kita

    mengetahui ada anggota gereja yang merasa nyaman pergi ke gereja secara

    rutin. Kita tahu di antara mereka ada tidak pernah memikirkan bagaimana

    agar gerejanya dapat bertumbuh. Mereka hanya puas dengan rutinitas yang

    mereka lalui bersama.36

    Tetapi yang lebih mengherankan lagi ada banyak

    pemimpin gereja termasuk pendeta yang merasa puas dan nyaman dengan

    keberadaan gereja mereka sekalipun mereka tidak pernah mengusahakan

    pertumbuhan gerejanya. Mereka melayani secara rutin tanpa ada tuntutan dan

    tujuan yang jelas. Hal ini tentu sangat mempengaruhi pertumbuhan gereja

    tersebut. Gereja ini tentu tidak dapat bertumbuh karena tidak ada keinginan

    dari pemimpin gereja untuk mengembangkan gereja yang dipercayakan Tuhan

    kepadanya.37

    Hubungan pemimpin gereja dengan pertumbuhan gereja amat

    erat, sebab pemimpin gereja mempunyai pengaruh yang besar terhadap

    jemaatnya.38

    Ada beberapa faktor yang mempengaruhi peran pendeta dalam

    jemaat yang dilayaninya, yaitu:

    a. Kehidupan Pribadi Pendeta (Keluarga)

    Berkaitan dengan kehidupan pribadi pelayan, paling tidak ada ada

    empat hal yang perlu diperhatikan adalah, ego, keluarga, uang, seks.

    35

    Howard Rice, Manajemen Umat: Pendeta Sebagai Pengayom, Pemimpin,

    Pembina (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2006), 158-181 36

    Wagner, Leading Your Church, 45. 37

    Keith W. Hinton, Growing Churches-Singapore Style (Singapore: OMF, 1985), 165 38

    Keith W. Hinton, Growing Churches, 165

  • 17

    Karena, keluarga merupakan faktor utama, untuk memotivasi seorang

    pendeta agar dapat menjalankan tugas pelayanannya dengan baik. Pendeta

    yang terpisah dengan kehidupan keluarga juga gampang jatuh dalam

    pelukan dan godaan seks. Inilah yang disebut sebagai counter

    transference, kebutuhan dan harapan pribadi yang belum terpenuhi.

    Pendeta dan warga jemaat bisa melakukan counter transference yang

    sama, karena kehidupan yang sepi warga jemaat memperoleh

    perlindungan dari pendeta. Dengan demikian juga kegagalan membangun

    komunikasi dalam keluarga pendeta seolah memperoleh jendela dari

    kepasrahan dan kepercayaan jemaat yang meminta konseling.39

    Di sinilah integritas menjadi hal yang sangat penting dalam

    menentukkan jalan hidup pelayan.40

    Dari urusan penampilan sampai

    urusan pasangan hidup, semuanya harus mempertimbangkan jemaat,

    sehingga pendeta perlu menyesuaikan keinginannya dengan keinginan

    jemaat. Hal ini membuat pendeta kehilangan jiwanya. Mengutamakan apa

    yang dapat dilihat publik memang dapat membuat tertutup apa yang ada

    di dalam diri pendeta. Sehingga pendeta sering menjalani kehidupan

    ganda, di mana kehidupan publik dapat bertentangan dengan kehidupan

    pribadi. Walaupun kehidupan yang satu bertentangan dengan kehidupan

    yang lain dan peran yang satu bertentangan dengan peran yang lain

    namun tetap dijalankan secara berdampingan.41

    b. Kebutuhan Ekonomi

    Trull dan Carter menjelaskan bahwa gaji yang rendah membuat

    pelayanan sulit bersungguh-sungguh terhadap panggilan mereka dan

    beralih ke profesi atau pelayanan lain. Kompensasi yang tidak memadai

    juga mengubah pelayanan, dari panggilan menjadi karir. Akibatnya

    39

    Joe E. Trull dan James E. Carter, etika pelayan gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012),

    100. 40

    Joe E. dan James E, etika, 86. 41

    David Jhonson dan Jeff Van Vonderen, kuasa terselubung dari pelecehan spiritualitas:

    mengenal dan menghindari manipulasi spiritual, dan otoritas spiritual palsu di dalam gereja (Jakarta:

    Nafiri Gabriel, 2000), 195.

