Teori DasarSulfanilamide adalah turunan dari p-aminobenzen
sulfonilamid, suatu senyawa khas yang yang tersubtitusi pada N1
atau N4, yang digunakan secara luas untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Gram-positif dan Gram-negatif tertentu
(Siswandono, 1995). Sulfanammida bekerja secara langsung sebagai
antagoni, melalui mekanisme penghambatan bersaing, terhadap kedua
jalur biosintesis asam dihidrofolat di atas dan secara tidak
langsung mempengaruhi penggabungan asam glutamat dan asam
dihidropteroat (siswandono, 1995). Sulfonamide dan trimetroprim
cenderung diabsorpsi dengan cepat dan didistribusi dengan baik,
dengan perkecualian sulfonamide yang absorpsinya buruk untuk
digunakan pada colitis ulseratif , reduksi flora perut, sediaaan
topical untuk luka bakar, sulfonamide dan trimetoprim cenderung
cepat diabsorpsi dan didistribusi dengan baik. Seperti dicatat
Weinstein, sulfonamide dapat ditemukan di urin dalam 30 menit
setelah dimasukkan secara oral (Fatah, 1982) Berbagai masalah
toksisitas yang serius dan hipersensivitas telah dilaporkan dengan
sulfanilamide dan kombinasi sulonamid-tri-metoprim. Reaksi
hipersensivitas meliputi demam obat, sindrom Steven-Johson, erupsi
kulit, miokarditis alergik, fotosintisasi dan kondisi sejenis
(Doerge, 1977). Penggunaan sulfonamide secara luas da tidak
selektif sering menyebabkan terjadinya kekebalan pada bakteri.
Kemungkinan penyebab terjadinya kekebalan adalah penigkatan
produksi asam p-aminobenzoat oleh bakteri. Bila mikroorganisme
sudah kebal terhadap satu sulfonamide pada umumnya terhadap semua
turunan sulfonamide juga kebal. Dosis awal sulfonamide pada umumnya
lebih besar dibanding dosis pemeliharaan oleh karena secara normal
tubuh mengandung asam p-aminobenzoat sedang sulfonamide dengan asam
tersebut bersifat kompetitif (Siswandono, 1995). Sulfanilamide
mempunyai pKa = 10,4, dalam urin yang mempunyai pH 6 terdapat dalam
bentuk tak terionisasi. Bentuk ini sukar larut dalam air sehingga
mudah membentuk Kristal di ginjal (Siswandono, 1995). Bahaya
pembentukan Kristal dalam ginjal karena pemberian sulfonamide telah
menurun besar sekali dengan pengguanaansulfonamid yang lebih larut
seperti sulfaksazol. Bahaya ini masih dapat dihilangkan lebih
lanjut dengan pemberian campuran sulfonamide. Jika beberapa
sulfonamide diberikan bersama-sama, aksi antibakteri campuran itu
merupakan penjumlahan aktivitas total kadar sulfonamide, tetapi
kelarutannya bebas dari adanya senyawa yang sama (Fatah,
1982)Berbagai variasi radikal R pada gugus amida (-SO2NHR) dan
substitusi gugus amino (NH2) menyebabkan perubahan sifat fisik,
kimia dan daya antibaktreri sulfonamida. Dalam kimia, gugus fungsi
sulfonamida dituliskan -S(=O)2-NH2, sebuah gugu sulfonat yang
berikatan dengan amina. Senyawa sulfonamida adalah senyawa yang
mengandung gugus tersebut.Beberapa sulfonamida dimungkinkan
diturunkan dari asam sulfonat dengan menggantikan gugus hidroksil
dengan gugus amina. Dalam kedokteran, istilah sulfonamida
kadang-kadang dijadikan sinonim untuk obat sulfa, yang merupakan
turunan sulfanilamida.,Dalam kimia,gugus fungsi sulfonamida
dituliskan -S(=O) 2-NH2 sebuah gugus sulfonat yang berikatan dengan
amina. Senyawa sulfonamida adalah senyawa yang mengandung gugus
tersebut. Beberapa sulfonamida dimungkinkan diturunkan dari asam
sulfonat dengan menggantikan gugus hidroksil dengan gugus amina.
