TINJAUAN PUSTAKA Komposisi Atmosfer Atmosfer merupakan lingkungan fisik dimana manusia dan organisme lain hidup di permukaan bumi. Tanpa kehadiran atmosfer di atas permukaan bumi ini, tidak mungkin ada kehidupan di bumi. Fungsi utama atmosfer dalam menopang kehidupan di permukaan bumi adalah untuk mencegah pemanasan dan pendinginan permukaan bumi yang berlebihan dan menyediakan gas-gas tertentu bagi organisme. Atmosfer dengan susunan atau komposisi gas-gas yang ada di dalamnya secara alamiah mampu melakukan kedua fungsi tersebut. Perubahan kandungan gas-gas tertentu di atmosfer menyebabkan terganggunya kedua fungsi atmosfer tersebut yang menyebabkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia. Pencemaran udara terutama dari industri dan kendaraan bermotor apabila tidak dikendalikan dapat menurunkan fungsi atmosfer tersebut. Untuk menilai apakah udara sudah mengalami pencemaran udara dan tingkat pencemarannya, maka perlu pengetahuan mengenai komposisi atmosfer. Udara adalah suatu campuran beberapa jenis gas, bukan merupakan senyawa kimia. Seperti terdapat pada Tabel 1, empat macam gas terbanyak di udara adalah: nitrogen (78,08%), oksigen (20,94%), argon (0,90%) dan karbondioksida (0,03%). Keempat gas tersebut meliputi 99,99% dari volume udara kering, dan karbondioksida bervariasi volumenya. Disamping keempat gas tersebut, udara mengandung gas-gas lain dalam jumlah yang sangat kecil, diantaranya ada yang merupakan pencemar udara yaitu: NH 3 , SO 2 , CO dan H 2 S. Selain mengandung gas, di atmosfer juga terdapat aerosol, salah satu diantaranya adalah debu, yang sangat bervariasi menurut waktu dan tempat. 13
40
Embed
TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · termasuk jarak dari sumber pencemar, topografi, ketinggian dari permukaan laut, jenis pencemar udara, hujan, radiasi matahari, serta arah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TINJAUAN PUSTAKA
Komposisi Atmosfer
Atmosfer merupakan lingkungan fisik dimana manusia dan organisme lain
hidup di permukaan bumi. Tanpa kehadiran atmosfer di atas permukaan bumi ini,
tidak mungkin ada kehidupan di bumi. Fungsi utama atmosfer dalam menopang
kehidupan di permukaan bumi adalah untuk mencegah pemanasan dan
pendinginan permukaan bumi yang berlebihan dan menyediakan gas-gas tertentu
bagi organisme.
Atmosfer dengan susunan atau komposisi gas-gas yang ada di dalamnya
secara alamiah mampu melakukan kedua fungsi tersebut. Perubahan kandungan
gas-gas tertentu di atmosfer menyebabkan terganggunya kedua fungsi atmosfer
tersebut yang menyebabkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan
manusia. Pencemaran udara terutama dari industri dan kendaraan bermotor
apabila tidak dikendalikan dapat menurunkan fungsi atmosfer tersebut. Untuk
menilai apakah udara sudah mengalami pencemaran udara dan tingkat
pencemarannya, maka perlu pengetahuan mengenai komposisi atmosfer.
Udara adalah suatu campuran beberapa jenis gas, bukan merupakan
senyawa kimia. Seperti terdapat pada Tabel 1, empat macam gas terbanyak di
udara adalah: nitrogen (78,08%), oksigen (20,94%), argon (0,90%) dan
karbondioksida (0,03%). Keempat gas tersebut meliputi 99,99% dari volume
udara kering, dan karbondioksida bervariasi volumenya. Disamping keempat gas
tersebut, udara mengandung gas-gas lain dalam jumlah yang sangat kecil,
diantaranya ada yang merupakan pencemar udara yaitu: NH3, SO2, CO dan H2S.
Selain mengandung gas, di atmosfer juga terdapat aerosol, salah satu diantaranya
adalah debu, yang sangat bervariasi menurut waktu dan tempat.
13
14
Tabel 1. Susunan Gas di Atmosfer pada Suhu dan
Tekanan Udara Baku
Jenis Gas
Simbol
Volume (%)A
Kandungan dalam µg/ Nm3
B C
Nitrogen N2 78,80 9,75 x 108
Oksigen 02 20,94 2,99 x 108
Argon Ar 0,93 1,60 x 107
Karbondioksida C O 2 0,03 5,90 x 105
Neon Ne 1,60 x 107
Helium He 920
Kripton Kr 4.100
Hidrogen H 26 -90
Ozon O3 10-15
Metana CH4 1.080
Oksida nitrogen NOx 0-6
Sulfur dioksida SO2 2-50
Amonia NH3 0-15
Karbon monoksida CO 130
Hidrogen sulfida H2S 3 – 30 Sumber : A : Barry and Chorley (1968). B : Gordon et al. (1998), sampai ketinggian 25 km. C : Bowen (1979), sampai ketinggian 100 m, suhu baku 25 ° C , tekanan udara baku 1
atmosfer.
Pencemaran Udara
Pencemaran dan kerusakan ekosistem udara dewasa ini merupakan
masalah yang bersifat internasional, karena pengaruhnya sangat merugikan bagi
kepentingan masyarakat secara umum, dan terhadap kelangsungan hidup manusia,
hewan maupun tumbuh–tumbuhan. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.Kep.02/Men-KLH/1988, yang
15
dimaksudkan dengan pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi dan komponen lain ke udara atau berubahnya tatanan
udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara turun
hingga ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak
dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Menurut Harahap (2003), udara bersih yang dihirup manusia dan hewan
merupakan gas yang tidak tampak, tidak berbau, tidak berwarna atau berasa.
Meskipun demikian udara yang benar–benar bersih sulit didapatkan terutama di
kota besar yang berlalulintas yang padat. Udara yang mengandung zat pencemar
dalam hal ini disebut udara tercemar. Udara yang tercemar tersebut dapat merusak
lingkungan dan kehidupan manusia. Kerusakan lingkungan berarti berkurangnya
daya dukung alam terhadap kehidupan yang pada gilirannya akan mengurangi
kualitas hidup manusia secara keseluruhan. Keadaan ini sejalan dengan domain
triaspek pembangunan berkelanjutan yaitu rusaknya suatu ekologi akan
membebani sosial ekonomi masyarakat setempat.
Sedangkan Camp dan Dougherty (1991), memberikan definisi bahwa
sumberdaya alam merupakan obyek-obyek, bahan, kreativitas atau energi yang
terdapat di alam dan dapat digunakan untuk manusia. Kehadiran suatu bahan
kimia di suatu tempat yang tidak tepat atau pada konsentrasi yang tidak tepat,
maka bahan kimia tersebut disebut "pencemar" (Welburn 1990). Jadi ada dimensi
ruang atau tempat dan dimensi konsentrasi yang harus diperhatikan untuk
menyatakan adanya pencemaran. Dimensi tempat berhubungan dengan
keberadaan organisme khususnya manusia. Suatu bahan kimia bukan merupakan
bahan pencemar apabila terdapat di udara dalam hutan yang jauh dari pemukiman,
namun apabila bahan kimia ini hadir di permukiman, maka bahan kimia tersebut
disebut pencemar udara. Dimensi kedua untuk menyatakan suatu bahan kimia
yang hadir di udara merupakan pencemar atau bukan adalah konsentrasinya. HaI
ini didasarkan pada kenyataan bahwa :
16
1. Bahan kimia tertentu khususnya gas secara alami sudah terdapat di
atmosfer.