  • 18

    banyak pendeta pindah ke tempat lain, mencari jemaat yang kaya, bahkan

    sebagian besar dari pendeta terpaksa melakukan pekerjaan sambilan atau

    mengandalkan pendapatan dari pasangan yang bekerja. Artinya disiplin

    anggaran, kemampuan mengelola kekurangan anggaran, dan seni

    menyeimbangkan neraca keuangan adalah ketrampilan dasar yang mesti

    dimiliki para pendeta. 42

    c. Pendeta yang berwibawa

    Selain kepribadian, kerohanian juga merupakan prinsip utama dalam

    kepemimpinan Kristen. Kemantapan rohani seorang pemimpin akan

    menghasilkan buah-buah dalam pelayanannya. Seorang pemimpin

    mungkin mengalami kekuatiran tersendiri berkaitan dengan

    kerohaniannya, hal ini dapat dilihat dan dibuktikan dalam pengertian,

    penghayatan, pengamalan prinsip-prinsip rohani dalam hidupnya, dalam

    keputusannya dan tindakannya. Pemimpin rohani ialah pemimpin Kristen

    yang berdasarkan Alkitab. Ini berarti bahwa kepemimpinannya bersumber

    pada apa yang dikatakan oleh firman Allah.43

    Menyediakan hidup bagi jemaat adalah berarti kehidupan si pelayan

    menjadi “jendela” bagi jemaat untuk memahami dan mengenali karya

    Allah dalam hidupnya. Seringkali seorang pendeta menghindari

    permasalahan seperti di atas dengan memberikan khotbah tentang sesuatu

    di luar dirinya. Padahal, khotbah seharusnya terlebih dahulu mengenai

    pada diri si pengkhotbah itu sendiri agar mengena juga pada diri jemaat.

    Memberikan hidup berarti mengabdikan seluruh hidup untuk pelayanan

    tanpa merasa khawatir terhadap kebutuhan sehari-harinya, sementara

    menyediakan hidup adalah berarti menjadikan hidupnya sebagai “jendela”

    bagi jemaat untuk mengenali dan memahami karya Allah dalam

    hidupnya.44

    42

    Joe E. Trull dan James E. Carter, etika pelayan gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012),

    99. 43

    Hinton, Growing Churches, 156. 44

    H.J.M. Nouwen, Pelayanan yang Kreatif (Yogyakarta: Kanisius, 1986), 72.

  • 19

    Menurut Wagner, setiap gereja yang dinamis dan bertumbuh, faktor

    utama yang mempengaruhi adalah peranan gembala sidangnya.

    Kemampuan dalam diri seorang pemimpin adalah penting, oleh sebab itu

    pemimpin harus terus mengembangkan kemampuannya. Sebagaimana

    sebuah bangunan mutlak memerlukan dasar dan fondasi yang kuat sesuai

    dengan besar dan bobot bangunannya, makaseorang pendeta harus

    memiliki dasar yang teguh bagi pertumbuhan gereja. Pendeta yang ingin

    bertumbuh harus merasa dipilih dan dipanggil Allah, memiliki citra diri

    yang positif, diurapi Allah serta memiliki visi.45

    III. Hasil Penelitian

    3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

    Lokasi penelitian „Tinjauan Spiritualitas Terhadap Pandangan Jemaat

    tentang Peran Pendeta‟ bertempat di GPIB Jemaat Sion – Banyumanik, Desa

    Srondol Wetan, Banyumanik, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah.

    Wilayah pelayanan Jemaat Sion membentang dari Banyumanik sampai

    Braman Timur dan Bawen, terdiri dari 4 Sektor Pelayanan dengan jumlah

    anggota jemaat sebanyak 279 Jiwa atau 103 KK, dengan jumlah laki-laki

    sebanyak 128 orang dan perempuan 151 orang, dimana 90% anggota

    jemaat adalah mereka yang berumur 50 tahun ke atas. Walaupun jemaat

    tersebut memiliki anggota jemaat yang tidak terlalu banyak namun karena

    luasnya rentang kendali pelayanan dan usia anggota jemaat yang berada

    pada kondisi fisik yang kurang baik akibat usia sehingga membutuhkan

    pendeta yang energik serta dapat melayani jemaatnya secara maksimal.

    Dari data yang diperoleh Gereja, rata-rata anggota jemaatnya memiliki

    pendidikan terakhir Diploma 3 (D3) dan mereka bekerja sebagai pegawai dan

    wiraswasta. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kehidupan ekonomi

    jemaat berada pada standar menengah ke bawah oleh karena rata-rata jemaat

    lebih banyak telah pensiun dari pekerjaan mereka. Walaupun jemaat memiliki

    standar ekonomi yang cukup, mereka masih mampu memberikan perhatian

    45

    Wagner, Leading Your Church, 29-30

  • 20

    yang baik bagi pendeta yang melayani mereka, agar pendeta jemaat tersebut

    boleh memperoleh tunjangan hidup yang baik di dalam memenuhi kebutuhan

    sehari-hari, dan hal ini kemudian menjadi harapan jemaat agar sekiranya

    pendeta yang melayani mereka boleh memiliki semangat dan motivasi untuk

    meningkatkan pelayanannya di dalam Gereja.

    3.2 Temuan Hasil Penelitian

    Menurut bapak Ferry Lumentut, beliau telah ditahbiskan menjadi majelis

    jemaat sejak tahun 2000, dan sudah empat periode beliau bersama-sama

    dengan para pendeta yang melayani di jemaat kami. Menurut beliau setiap

    pendeta mempunyai karakter, kemampuan dan perilaku yang berbeda-beda.