Bersifat amfoter, karena itu sukar dipindahkan dengan cara
pengocokan yang digunakan dalam analisa organik. Sulfonamida larut
dalam air panas .Ketika diasamkan dengan asam cuka 3 % atau asam
cuka 7% sulfanilamid akan mudah larut .
1.2 Reaksi DiazotasiDiazotasi adalah reaksi antara amin aromatis
primer dengan asam nitrit yang berasal dari natrium nitrit dalam
suasana asam untuk membentuk garam diazonium. Metode ini hampir
digunakan terhadap sulfanilamida dan senyawa lain yang mempunyai
gugus amin aromatis primer bebas atau yang pada hidrolisis atau
reduksi mampu menghasilkan amin aromatis primer bebas atau yang
pada hidrolisis atau reduksi mampu menghasilkan amin aromatis
primer. Larutan diazo A terdiri dari asam sulfanilat 1g yang
dilarutkan dalam 60ml HCl 4N dan ditambah aquadest sebanyak 100ml.
Sedangkan larutan diazo B berisi NaNO2 0,7g dalam 100ml
aquadest.
BAB IIIMETODE KERJA
3.1 Alat dan Bahan3.1.1 Alat : Tabung reaksi Rak tabung Pipet
tetes Kertas saring Corong Gelas kimia Sentrifuga 3.1.2 Bahan :
Sampel (sulfanilamide ) Larutan diazo
3.2 Prosedur KerjaSampel + aquadest
Dekantasi
Filtrat
+ larutan Diazo
Residu
Sentrifuga
BAB IVHASIL PENGAMATAN
Table hasil pengamatan
No
PenentuanProsedur Hasil
1.Uji pendahuluan
Bentuk dan warna
berupa bubuk tabur, berwarna putih
Uji kelarutan
sangat mudah larut dalam air mendidih ,sukar larut dalam etanol
dan NaOH ,sangat sukar larut dalam kloroform
2.Uji penegasan Sampel + larutan diazo Ada endapan jingga
merah
BAB VPEMBAHASAN
Sulfanilamida adalah bubuk tabur, berwarna putih, TL + 163 0 C
,sangat mudah larut dalam air mendidih ,sukar larut dalam etanol
sangat sukar larut dalam kloroform .Pada sampel yang telah
dilarutkan dalam NaOH tidak terjadi reaksi apapun dan sampel tidak
dapat larut. Hal ini ditandai dengan tidak adanya perubahan pada
sampel baik terjadi perubahan warna maupun terjadi endapan di dasar
larutan. Sulfanilamida adalah antibakteri sulfonamida. Secara
kimiawi, molekul ini adalah molekul yang mengandung gugus
fungsional sulfonamide yang melekat pada anilin.
Sebagai antibiotik sulfonamide, berfungsi secara kompetitif
sebagai penghambat (misalnya, dengan bertindak sebagai substrat
analog) reaksi enzimatik yang melibatkan para-aminobenzoic acid
(PABA). PABA dibutuhkan dalam reaksi enzimatik yang menghasilkan
asam folat yang bertindak sebagai koenzim dalam sintesis purin,
pirimidin dan asam amino lainnya. Dalam metode pengujian
sulfanilamide direaksikan dengan larutan diazo .Diazotasi adalah
reaksi antara amin aromatis primer dengan asam nitrit yang berasal
dari natrium nitrit dalam suasana asam untuk membentuk garam
diazonium. Metode digunakan terhadap sulfanilamid karena mempunyai
gugus amin aromatis primer bebas atau yang pada hidrolisis atau
reduksi mampu menghasilkan amin aromatis primer bebas atau yang
pada hidrolisis atau reduksi mampu menghasilkan amin aromatis
primer.Diazotasi digunakan untuk penetapan senyawa-senyawa dalam
industri zat warna, senyawa farmasi dan dapat dipakai untuk
penetapan semua senyawa-senyawa yang mengandung gugus amina
aromatis primer.
Reaksi yang terjadi :
Atau
Sampel dapat bereaksi dengan larutan diazo karena berupa amin
aromatik sekuder dihidrolisis dengan asam (HCl) dan mempunyai gugus
nitroaromatik . Sampel berupa amina primer bisa langsung masuk ke
mekanisme reaksi diazotasi.
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden Ralph.J. & fesssenden Joan S. 1986. Kimia organik
edisi II. Erlangga. Jakarta.Fessenden Ralph.J. & fesssenden
Joan S. 1986. Kimia organik edisi III. Erlangga. Jakarta.Surjadi,.