2. Kegiatan pembangunan khususnya bidang industri dan transportasi mau
tidak mau menghasilkan bahan atau gas pencemar udara. Usaha yang
dilakukan adalah menekan atau mengendalikan bahan atau gas pencemar
yang dihasilkan.
3. Kehadiran gas-gas tertentu di atmosfer pada konsentrasi tertentu justru
menguntungkan, sebaliknya melebihi konsentrasi tertentu gas-gas tersebut
dapat menjadi pencemar udara karena membahayakan kesehatan. Sebagai
contoh, Hartogensis (1977), mengemukakan bahwa ozon (O3) yang
terdapat di alam sampai konsentrasi 0,4 mg/m3 bukan dianggap sebagai
pencemar, tidak berbahaya untuk kesehatan. Di Los Angeles, konsentrasi
O3 sebesar 0,2 sampai 2 mg/m3 merupakan pencemar yang penting karena
menghasilkan senyawa kombinasi dengan gas pencemar lainnya
menyebabkan penurunan jarak pandang (visibility), iritasi dan kerusakan
tanaman. Perubahan konsentrasi gas-gas tertentu di atmosfer dapat
membahayakan kehidupan manusia, vegetasi atau hewan, dalam keadaan
demikian terjadi pencemaran udara menyatakan bahwa pencemar udara
terjadi apabila atmosfer memiliki komposisi gas-gas yang mengganggu atau
merusak kesehatan atau merusak vegetasi, binatang atau material.
Pencemaran selain berwujud kimiawi juga mempunyai kepentingan
ekonomi dan sosial. Informasi yang tepat perihal tingkat gas fitotoksik dalam
atmosfir yang tercemar masih relatif kurang (Fitter 1990 dalam Hay 1994). Pada
tempat tertentu, kosentrasi akan tergantung atas sejumlah faktor lingkungan
termasuk jarak dari sumber pencemar, topografi, ketinggian dari permukaan laut,
jenis pencemar udara, hujan, radiasi matahari, serta arah dan kecepatan angin.
Para peneliti yang telah menekuni Pb sebagai media pencemar udara cukup
banyak, antara lain adalah: Saeni (1982), Harahap (2003), Siregar (2005), Santosa
(2006) yang membahas fungsi dan peran Pb sebagai zat paling berbahaya terhadap
hewan – ternak dan manusia. Sedangkan yang mencoba secara manajemen guna
17
mecegah dan berupa kebijakan mengelola pencemaran zat beracun ini belum
diketemukan.
Sumber Pencemaran Udara
Ketidak seimbangan antara laju pertambahan jalan dan jumlah kendaraan
di wilayah DKI Jakarta meningkatkan kepadatan lalulintas yang selanjutnya
menyebabkan kemacetan dan pencemaran udara oleh emisi kendaraan bermotor.
Gas buang tersebut antara lain mengandung CO, SO2, NOx, partikulat, Pb dan
berbagai jenis debu. Selain menganggu kesehatan manusia, zat pencemar ini juga
merusak klorofil tanaman (Adiputro 1995). Sumber-sumber pencemar lainnya
adalah pembakaran sampah, proses industri, pembangunan limbah yang
kesemuanya itu mengandung zat pencemar sebesar 60 % dari pencemar yang
dihasilkan terdiri atas karbon monoksida dan sekitar 15 % terdiri dari hidrokarbon
(Fardiaz 1992). Pada beberapa daerah perkotaan, kendaraan bermotor
menghasilkan 85% dari seluruh pencemaran udara yang terjadi. Kendaraan
bermotor merupakan pencemar bergerak yang menghasilkan pencemar CO,
hidrokarbon yang tidak terbakar sempurna, NOx, SOx, Pb dan partikel.
Senyawa pencemar udara berdasarkan sifatnya dibagi menjadi empat
kelompok seperti yang dikemukakan oleh Meetham (1981) yaitu :
1. Senyawa yang bersifat reaktif.
2. Partikel-partikel halus yang tersangga di stratosfer dalam jangka waktu
yang lama.
3. Partikel-partikel kasar yang segera jatuh ke tanah dan yang berbentuk
senyawa organik dan senyawa SO2 akan berfungsi selaku prototipe
senyawa pencemar udara yang lain.
4. Partikel-partikel halus terutama berbentuk kabut yang berasal dari proses
pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna.
Pencemar udara dihasilkan oleh alam dan juga terutama oleh kegiatan
manusia (man-made pollution). Kejadian atau gejala alam yang dapat menghasilkan
pencemar udara diantaranya: letusan gunung berapi, badai pasir, dan penyebaran
serbuk sari dari tanaman tertentu, yang dapat menyebabkan penyakit asma.
18
Pencemaran udara yang disebabkan oleh manusia tertutama merupakan
hasil dari kegiatan transportasi, industrialisasi dan urbanisasi. Sumber-sumber
pencemar udara adalah:
1. Proses Pemanasan
Proses pemanasan meliputi loncatan listrik, pembakaran gas alam dan bahan
bakar minyak. Pemanasan berupa loncatan listrik dengan suhu yang tinggi dapat
menghasilkan gas NO2. Gas alam sebagian besar adalah metana (CH4) dan sebagian
kecil berupa etana (C2H6) dan propana (C3H8). Pembakaran gas alam dapat
menghasilkan gas CO2 dan CO dan pada suhu tinggi dapat menghasilkan NO2.
Pembakaran bahan bakar minyak (BBM) terutama menghasilkan gas SO2 dan hanya
sedikit sebagai SO3. Abu juga dihasilkan, tetapi dalam jumlah yang sangat kecil,
kurang dari 0,1%. Gas SO2 yang dihasilkan dari pembakaran BBM, tergantung pada
kandungan sulfur dalam tiap jenis BBM. Kandungan sulfur yang umum dalam tiap
jenis BBM disajikan pada Tabel 2. Bahan bakar padat terutama batubara memiliki
kandungan abu yang tinggi, sulfur sekitar 1% dan kadang-kadang mengandung
fluor sekitar 0,01%. Pembakaran bahan bakar padat khususnya batubara
menghasilkan abu yang sebagian berbentuk abu terbang dan gas SO2. Sebagian
sulfur tidak keluar sebagai SO2, tetapi masih terikat dalam abu.
Tabel 2. Kandungan sulfur dalam bahan bakar minyak.
No Jenis Bahan Bakar Kandungan Sulfur (%)
1. 0,11 Avtur
2. 0,01 Premium
Minyak tanah
0,14
Industrial Diesel Fuel (IDF)
el Oil (IFO
3. 0,03
4. Solar
5. 0,07
6. Industrial Fu ) 1,65 Sumber : Pertamina U.P. IV Cilacap (2003).
19
2. Industri
Jenis pencemar udara yang dihasilkan oleh industri berbeda-beda,
pencemar udara dari industri dibuang
melalui cerobong (
an, yang dilakukan sebagai tanggapan atas keberatan atau reaksi
penduduk terhadap bau yang ditimbulkan. Pencem
tergantung pada jenis industrinya. Biasanya
stack) yang tinggi, sehingga pencemar udara dapat terdispersi
secara sempurna di udara. Industri minyak dan gas bumi (migas) menggunakan
cerobong setinggi 75 meter atau Iebih. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)
Surabaya menggunakan cerobong setinggi 200 meter agar abu dan gas SO2 yang
terbang ke udara dapat terdispersi secara baik sehingga tidak mencemari udara di
pemukiman sekitarnya. PLTU ini memanfaatkan bahan bakar batubara sekitar
5.000 ton/hari.