    Dengan demikian, pendeta A walaupun masih muda tetapi memiliki

    pandangan ke depan yang bagus, memiliki prinsip yang baik, dan tidak

    toleran untuk memiliki perilaku yang tidak baik. Dalam pelayanan ia

    membina umat dengan baik, dan dalam pandangan saya, pendeta A telah

    berhasil menjalankan tugas pelayanannya dengan baik serta telah memiliki

    prinsip membangun kehidupan jemaat kedepannya dengan baik. Pendeta B

    memiliki karakter yang berbeda, karena adanya campur tangan dari

    keluarganya. Sehingga pelayanan dari pendeta B tidak berjalan semaksimal

    mungkin. Seringkali hubungan majelis dan pendeta tersebut tidak maksimal

    karena terlalu banyak campur tangan dari keluarga yang mengatur

    kepemimpinan pendeta tersebut. Saran bapak Ferry ketika telah diutus

    melayani di jemaat-jemaat, sebaiknya pendeta tersebut harus melayani dengan

    baik. Walaupun Jemaat yang dilayani kecil dan sedang berkembang, pendeta

    tersebut harus memiliki prinsip pelayanan yang baik, sehingga jemaat yang

    dilayani juga merasakan kasih Allah melalui pelayanan para pendeta.46

    Jemaat

    Sion memiliki geografis yang sangat luas, dari sekitar Banyumanik Sampai

    Braman Timur dan Bawen. Dengan demikian mobilitas tidak akan maksimal,

    dan pelayanan pun akan tidak maksimal karena tidak ditopang dengan

    kesehatan pendeta. Mobilitas yang bagus dapat merangkul segala pelayanan

    46

    Wawancara dengan Bpk Ferry Lumentut, 19 Agustus 2016, pukul 21 : 41 WIB

  • 21

    pendeta di dalam jemaat. Walaupun ketua majelis jemaat (pendeta jemaat)

    masih muda, tetapi memiliki semangat untuk membangun jemaat, maka

    semua dapat berjalan dengan baik, dalam bentuk fisik maupun mentalnya.

    Dengan demikian kinerja pendeta akan terlihat hidup di mata jemaat. Campur

    tangan pendeta juga sangat dibutuhkan oleh suatu jemaat untuk

    mengembangkan dan membantu proses pembangunan suatu gedung gereja.47

    Ada pula pendeta yang berisik sekali, agresif dengan jemaat dan kurang

    menerima suatu keputusan-keputusan dari jemaat. Oleh karena itu, di dalam

    jemaat adanya pro dan kontra dengan pendeta mereka. Dalam keputusan

    persidangan atau sidang majelis jemaat telah memutuskan hal-hal sedemikian,

    akan tetapi pendeta menjalankannya tidak sejalan dengan hasil keputusan

    sidang jemaat. Program-program bisa dijalankan tetapi, ketika pendeta tidak

    memahami konteks jemaat, maka tidak akan berjalan dengan baik. Dengan

    demikian apa yang mau diterapkan dan dikembangkan oleh pendeta harus

    benar-benar dapat dijalankan dengan baik. Dengan demikian, tidak

    menimbulkan pro dan kontra dengan jemaat.48

    Jemaat juga tidak bisa menilai

    suatu pendeta itu sama, akan tetapi dalam hal pelayanan semua pendeta itu

    sama, karena mereka memiliki fungsi dan tugas pelayanan yang sama di

    dalam jemaat. Dalam tata gereja GPIB semua pendeta ditugaskan oleh majelis

    sinode dengan tugas yang sama. Akan tetapi tidak semua tugas pendeta dapat

    diperankan sama di dalam jemaat, karena tidak semua jemaat memiliki

    karakter yang sama. Oleh sebab itu, pendeta harus pintar melihat kondisi

    jemaatnya, pendeta juga harus merangkul semua jemaatnya. Sehingga

    jemaatnya tidak terpecah antara satu dengan yang lainnya. Dengan demikian,

    spiritualitas pendeta harus betul-betul menguasai citra diri pelayan. Karena

    bagi jemaat pendeta adalah manusia yang memiliki talenta dan kemampuan

    dalam bidang apapun. Jadi spiritualitas pendeta tergantung oleh IQ-nya

    47

    Wawancara dengan Bpk Ferry Lumentut, 19 Agustus 2016, pukul 21 : 41 WIB 48

    Wawancara dengan Bpk Ferry Lumentut, 19 Agustus 2016, pukul 21 : 41 WIB

  • 22

    pendeta. Spiritualitas memompa pelayanan pendeta selama ini untuk memiliki

    kemampuan di dalam jemaat. 49

    Menurut bapak Riles Wattimena, pendeta dalam pemahaman GPIB adalah

    ketua majelis jemaat (KMJ) yang menjadi figur, contoh terhadap jemaatnya.