2007.Kimia Analisis Farmasi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Diposkan 3rd September oleh Tiara Sani Safari 0 Tambahkan
komentar
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Teori RingkasSulfonamida dan senyawa kuinolin merupakan
kelompok obat penting pada penanganan infeksi saluran kemih ( ISK
). Demi pengertian yang baik pertama-tama akan dibicarakan secara
singkat beberapa aspek dari ISK, termaksud penangananya. Kemudian
pada bagian berikutnya akan dibahas secara mendalam kedua kelompok
tadi. Antibiotika ISK lainya penisilin atau sefalosforin dan amini
glikosida. (Tjay, 2007).Sulfonamida adalah kemoterapeutik yang
pertama digunakan secara sistematik untuk pengobatan dan pencegahan
penyakit infeksi pada manusia. Penggunaan sulfonamide kemudian
terdesak oleh antibiotik. Pertengahan tahun 1970 penemuan kegunaan
sediaan kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol meningktakan
kembali penggunaan sulfonamide untuk pengobatan penyakit infeksi
tertentu.Sulfonamida merupakan kelompok zat antibakteri dengan
rumus dasar yang sama yaitu H2N-C6H4-SO2NHR dan R adalah pelbagai
macam substituen. Pada prinsipnya senyawa ini dapat digunakan
terhadap berbagai infeksi.Sulfonamida bersifat amfoter artinya
dapat membentuk garam dengan asam maupun dengan basa. Daya larutnya
dalam air sangat kecil, garam alkalinya lebih baik, walaupun
larutan ini tidak stabil karena mudah terurai. (Tjay,
2007).Sulfadiazin adalah sulfonamida antibiotik . Ini menghilangkan
bakteri yang menyebabkan infeksi dengan menghentikan produksi asam
folat di dalam sel bakteri, dan umumnya digunakan untuk mengobati
infeksi saluran kemih (ISK). Dalam kombinasi, sulfadiazin dan
pirimetamin , dapat digunakan untuk mengobati toksoplasmosis ,
penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii. (Anonim, 2012).
Sulfanilamide adalah sulfonamida antibakteri . Secara kimia, itu
adalah molekul yang mengandung sulfonamide kelompok fungsional
melekat pada anilin . Sebagai antibiotik sulfonamide, itu berfungsi
dengan kompetitif menghambat (yaitu, dengan bertindak sebagai
substrat analog) enzimatik reaksi yang melibatkan para-aminobenzoic
acid (PABA). PABA dibutuhkan dalam reaksi enzimatik yang
menghasilkan asam folat yang bertindak sebagai koenzim dalam
sintesis purin, pirimidin dan asam amino lainnya.Istilah
"sulfanilamid" juga digunakan untuk menggambarkan keluarga molekul
yang mengandung kelompok-kelompok fungsional. Contoh meliputi: a.
Furosemide , sebuah loop diuretik b. Sulfadiazin , sebuah
antibiotikc. Sulfamethoxazole , sebuah antibiotik (Anonim,
2012).