Chi-Wen (1999), meneliti penyebaran pencemar udara dari industri kimia
dan serat di Taiw
ar udara yang diemisikan
adalah senyawa sulfur (SO2, H2S, CS2 dan merkaptan) dan beberapa senyawa
organik volatil (benzena, toluena, p-Xylene, aseton, dan kloroform). Pengukuran di
udara ambien dilakukan di empat lokasi sekitar industri tersebut. Hasil pengukuran
menunjukkan bahwa di ke empat lokasi pengukuran, H2S dengan rata-rata hasil
pengukuran 7,6 ppm telah melewati ambang batas bau (odorant threshold) sekitar
0,47 ppm, di satu lokasi CS2 pada malam hari dapat mencapai 256 ppm melewati
ambang batas bau sebesar 210 ppm. Pada Tabel 3 disajikan beberapa jenis industri
dengan pencemar udara yang diemisikan.
20
Tabel 3. Jenis industri dan bahan pencemar udara yang diemisikan.
telah melakukan penelitian deposisi
sulfur d
4 3 an
sa
Jenis Industri Pencemaran yang dihasilkan
Sumb Hartogensis ( 7); Wi (1991); St uss dan Mainwaring (1994)
Industri Baja Debu, Senyawa Fluoride dan SO₂
Kilang Minyak Bumi Hidrokarbon, Senyawa Sulfur, SO₂, H₂S, NO, NO₂, debu, Merkaptan
Industri Kayu Lapis Padatan Tersuspensi, Fenol dan Asam ResinIndustri Rayon dan Pulp Senyawa Sulfur (bahan basah) misalnya CS₂ , H₂S dan Metil MerkaptanIndustri Semen DebuIndustri Kimia Tergantung jenis industri kimia, misalnya HCL, Cl₂, NO₂, NH₃ dan pestisidaIndustri Pengolahan Karet NH₃ dan H₂S dan senyawa bau lainnyaIndustri Logam danPengecoran Logam
, Sulide, Kl , HCl dan debu
er: 197 narso
SO₂
ra
or
Vinitnantharat dan Khummorigkol (2003)
an nitrogen yang disebabkan oleh pencemaran udara industri dan kendaraan di
enam wilayah di Thailand. Penelitian dilakukan baik terhadap deposisi basah dan
deposisi kering. Pengumpulan sampel basah dilakukan dengan menampung air hujan
menggunakan penakar hujan (rain gauge), sedangkan sampel kering dikumpulkan
menggunakan filter empat tahap. Terhadap sampel basah diukur pH (di
tempat), dianalisis S0 42- dan N0 3
-, terhadap sampel kering dilakukan analisis
S0 2- dan N0 . Hasil alisis menunjukkan bahwa pH air hujan berkisar dari
5,5 mpai 6,3 bahkan ada satu wilayah dengan pH lebih rendah dari 5,6 yang
merupakan pH batas hujan asam. Hal ini herarti bahwa telah terjadi hujan asam
akibat sulfur dan nitrogen. Total deposisi sulfur pertahun berkisar dari 0,6 g/m³
sampai 1,5 g/m³, sedangkan total deposisi nitrogen pertahun 0,5 g/m³ sampai
1,2 g/m³. Dari enam lokasi pengkajian, di lima lokasi deposisi sulfur lebih
tinggi daripada deposisi nitrogen, hanya satu lokasi dengan deposisi nitrogen
lebih tinggi daripada deposisi sulfur.
21
3. Kendaraan Bermotor
or baik yang menggunakan bahan bakar bensin
maupu
rnandez et al. (1997) di Los Angles menunjukkan
bahwa
pencemar udara yang diemisikan di Jakarta
dari sek
Kendaraan bermot
n dengan bahan bakar solar (diesel) mengeluarkan gas buang yang
terdiri dari C0 2 , CO, N0 2 , H 2 , hidrokarbon, dan S0 2 . Komposisi gas buang
tersebut dari pembakaran bensin dan solar dalam volume dalam persen volume
disajikan pada Tabel 4. Hill (1984) menyatakan bahwa 75% gas CO di
atmosfer bersumber dari emisi kendaraan bermotor. Oleh karena itu gas
pencemar udara ini merupakan suatu masalah di daerah yang padat lalu-lintas.
Gas ini dapat bertahan di udara selama tiga tahun. Jumlah gas buang yang
diemisikan oleh kendaraan menurut Kor Lalu-lintas dan Angkutan Jalan Raya,
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Direktorat LLAJR Ditjen Hubdar,
1998) ditentukan oleh kecepatan kendaraan, umur kendaraan dan perawatan
kendaraan. Pemasangan anti pencemaran pada kendaraan bermotor dapat
menurunkan emisi gas buang.
Hasil penelitian Cicro-Fe
tingkat kelerengan jalan dan beban penumpang kendaran mempengaruhi
emisi hidrokarbon dan CO. Emisi hidrokarbon meningkat sekitar 0,04 g/ mil
untuk setiap kenaikan tingkat kelerengan 1%, untuk CO meningkat lebih tinggi
yaitu 3,0 g/mil untuk kenaikan tingkat kelerengan yang sama. Untuk kendaraan
yang dipenuhi oleh empat penumpang, pada tingkat kelerengan 4,5%, emisi
hidrokarbon dan CO naik masing-masing 0,07 g/mil dan 10,2 g/mil dibandingkan
dengan kendaraan tanpa penumpang.
Menurut Adel (1995) jumlah
tor transportasi per tahun sebanyak 373.662 ton CO, 15. 388 ton NO 2 dan
7.476 ton SO2. Dalam kondisi demikian ini, pencemaran udara akibat emisi NO 2
telah melebihi baku mutu udara ambien. Hasil pemantauan kualitas udara pada
tahun 1994/1995 menurut Rax (1995/1996) kandungan SO 2 di tepi jalan raya
berkisar dari 0,002 sampai 0,0013 ppm, sementara NO 2 berkisar dari 0,046
sampai 0,083 ppm. Baku Mutu Udara Ambien menurut Keputusan Gubernur DKI
Jakarta No. 586/1990, untuk SO 2 adalah 0,01 ppm dan NO 2 0,050 ppm. Hal ini
22
berarti bahwa SO 2 masih berada di bawah Baku Mutu Udara Ambien, sedangkan
NO 2 sudah berada di atas Baku Mutu Udara Ambien.
Tabel 4. Komposisi gas buang kendaraan bermotor berdasarkan % volume (a) dan rata-rata emisi gas dalam g/km (b) menurut jenis bahan bakar yang digunakan.
a. Komposisi gas buang (% volume) b. Rata-rata emisi gas dalam g/km
ngan:
Solar tidak
Makin tinggi kecepatan kendaraan, emisi N0 2 makin meningkat,
sem nt
Jenis gas buang Bensin Solar Sumber: Jenis gas buang Bensin SolarHartogensis (1977) Sumber: Strauss dan Mainwaring,1984.
Ketera
CO 2 9,0 9,0 CON0
4,0 4,0
0,19,0 2
H 2 2,0 0,03 Hi
CO 60,00 0 ,69-2,57
Hidrokarbon
l
5,90 0,14-2,07 N0 2 2,20 0,68-1,02
S0 2 0,17 0,47
Debu 0,22 1,28
Timba 0,49 -
drokarbon
da
0,5 0,02
Nitrogen Oksi 0,06 0,04 S0 2 0,006 0,02
mengandung timbal
e ara emisi CO makin rendah. Sebaliknya, makin rendah kecepatan
kendaraan, emisi N0 2 makin rendah sedangkan emisi CO makin tinggi.
