9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi, Fungsi dan Peranan Jalan Menurut UU No 38 tahun 2004 tentang Jalan, sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. Berdasarkan fungsinya, jalan dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata- rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
64
Embed
TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II RINI... · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi, Fungsi dan Peranan Jalan Menurut UU No 38 tahun 2004 tentang Jalan, sistem jaringan jalan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi, Fungsi dan Peranan Jalan
Menurut UU No 38 tahun 2004 tentang Jalan, sistem jaringan jalan
merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan jalan primer
dan sistem jaringan jalan sekunder. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem
jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua
simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. Sistem jaringan jalan
sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi
barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.
Berdasarkan fungsinya, jalan dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan
kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Jalan arteri merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-
rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Jalan kolektor
merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi
dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan
masuk dibatasi. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan
kecepatan rata-rata rendah.
10
Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting
terutama dalam mendukung ekonomi, sosial budaya, lingkungan, politik, serta
pertahanan dan keamanan. Dari aspek ekonomi, jalan sebagai modal sosial
masyarakat merupakan katalisator di antara proses produksi, pasar, dan konsumen
akhir. Dari aspek sosial budaya, keberadaan jalan membuka cakrawala masyarakat
yang dapat menjadi wahana perubahan sosial, membangun toleransi, dan mencairkan
sekat budaya. Dari aspek lingkungan, keberadaan jalan diperlukan untuk mendukung
pembangunan berkelanjutan. Dari aspek politik, keberadaan jalan menghubungkan
dan mengikat antardaerah, sedangkan dari aspek pertahanan dan keamanan,
keberadaan jalan memberikan akses dan mobilitas dalam penyelenggaraan sistem
pertahanan dan keamanan.
2.2 Peranan Sektor Transportasi Dalam Pembangunan
Salah satu ciri negara berkembang adalah adanya pembangunan di berbagai
sektor baik ekonomi, fisik maupun. Dalam pembangunan tersebut, prasarana
transportasi memiliki peranan penting sebagai sistem yang menghubungkan antara
satu daerah dengan daerah lainnya. Meskipun bukan merupakan satu-satunya
prasarana yang penting, prasarana transportasi merupakan suatu syarat yang perlu
(necessary condition) bagi ekonomi suatu daerah untuk berkembang (LPM-ITB,
1997). Fungsi ini sangat efektif khususnya di bidang jaringan jalan, mengingat
sifatnya yang dapat melayani kebutuhan transportasi door to door yang praktis dan
11
tidak dapat disamakan dengan sistem jaringan transportasi lainnya. Secara umum
peranan sistem transportasi dapat dibedakan menjadi dua (LPM-ITB, 1997) yaitu:
1. Membangkitkan kebutuhan (generate the demand)
Peran transportasi dalam membangkitkan kebutuhan merupakan suatu hal yang
sangat jelas. Namun peranan ini dapat bervariasi tingkat kontribusinya dari suatu
daerah ke daerah lainnya.
2. Mengikuti pertumbuhan kebutuhan (follow the demand)
Pada daerah-daerah yang sangat berkembang ekonominya, kekuatan pasar akan
menentukan prasarana transportasi atau perkembangan sistem transportasi akan
mengikuti tuntutan aktivitas ekonomi.
2.3 Pergerakan di Wilayah Perkotaan
Pada dasarnya pergerakan yang terjadi di wilayah perkotaan disebabkan oleh
sebaran spasial pola tata guna lahan untuk berbagai aktivitas masyarakat. Hal ini
disebabkan terpisahnya satu lokasi aktivitas dengan aktivitas lainnya yaitu:
pemukiman, perkantoran, pendidikan, rekreasi dan sebagainya sehingga
memunculkan kebutuhan untuk melakukan pergerakan. Dalam ilmu transportasi,
pergerakan dalam suatu wilayah terbentuk berdasarkan karakteristik non spasial dan
spasial (Morlok, 1991).
Karakteristik pergerakan non spasial berkaitan dengan beberapa aspek yaitu:
1. Sebab terjadinya pergerakan
Dapat dibedakan menurut maksud/tujuan perjalanan sesuai karakteristik
dasarnya yang berkaitan dengan ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan.