B. Uraian Bahan1. Alkohol (Depkes RI, 1979)Nama Resmi :
AETHANOLUMNama Lain : Etanol, alkoholRumus molekul : C2H5OHBerat
Molekul : 46,07Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah
menguap dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar
dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.Kelarutan :Sangat
mudah larut dalam air, dalam kloroform p dan dalam eter p.Penyimpan
:Dalam wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya.Kegunaan : Zat
tambahan2. Aquadest (Depkes RI, 1979)Nama Resmi : AQUA
DESTILLATANama Lain : Air sulingRumus Kimia : H2OBerat Molekul :
18,02Pemerian :Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa.Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik3. Co-Nitrat
(Depkes RI, 1979)Nama Resmi : COBALT (II) NITRITNama lain : Kobalt
(II) Nitrat Rumus kimia : Co (NO3)2.6H2OPemeriaan : Hablur, merah,
meleleh basahKelarutan : Larut dalam air4. CuSO4 (Depkes RI,
1979)Nama Resmi : CUPRI SULFATNama Lain : Tembaga (II) sulfatRumus
Kimia : CuSO4Berat Molekul : 159,60Pemerian : Serbuk
keabuanKelarutan : Larut perlahan-lahan dalam airPenyimpanan :
Dalam wadah tertutup rapat Kegunaan :Zat adatif5. HCl (Depkes RI,
1979)Nama Resmi :ACIDUM HYDROCHLORIDUMNama Lain :Asam kloridaRumus
Kimia : HClBerat Molekul :36,46Pemerian :Cairan tidak berwarna,
berasap, bau merangsang jika diencerkan 2 bagian volume air, asap
akan hilang.Bobot Jenis : Lebih kurang 1,18Penyimpanan :Dalam wadah
tertutup rapat6. NH4OH (Depkes RI, 1979)Nama Resmi :AMMONIANama
Lain :AmoniaRumus Molekul :NH4OHBerat Molekul : 36,05Pemerian
:Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, menusuk kuatKelarutan
:Mudah larut dalam airPenyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan :Zat tambahan7. Pereaksi parry ( Tim Dosen, Hal. 35
)Larutan CoCl2 : 2 gramHCl : 1 mlAquadest : ad 100 mlAtauCo-nitrat
: 2 gramHCl : 1 mlAquadest : ad 100 ml8. Sulfadiazin (Depkes RI,
1979)Nama Resmi :SULFADIAZINUMNama Lain :SulfadiazinRumus Molekul :
C10H10N4O2SBerat Molekul : 250, 27 Rumus bangun :
Pemerian :Serbuk putih kekunigan atau putih agak merah jambu,
hampir tidak berbau, tidak berasaKelarutan :Praktis tidak larut
dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) P dan dalam aseton
P, mudah larut dalam asam mineral encer dan dalam larutan alkali
hidroksidaPenyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat terlindung dari
cahaya matahari.Kegunaan : AntibakteriDosis Maksimum :Sekali 2
gram, sehari 8 gram9. Sulfanilamida (Depkes RI, 1979)Nama Resmi :
SULFANILAMIDUNama Lain : SulfanilamidaRumus Molekul :
C6H8N2O2SBerat Molekul :172, 21 Rumus bangun :
Pemerian :Hablur serbuk halus atau putih, tidak berbau, rasa
agak pahit kemudian manis.Kelarutan : Larut dalam 200 bagian air,
sangat mudah larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam
etanol (95%) P dan sangat sukar larut dalam kloroform PPenyimpanan
:Dalam wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya.Kegunaan
:Antibakteri10. Vanillin (Depkes RI, 1979)Nama Resmi :
VANILLINUMNamaLain :Vanillin; 4-Hidroksi-3-metoksibenzaldehida
(121-33-5)Rumus Molekul :C8H8O3Berat Molekul :152,5Pemerian :Hablur
halus berbentuk jarum, putih hingga agak kuning, rasa dan bau khas,
dipengaruhi cahaya, larutan bereaksi asam terhadap lakmus Kelarutan
:Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, kloroform, Dallam
eter dan dalam larutan alkali hidroksida tertentu, larut dalam
gliserin dan dalam air panasPenyimpanan :Dalam wadah tertutup
baik.
BAB IIIMETODE KERJA
A. Alat dan Bahan1. Alata. Batang pengadukb. Corongc. Gelas
kimiad. Gelas ukure. Erlenmeyerf. Handscung. Labu ukur h. Lap kasar
dan lap halusi. Lampu spiritusj. Maskerk. Rak tabungl. Sendok
tandukm. Sendok porselinn. Timbangan o. Tabung reaksip. Pipet
tetes
B. Bahana. Alkohol 70 %b. Aquadestc. HCl Pekatd. Co-Nitrate.
CuSO4 1 %f. Pereaksi Parryg. Sampel D1h. Sampel D2i. Vanilin 1 %j.