Hubungan antara kecepatan kendaraan dan emisi gas CO dan nitrogen oksida
dapat dilihat pada Gambar 3. Banyaknya kendaraan di perkotaan
menyebabkan gas S0 2 , NO 2 dan CO merupakan gas diantara pencemar
udara yang sering dijumpai pada daerah perkotaan. Pencemar udara tersebut
merupakan pencemar primer yang berasal dari kendaraan bermotor
(Budirahardjo, 1991).
23
0
Gambar 3. Hubungan antara k
Hasil studi terhadap kendaraan dinas di kota Yogyakarta (Zudianto dan
Norojo
is komparatif pencemaran udara
perkota
melewati batas atas.
ecepatan kendaran dan emisi NO2 dan CO tanpa peralatan anti pencemaran pada kendaraan (Sumber: Dit LLAJR Ditjen. Hubdar 1998).
no 2002), menunjukkan bahwa dari 406 kendaraan dinas yang terdiri dari
mobil penumpang, kendaraan operasional dan sepeda motor setiap tahun
mengkonsumsi premium sebanyak 457.815 lt. Dari jumlah kendaraan dan
konsumsi premium sebanyak itu, setiap tahun diemisikan NO 2 sebanyak 9.037.268
g, SO 2 sebanyak 672.374 g, dan CO sebanyak 120.496.908 g. misi dari tiap jenis
kendaraan disajikan pada Tabel 5.
De Souza (1999) telah melakukan analis
E
an yang disebabkan oleh kegiatan transportasi di Bangkok, Meksiko dan
Amerika Serikat (USA). Di Bangkok kadar debu atau Total Suspended Particulate
(TSP) dan Timbal (Pb) telah melampaui tingkat yang aman bagi kesehatan yang
ditetapkan oleh World Health Organization (WHO), sedangkan kadar CO masih
tergolong rendah. Di Meksiko, TSP, CO dan Pb telah melampaui panduan
keamanan kesehatan yang ditetapkan oleh WHO. Di Amerika Serikat (USA)
kriteria pencemaran udara menggunakan batas atas yang ditetapkan oleh
Environrmental Protection Agency (EPA). Di Washington DC pada tahun 1985 ada
17 hari yang melewati batas atas, dan pada tahun 1994 ada tujuh hari yang
0,010,020,030,040,050,060,070,080,090,1
10 20 30 40 50 60 70
Kecepatan (km/jam)
Emisi (kg/ken
daraan
km)
0
0,0005
0,001
0,0015
0,002
0,0025
10 20 30 40 50 60 70
kecepatan (km/jam)
Emisi (kg/ken
daraan
km)
NO2 CO
24
Tabel 5. Konsumsi bahan bakar (premium) dan emisi gas buYogyakarta
ang kendaraan dinas di kota .
No K (liter) tahun
buang / (gram) tahun Jenis endaraan Jumlah
Konsumsi Premium /
Emisi gas
NO 2 SO CO 2
1. Mop
2 bil enumpang
80 138.000 .724.120 202.675 36.321.60
2. Kendaraan ona
79 234.600 4.631.004 344.547 61.746.72
3. Sepeda 247 85.215 1.682.144 125.152 22.428.59
Jumlah 406 457.815 9.307.268 672.374 120.496.91
Operasi l
Motor
Su e to dan Noro o (20
aran udara dari kendaraan bermotor di kota-kota besar
, salah satu diantaranva adalah strategi
manaje
r
mb r : Zudian jon 02).
Pencem
dipengaruhi oleh beberapa faktor
men pencemaran udara. Studi dampak strategi manajemen kualitas
udara yang berbeda telah dilakukan di Bangkok, yaitu terhadap beberapa
pencemar udara (Kim Oanh dan Zhang 2003). Pengkajian dilakukan
menggunakan model system asbut fotokimia (photochemical smog model
system) yang disebut UAM-V/SAIMM, untuk mengetahui pencemaran di
derah metropolitan Bangkok melalui beberapa skenario strategi manajemen,
diantaranya adalah pengendalian uap BBM dari stasiun pengisian BBM dan
penggunaan gas alam untuk bahan bakar pembangkit listrik (power plant)
menggantikan minyak diesel. Pengendalian uap BBM di stasiun pengisian
BBM dapat menurunkan pencemaran uap BBM (bensin) dari 2.900 mg/t
menjadi 346 mg/t. Penggantian bahan bakar minyak diesel (heavy oil)
dengan gas alam di pembangkit listrik dapat menurunkan pencemar udara
NO, CO dan Volatile Organic Compound (VOC). Dengan bahan bakar
minyak diesel emisi NO x adalah 0,85%, dengan bahan bakar gas emisi NO x
hanya 0,0313 sampai 0,237 %. Emisi CO sebesar 0,06% dengan penggunaan
bahan bakar minyak diesel dan 0,01 % dengan menggunakan bahan baka
25
gas. Untuk VOC, emisi sebesar 0,0132 % dengan bahan bakar minyak diesel
dan 0,0006 57 % dengan bahan bakar gas.
Menurut Hadi (1998), pencemar udara di kota sebagian besar
bersumber dari emisi kendaraan bermotor yaitu 60 % sampai 70 %. Hal ini
terutam
hi oleh kelembaban nisbi udara dan
radiasi s
a terjadi di kota-kota besar yang penggunaan kendaraan pribadinya
sangat dominan dibandingkan penggunaan kendaraan umum. Perilaku
berkendaraan akan menentukan tingkat pencemaran udara di perkotaan. Hasil
penelitian di Kota Semarang menunjukkan bahwa dari seluruh mobil pribadi
yang lewat di lima gerbang kota pada pukul 6:30 sampai pukul 8:30, sekitar
50 % sampai 60 % hanya berpenumpang satu orang, dan sekitar 30% sampai
35 % berpenumpang hanya dua orang menandakan bahwa dari perspektif
lingkungan penggunaan. Hal ini kendaraan pribadi tidak efisien, yaitu
berpotensi meningkatkan pencemaran udara. Untuk mengatasi pencemaran
udara dari kendaraan, dapat dilakukan dengan penggunaan tempat
Di antara Pb yang masuk ke udara ada yang langsung masuk ke
permukaan tanah atau ke vegetasi. Ada juga yan
ng-layang di udara, namun akan jatuh juga ke permukaan bumi akhirnya
masuk ke dalam tubuh manusia. Partikel-partikel Pb dapat mengganggu kesehatan
manusia di antaranya pengurangan sel-sel darah merah, penurunan dan
penghambatan sintesis heme yang menyebabkan anemia (Rustiawan 1994).
38
Pb yang ada di udara memiliki peluang yang besar untuk terserap masuk
ke dalam tubuh manusia yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Menurut
Gornarso (2004) Jalur masuk Pb masuk ke dalam tubuh manusia dapat melalui
saluran pencernaan, kulit, dan alat pernapasan melalui proses absorpsi
(absorpsion). Setelah masuk di dalam tubuh, selanjutnya didistribusikan ke
seluruh bagian tubuh dan diikuti oleh proses metabolisme yang pada akhirnya
menghasilkan zat-zat metabolik di dalam tubuh. Hasil proses metabolisme
tersebut sebagian terakumulasi di dalam tubuh dan sebagian tereliminasi keluar
dari tubuh. Pb yang absorpsi masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan
ada yang langsung tereliminasi ke luar tubuh melalui feses dan ada yang
terdistribusikan ke dalam tubuh melalui hati, selanjutnya ke empedu atau dari hati
masuk ke dalam peredaran daran dan limpa. Di dalam peredaran darah kemudian
tersimpan di dalam jaringan tulang, lemak, dan bagian organ tubuh lainnya. Selain
itu, di melalui peredaran darah dan limfah, Pb didistribusikan ke dalam ginjal dan
selanjutnya keluar dari tubuh melalui urin atau masuk ke dalam paru-paru dan
dikeluarkan kembali melalui saluran pernapasan. Pb yang masuk ke dalam tubuh
juga sebagian tersimpan di dalam cairan di luar sel. Adapun jalur masuk dan
mekanisme peredaran Pb pada manusia seperti terlihat pada Gambar 4 dan 5.