    Apa yang diperlakukan oleh pendeta akan diikuti oleh jemaatnya, karena

    perbuatan lebih banyak didengar dibandingkan perkataan. Pendeta juga

    bagaikan ikan di dalam akuarium, semua orang memandang dan menilai apa

    yang dilakukan mereka dalam akuarium tersebut. Jemaat juga akan

    mengaminkan apa yang di katakan pendetanya di mimbar melalui tingkah

    lakunya. 50

    GPIB adalah gereja multi suku, sehingga dibutuhkan pendeta

    memiliki figur yang kuat. Seorang pendeta harus banyak baca buku-buku

    psikolog, spiritualitas, dan mendengarkan perkembangan berita untuk

    membantu perkembangan spiritualitasnya. Pengalaman perjalanan pendeta

    yang mutasi dari satu jemaat ke jemaat yang lain menumbuhkan

    pengalamannya dalam menjadi KMJ. Setelah diteguhkan menjadi pendeta,

    kemudian menjadi pelayan pertama dalam suatu jemaat, pendeta tersebut

    harus menyesuaikan dirinya, karena pendeta yang masih muda sering egois

    dan banyak konflik yang terjadi. Pendeta laki-laki sering dinilai oleh jemaat

    lebih baik dibandingkan pendeta perempuan. Karena laki-laki rasional dan

    perempuan selalu terbawa perasaannya. Menurut bapak Riles, semua itu

    kembali pada karakter individu sejak lahiriah, karena ada orang yang mau

    mengalah dan juga tidak mau mengalah. 51

    Menurut ibu Christin Esau, pendeta adalah hakiki dalam jemaat, artinya

    kita berbuat sesuatu benar-benar harus dilihat dari jemaat yang benar

    menyerahkan dirinya untuk Tuhan. Ketika pendeta berbalik dari jemaat akan

    mempengaruhi jemaat tersebut. Jemaat dihadapi dengan berbagai ragam

    macam suku daerah dan rasio yang berbeda. Tindakan hamba Tuhan harus

    tulus, jangan berpikir jemaat akan selalu mendengarkan pendetanya. Pendeta

    49

    Wawancara dengan Bpk Ferry Lumentut, 19 Agustus 2016, pukul 21 : 41 WIB 50

    Wawancara dengan Bpk Riles Wattimena, 19 Agustus 2016, pukul 21 : 51 WIB 51

    Wawancara dengan Bpk Riles Wattimena, 19 Agustus 2016, pukul 21 : 51 WIB

  • 23

    harus tetap ramah, tetap tersenyum, bersabar dalam segala hal. Pendeta dapat

    menyapa jemaatnya lebih dahulu, karena ada kenyataan bahwa pendeta tidak

    menyapa jemaat terlebih dahulu. Apa yang dilakukan oleh pendeta itu telah

    menunjukkan firman kepada jemaat, pendeta juga harus meneladani yang

    Tuhan kehendaki. Pendeta merupakan manusia biasa, tetapi status pendeta di

    mata Tuhan dan jemaat untuk melayani sesama bukan untuk memerintah

    jemaat.52

    Spiritualitas seorang pendeta harus semangat, spiritnya harus kuat

    dalam mengunjungi jemaat. Maksud dari kunjungan ke rumah-rumah jemaat

    untuk pergembalaan dan mengetahui latar belakang kondisi jemaat. Pendeta

    jemaat harus tahu bahwa ketika ia diutus untuk menjadi seorang pendeta,

    bukan hanya soal naik mimbar, melainkan mengunjungi jemaatnya juga.

    Perkunjungan ke rumah-rumah jemaat bukan pada saat jemaat tersebut sakit

    dan mengalami kedukaan, tetapi saat berulang tahun seorang pendeta harus

    mengingatnya dan mengunjungi jemaatnya. Karena setiap manusia terbatasi

    oleh suku dan ras, dan tuntutan jemaat terhadap pelayanan pendeta semakin

    banyak, sehingga iman pendeta harus kuat, kalau imannya teguh maka dapat

    ikut arus dengan baik. Kadang kalanya pendeta juga disuap oleh jemaat, dan

    dibicarakan hal-hal yang tidak baik. Seorang pendeta harus memiliki prinsip

    untuk melayani semua umat Tuhan, bukan untuk orang-orang yang tertentu. 53

    Menurut kak Oni Sipalsulta, pendeta adalah wakil Tuhan di jemaat, dalam

    artiannya menjadi wakil Tuhan di jemaat dapat melindungi jemaat-jemaatnya.

    Di GPIB jemaat Sion sebagian jemaat kami 90% adalah kaum lansia dan 10%

    adalah kaum dewasa sampai anak-anak. Dengan demikian bagi kaum lansia

    mereka sangat membutuhkan pendeta yang selalu mendampingi mereka.