12
Yang dimaksud pergerakan dengan maksud/tujuan ekonomi adalah
pergerakan dari dan menuju tempat kerja untuk pergerakan yang berkaitan
dengan bekerja, dari dan menuju pusat perbelanjaan untuk pergerakan yang
berkaitan dengan berbelanja atau bisnis dan pergerakan untuk kepentingan
pribadi. Pergerakan dengan maksud sosial merupakan pergerakan dari dan
menuju rumah saudara, serta dari dan menuju tempat pertemuan bukan
rumah. Pergerakan dengan maksud pendidikan adalah pergerakan dari dan
menuju sekolah, kampus serta tempat lain yang digunakan untuk kegiatan
pendidikan. Pergerakan dengan maksud rekreasi adalah pergerakan dari dan
menuju tempat rekreasi atau pergerakan dengan kepentingan hiburan.
2. Waktu terjadinya pergerakan
Waktu terjadinya pergerakan sangat tergantung pada waktu dimana seseorang
melakukan aktivitas dalam kegiatan sehari-harinya. Perjalanan dengan
maksud bekerja biasanya mengikuti pola jam bekerjanya, perjalanan dengan
maksud pendidikan umumnya mengikuti pola waktu pendidikannya dan
perjalanan dengan maksud berbelanja memiliki pola menyebar. Jika ditinjau
secara keseluruhan maka pola perjalanan harian masyarakat perkotaan pada
dasarnya merupakan gabungan dari pola perjalanan dengan maksud/tujuan
bekerja, pendidikan, berbelanja serta kegiatan sosial lainnya.
3. Jenis moda yang digunakan
Dalam menentukan pilihan jenis moda yang akan digunakan, maka pengguna
akan mempertimbangkan beberapa faktor antara lain: maksud/tujuan
perjalanan, jarak tempuh, biaya serta tingkat kenyamanan. Untuk perjalanan
13
dengan jarak dekat (< 2 km) pada umumnya seseorang akan cenderung
memilih untuk berjalan kaki, walaupun ada beberapa orang yang tetap
memilih menggunakan kendaraan. Adanya peningkatan jarak perjalanan
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan seseorang untuk
menggunakan kendaraannya.
Karakteristik pergerakan spasial berkaitan dengan aspek sebagai berikut:
1. Pola perjalanan orang
Pola perjalanan orang pada kawasan perkotaan sangat dipengaruhi oleh pola
sebaran tata guna lahan dari suatu kota. Sebaran spasial dari lokasi industri,
perkantoran, pendidikan, pemukiman dan pertokoan sangat mempengaruhi
pola perjalanan orang.
2. Pola perjalanan barang
Pola perjalanan barang sangat dipengaruhi oleh aktivitas produksi dan
konsumsi, dimana sangat tergantung dari pola sebaran tata guna lahan
pemukiman, industri, pertanian dan perkebunan.
2.4 Prediksi Lalu Lintas
Adanya perkembangan wilayah maupun perubahan penggunaan lahan dapat
berdampak pola pergerakan arus lalu lintas termasuk besarannya pada lingkungan
sekitar dalam radius tertentu. Hal ini, sering pula mengakibatkan perlunya ada
perubahan didalam sistem lalu lintas jalan dan angkutan yang antara lain dapat
meliputi prasarana jalan (pelebaran atau penambahan/perluasan jaringan jalan),
sarana angkutan (pengaturan baru/penambahan trayek angkutan umum, perubahan
14
arus pergerakan lalu lintas, dll.), penyedian fasilitas pejalan kaki atau pembangunan
jembatan penyebrangan orang, dll.
Untuk itu, maka setiap adanya perubahan fungsi bangunan atau
pengembangan baru, diperlukan suatu kajian kuantitatif dan penilaian atas dampak
lalu lintas pada jaringan jalan yang berpotensi terjadi, berupa prediksi arus lalu lintas
yang pada akhirnya akan mencerminkan pola pergerakan arus lalu lintas baru.