39
Akumulasi peredaran Pb pada manusia (www.numbeo.com
Gambar 4. /pollution
Gam alur masuk Pb pada ia (http://geo.ugm.ac.id/archives/69 Mei
2005).
Saluran Kulit dan Alat
Pernapasan ABSORPTION Pencernaan
Pe h dan Limfah redaran Dara
ba 5. Jr manus
2008).
Empedu
Hati
TersimpanGinjal
Paru-Paru
Metabolisme
Metabolik
Cairan diluar Sel
Ja g, Lemak, dan
Berbagai Organ
ringan tulanD
METABOLISME ISTRIBUSI/
FECES URIN UDARA DIHEMBUS
ELIMINASI
40
Kerugian yang ditimbulkan dari kasus pencemaran udara, lebih terasa ji
ri aspek
ka
ditinjau da kesehatan. Gangguan kesehatan adalah akibat bereaksinya Pb
dengan
rganisme. Pb sebagai salah satu komponen polutan udara
mempu
in darah.
Debu P
gugusan sulfhidril dari protein yang menyebabkan pengendapan protein
dan menghambat pembuatan haemoglobin. Gejala keracunan akut didapati bila
tertelan dalam jumlah besar yang dapat menimbulkan sakit perut muntah atau
diare akut. Gejala keracunan kronis bisa menyebabkan hilang nafsu makan,
konstipasi lelah sakit kepala, anemia, kelumpuhan anggota badan, kejang dan
gangguan penglihatan.
Dari setiap unsur dalam komponen polutan udara berpeluang merugikan
bagi kesehatan setiap o
nyai efek toksik yang luas pada manusia dan hewan dengan mengganggu
fungsi ginjal, saluran pencernaan, dan sistem saraf pada remaja, menurunkan
fertilitas, menurunkan jumlah spermatozoa, dan meningkatkan spermatozoa
abnormal dan aborsi spontan. Selain juga menurunkan Intellegent Quotient (IQ)
pada anak – anak, menurunkan kemampuan berkonsentrasi, gangguan pernapasan,
kanker paru–paru dan alergi. Dalam laporan Bank Dunia 1992, diketahui bahwa
pencemaran udara akibat Pb, menimbulkan 350 kasus penyakit jantung koroner,
62.000 kasus hipertensi dan menurunkankan IQ hingga 300.000 point. Juga Pb
menurunkan kemampuan darah untuk mengikat oksigen (KPBB 1999).
Konsentrasi Pb dalam darah (PbB) pada taraf 40 – 50 ug/dL mampu
menghambat sintesis hemoglobin yang pada akhirnya merusak hemoglob
b yang terhirup secara akumulatif dapat mengganggu fungsi ginjal, alat
reproduksi serta menyebabkan tekanan darah tinggi bahkan stress. Standar WHO
ambang batas kandungan Pb dalam darah 20 mikrogr/100 cc darah untuk dewasa
dan 10 – 30 mikrogr/100 cc anak-anak. Tingkat keracunan Pb dapat dipengaruhi
oleh umur, jenis kelamin dan musim. Makin muda seseorang semakin rentan
terhadap keracunan Pb, perempuan lebih rentan daripada laki-laki, dan musim
panas semakin meningkatkan daya racun pada anak-anak. Dengan
mempertimbangkan tingkat bahaya/keracunan dari Pb, dalam permasalahan
pencemaran udara, perlu dipertimbangkan kembali untuk mengurangi bahkan
menghilangkan penggunaan bahan bakar dengan tambahan Pb. Di negara maju
41
seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang fenomena ini telah diantisipasi dengan
dilarangnya penggunaan bensin berPb sekitar 15-20 tahun yang lalu, sedang di
negara ASEAN: Malaysia, Thailand, Singapura dan Filipina mulai melarang
penggunaan bahan bakar ber Pb sejak 5 tahun lalu.
Dampak yang ditimbulkan oleh timbal, menurut Umar dalam PKBB
(1999) adalah dapat meracuni sistem pembentukan darah merah, karena dapat
menim
acunan yang disebabkan oleh keberadaan logam Pb
dalam
bulkan gangguan pembentukan sel darah merah. Pada anak kecil, timbal
dapat menimbulkan penurunan kemampuan otak. Sedangkan pada orang dewasa
diduga timbal dapat menimbulkan gangguan tekanan darah tinggi, serta keracunan
jaringan lainnya. Beliau menegaskan bahwa setiap kenaikan 1 mikrogr/m3 darah,
Pb dapat menurunkan 0,975 skor IQ seorang anak. Sedang menurut Saeni dalam
PKBB (1999), menyatakan bahwa keracunan timbal selain mempengaruhi sistem
saraf, intelegensia dan pertumbuhan anak-anak, juga dapat menyebabkan
kelumpuhan. Gejala keracunan timbal ini biasanya mual, anemia, dan sakit di
perut. Menurut Saeni, berdasarkan penelitian partikel timbal yang dikeluarkan
kendaraan bermotor bermasa tinggal di udara 4-40 hari. Masa tinggal yang cukup
lama ini menyebabkan partikel timbal dapat disebarkan oleh angin hingga 100-
1000 km dari sumbernya. Selain itu dikatakan pula bahwa zat bersifat racun yang
sering mencemari lingkungan adalah: merkury (Hg), kadmium (Cd), tembaga
(Cu), timbal (Pb). Dan rata – rata akan terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku,
jaringan lemak dan rambut.
Selanjutnya menurut Saeni (2000) Pb dapat menimbulkan efek keracunan
di dalam tubuh manusia. Ker
tubuh mempengaruhi banyak jaringan dan organ tubuh. Organ-organ tubuh
banyak menjadi sasaran dari peristiwa keracunan logam Pb adalah sistem syaraf,
sistem ginjal, sistem reproduksi, sistem endoktrin dan jantung. Setiap bagian yang
diserang oleh racun Pb akan memperlihatkan efek yang berbeda-beda.
42
a. Efek Pb pada Sistem Syaraf
Di antara semua sistem pada organ tubuh, sistem syaraf merupakan sistem
Pb. Pengamatan
yang dilakukan pada pekerja tam
k Pb terhadap sistem Urinaria
Senyawa – senyawa Pb yang larut dalam darah akan dibawa oleh darah ke
asuk ke glomerulus yang
merupa
mbuhan
Lebih intensif sedangkan dampak Pb dan debu terhadap manusia diamati
perhatikan. Perhatian yang paling besar
adalah terjadinya pengaruh pencem
Landsi Don Ming-Ho (1995), menyatakan bahwa Toksistan pencemaran
garuhi oleh faktor genetik, faktor perkembangan,
penyakit, gaya hidup dan m
yang paling sensitif terhadap daya racun yang dibawa oleh logam
bang dan pengolahan logam Pb menunjukkan
bahwa pengaruh dari keracunan Pb dapat menimbulkan kerusakan pada otak.
Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan otak sebagai akibat keracunan Pb
adalah epilepsi, kerusakan pada otak besar dan delirium yaitu sejenis penyakit
gula.
b. Efe
seluruh tubuh. Pada peredarannya darah akan terus m
kan bagian dari ginjal.
c. Efek Pb pada Hewan dan Tu
pada hewan dan tanaman relatif kurang di
aran udara terhadap manusia. Pengaruh
pencemaran udara terhadap vegetasi atau tanaman telah dialami beberapa negara
maju. Menurut Harahap (2003) telah terjadi kerusakan daun – daun teh oleh Pb di
pergunungan Gunung Mas, Bogor.
d. Kerugian Secara Ekonomi
udara terhadap manusia dipen
utasi. Biaya yang timbul akibat pencemaran udara
termasuk Pb dapat dihitung melalui biaya pengobatan dan biaya kesehatan serta
kehilangan pendapatan karena sakit. IBRD (1994) telah melakukan penelitian
biaya kesehatan pencemar udara akibat kendaraan di Jakarta. Parameter kualitas
udara yang diteliti adalah total suspended solid (TSP), timbal (Pb) Nitrogen
Oksida (NOx). TSP menyebabkan infeksi pernafasan atas (ISPA) dan penyakit
saluran pernapasan kronis yang berperan signifikan terhadap mortalitas dan
43
gangguan kesehatan. Pb menyebabkan hipertensi, penyakit jantung koroner dan
penurunan IQ pada anak-anak, sedangkan NOx menyebabkan gangguan
pernapasan. Biaya ekonomi total akibat pengaruh TSP, Pb dan NOx yang dihitung
menggunakan nilai kesehatan dan kehilangan upah, berkisar dari yang terendah
US $ 97.000.000 sampai yang tertinggi US $ 925.000.000, dengan nilai tengah
US $ 220.000.000.
Komposisi Gas Buang Kendaraan Bermotor
Menurut T r mengandung
berba
buang
kendar
ugaswaty (1997), emisi kendaraan bermoto
gai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya
tergantung dari kondisi mengemudi, jenis mesin, alat pengendali emisi bahan
bakar, suhu operasi dan faktor lain yang semuanya ini membuat pola emisi
menjadi rumit. Jenis bahan bakar pencemar yang dikeluarkan oleh mesin dengan
bahan bakar bensin maupun bahan bakar solar sebenarnya sama saja, hanya
berbeda proporsinya karena perbedaan cara operasi mesin. Secara visual selalu
terlihat asap dari knalpot kendaraan bermotor dengan bahan bakar solar, yang
umumnya tidak terlihat pada kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin.
Walaupun gas buang kendaraan bermotor terutama terdiri dari senyawa yang tidak
berbahaya seperti nitrogen, karbon dioksida dan uap air, tetapi didalamnya
terkandung juga senyawa lain dengan jumlah yang cukup besar yang dapat
membahayakan gas buang membahayakan kesehatan maupun lingkungan.
Bahan pencemar yang terutama terdapat di dalam gas buang
aan bermotor adalah karbon monoksida (CO), berbagai senyawa
hindrokarbon, berbagai oksida nitrogen (NOx) dan sulfur (SOx), dan partikulat
debu termasuk timbal (Pb). Bahan bakar tertentu seperti hidrokarbon dan timbal
organik, dilepaskan keudara karena adanya penguapan dari sistem bahan bakar.
Lalu lintas kendaraan bermotor, juga dapat meningkatkan kadar partikular debu
yang berasal dari permukaan jalan, komponen ban dan rem. Setelah berada di
udara, beberapa senyawa yang terkandung dalam gas buang kendaraan bermotor
dapat berubah karena terjadinya suatu reaksi, misalnya dengan sinar matahari dan
uap air, atau juga antara senyawa-senyawa tersebut satu sama lain. Proses reaksi
44
tersebut ada yang berlangsung cepat dan terjadi saat itu juga di lingkungan jalan
raya, dan adapula yang berlangsung dengan lambat. Reaksi kimia di atmosfer
kadangkala berlangsung dalam suatu rantai reaksi yang panjang dan rumit, dan
menghasilkan produk akhir yang dapat lebih aktif atau lebih lemah dibandingkan
senyawa aslinya. Sebagai contoh, adanya reaksi di udara yang mengubah nitrogen
monoksida (NO) yang terkandung di dalam gas buang kendaraan bermotor
menjadi nitrogen dioksida (NO 2 ) yang lebih reaktif, dan reaksi kimia antara
berbagai oksida nitrogen dengan senyawa hidrokarbon yang menghasilkan ozon
dan oksida lain, yang dapat menyebabkan asap awan fotokimi (photochemical
smog). Pembentukan smog ini kadang tidak terjadi di tempat asal sumber (kota),
tetapi dapat terbentuk di pinggiran kota. Jarak pembentukan smog ini tergantung
pada kondisi reaksi dan kecepatan angin (Tugaswaty 1997).
Untuk bahan pencemar yang sifatnya lebih stabil sperti limbah (Pb),
beberap
Pengaruh Pencemaran Udara terhadap Kesehatan Manusia
K ndaraan
bermot
a hidrokarbon-halogen dan hidrokarbon poliaromatik, dapat jatuh ke tanah
bersama air hujan atau mengendap bersama debu, dan mengkontaminasi tanah dan
air. Senyawa tersebut selanjutnya juga dapat masuk ke dalam rantai makanan
yang pada akhirnya masuk ke dalam tubuh manusia melalui sayuran, susu ternak,
dan produk lainnya dari ternak hewan. Karena banyak industri makanan saat ini
akan dapat memberikan dampak yang tidak diinginkan pada masyarakat kota
maupun desa. Emisi gas buang kendaraan bermotor juga cenderung membuat
kondisi tanah dan air menjadi asam. Pengalaman di negara maju membuktikan
bahwa kondisi seperti ini dapat menyebabkan terlepasnya ikatan tanah atau
sedimen dengan beberapa mineral/logam, sehingga logam tersebut dapat
mencemari lingkungan (Tugaswaty 1997).
esadaran masyarakat akan pencemaran udara akibat gas buang ke
or di kota-kota besar saat ini makin tinggi. Dari berbagai sumber bergerak
seperti mobil penumpang, truk, bus, lokomotif kereta api, kapal terbang, dan kapal
laut, kendaraan bermotor saat ini maupun dikemudian hari akan terus menjadi
sumber yang dominan dari pencemaran udara di perkotaan. Di DKI Jakarta,
45
kontribusi bahan pencemar dari kendaraan bermotor ke udara adalah sekitar 70 %
(Tugaswaty 1997).
Selanjutnya Tugaswaty (1997) menegaskan bahwa sudah tidak ada lagi
ruang u
ahan-Bahan Pencemar yang Terutama Mengganggu Saluran Pernafasan
banya
dara yang aman untuk penduduk Jakarta yang disebabkan oleh gas buang
kendaraan bermotor. Penyebab utamanya tak lain adalah ± 2,5 juta knalpot
kendaraan bermotor yang setiap harinya memacetkan jalanan di Jakarta. Dari 63
% kendaraan yang beroperasi di Jakarta merupakan jenis kendaraan yang
menghasilkan gas buang tinggi. Dari knalpotnya terhitung setiap tahunnya
membuang 600 ton polutan timbal. Dan kelompok masyarakat yang paling rentan
tentu saja para pekerja informal yang setiap harinya mengais penghidupan di
jalanan. Sebut saja tukang asong, pengamen, pengemudi bajaj, bus kota, mikrolet
dan metro mini. Kelompok masyarakat inilah yang setiap harinya berhadapan
dengan zat-zat maut yang disemprotkan kendaraan yang lalu lalang di sekitarnya.