Tissue
C. Cara kerja 1. Uji OrganoleptisA. Disiapkan alat dan bahanB.
Diamati bentuk, warna, bau, dan rasa.2. Uji Golongan / Uji
Penegasana. Untuk CuSO4 1 %1) Untuk kode sampel D1a) Disiapkan alat
dan bahanb) Diambil sampel D1 secukupnya masukkan dalam tabungc)
Reaksi kemudian dilarutkan dengan pereaksi CuSO4 1 % hingga
menghasilkan warna putih susu lama kelamaan warna putih endapan
putih kebiruan.2) Untuk Kode sampel D2a) Disiapkan alat dan bahanb)
Diambil sampel D2 secukupnya masukkan dalam tabung reaksi, kemudian
dilarutkan dengan pereaksi CuSO4 1 % hingga menghasilkan endapan
hijau kebiruan.b. Untuk Vanillin 1 %1) Untuk kode sampel D1a)
Disiapkan alat dan bahanb) Diambil sampel D1 secukupnya masukkan
dalam tabung reaksi, kemudian dilarutkan dengan pereaksi vanilin 1
% hingga menghasilkan endapan putih.2) Untuk kode sampel D2a)
Disiapkan alat dan bahanb) Diambil sampel D2 secukupnya masukkan
dalam tabung reaksi, kemudian dilarutkan dengan pereaksi vanillin 1
% hingga menghasilkan endapan putih kekuningan.c. Untuk NH4OH +
Pereaksi Parry1) Untuk kode sampel D1a) Disiapkan alat dan bahanb)
Diambil sampel D1 secukupnya masukkan dalam tabung reaksi, kemudian
dilarutkan dengan pereaksi NH4OH hingga menghasilkan warna putih
susu lama kelamaan warna putih endapan. Kemudian ditambahkan
Pereaksi Parry menghasilkan endapan merah.2) Untuk kode sampel D2a)
Disiapkan alat dan bahanb) Diambil sampel D2 secukupnya masukkan
dalam tabung reaksi, kemudian dilarutkan dengan pereaksi NH4OH
hingga menghasilkan warna kuning. Kemudian ditambahkan Pereaksi
Parry menghasilkan endapan hitam kemerahan.d. Untuk Alkohol 70 %1)
Untuk kode sampel D1a) Disiapkan alat dan bahanb) Diambil sampel D1
secukupnya masukkan dalam tabung reaksi, kemudian dilarutkan dengan
alkohol 70 % hingga menghasilkan warna bening.
2) Untuk kode sampel D2 a) Disiapkan alat dan bahanb) Diambil
sampel D2 secukupnya masukkan dalam tabung reaksi, kemudian
dilarutkan dengan alkohol 70 % hingga menghasilkan warna
bening.
BAB IVHASIL PENGAMATAN
A. Tabel Pengamatan1. Uji OrganoleptisNoKode
SampelWarnaBentukBauRasa
1.D1PutihSerbuk halusTidak berbauTidak berasa
2.D2PutihSerbuk halusTidak berbauTidak berasa
2. Uji Golongan / Uji PenegasanNoSampelPereaksiHasil (menurut
hasil praktikum)Hasil (Menurut Literatur)Keterangan
1.D1
CuSO41 %
Vanillin 1 %
NH4OH + Parry
Endapan warna putih susu, lama-kelamaan berwarna putih
kebiruan.
Endapan warna putih
Endapan putih, lama-kelamaan endapan merahUngu
Coklat
Hijau kotor - ungu
-
-
-
2.D2CuSO41 %
Vanillin 1 %
NH4OH + Parry
Alkohol 70 %
Endapan hijau kebiruan
Endapan putih kekuninganKuning kemudian Hitam
kemerahanPutihputih
bening
Hijau kotor-ungu
Putih-
+
+
+
B. Pembahasan Dalam kimia, rumus fungsi sulfonamide s C=72-NH2,
sebuah gugus sulfonat yang berkaitan dengan amina. Senyawa
sulfanimoda adalah senyawa mengandung gugus tersebut. Beberapa
sulfanomida dimungkinkan diturunkan juga dari asam sulfonat dengan
menggantikan gugus hidroksil dengan gugus amina. Dalam kedokteran,
istilah Sulfanomida kadang kadang dijadiakan siinonim untuk obat
sulfa,yang merupakan turunan sulfanilamid. Pada percobaan golongan
sulfonamida digunakan sampel yaitu Sampel D1 dan sampel D2 dimana
masing masing sampel terlebih dahulu dilakukan : 1. Uji
organoleptis yaitu diamati bau, bentuk, warna, dan rasa.2. Uji
Golongan / Uji penegasanPada uji organoleptis sampel D1 berwarna
putih, bentuk sebuk halus dan tidak berbau, sedangkan pada sampel
D2 berwarna putih, bentuk serbuk halus dan tidak berbau.Pada uji
golongan / uji penegasan, untuk Sampel D1, pada tabung pertama
ditambahkan CuSO4 1 % menghasilkan warna putih lama kelamaan
endapan putih kebiruan. Pada tabung kedua ditambahkan pereaksi
Vanillin 1 % menghasilkan endapan putih. Pada tabung ketiga
ditambahkan NH4OH menghasilkan warna putih. Kemudian ditambahkan
pereaksi Parry menghasilkan endapan merah.Untuk sampel D2, pada
tabung pertama ditambahkan CuSO4 1 % menghasilkan endapan hijau
kebiruan. Pada tabung kedua ditambahkan pereaksi Vanillin 1 %
menghasilkan endapan putih kekuningan. Pada tabung ketiga
ditambahkan NH4OH menghasilkan warna putih. Kemudian ditambahkan
pereaksi Parry menghasilkan endapan hitam kemerahan.Dari percobaan
ini diperoleh hasil yang tidak sesuai dengan literature, dimana
Sulfadiazin jika ditambahkan CuSO4 menghasilkan warna ungu, jika
direaksikan dengan Vanilin menghasilkan warna coklat, dan jika
direaksikan dengan NH4OH + Parry menghasilkan Hijau kotor ungu.