2.4.1 Arus dan Komposisi Lalu Lintas
Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu ruas jalan
pada periode waktu tertentu. Lalu lintas harian rata-rata (LHR) adalah jumlah
kendaraan yang melintasi suatu titik pengamatan pada suatu ruas jalan dalam satu
hari (Departemen PU, 1997). Berdasarkan cara memperoleh data tersebut dikenal dua
jenis LHR yaitu: lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) dan lalu lintas harian
rata-rata. LHRT merupakan arus lalu lintas rata-rata yang melewati satu jalur jalan
selama 24 jam dan diperoleh dari data selama satu tahun. LHR merupakan arus lalu
lintas yang diperoleh selama pengamatan dibagi dengan lamanya waktu pengamatan.
LHR dan LHRT dinyatakan dalam satuan kendaraan/hari/arah. Sedangkan volume
jam perencanaan (VJP) adalah arus jam puncak yang digunakan untuk perancangan
(design) dan perencanaan (planning).
Besarnya nilai VJP dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut (Departemen
PU, 1997):
VJP = LHRT x K/F……………………………………………..……. (2.1)
dimana:
VJP = volume jam perencanaan (smp/jam)
15
LHRT = lalu lintas harian rata-rata tahunan (smp/hari)
K = faktor volume lalu lintas jam sibuk (%)
F = faktor variasi tingkat lalu lintas per-1/4 jam, dalam satu jam
Adapun nilai K seperti rumus diatas dipengaruhi oleh besarnya volume lalu-
lintas harian yang ditunjukkan pada dibawah:
Tabel 2.1Penentuan Faktor-K dan Faktor-F
LHR (smp/hari) Faktor-K (%) Faktor-F (%)
> 50.000 4,00 - 6,00 0,9 - 1
30.000 - 50.000 6,00 - 8,00 0,8 - 1
10.000 - 30.000 6,00 - 8,00 0,8 - 1
5.000 - 10.000 8,00 - 10,00 0,6 - 0,8
1.000 - 5.000 10,00 - 12,00 0,6 - 0,8
1.000 12,00 - 16,00 < 0,6
Sumber: Departemen PU, 1997
Untuk menghitung LHRT harus tersedia data jumlah kendaraan yang terus
menerus selama satu tahun penuh. Mengingat keterbatasan biaya dan
membandingkan ketelitian yang dicapai serta tidak semua tempat di Indonesia
mempunyai volume lalu lintas selama satu tahun penuh maka untuk kondisi tersebut
dapat digunakan lalu lintas harian rata-rata.
Analisa kapasitas jalan dilakukan untuk periode satu jam puncak; arus dan
kecepatan rata-rata ditentukan untuk periode tersebut. Penggunaan periode analisa
satu hari penuh (LHRT) terlalu kasar untuk analisa operasional dan perencanaan. Di
lain pihak, penggunaan 15 menit puncak dari jam puncak terlalu rinci.
16
LHR atau LHRT untuk perencanaan jalan baru didapat dari analisa data yang
diperoleh berdasarkan survei volume lalu lintas (traffic counting) dan survei asal
tujuan di jalan tersebut atau jalan sekitarnya untuk pembangunan jalan baru.
Tipe kendaraan dikelompokkan menjadi:
a. Kendaraan ringan (light vehicle/LV) meliputi: mobil penumpang, opelet,
mikrobis, pick up dan truk kecil.
b. Kendaraan berat (heavy vehicle/HV) meliputi: truk dan bus.
c. Sepeda motor (motorcycle/MC) meliputi: kendaraan bermotor beroda dua
atau termasuk sepeda motor dan sekuter.
d. Kendaraan tak bermotor meliputi: kendaraan beroda yang menggunakan
tenaga manusia atau hewan termasuk sepeda, becak, kereta kuda dan
gerobak atau kereta dorong.
Akibat bervariasinya komposisi kendaraan pada suatu ruas jalan maka
diperlukan adanya konversi satuan. Untuk memperoleh volume lalu lintas dalam
satuan mobil penumpang (smp) dibutuhkan faktor konversi dari berbagai jenis
kendaraan menjadi kendaraan penumpang. Ekivalensi mobil penumpang (emp)
digunakan untuk merubah berbagai jenis kendaraan dalam arus lalu lintas ke dalam
smp. Nilai emp untuk kendaraan ringan besarnya selalu 1,00.