Adapun bahan-bahan pencemar udara yang mengganggu kesehatan manusia
adalah:
1. B
Organ pernafasan merupakan bagian yang diperkirakan paling
k mendapatkan pengaruh karena yang pertama berhubungan dengan
bahan pencemar udara. Sejumlah senyawa spesifik yang berasal dari gas
buang kendaraan bermotor seperti oksida-oksida sulfur dan nitrogen,
partikulat dan senyawa-senyawa oksidan, dapat menyebabkan iritasi dan
radang pada saluran pernafasan. Walaupun kadar oksida sulfur di dalam
gas buang kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin relatif kecil,
tetapi tetap berperan karena jumlah kendaraan bermotor dengan bahan
bakar solar makin meningkat. Selain itu menurut studi epidemiologi,
oksida sulfur bersama dengan partikulat bersifat sinergetik sehingga dapat
lebih meningkatkan bahaya terhadap kesehatan (Saeni 2000).
46
a. Oksida sulfur dan partikulat
merupakan gas buang yang larut dalam air
yang
b
b.
rbagai jenis oksida nitrogen yang ada di udara, nitrogen
dioks
Sulfur dioksida (SO 2 )
langsung dapat tera sorbsi di dalam hidung dan sebagian besar
saluran ke paru-paru. Karena partikulat di dalam gas buang kendaraan
bermotor berukuran kecil, partikulat tersebut dapat masuk sampai ke
dalam alveoli paru-paru dan bagian lain yang sempit. Partikulat gas buang
kendaraan bermotor terutama terdiri jelaga (hidrokarbon yang tidak
terbakar) dan senyawa anorganik (senyawa-senyawa logam, nitrat dan
sulfat). Sulfur dioksida di atmosfer dapat berubah menjadi kabut asam
sulfat (H 2 SO 4 ) dan partikulat sulfat. Sifat iritasi terhadap saluran
pernafasan, menyebabkan SO 2 dan partikulat dapat membengkaknya
membran mukosa dan pem entukan mukosa dapat meningkatnya
hambatan aliran udara pada saluran pernafasan. Kondisi ini akan menjadi
lebih parah bagi kelompok yang peka, seperti penderita penyakit jantung
atau paru-paru dan para lanjut usia.
Oksida Nitrogen
b
Diantara be
ida (NO 2 ) merupakan gas yang paling beracun. Karena larutan NO 2
dalam air yang lebih rendah dibandingkan dengan SO 2 , maka NO 2 aka
dapat menembus ke dalam saluran pernafasan lebih dalam. Bagian dari
saluran yang pertama kali dipengaruhi adalah membran mukosa dan
jaringan paru. Organ lain yang dapat dicapai oleh NO 2 dari paru adalah
melalui aliran darah. Karena data epidemilogi tentang resiko pengaruh
NO 2 terhadap kesehatan manusia sampai saat ini belum lengkap, maka
evaluasinya banyak didasarkan pada hasil studi eksprimental. Berdasarkan
studi menggunakan binatang percobaan, pengaruh yang membahayakan
seperti misalnya meningkatnya kepekaan terhadap radang saluran
pernafasan, dapat terjadi setelah mendapat pajanan sebesar 100 μg/ m 3 .
Percobaan pada manusia menyatakan bahwa kadar NO 2 sebsar 250 μg/
n
47
m dan 500 μg/ m 3 dapat mengganggu fungsi saluran pernafasan pada
penderita asma dan orang sehat.
3
c. Ozon dan oksida lainnya
Karena ozon lebih rendah lagi larutannya dibandingkan SO
maupun NO , maka hampir semua ozon dapat menembus sampai alveoli.
Ozon merupakan senyawa oksidan yang paling kuat dibandingkan NO
dan bereaksi kuat dengan jaringan tubuh. Evaluasi tentang dampak ozon
dan oksidan lainnya terhadap kesehatan yang dilakukan oleh WHO task
group menyatakan pemajanan oksidan fotokimia pada kadar 200-500
μg/m³ dalam waktu singkat dapat merusak fungsi paru-paru anak,
meningkat frekwensi serangan asma dan iritasi mata, serta menurunkan
kinerja para olahragawan.
2
2
2
2. Bahan-bahan pencemar yang menimbulkan pengaruh racun sistemik
Banyak senyawa kimia dalam gas buang kendaraan bermotor yang
dapat menimbulkan pengaruh sistemik karena setelah diabsorbsi oleh paru,
bahan pencemar tersebut dibawa oleh aliran darah atau cairan getah bening ke
bagian tubuh lainnya, sehingga dapat membahayakan setiap organ di dalam
tubuh. Senyawa-senyawa yang masuk ke dalam hidung dan ada dalam mukosa
bronkial juga dapat terbawa oleh darah atau tertelan masuk tenggorokan dan
diabsorbsi masuk ke saluran pencernaan. Selain itu ada pula penambahan yang
tidak langsung (additive), misalnya melalui makanan, seperti timah hitam.
Diantara senyawa-senyawa yang terkandung di dalam gas kendaraan bermotor
yang dapat menimbulkan pengaruh sistemik, yang paling penting adalah
karbon monoksida dan timbal.
a. Karbon Monoksida
Karbon monoksida dapat terikat dengan haemoglobin darah lebih
kuat dibandingkan dari oksigen membentuk karboksihaemoglobin
(COHb), sehingga menyebabkan terhambatnya pasokan oksigen ke
jaringan tubuh. Pajanan CO diketahui dapat mempengaruhi kerja jantung
(sistem kardiovaskuler), sistem syaraf pusat, juga janin, dan semua organ
48
tubuh yang peka terhadap kekurangan oksigen. Pengaruh CO terhadap
sistem kardiovaskuler cukup nyata teramati walaupun dalam kadar rendah.
Penderita penyakit jantung dan penyakit paru merupakan kelompok yang
paling peka terhadap pajanan CO. Studi eksperimen terhadap pasien
jantung dan penyakit pasien paru, menemukan adanya hambatan pasokan
oksigen ke jantung selama melakukan latihan gerak badan pada kadar
COHb yang cukup rendah 2,7 %. Pengaruh pajanan CO kadar rendah pada
sistem syaraf dipelajari dengan suatu uji psikologi. Walaupun diakui
interpretasi dari hasil uji seperti ini sulit ditemukan bahwa kadar COHb 16
% dianggap membahayakan kesehatan. Pengaruh bahaya ini tidak
ditemukan pada kadar COHb sebesar 5%. Pengaruh terhadap janin pada
prinsipnya adalah karena pajanan CO pada kadar tinggi dapat
menyebabkan kurangnya pasokan oksigen pada ibu hamil yang
konsekuennya akan menurunkan tekanan oksigen di dalam plasenta dan
juga pada janin dan darah. Hal ini dapat menyebabkan kelahiran prematur
atau bayi lahir dengan berat badan rendah dibandingkan normal.
Menurut evaluasi WHO, kelompok penduduk yang peka (penderita
penyakit jantung atau paru-paru) tidak boleh terpajan oleh CO dengan ka
dar yang dapat membentuk COHb di atas 2,5%. Kondisi ini ekivalen
dengan pajanan oleh CO dengan kadar sebesar 35 mg/m selama 1 jam,
dan 20 mg/ m selama 8 jam. Oleh karena itu, untuk menghindari
tercapainya kadar COHb 2,5-3,0 % WHO menyarankan pajanan CO tidak
boleh melampaui 25 ppm (29 mg/m 3 ) untuk waktu 1 jam dan 10 ppm
(11,5 mg/m 3 ) untuk waktu 8 jam.