Sedangkan pada Sulfanilamid jika direaksikan dengan CuSO4
menghasilkan warna putih, jika direaksikan dengan Vanilin
menghasilkan warna bening, dan jika direaksikan dengan NH4OH +
Parry menghasilkan warna Hijau kotor ungu.Adapun ketidaksesuaian
hasil yang diperoleh dengan literatur, disebabkan oleh : Alat yang
digunakan kurang sterilSampel yang digunakan kurang baikKurangnya
ketelitian dalam melakukan percobaan
BAB VPENUTUP
A. Kesimpulan Dari percobaan yang dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa :1. Pada uji golongan / uji penegasan, untuk
sampel D1a. Sampel D1 + CuSO4 1 % endapan putih kehijauan (tidak
sesuai dengan literatur).b. Sampel D1 + Vanillin 1 % endapan putih
(tidak sesuai dengan literatur). c. Sampel D1 + NH4OH + Parry Putih
+ endapan merah (tidak sesuai dengan literatur) 2. Pada uji
golongan / uji penegasan, untuk sampel D2a. Sampel D1 + CuSO4 1 %
endapan hijau kebiruan (sesuai dengan literatur).b. Sampel D1 +
Vanillin 1 % endapan putih kekuningan (tidak sesuai dengan
literatur). c. Sampel D1 + NH4OH + Parry endapan kuning + hitam
kemerahan (sesuai dengan literatur)
B. Saran Kami sebagai praktikan mengharapkan arahan dan
bimbingan baik dalam praktikum maupun dalam pembuatan laporan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012. Sulfadiazin. (online)
(http://www.wikipedia.org/wiki), Diakses tanggal 21/12/12 jam 20.10
WITA
Anonim, 2012. Sulfanilamide. (online)
(http://www.wikipedia.org/wiki), Diakses tanggal 21/12/12 jam 20.15
WITA
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI:
Jakarta.
Dirjen POM. 1985. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI:
Jakarta.
Tjay T. H. & Rahardja S, 2008. Obat-obat Penting. Penerbit
PT. Elex Media Computindo kelompok kompas-Gramedia : Jakarta
Mulyono. 2005. Membuat Reagen Kimia. PT Bumi Aksara: JakartaBAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Vitamin C2.1.1 Definisi Vitamin CVitamin C adalah vitamin
yang tergolong vitamin yang larut dalam air. Sumber Vitamin C
sebagian besar tergolong dari sayur-sayuran dan buah-buahan
terutama buah-buahan segar. Asupan gizi rata-rata sehari sekitar 30
sampai 100 mg vitamin C yang dianjurkan untuk orang dewasa. Namun,
terdapat variasi kebutuhan dalam individu yang berbeda (Sweetman,
2005). Asam askorbat (vitamin C) adalah turunan heksosa dan
diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat kaitannya dengan
monosakarida. Vitamin C dapat disintesis dari D-glukosa dan
D-galaktosa dalam tumbuh-tumbuhan dan sebagian besar hewan. Vitamin
C terdapat dalam dua bentuk di alam, yaitu L-asam askorbat (bentuk
tereduksi) dan L-asam dehidro askorbat (bentuk teroksidasi).