Besarnya nilai emp untuk tiap-tiap kendaraan pada jalan perkotaan dapat
dilihat dari Tabel 2.2 dan Tabel 2.3 berikut :
17
Tabel 2.2Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi
Tipe JalanJalan TakTerbagi
Arus LaluLintas
Total DuaArah
(kend/jam)
EmpHV MC
Lebar Jalur Lalu Lintas(Wc)
≤ 6 m > 6mDua lajur takterbagi (2/2 UD)
0≥ 1800
1,3 0,5 0,41,2 0,35 0,25
Empat lajur takterbagi (4/2 UD)
0≥ 3700
1,3 0,41,2 0,25
Sumber: Departemen PU, 1997
Tabel 2.3Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang untuk Jalan Perkotaan Terbagi
Tipe JalanJalan Satu Arah dan
Jalan Terbagi
Arus LaluLintas
Per Lajur(kend/jam)
EmpHV MC
Dua lajur satu arah (2/1) 0 1,3 0,40Empat lajut terbagi (2/4 D) ≥ 1050 1,2 0,25Tiga lajur satu arah (3/1) 0 1,3 0,40Enam lajur terbagi (6/2 D) ≥ 1100 1,2 0,25Sumber: Departemen PU, 1997
2.4.2 Metode Prediksi Arus Lalu Lintas
Prediksi arus lalu lintas didasarkan atas arus lalu lintas saat ini pada jalan
eksisting sebagai data awal dan menganalisis kebutuhan perjalanannya untuk
menghasilkan proyeksi lalu lintas yang akan melalui jalan rencana. Secara kualitatif
prediksi arus lalu lintas dapat memberikan gambaran umum tentang pola arus lalu
lintas sehingga sangat penting bagi instansi terkait maupun perencana dalam
18
menetapkan kebijakan pembinaan jaringan jalan, mengambil keputusan terhadap
alternatif perbaikan jalan atau infrastruktur lainnya dan strategi untuk mengendalikan
tata guna lahan di sekitar jalur utama. Salah satu metode untuk memprediksi arus lalu
lintas dan pergerakan adalah dengan menghitung faktor pertumbuhan lalu lintas dan
selanjutnya jumlah arus lalu lintas yang akan datang dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:
Q’ = Q ( 1 + i )n ………………………………………………...….… (2.2)
dimana :
Q’ = arus lalu lintas n tahun yang akan datang (smp/jam)
Q = arus lalu lintas saat ini (smp/jam)
i = faktor pertumbuhan lalu lintas (%/thn)
n = jumlah tahun rencana (tahun)
Besarnya faktor pertumbuhan lalu lintas (i %) diperoleh melalui analisis
berdasarkan rata-rata lalu lintas harian lima tahun terakhir, pertumbuhan jumlah
penduduk, pertumbuhan inflasi, pertumbuhan kepemilikan kendaraan lima tahun
terakhir dan pertumbuhan ekonomi lima tahun terakhir.
2.4.3 Volume Lalu Lintas
Jumlah kendaraan yang akan memakai jalan dinyatakan dalam volume lalu
lintas, biasanya ditetapkan dalam variasi tahunan, harian, jam-jaman atau dalam
satuan yang lebih kecil. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011,
volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik tertentu pada
ruas jalan per satuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan/jam atau smp/jam.
19
Volume lalu lintas tidak selalu tetap dalam operasionalnya dan bukan arus
yang homogen dari kendaraan melainkan terdiri dari berbagai jenis kendaraan.
Volume kendaraan dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut :
T
NQ ……………………………………………………………..…….. (2.3)
dimana:
Q = volume (kendaraan/jam)
N = jumlah kendaraan (kendaraan)
T = waktu pengamatan (jam)
2.5 Analisis Kinerja Ruas Jalan
Analisis kinerja ruas jalan akibat perilaku arus lalu lintas yang ada atau yang
diramalkan untuk tipe jalan perkotaan dapat dihitung dengan prosedur analisis
sebagai berikut (Departemen PU, 1997) :
1. Kecepatan arus bebas
2. Kapasitas
3. Derajat kejenuhan
4. Arus lalu lintas yang dapat dilewatkan oleh segmen jalan tertentu dengan
mempertahankan tingkat kecepatan atau derajat kejenuhan tertentu
5. Kecepatan pada kondisi arus sesungguhnya
2.5.1 Kecepatan Arus Bebas
Kecepatan arus bebas (FV) merupaan kecepatan pada tingkat arus nol yaitu:
kecepatan yang akan dipilih pengemudi bila mengendarai kendaraan bermotor tanpa
dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain di jalan (Departemen PU, 1997).