    Pendeta jemaat kami, ketika mutasi ke jemaat Sion hal pertama yang

    dilakukan adalah mengunjungi rumah-rumah jemaatnya. Hal ini sangat

    disukai oleh jemaat Sion, Banyumanik karena bagi mereka spiritualitas

    seorang pelayan dilihat ketika mereka dapat akur dan menyatu dengan

    52

    Wawancara oleh Ny. Christin Esau, 19 Agustus 2016, pukul 22 : 14 WIB 53

    Wawancara dengan Ny. Christin Esau, 19 Agustus 2016, pukul 22 : 14 WIB

  • 24

    jemaatnya melalui perkunjungan pendeta di rumah-rumah jemaat. Pendeta

    yang baik juga mengetahui aturan-aturan sinode dan menerapkannya dalam

    suatu jemaat, sehingga jemaat kami dapat berjalan dengan baik sesuai dengan

    aturan gereja GPIB. 54

    Dari hasil penelitian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa karakter

    pendeta berbeda-beda, oleh sebab itu jemaat membutuhkan pendeta yang

    memiliki prinsip pelayanan yang kuat, agar pelayanannya dapat berjalan

    dengan maksimal, jemaat juga membutuhkan pendeta yang memiliki latar

    belakang keluarga yang baik, agar kepemimpinan seorang pendeta tidak

    dipengaruhi oleh keluarganya. Pendeta bagaikan ikan dalam akuarium, oleh

    sebab itu segala peran yang dimainkan oleh pendeta dalam jemaat dapat

    dilihat dan dinilai secara langsung oleh jemaat yang dilayaninya. Spiritualitas

    pendeta juga harus kuat, agar dapat menopang jemaat keluar dari setiap

    persoalan hidup mereka.

    IV. Analisa dan Pembahasan

    a. Pendeta sebagai Konselor

    Pendeta sebagai konselor bagi jemaatnya harus pintar melihat kondisi

    jemaatnya, pendeta juga harus merangkul semua jemaatnya. Dengan demikian

    jemaatnya tidak terpecah antara satu dengan yang lainnya. Spiritualitas

    pendeta harus betul-betul menguasai citra diri pelayan. Stoyles memahami

    spiritualitas sebagai kapasitas dan keunikan, yang mendorong seseorang untuk

    bergerak melampaui diri sendiri mencari makna dan menyatu dalam

    keterhubungan dengan dunia kehidupan nyata.55

    Dengan kata lain,

    spiritualitas adalah mencari dan mengenali hubungan pribadi antara diri dan

    orang lain, dan menganggap hubungan ini sebagai ungkapan gerakan keluar

    dari batin dan diri sendiri untuk mencari makna dalam realitas kehidupan

    (pengalaman transenden). Menurut ibu Christin, tindakan hamba Tuhan harus

    54

    Wawancara dengan kakak Oni Sipasulta, 19 Agustus 2016, pukul 22:25 WIB 55 Stanford Stoyles dan Caputi Keating, A Measure of Spirituaal Sensitivity for Children,

    International Journal of Children‟s Spirituality. Vol. 17, No. 3 2012, 203-215.

  • 25

    tulus, jangan berpikir jemaat akan selalu mendengarkan pendetanya. Pendeta

    harus tetap ramah, tetap tersenyum, bersabar dalam segala hal. Pendeta dapat

    menyapa jemaatnya lebih dahulu, karena ada kenyataan bahwa pendeta tidak

    menyapa jemaat terlebih dahulu. Apa yang dilakukan oleh pendeta itu telah

    menunjukkan firman kepada jemaat, pendeta juga harus meneladani yang

    Tuhan kehendaki. Pendeta merupakan manusia biasa, tetapi status pendeta di

    mata Tuhan dan jemaat untuk melayani sesama bukan untuk memerintah

    jemaat.56

    Maksud dari kunjungi ke rumah-rumah jemaat untuk pergembalaan

    dan mengetahui latar belakang kondisi jemaat. Pendeta jemaat harus tahu

    bahwa ketika ia diutus untuk menjadi seorang pendeta, bukan hanya soal naik

    mimbar, melainkan mengunjungi jemaatnya juga. Perkunjungan ke rumah-

    rumah jemaat bukan pada saat jemaat tersebut sakit dan mengalami kedukaan,

    tetapi saat berulang tahun seorang pendeta harus mengingatnya dan

    mengunjungi jemaatnya.57

    b. Pendeta Sebagai Pengkhotbah

    Pendeta sebagai pengkhotbah yaitu menurut pemahaman bapak Riles,

    selaku pemimpin jemaat, pendeta yang dapat membawakan khotbah dengan

    baik, maka perilakunya juga dapat ditunjukkan dengan baik. Pendeta juga

    bagaikan ikan di dalam akuarium, semua orang memandang dan menilai apa

    yang dilakukan mereka dalam akuarium tersebut. Jemaat juga akan

    mengaminkan apa yang dikatakan pendetanya di mimbar melalui tingkah

    lakunya.Seperti yang dikatakan Trull dan Carter pendeta memiliki peran yang

    unik di antara semua panggilan atau pekerjaan mereka. Keunikan dari seorang

    pendeta dilihat dari karakter seorang pendeta yang memiliki standar

    kesempurnaan moral pelayan yaitu integritas diri pelayan hidup utuh secara

    etis dan dewasa secara moral. 58

    56

    Wawancara oleh Ny. Christin Esau, 19 Agustus 2016, pukul 22 : 14 WIB 57

    Wawancara dengan Ny. Christin Esau, 19 Agustus 2016, pukul 22 : 14 WIB 58

    Joe E. Trull dan James E. Carter, etika pelayan gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012),

    17.