Oksidasi bolak-balik L-asam askorbat menjadi L-asam dehidro
askorbat terjadi apabila bersentuhan dengan tembaga, panas, atau
alkali (Akhilender, 2003).DAFTAR PUSTAKA
Akhilender. 2003. Dasar-Dasar Biokimia I. Erlangga,
Jakarta.Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta :
Gramedia Pustaka UtamaBadan Litbang Pertanian. 2005. Prospek dan
arah Pengembangan Agribisnis Jeruk. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 39 h.Cahyono,
Bambang. 2010. Sukses Budi Daya Jambu Biji di Pekarangan dan
Perkebunan. Yogyakarta: Lily Publisher.Canene-Adams K., Clinton,
S.K., King, J. L., Lindshield, B. L., Wharton C., Jeffery, E. &
Erdman, J. W. Jr. 2004. The growth of the Dunning R-3327-H
transplantable prostate adenocarcinoma in rats fed diets containing
tomato, broccoli, lycopene, or receiving finasteride treatment.
FASEB J. 18: A886 (591.4). Day, R.A. dan A.L. Underwood. 1981.
Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit
Erlangga.Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan. Halaman
194-197, 513-520, 536, 539-540,549-552. Guyton, A . C . 2007.
Biokimia untuk Pertanian. USU-Press, MedanJung, H.C. and Wells,
W.W. 1997. Spontaneous Conversion of L-Dehydroascorbic Acid to
L-Ascorbic Acid and L-Erythroascorbic Acid. Biochemistry &
Biophysic Article. 355:9-14.Khomsan, Ali. 2010. Pangan dan Gizi
untuk Kesehatan. Jakarta: PT. Rajagrafindo PersadaPauling, L. 1971.
General Chemistry edisi4. Gaya Baru, Jakarta.Sandra Goodman.,
(1991). Vitamin C : The Master Nutrient. Dalam : Muhilal dan
Komari., (1995). Ester-C. Vitamin C Generasi III. Cetakan ketiga.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, Halaman 96-97Sastrohamidjojo,
Hardjono. 2005. Kimia Dasar. Yogyakarta: UGM PressSatuhu, S.,.
1994. Penanganan dan Pengolahan Buah. Jakarta: Penebar
SwadayaSherwood, L . 2001. Biochemistry for Dental Students. CBS
Publishers and Distributor, New Delhi.Spiege l-Roy P and
Goldschmidt EE. 1996. Biology Of Citrus. Cambridge University
Press. 221 pSunita Sudarmadji, A. M. dan Lana Sularto, 2007.
Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage, dan Tipe
Kepemilikan Perusahaan Terhadap Luas Voluntary Disclosure Laporan
keuangan Tahunan, Jurnal PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek
& Sipil), Volume 2, Universitas Gunadarma, JakartaTonucci, L.,
M.J. Holden, G.R. Beecher, F. Khacik, C.S. Davis, and G Mulokozi
(1995), carotenoid content of thermally processed tomato based food
product, J. Agric, Food Chem., (43):579-586. Tri Dewanti Ir.W.,
M.Kes, dkk. 2010. Aneka Produk Olahan Tomat Dan Cabe. Malang:
Universitas Brawijaya.
Pengertian Vitamin Vitamin atau vitamine mula-mula di utarakan
oleh sang ahli kimia pola, dia yang bernama Funk, yang percaya
bahwa zat penangkal beri-beri yang larut dalam amina itu adalah
suatu amina yang sangat vital. Dan dari kata tersebut lahirlah
istilah vitamine atau vitamin. Kini vitamin dikenal sebagai suatu
kelompok senyawa organic yang tidak termasuk dalam golongan
protein, karbohidrat, maupun lemak dan terdapat dalam jumlah kecil
dalam bahan makanan tapi sangat penting bagi beberapa fungsi tubuh
untuk menjaga kelangsungan kehidupan serta pertumbuhan (Revan,
2011).Vitamin adalah bahan esensial yang diperlukan untuk membantu
kelancaran penyerapan zat gizi dan proses metabolisme tubuh.