20
Kecepatan arus bebas kendaraan ringan telah dipilih sebagai kriteria dasar untuk
kinerja segmen jalan pada arus sebesar nol. Persamaan untuk menentukan arus
kecepatan bebas mempunyai bentuk umum sebagai berikut:
FV = (Fvo + FVw) x FFVsf x FFVcs …………………………..…… (2.4)
dimana :
FV = kecepatan arus bebas kendaraan ringan (km/jam)
FVo = kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam), sesuai Tabel
2.4
FVw = penyesuaian untuk kecepatan arus bebas akibat lebar jalur lalu lintas
(km/jam), sesuai Tabel 2.5
FFVsf = faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas akibat hambatan
samping sebagai fungsi lebar bahu atau jarak kereb-penghalang,
sesuai Tabel 2.6 dan Tabel 2.7
FFVcs = faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas akibat ukuran kota,
sesuai Tabel 2.8
Besarnya FVo dan penyesuaian FVw, FFVsf dan FFVcs pada jalan perkotaan
berdasarkan tabel dalam MKJI (Departemen PU, 1997).
21
Tabel 2.4Kecepatan Arus Bebas Dasar untuk Jalan Perkotaan
Tipe Jalan Kecepatan Arus Bebas Dasar (km/jam)Kendaraan
RinganKendaraan
BeratSepedaMotor
SemuaKendaraan(Rata-Rata)
Enam lajur terbagi (6/2D) atauTiga lajur satu arah(3/1)
61 52 48 57
Empat lajur terbagi(4/2 D) atauDua lajur satu arah(2/1)
57 50 47 55
Empat lajur tak terbagi(4/2UD)
53 46 43 51
Dua lajur tak terbagi(2/2 UD)
44 40 40 42
Sumber: Departemen PU, 1997
Tabel 2.5Penyesuaian untuk Pengaruh Lebar Jalur Lalu Lintas Pada Kecepatan Arus
Bebas Kendaraan Ringan, Jalan Perkotaan
Tipe Jalan Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif(Wc)(m)
FVw(km/jam)
Empat lajurterbagi ataujalan satu arah
per lajur3,003,253,503,754,00
-4-2024
Empat lajur taktebagi
per lajur3,003,253,503,754,00
-4-2024
Dua lajur takterbagi
total dua arah567891011
-9,5-303467
Sumber: Departemen PU, 1997
22
Tabel 2.6Faktor Penyesuaian untuk Pengaruh Hambatan Samping dan Lebar Bahu
Pada Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringanuntuk Jalan Perkotaan dengan Bahu
Tipe
Jalan
Kelas
Hambatan
Faktor Penyesuaian Hambatan
Samping dan Lebar Bahu
Samping Lebar Bahu Efektif (Ws) (m)
(Side Friction Class/ SFC) ≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2,0 m
4/2 D VL (very low) 1,02 1,03 1,03 1,04
L (low) 0,98 1,00 1,02 1,03
M (medium) 0,94 0,97 1,00 1,02
H (high) 0,89 0,93 0,96 0,99
VH (very high) 0,84 0,88 0,92 0,96
4/2 UD VL 1,02 1,03 1,03 1,04
L 0,98 1,00 1,02 1,03
M 0,93 0,96 0,99 1,02
H 0,87 0,91 0,94 0,98
VH 0,80 0,86 0,90 0,95
2/2 UD
atau jalan
satu arah
VL 1,00 1,01 1,01 1,01
L 0,96 0,98 0,99 1,00
M 0,91 0,93 0,96 0,99
H 0,82 0,86 0,90 0,95
VH 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber: Departemen PU, 1997
23
Tabel 2.7Faktor Penyesuaian untuk Pengaruh Hambatan Samping dan Jarak
Kereb-Penghalang Pada Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringanuntuk Jalan Perkotaan dengan Kereb
TipeJalan
KelasHambatan
Faktor Penyesuaian HambatanSamping dan Jarak Kereb-
PenghalangSamping Lebar Bahu Efektif (Wk) (m)