  • 26

    c. Pendeta Sebagai Manajemen

    Dalam bidang manajemen dan kepemimpinan, menurut bapak Ferry setiap

    pendeta mempunyai karakter, kemampuan dan perilaku yang berbeda-beda.

    Dengan demikian, pendeta A walaupun masih muda tetapi memiliki

    pandangan kedepan yang bagus, memiliki prinsip yang baik, dan pantang

    untuk memiliki perilaku yang tidak baik. Pendeta B memiliki karakter yang

    berbeda, karena adanya campur tangan dari keluarganya. Dengan demikian

    pelayanan dari pendeta B tidak berjalan dengan semaksimal mungkin,

    Terkadang hubungan majelis dan pendeta tersebut tidak maksimal karena

    terlalu banyak campur tangan dari keluarga yang mengatur kepemimpinan

    pendeta tersebut. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Trull dan Carter

    mengenai gaji seorang pendeta. Mereka berpendapat bahwa jika gaji seorang

    pendeta rendah maka secara otomatis keuangan mereka tidak baik, sehingga

    hal ini menyebabkan beberapa anggota keluarga ikut campur di dalam

    pelayanan pendeta tersebut. Dan hal ini ternyata tidak menyenangkan hati

    jemaat. Saran saya ketika telah diutus melayani di jemaat-jemaat, sebaiknya

    pendeta tersebut harus melayani dengan baik. Walaupun Jemaat yang dilayani

    kecil dan sedang berkembang, pendeta tersebut harus memiliki prinsip

    pelayanan yang baik, sehingga jemaat yang dilayani juga merasakan kasih

    Allah melalui pelayanan para pendeta. 59

    Ada pula pendeta yang berisik sekali, agresif dengan jemaat dan kurang

    menerima suatu keputusan-keputusan dari jemaat. Dalam keputusan

    persidangan atau sidang majelis jemaat telah Memutuskan hal-hal sedemikian,

    akan tetapi pendeta menjalankannya tidak sejalan dengan hasil keputusan

    sidang jemaat. Program-program bisa dijalankan tetapi, ketika pendeta tidak

    memahami konteks jemaat, maka tidak akan berjalan dengan baik. Dengan

    demikian apa yang mau diterapkan dan dikembangkan oleh pendeta harus

    59

    Wawancara dengan Bpk Ferry Lumentut, 19 Agustus 2016, pukul 21 : 41 WIB

  • 27

    benar-benar dapat dijalankan dengan baik. Sehingga tidak menimbulkan pro

    dan kontra antar jemaat.60

    Menurut bapak Riles Wattimena, pendeta dalam pemahaman GPIB adalah

    ketua majelis jemaat (KMJ) yang menjadi figur, contoh terhadap jemaatnya.

    Apa yang diperlakukan oleh pendeta akan diikuti oleh jemaatnya, karena

    perbuatan lebih banyak didengar dibandingkan perkataan.61

    Setelah

    diteguhkan menjadi pendeta, kemudian menjadi pelayan pertama dalam suatu

    jemaat, pendeta tersebut harus menyesuaikan dirinya, karena pendeta yang

    masih muda sering egois dan banyak konflik yang terjadi. Pendeta laki-laki

    sering dinilai oleh jemaat lebih baik dibandingkan pendeta perempuan.