Kekurangan vitamin dapat berpengaruh bagi kesehatan, karena itu
diperlukan asupan harian dalam jumlah tertentu yang idealnya bisa
diperoleh dari makanan. Jumlah kecukupan asupan vitamin per hari
untuk perawatan kesehatan tersebut ditetapkan sebagai RDA
(Recommended Daily Allowance). Beberapa vitamin tertentu bila
diberikan dalam dosis tinggi mempunyai efek, antioksidan yang
membantu sistem imunitas tubuh dalam menetralkan benda asing yang
berasal dari radikal bebas dan kuman penyakit. Dan beberapa vitamin
lain mempunyai efek penyembuhan, sebagai kebalikan dari defisiensi
yang terjadi akibat kekurangan vitamin tersebut (Kim, 2002).Dalam
penentuan ada tidaknya vitamin alat yang dapat digunakan untuk
mengukur kandungan asam amino yaitu dengan menggunakan High
Performance Liquid Chromatography (HPLC). Alat HPLC dapat digunakan
juga untuk analisis asam lemak sebagai komponen penyusun lemak dan
vitamin. Mengingat metode analisis sangat bervariasi baik bahan
yang digunakan maupun tingkat ketelitiannya, maka pemilihan dan
penetapan metode analisis merupakan suatu keharusan (hernawati,
2013).Secara umum, antihistamin diserap dengan baik pemberian oral
berikut sebagai formulasi padat dan cair, dan mencapai konsentrasi
plasma maksimum antara 1-4 jam setelah pemberian dosis pada pasien
anak dan dewasa. Plasma paruh tergantung pada metabolisme obat dan
proses pembersihan dalam tubuh, dan meskipun proses tersebut adalah
sama pada anak-anak dan pada orang dewasa, mereka relatif
dipercepat pada anak-anak dalam kasus antihistamin tertentu.
Akibatnya, dosis yang ideal dalam kasus tersebut adalah sekali
setiap 12 jam bukan sekali setiap 24 jam (misalnya, dalam kasus
levocetirizine pada anak-anak TK). Semua antihistamin generasi
pertama, serta obat-obatan yang generasi kedua, dimetabolisme di
hati oleh sistem enzim sitokrom P450. Hanya cetirizine,
fexofenadine levocetirizine dan sebagian besar dihilangkan tanpa
transformasi metabolik (dalam urin dalam dua kasus pertama, dan
dalam empedu dalam kasus fexofenadine) (Cuvillo, 2007).Manfaat
positif dari antihistamin diresepkan untuk rhinitis alergi meliputi
peningkatan kaliber saluran napas, pernapasan meningkat, dan gejala
berkurang secara signifikan. Studi lain menunjukkan bahwa obat yang
diresepkan untuk mengobati rhinitis alergi dapat mengurangi gejala
asma. Sementara obat ini tampaknya mengurangi gejala dan
meningkatkan kesehatan pasien, pertimbangan harus diberikan untuk
total biaya, diperkirakan sebesar $ 8400000000 per tahun. Untuk
beberapa pasien, bagaimanapun, penggunaan obat alergi mungkin tidak
efektif atau hanya menawarkan solusi jangka pendek untuk masalah
yang sedang berlangsung. Sebagai contoh, para penulis dalam sebuah
studi menegaskan bahwa meskipun obat-obat ini dapat mengurangi
gejala, diagnosis yang akurat menunjukkan manajemen yang lebih
tepat klinis, perubahan obat lebih jarang, dan meningkatkan
kualitas hidup (Szeinbach, 2004).DAFTAR PUSTAKACuvillo, A Del, J
Sastre, J Montoro, I Juregui, M Ferrer, I Dvila, J Bartra, J
Mullol, dan A Valero, 2007, Use of antihistamines in pediatrics,
Journal Investigation Allergol Clin Immunol, Vol. 17, No. 2,
Spanyol.
Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi Ketiga, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Dirjen POM, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi Keempat, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Gandjar, Ibnu G. dan Abdul Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta. (Hal. 1 dan 10)
Jamil, Muhammad, Ibrahim Labeda, dan Burhanuddin Bahar, 2009,
Antibiotic Sensitivity Of Peritoneum Microbial Cultured From
Peritonitis Patients At An Emergency Unit, The Indonesian Journal
of Medical Science, Vol. 1, No. 5, Makassar.
Refdanita, Maksum R., Nurgani A., dan Endang P., 2004, Pola
Kepekaan Kuman Terhadap Antibiotika Di Ruang Rawat Intensif Rumah
Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001 2002, Makara Kesehatan, Vol. 8,
No. 2, Jakarta.