(SFC) ≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2,0 m4/2 D VL 1,00 1,01 1,01 1,02
L 0,97 0,98 0,99 1,00
M 0,93 0,95 0,97 0,99
H 0,87 0,90 0,93 0,96
VH 0,81 0,85 0,88 0,92
4/2 UD VL 1,00 1,01 1,01 1,02
L 0,96 0,98 0,99 1,00
M 0,91 0,93 0,96 0,98
H 0,84 0,87 0,90 0,94
VH 0,77 0,81 0,85 0,90
2/2 UDatau jalansatu arah
VL 0,98 0,99 0,99 1,00
L 0,93 0,95 0,96 0,98
M 0,87 0,89 0,92 0,95
H 0,78 0,81 0,84 0,88
VH 0,68 0.72 0,77 0.82
Sumber: Departemen PU, 1997
24
Tabel 2.8Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Ukuran Kota
Ukuran Kota
(juta jiwa)
Faktor Penyesuaian
Ukuran Kota
< 0,1 0,90
0,1 ≤ X < 0,5 0,93
0,5 ≤ X <1,0 0,95
1,0 ≤ X < 3,0 1,00
≥ 3,0 1,03
Sumber: Departemen PU, 1997
2.5.2 Kapasitas jalan
Kapasitas suatu ruas jalan didefinisikan sebagai volume lalu lintas maksimum
melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan waktu (Departemen
PU, 1997). Ukuran kapasitas umumnya adalah kendaraan/jam atau smp/jam.
Kapasitas jalan dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
C = Co x FCW x FCSP x FCSF x FCCS ……...………………..……… (2.5)
dimana :
C = kapasitas (smp/jam)
Co = kapasitas dasar (smp/jam)
FCW = faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat lebar jalur lalu lintas
FCSP = faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat pemisahan arah
FCSF = faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat hambatan samping
FCCS = faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat ukuran kota
25
Jika kejadian di lapangan menyerupai kondisi ideal maka semua faktor
penyesuaian dianggap sama dengan satu sehingga kapasitas yang sesungguhnya
menjadi sama dengan kapasitas dasar.
Tabel 2.9Kapasitas Dasar untuk Jalan Perkotaan
Tipe Jalan Kapasitas Dasar
(smp/jam)
Catatan
Empat lajur terbagi atau
jalan satu arah
1650 per lajur
Empat lajur tak terbagi 1500 per lajur
Dua lajur tak terbagi 2900 total dua lajur
Sumber: Departemen PU, 1997
2.5.2.1 Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas untuk jalan perkotaan
Penentuan FCw berdasarkan lebar jalur lalu lintas efektif. Faktor penyesuaian
kapasitas untuk jalan lebih dari empat lajur ditentukan dengan menggunakan
nilai per lajur seperti yang diberikan untuk jalan empat lajur seperti pada
Tabel 2.10 (Departemen PU, 1997).
26
Tabel 2.10Penyesuaian Kapasitas untuk Masing-Masing Lebar Jalan
Pada Jalan Perkotaan
Tipe Jalan Lebar Jalur Lalu Lintas
Efektif
(Wc)
(m)
FCw
Empat lajur
terbagi atau
jalan satu arah
per lajur
3,00
3,25
3,50
3,75
4,00
0,92
0,96
1,00
1,04
1,08
Empat lajur
tak tebagi
per lajur
3,00
3,25
3,50
3,75
4,00
0,91
0,95
1,00
1,05
1,09
Dua lajur tak
terbagi
total dua arah
5
6
7
8
9
10
11
0,56
0,87
1,00
1,14
1,25
1,29
1,34
Sumber: Departemen PU, 1997
27
2.5.2.2 Faktor penyesuaian pemisah arah (FCsp)
Untuk menentukan FCsp untuk jalan dua lajur dua arah (2/2) dan empat lajur
dua arah (4/2) tak terbagi (UD) didapat dari Tabel 2.11.