    Karena laki-laki rasional dan perempuan selalu terbawa perasaannya.62

    Kerinduan jemaat akan kehangatan persekutuan, suasana saling

    memperhatikan dan mendampingi pergumulan hidup tidak mampu dijawab

    oleh pendeta. Kita sibuk untuk menyelesaikan tugas-tugas rutin yang tak

    habis-habisnya. Kita berusaha sekuat tenaga agar diri kita tampak berguna dan

    diperhitungkan oleh semakin banyak orang. Bila beberapa tugas dari pendeta

    tersentuh oleh jemaatnya, bagaimanapun pendeta tetap melakukan tugasnya

    dengan baik. Oleh karena itu seorang pendeta jemaat harus berani mengakui

    keringkihan dan menjadi pemimpin dalam gereja yang tidak dapat

    menawarkan apa-apa kecuali dirinya sendiri yang ringkih. Dalam

    perkembangan zaman yang mempengaruhi kepemimpinannya pada kekuasaan

    akan cenderung mempertahankan kedudukan dan menolak suara kritis yang

    berbeda. Padahal sebenarnya, sikap kritis jemaat adalah tanda kesediaan untuk

    merasa memiliki gereja dan memikirkan yang terbaik. Sikap kritis itu

    seharusnya didengar, diterima, dan dikelola oleh pendeta jemaat, agar dapat

    60

    Wawancara dengan Bpk Ferry Lumentut, 19 Agustus 2016, pukul 21:41 WIB 61

    Wawancara dengan Bpk Riles Wattimena, 19 Agustus 2016, pukul 21:51 WIB 62

    Wawancara dengan Bpk Riles Wattimena, 19 Agustus 2016, pukul 21:51 WIB

  • 28

    menumbuhkan semangat partisipasi dan regenerasi dalam kepemimpinan

    gereja.63

    V. Penutup

    5.1 Kesimpulan

    Setelah mengadakan penelitian di GPIB jemaat Sion Banyumanik dan

    menganalisis data, penulis dapat mengetahui tentang bagaimana pandangan jemaat

    tentang peranan pendeta. Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan maka

    penulis dapat menyimpulkan, bahwa pendeta bagaikan ikan di dalam akuarium yang

    selalu diamati oleh jemaatnya, dan jemaat selalu menilai kinerja pendeta dengan teliti.

    Dengan demikian, pekerjaan sebagai seorang pendeta memang dapat menimbulkan

    ambiguitas moral. Ambiguitas sering terjadi ketika pendeta harus menempatkan diri

    antara posisi yang satu dan posisi yang lain antara peran yang satu dan peran yang

    lain dalam kehidupannya. Fokus pada melayani jemaat seringkali membuat pendeta

    menjadi mesin yang bekerja tanpa mengenal waktu untuk menyendiri serta tidak

    sempat menyegarkan kembali jiwanya terhadap panggilan Tuhan (pertumbuhan

    spiritualitas). Namun fokus pada diri sendiri menyebabkan pendeta terlihat egois dan

    kehilangan kewibawaan sebagai pemimpin yang diteladani.

    Menjadi seorang pendeta, maka sudah seharusnya ia lebih memperhatikan

    pelayanannya dan jemaat/gereja bahkan masyarakat yang dilayaninya. Seorang

    pendeta, selain mempunyai fungsi sebagai pelayan juga mempunyai fungsi sebagai

    pemimpin/gembala. Seorang pemimpin pada umumnya akan cenderung

    menggunakan kekuasaannya untuk menguasai atau menekan pihak yang dikuasainya,

    apalagi jika jabatan kepemimpinan tersebut sudah disahkan berdasarkan paham

    tertentu. Akan tetapi, bukan pola kepemimpinan seperti ini yang seharusnya ada di

    dalam gereja. Pendeta adalah pemimpin bukanlah dalam artian pemimpin kekuasaan,

    melainkan dalam artian relasional (organisme). Berdasarkan hal tersebut, maka

    seorang pemimpin adalah penghubung bagi semua jemaatnya. Sementara itu,

    kekuasaan yang dimiliki oleh seorang pendeta bukanlah untuk menguasai, melainkan

    63

    Pdt. Widi Artanto, spiritualitas pelayanan: perjumpaan dengan Allah dan sesama dalam

    pelayan, spiritualitas, dan pelayanan (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 2012), 7-24.

  • 29

    untuk menjalin relasi. Dengan demikian, “Pelayanan yang memberikan dan

    menyediakan hidup, yang lebih melihat manusianya daripada institusi, yang

    menjadikan hidupnya sebagai “jendela” bagi jemaat untuk memahami karya Allah,

    yang menjadikan kepemimpinannya sebagai pelayanan, dan yang menyadari bahwa

    pelayanannya adalah suatu anugerah dari Tuhan dalam hidupnya.”

    5.2 Saran

    Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, maka

    terdapat yang mungkin dapat dipakai dan dilihat kembali fungsi pendeta

    dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab bergereja dan pandangan

    jemaat terhadap peranan pendeta di GPIB jemaat Sion Banyumanik.

    1. Pendeta harus lebih peka dengan keadaan jemaatnya, seorang pendeta

    perlu memperhatikan dirinya terlebih dahulu.

    2. Jemaat harus diberikan pemahaman tentang peranan pendeta dan aturan

    pendeta di dalam jemaat. Dengan demikian jemaat dapat mengerti kinerja

    pendeta dengan baik.

    3. Para pendeta muda, perlu mengurangi sikap keegoisannya, dan dapat

    bekerja sama dengan jemaat tersebut, pendeta juga harus bijak dalam

    menjalankan tugasnya sebagai seorang pemimpin gereja. Agar segala

    sesuatu yang diinginkan oleh jemaat dapat berjalan dengan baik.

    4. Pendeta dapat mengembangkan spiritualitasnya, agar pendeta tidak lalai

    dalam menjalankan visi dan misi gereja, serta pendeta juga dapat

    menjalankan tugasnya dengan semaksimal mungkin.

    5. Diharapkan dengan penelitan ini, pendeta dapat memainkan perannya

    dengan baik, berdasarkan tuntutan-tuntan jemaat pada zaman ini. agar

    relasi antara pendeta dengan jemaatnya dapat berjalan dengan baik.