3
3
b. Timbal
Timbal ditambahkan sebagai bahan aditif pada bensin dalam bentuk
timbal organik (tetraetil-Pb atau tetrametil-Pb). Pada pembakaran bensin,
timbal organik ini berubah bentuk menjadi timbal anorganik. Timbal yang
dikeluarkan sebagai gas buang kendaraan bermotor merupakan partikel-
partikel yang berukuran sekitar 0,01 μm. Partikel-partikel timbal ini akan
49
bergabung satu sama lain membentuk ukuran yang lebih besar, dan keluar
sebagai gas buang atau mengendap pada knalpot.
Pengaruh Pb pada kesehatan yang terutama adalah pada sintesa
haemoglobin dan sistem pada syaraf pusat maupun syaraf tepi. Pengaruh
pada sistem pembentukkan Hb darah yang dapat menyebabkan anemia,
ditemukan pada kadar Pb-darah kelompok dewasa 60-80 μg/ 100 ml dan
kelompok anak > 40 μg/ 100 ml. Pada kadar Pb-darah kelompok dewasa
sekitar 40 μg/ 100 ml diamati telah ada gangguan terhadap sintesa Hb,
seperti meningkatnya ekskresi asam aminolevulinat (ALA). Pengaruh
pada enzim §-ALAD dapat diamati pada kadar Pb-darah sekitar 10 μg/ 100
ml. Akumulasi protoporfirin dalam eritrosit (FEP) yang merupakan akibat
dari terhambatnya aktivitas enzim ferrochelatase, dapat terlihat pada
wanita edngan kadar Pb-darah 20- 30 μg/ 100 ml, pada pria dengan kadar
25-35 μg/ 100 ml, dan pada anak dengan kadar > 15 μg/ 100 ml. Pengaruh
Pb terhadap hambatan aktivitas enzim ALAD tidak menyatakan adanya
keracunan yang membahayakan, tetapi dapat menunjukkan adanya
pajanan Pb terhadap tubuh. Meningkatnya ekskresi ALA dan akumulasi
FEP adalam urin mencerminkan adanya kerusakan fungsi fisiologi yang
pada akhirnya dapat merusak fungsi metokhondrial.
Pengaruh pada syaraf otak anak diamati pada kadar 60 μg/ 100 ml,
yang dapat menyebabkan gangguan pada perkembangan mental anak.
Penelitian pada pengaruh Pb yang dikaitkan IQ anak telah banyak
dilakukan tetapi hasilnya belum konsisten. Sistem syaraf pusat anak lebih
peka dibandingkan dengan orang dewasa. Gangguan terhadap fungsi
syaraf orang dewasa berdasarkan uji psikologi diamati pada kadar Pb
darah 50 μg/100 ml. Sedangkan gangguan sistem syaraf tepi diamati pada
kadar Pb darah 30 μg/100 ml. Timbal dapat menembus plasenta, dan
karena perkembangan otak yang khususnya peka terhadap logam ini, maka
janinlah yang terutama mendapat resiko.
50
3. Bahan-Bahan Pencemar yang Dicurigai Menimbulkan Kanker
Pembakaran didalam mesin menghasilkan berbagai bahan pencemar
dalam bentuk gas dan partikulat yang umumnya berukuran lebih kecil dari
2μm. Beberapa dari bahan-bahan pencemar ini merupakan senyawa-senyawa
yang bersifat karsinogenik dan mutagenik, seperti etilen, formaldehid,
benzena, metil nitrit dan hidrokarbon poliaromatik (PAH). Mesin solar akan
menghasilkan partikulat dan senyawa-senyawa yang dapat terikat dalam
partikulat seperti PAH, 10 kali lebih besar dibandingkan dengan mesin bensin
yang mengandung timbal. Untuk beberapa senyawa lain seperti benzena,
etilen, formaldehid, benzo(a)pyrene dan metil nitrit, kadar di dalam emisi
mesin bensin akan sama besarnya dengan mesin solar. Emisi kendaraan
bermotor yang mengandung senyawa karsinogenik diperkirakan dapat
menimbulkan tumor pada organ lain selain paru.
Mengingat polusi udara yang berasal dari buangan kendaraan bermotor
sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, maka sebagai resiko kesehatan
yang diderita manusia (Fardiaz 1992) telah menyusun beberapa jenis
pencemaran udara seperti pada Tabel 9.
Kondisi Udara
Menurut Riyadi (1982), bahwa pencemaran udara umumnya diberi batasan
sebagai udara yang mengandung satu atau lebih zat kimia dalam konsentrasi yang
cukup tinggi untuk dapat menyebabkan gangguan pada manusia, binatang,
tumbuh-tumbuhan dan harta benda. Ada 2 jenis zat pencemar yaitu :
1. Zat Pencemar Primer
Zat pencemar primer yaitu zat kimia yang langsung mengkontaminasi
udara dalam konsentrasi yang membahayakan. Zat tersebut dapat berasal dari
komponen udara alamiah seperti karbon dioksida, yang kadarnya meningkat
diatas konsentrasi normal atau karena sesuatu yang tidak biasanya ditemukan
dalam udara, misalnya timbal.
51
Tabel 9. Beberapa jenis pencemar udara dan pengaruhnya terhadap manusia.
Jenis Pencemaran Udara Pengaruh Terhadap Manusia
Karbon monoksida (CO) Menurunkan kemampuan darah membawa oksigen, melemahkan berpikir, penyakit jantung, pusing dan kematian, kelelahan dan sakit kepala
Sulfur dioksida (SO2) Memperberat penyakit saluran pernapasan, melemahkan pernafasan dan iritasi mata
Nitrogen oksida (NOx) Memperberat penyakit jantung dan pernafasan, dan iritasi paru-paru
Hidrokarbon Mempengaruhi sistem pernapasan, beberapa jenis dapat menyebabkan kanker
Oksigen fortokimia (O3) Memperbesar penyakit jantung dan pernafasan, iritasi mata, iritasi kerongkongan dan saluran pernafasan
Debu Penyakit kanker, memperberat penyakit jantung dan pernafasan, batuk, iritasi kerongkongan dan dada tak enak
Amonia (NH3) Iritasi saluran pernapasan
Hidrogen Sulfida (H2S) Mabuk (pusing) iritasi mata dan kerongkongan dan racun pada kadar tinggi
Logam dan Senyawa Logam Menyebabkan penyakit pernapasan, kanker, kerusakan syaraf dan kematian
Sumber : Hartogensis (1997), Fardiaz (1992), Nukman (1998), Holper dan Noonan (2000).
2. Zat Pencemar Sekunder
Zat pencemar sekunder yaitu zat kimia berbahaya yang berbentuk di
atmosfir melalui reaksi kimia diantara komponen – komponen udara. Ada pun
jenis-jenis bahan pencemar udara dan sumbernya dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. SO2, berasal dari pembakaran rumahtangga, pembangkit tenaga listrik,
kilang minyak, pabrik baja, pabrik batu bata, pabrik pengecoran logam.
52
b. Total Suspended Particulate (TSP), berasal dari pembakaran domestik,
emisi kendaraan bermotor, pabrik gas, pembangkit tenaga listrik, kilang
minyak, tempat pembakaran sampah.
c. Hidrokarbon, berasal dari emisi kendaraan bermotor dan kilang minyak.
d. NOx, berasal dari emisi kendaraan bermotor, pabrik pengolahan asam
nitrat pabrik baja dan logam, pabrik pupuk.
e. CO, berasal dari emisi kendaraan bermotor.
f. NH3, berasal dari pabrik pengubahan ammonia.
g. CO2, berasal dari sisa-sisa pembakaran domestik dan industri, emisi