Tabel 2.11Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Pemisah Arah
Pemisah Arah SP
(% sd %)
50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
FC Sp 2/2 UD 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
4/2 UD 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94
Sumber: Departemen PU, 1997
2.5.2.3 Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan atau kereb (FCsf)
Hambatan samping yang berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan
perkotaan meliputi:
- Pejalan kaki
- Angkutan umum dan kendaraan lain berhenti
- Kendaraan tidak bermotor
- Kendaraan keluar dan masuk dari lahan di samping jalan.
Untuk menyederhanakan peranannya dalam prosedur perhitungan, tingkat
hambatan samping telah dikelompokkan dalam lima kelas dari sangat rendah
sampai sangat tinggi sebagai fungsi dari frekuensi hambatan samping
sepanjang jalan yang diamati.
Hambatan samping merupakan dampak terhadap kinerja lalu lintas terhadap
kinerja jalan seperti pejalan kaki (bobot = 0,5); kendaraan umum atau
kendaraan lain berhenti (bobot = 1,0); kendaraan masuk atau keluar sisi jalan
28
(bobot = 0,7) dan kendaraan tidak bermotor (bobot = 0,4). Adapun kelas
hambatan samping pada suatu ruas jalan dapat dilihat dari Tabel 2.12.
Menurut Departemen PU, 1997 untuk menentukan kelas hambatan samping
digunakan data frekwensi hambatan samping per jam per 200 m pada kedua
sisi segmen yang diamati. Dalam penelitian ini, data rinci hambatan samping
tidak tersedia sehingga kelas hambatan samping ditentukan berdasarkan
kondisi tata guna lahan (kondisi khusus) untuk mewakili keadaan segmen
jalan yang dianalisa.
Dalam menentukan FCsf dapat dibagi menjadi dua yaitu: jalan dengan bahu
dan jalan dengan kereb.
Tabel 2.12Kelas Hambatan Samping
KelasHambatanSamping
Kode Jumlah BerbobotKejadian Per 200m Per Jam (Dua
Sisi)
Kondisi Khusus
Sangatrendah
VL(very low)
< 100 Daerah pemukiman:jalan samping
tersediaRendah L
(low)100-299 Daerah pemukiman:
beberapa kendaraanumum dsb
Sedang M(medium)
300-499 Daerah industri:beberapa toko di sisi
jalanTinggi H
(high)500-899 Daerah komersial:
aktivitas sisi jalantinggi
Sangattinggi
VH(very high)
> 900 Daerah komersial:aktivitas pasar di
samping jalanSumber: Departemen PU, 1997
29
a. Jalan dengan bahu
Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dan bahu
jalan (FCsf) pada jalan perkotaan dapat dilihat pada Tabel 2.13.
Tabel 2.13Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Pengaruh Hambatan
Samping dan Lebar Bahu Pada Jalan Perkotaan
Tipe Jalan Kelas
Hambatan
Faktor Penyesuaian Hambatan
Samping dan Lebar Bahu
Samping Lebar Bahu Efektif (Ws) (m)
(SFC) < 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2,0 m
4/2 D VL 0,96 0,98 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1,00 1,02
M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,88 0,92 0,95 0,98
VH 0,84 0,88 0,92 0,96
4/2 UD VL 0,96 0,99 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1,00 1,02
M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,87 0,91 0,94 0,98
VH 0,80 0,86 0,90 0,95
2/2 UD atau
jalan satu arah
VL 0,94 0,96 0,99 1,01
L 0,92 0,94 0,97 1,00
M 0,89 0,92 0,95 0,98
H 0,82 0,86 0,90 0,95
VH 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber: Departemen PU, 1997
30
b. Jalan dengan kereb
FCsf didapat dari Tabel 2.14 adalah berdasarkan jarak antar kereb dan
penghalang pada trotoar dan kelas hambatan samping (SCsf).
Tabel 2.14Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Pengaruh Hambatan
Samping dan Kereb Jalan Pada Jalan Perkotaan
Tipe Jalan KelasHambatan
Faktor Penyesuaian HambatanSamping dan Jarak Kereb-
PenghalangSamping Jarak Kereb-Penghalang (Wk) (m)
(SFC) < 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2,0 m4/2 D VL 0,95 0,97 0,99 1,01