    6. Bagi peneliti selanjutnya apabila peneliti ingin meneliti mengenai

    pandangan jemaat terhadap peranan pendeta dengan menggunakan metode

    yang sama diharapkan dapat menambah jumlah anggota jemaat untuk

    diwawancarai.

  • 30

    Daftar Pustaka

    A. Jurnal

    Berhitu, Reinhard J. peran gembala jemaat terhadap pengembangan pelayanan

    holistik. Jurnal Sekolah Tinggi Teologi Vol. 12. No. 2/2 oktober 2014, p.273

    Cu, Nicu Dumitras. The Lord‟s Prayer in Eastern Spirituality. Dialog: A Journal of

    Theology , Volume 52, Number 4, Winter 2013, December

    Hense, Elisabeth. reflection on “conceptual definition and empirical validation of the

    spiritual sensitivity scale. journal Radboud University Nijmegen. Vol 19, No. 1,

    63-74

    Jr, Charles R. Seitz. Utilizing a Spiritual Disciplines Framework for Faith Integration

    in Social Work: A Competency-Based Model. Journal of the North American

    Association of Christians in Social Work. Vol. 41, No. 4 (2014), 334-354

    Kozasa, Elisa. Measuring a Journey without Goal: Meditation, Spirituality, and

    Physiology. Hindawi Publishing Corporation BioMed Research International

    Volume 2015, Article ID 891671, 8 pages

    Krauss Stephen Hood Jr., Ralph W, ”Religion, Spirituality, Conduct of life: Manners

    Customs” International Series in the Psychology of religion. Vol 16, 8-9, 2013.

    Mulholland, M. Robert. Spiritual Formation in Christ and Mission With Christ.

    Journal of Spiritual Formation 6c Soul Care. 2013, Vol. 6, No. 1, 11-17

    Stoyles., Stanford., Caputi., Keating. (2012). A Measure of Spirituaal Sensitivity for

    Children. International Journal of Children’s Spirituality. Vol. 17, No. 3, 203-

    215.

  • 31

    Subardjo, Mario Tomi. spiritual worldliness: sebagai ancaman besar gereja sepanjang

    zaman. jurnal teologi, Volume 04, Nomor 01, Mei 2015: 73-87

    van der Merwe, Dirk. Old Testament spirituality in the gospel of John. 189 Kotie

    Ave, Murrayfield 0184, South Africa. Verbum et Ecclesia 35(1), Art. #837, 9

    pages. http://dx.doi.org/10.4102/ve.v35i1.837

    B. Buku

    Abineno, Dr. J. L. Ch. (1983). Jemaat. Jakarta: BPK, Gunung Mulia

    Faisal Sanapinah. (2003). Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: PT RajaGrafindo

    Persada

    Gula. Richard M. (2009). Etika Pastoral. Yogyakarta: Kanisius

    Ismail Andar. (2003) Mulai dari Musa dan Segala Nabi. Jakarta: BPK Gunung Mulia

    Ismail. Andar. (2003). Awam dan Pendeta. Jakarta: BPK Gunung Mulia

    Koentjaraningrat. (1997). Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia

    Pusta Utama

    Leigh, Ronald W. (2002). Melayani dengan Efektif: 34 prinsip pelayanan bagi

    pendeta dan kaum awam. Jakarta: Gunung Mulia

    McGrath. Alister E. (2007). Spiritualitas Kristen. Medan: Bina Media Perintis

    Ongirwalu, Hendrik. (2007). Berteologi dengan Spirit dan Nalar. Jakarta: STT Jakarta

    Prijosaksono & Erningpraja. (2003). Spiritualitas dan Kualitas Hidup. Jakarta:

    Elexmedia Komputindo (Gramedia Group)

    http://dx.doi.org/10.4102/ve.v35i1.837

  • 32

    Retnowati. Handout, Teologi Kepemimpinan dan Manajemen. Salatiga: Fak. Teologi

    UKSW

    Rice, Howard. Manajemen Umat: Pendeta Sebagai Pengayom, Pemimpin,

    Pembina. Bandung: Yayasan Kalam Hidup

    Riggs, Ralph M. (1996) Gembala Sidang yang Berhasil. Malang: Yayasan Penerbit

    Gandum Mas

    Sendjaya. (2004). Kepemimpinan Kristen. Yogyakarta: Kairos Books

    Sitompul, Einar M. (2014). Perjalanan Surat Muatan. Jakarta: UPI STT Jakarta

    Stark, Rodney & Glock, Charles. (1970). American Piety: the Nature of Religious

    Commitment, Berkeley, Los Angeles & London: University of California Press.

    Trull dan Carter. (2012) Etika Pelayan Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia

    Walz, Edgar. (2011). Bagaimana Mengelola Gereja Anda: pedoman bagi pendeta

    dan pengurus awam. Jakarta: Gunung Mulia

    Wagner, Leading Your Church

    Yang, Liem Khiem. (2007). Menghayati Kalam dalam Hening. Jakarta: Lembaga

    Alkitab Indonesia.